OLEH
NIM : 1603080003
KUPANG
2019
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................II
DAFTAR ISI...........................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
2
BAB I
PENDAHALUAN
Demikian pula di Kota Kupang yang merupakan salah satu kota yang
memiliki multi etnis dan multikultural dengan berbagai macam suku, agama, dan
budaya yang berbeda suku di dalamnya seperti Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor,
Flores maupun suku lainnya yang dari luar. Berdasarkan statistik jumlah
Penduduk tercatat Kota Kupang 5.287.302 jiwa (www/http: statistic 2017).
Perbedaan inilah menjadi salah satu keunikan tersendiri bagi masyarakat Kota
Kupang, yang merupakan bagian dari provinsi NTT yang memiliki banyak
perbedaan.
Individu-individu dari berbagai macam daerah dengan suku yang berbeda pula
datang menetap atau datang kuliah di Kota Kupang. Berbagai latar belakang,
karakter yang berbeda dan lingkungan yang berbeda tentu menimbulkan berbagai
macam sudut pandang atau stereotipe yang berbeda pula. Individu ini kemudian
beradaptasi dengan lingkungan setempat bahkan pembentukan streotipe yang
muncul pula terhadap suku lain.
3
Hal yang sama berlaku pula di kampus Universitas Nusa Cendana Kupang
Jurusan Sosiologi di Kota Kupang. Mahasiswa umumnya berasal dari suku-suku
lain seperti Rote, Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores. Mahasiswa dengan latar
belakang yang berbeda justru berpengaruh terhadap perilaku maupun penilaiannya
terhadap suku lain. Penilaian ini salah satunya terhadap orang Rote yang di
pandang sebagai orang yang memiliki kecerdasan.
Kecerdasan akal atau telah lama dikenal dengan istilah “Otak Rote”, secara
umum dapat diartikan sebagai akal atau ide orang Rote. Kata akal sering di
gunakan menggantikan kata ‘tipu’ yang berarti menjalankan sebuah siasaat atau
strategi untuk menjebak lawan. Misalnya, dalam permainan sepak bola, ketika
seseorang menggiring bola dan membuat gerakan untuk mengelabui lawan, orang
Rote sering mengatakan: “Akal dia dulu” atau “Tipu dia dulu”. Namun banyak
orang cenderung menganggap otak Rote selalu berkonotasi negatif.
Fenomena yang sering terjadi bahwa mahasiswa suku lain cendrung menilai
orang Rote sebagai orang yang sering menipu atau biasa disebut “Putar Balek”.
Ungkapan Putar Balek (menipu) merupakan seutaian kata yang mengambarkan
orang Rote sebagai orang tidak mau mengalah ataupun kalah. Walaupun menurut
orang lain atau suku lain dianggap salah. Bagi orang Rote salah atau benar bukan
menjadi prioritas yang paling penting kemenangan.
Streotipe yang kerap kali muncul mungkin bermula pada pengalaman pribadi,
asumsi-asumsi belaka atau hanya mendengar cerita dari teman ataupun orang-
orang sekitar. Misalnya ketika ada pembicaraan–pembicaraan atau berupa
guyonan antara teman sesama mahasiswa cendrung mengolok-olok seperti orang
Rote yang sering menipu.
Kesan-kesan yang kerap muncul pada mahasiswa Sosiologi yang berasal dari
suku lain sering menilai orang Rote sangat licik atau sering menipu. Dalam artian
suka menikam dari belakang atau bahkan pintar mengolah kata dan tindakan
untuk membenarkan diri orang Rote yang walaupun salah. Bisa dikatakan
memutar balek sahabat atau kerabat dalam sistuasi terdesak. Hal ini sepertinya
telah diajarkan nenek moyang yang sudah menjadi darah daging.
4
asal Rote yang menganggap sering menipu. Streotipe ini yang sering muncul
menggambarkan orang Rote sebagai orang yang sering menipu (putar balek).
Harapannya bahwa pandangan buruk yang menilai orang Rote sering menipu
agar tidak terjadi lagi di kalangan mahasiswa Sosiologi. Tetapi, kenyataannya
penilaian tersebut kerap sekali muncul dalam setiap topik pembicaraan, baik
berupa guyonan maupun dalam pembicaan serius antara mahasiwa sesama suku
ataupun terhadap orang Rote tersebut. Maka itu peneliti menduga bahwa
pandangan mahasiswa suku Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores kerap sekali
muncul dalam setiap topik pembicaan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti
tertarik untuk meneliti tentang “Manusia “Putar Balek” (Tentang Stereotipe
Orang Rote Di Mata Suku Lainnya di Jurusan Sosiologi Universitas Nusa
Cendana).
5
Bagaimana stereotipe mahasiswa suku Sabu, Timor, Sumba, Alor, Flores
terhadap suku Rote di Jurusan Sosiologi Universitas Nusa Cendana Kupang?
1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan
pengembangan konsep dan teori ilmu sosial dan sebagai sumber
kepustakaan dalam ilmu sosial khususnya Sosiologi dan konsentrasi
pada sterotipe sosial suku lain terhadap Orang Rote.
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat
bagi masyarakat secara umum terutama masyarakat yang berbeda etnis
terhadap stereotipe Orang Rote dari suku lain.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
Perbedaan penelitian lfarab dkk dengan penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian lfarab mengkaji bagaimana tokoh Melayu
mengcounter stereotip negatif sekaligus merekonstruksi stereotip tersebut
menjadi sesuatu yang positif bagi etnik.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan
memfokuskan pada stigma suku lain, Sabu, Alor, Sumba,Timor, Flores
terhadap Orang Rote, yang sering menggangap bahwa Orang Rote sering
menipu (putar balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas Nusa
Cendana Kupang.
8
Perbedaan penelitian Raymond Mandala dengan penelitian
yang akan dilakukan. Raymond memfokuskan pada stereotip yang
muncul dari semua partisipan riset adalah perilaku negatif yang selalu
dihubungkan dengan perilaku licik, mafia, dan sombong. setiap subjek
menganggap faktor kontrol diri yang di bawa oleh orang Rote dari
kampung merupakan salah alasan munculnya streotip terhadap orang
Rote.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan
memfokuskan pada stigma suku lain, Sabu, Alor, Sumba,Timor, Flores
terhadap Orang Rote, yang sering menggap bahwa orang rote sering
menipu (putar balek) pada mahsiswa Jurusan Sosiologi Universitas
Nusa Cendana Kupang
Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, dan Alor terhadap etnis Rote
Komunikasi antarbudaya cenderung mengalami kemudahan jika pelaku
komunikasi yang berlainan budaya memiliki derajat persamaan dalam
persepsi, sebaliknya jika terdapat kesulitan dalam persamaan persepsi
maka komunikasi yang berlangsung tidak akan efektif dan menimbulkan
kecenderungan untuk menguatkan akan perbedaan kelompok (Abrams &
Hogg, 1988). Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa stereotip adalah
citra yang dimiliki sekelompok orang tentang sekelompok orang lainnya
yang berupa deskripsi dan biasanya dianggap overgeneralisasi seperti
peneltian yang dilakukan oleh (Kaumbur, 2013) kesan negatif dari
masyarakat pada individu maupun kelompok mahasiswa yang berasal dari
Kupang dan mahasiswa yang berasal dari Ambon.
9
Setelah kesan negatif pada kedua kelompok etnis ini maka stereotip
ini mulai digeneralisasikan pada etnis-etnis timur lainnya Stereotip muncul
karena dipelajari dari berbagai cara Secara umum bahwa stereotip
memiliki dua dimensi dasar yakni: Deskriptif dan Evaluatif. Dimensi
deskriptif yang dimaksud di sini adalah isi stereotip yang berupa sifat-sifat
sedangkan dimensi evaluatif menyangkut penilaian terhadap sifat-sifat
tersebut dalam arah positif atau negatif. (1) mengandung keyakinan
stereotip ambivalen (pertentangan) yang mencerminkan hubungan antara
kelompok, (2) meningkatkan persepsi stereotip perilaku negatif dan
ekstrim, dan (3) mempertahankan stereotip pemisahan antara in-groups
("kami") dan out-group ("mereka") Operario dan Fiske (dalam Brown dan
Gaertner, 2003).
10
2.2.2 Pengertian Etnis
11
Negroid, dan Mongoloid. Kekacauan ini terjadi karena, perbedaan yang
sering terjadi pada kelompok-kelompok dalam suatu ras yang
menyebabkan kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang memiliki
ciri-ciri yang berbeda dan diperlakukan secara berbeda oleh anggota
kelompok yang lebih besar dalam kelompok ras tersebut (Ramsey, 2003).
Artinya, dalam suatu ras tertentu, bisa jadi terdapat beberapa kelompok
yang lebih kecil yang dipandang sebagai etnis tersendiri. Oleh krena itu,
etnis tidak lagi selalu dilihat dari sudut ras yang dimiliki suatu kelompok
etnis.
Menurut Ratcliffe (2006) kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul
dan nenek moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu
yang sama, mempunyai identitas kelompok yang sama, dan kesamaan
tersebut tercermin dalam lima faktor, yaitu (1) kekerabatan, (2) agama, (3)
bahasa, (4) lokasi pemukinan kelompok, dan (5) tampilan fisik. Darity
(2005) mendefinisikan bahwa etnik adalah kelompok yang berbeda dari
kelompok yang lain dalam suatu masyarakat dilihat dari aspek budaya.
Dengan kata lain, etnik adalah kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya
yang membedakannya dari kelompok yang lain. Ciri khas budaya yang
membedakannya dari kelompok etnis yang lain terlihat dalam aspek:
kekhasan sejarah, nenek moyang, bahasa dan simbol-simbol yang lain
seperti: pakaian, agama, dan tradisi.
Definisi diatas, pada dasarnya tidak berbeda, namun saling
melengkapi. Artinya, definisi tersebut menguraikan konsep etnis dengan
intisari penjelasan yang sama, dan perbedaan-perbedaan yang terdapat
pada suatu definisi tidak bertentangan dengan definisi lain, melainkan
menjadi saling melengkapi. Oleh karena itu, berdasarkan definisi diatas
disarikan pengertian etnis sebagai berikut: Etnis adalah kelompok yang
terdapat dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang khas yang
membedakannya dari etnis yang lain. Eksistensi kelompok dan kekhasan
kelompok disadari oleh setiap anggota etnis.
12
Berdasarkan pendapat para ahli di atas Etnis dalam penelitian ini yaitu
Etnia Sabu, Alor, Sumba, Flores dan Timor di Kampus Universitas Nusa
Cendana Jurusan Sosiologi.
A. Teori Dramaturgi
Dramaturgi merupakan sebuah istilah teater yang awalnya
dipopulerkan oleh Aristoteles. Aristoteles menggambarkan dramaturgi
sebagai sebuah ungkapan dalam artian seni. Hal ini berbeda dengan Erving
Goffman yang mendalami dramaturgi dari segi sosiologi (Nurhadi,
2015:56-57). Melalui teori dramaturgi yang dikembangkan oleh Goffman
ini nantinya akan menggali berbagai perilaku dalam interaksi antar
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang menampilkan dirinya sendiri
dengan karakter orang lain yang berusaha ditampilkan sebagai sebuah
drama sehingga adanya manipulasi dalam menunjukan dirinya.
Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor. Dalam
sebuah peran yang ditampilkannya, manusia sebagai aktor akan berusaha
mencapai tujuannya dengan mengembangkan perilaku-perilaku yang dapat
menunjang dan mendukung perannya. Identitas yang ditampilkan dapat
berubah-ubah dan tidak stabil. Hal ini bergantung pada siapa manusia
tersebut melakukan interaksi. Seorang aktor pun dalam drama
kehidupannya harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukannya seperti
halnya setting, kostum, penggunaan kata (dialog), serta tindakan-tindakan
nonverbal lainnya. Sehingga sang aktor dapat meningkatkan kesan yang
baik pada lawan interaksinya. Dramaturgi merupakan sandiwara
kehidupan yang disajikan oleh manusia.
13
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Pada bagian depan (front) mencakup setting, penampilan diri
(appearance), dan peralatan untuk mengekspresikan diri. Sedangkan pada
bagian belakang (back) terdiri atas the self, yaitu semua kegiatan yang
tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan dalam menunjukan acting
seorang aktor dalam penampilan diri yang ada pada bagian depan (front).
Dalam teori ini, Goffman menggunakan kata “pertunjukan” untuk
merujuk pada argumennya. Teori ini berintikan pandangan bahwa dalam
interaksi manusia, setiap orang ingin mengelola pesan yang diharapkan
dapat tumbuh pada orang lain terhadapnya. Panggung pertunjukkan ini
terbagi menjadi dua yaitu bagian depan (front) dan bagian belakang (back)
panggung. Bagian depan yang dimaksudkan oleh Goffman (1959) di sini
merupakan hal-hal yang ditampilkan dan diperlihatkan kepada
“penonton”. Dengan kata lain, bagian depan ini berisikan apa yang dengan
sengaja diperlihatkan oleh seseorang kepada para penonton.
Bertumpu pada teori dramaturgi bahwa dalam interaksi orang Rote
dengan etnis lain dalam kehidupan sehari–hari sering menampilkan dirinya
dengan memakai karakter orang lain yang sering beusaha untuk
menyembunyikan keasliannya dengan menampilkan yang bukan aslinya
atau kata lainya memanipulasi menunjukan keasliannya. Berkaitan dengan
itu orang Rote cendrung memanimupulasi segala sesuatu dalam kondisi
tentu baik secara sengaja ataupun tidak segaja yang dapat dianggap bahwa
selalu membuat drama yang mencoba menyembunyikan keaslianya.
Selai itu Teori dramaturgi merupakan sebuah teori yang berusaha
menjelaskan bahwa interaksi sosial akan dimaknai sama dengan
pertunjukan drama. Berhubungan dengan orang Rote bahwa intekasi
sosialnya semacam menunjukan drama yang sering menipu (putar balek)
sahabat, kerabat, dan orang lain pada saat kondisi terdesak atau pada
situasi-situasi tertentu ataupun dalam hal bercanda gurau dengan kawan
yang selalu membuat drama. Manusia berperan sebagai seorang aktor.
14
Aktor yang dimaksud yaitu orang Rote yang sering menipu (putar Balek)
yang selalu ditampilakan dalam berinteraksi atau dengan kata lainnya
mengelabui lawan dengan menipu agar mencapai yang diinginkan oleh
aktor.
Dalam teori dramaturgi Erving Goffman, sebuah peran yang
ditampilkan seorang aktor dibagi menjadi dua bagian. Goffman
menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang (back).
Berkaitan dengan orang rote sering memainkan dua peran yaitu dalam
interaksi sering menampilkan yang bukan aslinya dalam artian menipu
orang dengan berbagai cara seakan-akan apa yang ditampilkan depan
betul-betul aslinya, ternyata justru yang terjadi bahwa yang di bicarakan di
depan itu justru hanya drama belaka. Justru keaslianya ada dibelakang
yang memang berbeda yang dibicarakan di depannya. Hal ini dapat kita
katakan orang Rote sering menjalankan dua peran.
B. Teori Streotipe
Kata stereotip berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu stereos
yang berarti padat-kaku dan typos yang bermakna model (Schneider
2004:312). Lebih jauh Amanda menjelaskan bahwa stereotip sebagai
pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau sekelompok orang
berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena ia berasal dari
suatu kelompok tertentu (in group atau out group) yang bisa bersifat
positif maupun negatif. Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita
hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Stereotip
juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain, bukan dari
sumbernya langsung (Amanda 2009:10).
15
Dalam buku “Social Psychology” yang ditulis oleh Franzoi
mengatakan bahwa Stereotype adalah Stereotypes involve beliefs about
specific groups. Social beliefs, which are typically learned from others and
maintained through regular social interaction, are stereotypes. Menurut A.
Samovar & E. Porter (dalam Mulyana, 2000:218) stereotip adalah Persepsi
atau kepercayaan yang dianaut mengenai kelompok atau individu
berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Keyakinan ini
menimbukan penilaian yang cenderung negatif bahkan merendahkan orang
lain. Ada kecenderungan memberikan label tertetu pada kelompok tertentu
dan termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotipe negatif atau
merendahkan kelompok lain. Menurut Philippot bahwa regulasi emosi
melibatkan seluruh domain penting dari kognisi seperti persepsi, perhatian
(attention), memory, pembuatan keputusan dan kesadaran (consciusness),
kemudian dengan konsep dual memory modelnya, ia menyebutkan bahwa
regulasi emosi dapat dicapai secara tidak langsung dengan melakukan
feedback loops yang memelihara dan meningkatkan aktifasi schema
(Philippot 2004:314).
16
berkaitan dengan pemikiran dasar teori labelling yang biasa terjadi, ketika
kita sudah melabel seseorang, kita cenderung memperlakukan seseorang
sesuai dengan label yang kita berikan, sehingga orang tersebut cenderung
mengikuti label yang telah ditetapkan kepadanya.
Streotipe
Teori dramaturgi
Teori Labeling
Orang Rote
17
Kerangkan berpikir yang dimaksud sebagai rujukan peneliti untuk
mengstrukturkan cara berpikir yang terstruktur agar tidak melenceng jauh dari
penelitian yang akan di lakukan peneliti. Berhubungan dengan stigma suku lain
seperti Etnis Flores, Sumba Timor, Alor terhadap orang Rote yang
menggambarkan orang Rote sering menipu (putar Balek), stigma semacam ini
sering ditemukan pada kalangan mahasiswa dari etnis lain untuk menggambarkan
orang Rote. Selanjutnya dianalisis melalui teori dramaturgi yang menggambarkan
peran orang Rote di depan dan di belakang yang dimana banyak yang menggap
bahwa orang rote sering membuat drama dengan menampilkan hal-hal yang buka
keaslianya. Selanjutnya teori labeling yang dimana banyak etnis lain yang
melebelkan orang rote seing menipu atau mencap teman, kerabatnya dengan otak
Rote.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
balek” (Studi Tentang Stereotipe Orang Rote Di Mata Suku Lainnya) Bungin
fenomena yang peneliti lakukan, untuk itu terdapat teknik-teknik untuk mencari
19
3.3 Lokasi Penelitian
pemilihan tempat yang diteliti karena tempat penelitian akan menentukan arah
2. Wilayah atau area penelitian merupakan area yang dapat dijangkau dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data-
data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber baik melalui data dalam
1. Data primer
Data primer yaitu berupa data yang diperoleh langsung dari para informan
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen
yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait, catatan atau dokumen
diambil dari berbagai literatur, buku-buku, koran dan internet (Creswell, 2009).
20
3.5 Teknik Pengumpulan Data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari
data, maka peneliti akan mendapatkan informasi dan data yang tidak memenuhi
1. Observasi
memperoleh dan mengumpulkan data. Proses kegiatan ini lebih ditekankan pada
ketelitian dan kejelian peneliti sendiri. Dalam observasi ini, peneliti melakukan
(Moleong:2010)
2. Wawancara Mendalam
oleh dua pihak antara pewawancara (interviewer) yang megajukan pertanyaan dan
yang diperlukan, untuk mengecek kebenaran data yang diperoleh melalui kegiatan
21
3. Dokumentasi
dan observasi, serta dokumen yang berisi data yang di butuhkan (Moleong:2010)
adalah langkah awal dalam teknik pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti.
membagi temuan data yang diperoleh dari penelitian menjadi beberapa kategori
tertentu, sehingga data yang diperoleh lebih mudah dipahami untuk dianalisis..
sejumlah pertanyaan yang ada agar data yang dihasilkan diketahui kejelasan
sumbernya.
22
Daftar Pustaka
Buku
Schneider , David J., The Psychology Of Stereotyping, New York : The Guilford
Press (2004), h. 312
23
Jurnal :
Radcliffe, J.C & Farentinos, R.C. 2006. Pliometrik untuk Meningkatkan Power.
Terjemahan M. Furqon H. dan Muchsin Doewes. Surakarta : Program
Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Scheid, Teresa L., Brown, Tony N. (2010). A Handbook for Study of Mental
Health: Social Contexts, Theories, and Systems 2nd Edition. New York:
Cambridge University Press.
UNAIDS. Global Report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013.
Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2013.
Raymond Mandala Skripsi 2015. Stereotip Etnis Sabu, Sumba, Timor, Dan Alor
Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang. Stereotip Etnis Sabu, Sumba,
Timor, Dan Alor Terhadap Etnis Rote Di Kota Kupang Oleh Raymond
Mandala
Wanda Fitri 2017. Perempuan dan Perilaku Kriminalitas: Studi Kritis Peran
Stigma Sosial Pada Kasus Residivis Perempuan Institut Agama Islam
Negeri Imam Bonjol Padang, Indonesia
Wahyu Utami 2018. Pengaruh Persepsi Stigma Sosial Dan Dukungan Sosial
Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Narapidana Journal An-Nafs:
Vol. 3 No. 2 Desember 2018.
24