LUCKY J. E. LIAN
MARTHA K. TANGAWOLA
MARTHINO S. RADJA
TESYA L. JULIANTI
SEMESTER/KELAS: III/B
FAKULTAS TEOLOGI
2020
BEBERAPA DIMENSI PEMAHAMAN DALAM ETIKA
Menurut buku Etika Sederhana untuk semua, Eka Darmaputera membagi beberapa dimensi
pemahaman dalam etika antara lain:
1
Eka Darmaputera, Etika Sederhana untuk semua:perkenalan pertama, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2019,
hlm. 39-45.
1
individu amat ditonjolkan. Apa yang dikutuk oleh tipe pertama, justru disanjung oleh
tipe kedua. Si pendosa pada tipe pertama menjadi orang suci pada tipe kedua.
2
Ibid. hlm. 50-56.
2
3. Etika adalah rasa.3
Kasih Itu Cukup. Inilah sikap etis yang pernah diperkenalkan yaitu Etika Situsasi. Setiap
keputusan etis selalu unik. Artinya, tak pernah dan tak akan mungkin diulang. Sebab setiap
keputusan harus diambil di dalam situasi tertentu. Dan satu situasi hanya ada untuk sekali.
Kasih adalah nilai etis yang utama dan pokok, bahkan satu-satunya norma etis. Setiap
tindakan apapun, yang lahir dari kasih adalah benar dan baik dan tepat.
Moralitas Baru. Yang ditekankan Fletcher adalah bahwa setiap tindakan manusia
hendaknya selalu berorientasi pada kasih terhadap sesama di dalam situasi yang unik dari
orang yang kita kasihi itu.
Kasih itu Irasional? Benarkah bahwa pandangan etika Fletcher adalah sepenuhnya
irasional? Jawabannya adalah tidak. Menurutnya kasih itu tidak buta. Kasih yang bebnar
selalu menuntut perhitungan-perhitungan rasional. Orang harus memikirkan secara seksama
konsekuensi setiap tidakannya.
Kasih Saja Tidak Cukup. Mengatakan bahwa “kasih itu cukup” ternyata tidak cukup.
Memang “kasih itu cukup”. Tapi itu saja belum cukup untuk menjawab: kasih kepada siapa?
Kasih sampai berapa luas? Diri sendiri? keluarga? Bangsa sendiri? atau seluruh umat
manusia? Fletcher menolak pandangan bahwa kasih itu buts dsn irasional. Ia benar. Tetapi
kasih seperti yang dimengerti oleh Fletcher itulah yang membuat seluruh pandangan etikanya
menjadi irasional. Ia tidak memberikan petunjuk ia menyerahkan keputusan kepada kata hati,
tanpa perlu mempertanggungjawabkan kata hatinya.
Etika emotif. Merupakan suatu pendekatan filsafati yang disebut analisa linguistik.
Menurut para pemikir analisa linguistik pertengkaran yang tanpa akhir tentang persoalan-
persoalan etis, sesungguhnya berpangkal pada bahasa. Sehingga, menurut para analis
linguistik , etika adalah emotif dan soal cita rasa.
Soal keyakinan?, etika bukan saja soal sikap (yang lahir dari perasaan) tetapi juga soal
keyakinan (tentang benar dan salah). Pertama, sikap mempengaruhi keyakinan. Ini
membentuk dimensi yang emotif dan irasional dalam etika. Dan yang kedua adalah
keyakinan mempengaruhi sikap. Inilah dimensi yang rasional dalam etika.
3
Ibid., hlm. 60-72.
3
4. Etika adalah akal.4
Kognitif bukan emotif, tidak semua orang setuju dengan pandangan bahwa etika itu
menyangkut rasa. Menurut orang-orang, etika itu adalah soal akal bukan soal rasa. Di mana
kita mengambil keputusan etis dan melakukan penilaian etis, adalah tindakan kognitif bukan
emotif, yaitu menyangkut otak bukan hati.
Hukum Kodrat, hukum kodrat itu sudah ada terus berlaku. Alam semesta mempunyai
hukum-hukumnya dan ini dapat diketahui melalui akal. Tugas etika adalah merumuskan
kaidah-kaidah bagi tindakan manusia agar sesuai dengan tata kodrati yang berlaku.
Kedengarannya sederhana, tapi Allah menciptakan alam semesta menurut maksud dan tujuan
tertentu. Tidak kebetulan dan tidak pula sembarangan.
Ditemukan atau ditulis? Berkembang pesatnya ilmu pengetahuan telah memporak-
porandakan cara berpikir bahwa alam semesta ini diandaikan sebagai sesuatu yang telah jadi
atau yang telah selesai. Dan dibalik semuanya ini berlaku hukum kodrat yang bersifat abadi.
Tetapi, hukum kodrat ini tidak lagi bersifat abadi karena melalui penjelajahan angkasa luar,
pengendalian penduduk, komunikasi satelit Telstar, dan penelitian nuklir, sesungguhnya
manusia sedang menciptakan dan menuliskan hukum-hukum kodrat yang baru.
Obyektifitas, menurut Ayn Rand etika tidak lebih dan tidak kurang adalah persoalan
merumuskan kaidah-kaidah yang memungkinkan manusia untuk ada dan tetap ada (survive),
lalu kemudian bertindak melalui kaidah-kaidah itu. Pilihan paling pokok dalam hidup
manusia itu sederhana: ada atau lenyap. Obyektifitas secara sadar hanya memilih akal. Akal
memimpin manusia untuk memilih nilai-nilai. Nilai-nilai mana yang memungkinkannya
untuk bertahan hidup, dan nilai-nilai mana yang akan membuat ia lenyap.
Tiga Nilai Utama, yang pertama adalah akal, sebab akal dianggap sebagai satu-satunya
alat yang terbaik yang ada pada manusia untuk ada dan “survive”. Nilai yang kedua adalah
tujuan yang jelas dan gamblang, yaitu untuk ada dan “survive”. Dan nilai yang ketiga adalah
harga diri atau rasa percaya diri, yaitu keyakinan dan kepastian pada diri sendiri bahwa saya
mampu untuk berpikir dan pantas untuk tetap hidup.
Pragmatisme, perubahan adalah kata kunci untuk pragmatism. Menurut John Dewey,
alam ini terus bergerak dan berubah di mana realitas adalah suatu proses, tidak ada satu pun
yang statis. Oleh karena itu, kaidah-kaidah etispun selalu terbuka untuk evolusi dan
perubahan. Apa yang benar dan baik itu berubah dari zaman ke zaman. “pragma” dalam
bahasa Yunani, artinya ialah: tindakan. Sebab itu pragmatism adalah filsafat yang
4
Ibid.,, hlm. 73-84
4
menekankan tindakan. Tindakan etis adalah tindakan yang memanfaatkan akal semaksimal-
maksimalnya agar dapat mengatasi lingkungan yang terus berubah.
5. Etika Kristen.5
Dimensi “Kristen” dalam etika Kristen, meliputi:
Ciri khas. Etika adalah ilmu yang membahas mengenai “apa yang seharusnya” dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang di dalam situasi tertentu. Secara sederhana yang
membedakan etika Kristen dengan etika lainnya, yaitu iman Kristiani yang dipakai untuk
menjadi asumsi dasar di dalam melakukan penilaian etis. Alkitab menjadi prinsip dasar di
dalam etika Kristen oleh karena ia merupakan prinsip yang dapat di terima secara universal,
prinsip yang pada hakekatnya dapat secara rasional diterima oleh semua orang yang waras.
Anthropologi Kristen. Etika Kristen bertitik tolak pada anthropologi Kristen, yaitu
pemahaman mengenai siapa manusia di dalam terang iman Kristiani. Dan anthropologi
bertitik tolak pada teologi Kristen. Teologi adalah upaya manusia di dalam imannya dapat
memahami, menjelaskan, mengkomunikasikan penyataan Allah.
Manusia itu baik. “Baik” di sini berarti baik ditinjau dari tiga dimensi: baik secara
individual, artinya pada dirinya ia baik, indah, berharga. Baik secara fungsional, artinya ia
dapat memenuhi fungsinya sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan sang pencipta.
Baik secara relasional, artinya semua dan setiap makluk itu terjalin satu sama lain di dalam
sistem relasi yang serasi, timbal-balik dan saling menunjang.
Manusia itu berdosa. Kejatuhan manusia juga memiliki tiga dimensi: Individual, artinya
harkat dan martabat manusia secara perorangan telah jatuh di mana ia tidak di hargai oleh
pemiliknya sendiri apalagi oleh orang lain. Fungsional, artinya tingkah laku manusia, bahkan
perkataan dan jalan pemikirannya, tidak lagi sejalan dengan apa yang seharusnya. Relasional,
artinya dosa juga telah menyusup dan merasuk seluruh hubungan-hubungan manusia yang
ada.
Manusia itu pendosa yang dibenarkan. Iman Kristen kita mengatakan, bahwa oleh
anugerah di dalam Yesus Kristus dan melalui iman manusia dibenarkan, dan buah dari
pembenaran ini adalah karunia Roh Kudus yang membawa manusia kepada pengudusan.
Implikasi Etis. Pertama, manusia adalah makhluk ciptaan dan gambar Allah yang baik,
berarti kebaikan eksistensi manusia bahkan seluruh alam ciptaan harus menjadi asumsi dasar
positif dalam setiap pertimbangan dan penilaian nilai etis kita. Kedua, manusia adalah
makhluk ciptaan yang telah jatuh ke dalam dosa, berarti kedosaan manusia dan rusaknya
5
Ibid.,,, hlm. 94-111
5
seluruh alam ciptaan harus menjadi asumsi dasar negatif dalam setiap pertimbangan dan
penilaian nilai etis kita. Ketiga, manusia yang pendosa itu telah dibenarkan dan dikuduskan,
berarti pergumulan etis kita selalu bergerak di antara kemungkinan dan keterbatasan.
Rangkuman. Langkah-langkah yang harus kita lakukan bila kita ingin mengambil
keputusan secara Kristiani:
1. Kenali masalah yang kita hadapi.
2. Pertimbangankan setiap masalah, pilihan, dan akibat di dalam terang iman
Kristiani.
6
DAFTAR PUSTAKA
Darmaputera Eka, 2019, Etika Sederhana untuk semua:perkenalan pertama, Jakarta: BPK.
Gunung Mulia.