Saifana Iluj’ Dhia Hakiki1, Sekar Wulan Mareta2, dan Rizki Amilia3
E-mail : saifanaidh9@gmail.com
PENDAHULUAN
1
dalam kamus Antropologi adalah adat dan istiadat, yaitu kebiasaan yang bersifat
magis-religius dari kehidupan satu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan menjadi suatu
sitem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosial. Tradisi juga merupakan kesamaan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini
dan belum dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang
benar atau warisan masa lalu. Menurut C.A. Van Peursen, tradisi merupakan
proses pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah, dan
harta-harta. Tradisi dapat diubah, diangkat, ditolak, maupun dipadukan dengan
aneka ragam perbuatan manusia. Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan
atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini.
Salah satu budaya atau tradisi yang masih dianut dan dijaga kelestariannya
adalah tradisi Pojhian Hodo yang ada di Pedukuhan Pariopo, Dusun Selatan, Desa
Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Pedukuhan Pariopo
adalah salah satu daerah di Kabupaten Situbondo yang kondisi wilayahnya sangat
tandus dan kering. Daerah tersebut terletak dipinggiran Kecamatan (sekitar 5 Km
dari Kecamatan Asembagus) dengan wilayah berupa perbukitan. Masyarakat yang
mendiami Pedukuhan Paripo mayoritas berasal dari suku Madura dan beragama
islam, sedangkan sebagian lainnya berasal dari suku Jawa.
2
LANDASAN TEORI
1. Tradisi
Tradisi dalam kamus Atropologi sama dengan adat dan istiadat,
yaitu kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu
pendududk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan
aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem
budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosial.
2. Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau sesuatu perbuatan
yang dianggap “keramat” yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama
yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu
adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara tersebut dilakukan, lat-alat
dalam upacara, serta orang-orang yang melaksanakan upacara tersebut
(Koentjaningrat : 1985). Pada dasarnya, ritual adalah rangkaian kata,
tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan
dan perlengkapan tertentu, serta mengenakan pakaian tertentu. Begitu pula
halnya dalam ritual upacara peminta hujan yang dilaksanakan di
Pedukuhan Pariopo.
3. Hodo
3
tradisi untuk meminta hujan dengan pujian-pujian dan juga menggunakan
sebuah tarian.
PEMBAHASAN
1. Tahap Pesucen
Tahap pesucen ini adalah tahap pembersihan atau penyucian diri.
Sebelum upacara inti dilaksanakan tahapan pesucen ini harus
dilaksanakan terlebih dahulu. Seluruh pelaksana upacara terdiri dari pelaku
tari, pengrawit, pemangku ritual, dan orang-orang yang ikut dalam upacara
adat, diharuskan bersuci disebuah mata air se capcap. Se capcap berasal
4
dari bahasa Madura yang artinya adalah “yang menetes”, dikatakan se
capcap karena mata air ini letaknya diatas dinding bukit dan airnya terus-
menerus menetes ke bawah. Terletak disebuah lembah dan berada cukup
jauh dari desa Bantal.
Pesucen dilaksanakan sore hari sekitar pukul lima sore. Semua
pelaksana upacara bersuci dengan mandi dan berwudu’ satu-persatu.
Pesucen dipimpin oleh pemangku ritual dengan memandikan air Pesucen
yang ada dimata air se capcap kepada setiap pelaku ritual. Pesucen
bermakna sebagai penyucian diri secara lahir dan batin, melalui tahapan
ini para pelaku ritual diharapkan dapat melaksanakan ritual dengan hati
dan pikiran yang bersih, sehingga doa dan harapan dapat terkabul.
Pesucen dilihat sebagai upaya masyarakat untuk kembali “bersahabat”
dengan alam, secara tidak sadar masyarakat diajak untuk menghormati
alam. Mata air Se Capcap yang dikeramatkan oleh masyarakat sebenarnya
sebuah upaya untuk menjaga dan melestarikan alam.
2. Tahapan Semedi
Setelah melaksanakan tahapan Pesucen , pada malam hari para
pelaku mendatangi suatu tempat untuk bersemedi. Tempat untuk
persemedian tersebut adalah sebuah goa. Masyarakat menyebut goa
tersebut dengan nama Goa Macan. Goa ini dipercaya sebagai goa yang
ditinggali Raden Damar Wulan untuk mencari petunjuk saat melakukan
ritual meminta hujan. Di dalam Goa Macan, dengan khusuk para pelaku
ritual memanjatkan doa selama satu malam dengan tidak tidur hingga
keesokan harinya. Para pelaku ritual berdoa sesuai dengan ajaran agama
islam untuk memohon kepada Allah SWT agar diberikan petunjuk.
Semedi bermakna memohon petunjuk dan berdoa kepada Tuhan agar
ritual yang akan diselenggarakan berjalan dengan lancer dan harapan
utamanya yaitu turunnya hujan.
3. Tahapan Berkurban
Tahapan berkurban dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur
terhadap Tuhan. Tahapann ini berdasarkan atas kisah R. Damar Wulan
yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk menyembelih hewan kurban
5
berupa kambing berwarnahitam yang terdapat digunung Masali seusai
melaksanakan proses semedi di Goa Macan. Begitupun dalam pelaksanaan
Hodo,para pelaksana ritual Hodo juga melakukan penyembelihan hewan
berupa kambing hitam untuk dikurbankan dan dijadikansesajen ketikan
ridual Hodo berlangsung. Setelah proses berkuran selesai, kemudian para
pelaku menyiapkan segala perlengkapan untuk pelaksanaan ritual Hodo,
perlengkapan tersebut antara lain berupa sesajen yang terdiri dari
Tumpeng Agung, daging hewan kurban, serta sesajen lainnya.
Perlengkapan lainnya berupa kostum (pakaian adat untuk ritual) yang
terdiri dari odheng (ikat kepala) berwarna merah dan hitam, celana
berwarna hitam, selendang dan aksesoris gelang dan ikat pinggang yang
terbuat dari daun janur.
4. Tahap Pelaksanaan
Setelah perlengkapan ritual telah disiapkan, pelaku ritual kemudian
melakukan perjalanan menuju Batu Tomang. Batu Tomang merupakan
tempat dilaksanaannya ritual Hodo, dinamakan Batu Tomang karena
ditempat tersebut terdapat beberapa batu yang berukuran sangat besar dan
bentuknya menyerupai bentuk tungku untuk memasak yang dalam bahasa
Madura disebut “Tomang”. Sesampainya di Batu Tomang, para pelaku
ritual duduk bersila dengan mengelilingi sesajen yang diletakkan ditengah-
tengah tempat ritual. Salah satu pemangku ritual mengelilingi tempat ritual
tersebut dengan menebarkan asap dupa atau kemenyan kesetiap sudut
tempat. Kemudian seorang dari pelaku ritual melantunkan Kidung tua
yang merupakan mantra ritual, dengan harapan agar ritual tersebut
nantinya dapat berjalan hikmat dan berjalan lancar. Mantra tersebut
dilantunkan dalam bentuk Kidung yang disebut Tembhang Pamoji.
Sembari membaca mantra, para pelaku ritual lainnya berdoa
dengan menggerakkan tangan dari atas kemudian menurunkannya kearah
bawah dengan perlahan secara berulang-ulang. Gerakan tersebut memiliki
makna permohonan kepada Tuhan untuk meminta hujan. Setelah
dilaksanakan gerakan tersebut, para pengrawit mulai memainkan
6
instrument music masing-masing dengan tempo yang konstan. Kemudian
para pelaku tari perlahan-lahan mulai berdiri menunggu para pengrawit
memainkan semua instrument music. Pada punca acara, para penari menari
sambil berjalan mengelilingi sesajen yang diletakkan di tengah-tengah
tempat ritual dengan iringan music dan mantra Tembhang Pamoji,
kemudian satu persatu tamu dan peserta upacara lainnya diajak untuk ikut
menari bersama. Berakhirnya ritual juga ditandai dengan turunnya hujan
ditempat ritual.
a. Nilai Spiritual
Nilai spiritual dalam ritual Hodo dapat dilihat dari pandangan
masyarakat yang meyakini dan melaksanakan ritual Hodo sebagai sarana
untuk memohon kesuburan kepada Tuhan. Pandangan spiritualitas
masyarakat dan nilai spiritual yang terkandung dalam ritual Hodo dapat
dilihat dari Tembhang Pamojhi yang berisi doa-doa atau pujian-pujian.
2. Nilai Estetis
Ritual Hodo yang sifatnya sakral juga memiliki nilai estetis yang
dapat dirasakan oleh panca indra melalui pengalam estetis. Nilai estetis
dalam ritual Hodo dapat dilihat melalui keberagaman seni yang
terkandung didalamnya. Seni yang terdapat dalam ritual Hodo antar lain
seni music, tari, resitasi, dan rupa. Musik ritual Hodo berupa ansambel
musik sederhana, terdiri dari gong, boning (hanya dua unit), seruling,
kecrek, dan kendang. Musik yang dimainkan ada dua bagian, pada bagian
pertama music yang dimainkan bersifat improvisasi dan hanya dimainkan
oleh instrument seruling sebagai pengiring resitasi. Sedangkan pada
bagian kedua music dimainkan secara ansambel untuk mengiringi tarian,
music tersebut bersifat repetitif (diulang-ulang). Fungsi estetis music
dalam ritual Hodo adalah untuk menciptakan suasana dan membangun
emosi para pelaku ritual Hodo.
7
Seni tari dalam ritual Hodo dilakukan dalam inti ritual setelah
melakukan doa pembuka dan pembacaan mantra. Selain seni music dan
seni tari, juga terdapat seni resitasi dan seni rupa. Seni resitasi yaitu pada
pembacaan mantra Tembhang Pamoji yang dilagukan. Sedangkan unsur
seni rupa dapat dilihat dalam penataan kostum dan sesajen yang dihias
untuk kebutuhan ritual. Secara garis besar nilai estetika yang terdapat
dalam ritual Hodo merupakan sebuah perayaan atau bisa juga dikatakan
sebagai simbolis dari kesuburan dan kesejahteraan masyarakat. Seni dalam
hal ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas kesuburan
yang telah dikaruniakan kepada Pedukuhan Pariopo dan digunakan untuk
menjaga dan mempertahankan segala sesuatu yang telah diterima.
KESIMPULAN
8
sebuah perayaan atau dapat juga dikatakan sebagai simbolisasi dari kesuburan dan
kesejahteraan masyarakat yang terepresentasikan melalui media seni.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Tutik. 2018. Tradisi Pojian Hodo dalam Perspektif Filsafat Nilai Max
Scheler. Surabaya : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel. (Diunduh pada : 15 Oktober 2019)