Anda di halaman 1dari 9

RITUAL POJHIAN HODO, PEDUKUHAN PARIOPO, DESA

BANTAL, KABUPATEN SITUBONDO

Saifana Iluj’ Dhia Hakiki1, Sekar Wulan Mareta2, dan Rizki Amilia3

Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

Jalan Semarang 5, Malang 65145 Telp/Fax : 0342-551312

E-mail : saifanaidh9@gmail.com

PENDAHULUAN

Indonesia adalah bangsa yang memiliki beragam budaya yang terdapat


pada setiap suku-suku yang mendiami wilayah nusantara. Keanekaragaman
budaya seperti bahasa, tari-tarian, upacara adat, lagu-lagu daerah, dan kebiasaan-
kebiasaan di dalam kehidupan sehari-hari seluruhnya merupakan bentuk
kebudayaan yang lahir dari kemajemukan yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Banyaknya keanekaragaman budaya di Indonesia memberikan gambaran bahwa
setiap suku yang ada memiliki identitas dan kekhasan yang menunjukkan
perbedaan-perbedaan dari setiap suku.

Pola kehidupan di Indonesia khususnya di Jawa sangat dipengaruhi oleh


kondisi alam dan lingkungan tempat manusia melangsungkan hidupnya hingga
membentuk suatu kebudayaan. Kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan
tindakan dan hasil karya menusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara
belajar yang semua tersusun dalam kehidupan masyarakat. Wujud dari
kebudayaan salah satunya adalah upacara tradisi yang didalamnya mengandung
norma-norma serta aturan-aturan dalam hidup yang sampai saat ini masih dianut
dan dipatuhi oleh masyarakatnya.

Di setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya masing-masing,


yang dalam tradisi tersebut memunyai ciri khas yang berbeda dan unik. Tradisi

1
dalam kamus Antropologi adalah adat dan istiadat, yaitu kebiasaan yang bersifat
magis-religius dari kehidupan satu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum, dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan menjadi suatu
sitem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosial. Tradisi juga merupakan kesamaan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini
dan belum dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang
benar atau warisan masa lalu. Menurut C.A. Van Peursen, tradisi merupakan
proses pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah, dan
harta-harta. Tradisi dapat diubah, diangkat, ditolak, maupun dipadukan dengan
aneka ragam perbuatan manusia. Tradisi berarti segala sesuatu yang disalurkan
atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini.

Salah satu budaya atau tradisi yang masih dianut dan dijaga kelestariannya
adalah tradisi Pojhian Hodo yang ada di Pedukuhan Pariopo, Dusun Selatan, Desa
Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Pedukuhan Pariopo
adalah salah satu daerah di Kabupaten Situbondo yang kondisi wilayahnya sangat
tandus dan kering. Daerah tersebut terletak dipinggiran Kecamatan (sekitar 5 Km
dari Kecamatan Asembagus) dengan wilayah berupa perbukitan. Masyarakat yang
mendiami Pedukuhan Paripo mayoritas berasal dari suku Madura dan beragama
islam, sedangkan sebagian lainnya berasal dari suku Jawa.

Wilayah Pedukuhan Paripo meskipun termasuk dalam daerah agraris,


namun kegiatan pertanian masyarakat setempat tidak selalu berjalan dengan baik
hal ini karena kondisi tanah yang tandus dan merupakan daerah dengan intensitas
curah hujan yang rendah, maka tidak mengherankan apabila musim kemarau bisa
terjadi sepanjang tahun. Sebagai daerah agraris yang sangat bergantung dengan
hujan dalam melangsungkan kehidupan, masyarakat Padukuhan Pariopo sangat
bergantung pada hujan meskipun sangat jarang turunnya hujan di daerah tersebut.
Oleh karena itulah masyarakat Pedukuhan Pariopo masih mempertahankan dan
melestarikan tradisi budaya warisan leluhur yang dipercaya dapat menurunkan
hujan dan memberikan kesuburan untuk tanah pertanian masyarakat setempat,
tradisi tersebut dikenal dengan sebutan Pojhian Hodo.

2
LANDASAN TEORI

1. Tradisi
Tradisi dalam kamus Atropologi sama dengan adat dan istiadat,
yaitu kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu
pendududk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan
aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem
budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosial.

2. Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau sesuatu perbuatan
yang dianggap “keramat” yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama
yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu
adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara tersebut dilakukan, lat-alat
dalam upacara, serta orang-orang yang melaksanakan upacara tersebut
(Koentjaningrat : 1985). Pada dasarnya, ritual adalah rangkaian kata,
tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan
dan perlengkapan tertentu, serta mengenakan pakaian tertentu. Begitu pula
halnya dalam ritual upacara peminta hujan yang dilaksanakan di
Pedukuhan Pariopo.
3. Hodo

Menurut masyarakat Pedukuhan Pariopo, Hodo berasal dari dua


suku kata yaitu Ho dan do, yaitu ho no co ro ko dan do to so wo lo yang
kata-kata tersebut merupakan kata dari aksara Jawa yaitu :

Ho no co ro ko makna filisofi menurut H.M Harnoto ET, yaitu ho


no ni ru ha na ning urip yang artinya kalian hidup disini pasti ada yang
menghidupkan yaitu Allah SWT. Sedangkan do sendiri yaitu berawal dari
aksara Jawa yang berbunyi do to so wo lo , yang makna filosofinya adalah
do to ni ro hana ning urip, yang berarti setelah kita diberi kehidupan,
diharapkan tidak melanggar aturan sendiri-sendiri. Pojhian Hodo adalah

3
tradisi untuk meminta hujan dengan pujian-pujian dan juga menggunakan
sebuah tarian.

PEMBAHASAN

Pedukuhan Pariopo merupakan Pedukuhan yang terletak di Desa Bantal,


Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Desa Bantal berbatasan langsung
dengan tiga desa dan satu hutan, yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Desa
Awar-Awar, di sebelah selatan berbatasan dengan hutan Banyuwangi, di sebelah
timur berbatasan dengan Desa Sumberejo, dan di sebelah barat berbatasan dengan
Desa Kedunglo. Secara umum kondisi sosial Dukuh Pariopo tidak banyak berbeda
dengan pedukuhan-pedukuhan lain yang ada di Desa Bantal. Akan tetapi yang
membedakannya yaitu dalam bidang ekonomi serta kebiasaan masyarakatnya.
Masyarakat setempat masih sangat percaya terhadap hal-hal yang berbau mistis
atau tradisi yang telah beratus-atus tahun dilaksanakan oleh nenek moyang
masyarakat setempat dan apabila tidak dilaksanakan dipercaya akan
mendatangkan malapetaka bagi daerah tersebut. Tradisi tersebut dinamakan
Pojhian Hodo.

Tradisi Pojhian Hodo diselenggarakan sekitar bulan September-Oktober


setiap tahunnya. Pada mulanya ritual Hodo diselenggarakan secara sederhana dan
terpisah oleh beberapa kelompok kecil di Padukuhan Pariopo, namun setelah
dipublikasikan dan diresmikan oleh pemerintah Kabupaten Situbondo pada tahun
2015, ritual Hodo diselenggarakan secara meriah dan menjadi daya tarik tersendiri
bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Situbondo. Dalam pelaksanaan
Pojhian Hodo, harus melewati beberapa tahapan-tahapan ritual secara kronologis
yaitu :

1. Tahap Pesucen
Tahap pesucen ini adalah tahap pembersihan atau penyucian diri.
Sebelum upacara inti dilaksanakan tahapan pesucen ini harus
dilaksanakan terlebih dahulu. Seluruh pelaksana upacara terdiri dari pelaku
tari, pengrawit, pemangku ritual, dan orang-orang yang ikut dalam upacara
adat, diharuskan bersuci disebuah mata air se capcap. Se capcap berasal

4
dari bahasa Madura yang artinya adalah “yang menetes”, dikatakan se
capcap karena mata air ini letaknya diatas dinding bukit dan airnya terus-
menerus menetes ke bawah. Terletak disebuah lembah dan berada cukup
jauh dari desa Bantal.
Pesucen dilaksanakan sore hari sekitar pukul lima sore. Semua
pelaksana upacara bersuci dengan mandi dan berwudu’ satu-persatu.
Pesucen dipimpin oleh pemangku ritual dengan memandikan air Pesucen
yang ada dimata air se capcap kepada setiap pelaku ritual. Pesucen
bermakna sebagai penyucian diri secara lahir dan batin, melalui tahapan
ini para pelaku ritual diharapkan dapat melaksanakan ritual dengan hati
dan pikiran yang bersih, sehingga doa dan harapan dapat terkabul.
Pesucen dilihat sebagai upaya masyarakat untuk kembali “bersahabat”
dengan alam, secara tidak sadar masyarakat diajak untuk menghormati
alam. Mata air Se Capcap yang dikeramatkan oleh masyarakat sebenarnya
sebuah upaya untuk menjaga dan melestarikan alam.
2. Tahapan Semedi
Setelah melaksanakan tahapan Pesucen , pada malam hari para
pelaku mendatangi suatu tempat untuk bersemedi. Tempat untuk
persemedian tersebut adalah sebuah goa. Masyarakat menyebut goa
tersebut dengan nama Goa Macan. Goa ini dipercaya sebagai goa yang
ditinggali Raden Damar Wulan untuk mencari petunjuk saat melakukan
ritual meminta hujan. Di dalam Goa Macan, dengan khusuk para pelaku
ritual memanjatkan doa selama satu malam dengan tidak tidur hingga
keesokan harinya. Para pelaku ritual berdoa sesuai dengan ajaran agama
islam untuk memohon kepada Allah SWT agar diberikan petunjuk.
Semedi bermakna memohon petunjuk dan berdoa kepada Tuhan agar
ritual yang akan diselenggarakan berjalan dengan lancer dan harapan
utamanya yaitu turunnya hujan.
3. Tahapan Berkurban
Tahapan berkurban dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur
terhadap Tuhan. Tahapann ini berdasarkan atas kisah R. Damar Wulan
yang mendapatkan petunjuk dari Tuhan untuk menyembelih hewan kurban

5
berupa kambing berwarnahitam yang terdapat digunung Masali seusai
melaksanakan proses semedi di Goa Macan. Begitupun dalam pelaksanaan
Hodo,para pelaksana ritual Hodo juga melakukan penyembelihan hewan
berupa kambing hitam untuk dikurbankan dan dijadikansesajen ketikan
ridual Hodo berlangsung. Setelah proses berkuran selesai, kemudian para
pelaku menyiapkan segala perlengkapan untuk pelaksanaan ritual Hodo,
perlengkapan tersebut antara lain berupa sesajen yang terdiri dari
Tumpeng Agung, daging hewan kurban, serta sesajen lainnya.
Perlengkapan lainnya berupa kostum (pakaian adat untuk ritual) yang
terdiri dari odheng (ikat kepala) berwarna merah dan hitam, celana
berwarna hitam, selendang dan aksesoris gelang dan ikat pinggang yang
terbuat dari daun janur.

4. Tahap Pelaksanaan
Setelah perlengkapan ritual telah disiapkan, pelaku ritual kemudian
melakukan perjalanan menuju Batu Tomang. Batu Tomang merupakan
tempat dilaksanaannya ritual Hodo, dinamakan Batu Tomang karena
ditempat tersebut terdapat beberapa batu yang berukuran sangat besar dan
bentuknya menyerupai bentuk tungku untuk memasak yang dalam bahasa
Madura disebut “Tomang”. Sesampainya di Batu Tomang, para pelaku
ritual duduk bersila dengan mengelilingi sesajen yang diletakkan ditengah-
tengah tempat ritual. Salah satu pemangku ritual mengelilingi tempat ritual
tersebut dengan menebarkan asap dupa atau kemenyan kesetiap sudut
tempat. Kemudian seorang dari pelaku ritual melantunkan Kidung tua
yang merupakan mantra ritual, dengan harapan agar ritual tersebut
nantinya dapat berjalan hikmat dan berjalan lancar. Mantra tersebut
dilantunkan dalam bentuk Kidung yang disebut Tembhang Pamoji.
Sembari membaca mantra, para pelaku ritual lainnya berdoa
dengan menggerakkan tangan dari atas kemudian menurunkannya kearah
bawah dengan perlahan secara berulang-ulang. Gerakan tersebut memiliki
makna permohonan kepada Tuhan untuk meminta hujan. Setelah
dilaksanakan gerakan tersebut, para pengrawit mulai memainkan

6
instrument music masing-masing dengan tempo yang konstan. Kemudian
para pelaku tari perlahan-lahan mulai berdiri menunggu para pengrawit
memainkan semua instrument music. Pada punca acara, para penari menari
sambil berjalan mengelilingi sesajen yang diletakkan di tengah-tengah
tempat ritual dengan iringan music dan mantra Tembhang Pamoji,
kemudian satu persatu tamu dan peserta upacara lainnya diajak untuk ikut
menari bersama. Berakhirnya ritual juga ditandai dengan turunnya hujan
ditempat ritual.

Dalam pelaksanaannya, ritual Hodo memiliki nilai-nilai yang terkandung didalam


ritual tersebut, diantaranya :

a. Nilai Spiritual
Nilai spiritual dalam ritual Hodo dapat dilihat dari pandangan
masyarakat yang meyakini dan melaksanakan ritual Hodo sebagai sarana
untuk memohon kesuburan kepada Tuhan. Pandangan spiritualitas
masyarakat dan nilai spiritual yang terkandung dalam ritual Hodo dapat
dilihat dari Tembhang Pamojhi yang berisi doa-doa atau pujian-pujian.
2. Nilai Estetis
Ritual Hodo yang sifatnya sakral juga memiliki nilai estetis yang
dapat dirasakan oleh panca indra melalui pengalam estetis. Nilai estetis
dalam ritual Hodo dapat dilihat melalui keberagaman seni yang
terkandung didalamnya. Seni yang terdapat dalam ritual Hodo antar lain
seni music, tari, resitasi, dan rupa. Musik ritual Hodo berupa ansambel
musik sederhana, terdiri dari gong, boning (hanya dua unit), seruling,
kecrek, dan kendang. Musik yang dimainkan ada dua bagian, pada bagian
pertama music yang dimainkan bersifat improvisasi dan hanya dimainkan
oleh instrument seruling sebagai pengiring resitasi. Sedangkan pada
bagian kedua music dimainkan secara ansambel untuk mengiringi tarian,
music tersebut bersifat repetitif (diulang-ulang). Fungsi estetis music
dalam ritual Hodo adalah untuk menciptakan suasana dan membangun
emosi para pelaku ritual Hodo.

7
Seni tari dalam ritual Hodo dilakukan dalam inti ritual setelah
melakukan doa pembuka dan pembacaan mantra. Selain seni music dan
seni tari, juga terdapat seni resitasi dan seni rupa. Seni resitasi yaitu pada
pembacaan mantra Tembhang Pamoji yang dilagukan. Sedangkan unsur
seni rupa dapat dilihat dalam penataan kostum dan sesajen yang dihias
untuk kebutuhan ritual. Secara garis besar nilai estetika yang terdapat
dalam ritual Hodo merupakan sebuah perayaan atau bisa juga dikatakan
sebagai simbolis dari kesuburan dan kesejahteraan masyarakat. Seni dalam
hal ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas kesuburan
yang telah dikaruniakan kepada Pedukuhan Pariopo dan digunakan untuk
menjaga dan mempertahankan segala sesuatu yang telah diterima.

KESIMPULAN

Ritual Pojhian Hodo yang berhubungan dengan kesuburan dilandasi atau


dilatarbelakangi dengan prosesi ritual yang digerakkan oleh mitos Raden Damar
Wulan. Mitos bermula dari adanya masalah kekeringan, kemudian terdapat upaya
menyelesaikan permasalahan melalui bersemedi, akhirnya ditemukan solusi atas
masalah dari upaya yang dilakukan (berkurban dan prosesi ritual). Mitos tersebut
tertanam didalam pandangan masyarakat Dusun Pariopo sehingga masyarakat
terus mempertahankan ritual tersebut. Ritual tersebut tentunya berhungan dengan
konsep kesuburan sebagaimana yang sudah dikaruniakan pada dusun Pariopo
sebagaimana kisah Raden Damar Wulan. Konsep kesuburan itu dapat dilihat dari
nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Hodo. Ada dua nilai yang dapat dilhat
yaitu nilai spiritual dan estetis.

Nilai spiritualitas dalam ritual Hodo dipahami sebagai ketidakmampuan


masyarakat setempat sebagai makhluk ciptaan Tuhan untuk melakukan suatu
diluar kekuatan atau kemampuan dirinya. Masyarakat memercayai adanya
kekuatan besar diluar dirinya yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan.
Permasalahan yang terjadi adalah kekeringan, hujan menjadi solusi untuk
mengatasi permasalahan kekeringan tersebut. Bagi masyarakat Pedukuhan
Pariopo, hujan adalah konsep kesuburan dan Tuhan lah yang berkehendak atas
turunnya hujan tersebut. Nilai estetis dalam seni ritual Hodo dipahami sebagai

8
sebuah perayaan atau dapat juga dikatakan sebagai simbolisasi dari kesuburan dan
kesejahteraan masyarakat yang terepresentasikan melalui media seni.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyono dan Aminudin Siregar. 1985. Kamus Antropologi . Jakarta : Akademika


Pressindo.

Hadi, Sumandiyo. 2006. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta : Pustaka.

Hasan, Tutik. 2018. Tradisi Pojian Hodo dalam Perspektif Filsafat Nilai Max
Scheler. Surabaya : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel. (Diunduh pada : 15 Oktober 2019)

Lu’luil, Laksari,dkk. 2013. Mantra Dalam Tradisi Pemanggil Hujan di Situbondo


: Kajian Struktur, Formula, dan Fungsi. Jember : Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Negeri Jember. (Diunduh pada : 15 Oktober
2019)

Maknuana, L.L,dkk. 2013. Mantra dalam Tradisi Panggilan Hujan di Situbondo :


Kajian Struktur, Formula dan Fungsi dalam Jurnal Publika Budaya

Volumi 1 (1) November 2013. Jember : Fakultas Sastra Universitas


Jember.

Anda mungkin juga menyukai