Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

MANUSIA “PUTAR BALEK” ( STUDI TENTANG STEREOTIPE ORANG


ROTE DI MATA SUKU LAINNYA)

STUDI KASUS DI JURUSAN SOSIOLOGI FISIP UNDANA

OLEH

MARGARITA MARYANA LIDA

NIM : 1603080003

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................I

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................II

DAFTAR ISI...........................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................6
1.3 Tujuan penelitian...................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................7

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian Konseptual................................................................................9
1. Pengertian Stereotipe..................................................................9
2. Pengertian Etnis..........................................................................10
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu..................................................................
2.3 Kajian Teori...........................................................................................22
1. Teori Dramaturgi....................................................................
2. Teori Labeling..........................................................................
2.4 Kerangka Berpikir.................................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi penelitian....................................................................................27
3.2 Jenis Penelitian .....................................................................................27
3.4 Subjek Penelitian...................................................................................28
3.4 Sumber Data Penelitian ........................................................................28
3.5 Teknik Pengumpulan Data....................................................................29
3.6 Teknik Analisa Data..............................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................32

2
BAB I

PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Provinsi Nusa Tengga Timur (NTT) dikenal sebagai pluralis
society yang di tandai dengan adanya perbedaan golongan, suku bangsa, etnik dan
keberagaman sosial lainnya. Masing-masing daerah mempunyai kebudayaan
sendiri, secara bersama-sama hidup dalam satu wadah dalam masyarakat.
Kemajemukan masyarakat Provinsi Nusa Tengga Timur bisa terlihat dari
banyaknya pulau dan bahasa yang dipakai oleh berbagai suku dan etnis.
Kemajemukan ini tentu menjadikan masyarakat Nusa Tengga Timur (NTT)
sebagai salah satu propinsi yang memiliki keunikanya tersendiri. Hal demikian
bisa memicu masyarakat luar untuk datang menyaksikan keberagaman dan
keindahan propinsi Nusa Tengga Timur (NTT).

Demikian pula di Kota Kupang yang merupakan salah satu kota yang
memiliki multi etnis dan multikultural dengan berbagai macam suku, agama, dan
budaya yang berbeda suku di dalamnya seperti Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor,
Flores maupun suku lainnya yang dari luar. Berdasarkan statistik jumlah
Penduduk tercatat Kota Kupang 5.287.302 jiwa (www/http: statistic 2017).
Perbedaan inilah menjadi salah satu keunikan tersendiri bagi masyarakat Kota
Kupang, yang merupakan bagian dari provinsi NTT yang memiliki banyak
perbedaan.
Individu-individu dari berbagai macam daerah dengan suku yang berbeda pula
datang menetap atau datang kuliah di Kota Kupang. Berbagai latar belakang,
karakter yang berbeda dan lingkungan yang berbeda tentu menimbulkan berbagai
macam sudut pandang atau stereotipe yang berbeda pula. Individu ini kemudian
beradaptasi dengan lingkungan setempat bahkan pembentukan streotipe yang
muncul pula terhadap suku lain.

3
Hal yang sama berlaku pula di kampus Universitas Nusa Cendana Kupang
Jurusan Sosiologi di Kota Kupang. Mahasiswa umumnya berasal dari suku-suku
lain seperti Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores. Mahasiswa dengan latar
belakang yang berbeda justru berpengaruh terhadap perilaku maupun penilaiannya
terhadap suku lain. Penilaian ini salah satunya terhadap orang Rote yang di
pandang sebagai orang yang memiliki kecerdasan.
Kecerdasan akal atau telah lama dikenal dengan istilah “Otak Rote”, secara
umum dapat diartikan sebagai akal atau ide orang Rote. Kata akal sering di
gunakan menggantikan kata ‘tipu’ yang berarti menjalankan sebuah siasaat atau
strategi untuk menjebak lawan. Misalnya, dalam permainan sepak bola, ketika
seseorang menggiring bola dan membuat gerakan untuk mengelabui lawan, orang
Rote sering mengatakan: “Akal dia dulu” atau “Tipu dia dulu”. Namun banyak
orang cenderung menganggap otak Rote selalu berkonotasi negatif.
Fenomena yang sering terjadi bahwa mahasiswa suku lain cendrung menilai
orang Rote sebagai orang yang sering menipu atau biasa disebut “Putar Balek”.
Ungkapan Putar Balek (menipu) merupakan seutaian kata yang mengambarkan
orang Rote sebagai orang tidak mau mengalah ataupun kalah. Walaupun menurut
orang lain atau suku lain dianggap salah. Bagi orang Rote salah atau benar bukan
menjadi prioritas yang paling penting kemenangan.
Streotipe yang kerap kali muncul mungkin bermula pada pengalaman pribadi,
asumsi-asumsi belaka atau hanya mendengar cerita dari teman ataupun orang-
orang sekitar. Misalnya ketika ada pembicaraan–pembicaraan atau berupa
guyonan antara teman sesama mahasiswa cendrung mengolok-olok seperti orang
Rote yang sering menipu.
Kesan-kesan yang kerap muncul pada mahasiswa Sosiologi yang berasal dari
suku lain sering menilai orang Rote sangat licik atau sering menipu. Dalam artian
suka menikam dari belakang atau bahkan pintar mengolah kata dan tindakan
untuk membenarkan diri orang Rote yang walaupun salah. Bisa dikatakan
memutar balek sahabat atau kerabat dalam sistuasi terdesak. Hal ini sepertinya
telah diajarkan nenek moyang yang sudah menjadi darah daging.

Kesan-kesan tersebut nampak dan menimbulkan penilaian atau spekulasi-


spekulasi mahasiswa Sosiologi yang berasal dari suku lain terhadap mahasiswa

4
asal Rote yang menganggap sering menipu. Streotipe ini yang sering muncul
menggambarkan orang Rote sebagai orang yang sering menipu (putar balek).

Berdasarkan pengamatan awal bahwa banyak mahasiswa jurusan Sosiologi


Univerisitas Nusa Cendana dari suku lain menilai bahwa suku Rote sering menipu
(putar balek), membenarkan hal yang salah walaupun menurut orang lain itu
salah. Streotipe menipu kerap diucapakan para mahasiswa terhadap orang Rote
ataupun teman kerabatnya sesama suku yang sering mengada-ada. Maka, sering
dicap dengan guyonan kamu seperti “orang Rote saja, sering putar balek makanya
jangan bergaul dengan orang Rote”. Hal ini kerap sekali muncul menggambarkan
teman dekat yang sering menipu.

Harapannya bahwa pandangan buruk yang menilai orang Rote sering menipu
agar tidak terjadi lagi di kalangan mahasiswa Sosiologi. Tetapi, kenyataannya
penilaian tersebut kerap sekali muncul dalam setiap topik pembicaraan, baik
berupa guyonan maupun dalam pembicaan serius antara mahasiwa sesama suku
ataupun terhadap orang Rote tersebut. Maka itu peneliti menduga bahwa
pandangan mahasiswa suku Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores kerap sekali
muncul dalam setiap topik pembicaan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti
tertarik untuk meneliti tentang “Manusia “Putar Balek” (Tentang Stereotipe
Orang Rote Di Mata Suku Lainnya di Jurusan Sosiologi Universitas Nusa
Cendana).

1.2 Rumusan Masalah

Melihat kondisi di Jurusan Sosiologi Univerisitas Nusa Cendana bahwa para


mahasiswa dari suku lain menilai bahwa suku Rote sering tipu (putar balek)
membenarkan hal yang salah walaupun menurut orang lain itu salah. Stereotipe
“putar balek” kerap di ucapakan para mahasiswa terhadap orang Rote ataupun
teman kerabatnya sesama suku yang sering memutar kata sering dicap dengan
guyonan kamu seperti “Orang Rote saja, sering putar balek makanya jangan
bergaul dengan Orang Rote”. Hal ini kerap sekali muncul mengambarkan teman
dekat yang sering menipu. Berdasasarkan latar belakang di atas peneliti terdorong
meneliti:

5
Bagaimana stereotipe mahasiswa suku Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores
terhadap suku Rote di Jurusan Sosiologi Universitas Nusa Cendana Kupang?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitian yakni:


Untuk mengetahui dan mendeskripsikan streotipe mahasiswa suku
Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores terhadap suku Rote di Jurusan
Sosiologi Universitas Nusa Cendana Kupang.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan
pengembangan konsep dan teori ilmu sosial dan sebagai sumber
kepustakaan dalam ilmu sosial khususnya Sosiologi dan konsentrasi
pada sterotipe sosial suku lain terhadap Orang Rote.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat
bagi masyarakat secara umum terutama masyarakat yang berbeda etnis
terhadap stereotipe Orang Rote dari suku lain.

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu terdapat beberapa yang dipandang relevan dengan
objek yang diteliti. Berikut disajikan secara garis besar tentang penelitian yang
dilakukan:

1. lfarab dkk (Jurnal 2019). Rekonstruksi Stereotip Negatif Etnik


Melayu.
Hasil penelitian lfarab menunjukkan bahwa Stereotip negatif yang
dilekatkan pada etnik Melayu dijadikan ukuran untuk menilai anggota
etnik tersebut. Datangnya era reformasi yang memberi ruang pada etnik
lokal untuk menduduki jabatan-jabatan strategis membuat etnik Melayu
berkesempatan untuk merekonstruksi stereotip yang melekat pada diri
mereka. Penelitian mengkaji bagaimana tokoh Melayu mengcounter
stereotip negatif sekaligus merekonstruksi stereotip tersebut menjadi
sesuatu yang positif bagi etnik.
Hasil penelitian ini memberitahukan bahwa c. Kondisi tersebut
menjadi penting karena pascareformasi etnik Melayu memiliki kesempatan
yang besar untuk menduduki jabatan jabatan strategis di Pekanbaru Riau.
Persamaan penelitian lfarab dkk dengan penelitian yang akan
dilakukan sama-sama menliti tentang Streotipe. Hasil penelitian ini
memberitahukan bahwa stereotip negatif pada etnik Melayu merupakan
bentuk ketidak tahuan pendatang terhadap Orang Melayu. Upaya meng-
counter stereotip negatif yang dilekatkan pada etnik Melayu dilakukan
untuk meningkatkan status etnik yang lebih positif. Sedangkan penelitian
yang akan dilakukan menujukan bahwa adannya stereotype yang muncul
pada suku lain melalui proses isarat, streotip guyonan, olok dan prasangka
pada etnis Rote.

7
Perbedaan penelitian lfarab dkk dengan penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian lfarab mengkaji bagaimana tokoh Melayu
mengcounter stereotip negatif sekaligus merekonstruksi stereotip tersebut
menjadi sesuatu yang positif bagi etnik.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan
memfokuskan pada stigma suku lain, Sabu, Alor, Sumba,Timor, Flores
terhadap Orang Rote, yang sering menggangap bahwa Orang Rote sering
menipu (putar balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas Nusa
Cendana Kupang.

2. Raymond Mandala 2015. Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, Dan


Alor Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stereotip
dari Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap Etnis Rote. Hasil
penelitian yang ditemukan mengungkapkan ada perbedaan dari segi hasil
stereotip yang muncul pada masing-masing subjek. Kesamaan stereotip
yang muncul dari semua partisipan riset adalah perilaku negatif yang
selalu dihubungkan dengan perilaku licik, mafia, dan sombong.
Kesimpulan lain yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah setiap
subjek menganggap faktor kontrol diri yang di bawa oleh orang Rote dari
kampung merupakan salah alasan munculnya streotip terhadap orang
Rote. Dan komunikasi dari semua pihak yang ikut ambil andil dalam
kehadiran serta komunikasi antar budaya ini menjadi salah satu
faktor penentu dari terjalinnya lingkungan yang harmonis Kota Kupang
Persamaan penelitian Raymond Mandala dengan penelitian yang
akan dilakukan sama-sama meneliti tentang streotip sosial. Stereotip yang
muncul dari semua partisipan riset adalah perilaku negatif yang selalu
dihubungkan dengan perilaku licik, mafia, dan sombong. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan menujukkan bahwa adanya streotip sosial
dari mahasiswa suku lain terhadap Orang Rote yang sering mendapat
stigma negative yang menganggap Orang Rote sering menipu.

8
Perbedaan penelitian Raymond Mandala dengan penelitian
yang akan dilakukan. Raymond memfokuskan pada stereotip yang
muncul dari semua partisipan riset adalah perilaku negatif yang selalu
dihubungkan dengan perilaku licik, mafia, dan sombong. setiap subjek
menganggap faktor kontrol diri yang di bawa oleh orang Rote dari
kampung merupakan salah alasan munculnya streotip terhadap orang
Rote.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan
memfokuskan pada stigma suku lain, Sabu, Alor, Sumba,Timor, Flores
terhadap Orang Rote, yang sering menggap bahwa orang rote sering
menipu (putar balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas
Nusa Cendana Kupang

2.2 Kajian Konseptual


Kajian konseptual dimaksudkan sebagai tumpuan peneliti dalam
meneliti fenomena yang terjadi dimasyrakat terkait stigma suku lain
terhadap Orang Rote.
2.2.1 Pengertian streotipe

Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap etnis Rote
Komunikasi antarbudaya cenderung mengalami kemudahan jika pelaku
komunikasi yang berlainan budaya memiliki derajat persamaan dalam
persepsi, sebaliknya jika terdapat kesulitan dalam persamaan persepsi
maka komunikasi yang berlangsung tidak akan efektif dan menimbulkan
kecenderungan untuk menguatkan akan perbedaan kelompok (Abrams &
Hogg, 1988). Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa stereotip adalah
citra yang dimiliki sekelompok orang tentang sekelompok orang lainnya
yang berupa deskripsi dan biasanya dianggap overgeneralisasi seperti
peneltian yang dilakukan oleh (Kaumbur, 2013) kesan negatif dari
masyarakat pada individu maupun kelompok mahasiswa yang berasal dari
Kupang dan mahasiswa yang berasal dari Ambon.

9
Setelah kesan negatif pada kedua kelompok etnis ini maka stereotip
ini mulai digeneralisasikan pada etnis-etnis timur lainnya Stereotip muncul
karena dipelajari dari berbagai cara Secara umum bahwa stereotip
memiliki dua dimensi dasar yakni: Deskriptif dan Evaluatif. Dimensi
deskriptif yang dimaksud di sini adalah isi stereotip yang berupa sifat-sifat
sedangkan dimensi evaluatif menyangkut penilaian terhadap sifat-sifat
tersebut dalam arah positif atau negatif. (1) mengandung keyakinan
stereotip ambivalen (pertentangan) yang mencerminkan hubungan antara
kelompok, (2) meningkatkan persepsi stereotip perilaku negatif dan
ekstrim, dan (3) mempertahankan stereotip pemisahan antara in-groups
("kami") dan out-group ("mereka") Operario dan Fiske (dalam Brown dan
Gaertner, 2003).

Dimana dari hasil yang ditemukan pada thema yang dimunculkan


oleh subjek adalah meskipun ada streotipikal negatif terhadap orang Rote,
setiap subjek masih menjalin komunikasi serta kerjasama dengan orang
rote Operario dan Fiske (dalam Brown dan Gaertner, 2003). Sedangkan
untuk persepsi perilaku negatif yang di streotipkan setiap subjek tehadap
etnis rote sendiri antara lain: Licik, tindakan main hakim sendiri,
sombong, mafia, pemberani. Hal ini sesuai dengan yang dibahas oleh (Al
Qadrie, 1999) dimana streotip negatif yang dimunculkan oleh etnis Dayak
terhadap orang madura. Lebih lanjut, Hal ini menggambarkan bahwa
stereotip memanfaatkan kekhasan konsep negatif dan ekstrim yang
disimpan dalam representasi mental masyarakat, sehingga rentan terhadap
proses kognitif dengan kekhasan sifat sosial yang tidak diinginkan dari
perilaku seseorang, Fiske (dalam Brown & Gaertner, 2003).

Berdasarkan hasil pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan


dalam penelitian ini terkait dengan stigma suku lain seperti Suku Sabu,
Flores, Timor, Sumbah, dan Alor terhadap Orang Rote

10
2.2.2 Pengertian Etnis

Kata etnisitas berarti ciri-ciri yang dimiliki suatu kelompok


masyarakat, terutama ciri-cirinya yang terkait dengan ciri-ciri sosiologis
atau antropologis, misalnya ciri-ciri yang tercemin pada adat istiadat yang
dilakoninya, agama yang dianutnya, bahasa yang digunakan, dan asal usul
nenek moyangnya. Kelompok etnik ini dapat diidentifikasi dalam
lingkungan budaya yang lebih luas melalui berbagai cara, seperti dari
riwayat kehadirannya ditengah lingkungan budaya yang lebih luas, dari
praktek keagamaan yang dilakukannya, diskriminasi yang diperolehnya
dan dari kelompok masyarakat yang lebih besar. Selain itu, anggota
kelompok etnik memiliki ciri fisik yang khas (Ramsey: 2003).

Etnisitas adalah sebuah konsep kultural yang berpusat pada


pembagian norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, simbol praktik praktik
kultural dan konservatisme dalam organisasi hubungan sosial (Armstrong,
1986:104). Formasi kelompok etnik menyandarkan dirinya pada
pembagian entitas kultural yang dibangun di bawah konteks sejarah,
sosial, dan politik khusus yang mendorong perasaan saling memiliki dan
menciptakan mitos-mitos leluhur. Etnisitas mewujud dalam bagaimana
cara kita berbicara tentang identitas kelompok, tanda-tanda dan simbol-
simbol yang kita pakai mengidentifikasi kelompok. Dengan demikian
konsep etnisitas bersifat relasional, berkaitan dengan identifikasi diri dan
asal-usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai bukan kita; orang Bugis
bukan orang Kaili, Sunda bukan Jawa dan sebagainya. Konsekuensinya,
etnisitas dipahami lebih baik sebagai proses penciptaan batas-batas
formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik (Barth,
1988).
Kata etnis sering dikacaukan dengan kata ras meskipun sudah jelas
bahwa kata ras mengacu pada ciri-ciri biologis dan genetik yang
membedakan seseorang dari orang lain dalam suatu kelompok masyarakat
yang lebih luas. Berdasarkan ciri-ciri ini, ditemukan pada umumnya semua
manusia dikelompokkan menjadi tiga jenis ras, yaitu Ras Caucasoid,

11
Negroid, dan Mongoloid. Kekacauan ini terjadi karena, perbedaan yang
sering terjadi pada kelompok-kelompok dalam suatu ras yang
menyebabkan kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang memiliki
ciri-ciri yang berbeda dan diperlakukan secara berbeda oleh anggota
kelompok yang lebih besar dalam kelompok ras tersebut (Ramsey, 2003).
Artinya, dalam suatu ras tertentu, bisa jadi terdapat beberapa kelompok
yang lebih kecil yang dipandang sebagai etnis tersendiri. Oleh krena itu,
etnis tidak lagi selalu dilihat dari sudut ras yang dimiliki suatu kelompok
etnis.
Menurut Ratcliffe (2006) kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul
dan nenek moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu
yang sama, mempunyai identitas kelompok yang sama, dan kesamaan
tersebut tercermin dalam lima faktor, yaitu (1) kekerabatan, (2) agama, (3)
bahasa, (4) lokasi pemukinan kelompok, dan (5) tampilan fisik. Darity
(2005) mendefinisikan bahwa etnik adalah kelompok yang berbeda dari
kelompok yang lain dalam suatu masyarakat dilihat dari aspek budaya.
Dengan kata lain, etnik adalah kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya
yang membedakannya dari kelompok yang lain. Ciri khas budaya yang
membedakannya dari kelompok etnis yang lain terlihat dalam aspek:
kekhasan sejarah, nenek moyang, bahasa dan simbol-simbol yang lain
seperti: pakaian, agama, dan tradisi.
Definisi diatas, pada dasarnya tidak berbeda, namun saling
melengkapi. Artinya, definisi tersebut menguraikan konsep etnis dengan
intisari penjelasan yang sama, dan perbedaan-perbedaan yang terdapat
pada suatu definisi tidak bertentangan dengan definisi lain, melainkan
menjadi saling melengkapi. Oleh karena itu, berdasarkan definisi diatas
disarikan pengertian etnis sebagai berikut: Etnis adalah kelompok yang
terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang khas yang
membedakannya dari etnis yang lain. Eksistensi kelompok dan kekhasan
kelompok disadari oleh setiap anggota etnis.

12
Berdasarkan pendapat para ahli di atas Etnis dalam penelitian ini yaitu
Etnia Sabu, Alor, Sumba, Flores dan Timor di Kampus Universitas Nusa
Cendana Jurusan Sosiologi.

2.3 Landasan Teori

Kajian teori dimaksudkan untuk mengalisis suatu permasalahan yang


dianggap relevan yang diangkat oleh peneliti, yang berkaitan

A. Teori Dramaturgi
Dramaturgi merupakan sebuah istilah teater yang awalnya
dipopulerkan oleh Aristoteles. Aristoteles menggambarkan dramaturgi
sebagai sebuah ungkapan dalam artian seni. Hal ini berbeda dengan Erving
Goffman yang mendalami dramaturgi dari segi sosiologi (Nurhadi,
2015:56-57). Melalui teori dramaturgi yang dikembangkan oleh Goffman
ini nantinya akan menggali berbagai perilaku dalam interaksi antar
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang menampilkan dirinya sendiri
dengan karakter orang lain yang berusaha ditampilkan sebagai sebuah
drama sehingga adanya manipulasi dalam menunjukan dirinya.
Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor. Dalam
sebuah peran yang ditampilkannya, manusia sebagai aktor akan berusaha
mencapai tujuannya dengan mengembangkan perilaku-perilaku yang dapat
menunjang dan mendukung perannya. Identitas yang ditampilkan dapat
berubah-ubah dan tidak stabil. Hal ini bergantung pada siapa manusia
tersebut melakukan interaksi. Seorang aktor pun dalam drama
kehidupannya harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukannya seperti
halnya setting, kostum, penggunaan kata (dialog), serta tindakan-tindakan
nonverbal lainnya. Sehingga sang aktor dapat meningkatkan kesan yang
baik pada lawan interaksinya. Dramaturgi merupakan sandiwara
kehidupan yang disajikan oleh manusia.

13
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Pada bagian depan (front) mencakup setting, penampilan diri
(appearance), dan peralatan untuk mengekspresikan diri. Sedangkan pada
bagian belakang (back) terdiri atas the self, yaitu semua kegiatan yang
tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan dalam menunjukan acting
seorang aktor dalam penampilan diri yang ada pada bagian depan (front).
Dalam teori ini, Goffman menggunakan kata “pertunjukan” untuk
merujuk pada argumennya. Teori ini berintikan pandangan bahwa dalam
interaksi manusia, setiap orang ingin mengelola pesan yang diharapkan
dapat tumbuh pada orang lain terhadapnya. Panggung pertunjukkan ini
terbagi menjadi dua yaitu bagian depan (front) dan bagian belakang (back)
panggung. Bagian depan yang dimaksudkan oleh Goffman (1959) di sini
merupakan hal-hal yang ditampilkan dan diperlihatkan kepada
“penonton”. Dengan kata lain, bagian depan ini berisikan apa yang dengan
sengaja diperlihatkan oleh seseorang kepada para penonton.
Bertumpu pada teori dramaturgi bahwa dalam interaksi orang Rote
dengan etnis lain dalam kehidupan sehari–hari sering menampilkan dirinya
dengan memakai karakter orang lain yang sering beusaha untuk
menyembunyikan keasliannya dengan menampilkan yang bukan aslinya
atau kata lainya memanipulasi menunjukan keasliannya. Berkaitan dengan
itu orang Rote cendrung memanimupulasi segala sesuatu dalam kondisi
tentu baik secara sengaja ataupun tidak segaja yang dapat dianggap bahwa
selalu membuat drama yang mencoba menyembunyikan keaslianya.
Selai itu Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Berhubungan dengan orang Rote bahwa intekasi
sosialnya semacam menunjukan drama yang sering menipu (putar balek)
sahabat, kerabat, dan orang lain pada saat kondisi terdesak atau pada
situasi-situasi tertentu ataupun dalam hal bercanda gurau dengan kawan
yang selalu membuat drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor.

14
Aktor yang dimaksud yaitu orang Rote yang sering menipu (putar Balek)
yang selalu ditampilakan dalam berinteraksi atau dengan kata lainnya
mengelabui lawan dengan menipu agar mencapai yang diinginkan oleh
aktor.
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Berkaitan dengan orang rote sering memainkan dua peran yaitu dalam
interaksi sering menampilkan yang bukan aslinya dalam artian menipu
orang dengan berbagai cara seakan-akan apa yang ditampilkan depan
betul-betul aslinya, ternyata justru yang terjadi bahwa yang di bicarakan di
depan itu justru hanya drama belaka. Justru keaslianya ada dibelakang
yang memang berbeda yang dibicarakan di depannya. Hal ini dapat kita
katakan orang Rote sering menjalankan dua peran.
B. Teori Streotipe

Kata stereotip berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu stereos
yang berarti padat-kaku dan typos yang bermakna model (Schneider
2004:312). Lebih jauh Amanda menjelaskan bahwa stereotip sebagai
pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau sekelompok orang
berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena ia berasal dari
suatu kelompok tertentu (in group atau out group) yang bisa bersifat
positif maupun negatif. Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita
hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Stereotip
juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain, bukan dari
sumbernya langsung (Amanda 2009:10).

Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa


diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi sering kali kita seleksi tanpa
alasan apapun artinya bisa saja kita dengan begitu saja mengakui suatu ciri
tertentu dan mengabaikan ciri yang lain. Stereotip merupakan generalisasi
dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok tersebut.

15
Dalam buku “Social Psychology” yang ditulis oleh Franzoi
mengatakan bahwa Stereotype adalah Stereotypes involve beliefs about
specific groups. Social beliefs, which are typically learned from others and
maintained through regular social interaction, are stereotypes. Menurut A.
Samovar & E. Porter (dalam Mulyana, 2000:218) stereotip adalah Persepsi
atau kepercayaan yang dianaut mengenai kelompok atau individu
berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Keyakinan ini
menimbukan penilaian yang cenderung negatif bahkan merendahkan orang
lain. Ada kecenderungan memberikan label tertetu pada kelompok tertentu
dan termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotipe negatif atau
merendahkan kelompok lain. Menurut Philippot bahwa regulasi emosi
melibatkan seluruh domain penting dari kognisi seperti persepsi, perhatian
(attention), memory, pembuatan keputusan dan kesadaran (consciusness),
kemudian dengan konsep dual memory modelnya, ia menyebutkan bahwa
regulasi emosi dapat dicapai secara tidak langsung dengan melakukan
feedback loops yang memelihara dan meningkatkan aktifasi schema
(Philippot 2004:314).

Stereotipe Stereotipe adalah hasil dari adanya proses prasangka. Ktaz


& Barly menyatakan bahwa prasangka (prejudice) dan pelabelan
(stereotipe) tidak dapat dipisahkan. David menyatakan bahwa prasangka
merupakan persepsi orang terhadap seseorang atau kelompok lain.
Prasangka merupakan persepsi dalam tarahan kognitif, sedangkan
stereotipe lebih pada arti pelabelan kepada seseorang atau kelompok
tersebut, termasuk sikap dan perilakunya terhadap mereka sudah dalam
tataran efektif dan psikomotorik. (Mega, Rahayu. 2017.

Dalam teori streotipe menjelaskan bahwa stereotip sebagai


pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau sekelompok orang
berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena ia berasal dari
suatu kelompok tertentu (in group atau out group) yang bisa bersifat
positif maupun negatif”. Bisa juga seperti ini “Anak yang diberi label
pintar, dan diperlakukan seperti anak pintar, akan menjadi pintar”. Hal ini

16
berkaitan dengan pemikiran dasar teori labelling yang biasa terjadi, ketika
kita sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang
sesuai dengan label yang kita berikan, sehingga orang tersebut cenderung
mengikuti label yang telah ditetapkan kepadanya.

Berpacu pada teori stereotip adalah persepsi atau kepercayaan yang


dianaut mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap
yang lebih dulu terbentuk. Keyakinan ini menimbukan penilaian yang
cenderung negatif bahkan merendahkan orang lain.. Berhubungan dengan
label etni lain terhadap orang Rote yang cendrung menganggap bahwa
orang-orang Rote sering menipu (putar balek) atau sering di label Otak
Rote justru sering merendahkan orang Rote pada umumnya. Lebel yang
menilai orang Rote sering menipu justru menimbulkan kesan yang
menyimpang karena melebel orang Rote sering menipu. Stigma semacam
ini jusru sering terjadi pada mahasiswa dari berbagai etnis lain yang
menyamakan temannya seperti orang Rote bagi yang sering menipu.

2.4 Kerangka Berpikir.

Pada umumnya setiap dalam setiap jenis penelitian, seringkali ditemui


bahwa dalam penulisannya harus disertai dengan kerangka berpikir yang
berfungsi sebagai alur dalam menentukan arah penelitian. Dalam penelitian ini
penulis menyajikan kerangka berpikir sebagai berikut:

Streotipe

Etnis Flores ,Sumba


Timor, Alor

Teori dramaturgi
Teori Labeling
Orang Rote

17
Kerangkan berpikir yang dimaksud sebagai rujukan peneliti untuk
mengstrukturkan cara berpikir yang terstruktur agar tidak melenceng jauh dari
penelitian yang akan di lakukan peneliti. Berhubungan dengan stigma suku lain
seperti Etnis Flores, Sumba Timor, Alor terhadap orang Rote yang
menggambarkan orang Rote sering menipu (putar Balek), stigma semacam ini
sering ditemukan pada kalangan mahasiswa dari etnis lain untuk menggambarkan
orang Rote. Selanjutnya dianalisis melalui teori dramaturgi yang menggambarkan
peran orang Rote di depan dan di belakang yang dimana banyak yang menggap
bahwa orang rote sering membuat drama dengan menampilkan hal-hal yang buka
keaslianya. Selanjutnya teori labeling yang dimana banyak etnis lain yang
melebelkan orang rote seing menipu atau mencap teman, kerabatnya dengan otak
Rote.

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sebagaimana tujuan penelitian yang peneliti pilih untuk mengumpulkan

data adalah diskriptif kualitatif. Peneliti memilih diskriptif karena dalam

penelitian ini peneliti berusaha untuk mendiskripsikan fenomena Manusia “putar

balek” (Studi Tentang Stereotipe Orang Rote Di Mata Suku Lainnya) Bungin

(2001: 48) menjelaskan bahwa penelitian diskriptif bertujuan untuk

menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai

fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat.

3.2 Teknik Penentuan Informan

Informasi dan data-data sangat dibutuhkan untuk mendukung adanya

fenomena yang peneliti lakukan, untuk itu terdapat teknik-teknik untuk mencari

informasi dan data tersebut.

1. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sample: Menurut Sugiyono, purposive sampling

adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan

berbagai pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang

diperoleh nantinya bisa direpresentasi (Sugiyono: 2005).

2. Informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari Suku Flores,

Suku Timor, Suku Sumba, Suku Alor, dan Suku Sabu.

19
3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan setiap peneliti menyadari betapa pentingnya

pemilihan tempat yang diteliti karena tempat penelitian akan menentukan arah

penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Sosiologi Fisip Undana

Alasan memilih lokasi adalah sebagai berikut:

1. Terdapat banyak mahasiswa yang dari berbagai macam suku-suku lain

yang ada di Kampus Universitas Nusa Cendana Kupang.

2. Wilayah atau area penelitian merupakan area yang dapat dijangkau dan

dipilih secara sengaja dengan pertimbangan mengefesiasikan waktu.

3.4 Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan

tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data-

data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber baik melalui data dalam

dokumen dan secara lisan melalui wawancara.

Sumber-sumber data yang diperoleh tersebut antara lain melalui:

1. Data primer

Data primer yaitu berupa data yang diperoleh langsung dari para informan

melalui pengamatan maupun wawancara mendalam (Creswell, 2009)

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen

yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait, catatan atau dokumen

diambil dari berbagai literatur, buku-buku, koran dan internet (Creswell, 2009).

20
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2012:62) menyatakan bahwa: “Teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari

penelitian ini adalah mendapatkan data tanpa mengetahui tekhnik pengumpulan

data, maka peneliti akan mendapatkan informasi dan data yang tidak memenuhi

standar yang ditetapkan”. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk

memperoleh dan mengumpulkan data. Proses kegiatan ini lebih ditekankan pada

ketelitian dan kejelian peneliti sendiri. Dalam observasi ini, peneliti melakukan

pengamatan secara langsung tempat yang akan digunakan untuk penelitian

(Moleong:2010)

2. Wawancara Mendalam

Tahap kedua dalam mengumpulkan data yaitu melakukan wawancara

langsung secara mendalam dengan responden yang telah ditentukan sebelumnya.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan

oleh dua pihak antara pewawancara (interviewer) yang megajukan pertanyaan dan

diwawancarai (interviewee) yang meberikan jawaban atas pertanyaan itu.

(Moleong:2010). Wawancara diadakan dengan tujuan untuk memperoleh data

yang diperlukan, untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh melalui kegiatan

observasi yang dilakukan pada langkah pertama.

21
3. Dokumentasi

Tahap dokumentasi dilakukan untuk memperkuat data hasil wawancara

dan observasi, serta dokumen yang berisi data yang di butuhkan (Moleong:2010)

3.6 Teknik Analisa Data

Dalam melakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan proses

pengeditan, pengklasifikasian dan verifikasi. Pengeditan yang dimaksud disini

adalah langkah awal dalam teknik pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti.

Tahap pengklasifikasian atau pengelompokan, dalam hal ini peneliti

membagi temuan data yang diperoleh dari penelitian menjadi beberapa kategori

tertentu, sehingga data yang diperoleh lebih mudah dipahami untuk dianalisis..

Tahap terakhir adalah verifikasi, verifikasi merupakan pengkonfirmasian

sejumlah pertanyaan yang ada agar data yang dihasilkan diketahui kejelasan

sumbernya.

22
Daftar Pustaka

Buku

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta. Rineka Cipta

Amanda G, Ni Made Ras. Masyarakat Majemuk II Stereotipe, Prasangka,


Pluralisme. Makalah, tidak diterbitkan (2009), h. 11 15 A.

A O'Brien, James, (2005), Pengantar Sistem Informasi Perspektif Bisnis dan


Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.

Bungin, Burhan. 2003.’’Analisis Data Penelitian Kualitatif’. Jakarta: Pt Raja

Creswell, John W. 2009. Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed


Methods Approaches. Newbury Park: Sage Publications

Goffman, E. (1959). The Presentation of Self in Everyday Life, New York:


Doubleday.

Martin, Judith dan Thomas K. Nakayama. 2007. Intercultural Communication in


Contexts. New York: Mc Graw Hill International

Nurhadi. 2005.Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung.:


Sinar Baru Algensindo.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rosda Karya

Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kulitatif Dan Kuantitatif. Alfabeta,


Bandung

Philippot & Feldman. The Regulation of Emotion. New Jersey: Lawrence


Erlbaum Associates. (2004), h. 314

Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi (edisi ketiga). Jakarta : Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Schneider , David J., The Psychology Of Stereotyping, New York : The Guilford
Press (2004), h. 312

23
Jurnal :

A Castro F. Understanding and Adressing AIDS-Related Stigma : From


Anthropological Theory to Clinical Practice in Haiti American Journal of
Public Health. 2005;95:51 - 9.

Radcliffe, J.C & Farentinos, R.C. 2006. Pliometrik untuk Meningkatkan Power.
Terjemahan M. Furqon H. dan Muchsin Doewes. Surakarta : Program
Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.

Scheid, Teresa L., Brown, Tony N. (2010). A Handbook for Study of Mental
Health: Social Contexts, Theories, and Systems 2nd Edition. New York:
Cambridge University Press.

UNAIDS. Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013.
Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2013.

Montero-Martin, Terese Garin-Munoz & Luis F (2007), “Tourism in Balaeric


Island: A Dynamic Model for International Demand Using Panel Data”.
Tourism Management, 27, 1224-1235.

Raymond Mandala Skripsi 2015. Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, Dan Alor
Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang. Stereotip Etnis Sabu, Sumba,
Timor, Dan Alor Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang Oleh Raymond
Mandala

Konstantinus Hati. 2014. Stigma Masyarakat dan Diskriminasi Layanan Yang


dialami ADHA di Kota Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam
https://www.academia.edu/5231082/.

Wanda Fitri 2017. Perempuan dan Perilaku Kriminalitas: Studi Kritis Peran
Stigma Sosial Pada Kasus Residivis Perempuan Institut Agama Islam
Negeri Imam Bonjol Padang, Indonesia

Wahyu Utami 2018. Pengaruh Persepsi Stigma Sosial Dan Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Narapidana Journal An-Nafs:
Vol. 3 No. 2 Desember 2018.

Alfarabi dkk. Rekonstruksi Stereotip Negatif Etnik Melayu. Universitas


Padjajaran, Universitas Padjajaran, Universitas Riau Jurnal Manajemen
Komunikasi, Volume 3, No. 2, April 2019.

24

Anda mungkin juga menyukai