Tesis
Program Studi Magister
Penciptaan dan Pengkajian Seni
diajukan oleh
DENATA RAJAGUKGUK
NIM 167037001
Kepada
i
ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI GUAL DALAM UPACARA SAYUR
MATUA MASYARAKAT SIMALUNGUN DI KECAMATAN RAYA
diajukan oleh
Denata Rajagukguk
NIM 167037001
Ketua,
Anggota,
Ketua,
ii
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “Analisis Struktur dan Fungsi Gual dalam Upacara
Sayur Matua Masyarakat Simalungun di Kecamatan Raya.” Analisis difokuskan
kepada: (1) upacara sayur matua, (2) fungsi gual, dan (3) struktur gual.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui
penelitian lapangan, wawancara, perekaman data audiovisual, dan sebagai
pengamat terlibat. Untuk menganalisis fungsi gual di dalam upacara sayur matua
digunakan teori penggunaan dan fungsi dari Merriam, ditambah teori
fungsionalisme dari Malinowski. Dalam hal menganalisis struktur gual
dipedomani teori weighted scale dari Malm ditambah dengan teori struktur musik
dari Nettl, Titon, Slobin, dan Apel. Dalam menganalisis upacara sayur matua
digunakan teori upacara dari Sunjata. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah, secara konseptual bagi masyarakat Simalungun jika seseorang sudah
berada pada status meninggal sayur matua (semua anaknya telah menikah dan
berhasil dalam kehidupan), maka orang yang meninggal tersebut dipersepsikan
telah berhasil pada kehidupan yang dia tinggalkan. Istilah gual bagi masyarakat
Simalungun adalah komposisi musik tanpa vokal yang pembawa melodinya
dibawakan oleh sarunei. Biasanya gual dibawakan dalam dua ensambel, yakni
gonrang sipitu-pitu dan gonrang dua. (A) Tahapan-tahapan yang harus dilalui
atau dilaksanakan pada upacara sayur matua: (a) padalan tugah-tugah, (b) riah
tongah jabu, (c) tampei porsa, (d) pahata gonrang, (e) mandingguri, (f)
mangoromi, (g) pamasuk hu rumah-rumah, (h) pangiligion, (i) hio parpudi, dan
(j) paragendaon. (B) Guna gual dalam upacara ini adalah: (i) untuk mengiringi
upacara adat sayur matua dan (ii) memeriahkan jalannya upacara, di sisi lain
fungsi gual dalam upacara sayur matua adalah: (a) untuk mengabsahkan upacara,
(b) sebagai sarana integrasi sosial, (c) sebagai ekspresi emosi gembira dan
sekaligus sedih, (d) sebagai sarana doa kepada Tuhan, dan (e) sebagaisarana
hiburan. (C) Pada upacara adat sayur matua ada lima gual yang wajib dimainkan:
(1) Gual Huda-huda, (2) Gual Parahot, (3) Gual Sayur Matua, (4) Gual
Rambing-rambing, dan (5) Gual Dinggur-dinggur. Struktur yang diperoleh dari
gual ialah sebagai berikut: (1) tangga nada yang digunakan adalah heksatonik,
bes – c – cis – f – g –as, (2) jumlah nada-nada didominasi nada C 43% pada gual
parahot, nada C 44% pada gual huda-huda, nada F 45% pada gual rambing-
rambing, nada C 47% pada gual sayur matua, nada C 39% pada gual dinggur-
dinggur, (3) nada dasar yang digunakan pada gual yaitu bes, (4) wilayah nada
yaitu nada paling rendah C dan nada paling tinggi G, (5) pola kadensa gual terdiri
dari satu dan dua pola kadensa. Yang memiliki dua pola kadensa gual parahot
dan gual dinggur-dinggur, sementara gual sayur matua, gual rambing-rambing
dan gual huda-huda memiliki satu pola kadensa, (6) kontur yang terdapat pada
kelima gual tersebut discending, pendulos, dan teracced, (7) Meter yang
digunakan kelima gual tersebut 4/4, (8) Tempo ketukan dasar rata-rata per menit
yang terdapat pada gual parahot 112, gual huda-huda 57, gual rambing-rambing
55, gual sayur matua 75, dangual dinggur-dinggur 110.
iii
ABSTRACT
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak pernah terdapat
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau yang pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Denata Rajagukguk
NIM 167037001
v
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas pernyetaan-Nya dan
kasih karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini pada
Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berjudul “Analisis Fungsi dan Struktur Gual
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Seni (M.Sn) pada Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis ini merupakan hasil
penelitian yang membahas analisis fungsi dan struktur gual dalam upacara sayur
yang timbul yaitu tentang proses upacara adat kematian Sayur Matua, fungsi gual
Pada kesempatan ini penulis ingin berterima kasih kepada berbagai pihak atas
penyelesaian tesis ini, tentu saja bantuan maupun dukungan yang diterima penulis
sangat berarti bagi penyelesaian tesis ini, untuk itu penulis mengucapkan banyak
Utara, dan segenap jajarannya yang telah menata dan bertanggung jawab
vi
2. Dr. Budi Agustono, M.S sebagai Dekan Fakultas Universitas Sumatera
Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya dan sebagai Dosen
ini.
Penciptaan dan Pengkajian Seni sekaligus sebagai dosen penguji tesis ini.
8. Dr. Asmyta Surbakti, M.Si selaku Dosen Prodi Magister Penciptaan dan
vii
10. Seluruh dosen Prodi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas
kepada penulis.
satu persatu, buat ilmu dan didikan selama masa perkuliahan sarjana.
12. Drs. Ponisan selaku pegawai sataf administrasi Prodi Magister Penciptaan
13. Bapak J Badu Purba sebagai informan kunci yang bersedia memberikan
informasi terkait tesis ini, juga kepada informan pendukung yang telah
14. Kedua orang tua saya Almarhum Drs. Daris Rajagukguk M.Pd dan ibu
Serlina Lumbanraja yang telah mendukung saya baik materi, motivasi dan
kasih sayang sebagai orang tua serta segala hal keperluan penulis.
16. Ayu Permatasari Lumbantoruan S.Sn yang telah setia menemani dalam
proses penyelesaian tesis ini dan juga mendukung secara moril serta
17. Ingrid aritonang, Andreas yohannes saragih, hiskia, rosnita selaku adik-
adik saya yang telah memberikan banyak bantuan dalam proses penelitian
lapangan.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................. v
PRAKATA ........................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ xiv
ix
2.6 Agama dan Kepercayaan ................................................................ 55
x
5.1.1.3 Rambing-rambing ...................................................................... 93
5.1.1.4 Sayur Matua................................................................................ 93
5.1.1.5 Dinggur-dinggur ......................................................................... 94
5.1.2 Jumlah Nada-nada ................................................................ 94
5.1.2.1 Parahot ........................................................................................ 95
5.1.2.2 Huda-huda................................................................................... 95
5.1.2.3 Rambing-rambing ...................................................................... 96
5.1.2.4 Sayur Matua................................................................................ 97
5.1.2.5 Dinggur-dinggur ......................................................................... 98
5.1.3 Nada Dasar..................................................................................... 99
5.1.3.1 Parahot ...................................................................................... 100
5.1.3.2 Huda-huda .............................................................. 101
5.1.3.3 Rambing-rambing .................................................................... 101
5.1.3.4 Sayur Matua.............................................................................. 101
5.1.3.5 Dinggur-dinggur ....................................................................... 102
5.1.4 Wilayah Nada .............................................................................. 102
5.1.4.1 Parahot ...................................................................................... 103
5.1.4.2 Huda-huda................................................................................. 103
5.1.4.3 Rambing-rambing ................................................... 104
5.1.4.4 Sayur Matua.............................................................................. 104
5.1.4.5 Dinggur-dinggur ..................................................... 104
5.1.5 Pola-pola Kadensa ....................................................................... 105
5.1.5.1 Parahot ...................................................................................... 105
5.1.5.2 Huda-huda................................................................................. 106
5.1.5.3 Rambing-rambing .................................................................... 107
5.1.5.4 Sayur Matua.............................................................................. 108
5.1.5.5 Dinggur-dinggur ....................................................................... 109
5.1.6 Kontur .......................................................................................... 109
5.1.6.1 Parahot ................................................................... 110
5.1.6.2 Huda-huda................................................................................. 111
5.1.6.3 Rambing-rambing .................................................................... 111
5.1.6.4 Sayur Matua.............................................................................. 111
5.1.6.5 Dinggur-dinggur ....................................................................... 112
5.1.7 AnalisisMeter............................................................................... 112
5.1.8 Analisis Pulsa .............................................................................. 118
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Tabel Jumlah Nada Gual Parahot ................................................................... 95
Tabel 5.2 Tabel Jumlah Nada Gual Huda-huda .............................................................. 96
Tabel 5.3 Tabel Jumlah Nada Gual Rambing-rambing ................................................... 96
Tabel 5.4 Tabel Jumlah Nada Gual Sayur Matua ........................................................... 97
Tabel 5.5 Jumlah Nada Gual Dinggur-dinggur............................................................... 98
Tabel 6.1 Tabel Tahapan Upacara Sayur Matua .................. Error! Bookmark not defined.
xiii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
PENDIDIKAN
1. SD Negeri 101901 Lubuk Pakam Lulus tahun 2004
2. SMP Negeri 1 Lubuk Pakam Lulus tahun 2007
3. SMA RK Serdang Murni Lubuk Pakam Lulus tahun 2010
4. Sarjana Jurusan Etnomusikologi Lulus tahun 2015
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
suku dan etnik tentunya memiliki kekhasan ada istiadat dan budaya1 masing-
masing. Dalam setiap warisan budaya nenek moyang yang sudah ada sejak dahulu
walaupun pada setiap perkembangannya tidak bisa dijaga keutuhannya, ada seni
tari, seni ukir, seni tekstil, seni patung, serta seni musik. Simalungun adalah salah
satu etnik yang terdapat di Sumatera Utara. Etnik Simalungun dimasukkan dalam
sub etnik Batak, bersama sub-sub etnik Batak lainnya ialah Karo, Toba, Pakpak,
1
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat “perbedaan kecil” (nuansa)
antara istilah budaya dan kebudayaan. Kata budaya (bu.da.ya) n. 1. pikiran, akal budi; 2. adat
istiadat; 3. sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju); 4. sesuatu yang
menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Di sisi lain, kebudayaan (ke.bu.da.ya.an), n. 1. hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat;
2. dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
lakunya.
2
Dalam tesis ini, konsep mengenai etnik atau kelompok etnik (ethnic group) atau dalam
bahasa Indonesia suku bangsa atau suku, menurut disiplin ilmu antropologi adalah (melalui
Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan;
(2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah
bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri
kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok
populasi lain.Dalam rangka mengkaji kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa
mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya,
akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini
juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Hal ini juga
mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan bahwa setiap kelompok etnik
mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor
ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam
kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-
beda di dunia. Setiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat pendukung tersendiri. Dalam tulisan
1
2
kebutuhan yang banyak digunakan untuk tujuan hiburan, ritual, serta upacara adat.
Pada masyarakat Simalungun ada dua jenis ensambel musiknya yang disebut
gonrang. Yang pertama adalah gonrang sidua-dua dan kedua, gonrang sipitu-pitu
atau disebut juga sebagai gonrang bolon. Sidua-dua yang berarti sepasang atau
dua buah alat musik gendang. Gonrang sipitu-pitu mengacu pada jumlah alat
Istilah yang paling lazim dalam menyebutkan lagu untuk ansambel musik
gonrang adalah gual. Unsur-unsur sangat penting dari gual ialah 1) Alunan
melodi sarunei yang bervariasi, 2) Struktur kolotomis dasar yang dimainkan pada
ogung dan mongmongan, dan 3) Pola irama yang berhubungan yang divariasikan
yang dihasilkan pada alat musik akhirnya berupa alunan nada yang tidak terputus
mulai dari awal hingga akhir. Setiap variasi alunan nada-nada dilakukan sambung
menyambung tanpa adanya perhentian atau istirahat dalam suatu alunan melodi.
yaitu: (1) pertama adalah gual huda-huda, yang biasa digunakan sebagai
penyambutan pada saat pihak tondong datang, pada prosesnya gual ini juga
ini, Simalungun dipandang sebagai satu kelompok etnik, adakalanya dijadikan sbagai satu subetnik
dari etnik Batak, yang menjadi bahagian tidak terpisahkan dari bangsa (nation state) Indonesia.
3
Dalam kebudayaan Simalungun, kematian merupakan salah satu dari proses yang dialami
manusia, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari siklus yang dijalaninya. Bagi masyarakat
Simalungun, baik sebelum dan setelah datangnya agama Islam, Protestan, dan Katolik, mereka
meyakini bahwa setelah kehidupan ini manusia akan mati dan kemudian hidup kembali di dalam
akhirat.
2
3
yang baru datang. Pihak tondong mengenakan toping-toping dan huda-huda untuk
gonrang dua tetapi dalam perkembanganya saat ini sudah dimainkan oleh
gonrang sipitu-pitu. (2) Kedua, gual parahot, biasanya gual ini dimainkan ketika
menutup tarian, dengan tempo cepat gual ini memiliki makna sebagai pengikat
agar menjadi satu. Hot dalam bahasa simalungun yang artinya kuat, parahot
menjadi pengikat yang kuat. (3) Ketiga, gual dinggur-dinggur dimainkan pada
tahapan mamungka gonrang, tahapan ini ialah awal mula proses adat berlangsung.
sayur matua. (4) Keempat, gual rambing-rambing merupakan lagu pengiring bagi
yang ingin menari melepaskan kepergian almarhum karena gual ini memiliki
makna bahwasanya keturunan yang ditinggalkan sudah rambing atau ramos dalam
bahasa simalungun. (5) Kelima gual sayur matua dapat digunakan sebagai
permohonan panjang umur dan sejahtera bagi mereka yang ditinggalkan sang
matua.
budaya Simalungun, perlu dijelaskan bahwa terdapat lima jenis kematian pada
4
Pada masyarakat Simalungun dikenal istilah matei manorus yang berarti seeorang wanita
meninggal sewaktu melahirkan. Seperti diketahui bahwa dalam proses melahirkan ini, secara
3
4
matei matalpok6, (4) matei matua7, dan (5) matei sayur matua8. Dalam hal
kematian, terutama dalam keadaan matei sayur matua, maka penting dilakukan
dalam upacara matei sayur matua ini memiliki guna dan fungsi yang khas.
Menurut penulis guna dari gual ini adalah: (1) sebagai sarana untuk memeriahkan
jalannya upacara, karena upacara ini setelah dalam bentuk kesedihan yakni
ekspresi kegembiraan dan kebanggan bagi keluarga dan segenap orang yang hadir.
(2) Guna lain dari gual ini dalam upacara sayur matua adalah memberitahu bahwa
yang meninggal adalah oranmg yang memiliki derajat kematian tertinggi, yang
alamiah umumnya masyarakat Simalungun pada masa sebelum dijumapinya teknologi bedah
cesar, masih mengandalkan dukun beranak. Maka sudah menjadi takdir Tuhan sebagian ibu-ibu
meninggal dunia saat melahirkan anaknya. Namun dengan ditemukannya teknologi terkini dalam
bidang kedokteran kematian ibu-ibu dalam melahirkan ini dapat dikurangi.
5
Pada masyarakat Simalungun dikenal istilah matei grama/anakboru yang berarti
meninggal sewaktu lajang atau belum menikah. Artinya orang ini belum mencapai siklus membina
rumah tangga, sebagai salah satu yang dijalani seseorang berdasarkan fitrahnya sebagai manusia di
dunia ini.
6
Pada masyarakat Simalungun dikenal istilah matei matalpok yang berarti orang yang
meninggal dunia, namun pada saat itu semua anak baik laki-laki maupun perempuan sudah
menikah tetapi belum memiliki cucu. Dalam keadaan yang seperti ini ia baru menurunkan generasi
kedua saja, belum sampai ke generasi ketiga.
7
Pada masyarakat Simalungun dikenal istilah matei matua yang berarti meninggal
sewaktu tua tetapi ada anak yang belum menikah. Kematian yang sedemikian rupa dipandang
belum menjadi kematian “sempurna” seperti matei sayur matua, karena masih tersisa salah satu
anaknya belum berumah tangga.
8
Yang terakhir, pada kebudayaan masyarakat Simalungun dikenal istilah matei sayur
matuayang berarti meninggal sewaktu tua dan seluruh anaknya telah menikah serta mendapat cucu
dari anak laki-laki dan anak perempuan. Kematian yang seperti inilah yang menjadi cita-cita setiap
orang Simalungun. Ia dipandang bahwa selama dalam kehidupannya ini berhasil mendidik dan
“menjadikan” anak-anaknya sampai bekeluarga semuanya dan memiliki cucu-cucu, yang
kemudian akan meneruskan garis keturunannya di dunia ini. Dengan konsep keberhasilan
membina keturunan yang seperti ini, sebenarnya cita-cita setiap orang Simalungun adalah
mengekalkan kebudayaan mereka di dunia ini.
4
5
Adapun fungsi dari gual yang dipertunjukkan dalam upacara metei sayur
matua, menurut penulis adalah sebagai berikut. (1) Fungsi sebagai sarana
sebagai kematian yang “sempurna,” (2) Fungsi gual ini adalah untuk
alam kematian, yakni kematian sayur matua; (3) Fungsi gual dalam upacara ini
seseorang dengan jenazah; (4) Fungsi lainnya gual dalam upacara matei sayur
matua ini adalah sebagai hiburan, karena segenap keluarga bergembira atas
keberadaan kematian secara sayur matua ini; (5) Fungsi gual ini adalah untuk
khususnya di Kecamatan Raya sangat menarik untuk dikaji melalui disiplin utama
etnomusikologi dan dibantu oleh antropologi. Untuk itu perlu diuraikan sekilas
Seperti yang penulis ketahui dari pakar etnomusikologi yaitu Merriam yang
5
6
music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so
much upon the structural components of music sound as upon the part
music plays in culture and its functions in the wider social and
cultural organization of man. It has been tentatively suggested by
Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and
American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not
seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of
geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for
many provocativestudies were made by early German scholars in
problems not at all concerned with music structure, while many
American studies heve been devoted to technical analysis of music
sound (Merriam 1964:3-4).9
kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan
cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap
etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu
musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai
9
Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini,
dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi
seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-
lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika
Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.
6
7
dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini
lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu
Hal tersebut telah disarankan oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan
tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau
pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika
dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi.
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi
7
8
Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah
buku yang berjudul Etnomusikologi tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu
mencakup struktur melodis dan ritmis yang disajikan dalam gonrang sipitu-pitu.
Ilmu ini berasal dari dua kata yaitu anthropos dan logos. Dalam bahasa Yunani,
anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Dengan demikian,
10
Buku berbahasa Indonesia ini diedit oleh Rahayu Supanggah (kini guru besar di ISI
Surakarta), diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh
Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan
enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan
P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam
buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi
Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali
Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara
Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis
artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay
menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.”
Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan,
dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang
ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi
telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog
Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut
seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
8
9
dan budaya manusia, maka disiplin antropologi fokus melakukan studi yang
ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya, dengan mempelajari aneka
pengaruh dari berbagai ilmu tersebut, baik dalam bentuk teori, metode, bahkan
menerus mengembangkan teori, metode, dan hasil penelitiannya yang sangat khas.
Pengaruh dari berbagai ragam ilmu tersebut membuat cara pemahaman seorang
berikut ini. (a) Antropologi fisik, yaitu cabang antropologi yang mengkaji
9
10
untuk membandingkan manusia dengan primata lain, seperti simpanse, gorila, dan
orang utan. Antropologi fisik juga mencari hubungan antara manusia modern
(homo sapiens) dengan nenek moyang manusia seperti homo erectus, homo
(b) Antropologi budaya, yaitu cabang yang terbesar dalam ilmu antropologi.
tentang keanekaragaman bahasa. Namun, ruang lingkupnya jauh lebih kecil dari
dianggap sebagai ilmu tersendiri yang terpisah dari antropologi. Namun, menurut
sebagian besar antropolog, arkeologi sebenarnya adalah sebuah cabang ilmu dari
masa lampau dengan habitat hidupnya, serta struktur sosial dan budaya
10
11
penelitian ini penulis mengkaji gual (musik) dalam konteks upacara kematian
sayur matua. 11 Dua disiplin ilmu digunakan dalam kerja ini yakni musikologi
untuk mengkaji struktur gual, dan antropologi untuk mengkaji upacara kematian
itu sendiri. Dengan demikian tesis ini diberi judul: “Analisis Fungsi dan Struktur
kegiatan upacara matei sayur matua dan penggunaan gual di dalamnya, digunakan
upacara, waktu demi waktu. Demikian pula siapa yang memimpin upacara, di
mana upacara diselenggarakan, siapa-siapa saja yang terlibat dalam upacara, siapa
11
Di dalam kebudayaan masyarakat Batak, terdapat kematian sejenis yang istilahnya
menggunakan bahasa kelompoknya sendiri. Dalam budaya Karo kematian seperti ini disebut
dengan cawir metua; dalam kebudayaan Batak Toba disebut dengan kematian saur matua [tidak
pakai konsonan y); dan dalam kebudayaan Simalungun sendiri disebut sayur matua [memakai
konsonan y].
11
12
yang bertindak sebagai tuan rumah, tamu, dan orang-orang yang hanya sekedar
matua, digunakan teori uses and functions dari Merriam. Dalam hal ini penulis
melihat gual dalam dua sudut pandang. Yang pertama adalah gunanya dalam
upacara tersebut. Lebih lanjut adalah sejauh apa fungsi-fungsi gual sebagai musik
Dalam hal mengkaji rumusan masalah ketiga yakni struktur gual yang
Struktur gual ini diurai baik berdasarkan dimensi ruang (melodis) maupun waktu
(ritmis). Dengan demikian dihasilkan penelitian yang holistik dan mendalam dari
12
13
dan lain-lainnya.
rangka memungsikan berbagai seni dan warisan tak benda untuk tujuan
kepariwisataan.
13
14
Instrument. Ini merupakan artikel yang menjadi rujukan utama bagi para
Eropa.
Gramedia. Di dalam buku ini diurai secara rinci tentang bagaimana metode
meneliti masyarakat, terutama dari sisi kebudayaan dan sosialnya. Buku ini
14
15
5) Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and
teori weighted scale. Buku ini nmenjadi panduan penulis dalam mengurai
Buku ini menjadi rujukan penulis dalam melakukan penelian ini, terutama
tersebut.
oleh North Western University Press di kota Chiocago tahun 1964. Buku
penggunaan dan fungsi musik di dalam buku ini penulis gunakan dalam
15
16
10) Sugiyono yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dan R
pengembangnnya.
masyarakat Simalungun.
12) Skripsi Maria Fabiyola. 2016 “Bentuk Penyajian dan Fungsi Gonrang
sarjana ini membahas tentang bentuk penyajian dan fungsi gonrang sipitu-
pitu pada upacara kematian sayur matua sedangkan tulisan yang peniliti
bahas di sini tentang struktur dan Fungsi gual pada upacara sayur matua
tersebut.
16
17
yang berkaitan dengan pendalaman fungsi gual dan struktur musikal didekati
1.4.2 Observasi
dihadapi si penulis, pada saat observasi dilakukan penulis juga dapat memastikan
dilakukan dengan mencari informasi yang terkait contoh dari buku, media online,
artikel, maupun tulisan yang terkait dengan bahan yang ingin diteliti. Pada tanggal
dapat dari sumber internet lalu memastikan kembali kepada pak setia dermawan
kemudian berangkat dari situ ditemukan lah no handphone pak Badu purba yang
dianggap penulis mampu memberikan lebih banyak lagi informasi tentang gual
pada tentang sayur matua, Penulis segera menghubungi pak badu purba meminta
17
18
ketersediaan beliau sebagai informan lalu beliau menjelaskan situasi pada lokasi
1.4.3 Wawancara
mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Pada metode
media mendapatkan informasi. Pada tanggal 16 maret penulis bertemu dengan pak
badu purba sebagai informan kunci, pada saat itu pak badu purba sedang
menjalankan pekerjaan nya sebagai panggual pada upacara adat sayur matua.
fungsi dan struktur gual dalam upacara sayur matua atas data yang didapat dari
lapangan maupun dari tulisan yang terkait. Kemudian data diolah dibuat dalam
bentuk tulisan.
langkah awal adalah mentranskripsi dalam bentuk notasi balok yang diadopsi dari
18
19
notasi angka.
dilakukan mencakup dimensi ruang seperti: tangga nada, wilayah nada, jumlah
nada-nada, kontur, dan lainnya. Begitu juga dengan dimensi waktu, seperti
ketukan dasar atau pulsa, metrum atau meter, durasi, dan lain-lainnya.
1.5.1 Konsep
yang berkaitan dengan fungsi dan struktur gual dalam upacara sayur matua.
Konsep yang penulis akan uraikan yaitu (1) kebudayaan, (2) penggunaan dan
1.5.1.1 Kebudayaan
gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Karena cakupannya sangat luas
unsur yang bersifat universal. Ada tujuh unsur yang bersifat universal dan
kebudayaan, yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan; (2) sistem dan
19
20
organisasi kemasyarakatan; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6)
masyarakat. Uraian terhadap fungsi dan struktur gual. Istilah penggunaan dan
dan perbedaan yang bernuansa antara konsep penggunaan dan fungsi musik dalam
(uses) dan fungsi (functions) musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya
dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi
bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam.
ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dikaji sebagai
memenuhi kehendak biologis bercinta, menikah, dan berumah tangga dan pada
ritual, dan kegiatan kegiatan upacara. Oleh karena itu, menurut Merriam
20
21
terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayani oleh
musik yang dikaji. Dengan demikian, sesuai dengan pendapat Merriam, menurut
penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih
berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya. Dalam kaitannya
dengan tulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa penggunaan repertoar gual pada
sayur matua adalah untuk mengiringi jalannya upacara sayur matua, sedangkan
dan lain-lainnya.
1.5.1.3 Gual
Gual yang dimaksud disini ialah suatu komposisi musik atau disebut juga
dengan repertoar, komposisi gual tidak memiliki vokal hanya terdiri dari setiap
bunyi instrument atau alat musik tradisi Simalungun yang dibawakan oleh
gonrang sipitu-pitu dan gonrang dua, artinya ada gual yang hanya bisa dibawakan
oleh gonrang sipitu-pitu ada juga yang hanya bisa dibawakan gonrang dua.
Meskipun pada perkembangan nya saat ini gonrang dua sudah jarang dimainkan
sehingga gual yang seharusnya dimainkan oleh gonrang dua diambil alih
sekarang ini tidak lagi membawa instrument gonrang pada gonrang dua. Pargual
21
22
telah memiliki keturunan yang sudah lengkap yang dimaksud sudah lengkap disini
ialah seluruh anak-anaknya sudah menikah dan yang meninggal dunia telah
apabila sudah meninggal dengan status sayur matua. Dan pada upacara sayur
1.5.1.5 Struktur
Yang dimaksud dengan struktur di dalam tulisan ini adalah Gual disusun
atau dibangun oleh ritme-ritmenya yang terdiri dari meter (birama), pulsa dasar
(taktus), dan unit-unit pembentuk birama, seperti durasi not, aksentuasi, down
beat, up beat, dupel, kuadrupel, cepat dan lambatnya tempo lagu, tangga nada,
nada dasar, wilayah nada, jumlah nada-nada, kontur, pola kadensa dan lain-
lainnya.
1.5.2 Teori
Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas
22
23
keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk
tahu. Teknologi muncul karena manusia ingin mudah bekerja di dalam mengisi
kombinasi dari beberapa macam kebutuhan pada masyarakat itu sendiri. Dengan
paham ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah
membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan
sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti
terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita
sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian daripada pelaksanaan
adat istiadat, sama ada ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan
dengan melihat gaya atau prinsip dasar struktur musikal, Willy Apel mengatakan
bahwa gaya adalah unsur atau elemen penting yang sangat berhubungan dengan
struktur suatu komposisi. Unsur atau elemen dimaksud ialah bentuk (Inggris:
form), melodi (Inggris: melody), maupun ritme atau irama (Inggris: rhythm).
23
24
Di pihak lain, Titon dan Slobin mengatakan bahwa gaya adalah sesuatu
yang terdapat dan terorganisasi di dalam musik itu sendiri, seperti elemen nada,
elemen waktu, elemen suara, dan intensitas bunyi. Elemen nada itu sendiri txerdiri
dari; tangga nada (Inggris: modus), melodi, dan sistem laras; elemen waktu terdiri
dari; birama (Inggris: metrum), dan irama (Inggris: rhythm); elemen suara terdiri
dari kualitas suara, kualitas bunyi instrumen; dan elemen intensitas bunyi yaitu
bahwa suatu komposisi musik di dalam suatu tradisi musikal akan pula memiliki
kumpulan karakter atau gaya yang sama dengan karakter-karakter pada komposisi
lainnya di dalam ruang lingkup tradisi kebudayaan dimana musik itu berada.
yang dijadikan sebagai dasar atau perangkat untuk membangun musik hingga
metode di atas dapat juga dikombinasikan dengan metode weighted scale (“bobot
Malm mengatakan bahwa gaya musikal berkaitan dengan dua hal yang
tidak terpisahkan, yaitu melodi dan ritme atau ruang dan waktu. Unsur melodi
berkaitan dengan ruang, dimana setiap nada dalam garis melodi bergerak sesuai
mempunyai durasi secara panjang dan pendek yang dalam hal ini merupakan
unsur dari ritme. Dengan perkataan lain, ritme berkaitan dengan waktu, dimana
24
25
setiap nada dalam melodi memiliki durasi yang berbeda-beda, dan dengan
(8) kontur,
(9) durasi,
(10) ritme,
(1) tempo,
(2) pulsa,
(3) ketukan,
(5) birama.
25
26
(3) tonalitas,
(4) interval,
(6) ritme,
(8) bentuk.
Upacara adat adalah salah satu cara menelusuri jejak sejarah masyarakat
Indonesia pada masa lalu dapat kita jumpai pada upacara-upacara adat merupakan
warisan nenek moyang kita. Selain melalui mitologi dan legenda, cara yang dapat
mengenal tulisan yaitu melalui upacara. Upacara pada umumnya memiliki nilai
1997: 1). Upacara adat tradisional adalah peraturan hidup sehari-hari ketentuan
manusia. Pengertian adat adalah tingkah laku dalam suatu masyarakat (sudah,
sedang, akan) diadakan. Wahyudi Pantja Sunjata (1997: 2), mengatakan upacara
masyarakat pendukungnya.
tidak mempunyai akibat hukum, hanya saja apabila tidak dilakukan oleh
26
27
masyarakat maka timbul rasa kekhawatiran akan terjadi sesuatu yang menimpa
dirinya. Upacara adat adalah upacara yang dilakukan secara turuntemurun yang
berlaku di suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat
adalah tempat keramat atau bersifat sakral/suci, tidak setiap orang dapat
mengunjungi tempat itu. Tempat tersebut hanya digunakan oleh orang-orang yang
berkepentingan saja, dalam hal ini adalah orang yang terlibat dalam pelaksanaan
tahun biasanya ada patokan dari waktu pelaksanaan upacara yang lampau.
harus ada macam sesaji yang berfungsi sebagai alat dalam pelaksanaan upacara
adat tersebut.
27
28
bertindak sebagai pemimpin jalanya upacara dan beberapa orang yang paham
a. Bersesaji
benda, dan sebagainya yang ditujukan kepada dewa-dewa, roh-roh nenek moyang,
atau makhluk halus. Hal ini dianggap menjadi suatu perbuatan kebiasaan, dan
dianggap seolah-olah suatu aktivitas yang secara otomatis akan menghasilkan apa
yang dimaksud.
b. Berdoa
Berdoa adalah suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara.
Biasanya diiringi dengan gerak -gerak dan sikap-sikap tumbuh yang pada
c. Makan bersama
28
29
Makan bersama merupakan suatu unsur yang amat penting dan selalu
d. Berprosesi
umum dalam banyak religi di dunia . Pada prosesi sering dibawa benda-benda
sakti dan sebagainya, dengan maksud supaya kesaktian yang memancar dari
benda-benda itu bisa memberi pengaruh kepada keadaan sekitar tempat tinggal
manusia, dan terutama pada tempat-tempat yang dilalui pawai itu. Upacara ini
sering juga mempunyai maksud yang pada dasarnya sama tetapi dilakukan dengan
cara yang lain yaitu mengusir makhluk halus, hantu dan segala kekuatan yang
e. Berpuasa
semua religi dan agama diseluruh dunia, tidak membutuhkan suatu uraian yang
panjang lebar. Dasar pikiran yang ada dibelakang perbuatan ini bisa macam-
f. Bersemedi
pelaku kepada maksudnya atau kepada hal-hal yang suci (Koentjaraningrat, 1967:
melaksanakan upacara tradisional. Oleh karena itu, pada saat upacara tradisional
dilangsungkan akan terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang telah disebutkan
29
30
di atas. Namun tidak semua kegiatan secara terperinci dilakukan pada saat
pelaksanaan upacara tradisional. Ada yang terdiri dari semua kegiatan yang telah
disebutkan di atas tetapi ada pula yang hanya melakukan beberapa dari kegiatan
tradisional.
syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta para leluhur yang telah
wujud penghormatan atas budaya warisan nenek moyang yang turun temurun
yang harus dilestarikan. Tanpa adanya usaha pelestarian dari masyarakat, maka
budaya nenek moyang yang berupa upacara tradisional itu akan punah dan tinggal
cerita. Sangat disayangkan apabila hal ini terjadi mengingat dizaman sekarang
negeri ini mengalami krisis moral yang sebenarnya dapat kita cegah dengan
Tujuan umum dari upacara adat adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat yang berbudi pekerti luhur. Secara khusus, upacara adat dilakukan
sebagai wujud penghormatan dan penghargaan kepada yang ghaib. Adanya rasa
cinta, hormat, dan bakti adalah pendorong bagi manusia untuk melakukan
30
31
menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, dijauhkan dari malapetaka yang
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
Tentang metode kualitatif ini, lebih jauh peneliti mengutip pendapat K irk
dan Miller (1986) seperti yang dicatatkan oleh Lexy J Moleong (1996) bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diperhatikan dari
31
32
orang-orang atau subjek itu sendiri. Jadi penelitian ini lebih menekankan kepada
sepatutnya melakukan empati dalam kehidupan para pelaku seni sebagai subjek,
penelitian kualitatif berperan sebagai instrumen. Oleh karena itu, peneliti harus
turut serta dalam kehidupan pelaku seni. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti
Kerja yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari: tahap sebelum ke
lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work).Hasil dari kedua
disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir. Untuk memperoleh
data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan
metode pengumpulan data.Dalam hal ini digunakan dua macam metode, yakni
32
33
Sebagai orang yang berasal dari etnik Batak Toba (yaitu outsider), berada
di luar topik penelitian yang akan diteliti, sedikit banyaknya peneliti mempunyai
Prinsip kerja yang dilaksanakan dalam penelitian ini secara garis besar
terutama pada persoalan yang ingin diteliti. Membaca literatur adalah untuk
funngsi, dan struktur musikal gual dalam upacara sayur matua. Pengamatan
yang terjadi di lapangan, yang dapat dimasukkan ke dalam memori peneliti berupa
memori auditif maupun visual. Selain itu, pengamatan ini menjadi bahagian yang
1.6.2 Pengamatan
Aktivitas awal yang juga dilakukan dalam penelitian lapangan ini adalah
33
34
sayur matua melalui rekan-rekan peneliti, baik berupa koleksi pribadi maupun
mengamati lebih mendalam aspek-aspek yang berkaitan dengan penyajian gual ini
1.6.4 Wawancara
34
35
yang sudah ditetapkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
berkaitan dengan penyajian gual dalam konteks upacara adat kematian sayur
matua.
Wawancara dengan para responden ini penulis rekam dengan menggunakan handy
camera Sony.
musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan bunyi musik itu dalam
yang membedakan dua notasi ditinjau dari tujuannya, yaitu: notasi perskriptif dan
notasi deskriptif. Notasi perskriptif yaitu notasi yang hanya menuliskan garis besar
dari bunyi. Notasi ini merupakan pedoman bagaimana musik itu dapat di
wujudkan oleh pemain musik. Notasi deskriptif adalah laporan yang disertai
diwujudkan.
35
36
Dalam mentranskripsi lima gual yang dignakan dalam upacara sayur matua
ini, yakni: (1) Gual Huda-huda, (2) Gual Parahot, (3) Gual Sayur Matua, (4)
dituliskan di dalam bentuk notasi balok Barat. Kemudian setelah itu, dalam
menuliskan notasi ini penulis menggunakan sebuah perangkat lunak yang umum
sibelius.
Dalam rangka metode transkripsi ini, perlu peneliti jelaskan tentang teknik-
36
37
(2) Sarunei ditulis menggunakan tanda kunci (clef G), dan tanda mula dua mol
(b) yang dikaitkan dengan sistem tangga nada sarunei Simalungun, bukan
(4) Transkripsi terhadap alat musik ogung yang terdiri dari dua buah, masing-
kunci G, dan dikaitkan dengan alat musik penghasil nada atau melodi.
(5) Transkripsi terhadap alat musik mongmongan adalah sama dengan ogung,
37
38
Dengan menggunakan teknik transkripsi seperti di atas, maka hasil lima gual
seperti disebutkan di atas, sepenuhnya dapat dilihat pada lampiran tesis ini.
Tulisan ini secara keseluruhannya terdiri atas enam bab. Ketujuh-tujuh bab
ini ditulis menjadi satu kesatuan dalam menguraikan pokok masalah yang
diajukan pada Bab I, yang terfokus ke dalam tiga aspek: (a) deskripsi upacara, (b)
fungsi, dan (b) struktur gual yang digunakan dalam konteks upacara sayur matua
dalam budaya Simalungun. Ketujuh bab itu dapat diuraikan seperti berikut ini.
Bab Satu merupakan Pendahuluan, yang kemudian dapat dirinci lagi dengan
uraian tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah yang dikaji, Tujuan dan
Kerja Laboratorium, Konsep, Teori, Metode penelitian, dan lainnya. Bab ini berisi
tertarik meneliti dan menulis fenomena ini, serta bagaimana fenomena tersebut
dideskripsikan di antaranya adalah gografi, wilayah budaya, bahasa, seni tari, seni
musik, alat-alat musik, dan lain-lainnya. Pada dasarnya bab ini adalah
38
39
Bab Tiga, adalah deskripsi upacara sayur matua serta penggunaan gual
ini mengacu dari penelitian lapangan, dengan menerapkan deskripsi upacara yang
ditawarkan oleh para ahli. Isi di dalamnya mencakup Sayur Matua dalam Budaya
Tongah Jabu, Tampei Porsa, Pahata gonrang oleh cucu laki-laki dan perempuan
Selanjutnya Bab Empat, berisi analisis tentang guna dan fungsi gual dalam
konteks upacara sayur matua dalam adat Simalungun. Di dalam bab ini dikaji hal-
hal sebagai berikut: pengertian gual, Gual Parahot, Gual Huda-huda, Gual
dan fungsi, penggunaan gual, untuk mengiringi upacara adat sayur matua,
sayur matua, sebagai sarana integrasi sosial, sebagai ekspresi emosi gembira dan
sekaligus sedih, sebagai sarana doa kepada Tuhan, sebagai sarana hiburan, dan
lainnya.
39
40
Selanjutnya Bab Lima, adalah bab yang berisi tentang kajian struktur lima gual
Analisis pada bab ini mencakup hal-hal sebagai berikut. (a) Tangga nada, (b) nada
dasar, (c) wilayah nada, (d) pola-pola kadesa, dan (e) kontur terhadap lima gual,
Demikian pula analisis terhadap aspek waktu, yakni meter dan pulsa atau ketukan
dasarna.
Bab Enam adalah berupa bab penutup yang merupakan kesimpulan dan
saran. Kesimpulan yang penulis tuliskan adalah kembali untuk menjawab tiga
pokok masalah utama di dalam bab satu. Selain itu, beberapa saran penulis
40
41
BAB II
DESKRIPSI MASYARAKAT SIMALUNGUN
DI KECAMATAN RAYA
geografis wilayah tersebut di mana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak
setempat. Untuk dapat mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat
masyarakat yang sederhana, serta gambaran dari suku-suku bangsa yang hidup; 2.
Etnografi merupakan ilmu yang melukiskan tentang kebudayaan dari setiap suku
bangsa yang tersebar di muka bumi ini; 3. Etnografi adalah suatu gambaran
41
42
Simalungun sekitar 4.386,60 km² (6,12% dari luas wilayah Sumatera Utara) yang
Utara, dengan tata letak sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan
dataran tinggi dan dialiri sungai-sungai, antara lain Sungai Bah Bolon (118 Km),
Sungai Bah Tonggiman (91 Km), Sungai Bah Sibalakbak (98 Km). Sedangkan
gunung (dolok) yang terdapat di daerah Simalungun antara lain, Gunung Sipiso-
Simbolon dan Gunung Simarsolpit dan juga daerah Simalungun masih memiliki
hutan-hutan yang cukup luas. Keadaan suhu di sebagian besar daerah Simalungun
segala aktivitas budayanya. Dalam sistem kekerabatan Simalungun, ada dua cara
menurut adat istiadat Simalungun, pertama menurut garis keturunan pihak laki-
laki (ayah) disebut juga patrilineal dan kedua adanya pertalian darah akibat
42
43
perkawinan sehingga dapat ditarik garis keturunan dari kedua orangtua disebut
juga bilateral.
keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari garis keturunan ayah (garis
keturunan laki-laki) yang secara otomatis jika anak laki-laki dan perempuan lahir
akan mengikuti garis keturunan ayah (1985:108). Oleh karena itu kekerabatan
posisi dari kedua hal tersebut. Ditegaskan kembali oleh Kenan Purba dalam
akibat dua hal, yaitu disebabkan adanya hubungan darah dan akibat adanya
perkawinan.
kekerabatan yang dilihat dari garis keturunan sedarah yang masih keluarga
ataupun yang masih dalam garis keturunan ayah (garis keturunan laki-laki).
dilihat dari keluarga dari kedua belah pihak yang dilihat dari relasi dari setiap
keluarganya. Sehingga dapat dilihat bagaimana peran garis keturunan pihak laki-
laki untuk generasi penerus dalam masyarakat Simalungun. Bukti bahwa garis
keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam
masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam suatu keluarga di etnik
43
44
Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si
ayah. Tradisi seperti ini membuat posisi seorang anak laki-laki dalam sebuah
Sehingga jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki maka penerus
marga sang ayah dalam keluarga tersebut akan terputus. Dan pada umumnya
marga-marga induk yang akan dilihat hubungannya dengan garis keturunan ayah
dan ibu. Adapun golongan marga induk yang ada di Simalungun adalah Purba,
a. Purba Tambak
b. Purba Tambunsaribu
c. Purba Sidadolok
d. Purba Dasuha
e. Purba Girsang
f. Purba Sigumonrong
g. Purba Siboro
h. Purba Pak-pak
i. Purba Sidagambir
44
45
j. Purba Tanjung
k. Purba Tondong
a. Saragih Garingging
b. Saragih Sumbayak
c. Saragih Munthe
d. Saragih Dajawak
e. Saragih Simanihuruk
f. Saragih Simarmata
g. Saragih Sidauruk
h. Saragih Sitio
i. Saragih Turnip
a. Damanik Malau
b. Damanik Barita
c. Damanik Limbong
d. Damanik Tomok
e. Damanik Rampogos
a. Sinaga Sipayung
b. Sinaga Haloho
c. Sinaga Sitopu
d. Sinaga Dadihoyong
45
46
dari: tondong, sanina, dan anak boru. Dalam pengaturan parhundulan,pihak dari
sanina di jabu bona (sebelah kanan rumah), pihak kelompok tondongdi sebelah
kanan pihak sanina, dan pihak anak boru di sebelah kanan pihaktondong. Itulah
dari seluruh lembaga adat dan hal ini terjadi pada saatupacara besar. Jadi
pengertian lima disini ialah pesta upacara yang dihadiri olehlima kelompok
kerabat yang terdiri dari tondong (kelompok istri), sanina (sanak saudara satu
istri kepada tondong), anak boru mintori (kelompok boru dari ipar). Dalam setiap
terdiri dari satu kaum kerabat, maka buah tangannya dibuat menjadi satu. Sebagai
contoh misalnya pada saat upacara perkawinan, rombongan dari tiap kaum kerabat
pesta akan memanggil mereka untuk mempersembahkan sesuatu untuk pihak yang
Purba 1997:32).
46
47
organisasi social yang disebut Tolu Sahundulan Lima Saodoran yang mengikat
terdiri dari: Tondong, Sanina, Boru, dan Boru ni Boru (Anak Boru Mintori).
sebelumnya. Anakboru sanina yang terdapat pada suku bangsa Simalungun turut
pegawai negeri, pegawai swasta juga wiraswasta, bagi yang berdomisili di tepi
Danau Toba umumnya bekerja sebagai nelayan, dan melihat daerah Simalungun
lebih banyak daratan maka pada umumnya bekerja sebagai petani. Masyarakat
yang bekerja sebagai petani biasanya menanam makanan pokok seperti padi, ada
47
48
Keikutsertaan seseorang dalam marharoan ini adalah sukarela dan merasa meiliki
kebutuhan yang sama. Lamanya marharoan tergantung dari pekerjaan yang harus
Saribu Dolok dan sekitarnya masih sering dilakukan. Kegiatan ini dulunya
mereka berprofesi sebagai guru, polisi, dokter, pejabat pemerintahan dan lain-
daerah kota dan adapun di daerah desa sudah disebabkan oleh pengaruh dari luar
ataupun kota.
Tidak hanya pekerjaan seperti itu saja, sebagian kecil dari daerah
Parapat dan sekitarnya. Pembudidayaan ikan mas salah satu mata pencaharian
48
49
yang berkembang untuk saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Simalungun secara
2.4 Bahasa
menulis “bahasa adalah sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tulisan
untuk berkomunikasi satu dengan yang lain” (1986:339). Melalui bahasa juga
yang akan datang. Suatu bahasa menentukan bagaimana ciri dan khas suatu
masyarakat dan khususnya suatu kebudayaan, sehingga dapat dilihat peran bahasa
49
50
yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah: 1. Lapang
merupakan bahasa yang paling halus, baik dari cara penyampaiannya maupun
mengungkapkan kemarahan, yang berisi dengan makian dan sindiran. Pada masa
sekarang, yang paling sering dipakai adalah lapang ni hata, karena merupakan
bahasa yang sangat umum dipakai dalam kehidupan masyarakat, namun dalam
keadaan tertentu seseorang bisa saja mempergunakan bahasa yang kasar ketika
sedang marah atau mempergunakan bahasa yang halus ketika hendak memberi
nasehat.
posisi tempat dan keadaan saat melakukan komunikasi. Seperti yang dijelaskan di
atas dapat dilihat dari situasi dan tempatnya, sebagai contoh penggunaan bahasa
yang digunakan dalam suatu upacara adat yang digunakan oleh ketua adat atau
50
51
jabatannya sebagai pembicara dan hal itu menjadi simbolis seseorang dalam
2.5 Kesenian
seperti itu dalam suatu masyarakat yang memiliki tradisi sendiri. Kesenian
atau legenda, dan pantun-pantun. Masih banyak dongeng maupun legenda yang
dikenal oleh masyarakat Simalungun, dan bahkan yang dipercayai dalam bentuk
keyakinan. Salah satu contoh dongeng yang cukup terkenal adalah Turi-turin
51
52
danpikiran masyarakat sekarang. Namun bukan hanya disebabkan oleh itu juga,
kebudayaan yang berlaku dalam masyarakatnya. Seni berbalas pantun juga pernah
pepatah, hutinta (teka-teki) dan lain-lain. Kesenian ini biasanya digunakan dalam
pantun yang diungkapkan dalam acara makkioi daboru yang menyampaikan pesan
vokal/senisuara (inggou) dan musik instrumental (gual). Musik vokal (inggou) ada
dua jenis yaitu musik vokal solo dan musik vokal berkelompok. Musik vokal solo
disebut dengan doding sedangkan musik vokal kelompok disebut ilah. ada
Adapun gonrang Simalungun terbagi dua yaitu gonrang sipitu-pitu dan gonrang
sidua-dua.
52
53
gendang masing-masing memiliki ukuran yang berbeda, satu buah sarune, dua
yang terdiri dua buah gendang, satu buah sarune, dua buah ogung dan
mongmongan.
dimainkan secara tunggal, antara lain sordam, saligung, sulim, tulila, sarunei
musik ini (ansambel atau solo instrument) ada yang digunakan untuk upacara-
upacara adat ataupun untuk menghibur diri sendiri. Instrumen musik dalam tradisi
dalam setiap upacara-upacara yang diadakan. Setiap alat musik baikitu yang
dalam konteks adat istiadat. Tari dapat membedakan kelompok status yang
menari, misalnya kelompok suhut, tondong, dan sanina boru. Peran tari dalam
ini disebabkan dalam suatu upacara dalam masyarakat Simalungun dengan contoh
upacara perkawinan akan membuat suatu konsep acara dengan urutan atau
rentetan acara yang sudah ditetapkan. Tari atau disebut juga tor-tor dalam
53
54
mudi.Dalam seni tari masyarakat Simalungun memiliki dua jenis pola dasar yaitu
maupun pendukung upacara yang digunakan sebagai makna simbolis, dan ini
biasanya dilakukan oleh orang yang sedang kesurupan. Tor-tor ini disebut tor-
tornasiaran. Gerakan tarian ini bebas dimulai dengan tempo yang lambat
kemudian semakin lama semakin cepat. Gerakan yang dilakukan oleh penari
tersebut hanya merupakan media bagi roh yang memasukinya. Dasar gerakannya
adalah tangan atau jarinya yang mengepal dan juga menggunakan ekspresi yang
tidak jelas yang terkadang menggunakan bahasa yang sulit dipahami. Ada
1. Tor-tor turahan, tor-tor ini bersifat gotong royong digunakan pada waktu
3. Tor-tor tunggal panaluan, tor-tor ini dilakukan oleh seorang guru bolon(dukun)
4. Tor-tor muda-mudi dan tor-tor pencak adalah jenis tor-tor yang bersifat
54
55
borngin. Tor-tor pencak adalah tarian dengan gerakan dasar pencak yang
dihiasi dengan gerakan lain dan seirama dengan gonrang. Biasanya dilakukan
oleh dua orang. Dulunya gerak tor-tor pencak inidigunakan juga oleh orang
dan hal ini menunjukkan suatu bentukekspresi marah dari roh yang
merasukinya.
geometris. Motif-motif ini biasanya terdapat pada kain adat (hiou), rumah adat,alat
maupun ciri tradisi masyarakatnya dan yang sudah biasa digunakan dalam
supajuh begu-begu dan politeisme yaitu kepercayaan pada sang pencipta alam
55
56
jugamempercayai roh-roh orang mati (begu) dan dianggap memiliki kekuatan gaib
pangianni talun.
jahat.
3. Ondos Hosah yaitu upacara ritual untuk seluruh penduduk suatu desa atausatu
56
57
6. Mangindo pasu-pasu yaitu upacara ritual untuk meminta berkah dan doarestu
dari roh nenek moyang agar tetap sehat dan mendapat rezeki.
terhadap bentuk dan sistem tradisi yang ada di dalam masyarakattersebut. Ada
dengan aliran agama tersebut. Agama Islam masuk keSimalungun pada abad ke-
Simalungun pada awal abad ke-20 tepatnya pada tanggal2 September 1903, yang
dibawa oleh misionaris bernama August Theis dipematang Raya. Pada mulanya
kepercayaan mereka dan kalanganbangsawan dan raja yang juga enggan untuk
57
58
BAB III
UPACARA SAYUR MATUA PADA MASYARAKAT
SIMALUNGUN DI KECAMATAN RAYA
sewaktu lajang, atau belum menikah), iii) matei matalpok, (semua anak baik laki-
laki dan perempuan telah menikah tetapi belkum mendapatakan cucu satupun), iv)
matei matua(meninggal sewaktu tua, tetapi masih ada anaknya yang belum
menikah) dan v) matei sayur matua (meninggal sewaktu tua dan seluruh anaknya
telah menikah serta mendapat cucu Dari anak laki-laki dan anak perempuan ).
Namun demikian, pada dewasa ini, matei matua dan matei sayur matuasudah
nyaris sama karena walaupun seorang matei matua, terkadang adat atau ritual
matua memiliki beberapa prasyarat yaitu: i) telah memiliki cucu (pahompu) dari
anak laki-laki dan anak perempuan. jenis upacara adat yang dilakukan terhadap
orang yang meninggal dalam kategori ini disebut dengan adat na gok (adat yang
penuh) karena semua adat yang berkenaan dengan kematian tersebut dijalankan,
ii) namun, jika hanya mendapat cucu dari anak laki-laki, tetapi belum mendapat
cucu dari anak perempuan, atau sebaliknya, maka tetap disebut matei sayur matua
58
59
matalpok, maka jenajah hanya dapat disemayamkan selama lebih dari satu hari.
Namun sering sekali bahwa matei matalpok dimana jenajah disemayamkan lebih
dari satu hari berhubung karena anak-anak (niombah) dari yang meninggal masih
Adapun alasan sehingga jenajah harus dikuburkan tidak lebih dari satu hari
mengganggu masyarakat yang ditinggalkan . Hal ini berbeda dengan matei matua
ataupun mateisayur matua dimana kematian tidak lagi dianggap sebagai kesedihan
luar biasa, tetapi dianggap sebagai ekspresi sukacita, karena yang meninggal telah
dianggap memiliki kehidupan yang sempurna (semua anak telah menikah dan
mendapat cucu dari laki-laki dan perempuan, bahkan sering pula telah
yang berlaku sehingga sampai sekarang masih kita dapati upacara kematian jika
seorang telah meninggal dunia, dari data yang penulis dapat di lapangan berikut
59
60
komponen tolu sahundulan dan lima saodoran. Pada kematian Sayur matua,
pemberitahuan ini dilakukan dengan cara: i) jika yang meninggal adalah Bapak
Pamupus yaitu paman dari ayah (saudara laki-laki ibunya). Pada pemberitahuan
berita duka, disertakan gotong yang di dalamnya telah ditaruh (diselipkan) uang.
Sebelum diberikan kepada paman, maka terlebih dahulu diberikan sirih (apuran)
dan uang (batu ni demban) dalam lipatan sirih. Pemberian apuran dan gotong ini
dimaksudkan sebagai cara meminta maaf sekaligus ajakan untuk menghadiri acara
adat atas meninggalnya orangtua kepada paman dari ayahnya. Gotong yang
laki sulung dari yang meninggal sebagai isyarat pengganti yang meninggal di
saat acara adat kematian di kediaman yang meninggal dunia.Isyarat ini menandai
perempuan sesuai adat) dan bajud (tempat sirih). Bawaan ini diikat menggunakan
kain dan diserahkan kepada TondongJabu (paman dari ibu) setelah didahului
lipatan sirih). Bulang yang diberikan pada saat penyampaian berita duka
60
61
akandikenakan di kepala istri anak laki-laki sulung sebagai isyarat pengganti ibu
‘pelantikan’ istri anak laki-laki sulung sebagai pengganti ibu yang meninggal
dunia.
turut pula disertakan hiou parpudi (kriya tenunan terakhir) dan porsa sangkobang
(sekira 1,5 x 2 meter) yang nantiknya diletakkan Tondong Pamupus pada jenazah
pada saat acara adat kematian sayur matua. Penaruhan Hiou Parpudi dan porsa
semarga dari yang berdukacita) bersama Boru (saudari yang keluarga yang
berdukacita). Penyampaian berita duka cita kepada tondong pamupus (jika yang
61
62
meninggal adalah laki-laki) dan tondong jabu (jika yang meninggal perempuan)
Pada awalnya, sebelum menikah, maka kedua penganti harus ‘pamit’ kepada
dilalui.Oleh karena itu, jika kelak pun meninggal maka keluarga yang berduka
harus ‘pamit’ kepada paman dari yang meninggal tersebut. Jadi, pada saat
menikah dan meninggal, maka acara ‘pamit’ kepada paman harus tetap dilakukan
tondong jabu, maka dilanjutkan dengan riah tongah jabu yang artinya mufakat
internal keluarga atau kerabat yang berduka. Pada acara ini, seluruh seisi kampung
tondong sebagai pangalopan podah (pemberi nasehat) harus hadir. Walaupun seisi
kampung atau STM diundang, inti pemufakatan ini ada pada suhut dikarenakan
Dalam arti bahwa, prosedur maupun kualitas serta kuantitas horja adat,
terletak pada keluarga inti yang berduka (hasuhuton) dan bukan pada kampung
atau STM.Biasanya, setelah mufakat di internal keluarga inti yang berduka, maka
inti riah tongah jabu suhut, adalah penentuan waktu penguburan, kuantitas acara
adat melibatkan komponen tolu sahundulan dan lima saodoran maupun kualitas
62
63
adat seperti penggunaan ansambel musik gonrang, waktu memulai adat dan
Setelah selesai acara mufakat keluarga inti atau disebut jugariah tongah
jabu, maka acara selanjutnya dilakukan dengan padashon hiou putih atau tampei
porsa (menyampaikan kain putih) yang dimulai oleh tondong pamupus (jika yang
meninggal laki-laki) atau tondong jabu (jika yang meninggal perempuan). Pihak
paman (tondong pampus atau tondong jabu) akan memberikan dan mengenakan
kain putih (porsa) kepada suami (jika yang meninggal adalah istrinya) dan
selanjutnya kepada seluruh suhut bolon danBoru Ampuan. Pada malam itu juga,
penyuguhan apuran marbatu (uang dalam lipatan sirih) dan apuran tangan-
lebih 100 x 100 cm) kepada hasuhuton bolon (keluarga yang ebrduak), yaitu anak
laki-laki sulung, bapatua, Anak boru Jabu (suami dari putri sulung), tondong
saparsaputangan (kurang lebih 70 x 10 cm) yaitu suhut, boru dan tondong, serta
iii) sapargolangan (kurang lebih 50 x 50 cm) yakni kepada kolega atau pelayat
63
64
laki-laki yang datang. Dari ukuran porsa yang dikenakan, maka pelayat yang hadir
dunia.
Pada acara ini, Anak Boru Jabu diberikan pisou panggolat yakni pisau
yang tidak memiliki gagang yang diguankan untuk menarik garis di atas tanah
yang akan digali sebagai liang lahat. Setelah digariskan, maka pisau tersebut
kembali kepada Anak Boru Jabu.Jika pisau tersebut tidak diberikan kepada Anak
Boru Jabu, maka poisis Anak Boru Jabu tersebut adalah pengganti suhut (keluarga
yang berduka).Pisau tersebut digunakan jgua untuk membuat batang yakni peti
peti jenazah adalah kayu dosih (seperti kayu nangka) yang dihiasi dengan padung-
64
65
gondrang pertama kali dilakukan oleh cucu laki-laki dan cucu perempuan yang
peniup serunai (panarunei) dan satu cawan kepada pemukul gendang yang
tertutup pada bulung tinapak (daun pisang dibentuk melingkar sesuai ukuran
cawan). Pada awalnya, kecuali pinggan na marbatu (cawan berisi uang), juga
sangkobang dan kain putih bagi seluruh pemain gendang. Seluruh pemain musik
harus mengenakan porsa, demikian pula pada gendang terbesar dari tujuh gendang
tabuh tersebut.
diterima panggual, maka dilanjutkan pemukulan gendang oleh cucu laki-laki dan
tiga kali dan setiap pemukulan tahap pertama hingga ketiga, diakhir dengan
65
66
penaburan beras disertai ucapan ‘horas’ sebanyak tiga kali.Setelah itu, acara
3.2.5 Mandingguri
inti pada acara ini keluarga inti diberikan kesempatan dan waktunya untuk menari
sebagai simbolis merelakan kepergian yang meninggal dunia serta sebagai simbol
Sebelum pihak keluarga inti menari dan meminta gual sebagai pengiring,
bentuk pujian kepada Tuhan agar memberkati seluruh rangkaian kerja adat sayur
66
67
terlebih dahulu sirih memohon untuk menari atau disebut dengan apuran ojur-
ojur.
sebagainya.
jenazah.Banyak hal yang dapat dilakukan sealma mangoromi ini seperti belajar
Sembari acara ini berjalan, pada hari kedua sebelum acara dilanjutkan,
maka dilakukan mangkurak kuburan (menggali liang lahat). Liang lahat digali di
Tempat Pemakaman Umum (TPU) atau di tempat yang dihunjuk Hasuhuton bolon
(keluarga yang berduka). Pada waktu menentukan lokasi kuburan, maka pisou
kuburan yang akan digali, maka pisau tersebut dicampakkan ke belakangnya dan
67
68
kemudian diambil oleh boru atau sanina dan dibawa ke rumah duka. Sesampai di
rumah, maka pisau tersebut diserahkan kepada keluarga yang berduka. Pengerjaan
penggalian liang lahat dilakukan oleh warga kampung atau STM.Sementara itu,
jenazah ini diperbuat setelah mengukur tubuh jenazah dan biasanya dibuat dari
dua bagian yakni bagian tempat jenazah dan penutup jenazah.Kedua bagian ini
Setelah seluruh rangkaian acara ini dilewati, maka acara selanjutnya adalah
jenazah dan setelah menyatakan bahwa peti tersebut sangat layak, maka
dalam peti dilakukan di dalam rumah dan setelahnya diangkat keluar rumah untuk
68
69
3.2.8 Pangiligion
dengan pangiligion yaitu pemberian adat oleh pihak tondong. Pada cara ini,
tondong hadir dengan menjunjung tombuan sayur matua. Perbedaan tombuan ini
menggelar appei (tikar) dan pihak tondong menggelar hiou ragi panei yang
ditaruh di bawah tikar.Kemudian suhut menaruh sirih di atas hiou dan tondong
69
70
apuran sekaligus menggendong cucu laki-laki sulung dari yang meninggal dan
mengenakan cucu itu hiou ragi panei yang telah dipersiapkan suhut.Hiou tersebut
ada pada pihak tondong. Sewaktu penerimaan sirih yang ketiga kalinya, pihak
suhut dalam posisi menyembah seraya menyatakan: ‘ooouuu Bapa’ atap ‘ooouuu
Inang’ dan pihak tondong menjawab: ‘ijon do hanami’ yang artinya kami ada
disini.
memberikan hiou parpudi (kriya tenunan adat untuk terakhir kali) kepada
keluarga yang ditinggalkan jenazah. Jika hiou tersebut diterima oleh kerabat yang
ditinggalkan jenazah, serta tidak mengizinkan hiou jatuh hingga jenazah, berarti
hioutersebut dibiarkan jatuh dan tiba di atas jenazah, artinya bahwa hubungan
70
71
Setelah pangiligion dari pihak tondong pamupus atau tondong jabu, maka
Kepada pihak tondong ini hanya diberika apuran namarbatu dan bukan seperti
yang disuguhkan kepada tondong pamupus atau tondong jabu. Pada adat kematian
Simalungun hanya mengenal hiouparpudi atau lazim disebut hiou tampei tuah
(hiou berkat) yang diberikan tondong, dan hiou sittakan (hiou tutup peti jenazah)
tidak ada hiou tujung (hiou penutup kepala) kepada suami atau istri yang
pangiligion dari pihak sanina samorgahon (saudara satu marga), kemudian sanina
acara ini suhut adalah tondong dari panagolannya. Rombongan boru hadir dengan
membawa tombuan pusok ni uhur yang ditaruh miring ke kiri dan tidak memiliki
Pada zaman dahulu, rombongan boru ini hadir dengan tarian huda-huda
71
72
yang datang yakni boru dan panagolan menganggap paman (keluarga duka) yakni
tarian huda-huda dan toping-toping hanya diperuntukkan bagi keluarga raja yang
meninggal dunia.
pihak kolega, pemerintah setempat, dan lain-lain. Kemudian diakhiri denga tortor
ni pahomppu (tarian dari seluruh cucu). Pada tarian pahomppu ini, cucu menari
dan menaruh kain putih kepada jenazah (oppungnya).Jika masih ada yang hidup
salah satu diantara oppung nya itu, maka sering dilakukan acara menaburkan uang
logam dan permen yang diaduk dengan beras, sebagai bukti bahwa kakek atau
maralaman.Pada acara maralaman (acara di halaman rumah duka) terdiri dari dua
mas (dekke sayur) dan ayam sembelihan (dayok binatur) kepada yang layak
72
73
tondong jabu (jika meninggal perempuan).Pada waktu ini, pihak tondong ini
terakhir kali dari tondongnya kepada yang meninggal. Kemudian, anak-anak dari
yang meninggal melerainya dengan cara menangkap hiou tersebut sehingga tidak
antara tondong dengan anak-anaknya dari yang meninggal masih terus berlanjut
(tidak pernah putus) karena kekerabatan itu akan dilanjutkan oleh anak-anak dari
yang meninggal dunia. Setelah itu, dilanjutkan percakapan dari tondong lainnya,
pangulu dusun), seterusnya ke Anak Boru Jabu dan tutur boru. Terakhir adalah
mangabing sahap (menerima seluruh saran dan nasehat serta ucapan terima kasih)
73
74
3.2.10 Paragendaon
pemberangkatan jenazah secara kristiani maka peti jenazah ditutup dengan hiou
ragi panei (hiou sinttakan ni Anak Boru Jabu), hiou putih (tanda sayur matua) dan
terakhir dilapisi dengan hiou penutup peti dari gereja. Hiou berwarna hitam milik
gereja ini akan ditarik kemudian oleh pengurus gereja sesaat sebelum jenazah
ditaruh ke liang lahat. Demikian pula hiou sittakan akan ditarik Anak Boru Jabu
halaman rumah duka.Tetapi, bagi anggota gereja, dapat juga dilakukan kebaktian
74
75
menciptakan manusia dan Tuhan pula yang berhak mengambilnya kembali. Dari
debu tanah manusia itu diciptakan Tuhan, dan ia akan dikembalikan Tuhan
penghakiman kelak.
dari bambu atau kayu.Sisi sebelah kanan dipikul empat orang dan sisi sebelah kiri
dipikul empat orang.Pemikulan jenazah ini dilakukan oleh boru dari keluarga
duka dibantu oleh STM atau kerabat se-kampung.Di penguburan, terlebih dahulu
jenazah dibaringkan di atas galang kayu atau bambu dan diturunkan menggunakan
seorang Kristen, maka seluruh acara penguburan menjadi otoritas gereja maupun
STM.
menjatuhkan tanah sebanyak tiga kali.Ini dimaknai bahwa ciptaan Tuhan yang
dari tanah dikembalikan Tuhan menjadi tanah. Setelah itu, hal sama diikuti oleh
keluarga dan kerabat terdekat, pertanda ikhlas bahwa orangtua yang sayur matua
telah kembali kepada penciptanya. Kemudian, kuburan pun ditutup dan ditimbun
Berikut ini adalah tabel tahapan Upacara Sayur Matua, yang bverdasar
75
76
76
77
77
78
BAB IV
GUNA DAN FUNGSI GUAL DALAM UPACARA SAYUR MATUA
PADA MASYARAKAT SIMALUNGUN
4.1 Pengantar
Pada bab ini penulis berfokus pada pokok permasalahan fungsi gual dalam
upacara sayur matua, tentunya atas data yang di dapat penulis di lapangan yang
dan fungsi (functions) musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
sebuah masyarakat.
Gual yang dimaksud disini ialah suatu komposisi musik atau disebut juga
dengan repertoar, komposisi gual tidak memiliki vokal hanya terdiri dari setiap
bunyi instrument atau alat musik tradisi Simalungun yang dibawakan oleh
melodi pada komposisi gual. Terdapat lima gual yang wajib dimainkan pada
upacara sayur matua, (1) Gual Parahot, (2) Gual Huda-huda, (3) Gual rambing-
rambing, (4) Gual Sayur Matua, (5) Gual Dinggur-dinggur. Berikut ini pengertian
dan makna yang terkandung dalam setiap gual tersebut dan kapan saja gual
tersebut dimainkan.
78
79
iringan gual huda-huda setelah tondong diterima masuk maka gual parahot
dengan gual parahot tanpa terputus. Gual ini juga bisa diminta kepada pargual
apabila keluarga inti maupun pihak tondong menginginkan gual ini dimainkan
ditemani dengan menari bersama. Parahot yang terdiri dari kata par dan hot, hot
yang artinya satu atau kuat, memiliki makna sebagai pemersatu atau penguat
tondong datang, pada prosesnya gual ini juga mengiringi tari-tarian yang
dilakukan untuk menyambut anggota keluarga lain yang baru datang. pihak
yang ditinggalkan, dahulunya gual ini dimainkan oleh gonrang dua tetapi dalam
perkembanganya saat ini sudah dimainkan oleh gonrang sipitu-pitu. Dahulu pada
masa kerajaan simalungun gual ini dimainkan untuk menghibur sang raja atas
dihadapan sang raja dan saat itu raja pun merasa terhibur. Pada perkembangan nya
huda-huda menjadi diadopsi dan di gunakan pada kalangan masyarakat biasa dan
79
80
sampai sekarang masih berlanjut hanya saja pihak tondong yang sebagai
penghibur tidak lagi mengenakan topeng. Berikut ini transkripsi gual huda-huda.
pada saat acara keluarga inti pihak keluarga diberikan kesempatan untuk menari
dan meminta gual yang ingin dimainkan. Ada beberapa pilihan gual salah satuya
ditinggalkan sudah rambing atau ramos dalam bahasa simalungun, yang artinya
almarhum telah memiliki banyak anak cucu dan diberikan kesehatan oleh Tuhan.
Gual sayur matua biasanya diamainkan pada saat diminta pihak keluarga
sayur matua. Gual ini merupakan ekspresi kegembiraan dimana sang almarhum
yang ditinggalkan sudah lengkap dan sehat-sehat, almarhum memiliki anak, cucu
bahkan cicit. Pada masyarakat simalungun matei sayur matua tidak lagi dianggap
sebagai permohonan kepada Tuhan agar panjang umur dan sejahtra bagi
80
81
seorang raja wafat, gual ini dimainkan maka masyarakat sudah mengerti bahwa
ada seorang raja yang meninggal dunia. Pada perkembangan nya, sekarang ini
tahapan ini ialah awal mula proses adat berlangsung. Dinggur-dinggur merupakan
gual khusus yang diambil dari kata mandinguri, mandinguri sendiri merupakan
merupakan tahapan awal pada upacara sayur matua. Berikut ini transkripsi gual
dinggur-dinggur.
dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi
karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pemahaman ini
81
82
harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatar belakangi oleh
berbagai kondisi sosial dan budaya. Masih berdasar dari teori fungsi, yang
tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu
adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu
teliti terhadap perbedaan kedua istilah yang sangat penting ini. Jika kita berbicara
tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways)
dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari
82
83
penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam
bagiandari situasi tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang
(lagu) yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa
Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka
tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan
praktikal, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi
internal budaya.
83
84
Bila ditinjau dari penggunanya maka Gual pada Upacara Sayur matua
Adapun fungsi gual ini, berdasarkan teori fungsi yang ditawarkan oleh Merriam
(ii) Sebagai sarana integrasi sosial terutama kerabat-kerabat dalam konteks Tolu
Sahundulan terdiri dari: Tondong, Sanina, Boru, dan Boru ni Boru (Anak
Boru Mintori)
(iii) Sebagai ekspresi emosi gembira, yang merupakan bahagian dari emosi
kegembiraan karena jenazah mati dalam status sangat terhormat yaitu Sayur
matua, dan juga sekaligus sebagai ekspresi emosi sedih karena mereka yang
(almarhumah)
(iv) Sebagai sarana doa kepada Tuhan, agar yang meninggal diterima di sisi
(v) Sebagai sarana hiburan, bagi semua yang terlibat di dalam upacara kematian
ini, baik pihak kerabat dan masyarakat yang hadir dalam aktivitas ini.
baik artikel, skripsi maupun buku dan terjun langsung ke lapangan penulis
84
85
mendapatkan suatu analisis dari penggunaan gual itu sendiri, khususnya gual pada
upacara adat sayur matua. Berikut penggunaan gual pada uapcara sayur matua.
Dalam upacara adat sayur matua terdapat beberapa kompenen yang tidak
sirih yang diberikan pada pihak tondong lalu menari atau biasa disebut dengan
manortor memiliki makna yang cukup luas seperti ucapan selamat datang untuk
menyambut pihak tondong, juga bisa memiliki makna sebagai rasa hormat,
musik. Dalam hal ini gual berperan sebagai pengiring, maka dapat disimpulkan
gual termasuk dalam kompenen adat sayur matua. Disisi lain gual diminta sebagai
serta mengakhirinya.
simalungun, biasanya digunakan pada upacara adat. Gual ini dimainkan apabila
yang punya acara memanggil pargual. Seperti lazimnya fungsi musik bagi
85
86
Seperti yang sudah dijelaskan mengenai fungsi gual, berikut ini analisis
fungsi gual yang didapat penulis melalui proses penelititan lapangan dan juga
diungkapkan merriam penulis menemukan fungsi gual dalam upacara sayur matua
sebagai berikut.
dibenarkan, berikut penjelasan yang harus kita ketahui, contoh gual huda-huda
penyambutan bahwa tondong telah diterima datang pada upacara sayur matua,
begitu juga dengan gual yang lainnya masing-masing memiliki fungsi. Muncul
lapangan, apakah upacara adat sayur matua dapat berjalan tanpa gual tentu
dengan penjeleasan diatas tidak bisa berjalan upacara adat sayur matua tanpa
gual-gual yang dimainkan pada saat upacara sayur matua. Maka dapat
disimpulkan gual dapat dikatakan sebagai pengabsahan upacara adat sayur matua
Dalam upacara adat sayur matua berkumpul lah berbagai macam lapisan
masyarakat, baik dari pihak tondong, keluarga inti, teman sekampung, dan kerabat
lainnya.Untuk hal itu terdapat suatu interaksi dan juga integrasi sosial tak pandang
86
87
jabatan diluar adat, pekerjaan, status sosial mereka dipersatukan oleh sistem adat
yang mengatur tentu dalam hal ini gual bagian dari adat yang tak terpisahkan.
Sistem kekrabatan yang berlaku Tolu sahundulan, jika kita kaitkan dengan
integrasi sosial sangat tepat. Dapat dikatakan ada sebuah integrasi sosial yang
karena yang sudah wafat dianggap berhasil dalam dunia ini maka setiap orang
yang mengikuti upacara adat sayur matua juga ikut merasakan kegembiraan
tersebut. Begitu juga sebaliknya untuk gual yang menceritakan makna sedih,
untuk penjelasan lebih lanjut tentang makna-makna gual yang dimainkan pada
memiliki makna sebagai tanda kesejahtraan, apabila gual ini dimainkan itu
sebagai tanda permintaan agar meraka yang hadi pada upacara sayur
pemberian umur yang panjang, jadi masyarakat simalungun menganggap gual ini
salah satu komunikasi kepada Tuhan agar diberikannya umur yang panjang.
Dengan demikian dapat disimpulkan gual juga sebagai doa kepada Tuhan.
87
88
kerja dan kurangnya alternatif kegiatan untuk dijadikan sarana hiburan.Pada salah
satu desa di Simalungun tidak dijumpai adanya bioskop, tempat bermain bowling,
diskotek maupun gedung konser, juga tidak dijumpai sarana telepon, hanya radio
transistor dan televisi yang lazim dikenal.Singkatnya, baik kaum muda dan kaum
tua harus mengadakan kegiatan selingan agar terbebas dari rutinitas yang
Pesta merupakan salah satu bentuk acara selingan.Ada sejumlah pesta yang
jahat penyebab penyakit atau bencana didesa), Martondur i Bah (Upacara wudhu
yang disandingkan dengan konsultasi dengan arwah nenek moyang serta acara
santap bersama) dan Mangalo-alo Tamuei (ritual untuk menyambut tamu dan
pendatang istimewa). Tentu masih banyak upacara dan perayaan lain yang belum
disebutkan, namun kita sudah dapat memahami bahwa suatu desa sebetulnya
88
89
peran penting dalam menyediakan musik sesuai bagi setiap acara.Awalnya kaum
dengan acara tarian adat dan terakhir diikuti dengan acara tarian yang diiringi
dengan gual yang diminta oleh perorangan ataupun kelompok. Kita mendapatkan
kesan melalui apa yang dikatakan oleh J.E.Saragih bahwa tarian ini merupakan
salah satu bagian dari acara yang dinanti-nantikan oleh para warga. Kebanyakan
di antara mereka mempunyai sejumlah gualfavorit yang ingin mereka tarikan dan
ingin menari dengan iringan gual yang bukan pilihan mereka. Contohnya saya
maupun kelompok saya tidak akan mau menari jika gualnya bukan gual yang saya
dihargai, karena pesta-pesata itu berlangsung non stop siang dan malam selama
beberapa hari sehingga tersedia waktu yang cukup bagi kaum muda maupun kaum
tua untuk menari menurut gual kesukaan mereka. Kalangan muda-mudi, karena
status mereka yang relatif rendah, biasanya baru mendapat kesempatan untuk
Gual yang digunakan pada tari-tarian adat dapat dimainkan secara ”tak
muda-mudi warga desa dapat melatih tarian mereka pada saat-saat santai.Acara
89
90
pesta.Tiga buah gual dibawakan untuk diperdengarkan bagi kaum muda (Nokah
konteks ini kaum muda membiasakan diri mereka dengan musik maupun tari-
Musik gonrang sebagai sarana hiburan juga dijumpai pada kegiatan huda-
setidaknya dua orang penari bertopeng yang bertugas menghidupkan para arwah
serta menghibur para tamu dan pendatang yang tiba untuk memberikan
penghormatan yang terakhir. Gual terpenting yang digunakan pada situasi ini
lainnya yang sesuai dapat juga dibawakan untuk mengiringi tarian jenaka tersebut.
Akhir kata kita dapat menunjuk pada musik di luar tradisi musik gonrang
sebagai sarana hiburan. Para warga desa khususnya kaum pria banyak meluangkan
waktu untuk bernanyi dan memainkan lagu-lagu rakyat sebagai sarana hiburan
pribadi maupun kelompok pada saat malam hari setelah selesai bekerja. Berbagai
macam alat musik seperti suling, harmonika, rebab, gambang, sarunei bambu
acara tari-tarian.
90
91
BAB V
ANALISIS STRUKTUR GUAL
PADA UPACARA SAYUR MATUA
Dalam menganilis struktur gual seperti yang sudah penulis paparkan pada
Bab II, penulis berpacu kepada teori Malm, dimana analisis terbagi dalam unsur
melodi dan unsur waktu, hanya saja tidak semua unsur penulis dapat paparkan
berikut ini unsur yang akan penulis analisa dari struktur gual; yang berkaitan
dengan unsur melodi (1) tangga nada, (2) jumlah nada-nada, (3) nada dasar (4)
wilayah nada (5) pola-pola kadensa, (6) kontur, dan yang berkaitan dengan unsur
seperti yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi
maka ditemukan tangga nada repertoar kelima gual tersebut adalah sebagai
berikut.
91
92
5.1.1.1 Parahot
Laras: 1 ½ 2 1 ½
Dari komposisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga
nada gual parahot menggunakan enam nada yaitu bes-c-cis-f-g-as disebut dengan
inggou.
5.1.1.2 Huda-huda
Laras: 1 ½ 2 1 ½
Dari komposisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga
dengan inggou.
92
93
5.1.1.3 Rambing-rambing
Laras: 1 ½ 2 1 ½
Dari komposisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga
Laras: 1 ½ 2 1 ½
Dari komposisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga
nada gual Sayur matua menggunakan enam nada yaitu bes-c-cis-f-g-as disebut
dengan inggou.
93
94
5.1.1.5 Dinggur-dinggur
Laras: 1 ½ 2 1 ½
Dari komposisi tangga nada di atas, maka dapat dikatakan bahwa tangga
cara yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap
melihat durasinya. Adapun nada-nada yang digunakan di dalam kelima gual ini
94
95
5.1.2.1 Parahot
bes - c - cis - f - g - as
3 128 44 24 32 62
Bes 3 1,02 %
C 128 43,68 %
Cis 44 15,01 %
F 24 8,19 %
G 32 10,92 %
As 62 21,16 %
5.1.2.2 Huda-huda
bes - c - cis - f - g - as
95
96
Bes 0 0%
C 337 44,16 %
F 98 12,84 %
G 49 6,42 %
As 104 13,63 %
5.1.2.3 Rambing-rambing
Bes 1 0,11 %
C 175 19,59 %
Cis 0 0%
F 403 45,12 %
96
97
G 308 34,49 %
As 6 0,67 %
686 692 0 77 4 1
C 692 47,39 %
Cis 0 0%
F 77 5,27 %
G 4 0,27 %
As 1 0,06 %
97
98
5.1.2.5 Dinggur-dinggur
0 65 32 47 11 11
Bes 0 0%
C 65 39,15 %
Cis 32 19,27 %
F 47 28,31 %
G 11 6,62 %
As 11 6,62 %
98
99
Dalam menentukan nada dasar dari kelima gual, penulis berpedoman pada
teori yang dikemukakan oleh Bruno Nettl. Teori ini sering digunakan oleh para
1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang sering
muncul dan nada yang jarang dipakai dalam suatu komposisi musik.
3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada
tonalitas tersebut.
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun
99
100
6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga dapat dipakai sebagai
patokan tonalitas.
patokan di atas.
Dengan berpedoman pada teori tersebut, maka dapat diuraikan nada dasar
5.1.3.1 Parahot
100
101
5.1.3.2 Huda-huda
5.1.3.3 Rambing-rambing
101
102
5.1.3.5 Dinggur-dinggur
(range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu.
Diukur dengan menggunakan satuan cent, laras atau interval.Dari hasil transkripsi
di atas, maka diperoleh ambitus suara dari kelima gual tersebut adalah sebagai
berikut.
102
103
5.1.4.1 Parahot
1 ½ 2 1 ½
5.1.4.2 Huda-huda
1 ½ 2 1 ½
103
104
5.1.4.3 Rambing-rambing
1 ½ 2 1 ½
1 ½ 2 1 ½
5.1.4.5 Dinggur-dinggur
104
105
1 ½ 2 1 ½
Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan
titik, maka demikian juga halnya dengan musik diberi tanda baca melalui kadens-
rangkaian nada akhir pada setiap akhir frase dalam suatu komposisi musik yang
diwakili oleh dua atau lebih nada rangkaiannya. Pola-pola kadensa kelima gual
5.1.5.1 Parahot
105
106
Dari analisis di atas menunjukkan bahwa gual parahot memiliki dua pola
a) Pola kadensa a diisi oleh nada c dalam durasi not seperempat dan diakhiri
oleh nada c dengan durasi not setengah. Pola kadensa a ini diulang
b) Pola kadensa b diisi oleh nada as dalam durasi not seperdelapan dan
diakhiri oleh nada c dengan durasi not setengah. Pola kadensa b ini
5.1.5.2 Huda-huda
pola kadensa yang diulang-ulang sesuai dengan perulangan melodi. Struktur pola
kadensa tersebut diisi oleh nada as dalam durasi not seperempat dan diakhiri oleh
106
107
nada c dengan durasi not seperempat. Pola kadensa a ini diulang sebanyak 21 kali
5.1.5.3 Rambing-rambing
satu pola kadensa yang diulang-ulang sesuai dengan perulangan melodi. Struktur
pola kadensa tersebut diisi oleh nada c dalam durasi not seperempat dan diakhiri
oleh nada f dengan durasi not seperdelapan. Pola kadensa a ini diulang sebanyak
107
108
Dari analisis di atas menunjukkan bahwa gual sayur matua memiliki satu
pola kadensa yang diulang-ulang sesuai dengan perulangan melodi. Struktur pola
kadensa tersebut diisi oleh nada c dalam durasi not seperenambelas dan diakhiri
oleh nada c dengan durasi not seperempat. Pola kadensa a ini diulang sebanyak 16
108
109
5.1.5.5 Dinggur-dinggur
dua pola kadensa yang diulang-ulang sesuai dengan perulangan melodi. Struktur
a) Pola kadensa a diisi oleh nada c dalam durasi not seperempat dan diakhiri
oleh nada as dengan durasi not setengah. Pola kadensa a ini diulang
b) Pola kadensa b diisi oleh nada as dalam durasi not setengah dan diakhiri
oleh nada c dengan durasi not setengah. Pola kadensa b ini diulang
5.1.6 Kontur
Kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah lagu yang dapat
109
110
1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang
2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerak turun dari nada
Dari kelima jenis kontur di atas, maka kontur pada kelima gual tersebut
5.1.6.1 Parahot
gambar berikut.
110
111
5.1.6.2 Huda-huda
gambar berikut.
5.1.6.3 Rambing-rambing
1) Kontur descending
2) Kontur pendulous
Gual sayur matua memiliki satu jenis kontur, yaitu kontur terraced seperti
gambar berikut.
111
112
5.1.6.5 Dinggur-dinggur
1) Kontur descending
2) Kontur pendulous
5.1.7 AnalisisMeter
Meter atau tanda sukat dikenal juga dengan istilah metrum adalah hitungan
ritmik yang berlaku secara teratur dalam jumlah yang sama bagi seluruh ruas
birama pada sebuah lagu dan dinyatakan dalam bentuk tanda pembilang dan
penyebut, seperti 2/2, 2/4, 4/4, 5/4, 6/8, dan sebagainya.Banoe, Pono. 2003.
ditunjukkan oleh batas-batas garis vertical yang disebut garis birama. Kelima
repertoar gual pada upacara sayur matua menggunakan meter empat yang artinya
dalam satu birama terdapat empat bilangan hitungan dimana tiap bilangan bernilai
not seperempat. Setiap birama terdiri dari empat ketukan dasar yang dimulai
dengan ketukan pertama pada aksen kuat disertai dengan ketukan kedua, ketiga,
dan keempat pada aksen lemah.Dalam transkripsi, meter empat ini ditulis dengan
112
113
tanda sukat 4/4.Analisis kelima repertoar gual dalam meter empat tersebut adalah
sebagai berikut.
1 2 3 41 2 3 4 1 2 3 4
Meter (metrum) 4
dengan tanda sukat 4/4
113
114
12 3 4 12 34 1 2 3 4 1 2 3 4
Meter (metrum) 4
dengan tanda sukat 4/4
114
115
1 23 4 1 2 3 4 1 2 3 41 2 3 4
Meter (metrum) 4
dengan tanda sukat 4/4
115
116
12 3 4 1 234 1 2 3 4 1 2 3 4
Meter (metrum) 4
dengan tanda sukat 4/4
116
117
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Meter (metrum) 4
dengantandasukat 4/4
117
118
Pulsa adalah rangkaian denyutan yang datang secara berulang dan teratur
yang dapat dirasakan dan dikhayati dalam musik.Pulsa dapat terdengar atau
Maelzel (MM) adalah alat yang digunakan untuk mengukur tempo atau
Kelima repertoal gual dalam upacara sayur matua ini menggunakan pulsa
sebagai berikut.
1. Parahot menggunakan pulsa 112 ketukan per menit; artinya dalam tempo
waktu 60/112 x 1 = 0,53 detik melalui rumus satu menit dibagi dengan
pulsa yang digunakan oleh komposisi musik yang terikat meter dikali satu.
dalam tempo yang sedang dan akuratnya secara kuantitatif satu ketukan
118
119
dalam tempo yang cepat dan akuratnya secara kuantitatif satu ketukan
1 2 3 41 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa
60/112 x 1 = 0,53
detik
119
120
12 34 12 34 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa
120
121
1 23 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa
121
122
12 3 4 1 23 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa
122
123
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa
60/110 x 1 = 0,54detik
123
124
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Pada bab ini penulis ingin memberikan kesimpulan untuk menjawab pokok
permasalahan dalam penelitian ini dan berdasarkan seluruh uraian yang telah
dijabarkan tentang analisis fungsi dan struktur Gual dalam Upacara Sayur Matua
bahwa gual pada upacara sayur matua sudah mengalami proses penguruangan dari
segi jumlah gual. Dahulunya untuk mamungka gonrang saja ada tujuh gual yang
dimainkan sekarang ini hanya tiga, jika informan masih dapat mengingat ke empat
gual yang hilang maka seharusnya ada sembilan gual yang wajib dimainkan
dalam upacara sayur matua, menurut analisa penulis kurang nya regenerasi
berunjuk pada minat anak-anak muda masyarakat simalungun yang tidak banyak
daya masyarakat yang mahir memainkan serunei simalungun berkurang lah gual-
pokok permasalahan yang sudah di uraikan pada bab sebelumnya (1) Pelaksanaan
kegiatan upacara sayur matua (2) fungsi gual (3) struktur gual, adalah sebagai
berikut.
124
125
bahwa ada sepuluh tahapan yang harus dilalui atau dilakasanakan agar upacara
adat dianggap sah dalam masyarakat Simalungun. Berikut ini tahapan yang harus
dilalui dalam upacara adat sayur matua: (1) padalah tugah-tugah, (2) riah tongah
jabu, (3) tampei porsa, (4) pahata gonrang, (5) mandingguri, (6) mangoromi na
matei, (7) pamasuk hu rumah-rumah, (8) pangiligion, (9) hio parpudi dan
(2) Fungsi gual, dengan berpedoman pada teori merriam fungsi dibagi
menjadi guna dan fungsi, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan gual dan
fungsinya pada upacara sayur matua adalah sebagai berikut. Penggunaan gual: (i)
untuk mengiringi upacara adat sayur matua, (ii) memeriahkan Jalannya Upacara.
Fungsi gual: (i) untuk mengabsahkan upacara adat sayur matua, (ii) sebagai
sarana itegrasi sosial, (iii) sebagai ekspresi gembira dan sekaligus sedih, (iv)
(i) Untuk mengiringi upacara adat sayur matua, gual berperan sebagai
upacara.
125
126
(i) Untuk mengabsahkan upacara adat sayur matua, pada upacara sayur
upacara.
(ii) Sebagai sarana integrasi sosial, dalam upacara adat sayur matua
(iii) Sebagai ekspresi emosi gembira dan sekaligus sedih, dalam setiap
126
127
memiliki harapan dan doa agar hal tersebut dikabulkan. Begitu juga
(v) Sebagai sarana hiburan, gual sebagai sarana hiburan dapat dijumpai
pada saat pihak tondong ataupun keluarga inti menari bersama, menari
dalam konteks ini bersifat menghibur maka gual juga dapat dikatakan
(3) Struktur Gual, dalam analisis penulis tentang struktur gual penulis
menemukan bahwa (1) tangga nada yang digunakan bes – c – cis – f – g –as, (2)
jumlah nada-nada didominasi nada C 43% pada gual parahot, nada C 44% pada
gual huda-huda, nada F 45% pada gual rambing-rambing, nada C 47% pada gual
sayur matua, nada C 39% pada gual dinggur-dinggur, (3) nada dasar yang
digunakan pada gual yaitu Bes, (4) wilayah nada yaitu nada paling rendah C dan
nada paling tinggi G, (5) pola kadensa gual ada yang hanya memiliki satu pola
kadensa dan ada yang memiliki dua pola kadensa, yang memiliki dua pola
kadensa gual parahot dan gual dinggur-dinggur, sementara gual sayur matua,
gual rambing-rambing dan gual huda-huda hanya memiliki satu pola kadensa, (6)
kontur yang terdapat pada kelima gual tersebut discending, pendulos, teracced,
(7) Meter yang digunakan kelima gual tersebut 4/4, (8) Pulsa yang terdapat pada
gual parahot 112 ketukan per menit, gual huda-huda 57 ketukan per menit, gual
rambing-rambing 55 ketukan per menit, gual sayur matua 75 ketukan per menit,
127
128
6.2 Saran
mahir memainkan serunei simalungun dan alat musik tradisi lainnya maka harus
diciptakan ruang agar simalungun memiliki pemusik tradisi yang profesional dan
setiap unsur dapat mendukung kehidupan para pemusik tradisi baik masyarakat
nya sendiri maupun pemerintah. Juga akan sangat berguna bila generasi sekarang
ini menyadari pentingnya akan identitas bangsa sehingga tradisi akan tetap
sumber penguat informasi gual pada upacara sayur matua dalam tradisi
simalungun, tulisan ini sebagai hasil dokumentasi yang dapat di arsipkan dan
128
129
DAFTAR PUSTAKA
Castles, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-
1940. Yale: Yale University. Disertasi Doktoral.
Damanik, Jahutar, 1974. Jalannya Hukum Adat Simalungun. Medan: P.D. Aslan.
Dasuha, Juandaha Raya P dan Martin Lukito Sinaga. 2003. Tole! Den
Timorlanden Den DasEvangelium. Kolportase GKPS (bekerjasama
dengan Panitia Bolon 100 Tahun Injil di Simalungun).
Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia, St. Martin's Press, New York.
Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia
Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan
disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional.
Jansen, Arlin Dietrich. 2003. Gonrang Simalungun. Medan: Penerbit Bina Media.
Jenks, Chris. 2013. Culture : Studi Kebudayaan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2002. Jakarta: Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
129
130
Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New
Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam
bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk,
Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari,
Medan: Universitas Sumatera Utara Press.
Manurung, Maria Fabyola., 2016. Bentuk Penyajian dan Fungsi Gonrang Sipitu-
pitu pada Upacara Kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan
Pematang Raya Kabupaten Simalungun. Medan: Skripsi sarjana jurusan
Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelititan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in a Ethnomusicolgy. New York: The
Free Press of Glencoe.
Pasaribu, Ben M. 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks
Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra,
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Putro, Brahma. 1981. Karo dari Jaman ke Jaman. Medan: Yayasan Masa.
130
131
131
132
DAFTAR INFORMAN
INFORMAN KUNCI
Nama : J Badu Purba Siboro
Umur : 76 Tahun
Pekerjaan : PNS pensiun / Pargual (Pemain musik tradisi Simalungun)
Alamat : Jl. Nangka 1 no. 18 Siantar
132
133
INFORMAN PENDUKUNG
133
134
GLOSARIUM
Aksentuasi : tekanan
Intensitas : kekuatan
134
135
Sarunei : sejenis alat musik tiup yang terdiri atas tiga bagian
penyususn, yaitu baluh, nalih, dan sigumbangi
135
136
LAMPIRAN
136
137
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
142
143
143
144
144
145
145
146
146
147
147
148
148
149
149
150
150
151
151
152
152
153
153
154
154
155
155
156
156
157
157
158
158
159
159
160
160
161
161
162
162
163
163
164
164
165
165
166
166
167
167
168
168
169
169
170
170
171
171
172
172
173
173
174
174
175
175
176
176
177
177
178
178
179
179
180
180
181
181
182
182
183
183
184
184
185
185
186
186
187
187
188
188
189
189
190
190
191
191
192
192
193
193
194
194
195
195
196
196
197
197
198
198
199
199
200
200
201
201
202
202