Anda di halaman 1dari 160

STUDI ANALISIS DAN SINTESIS MENGENAI PEMBENTUKAN KARAKTER

MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16

___________________

Tesis ini

Diajukan kepada Dewan Dosen

Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

Penerimaan Gelar

Magister Teologi

___________________

Oleh:

Farel Yosua Sualang

NIM: 20140262 MT

Agustus 2016
STUDI ANALISIS DAN SINTESIS MENGENAI PEMBENTUKAN KARAKTER
MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16

TESIS

OLEH:
FAREL YOSUA SUALANG
NIM: 20140262 MT

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI INJILI INDONESIA-YOGYAKARTA


AGUSTUS 2016
Dosen pembimbing telah menerima dan menyetujui tesis yang berjudul

“Studi Analisis dan Sintesis Mengenai Pembentukan Karakter melalui Harta dalam

Amsal 10:1-22:16” yang telah disiapkan dan diserahkan oleh Farel Yosua Sualang,

untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Magister Teologi dari

Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta.

Disetujui pada tanggal


7 Juni 2016

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Pdt. Todd Elefson, Ph.D Pdt. Parlaungan Gultom, Ph.D


Setelah memeriksa dan meneliti secara seksama serta mengetahui seluruh

proses penelitian dan cara penyusunan Tesis yang dilakukan oleh Farel Yosua Sualang

berjudul: “Studi Analisis dan Sintesis mengenai Pembentukan Karakter melalui Harta

dalam Amsal 10:1-22:16” maka dengan ini dinyatakan bahwa Tesis ini diterima dan

disahkan sebagai bagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Teologi

dari Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta.

Diterima dan disahkan pada tanggal


13 Agustus 2016

Ketua Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta

Pdt. Dr. Sumbut Yermianto, MTh


STUDI ANALISIS DAN SINTESIS MENGENAI PEMBENTUKAN KARAKTER
MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16

TESIS

Oleh:
Farel Yosua Sualang
NIM: 20140262 MT

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji


Pada Program Studi Teologi
Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta
Dan Diterima Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Magister Teologi
Pada Tanggal 7 Juni 2016

Mengesahkan
Program Studi Teologi
Ketua Program Studi

Pdt. Parlaungan Gultom, Ph.D

Dewan Penguji

Pdt. Dr. Sumbut Yermianto, M.Th

Pdt. Parlaungan Gultom, Ph.D Pdt. Todd Elefson, Ph.D


SURAT PERNYATAAN
ORISINILITAS KARYA ILMIAH (TESIS)

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : FAREL YOSUA SUALANG

NIM : 20140262MT

Program : Stratum Dua Jurusan Teologi/Kependetaan


STTII Yogyakarta

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya sebagai Mahasiswa Teologia


sekaligus Hamba Tuhan dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir Tesis,

JUDUL : STUDI ANALISIS DAN SINTESIS MENGENAI


PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI HARTA
DALAM AMSAL 10:1-22:16

Menyatakan bahwa Tesis yang saya susun adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan
menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya
bersedia menerima sanksi dan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang
secara umum, maupun yang berlaku di STTII Yogyakarta termasuk pencabutan gelar
Vokasi yang telah saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Yogyakarta, 13 Agustus 2016

FAREL YOSUA SUALANG


.

Tesis ini saya persembahkan kepada orang tua yaitu Pdt. Tony L Sualang, B.Th dan
Lenny Wonte beserta dengan kakak tercinta Orley Charity Sualang, S.Psi., M.A,
Dan kepada seluruh jemaat GKII Sahabat Allah,
Serta seluruh jemaat GAA di Indonesia

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur patut dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

anugerahNya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis

sangat bersyukur atas panggilan sebagai alat Tuhan untuk dapat dipakai dalam

pekerjaanNya. Sehingga, sampai akhir dari penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari

bahwa pertolongan dan pimpinanNya akan membimbing dan mengarahkan penulis

kepada suatu tujuan yang ditetapkanNya.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih kepada lembaga Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Yogyakarta

sebagai lembaga perguruan tinggi yang sudah memperlengkapi penulis selama

menempuh 2 (tahun) tahun pendidikan magister teologi di tempat ini. Terima kasih atas

didikan dan arahan dari para dosen/pengajar (terlebih khusus kepada dosen pembimbing

1 yaitu Pdt. Todd Elefson dan dosen pembimbing 2 yaitu Pdt. Parlaungan Gultom, Ph.D)

yang memiliki kualitas akademik, dedikasi, dan komitmen yang tinggi di dalam

keteladanan hidup bagi setiap mahasiswa. Penulis merasa bangga boleh menjadi bagian

yang dapat dibentuk dalam lembaga ini.

Secara khusus penulis juga berterima kasih kepada orang tua dan K Orley

Charity Sualang, yang sudah mendukung penulis hingga karya ilmiah ini dapat

diselesaikan. Terima kasih buat doa yang tidak pernah putus-putusnya kepada penulis,

sehingga kuasa doa selalu menjadi bagian kehidupan penulis selama menempuh studi di

Yogyakarta.

v
Terima kasih kepada seluruh jemaat GKII Sahabat Allah yang telah

memberikan doa dan dukungan kepada penulis, terlebih khusus kepada Pdt. Dr. Janni

Lewi M.Th yang telah memberikan dukungan melalui doa, sumbangsih bagi karya ilmiah

ini, serta memberikan banyak cara pandang kepada penulis bagi kehidupan pelayanan dan

studi penulis. Terima kasih juga kepada semua jemaat GAA di Indonesia yang telah

memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Liva

Rampanganjow yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan

tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada angkatan M.Th ’14 (Pak Tatang, K Jhounlee, K

Alex, K Deysi, Yohana, K Yosafat, K Deni, Yusuf Lempang, K Fika, K Fintje) yang

memberikan support bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

Doa dan harapan penulis kiranya karya tulis ini bisa menjadi berkat bagi

setiap pembaca, khususnya bagi pribadi yang sedang membangun pola hidup yang

bergantung dan beriman sepenuhnya pada Allah. Akhir kata, biarlah segala kemuliaan

hanya bagi Yesus Kristus Tuhan.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PENGUJI

PEMBAKTIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

Bab

I. PENDAHULUAN.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

Latar belakang masalah


Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pentingnya Penelitian
Definisi Istilah
Ruang Lingkup Penelitian
Metode Penelitian Teks
Sistematika Penelitian

II. ANALISIS TEORI SASTRA HIKMAT DAN PROSEDUR

HERMENEUTIKA HIKMAT DALAM KITAB AMSAL . . . . . . . . . . . . . . 13

Bentuk Ucapan
Ucapan Amsal
Ucapan berdasarkan Pengalaman
Ucapan Didaktik
Teori Pembentukan Karakter
Pengertian Hermeneutika
Prosedur-prosedur Hermeneutika Hikmat
Analisis Terjemahan

vii
Analisis Konteks
Analisis Struktur
Amsal Dua-Baris
Amsal Empat-Baris
Pola Perkataan
Analisis Retoris
Kesimpulan Analisis
Kesimpulan Bab

III. ANALISIS TEKS-TEKS HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16. . . . . . . . 39

Analisis teks-teks harta dalam kumpulan Amsal-amsal Salomo (10:1-


22:16)
Pengumpulan harta yang benar
Kejujuran (10:2-3)
Ketekunan (10:4)
Mengelola harta (13:11)
Mewariskan harta kepada anak-anak (13:22)
Keuntungan dari kekayaan
Mendatangkan kenyamanan (10:15)
Memiliki banyak sahabat (19:4)
Didasarkan pada reputasi seseorang (22:1)
Harta berasal dari Allah
Didasarkan pada Berkat Tuhan (10:22)
Takut akan Tuhan (15:16)
Orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan (22:2)
Kesimpulan Bab

IV. SINTESIS TEKS-TEKS HARTA TERKAIT PADA PEMBENTUKAN

KARAKTER MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16 . . . . . . . 122

Teologi Biblika mengenai pembentukan karakter melalui harta dalam


kitab Amsal
Faktor-faktor mengenai pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal
10:1-22:16
Faktor Pencipta
Faktor Pembawaan Seseorang
Faktor Keputusan dan Perbuatan Seseorang
Faktor Lingkungan Sosial
Faktor Tujuan
Kesimpulan Bab

V. PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 137

Kesimpulan

viii
Saran

KEPUSTAKAAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143

ix
BAB I

PENDAHULUAN

Kitab Amsal banyak menguraikan nilai dan sumber hikmat. Kitab ini

memberikan nasihat-nasihat praktis untuk kehidupan sehari-hari.1 Pada umumnya, dasar-

dasar hikmat didapatkan dari pengetahuan-pengetahuan sejati sebagai pemberian dari

Tuhan. Kebenaran-kebenaran ini seringkali bersambung dari tema satu dengan tema yang

lainnya, tanpa hubungan jelas antar konteks dekatnya.2 Oleh sebab itu, studi-studi tematis

patut untuk dipelajari sebagai suatu pendekatan dalam kitab ini, seperti: harta,

persahabatan, disiplin lidah, keluarga, ataupun studi-studi karakter.3 Pendekatan pada

teks ini memberikan pilihan bagi penulis untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan

pembentukan karakter terhadap harta.

Harta banyak dibicarakan hampir seluruh teks-teks Perjanjian Lama dan

Baru. Perjanjian Lama banyak memberikan prinsip-prinsip praktis dalam penggunaan

harta bagi bangsa Israel. Dalam hal ini, Penulis memberikan 3 (tiga) contoh berkaitan

dengan prinsip-prinsip penggunaan harta dalam Perjanjian Lama. Pertama, Pada zaman

Musa bangsa Israel diajarkan oleh Tuhan untuk memberikan hartanya bagi orang-orang

miskin, belas kasihan kepada orang-orang kecil adalah salah satu dari tiga prinsip yang

mendasari hukum Musa seperti: keadilan, kesetiaan dan belas kasihan (Ul. 15:1-10).

1
J.L. Packer, Merril C. Tenney, dan William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac (Malang: Gandum Mas, 2009), 765.
2
Tremper Longman III, Memahami Perjanjian Lama (Malang: Literatur SAAT, 2012), 28.
3
Warren W. Wiersbe, Be Skillful- Old Testament Commentary Proverbs (Colorado: David C.
Cook, 2009), 19.
1
2

Kedua, dalam konteks yang dekat, bangsa Israel juga diajarkan untuk mengembalikan

hartanya kepada Tuhan (Ul. 16:10,16-17). Ketiga, Kitab-kitab sejarah menceritakan

bagaimana bangsa Israel memberikan hartanya bagi pembangunan rumah Allah (1

Tawarikh 29:6-11). Hal inilah yang menunjukkan loyalitas tertinggi bangsa Israel

terhadap pemberian harta kepada Allah. Dari contoh-contoh di atas, beberapa penjelasan

yang berkaitan mengenai harta sangat ditekankan di dalam Perjanjian Lama. Alasan

utamanya adalah prinsip-prinsip moral yang berkaitan dengan Hukum Taurat telah

mengatur pengalaman-pengalaman kehidupan bagi bangsa Israel dan masyarakat umum.4

Teks-teks Perjanjian Baru menjelaskan prinsip-prinsip yang penting mengenai

harta. Hal ini dapat diperhatikan ketika Yesus, Rasul Paulus dan Yohanes memberikan

prinsip-prinsip harta bagi orang-orang percaya. Pada zaman kehidupan Yesus, Ia

menegur seseorang yang bertanya mengenai warisan karena ketamakannya (Luk. 12:13-

21). Kecintaan terhadap harta merupakan salah satu hal yang ditegur oleh Yesus kepada

orang kaya tersebut. Dalam 1 Timotius 6:10, Rasul Paulus memberikan perintah kepada

Timotius berkenaan dengan orang-orang kaya, agar mencukupkan diri dengan hartanya.

Rasul Paulus menempatkan keserakahan dan rasa cukup sebagai sesuatu yang

bertententangan satu sama lain.5 Sedangkan, Rasul Yohanes mengajarkan kepada orang-

orang percaya untuk bermurah hati atas harta milik yang diberikan oleh Tuhan (1 Yoh.

3:17). Harta benda tidak lepas dalam kehidupan manusia, Perjanjian Lama dan Baru telah

memberikan cara pandang dan pengelolaan yang baik mengenai harta.

Pada masa kini, hal-hal yang berkaitan mengenai harta menjadi bahan

pembicaraan oleh masyarakat umum. Harta biasanya dipandang sebagai kekayaan yang

dimiliki seseorang atas beberapa barang-barang tertentu, seperti: mobil, uang, rumah,
4
Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament (Malang: Gandum Mas, 2005), 75.
5
John Stott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2005), 329.
3

tanah, dan lain-lain.6 Oleh sebab itu, harta selalu diartikan sebagai penilaian dari

kekayaan seseorang. Masyarakat luas telah berpandangan bahwa lebih baik

mempraktekan dan mempromosikan belanja dibandingkan menabung dan pengembangan

pribadi.7 Randy Alcorn berkata,

Harta telah membelenggu mereka, membelenggu keberanian, mencekik iman,


menghambat penilaian dan memberangus jiwa. Mereka menganggap diri pemilik
padahal justru mereka yang dimiliki dan diperbudak oleh harta mereka; mereka
bukan tuan atas uang mereka, tetapi budak.8

Masalah-masalah budaya masa kini mengakibatkan kesalahpahaman masyarakat terhadap

kekayaan ataupun harta yang dimilikinya.

Dalam konteks inilah, penulis ingin menganalisa teks-teks harta dalam kitab

Amsal 10:1-22:216. Dengan kata lain, penyelidikan pada teks-teks tersebut dapat

menemukan pandangan-pandangan biblika dan faktor-faktor tentang pembentukan

karakter terhadap harta.

Latar Belakang Masalah

Analisa teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16 memberikan penekanan yang

khas pada hubungan antar-pribadi maupun hubungan kemasyarakatan. Kitab ini dapat

membangun Teologi yang luas mengenai prinsip-prinsip harta. Pendekatan-pendekatan

secara eksegesis patut menjadi cara utama dalam mencari prinsip-prinsip harta. Jika

seorang penafsir memiliki pendekatan-pendekatan dan prosedur-prosedur penafsiran

6
Harta, Pengertian Harta, Utang dan Modal, http://akutansi-id.com/44-pengertian-harta-
utang-dan-modal.com/2013/html; diakses pada tanggal 3 September 2015.
7
Masalah-masalah utama dalam kehidupan masyarakat yaitu Hedonisme, utilitarianisme, dan
konsumerisme. D. A. Carson, dan Jhon D. Woodbridge, peny., J. I Packer, God and Culture (Surabaya:
Momentum, 2002), 435.
8
Ibid, 443.
4

berbeda bagi kitab ini, maka pendekatan-pendekatan analisis kitab-kitab hikmat dapat

memberikan penyalagunaan eksegesis yang tidak tepat.9

Itulah sebabnya, ada beberapa pertimbangan utama yang melatar belakangi

mengapa subjek penelitian mengenai teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16 perlu

dianalisis secara lebih mendalam. Pertama, para penafsir cenderung mengambil kata-kata

harta keluar dari konteks dan keliru menerapkannya di dalam gaya harafiah. Penulis

memberikan contoh dalam Amsal 10:22 (mengenai Allah memberkati semua orang

percaya dengan kekayaan). Teks ini seringkali ditafsirkan sebagai penyertaan Allah yang

memberkati orang-orang percaya secara materi.10 Namun secara realitasnya, konteks dari

teks ini membicarakan hal-hal kontras antara orang benar dan orang fasik dalam pasal 10.

Penafsir sering kali tidak memperhatikan bagian-bagian lain yang membahas mengenai

orang-orang miskin dalam perlindungan Allah (Ams. 17:5-18:23).11 Hal ini sangat

berlaku terhadap teks-teks yang lain terhadap pembahasan prinsip-prinsip harta dalam

kitab Amsal. Oleh sebab itu, penulis diharapkan dapat menemukan pendekatan-

pendekatan eksegesis yang tepat terhadap sastra-sastra hikmat dalam kitab Amsal. Serta,

memperhatikan konteks-konteks pasal dan kitab dalam penelitian subjek ini. Prosedur-

prosedur yang tepat akan memberikan maksud asli dari beberapa teks sebelum

menerapkannya pada situasi modern saat ini.

Kedua, masih minimnya literatur dalam bahasa Indonesia yang meneliti

subjek ini secara mendalam, terlebih khusus yang membahas tentang faktor-faktor

pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal. Jika ditelusuri, hanya ada

9
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat
(Malang: Gandum Mas, 2011), 205.
10
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), 285.
11
Ibid.
5

beberapa buku saja yang memiliki kaitan dengan pokok ini. Di antaranya, karya Gene

Getz, Pendalaman Alkitab Tentang Uang Harta dan Harta Milik (Bandung: Kalam

Hidup, 2008). Dari semua literatur yang berbahasa Indonesia yang tersedia saat ini, buku

ini yang paling baik dan komprehensif dalam membahas prinsip-prinsip harta dalam

Alkitab. Namun, tidak sama sekali mengkaji teks-teks harta dalam kitab Amsal.

Pendekatan dari buku ini difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan pada teks-teks uang

dan harta dalam perspektif Perjanjian Baru, seperti: prinsip-prinsip dari pengajaran

Yesus, prinsip-prinsip dari gereja yang mula-mula pergi ke Yerusalem dan Yudea,

prinsip-prinsip dari surat-surat penjara, dan prinsip-prinsip dari surat-surat

penggembalaan.12

Buku lainnya adalah karya Randy Alcorn, Prinsip Harta (Yogyakarta:

Yayasan Gloria, 2013). Buku ini memberikan pendekatan-pendekatan terhadap cara atau

persepsi dalam memberi harta. Namun, hanya memberikan analisis-analisis harta dalam

pengajaran Yesus dan kitab-kitab Injil. Analisis terhadap harta dalam kitab Amsal jarang

ditemukan dalam buku ini.

Buku populer lainnya adalah karya Frank Martin, 99 Cara Meningkatkan

Penghasilan Anda (Jakarta: Penerbit Adonai, 2009). Pendekatan dalam buku ini

menerapkan hal-hal teknis terhadap cara-cara biblika untuk memperoleh harta. Dalam

buku ini, Martin tidak membahas sedikitpun analisis-analisis dan faktor-faktor

pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal, hanya membahas jalan keluar

dan penerapan rohani bagi orang-orang percaya yang memperoleh harta.

Buku terakhir adalah karya Jimmy Tjandra, 7 Prinsip sukses Bisnis mengelola

usaha secara Alkitabiah & Profesional (Yogyakarta: Andi Offset, 2008). Buku ini hanya

12
Gene Getz, Pendalaman Alkitab Uang Harta dan Harta Milik (Bandung: Kalam Hidup,
2008), 9-11.
6

difokuskan untuk mengkaji prinsip-prinsip Alkitab dan prinsip-prinsip umum dalam

mengelola usaha (uang, harta dan waktu). Tjandra sama sekali tidak membahas analisis-

analisis harta dalam kitab Amsal.

Ketiga, alasan penulis untuk membahas studi analisis tentang Harta dalam

kitab Amsal 10:1-22:16, agar dapat menemukan faktor-faktor yang berkaitan dengan

pembentukan karakter melalui harta. Hal ini dijadikan sebagai nilai praktis atau

sumbangsih dalam konteks Kekristenan yang didasarkan pada Alkitab (secara khusus

kitab Amsal), sehingga dapat menemukan penerapannya bagi masa kini.

Rumusan Masalah

Adapun satu rumusan masalah induk dalam karya ilmiah ini, yaitu: apa yang

menjadi dasar-dasar pembentukan karakter terhadap teks-teks harta dalam Amsal 10:1-

22:16? Dalam melakukan analisis yang tepat dan terarah terhadap teks-teks harta dalam

Amsal 10:1-22:16, maka ada beberapa pertanyaan riset yang disusun dalam karya ilmiah

ini. Pertama, apa yang menjadi dasar-dasar bentuk sastra hikmat dan prosedur-prosedur

hermeneutika dalam Amsal 10:1-22:16? Kedua, bagaimana cara pendekatan hermeneutik

hikmat dalam menganalisa teks-teks harta Amsal 10:1-22:16? Ketiga, apa yang menjadi

dasar teologi biblika dan faktor-faktor pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal

10:1-22:16?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah, maka tujuan spesifik yang

hendak dicapai dalam karya ilmiah ini adalah mendapatkan hasil dari “analisa-analisa dan

faktor-faktor dari pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16.”


7

Sehingga, Analisis terhadap subjek ini menghasilkan pilihan ataupun keputusan yang

hendak dilakukan oleh pembaca dan penulis dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya Penelitian

Adapun kepentingan penulisan dari karya ilmiah ini yang menjadi alasan

utama mengapa hal ini perlu diteliti. Pertama, Penulis akan menyatakan pentingnya

pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16. Kepentingan ini akan

dijelaskan berupa tanggapan, tujuan, sifat-sifat bijak, dan penilaian seseorang terhadap

harta dalam bagian yang diteliti dalam karya ilmiah ini. Serta, dapat menemukan

beberapa faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta.

Kedua, karya ilmiah ini dipentingkan untuk menjawab latar belakang masalah

yang terjadi pada teks. Kekeliruan penafsir dalam mengambil ucapan-ucapan harta dari

konteks/gaya harfiah dapat menemukan pendekatan-pendekatan eksegesis yang salah

pada Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu, penulis diharapkan dapat memakai teori sastra

hikmat yang tepat dan analisa-analisa prosedur yang benar dalam mengeksegesis Amsal

10:1-22:16.

Definisi Istilah

Untuk menghindari potensi pemahaman yang keliru terhadap maksud

sesungguhnnya dari penggunaan berbagai istilah dalam karya ilmiah ini, maka

pendefinisian terhadap istilah-istilah tertentu dipandang sangat penting. karenanya, di

bawah ini akan dijelaskan beberapa istilah.

Pertama, istilah harta. Harta diartikan sebagai “sesuatu yang dianggap sebagai

kekayaan, barang-barang yang dimiliki.”13 Kedua, istilah Sintesis. Sintesis dapat

diartikan sebagai paduan pengertian atau hal supaya semuanya merupakan kesatuan yang

13
R. Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma
Publishing Group, 2006), 204.
8

selaras.14 Ketiga, istilah sastra hikmat. Sastra Hikmat adalah salah satu dari genre dari

Alkitab yang ditempatkan dalam kitab Ayub, Amsal, dan Pengkhotbah. Bahkan

ditambahkan dengan kitab-kitab Apokrifa Sirakh dan kebijaksanaan Salomo.15 Sastra ini

biasanya didefinisikan sebagai “penggunaan praktis dari pengetahuan yang Allah

berikan.”16

Ruang Lingkup Penelitian

Ada 3 (tiga) hal yang menjadi ruang lingkup penelitian dalam karya ilmiah

ini. Pertama, pembahasan penelitian ini hanya dibatasi pada pasal 10:1-22:16. Amsal ini

terdiri dari kumpulan pertama amsal-amsal Salomo (10:1-22:16). Sedangkan kumpulan

pertama dan kedua amsal-amsal orang bijak (22:17-24:34) dan kumpulan kedua amsal-

amsal Salomo oleh pegawai-pegawai Hizkiah (25:1-29:27) bukan menjadi pusat dari

penelitian ini.17 Selain itu, Amsal 1-9 dan 30-31 bukan merupakan obyek dari penelitian

teks pada karya ilmiah ini. Perbedaannya adalah Amsal 1-9 memberikan penyajian yang

panjang, tema-tema umum dalam hikmat dan keahlian kepengarangan yang baik,

sedangkan 10-29 adalah satu kumpulan perkataan yang singkat dan tidak memiliki

penepatan editorial.18 Oleh sebab itu, Amsal 1-9 memiliki pendekatan ataupun prosedur

hermeneutika yang sedikit berbeda dibandingkan Amsal 10-29.

14
Ibid, 548.
15
Osborne, Spiral Hermeneutika, 283.
16
Ibid.
17
C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2003),
233-238.
18
Duane A. Garrett, Proverbs, Ecclesiastes, Song Of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 28.
9

Amsal 30 adalah jenis sastra hikmat yang berbentuk perkataan bilangan (ay.

7-9, 15b-16, 18-19, 21-23, 24-28, 29-31).19 Amsal 31 adalah syair akrostik yang memuji

istri yang saleh. Teks ini dipandang sebagai studi kasus dari akhir kitab Amsal.20 Hal

inilah yang membuat beberapa perbedaan antara Amsal 10-29 dan Amsal 30-31.

Kedua, penulis memfokuskan pada kata-kata harta yang dijelaskan dalam

bahasa Ibrani, seperti: kata rc'Aa “otsar” diartikan harta dan perbekalan, kata !Ah

“hon” diartikan harta, ketersediaan dan kecukupan, kata ryvi[' “±¹shîr” diarikan kaya,

orang kaya dan kata rv,[oå “±œsher” diartikan harta dan kekayaan.21 Kata-kata ini akan

dianalisa oleh penulis dalam Amsal 10:1-22:16, sehingga mendapatkan nilai-nilai sintesis

dalam pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu, penulis hanya memilih 10

(sepuluh) amsal yang tercangkup Amsal 10:1-22:16 untuk mengeksegesis teks-teks harta

mengenai pembentukan karakter melalui harta. Teks-teks lain (berkaitan dengan teks-teks

harta) tidak diikutsertakan dalam eksegesis pembentukan karakter terhadap harta karena

telah menjelaskan hal-hal yang serupa dengan 10 (sepuluh) amsal tersebut. 10 (sepuluh)

amsal ini terdiri dari, kejujuran (10:2-3), ketekunan (10:4), mengelola harta (13:11),

mewariskan harta kepada anak-anak (13:22), mendatangkan kenyamanan (10:15),

memiliki banyak sahabat (19:4), didasarkan pada reputasi seseorang (22:1), didasarkan

pada berkat Tuhan (10:22), Takut akan Tuhan (15:16), dan orang kaya dan miskin berasal

dari Tuhan (22:2).

19
Ibid, 33.
20
Andrew E. Hill, Jhon H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2008),
471.
21
Kata rc'Aa “harta dan perbekalan,” kata !Ah “harta, ketersediaan dan kecukupan,” kata
ryvi[' “kaya dan orang kaya dan kata rv,[oå “harta dan kekayaan” merupakan kata-kata yang bersinonim.
Bible Works NT (BNT), ver. 7.0, Software: Bible works for Windows. CD-ROM. Kata-kata di atas juga
diusulkan oleh R. N. Whybray dalam menganalisis teks-teks harta dalam pasal 10-22 dan pasal 25-29. R.
N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs (Sheffield: JSOT Press, 1990), 11.
10

Ketiga, penulis akan memakai beberapa sumber literatur yang berhubungan

dengan materi ini, seperti: Alkitab, buku tafsiran “Commentary book,” buku teologi,

diktat teologi, ensiklopedia, kamus teologi dan lain-lain.

Metode Penelitian Teks

Dalam karya ilmiah ini, penulis akan menggunakan kajian kualitatif dengan

pendekatan hermeneutika hikmat22 yang terdiri dari beberapa prosedur ataupun metode-

metode yang dipakai untuk menjelaskan subjek yang diteliti. Prosedur Hermeneutika

hikmat memakai analisis terjemahan, analisis konteks, analisis struktur dan analisis

retoris. Semua prosedur di atas akan diterapkan terhadap semua teks yang diteliti dalam

karya ilmiah ini.

Dalam menganalisa teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16, penulis akan

menggunakan saran dari William W. Klein terkait menafsirkan teks-teks hikmat.

Pertama, penafsir diharapkan dapat mengekspresikan suatu kebenaran berdasarkan hasil

pengamatan pada kebanyakan kasus yang ada.23 Hal ini harus berhubungan dengan

konteks asli dan konteks yang ingin ditemukan dalam pembentukan karakter terhadap

harta pada Amsal 10:1-22:16. Kedua, penafsir harus menghindari penafsiran secara

deduktif atau menafsirkan berdasarkan standar dari keinginan dunia saat ini. Ketiga,

penafsir diharapkan dapat memahami sifat-sifat dari bentuk sastra hikmat, seperti:

paralelisme, metafora, permainan kata dan fitur-fitur lainnya.24

22
Dalam menganalisa Kitab Suci, para pakar mengelompokkkan ragam sastra dalam Alkitab
(contoh-contoh genre sastra, seperti: Hukum, narasi, puisi, hikmat, Injil-injil, wacana logis, dan nubuatan),
yang mana masing-masing genre sastra memiliki prosedur analisisnya tersendiri. Roy B. Zuck,
Hermeneutik: Basic Bible Interpretation (Malang: Gandum Mas, 2014), 137-145.
23
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2 (Malang: Literatur SAAT, 2013), 316.
24
Ibid, 317.
11

Sistematika Penelitian

Semua data akan disusun dan diperoleh secara sistematis yang memudahkan

pembaca untuk dapat mengerti dan memahami karya ilmiah ini. Secara keseluruhan Tesis

ini terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab memiliki sub-sub bagian yang

menjelaskan unsur-unsur bab yang lebih terperinci.

Bab pertama yaitu pendahuluan. Isi dari pendahuluan ini menjelaskan

beberapa bagian penting yaitu, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, pentingnya penelitian, definisi istilah, ruang lingkup penelitian, metode

penelitian teks dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berfokus untuk menjelaskan beberapa bentuk-bentuk sastra

hikmat. Pada bagian ini ada bentuk kesusasteraan hikmat yang digunakan dalam

menafsirkan kitab Amsal, yaitu: bentuk ucapan yang terdiri dari: ucapan Amsal, ucapan

berdasarkan pengalaman dan ucapan didaktik. Serta, penulis memaparkan definisi dari

teori pembentukan karakter sebagai prosedur dalam menemukan faktor-faktor dari

bentuk-bentuk karakter terhadap harta. Selain itu, bab ini akan menjelaskan beberapa

prosedur-prosedur hermeneutika hikmat dalam menafsirkan teks-teks harta dalam Amsal

10:1-22:16. Prosedur tersebut terdiri dari: analisis terjemahan, analisis konteks, analisis

struktur (Amsal dua-baris, Amsal empat-baris, pola perkataan) dan analisis pelengkap

retoris.

Bab ketiga, berfokus untuk menganalisis teks-teks harta dalam Amsal 10:1-

22:16 yang merupakan kumpulan amsal-amsal Salomo pertama. Penulis akan

memberikan beberapa subtopik yang dijadikan sebagai pembahasan dalam pembentukan

karakter pada amsal 10:1-22:16, seperti: pengumpulan harta yang benar, keuntungan dari

kekayaan, harta yang berasal dari Allah. Serta, memberikan kesimpulan sementara
12

mengenai penemuan faktor-faktor pembentukan karakter terhadap harta sesuai dengan

analisis teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16.

Bab keempat, berfokus untuk memberikan sintesis mengenai pembentukan

karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16. Pembentukan karakter tersebut akan

didasarkan kepada pandangan teologi biblika menurut kitab Amsal dan tanggapan

terhadap beberapa faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal

10:1-22:16.

Bab kelima, penulis akan berfokus untuk memberikan beberapa kesimpulan

dan saran secara menyeluruh tentang pandangan biblika mengenai teks-teks harta dalam

kitab Amsal, serta faktor-faktor yang ditemukan mengenai pembentukan karakter melalui

harta dalam Amsal 10:1-22:16.


BAB II

ANALISIS SASTRA HIKMAT DAN PROSEDUR HERMENEUTIKA HIKMAT

DALAM KITAB AMSAL

Bagian ini terfokus untuk menjelaskan tentang bentuk-bentuk sastra hikmat

dan prosedur-prosedur hermeneutika hikmat yang dipakai dalam membahas pembentukan

karakter terhadap harta pada Amsal 10:1-22:16. Di bawah ini akan juga dijelaskan teori

pembentukan karakter yang akan dipakai oleh penulis sebagai pendekatan literatur

hikmat untuk membahas teks-teks harta pada Amsal 10:1-22:16.

Pada bagian yang lain, penulis akan memberikan penjelasan mengenai

prosedur-prosedur hermeneutika yang akan dipakai sebagai alat bantu untuk menafsirkan

kajian ini. Kajian-kajian tersebut diawali dengan pengertian hermeneutik dan prosedur-

prosedur hermeneutika hikmat yang dimaksud.

Bentuk Ucapan

Ucapan adalah suatu kalimat yang mengekspresikan suasana hati dan biasanya

didasarkan pada pengalaman seseorang.1 Ucapan seringkali bersifat lokal, terhubung

pada suatu latar khusus dalam kehidupan umat (seperti dalam Kej. 35:17 dan 1 Sam.

4:20) dan tujuannya adalah didaktik.2 Dalam hal ini, Penulis memilih 3 (tiga) macam

ucapan yang selayaknya akan dibahas dalam bagian-bagian dari bentuk sastra ini, seperti:
1
Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co,
1983), 4.
2
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), 290.
13
14

ucapan amsal, ucapan berdasarkan pengalaman dan ucapan didaktik.3 Sehingga

memperjelas maksud dalam bentuk dari sastra hikmat dalam menganalisa pembentukan

karakter dari Amsal 10:1-22:16.

Ucapan Amsal

Bentuk hikmat yang sangat mendasar adalah lv'm' “m¹š¹l” yaitu amsal.4

Suatu amsal dapat dijelaskan sebagai pernyataan singkat mengenai kebenaran yang dapat

diterima secara umum dan diformulasikan dalam beberapa rupa, sehingga dapat diingat

oleh pembacanya.5 Ucapan Amsal memberikan suatu pernyataan kebenaran yang ringkas

melalui pembelajaran dari pengalaman manusia.6 Ucapan ini dibangun dari pernyataan

kebenaran dan pengajaran terhadap etika, serta memberikan suatu pengamatan dalam

menggambarkan perilaku manusia. Pernyataan-pernyataan dalam ucapan amsal dapat

memaparkan suatu kebenaran-kebenaran moral yang membentuk suatu karakter dari

perilaku seseorang tanpa secara eksplisit memberikan evaluasi moral.7 Misalnya dalam

3
Adapun beberapa perbedaan pandangan antara Roland E. Murphy dan Grant R. Osborne
mengenai kategori-kategori dasar dari bentuk ucapan. Bagi Grant R. Osborne, bentuk ucapan hanya terdiri
dari ucapan yang berdasarkan pada pengalaman dan ucapan didaktik. Ia memilih ucapan amsal dibahas
secara terpisah kerena bagian tersebut sangat mendasar (umum) dalam sastra hikmat. Sedangkan, ucapan
sendiri bukan suatu bentuk yang bisa dikatakan sudah berkembang dan belum mencapai tingkat
perkembangan seperti ucapan amsal. Namun, Roland E. Murphy memberikan aspek-aspek dasar dalam
literatur hikmat. Kekhasan dari literatur ini dijelaskan dalam bentuk ucapan yang menunjukkan keadaan
hati seseorang , baik dalam bentuk pengajaran ataupun terlihat dalam kehidupan pengalaman seseorang.
Bagian ini sangat diperhatikan dalam ucapan amsal, ucapan didaktik dan ucapan yang berdasarkan
pengalaman. Roland E. Murphy, The Wisdom Literature, 4-5. Ibid. 290-291.
4
Kata yang dipergunakan untuk menunjuk isi kitab adalah m¹š¹l, biasanya diterjemahkan
“Amsal.” Walaupun para sarjana memperdebatkan akar kata tersebut, pendapat umum menyatakan bahwa
kata tersebut berasal dari kata kerja m¹š¹l, “mewakili, mirip.” C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam
Perjanjian Lama (Bandung: Gandum Mas, 2003), 203.
5
Ibid, 289.
6
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2 (Malang: Literatur SAAT, 2013), 312.
7
Duane A. Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological
Exposition of Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 6.
15

Amsal. 13:7, “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula

yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak.” Ayat ini memang tidak secara tegas

memberikan evaluasi moral, karena paparan dari amsal tersebut merupakan suatu

gambaran yang terjadi dalam kehidupan manusia. Walaupun bukan evaluasi moral, para

pembaca tetap diundang (secara tersirat) untuk mengevaluasi dan memilih mana yang

lebih baik sebagai penerapan moral bagi pembentukan karakternya. Oleh sebab itu,

Pelajaran tersirat dalam contoh ini memberikan pengakuan atas fakta seseorang yang

berhak menerima nasihat-nasihat ataupun teguran-teguran dalam kehidupan pribadi

seseorang.8

Secara intrinsik ada beberapa amsal yang dinyatakan sesuai dengan bentuk-

bentuknya yang beranekaragam. Grant Osborne mengatakan bahwa,

Hal yang paling penting adalah kita tidak boleh melihat suatu pernyataan amsal
lebih dari yang dinyatakan dalam pernyataan tersebut. sesuai dengan naturnya,
mereka adalah pernyataan-pernyataan umum, dimaksudkan untuk memberikan
nasihat ketimbang untuk mendirikan aturan-aturan yang kaku yang melaluinya
Allah bekerja.9

Pernyataan-pernyataan yang ditulis oleh penulis amsal memiliki karakteristik penulisan

dalam bentuk-bentuk paralelismenya sendiri, seperti: Amsal sinonimi, antitesis, simbolis,

perbandingan dan sintesis. Pada umumnya amsal ditulis memakai pola distich (sepasang

baris puisi), dimana jenis-jenis paralelisme ini menjelaskan dengan mengulangi,

mengilustrasikan, atau melengkapi gagasan dalam baris kedua. Oleh sebab itu, prosedur

heremeneutika hikmat ini akan dijelaskan dalam analisis struktur yang meliputi dari

beberapa paralelisme.

8
Osborne, Spiral Hermeneutika, 290.
9
Ibid.
16

Ucapan Berdasarkan Pengalaman

Berbeda dengan ucapan Amsal, ucapan berdasarkan pada pengalaman sehari-

hari menyajikan bebepara aspek terhadap suatu realita ataupun situasi-situasi aktual.

Ucapan ini menjelaskan “suatu cara untuk mendapatkannya” dan menarik suatu

kesimpulan bagi para pendengar/pembaca.10 Serta, memberikan suatu pengamatan tetapi

bukan merupakan aturan-aturan yang terlalu baku.

Adapun 2 (dua) contoh mengenai ucapan pengalaman ini. Pertama, dalam

Amsal 11:24 “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat

secara luar biasa, namun selalu berkurangan,” teks ini tidak memberikan suatu nasihat

namun hanya menyatakan apa yang adakalanya terjadi. Hikmat dari ayat di atas

menyampaikan makna tersirat dari pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan realita

sekitar.11 Dalam contoh ini, pembaca yang cerdas mengerti bahwa orang yang

“menyebar” harta (dengan arti memberi dan meminjam dengan murah hati kepada orang

yang membutuhkannya) akan beruntung, padahal orang yang „menghemat‟ (dengan arti

kikir atau atak acuh terhadap orang yang berkekurangan) secara ironis akan mengalami

kekurangan. Kedua, dalam Amsal 17:28, “Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia

berdiam diri dan disangka berpengertian kalau Ia mengatupkan bibirnya,” teks ini

melukiskan apa yang terjadi namun bukanlah suatu aturan umum.12 Oleh sebab itu,

konteks dari kumpulan Amsal akan meminjam suatu ajaran kepada ucapan-ucapan

pengalaman yang pada mulanya telah diamati sebelumnya, sehingga menjadi suatu nilai

dari kebiasaan seseorang ataupun masyarakat tertentu.13

10
Murphy, The Wisdom Literature, 4.
11
Ibid.
12
Osborne, Spiral Hermeneutika, 291.
13
Murphy, The Wisdom Literature, 5.
17

Ucapan Didaktik

Didaktik adalah ucapan yang menjelaskan perilaku manusia dengan tujuan

pengajaran etika, serta memberikan ketegasan dengan mengevaluasi prinsip-prinsip

moral.14 Seringkali, ucapan ini melampaui suatu pernyataan-pernyataan realita yang ada.

Pernyataan-pernyataan didaktik lebih memberikan karakteristik khusus terhadap suatu

tindakan atau sikap seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Bahkan

menurut Roland E. Murphy, beberapa nilai dapat diberikan dan dilakukan melalui cara-

cara yang diajarkan oleh penulis Amsal.15

Seringkali ucapan-ucapan pengajaran ini dikumpulkan ke dalam suatu

pembahasan umum ataupun perintah atas suatu topik yang begitu panjang (Ams. 1-9).

Namun, pada bagian teks yang akan dianalisa oleh penulis dalam Amsal 10:1-22:16,

ucapan didaktik memberikan ciri-ciri analisis pola yang begitu umum dalam Amsal 10:1-

22:16. Ciri-ciri ini biasanya digolongkan dengan hadirnya kata ibrani bAjª ‰ôb yang

berarti “lebih baik.”16 Seperti dalam Amsal 21:19, Stich (baris) A: lebih baik tinggal di

padang gurun, konjungsi: daripada Stich (baris) B: tinggal dengan perempuan yang suka

bertengkar dan pemarah.

Stich A adalah amsal didaktik yang “lebih baik” dibandingkan stich B.17 Stich

A dan B sebagai sepasang yang memberikan sisi pengajaran-pengajaran etis bagi

kehidupan manusia. Ketika Stich A (keadaan yang tidak nyaman dalam contoh ini)

14
Garrett, The New American Commentary, 11.
15
Murphy, The Wisdom Literature, 5.
16
Garrett, The New American Commentary, 11.
17
Secara teknis, istilah yang dipakai bagi puisi memiliki satu baris tunggal adalah stich
(diungkapkan “stick”). Dua baris parallel yang membentuk satu unit yang dikenal diantara para sarjana
sebagai couplet (bait) atau distich. Tiga garis parallel membentuk sebuah tristich. Oleh sebab itu, baris
pertama dari sebuah tristich adalah “A” dan dua baris berikut yang mengikutinya berturut-turut adalah “B”
dan “C.” Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 138.
18

dibandingkan dengan stich B sebagai hal yang jauh lebih tidak nyaman, maka patutlah

para pembaca mempertimbangkan dan mengambil nilai-nilai moral dari bentuk

pengajaran amsal ini. Oleh sebab itu, ciri-ciri ini memberikan suatu penjelasan terhadap

analisis teks baik memperhatikan pola-pola ataupun bentuk-bentuk paralelisme dalam

ucapan didaktik.

Teori Pembentukan Karakter

Kitab hikmat memiliki beranekaragam pendekatan-pendekatan eksegesis.

Banyak para penafsir memandang bahwa kitab hikmat memakai karakter-karakter

anthropocentric yang berisikan kata-kata bijak bagi kehidupan manusia.18 Kitab ini

memberikan suatu refleksi yang berdasarkan pengalaman dan pengajaran kepada

manusia. Dari sisi lain, Robert L. Alden mengatakan bahwa kitab hikmat banyak

mencatat bagian-bagian yang memfokuskan pada theocentric, dimana manusia

mendapatkan hikmat berdasarkan pada ajaran-ajaran dari pada Tuhan.19 Hal inilah yang

memberikan catatan baik dalam kitab hikmat. Dalam pengkajian teks, Penulis sangat

disarankan untuk memberikan suatu cara berpikir secara teratur dalam menganalisa

bagian ini. Analisa teks yang dipilih oleh penulis dalam mengkaji Amsal 10:1-22:16

banyak memberikan bagian-bagian anthropocentric yaitu ajaran kehidupan sehari-hari

yang berdasarkan pada pengalaman ataupun ajaran manusia secara umum. Terlebih

18
Hikmat adalah kemampuan untuk membuat pilihan-pilihan yang saleh dalam kehidupan.
Jadi, hikmat mempunyai segi pribadi. hikmat bukanlah sesuatu yang teoritis dan abstrak-melainkan adalah
sesuatu yang hanya ada ketika seorang berpikir dan bertindak menurut kebenaran ketika ia membuat sekian
banyak pilihan yang dituntut oleh kehidupan. Manusia ingin merumuskan jenis-jenis rencana, yaitu
membuat jenis-jenis pilihan, yang akan menolong menghasilkan suatu karakter dalam kehidupannya.
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat (Malang: Gandum
Mas, 2011), 207.
19
Kitab Amsal bersifat sangat teologis karena kitab ini mengajar tentang hikmat, dan dasar
hikmat ialah “takut akan Tuhan” sebagaimana tema besarnya (1:7;2:5;9:10;15:33;19:23). Robert L. Alden,
Tafsiran Praktis Kitab Amsal: Ajaran untuk Memiliki Kehidupan Teratur dan Bahagia (Malang: Literatur
SAAT, 2011), 10.
19

bagian utama yang dibahas adalah pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu,

studi sintesis menjadi pola utama dalam mengumpulkan beberapa sub-material mengenai

pembentukan karakter ini.20

Karakter selalu merujuk pada cara seseorang berinteraksi dengan beberapa

aspek, seperti: manusia, binatang, komunitas dan lain-lain. Pembentukan karakter patut

mengidentifikasi ciri-ciri ataupun jangkauannya. Pada umumnya, Karakter didasarkan

pada kehidupan manusia yang membentuk suatu susunan, yaitu: tindakan, pengaruh dan

tanggung jawab. Serta, merefleksikan suatu kecenderungan untuk bertindak, merasakan

dan berpikir pada beberapa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan.21 Oleh karena itu,

pendekatan ini mengarahkan secara rinci pada kualitas moral, sifat-sifat individu dan

peran dalam suatu komunitas.

Etika terhadap karakter merupakan aspek umum yang mengidentifikasikan

nilai-nilai dari kehidupan moral seseorang dan faktor sosial untuk membentuk karakter

seseorang, sehingga dapat dibagikan dan diwujudkan kepada orang lain. Ada 5 (lima)

aspek-aspek dasar karakter yang terdiri dari kehidupan moral pribadi. Aspek-aspek ini

diambil dari literatur William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach the

Wisdom Literature of the Old Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans

Publishing, 1996). Pertama, perception atau dapat disebut sebagai tanggapan. Tanggapan

terhadap etika moral akan melibatkan penghayatan seseorang dan menghubungkanya

kepada peristiwa yang di alami. Dengan demikian, seseorang akan berpengalaman pada

20
Dalam bahasa Yunani, istilah karakter pada awalnya diartikan sebagai “ukiran alat,” istilah
ini telah ada untuk merujuk pada kualitas tertentu yang membedakan seseorang dengan orang yang lain.
William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach to the Wisdom Literature of the Old Testament
(Grand Rapids: Wlliam B. Eerdmans Publishing, 1996), 2.
21
Ibid, 6.
20

keadaan suatu peristiwa dan memperoleh pengertian yang ada di dalamnya.22 Namun,

peran tanggapan dalam mendefinisikan karakter tidak boleh terlalu ditekankan untuk

materi-materi pembelajaran karakter, seperti berhubungan dengan Tuhan, sejarah dan

pola dalam mengambil satu keputusan.23

Kedua, virtue atau sifat-sifat bijak.24 Pengembangan terhadap sifat-sifat bijak

secara tradisional bertujuan untuk membentuk karakter. Sifat-sifat bijak adalah suatu

watak yang mengarahkan pilihan-pilihan seseorang kepada sikap perilakunya (seperti:

sikap kebajikan dan keadilan). Watak ini terdiri dari sikap yang gigih atau “kebiasaan”

yang berasal dari hati dan pikiran yang memberikan satu konsistensi tindakan, sehingga

seseorang akan merasa bahwa pilihannya terhadap sikap-sikap bijak tersebut menjadi

gaya hidup yang patut untuk dilakukan.25 Dengan kata lain, sifat-sifat bijak yang

ditemukan dalam kitab Amsal 10:1-22:16 mengumpulkan suatu penemuan percakapan-

percakapan moral yang hendak dilakukan sebagai pembentukan karakter seseorang. Hal

ini perlu diingatkan bahwa kitab Amsal memberikan juga tempat utama dari hikmat yang

bijaksana, dimana peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan dapat digunakan oleh

manusia untuk membuat pilihan-pilihan yang bertangggung jawab dalam kehidupan.26

Ketiga, Intention atau tujuan. Tujuan terdiri dari ekspresi karakter yang mana

menunjukkan maksud, arah dan kegunaan untuk menyatakan sisi kehendak karakter

22
Ibid, 7.
23
Ibid, 8.
24
Sifat bijak merupakan suatu kepandaian yang menggunakan akal budinya, kepandaian dan
kecermatan dalam bertindak jika menghadapi suatu kesulitan atau suatu masalah. R. Suyoto Bakir, Sigit
Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma Publishing Group, 2006), 82.
25
Brown, character in Crisis, 9.
26
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik, 210.
21

seseorang.27 Pada dasarnya, tujuan dibangun dari pilihan bebas seseorang dan dasar

pertanggungjawaban etika.28 Tujuan memberikan hubungan antara keputusan dan

tindakan individu atau komunitas, sehingga seseorang memiliki “ketetapan pada

tujuan.”29 Jika pembentukan karakter akan mengarahkan seseorang kepada tujuan-

tujuannya yang hendak dicapai, maka ada proses dan waktu dalam dirinya untuk

mengembangkan karakternya. Ciri khas pembentukan karakter terhadap harta akan

tergantung kepada tujuan seseorang, sehingga ada prinsip-prinsip moral yang hendak

dilakukan.

Keempat, personal judgement atau penilaian seseorang. Kitab Amsal banyak

memakai pribahasa-pribahasa yang diikuti oleh suatu alasan tertentu. Pribahasa-pribahasa

ini memiliki batasan-batasan moral yang hendak ditekankan oleh penulis amsal untuk

diterapkan oleh pembacanya sebagai prinsip-prinsip moral.30 Batasan-batasan moral

tersebut biasanya datang dari dua pribahasa yang berlawanan dalam kitab Amsal.

Contohnya dalam Amsal 26:4, “jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya,

supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia.” Pada ayat selanjutnya

memaparkan hal yang sebaliknya, ayat 5, “jawablah orang bebal menurut kebodohannya,

supaya jangan ia menganggap dirinya bijak. Dengan menetapkan pribahasa ini, kitab

hikmat sepenuhnya mengakui adanya batas-batas moral bagi penilaian seseorang secara

khusus. Seseorang dengan „personal judgement‟ atau penilaian yang matang, harus

mempertimbangkan segi baik dan segi buruk dari penilaiannya, bahkan

27
Brown, character in Crisis, 8.
28
Etika didefinisikan secara sederhana sebagai penyelidikan tentang apa yang baik atau benar
atau luhur dan apa yang buruk atau salah atau jahat dalam kelakukan manusia. etika menaruh perhatian
kepada norma-norma yang membimbing perbuatan manusia dan cita-cita yang membentuk tujuan manusia.
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta: Gunung Mulia,
2002), 16.
29
Brown, Character in Crisis, 8.
30
Ibid, 13.
22

mempertimbangkan apakah seseorang itu harus bertindak atau tidak bertindak, sebelum

orang itu memilih apa yang tepat dalam situasi yang dihadapinya. Menajamkan

kemampuan untuk menilai ialah proses dari pembentukan karakter.

Pada bagian ini, semua ayat tentunya dapat diterapkan. Namun, ada beberapa

ayat dipilih oleh pembaca untuk diterapkan pada situasi-situasi di sekitarnya. Menurut

Malcolm Brownlee, pilihan terhadap prinsip moral tersebut akan menentukan tindakan

seseorang dengan menyesuaikan situasi yang ada.31 Kepentingan personal judgement

atau penilaian seseorang dapat menilai atau mempertimbangkan batasan-batasan moral

dari ayat tersebut untuk dipakai sesuai dengan lingkungan kemasyarakatan.32

Kelima, shaping community atau peran kepada komunitas

keluarga/masyarakat. Identifikasi terakhir dalam pembentukan karakter mengenai harta

dalam Amsal 10:1-22:16 bertujuan untuk memberikan perannya kepada keluarga,

masyarakat atau komunitas tertentu. Osborne berpendapat bahwa,

Orientasi yang praktis merupakan sifat dasar dari pemikiran mengenai hikmat.
Amsal-amsal dan perkataan-perkataan bijak menolong orang-orang muda untuk
mulai mengambil tempat di dalam masyarakat. “Hikmat” dari masa lalu itu
diturunkan kepada orang muda agar tatanan dan peradaban masyarakat dapat
berlanjut dan tidak sirna. Oleh karena itu, ucapan-ucapan yang terkumpul itu
berpusat pada perkataan dan etiket yang tepat.33

Karakter ini membentuk suatu tradisi atau kebiasaan yang akan dilakukan secara terus-

menerus oleh satu kelompok keluarga atau masyarakat dari satu generasi ke generasi

berikutnya.34 Pembentukan karakter mengenai harta akan memberikan norma-norma

dalam masyarakat tertentu.

31
Brownlee, Keputusan Etis, 25.
32
Brown, Character in Crisis, 13.
33
Osborne, Spiral Hermeneutika, 284.
34
Brown, Character in Crisis, 14.
23

Pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16 akan

didasarkan pada kedua teori, yaitu teori ucapan dan teori pembentukan karakter. Teori

ucapan berdasarkan pada ucapan amsal, didaktik dan pengalaman sehari-hari. Hal inilah

yang akan mendeskripsikan penulisan karya ilmiah ini, lebih khusus mendasari beberapa

prosedur dari hermeneutika hikmat. Dari sisi yang lain, hasil dari analisa teks dalam

Amsal 10:1-22:16 akan menghasilkan pembentukan karakter yang terdiri dari: tanggapan,

tujuan, sifat-sifat bijak, penilaian seseorang dan peran kepada masyarakat mengenai

harta. Teori pembentukan karakter ini adalah hasil dari analisa-analisa teks terhadap harta

yang akan membentuk suatu faktor-faktor karakter, dimana prinsip-prinsip pembentukan

harta akan diidentifikasi menurut element-element yang ada di atas.

Pengertian Hermeneutika

Kata “hermeneutika” dalam bahasa Inggris berasal dari kata Yunani yaitu

hermêneneoÒ dan kata benda hermêneia.35 Kata-kata ini dahulu merujuk kepada Hermes,

yaitu dewa pembawa pesan yang kakinya bersayap dalam mitologi Yunani. Hermes

bertanggung jawab untuk mengubah hal-hal yang berada di luar jangkauan pemahaman

manusia menjadi bentuk yang dapat ditangkap oleh intelegensi manusia. Hermes disebut-

sebut sebagai penemu bahasa dan tulisan dan merupakan dewa bahasa dan sastra. Hermes

adalah pembawa pesan atau penerjemah bagi para dewa, dan terutama bagi ayahnya,

yaitu dewa Zeus.

Dengan demikian, kata kerja hermêneneoÒ kemudian mempunyai arti bahwa

seseorang kepada pemahaman tentang sesuatu dalam bahasanya sendiri (disebut

penjelasan) atau dalam bahasa yang lain (disebut terjemahan). Kata menerjemahkan

35
Roy B. Zuck, Hermeneutik: Basic Bible Interpretation (Malang: Gandum Mas, 2014), 18.
24

kadang-kadang digunakan dengan maksud “menjelaskan” dan di waktu yang lain

digunakan dengan maksud “menerjemahkan.”

Hermeneutika, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, diartikan sebagai

suatu ilmu dan seni dalam menafsirkan Alkitab.36 Dari sisi yang lain, hermeneutika dapat

didefinisikan sebagai ilmu (prinsip) dan seni (tugas) dimana makna dari suatu tulisan

alkitab ditentukan. Milton Terry berpendapat bahwa,

Hermeneutik adalah ilmu dan seni. Sebagai ilmu, hermeneutik dengan jelas
menyatakan prinsip-prinsip, menyelidiki aturan-aturan pemikiran dan bahasa, dan
mengelompokkan fakta-fakta serta hasil-hasilnya. Sebagai seni, hermeneutik
mengajarkan penerapan yang semestinya dari prinsip-prinsip ini, dan memastikan
kejelasannya dengan cara memperlihatkan nilai praktisnya dalam menjelaskan
bagian Kitab Suci yang lebih sulit. Dengan demikian seni hermeneutik
mengusahakan dan menegakkan prosedur eksegesis yang tepat.37

Oleh sebab itu, dari pengertian hermeneutika seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa “hermeneutika” yang dimaksud dalam tesis ini adalah “prosedur-

prosedur penyelidikan atau investigasi untuk menjelaskan atau memaparkan” unsur-unsur

pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16 dengan menggunakan

penelusuran yang disistematiskan.

Prosedur-prosedur Hermeneutika Hikmat

Tujuan dasar dari analisis ini untuk menemukan makna dari Amsal 10:1-22:16

mengenai pembentukan karakter terhadap harta, maka prosedur-prosedur atau prinsip-

prinsip yang digunakan dalam menafsirkan teks-teks tersebut tidak dapat dibuat secara

asal-asalan. Sasaran utama dari karya ilmiah ini adalah mengidentifikasikan dan

menjelaskan prosedur-prosedur atau prinsip-prinsip yang diperlukan untuk menemukan

makna pembentukan karakter secara akurat.

36
Ibid.
37
Milton S. Terry, Biblical Hermeneutics (Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1986), 20.
25

Berikut ini adalah prosedur-prosedur hermeneutika hikmat yang penulis

gunakan dalam tesis ini, yang diadopsi dari teori analisis yang disarankan oleh beberapa

ahli, antara lain: Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral: A Comprehensive

Introduction to Biblical Interpretation (Surabaya:Penerbit Momentum, 2012); William

W. Klein, Craig L. Blomberg, dan Robert L Hubbard, Jr., Introduction to Biblical

Interpretation (Malang; Literatur SAAT, 2013); Douglas Stuart dan Gordon D. Fee,

Hermeneutik (Malang: Gandum Mas, 2011); Henry A. Virkler, Karelynne Ayayo,

Hermeneutics: Prinsip-prinsip dan proses Interpretasi Alkitabiah (Yogyakarta: ANDI

Offset, 2007); Roy B. Zuck: Basic Bible Interpretation, peny., Natalia Sutiono (Malang:

Gandum Mas, 2014); Kevin J. Corner dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures

(Malang: Gandum Mas, 2004); Walter C. Kaiser Jr, Toward An Exegetical Theology:

Biblical Exegesis for Preaching & Teaching (Grand Rapids: Baker Books, 2003);

Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang:Gandum Mas, 2009); Milton S.

Terry, Biblical Hermeneutics (Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1986) dan A. A

Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2012).

Analisis Terjemahan

Menurut Robert Alden, sifat dari kitab Amsal memang sangat sulit untuk

dimengerti, karena sifat amsal yang egigramatik (pendek, berisi hikmat, tetapi sering

berparadoks). Ditambah lagi, kitab Amsal mempunyai beberapa kata yang hanya dipakai

satu kali dalam Alkitab dan kata-kata inilah yang biasanya menyebabkan suatu kesulitan

dalam menerjemahkan.38 Oleh sebab itu, Analisis ini sangat mementingkan seseorang

penerjemah yang memastikan bahwa teks Ibrani dapat digunakan sedekat mungkin

38
Alden, Tafsiran Praktis, 12.
26

kepada susunan kata yang asli dan ditulis tangan-tangan penulisnya.39 Suatu hasil

terjemahan akan menciptakan kesan yang baik bagi para pendengar seperti diperoleh dari

naskah aslinya, tentunya tanpa mengubah arti khusus yang hendak disampaikan.

Dalam melakukan terjemahan teks hikmat, maka ada beberapa alat bantu yang

akan dipakai oleh penulis. Dari sumber interlinear Ibrani, penulis akan menggunakan

karya Francis Brown, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs, The Enhanced Brown-Driver-

Briggs Hebrew And English Lexicon (Oxford: Clarendon Press, 1906); William L.

Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament (Grand Rapids:

Eerdmans; Leiden: Brill, 1988); Benjamin Davidson, The Analytical Hebrew And

Chaldee Lexicon (Grand Rapids: Zondervan Publishing, 1993) dan R. Laird Harris,

Theological Wordbook of the Old Testament (Chicago: Moody Press, 1981).

Dari sisi yang lain, penulis akan melakukan studi perbandingan terjemahan

yang terbatas, yakni hanya terhadap kata, frase ataupun kalimat-kalimat tertentu yang

mengandung variasi arti dan mendukung tujuan analisis yang ingin dicapai. Terjemahan

yang dipakai sebagai perbandingan ini antara lain: NET Bible, TNIV, NAB, dan NRSV.

Hal ini mengingat beberapa kesulitan-kesulitan yang ada dalam menerjemahkan kitab

Amsal seperti yang telah dijelaskan di atas.

Analisis Konteks

Dalam menganalisa kitab Amsal, penelitian secara konteks merupakan hal

yang sangat penting terhadap penyelidikan pembentukan harta dalam Amsal 10:1-22:16.

Dengan adanya ilham dalam penulisan Alkitab membuat seorang penafsir perlu

menerima pencerahan. Pengamatan inilah yang membuat seseorang penafsir perlu untuk

menggunakan analisis konteks. Menurut Kevin J. Corner, Analisis konteks merupakan

39
Douglas Stuart dan Gordon D. Fee, Hermeneutik, 29.
27

prinsip yang dengannya penafsiran setiap ayat ditentukan berdasarkan pertimbangan

konteksnya.40 Analisis konteks tidak dapat dipahami tanpa keseluruhan. Hal ini sangat

sesuai dengan pokok eksegesis yang berpendapat bahwa keseluruhan tidak akan mungkin

dipahami tanpa mengetahui arti dari bagian-bagian lainnya.41 Sebuah kata, frase, ataupun

paragraf tidak dapat berdiri sendiri. Arti kata tersebut selalu bergantung kepada kalimat-

kalimat yang ada di sekitarnya.42

Dalam penyelidikan kitab Amsal, kitab ini memiliki ciri khas yang sangat

unik. Amsal tidak menceritakan sebuah cerita atau narasi, namun memberikan prinsip-

prinsip hikmat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, terkadang Amsal 10-31 terletak

secara berdampingan dengan topik-topik yang umum, tetapi seringkali amsal-amsal

tersebut bersambung dari satu topik ke topik yang lain tanpa hubungan jelas

diantaranya.43 Misalnya dalam Amsal 10:1-5, ayat pertama berbicara mengenai anak-

anak bijaksana dan anak-anak bodoh, ayat kedua, berbicara tentang “harta yang diperoleh

dengan kefasikan,” ayat ketiga, mengenai kelaparan, sedangkan ayat keempat dan kelima

mengenai kemalasan. Dalam hal ini, para penafsir sangat diharapkan untuk membaca

konteks dekat untuk melihat jika ada sesuatu yang membahas topik atau subjek yang

sama atau sesuai dengan pembahasan tersebut.44

40
Kata “konteks” berasal dari dua kata latin: “con,” berarti “bersama”; “textus,” berarti
“terjalin”; dan berarti sesuatu yang terjalin bersama. Dalam kesusasteraan kata itu merujuk pada hubungan
pikiran yang ada di sebagian atau keseluruhan dari suatu tulisan. Menyangkut Alkitab, kata itu berarti
hubungan pikiran yang bisa ada di keseluruhan Alkitab, atau di salah satu Kitab Perjanjian, atau di salah
satu kitab dalam Alkitab, atau di suatu bagian tertentu dari Alkitab. Kevin J. Cornner, Ken Malmin,
Interpreting The Scriptures (Malang: Gandum Mas, 2004),105.
41
Ibid, 106.
42
Saparman, Belajar Alkitab: Cara dan Contoh (Yogyakarta: STII Press, 2014), 109.
43
Tremper Longman III, Making Sense of the Old Testament (Malang: Literatur SAAT, 2012),
29.
44
Ibid.
28

Adapun 3 (tiga) hal yang perlu diketahui dalam menafsirkan Amsal 10:1-

22:16 secara kontekstual. Pertama, analisis ini sangat penting dalam pernyataan yang

mungkin sangat banyak disalahgunakan terjemahan dari Amsal. Contohnya dalam Amsal

13:24, “siapa tidak menggunakan tongkat memanjakan anaknya.” Namun, kata

“memanjakan” tidak dapat dijumpai hampir seluruh terjemahan kitab yang ada. Hampir

semua terjemahan, konteks kata yang dipakai dalam bahasa Ibrani dari kitab amsal adalah

“membenci.”45 Kedua, konteks dari kalimat atau frase di atas dapat menambahkan suatu

pernyataan yang menjelaskan. Seperti contoh yang di atas, konteks berhubungan dengan

kalimat selanjutnya, yaitu ayat 24 b “tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada

waktunya.” Pada bagian ini konteks kalimat dalam satu ayat yang sama seringkali

menjadi arti penuh dalam menafsirkan Amsal 13:24. Jadi, konteks antar frase/kalimat

dapat menjadi salah satu dasar dalam menafsirkan ayat tersebut, tergantung dari

pemakaian paralelismenya (seperti: antitesis, sinonimi, perbandingan, dan lain-lain).46

Ketiga, seorang penafsir harus memperhatikan konteks bagian kitab yang

sama dalam Amsal 10-22, dengan menyelidiki hubungan topik atau materi. Seperti

Amsal 13:24, ucapan ayat ini ditempatkan pada konteks yang benar-benar baik dalam

pasal 13, dimana seorang anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (ay.1).47

Konteks dalam kitab Amsal seringkali bukan konteks ayat terdekat, dan bukan konteks

historis, melainkan konteks dari ayat-ayat lain yang mengangkat kesamaan dari satu

tema, misalnya harta.

Dalam menganalisis konteks dalam Amsal 10:1-22:16, maka ada beberapa

sumber yang akan dipakai, yakni: Roland E. Murphy, Word Biblical Commentary-

45
Osborne, Spiral Hermeneutika, 296.
46
Ibid.
47
Ibid.
29

Volume 22- Proverbs (Colombia: Thomas Nelson Publishers, 1998); John W. Miller,

Believers Church Bible Commentary:Proverbs (Scottdale: Herald Press, 2004); Duane

A. Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological Exposition of

Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman

Publishers, 1993), dan Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16

(Jakarta:Gunung Mulia, 2012).

Analisis Struktur

Analisis struktur merupakan bagian penting dalam menafsirkan Amsal 10:1-

22:16. Dalam menganalisis bagian ini, para penafsir akan selalu bertanya “Bagaimana

kata-kata atau kalimat-kalimat dapat saling berhubungan? dan, “di mana kata atau

kalimat itu terdapat pada bagian yang sangat mempengaruhi pengertiannya?” Analisis

Struktur akan selalu berhubungan dengan berbagai pola dan paralelisme, sehingga akan

memberikan penekanan-penekanan dan hubungan-hubungan yang menunjukkan tahap

prioritas dalam makna teks.48

Pola-pola dalam menganalisi literatur hikmat seringkali lebih bersifat

pengulangan dan pengembangan pikiran. Pada dasarnya, literatur ini memakai lebih

banyak pola struktur (yang lebih mencolok) daripada prosa. Pola-pola dalam literatur

hikmat (terlebih khusus kitab Amsal) memberikan kriteria-kriteria utama untuk

menetukan kumpulan materi dari perikop tunggal atau masing-masing ayat yang berdiri

sendiri.49

Ciri-ciri dalam menganalisis struktur ini adalah berusaha untuk mengenali

pola-pola yang terletak dalam kitab Amsal, secara khusus mencari ciri-ciri penting seperti

perkembangan, permulaan yang baru, frase unik, paralelisme, kata-kata penting, dan
48
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2012), 67.
49
Ibid, 35.
30

pola-pola yang berkembang atau berulang.50 Dalam hal ini, penulis akan memaparkan

dua (2) struktur dasar yang biasanya terletak Amsal 10:1-22:16.

Amsal dua-baris

Amsal yang memiliki pola dua baris atau seringkali disebut sebagai distich.

Hal ini terbukti dengan ciri khas penulisan “amsal Salomo” dengan menggunakan amsal

dua-baris (bicolon), yang adalah bentuk dasar dari subgenre Amsal atau mashal.51 Oleh

sebab itu, kitab Amsal jarang menggunakan amsal satu baris (berlarik tunggal) yang

umum, namun seringkali memakai pola dua baris yang mempunyai 5 (lima) paralelisme,

yaitu baris kedua yang menjadi (varian) penjelas dalam ayat tersebut.

Pertama, Amsal yang mengandung arti sinonim, di mana baris kedua

mengulang pengertian dari baris pertama dengan kata-kata yang sedikit berbeda.52

Menurut Duane Garett, Amsal sinonim merupakan sebuah dua pernyataan yang memiliki

satu ide atau konsep, serta memakai keterkaitan kosakata yang simetris.53 Salah satu

contoh dapat diperhatikan dalam Amsal 18:7 “(Stich A) Orang bebal dibinasakan oleh

mulutnya, (Stich B) bibirnya adalah jerat bagi nyawanya.” Pada bagian ini, Stich A dan

Stich B merupakan dua pernyataan yang menjelaskan satu maksud atau ide dalam ayat

tersebut.

Kedua, Amsal yang berbentuk antitesis. Amsal antitesis mengungkapkan

suatu pengertian yang berlawanan antara barisan pertama dan kedua. 54 Bentuk ini

50
Ibid, 36.
51
C. F. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand Rapids:
Eerdmans Publishing, 1950), 7.
52
Tremper Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary- Volume 6: Proverbs-Isaiah (Grand Rapids: Zondervan, 2008), 9.
53
Garrett, Proverbs, 15.
54
Bullock, Kitab-kitab Puisi, 217.
31

menggambarkan sebuah kontras yang begitu mencolok, serta berusaha untuk memuji

perilaku orang-orang bijak dan menampilkan suatu kebodohan sebagai sesuatu yang

harus ditolak.55 Sebagai contohnya dapat diperhatikan dalam Amsal 12:25, “ (Stich A)

Kekhawatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi (Stich B) perkataan yang baik

menggembirakan dia.” Dalam ayat ini, Stich A dan Stich B merupakan hal yang sangat

kontras, konjungsi “tetapi” secara tidak langsung memberi tanda perlawanan terhadap

tanggapan sebelumnya. Dalam penafsiran ini, Amsal yang berbentuk antitesis akan

banyak dijumpai pada Amsal 10-15.56

Ketiga, Amsal yang mengandung arti emblematic atau simbolis. Paralelism

simbolis biasanya digunakan untuk memberikan ilustrasi figuratif yang menjelaskan

kesatuan dalam ayat tersebut.57 Dengan kata lain, paralelisme ini mengulang suatu

gagasan dalam satu baris dengan istilah-istilah kiasan atau simbolis.58 Misalnya dalam

Amsal 10:26, “ (stich A) seperti cuka bagi gigi dan asap bagi mata, (stich B) demikian si

pemalas bagi orang yang menyuruhnya.” Amsal Simbolis memberikan keunikan dalam

menjelaskan maksud atau tujuan dari satu ayat. Secara simbolis, stich A merupakan

ilustrasi yang ingin menjelaskan maksud kalimat dari stich B.

Keempat, Amsal yang berbentuk komparatif atau perbandingan. Paralelisme

ini memberikan perbandingan-perbandingan yang menonjolkan keunggulan dari sifat-

55
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 314.
56
A. A Sitompul, Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
157.
57
Tremper Longman III, David E. Garland, Peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary, 9.
58
J.L. Packer, Merril C. Tenney, dan William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac (Malang: Gandum Mas, 2009), 748.
32

sifat karakter atau moral tertentu atas yang lainya.59 Contohnya dalam Amsal 15:17, “

(stich A) lebih baik sepiring sayur dengan kasih daripada (stich B) lembun tambun

dengan kebencian.” Dalam ayat ini menjelaskan bahwa stich A memiliki keunggulan

karaker atau perilaku dibandingkan stich B yang memberikan sikap perilaku yang tidak

baik. Biasanya paralelisme ini memakai preposisi !mi “min” yang dapat diartikan “dari,”

atau “daripada.”60

Kelima, Amsal yang berbentuk synthetic atau sintesis/perpaduan. Paralelisme

ini mengembangkan pengertian dari baris pertama dalam bentuk yang diperjelas. Baris

kedua hanya melanjutkan gagasan dari baris pertama dan menambahkan keterangan dari

gagasan utama.61 Misalnya dalam Amsal 10:18, “(stich A) Siapa menyembunyikan

kebencian, dusta bibirnya; (stich B) Siapa mengumpat adalah orang bebal.” Pada ayat ini,

stich B mengembangkan maksud atau pengertian dari stich A. Stich A merupakan

gagasan utama yang diperjelaskan kembali dengan pernyataan stich B, sehingga ayat ini

memiliki satu pengertian atau makna, tanpa ada pertentangan ataupun perbandingan.

Amsal empat-baris

Amsal berpola empat baris seringkali memakai istilah quatrains. Pola ini

biasanya memiliki keanekaragaman bentuk struktur, yaitu ABA‟B‟, AA‟BB‟, ABA‟C .62

59
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 313.
60
!mi dapat berfungsi sebagai tanda perbandingan, dibubuhi pada standar yang dipakai untuk
mengukur suatu ciri, atau kepada satu kelompok yang dibanding dengan sesuatu yang lain. Carl A. Reed,
Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
61
John F. Walvoord, Roy B. Zuck, peny. Sid S. Buzzel, The Bible Knowledge Commentary:
An Exposition of the Scriptures (Dallas: Scriptures Press Publications, 1985), 903.
62
Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction to Biblical Rhetoric (Sheffield:
Sheffield Academic Press, 1998), 231-234.
33

Namun, ada juga yang memiliki bentuk kiasmus (ABB‟A‟).63 Contoh pola empat-baris

dapat diperhatikan dalam Amsal 24:5-6, “(Stich A) Orang yang bijak lebih berwibawa

dari pada orang kuat, (Stich A’) juga orang yang berpengetahuan dari pada orang yang

tegap kuat. (Stich B) Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, (Stich

B‟) dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak.” Pada ayat di atas memiliki

pola AA‟BB‟. Pada bagian pertama (AA‟) menjelaskan mengenai sifat-sifat orang yang

bijak, sedangkan bagian kedua (BB‟) menjelaskan mengenai orang bijak yang memiliki

perencanaan dan mendengarkan nasihat. Empat baris di atas sama-sama menjelaskan ciri-

ciri orang yang bijak.

Pembahasan dalam Amsal 10:1-22:16 akan memakai penggunaan dari

berbagai pola dan struktur. Menurut Hassel Bullock, seorang penafsir dapat

memperhatikan keanekaragaman bentuk-bentuk puisi dalam Amsal 10:1-29:27.64 Tabel

dibawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kecirikhasan bentuk

strukur dan pola dalam kumpulan amsal-amsal Salomo.

Bagian Amsal Bentuk-bentuk puisi dalam Amsal 10:1-29:27

Amsal 10:1-22:16 Semua adalah amsal dua-baris, dengan jumlah terbesar berbentuk

antitesis.

Amsal 22:17-24:22 Di sini muncul banyak bentuk paralelisme, walaupun pola empat-

baris lebih mayoritas dibandingkan pola-pola yang lain.

Amsal 24:23-34 Di sini dapat dilihat pola dua-baris dan empat-baris, bersama satu

nyanyian kidung.

63
Kiasmus merupakan sebuah perangkat struktur umum lain yang di dalamnya susunan kata
dari baris parallel ditempatkan dalam urutan terbalik dengan garis sebelumnya (ABB‟A‟). Secara umum,
kiasmus dapat ditemukan hanya dalam teks bahasa Ibrani (band. Ayb. 6:15; Maz. 137:5-6a; Ams. 5:7, 14-
15, 24). Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical Interpretation
2, 158-159.
64
Bullock, Kitab-kitab Puisi, 219.
34

Amsal 25:1-29:27 Di sini sebagian pola dua-baris, dimana bentuk yang menonjol

adalah antitesis dan perbandingan.

Pola Perkataan

Salah satu pendekatan yang menyediakan alat untuk mengungkapkan setiap

makna dalam kitab Amsal adalah “Pola Perkataan/metode ulasan.”65 Pola ini merupakan

karakteristik dari kitab Amsal yang memberikan gaya penulisannya, sehingga para

pembaca dapat mengetahui secara jelas maksud dari penulis Amsal. Salah satu contohnya

dalam Amsal 10:4, “Tangan yang rajin menjadikan kaya.” Para penafsir diharapkan dapat

menemukan/menetapkan topik dan kemudian membuat suatu komentar pada topik dari

Amsal 10:4. Dalam hal ini, suatu sifat karakter (ketekunan) menghasilkan suatu

konsekuensi (kekayaan). Amsal di atas merupakan tipe perkataan karakter-konsekuensi.

Pada paparan pembentukan karakter terhadap harta, Amsal 10:1-22:16 akan mengikuti

beberapa kategori tipe perkataan. Tabel dibawah ini akan memperjelas keanekaragaman

model pola perkataan.

Beberapa Model Pola Perkataan

No Model Perkataan Beberapa Contoh

1 Karakter Konsekuensi Amsal 10:1, 4, 6

2 Karakter Tindakan Amsal 10:12, 23, 32

3 Karakter Evaluasi Amsal 10:1a, 20

4 Tindakan Evaluasi Amsal 29:5

5 Tindakan Konsekuensi Amsal 10:9a, 17

6 Item Evaluasi Amsal 10:15

65
D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting
the Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
35

Untuk menyelidiki analisis struktur, maka akan digunakan beberapa sumber

utama, yaitu: C. F Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand

Rapids:Eerdmans Publishing, 1950); Roland Meynet, Rethorical Analysis: An

Introduction to Biblical Rhetoric (Sheffield: Sheffiled Academic Press, 1998); Tremper

Longman III, David E. Garland, The Expositor’s Bible Commentary: Proverbs-Isaiah

(Grand Rapids: Zondervan, 2008); dan D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking

Old Testament: A Guide Interpreting the Literary Genres of the Old Testament

(Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995).

Analisis Retoris

Menurut Douglas Stuart, “Analisis retoris membantu untuk

mengidentifikasikan suatu ayat ataupun perikop dalam kiasan-kiasan tertentu.”66 Kiasan

adalah perbandingan yang diungkapkan dengan menggunakan kata-kata “seperti” atau

“serupa.”67 Tekanan dari analisis ini terletak pada kesamaan antara dua ide, kelompok,

tindakan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ucapan hikmat dalam kitab Amsal sangat

mudah diingat, karena pernyataan-pernyataan dari kitab ini sangat ringkas dan banyak

makna-makna yang bersifat retoris.68

Dalam penyeledikan ini, Amsal seringkali bersifat hiperbola (yang bersifat

kiasan, menunjuk kepada sesuatu yang melampaui keadaannya sendiri).69 Misalnya dapat

diperhatikan dalam Amsal 23:4-5, “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya…/ kalau

engkau mengamati-amatinya, lenyaplah ia….” Ayat ini merupakan aturan-aturan umum

66
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama, 135.
67
Henry A. Virkler, Karelynne G. Ayayo, Hermeneutik: Prinsip-prinsip dan Proses
Interpretasi Alkitabiah (Yogyakarta: ANDI Offset, 2015), 154.
68
Osbone, Spiral Hermeneutik, 298.
69
Douglas Stuart dan Gordon D. Fee, Hermeneutik, 219.
36

yang berpusat pada suatu perintah dengan janji yang diberikan dengan bahasa

hiperbola.70 Jika penerapan secara literal bertentangan dengan pengalaman manusia pada

umumnya, maka para penafsir disarankan untuk memperhatikan penerapan dari ayat-ayat

tersebut sebagai suatu kiasan, meskipun kata-kata dalam ayat tersebut tetap

mempertahankan makna harafiahnya.71 Jika tidak, maka penerapan dari ayat itu akan

menghilangkan makna kiasan sesungguhnya yang tidak sesuai dengan maksud dari ayat

tersebut. Analisis retoris akan memakai perangkat-perangkat retoris lainnya yang juga

terletak dalam kitab Amsal, seperti: metafora, simile, paradoks, personifikasi dan lain-

lain.72

Untuk membantu penyelidikan ini, maka penulis memakai beberapa literatur,

seperti: J. M. Thompson, The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel (Hague:

Mouton Publishers, 1974); E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand

Rapids: Baker Books, 1981); Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction to

Biblical Rhetoric (Sheffield: Sheffiled Academic Press, 1998) dan Dale Patrick, Allen

Scult, Rhetoric and Biblical Interpretation, JSOTSup 82 (Sheffield: Almond Press,

1990).

Kesimpulan Analisis

Pada akhir proses analisis ayat-ayat hikmat dalam Amsal 10:1-22:16, penulis

akan memberikan kesimpulan analisis dari masing-masing nats yang akan dibahas

terhadap pembentukan karakter yang berkaitan dengan ayat tersebut. Kesimpulan ini

70
Osborne, Spiral Hermeneutik, 298.
71
E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand Rapids: Baker Books, 1981),
725.
72
J. M. Thompson, The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel (Hague: Mouton
Publishers, 1974), 21-23.
37

tentunya akan membantu pembahasan pada bab selanjutnya (keempat) mengenai sintesis

teks-teks harta pada pembentukan karakter dalam Amsal 10:1-22:16. Demikianlah

prosedur-prosedur hermeneutika yang akan diterapkan penulis dalam kajian tesis ini.

Kesimpulan Bab

Pada kesimpulan bab dua ini, penulis memperhatikan bahwa dari semua teori

sastra hikmat yang merupakan subgenre dari sastra ini, Amsal 10:1-22:16 memakai sastra

hikmat ucapan yang terdiri dari Amsal, ucapan didaktik dan ucapan yang berdasarkan

pengalaman. Subgenre ini merupakan ciri khas yang ada dalam Amsal 10:1-22:16, serta

mempengaruhi prosedur-prosedur hermeneutika untuk menafsirkan masing-masing

bagian ayat.

Selain teori ucapan, adapun teori pembentukan karakter. Teori ini pada

dasarnya mengarahkan secara rinci pada kualitas moral, sifat-sifat individu dan peran

dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, teori ini akan dipakai dalam menganalisa

pembentukan karakter terhadap harta, dengan memperhatikan tanggapan harta, sifat-sifat

bijak mengenai harta, tujuan harta, penilaian seseorang terhadap harta, dan perannya bagi

kehidupan masyarakat.

Prosedur-prosedur hermeneutika Amsal 10:1-22:16 terdiri dari 4 analisis

utama. Pertama, analisis terjemahan. Terjemahan sangat diperlukan dalam

memperhatikan maksud penulis mengenai bagian-bagian Amsal, terlebih membantu

penulis untuk memperhatikan kata-kata (makna ataupun arti kata) yang dipakai dalam

bahasa Ibrani dengan beberapa buku-buku leksikon. Kedua, Analisis konteks. Analisis ini

sangat penting untuk memperhatikan bagian-bagian dalam menghubungkan topik-topik

yang berkaitan antara ayat satu dengan ayat lainnya. Dengan prosedur ini, penulis sangat
38

dibantu untuk memperhatikan baik konteks terjemahan, frase, kalimat, bahkan antar ayat

sekalipun.

Ketiga, Analisis struktur. Struktur merupakan bagian yang sangat penting

dalam menafsirkan Amsal 10:1-22:16. Penulis memperhatikan selain memperhatikan

struktur-struktur bentuk dari Amsal (seperti: Amsal satu-baris, dua-baris, tiga-baris, dan

empat baris), namun bagian penting dari analisis ini adalah dapat menganalisa

paralelisme yang ada dalam kitab Amsal , seperti: sinonim, antitesis, sintesis, dan lain-

lain. Keempat, analisis retoris. Analisis ini juga sangat diperlukan dalam memperhatikan

kalimat-kalimat yang mengandung beberapa kiasan, seperti: hiperbola, metafora, simile

dan lain-lain. Keempat analisis ini akan mempengaruhi kesimpulan atau hasil dari analisa

penulis dalam menafsirkan pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-

22:16.
BAB III

ANALISIS TEKS-TEKS HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16

Bagian ini terfokus untuk menyelidiki teks-teks kunci yang berhubungan

dengan pembentukan karakter terhadap harta. Rangkaian dari pembahasan ini dicatat oleh

Raja Salomo mulai dari Amsal 10:1-29:27 sebagai kumpulan amsal-amsalnya yang

pertama. Dalam proses penyelidikan ini, penulis akan menggunakan prosedur-prosedur

hermeneutika hikmat terhadap semua teks yang dianalisis seperti dalam penjabaran pada

bab 2 (kedua).

Analisis teks-teks harta dalam kumpulan Amsal-Amsal Salomo (10:1-22:16)

Kumpulan Amsal 10:1-22:16 dimulai dari Amsal 10:1 yang merupakan dasar

judul atas penggunaan terhadap ayat ini yaitu hmoïl{ñv. yleªv.mi “Mišlê š®lœmœh” diartikan

sebagai “Amsal-amsal Salomo.”1 Hal ini juga diperhatikan bahwa kepenulisan kitab

Amsal ditulis dan dikumpulkan oleh Salomo (Ams. 1-29:27) dengan pengecualian 2

(dua) penulis pada pasal terakhir, yaitu Agur pada pasal 30:1 dan Lemuel (atau ibunya)

pada pasal 31:1.2

1
C. F. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand Rapids:
Eerdmans Publishing, 1950), 207.
2
Parlaungan Gultom, Diktat Kuliah: Analisa Perjanjian Lama, 1987. Akan tetapi, ada juga
penafsir yang sama sekali tidak menerima bahwa Salomo ikut bagian dalam penulisan kitab Amsal. Lih. J.
L. Crenshaw, Old Testament Wisdom: Introduction (Louisville: Westminster-John Knox Press, 1998), 36-
37.
39
40

Kumpulan Amsal-amsal Salomo (10:1-22:16) banyak memberikan

pernyataan-pernyataan aforisme tentang sikap-sikap hidup seseorang ataupun kebenaran-

kebenaran umum dalam lingkungan masyarakat.3 Hal ini dinyatakan dalam bentuk amsal-

amsal dua-baris atau bait-bait puitis (distich) dimana dua kalimat dalam satu ayat saling

menjelaskan satu sama lainnya, dan bentuk-bentuk paralelisme.4 Bahkan, menurut Allen

P. Ross, bagian dari Amsal ini dapat dibagi menjadi dua bagian.5 Pertama, Amsal 10:1-

15:33 terdiri dari kalimat-kalimat hikmat yang pada umumnya memiliki paralelisme

antitesis. Kedua, Amsal 16:1-22:16 terdiri dari beberapa campuran kalimat-kalimat

hikmat paralelisme yang berbeda-beda, seperti: perbandingan, sintesis, sinonim dan lain-

lain. Robert L. Alden menulis bahwa,

Mulai pasal 10 kita mempunyai daftar sebuah seri dari 375 nasihat-nasihat yang
cocok dengan difinisi tradisional untuk amsal. Kita tidak akan menguraikan
kembali puisi-puisi panjang, lukisan-lukisan, dan permohonan-permohonan dari
pasal-pasal sebelumnya. Bagian ini terus bersambung sampai 22:16 yang
memberikan sebuah introduksi untuk sesuatu yang baru.6

Sekalipun pembahasan secara umum bagian ini banyak membahas mengenai pernyataan-

pernyataan yang bersifat aforisme/pribahasa, namun, Amsal 10:1-22:16 tetap

memberikan nilai-nilai teologis tentang “takut akan Tuhan” yang sesuai dengan tema

utama dari kitab ini. Lingkup dari pembicaraan ini tentunya akan mencakup etika

bisnis/dagang, perilaku pribadi menghadapi kehidupan dan masalah-masalah, penguasaan

3
R. Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma
Publishing Group, 2006), 16.
4
Matthew Henry, Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal (Surabaya: Momentum, 2013), 189.
5
Tremper Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary- Volume 6: Proverbs-Isaiah (Grand Rapids: Zondervan, 2008), 7. Ada juga penafsir lain
yang membagi koleksi ini menjadi 3 bagian yaitu 10:1-15:33, 16:1-31 dan 17:1-22:16. Lihat M. P. Horne,
Smyth & Helwys Commentary, Proverbs-Ecclesiastes (Macon: Smyth & Helweys, 2003), 141.
6
Robert L. Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal-Ajaran untuk memiliki Kehidupan Teratur
dan Bahagia (Malang: Literatur SAAT, 2011), 105.
41

diri, kesantunan masyarakat, hubungan keluarga.7 Terlebih, fokus dan tujuan utama pada

karya ilmiah ini adalah membahas mengenai studi pembentukan karakter terhadap harta

dalam Amsal 10:1-22:16.

Pengumpulan Harta yang Benar

Pada paparan ini penulis akan menjelaskan beberapa cara atau tindakan yang

benar dalam pengumpulan harta, seperti: kejujuran (10:2-3), ketekunan (10: 4),

mengelola harta (13:11) dan mewariskan harta kepada anak-anak (13:22).

Pengelompokan tersebut telah diperhatikan oleh penulis untuk memberikan susunan

secara teratur terhadap pembentukan karakter mengenai harta. Tujuan dari

pengelompokan ini tentunya akan memberikan kesimpulan-kesimpulan yang benar

terhadap beberapa hasil penafsiran untuk memaparkan pola-pola karakter terhadap harta.

Kejujuran (10:2-3)

Raja Salomo memaparkan satu cara yang begitu penting dalam pembentukan

karakter terhadap harta, yaitu: kejujuran. Kedua ayat ini memiliki sesuatu hubungan dan

tujuan yang sama, terlebih dalam ayat ketiga memberikan beberapa alasan-alasan dari

ayat sebelumnya mengenai pentingnya kejujuran dalam membentuk karakter terhadap

harta.8 Karakteristik dari ayat ini akan dijelaskan oleh penulis dalam beberapa analisis

seperti berikut.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

7
C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2003),
234.
8
Henry, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Amsal, 188.
42

hq'ªd"cW. ÷ [v;r<_ tAråcA. a Wly[iAyâ-alo 2 2. (bagian A) Harta benda kefasikan tidak

akan menguntungkan, tetapi


`tw<M")mi lyCiTî ;
(bagian B) kebenaran akan menyelamatkan
tW:ßh;w> qyDI_c; vp,n<å hw"hy>â by[iär>y:-al{) 3 dari kematian

`@Do*h.y< ~y[ivä 'r> 3. (bagian A) Tuhan tidak akan membuat

jiwa orang yang benar menderita kelaparan,

tetapi (bagian B) Ia menolak keinginan

orang-orang fasik.

Pada ayat kedua, penulis akan memberikan 4 (empat) catatan teks yang begitu

penting terhadap penerjemahan tersebut. Pertama, Kata kerja Wly[iAyâ “yô’îlû “ dapat

diartikan sebagai “menguntungkan, bermanfaat ataupun berguna.”9 Kata kerja ini

menjelaskan tentang “harta kefasikan yang tidak dapat memberikan suatu keuntungan.”

Kedua, Kata benda [v;r<_ “reša± “ diartikan sebagai “kefasikan, kejahatan dan kriminal.

Kata tersebut dapat memberikan arti pada 2 (dua) aspek: 1) bertindak secara licik, 2)

mengutuk sebagai suatu kesalahan.10 Dari hubungan kalimat ini, kata kefasikan lebih

mengarah kepada suatu tindakan atau cara-cara yang dilakukan secara licik. Dari baris

pertama ayat ini, kefasikan memiliki arti sebagai suatu tindakan yang licik terhadap harta

yang diperoleh. Tindakan licik tersebut merupakan hal yang tidak menguntungkan,

bahkan tidak memiliki nilainya sama sekali.

9
Kata kerja hifil imperfek 3 maskulin jamak. John J. Owens, Analytical Key to the Old
Testament (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 545.
10
R. Laird Harris, Theological Wordbook of the Old Testament (Chicago: Moody Press,
1981). Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
43

Ketiga, kata benda hq'ªd"c “ƒ®d¹qâ “ memiliki arti sebagai “kebenaran ataupun

keadilan.”11 Arti dari kata “kebenaran” biasanya merujuk kepada karakteristik atau sifat

Allah yang merupakan dasar dari kehendak atau kemauanNya sendiri.12 Bahkan menurut

Snaith, kata ini dapat diartikan sebagai suatu etika atau penilaian-penilaian moral

tertentu.13 “Kebenaran” dapat merujuk kepada suatu tindakan/ekspresi yang benar dan

adil.14 Dalam ayat kedua, kebenaran ini akan menyelamatkan dari kematian. Perlu

diperhatikan, bahwa dalam bahasa Ibrani tidak mempergunakan kata yang bermakna

“orang” (seperti dalam bahasa Indonesia: “kebenaran menyelamatkan orang…”) sesudah

kata “menyelamatkan.” Jadi, lebih baik menerjemahkannya tanpa mencatumkan kata

orang.15

Keempat, tw<M") “m¹wet” yang diartikan sebagai “kematian.” Memang

seringkali arti dari kata ini secara harafiah lebih mengarah kepada kematian secara

jasmani.16 Namun, penulis lebih menyutujui apa yang dipaparkan oleh Roland Murphy,

bahwa penggunaan kata tw<M") “m¹wet” di bagian Perjanjian Lama yang lain, makna

kematian dalam ayat ini mencakup pada situasi yang sulit dan sengsara, karena transaksi

bisnis yang akan mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri.17 Tentunya, pembicaraan

11
William L. Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament (Grand
Rapids: Eerdmans; Leiden: Brill, 1988), 303.
12
TWOT. Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
13
Ibid.
14
Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16 (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
47.
15
Ibid, 37.
16
Ibid.
17
Roland E. Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs (Colombia: Thomas
Nelson Publishers, 1998), 73. Penjelasan yang sama juga dijelaskan oleh Duane Garret mengenai arti kata
vp,n<å “nefeš”. Duane A. Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological
44

pada ayat kedua akan memberikan arti yang penuh apabila memperhatikan kepada

analisis selanjutnya yang berkaitan dengan konteks amsal dan hubungan paralelismenya

dengan ayat ketiga.

Pada ayat ketiga, ada 2 (dua) kata yang diambil oleh penulis untuk

memberikan catatan teks dalam ayat ini. Pertama, kata vp,n<å “nefeš “ yang dapat

diartikan sebagai “jiwa, kehidupan, kepribadian, emosi dan keinginan.”18 Walaupun kata

vp,n<å “nefeš “ memiliki banyak arti, tetapi penulis lebih merujuk untuk menerjemahkan

kata ini dengan “jiwa.” Kata ini juga dapat diartikan sebagai kesatuan emosi, dasar

pemikiran dan kepribadian seseorang, bahkan mengarahkan kepada keinginan yang besar

(nafsu) dan keinginan-keinginan lainnya.19 Jika memperhatikan beberapa terjemahan,

baik ARSV dan ERV memberi terjemahan “jiwa” sebagai maksud dari ayat ketiga.

Penulis memperhatikan bahwa konteks dari kata vp,n<å “nefeš “ memberikan suatu

antitesis dari “keinginan orang-orang fasik” (ay.3b), karena “jiwa orang benar” akan

dipelihara oleh Tuhan, sedangkan “keinginan orang-orang fasik” akan ditolakNya.

Tampaknya, kedua keinginan (hasrat) orang tersebut merupakan respon Allah terhadap

setiap tindakan yang diperoleh secara fasik maupun secara kebenaran dari ayat kedua.

Kedua, kata tW:ßh “hawwât.“ Kata ini diartikan sebagai “keinginan ataupun

hasrat.”20 Walaupun begitu, kata Ibrani ini memiliki banyak arti dan penyebutan yang

Exposition of Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 117.
18
Francis Brown, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the
Old Testament (Oxford: Clarendon Press, 1980), 659.
19
Michael Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary (New
Haven: Yale University, 2009), 511.

Dari kata benda hW"h; kata benda umum feminism tunggal konstruk. Francis Brown, S. R.
20

Driver, dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the Old Testament, 217.
45

hampir sama. Kata hW"h; “hawwâ “ seringkali juga diartikan sebagai “bencana dan

kejatuhan.” Namun dari sisi lain, kata yang dipakai dalam ayat ketiga ini diambil dari

kata dasar hW"h; “hawwâ “ diartikan sebagai “keinginan ataupun hasrat,” meskipun hampir

memiliki kesepadanan dengan kata sebelumnya.21 Hal ini dapat diperhatikan dengan

terjemahan-terjemahan lain seperti NIV, ARSV dan TIB yang menerjemahkan kata

“hawwât “ sebagai “keinginan ataupun hasrat.” Sehingga kata ini sesuai dengan apa yang

diterjemahkan oleh penulis bahwa, “Allah menolak keinginan orang-orang fasik.”

Analisis Konteks

Ayat kedua dan ketiga mempunyai suatu keterkaitan secara konteks antara

satu baris dengan baris yang lainnya. Menurut Derek Kidner, Amsal 10:2-3 merupakan 2

(dua) ayat yang tidak dipisahkan antara ayat satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, ia

menyarankan untuk memperhatikan hubungan-hubungan konteks antara kedua ayat ini.22

Konteks dari kedua ayat ini memang memiliki keterkaitan secara struktur. Pada

pemaparan ini, penulis memperhatikan 2 (dua) hal yang mempunyai keterkaitan secara

konteks dari ayat 2 dan 3. Pertama, pada ayat kedua bagian A, “Harta benda kefasikan

tidak akan menguntungkan.“ Penulis telah menganalisis kata kerja Wly[iAyâ “yô’îlû “ dan

kata benda [v;r<_ “reša.“ Dimana ayat ini menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh

secara fasik (kejahatan) tidak akan memberikan nilai, bahkan kegunaannya sama sekali.

Secara konteks, penulis memperhatikan bahwa bagian A dari ayat kedua

mempunyai hubungan yang signifikan dengan ayat ketiga bagian B. Pada ayat ketiga,

21
Robert Alter, The Wisdom books: Job, Proverbs, and Ecclesiastes: a translation with
commentary (London: W. W Norton & Company, 2010), 289.
22
Derek Kidner, The Proverbs An Introduction And Commentary (Leicester: Inter-Varsity
Press, 1964), 84.
46

kata tW:ßh “hawwât” memberikan penjelasan secara utuh bahwa Allah menolak segala

keinginan yang berasal dari orang-orang fasik (dengan memperhatikan bahwa ayat ketiga

adalah penguraian langsung tentang aktivitas Allah sendiri).23 Konteks dari ayat kedua

bagian A dan ayat ketiga bagian B membicarakan tentang harta yang diperoleh dengan

suatu tindakan kejahatan adalah tidak berguna atau tidak memiliki nilai yang baik.

Alasannya, karena Allah sendiri menolak keinginan dari orang fasik tersebut sebagai

suatu kebenaran yang harus diterima (ay.3). Cara-cara orang fasik memperoleh harta

adalah bukan kehendak atau keinginan Allah. Harta benda yang diperoleh dengan

kefasikan biasanya diwujudkan dengan transaksi bisnis yang menggunakan cara-cara

ketidakjujuran, ketidakbenaran dan ketidakadilan.24

Dalam konteks Amsal 10:1-22:26, penulis memperhatikan bagian dari kata

“kefasikan/orang fasik” dicatat kembali dalam Amsal 11:5b,18a;15:9a.25 Ayat-ayat ini

menjelaskan bahwa cara-cara orang fasik dalam memperoleh harta akan menghasilkan

kejatuhan kepada kefasikannya sendiri, kesia-siaan, bahkan suatu yang keji di hadapan

Tuhan. Konteks ini telah memperlihatkan tindakan-tindakan licik seseorang dalam

perolehan harta.

Kedua, pada ayat kedua bagian B “kebenaran akan menyelamatkan dari

kematian” memiliki konteks yang selaras dengan ayat ketiga bagian A “Tuhan tidak akan

membuat jiwa orang yang benar menderita kelaparan.” Penulis memperhatikan bahwa

konteks dari kata hq'ªd"c “ƒ®d¹qâ “ yang diartikan sebagai “kebenaran” merujuk kepada

23
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 73.
24
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 46.
25
D. F. Walker, Konkordansi Alkitab: Register kata-kata dan istilah dari Alkitab Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru (Jakarta:Gunung Mulia, 2009), 133.
47

suatu tindakan yang benar sesuai dengan kehendak Allah, serta etika baik dari seseorang.

Tindakan inilah yang menyelamatkannya dari kematian.

Seperti pada análisis sebelumnya, Kata tw<M") “m¹wet” yang berarti

“kematian” merujuk kepada kematian secara jasmani. Walaupun demikian, kata ini dapat

mencakup pada suatu situasi sulit dan sengsara yang dialami oleh seseorang, karena

kejahatan-kejahatannya sendiri. Jika memperhatikan analisis konteks dari Amsal 10:1-

22:16, maka kata “kematian” ini sebenarnya menjelaskan tentang situasi yang sangat

sukar dan sengsara.26 Tindakan yang benar dalam mengelola harta akan menyelamatkan

seseorang pada situasi-situasi sulit. Bahkan menurut Allen P. Ross, tindakan yang benar

akan berwujud pada pengelolaan harta secara jujur dan adil.27 Dari pernyataan tersebut,

kesinambungan terhadap ayat ketiga bagian a memberikan pengertian yang lebih lanjut,

dimana kata vp,n<å “nefeš “ telah memperjelas bagian dari ayat ini bahwa Tuhan tidak

akan membuat jiwa dari orang benar menderita ketakutan.28 Oleh sebab itu, tindakan

Allah memberikan jaminan kepada orang-orang benar, supaya tidak merasa takut ataupun

khawatir terhadap situasi-situasi yang sulit.

26
Kata “kematian” dipergunakan dalam Amsal 10:16, 21, 27, 30;11:4, 19; 12:28; 16:14.
Ungkapan “menyelamatkan dari kematian” muncul 11 kali dalam Perjanjian Lama dan frase ini mencakup
makna keadaan yang sulit, contohnya dalam Mazmur 33:18-19 dan Yeremia 49:4-5. R. J. Clifford,
Proverbs: A Commentary (Kentucky: Westminster John Knox Press, 1999), 112. Baca daftar kosa kata
dari kata tw<M") “m¹wet.” Lihat. R. N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs (Sheffield:
JSOT Press, 1990), 24. Kata ini juga dijelaskan dengan makna yang sama. Roland. E. Murphy, Word
Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 72.
27
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 114. Dari sisi yang lain, Paparan dari Matthew Henry mengenai Amsal
10:2b,”Kebenaran akan menyelamatkan dari kematian” juga merujuk kepada kekayaan yang diperoleh,
disimpan dan dipergunakan secara benar. Artinya bahwa cara-cara benar dalam pengelolaan harta harus
didasarkan kepada tindakan kejujuran. Henry, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Amsal, 189.
28
G. R. Driver menyatakan bahwa kemungkinan kata by[iär>y: “yar’ îbh” bukan berasal dari
;
kata b[er' “r¹±¢b” (“sangat lapar”), melainkan dari katad[;r “ra±ad ” yang artinya “takut”, sehingga ia
menerjemahkan ayat 3a sebagai: “Tuhan tidak akan membuat keinginan orang benar menderita ketakutan.”
Dalam tafsiran ini, kata by[iär>y: “yar’ îbh” tetap diterima berasal dari kata b[er' “r¹±¢b” dan diterjemahkan
TBI dan NRSV menerjemahkannya. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 37-38.
48

Dengan memperhatikan bagian ayat kedua bagian B dan ayat ketiga bagian A,

maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang benar dalam mengelola harta (dengan cara

kejujuran) akan menghasilkan sesuatu yang baik. Dari sisi yang lain, peran Allah adalah

menyelamatkan dan memelihara keinginan orang benar dari kesulitan di masa kini

(asalkan bukan dengan cara-cara yang diperoleh secara fasik).

Analisis Struktur

Struktur dari Amsal 10:2-3 mengikuti pola kiasmus (dengan model:

ABB’A’).29 Dimana Amsal ini membentuk empat-baris (quatrains) yang saling

berhubungan antara ayat kedua dan ketiga.30 Bila memperhatikan ayat-ayat ini, maka

akan memberikan pola seperti berikut,

Analisis Struktur Amsal 10:2-3

Stich A- Harta benda kefasikan tidak akan menguntungkan,

Tetapi

Stich B- kebenaran akan menyelamatkan dari kematian

Stich B’- Tuhan tidak akan membuat jiwa orang yang benar menderita kelaparan,

Tetapi

Stich A’- Ia menolak keinginan orang-orang fasik.

Stich A-A’ dan B-B’ merujuk kepada paralelisme antitesis, dimana stich A-A’

berlawanan secara kontras dengan stich B-B’. Oleh sebab itu, antara stich A-A’ dan B-B’

memberikan kekontrasan antara cara orang fasik (kebohongan) dan cara orang yang

29
Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction to Biblical Rhetoric (Sheffield:
Sheffield Academic Press, 1998), 233.
30
Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing
Co, 1983), 68.
49

benar (kejujuran).31 Bahkan, memberikan kekontrasan antara respon/peran Allah kepada

cara-cara orang fasik dan orang benar. Keempat baris tersebut telah menunjukan susunan

yang konsentris dari masing-masing ayat untuk memperjelas antara bagian kalimat-

kalimat yang lain.32

Dari sisi yang lain, struktur dari kedua ayat ini dimulai dengan partikel negatif

yaitu al{) “lœ “ yang berarti “tidak.”33 Partikel tersebut memberikan keterangan-

keterangan untuk menjelaskan fungsi dari setiap kata kerja pada stich A (Harta benda

kefasikan tidak akan menguntungkan) dan B’ (Tuhan tidak akan membuat jiwa orang

yang benar menderita kelaparan), dimana pemaparan dari amsal-amsal ini merujuk

kepada bahasa puisi yang dipakai dalam kepenulisan raja Salomo.34 Amsal 10:2-3

memberikan ciri khas kepenulisan terhadap berbagai pola, paralelisme dan struktur

masing-masing kalimat dari amsal itu sendiri. Sehingga, para pembaca dan penafsir kitab

dapat dimudahkan untuk memahami maksud dan tujuan dari kepenulisan amsal tersebut.

Analisis Retoris

Pada bagian dari analisis ini, ada beberapa kata yang menggunakan bahasa

secara figuratif. Dalam Amsal 10:2b, “kebenaran akan menyelamatkan dari kematian”

merupakan kalimat kiasan yang mempunyai sisi secara paradoks (kontradiksi).35 Artinya,

31
Ibid.
32
Meynet, Rethorical Analysis, 233.

Kata al{) “lœ “ dipakai untuk menyangkal fakta (seperti bahasa Yunani ouv). al{) “lœ “
33

dipakai dengan arti ini bersama dengan aspek perfek dan imperfek. Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar
dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
34
Murphy, The Wisdom Literature, 68.
35
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
50

kata-kata dalam ayat di atas memiliki nada yang bertentangan, walaupun kenyataannya

kalimat ini mengandung suatu kebenaran.

Selain memiliki sisi paradoks, kalimat ini juga memakai satu perubahan kata

benda yang berhubungan dengan kata benda lainnya. Figuratif ini seringkali disebut

sebagai Metonymy atau metonomia.36 Dalam bagian ini, frase “kebenaran akan

menyelamatkan dari kematian” memiliki kiasan secara metonomia efek/akibat.37 Dimana,

dampak/efek dari “kematian” diberikan untuk menjelaskan tindakan yang menyebabkan

“efek” itu sendiri. Dengan kata lain, maksud dari penulis Amsal mengenai ayat ini bahwa

tindakan yang benar dalam mengelola harta secara jujur akan menyelamatkan seseorang

dari cara-cara yang salah (kefasikan) ataupun situasi-situasi yang sulit. Oleh sebab itu,

sebabnya (cara-cara kefasikan dan situasi-situasi yang sulit) diganti dengan efek dari ayat

ini, yaitu “kematian.”

Kesimpulan

Amsal 10:2-3 memberikan paparan secara kontras antara cara-cara orang fasik

(berdasarkan pada kebohongan dan ketidakadilan) dan cara-cara orang benar melalui

kejujuran/kebenaran. Dalam hal ini, kedua cara tersebut memberikan suatu dampak yang

berpengaruh pada peran Allah sendiri. Kejujuran dalam pengelolaan harta akan

menghasilkan pemeliharaan orang-orang benar dari suatu kesulitan, sedangkan

kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang fasik akan berdampak kepada kesia-siaan,

bahkan suatu yang keji di hadapan Tuhan.

Kedua ayat ini memberikan sifat-sifat bijak (virtue) yang mengarahkan

pilihan seseorang untuk bersikap atau berperilaku secara jujur. Tindakan ini didorong

36
E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand Rapids: Baker Books, 1981),
538.
37
Ibid, 564.
51

oleh Penulis Amsal, supaya para pembaca dapat menentukan setiap cara yang benar dan

dapat mengetahui setiap konsekuensi terhadap tindakan-tindakan yang diambilnya.

Dalam hal ini, Amsal 10:2-3 dapat melatih karakter seseorang untuk mengantisipasi

setiap efek-efek yang buruk, sehingga ia dapat mengubah cara tindakannya agar orang

tersebut menikmati konsekuensi yang benar/positif, yaitu: “tidak dibiarkannya orang

benar menderita.” Hal ini merupakan anugerah Allah bagi orang benar dan memelihara

hidup orang tersebut dari kelaparan.

Ketekunan (10:4)

Pada pembentukan karakter selanjutnya, penulis akan membahas mengenai

hal “ketekunan” sebagai salah satu aspek yang penting dalam pengumpulan harta. Dalam

mengkaji tindakan ini, Amsal 10:4 menjadi teks yang penting untuk menjelaskan hal-hal

yang berkaitan dengan “ketekunan.” Oleh sebab itu, ada beberapa analisis yang akan

dijelaskan oleh penulis seperti berikut.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

~yciäWrx' dy:ßw> hY"+mir>-@k; hf,î[o var"ª 4 4. Tangan yang lamban menyebabkan

kemiskinan, tetapi tangan yang rajin akan


ryvi([]T;
menjadikan kaya.

Pada pemaparan ini, penulis akan memberikan 4 (empat) catatan teks yang

penting dalam terhadap terjemahan Amsal 10:4. Pertama, kata hY"+mir “r®mîyâ “ yang

diartikan sebagai “kelambanan, kebohongan ataupun penipuan.”38 Walaupun banyak

terjemahan dari kata ini, tetapi penulis lebih memilih untuk menerjemahkan kata Ibrani

38
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
52

hY"+mir “r®mîyâ “ dengan kata “lamban” yang sesuai dengan arti kamusnya.39 Perlu

diingat bahwa frase “Tangan yang lamban” merupakan salah satu tema besar dalam kitab

Amsal. Tema ini juga didapatkan dalam pasal 12:11, 24, 27;18:9, sehingga frase ini

cukup banyak ditulis oleh Raja Salomo.40 Hal inilah yang menjadi alasan bagi penulis

untuk menerjemahkan kata “lamban” sebagai terjemahan dari ayat 4. Selain

diterjemahkan sebagai “lamban,” makna dari kata ini tidak dapat dipisahkan dari sifat

seseorang untuk melakukan “kebohongan atau pengabaian.”41 Oleh karena itu, Frase

“tangan yang lamban” memiliki arti sebagai sikap seseorang yang lamban (malas),

bahkan mempunyai sikap untuk berbohong dan sembrono dalam melakukan pekerjaan

tertentu.

Kedua, kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ dapat diartikan sebagai “membuat atau

menyebabkan.”42 Pada terjemahan ini, penulis memilih untuk menerjemahkan kata kerja

diatas dengan kata “menyebabkan.” Ada 2 (dua) alasan yang mendasar bagi penulis

untuk menerjemahkan kata tersebut, 1) kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ yang diterjemahkan

sebagai “menyebabkan” memiliki unsur sebab-akibat antara “tangan yang lamban” dan

“kemiskinan.” Hal ini secara tidak langsung telah memperjelas kata kerja var"ª “r¹°s “

yang memberikan dampak dari kelambanan dan kemalasan, sehingga seseorang akan

39
kata hY"+mir “r®mîyâ “ memiliki ide yang dasar bahwa seseorang dapat membawa dirinya
sendiri jatuh kepada sifat kemalasan dan sulit untuk mengendalikan dirinya, sehingga dapat memberikan
dampak yang begitu fatal. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary On The Old Testament, 210.
40
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 38.
41
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 340. Michael Fox
menyatakan bahwa kata hY"+mir “r®mîyâ “ yang memiliki makna “kebohongan dan kemalasan (pengabaian).”
Kedua makna diatas merupakan hubungan dari sistem-penilaian Amsal, karena orang-orang bijak memiliki
kecenderungan untuk menyatukan pengetahuannya terhadap prinsip-prinsip moral dari makna tersebut .
Gagasan dari ayat ini juga terdapat pada Amsal 12:24;19:15 dan 12:24, 27. Lihat, Fox, Proverbs 10-31: A
New Translation With Introduction And Commentary, 512.

Kata kerja dasar hf'[' “±¹´â “ qal partisip maskulin tunggal. Ibid, 284.
42
53

“menjadi miskin.”43 2) jika membandingkan dengan terjemahan yang lain seperti, NRSV

dan RSV, maka kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ juga dapat diartikan sebagai kata

“menyebabkan.” Dalam ayat 4a, “Tangan yang lamban menyebabkan kemiskinan,” dapat

mengungkapkan kerawanan seseorang dalam bekerja, yang mana banyak perkara

(kelambanan, kemalasan ataupun kebohongan) mengakibatkan dirinya menjadi miskin.

Ketiga, kata sifat ~yciäWrx' “µ¹rûƒîm“ biasanya dapat diterjemahkan sebagai

“cerdik atau rajin.”44 Kata sifat ini digunakan sebagai cara/tindakan seseorang untuk

menghindari dari kemiskinan, bahkan kemampuannya dapat memberikan rasa cukup

pada saat memperoleh kekayaan.45 Sifat dari karakter ini dapat menunjukkan bahwa

ketekunan dan kerja keras dapat dilakukan dari setiap pekerjaan. Keempat, kata kerja

ryvi([]T; “tâ’¹shîr “ diartikan sebagai “menjadikan kaya.”46 Kata kerja ini memberikan
suatu konsekuensi dari seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan tekun.

Konsekuensi ini tentunya didasarkan pada proses, sehingga dari sifat ketekunan yang

dilakukan oleh orang tersebut akan memperoleh kekayaan. Hal ini juga didasarkan dari

kata kerja ryvi([]T; “tâ’¹shîr ,“ dimana merujuk kepada suatu tindakan yang akan

memperoleh hasil pada saat mendatang. Oleh sebab itu, sikap rajin dari seseorang akan

menghasilkan suatu kemampuan yang dilakukan secara terus-menerus, sehingga dalam

prosesnya orang tersebut akan menghasilkan kekayaan.

43
Kata kerja dasar vyrI “rîs “ qal partisip maskulin tunggal. Istilah lain dari kata miskin dapat
diperhatikan dari kata “°ebyôn “ dan ¹nî . Owens, Analytical Key to the Old Testament, 546. Lih. Brown,
Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 910, 930.

Dari kata sifat #Wrx' “µ¹rûƒ” maskulin jamak. Brown, Hebrew and Lexicon with an
44

Appendix Containing the Biblical Aramic , 358.


45
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 15.

Dari kata kerja rv;[' “±¹shar“ hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Holladay, A Concise
46

Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 286.


54

Analisis Konteks

Secara konteks, ayat ini memiliki beberapa keterkaitan dari ayat-ayat lain

yang tercangkup dalam Amsal 10:1-22:16. Ayat 4a, “Tangan yang lamban menyebabkan

kemiskinan,” adalah kalimat yang seringkali dibahas oleh penulis Amsal. Konteks dari

Amsal 10:4a dapat diperhatikan dalam pasal 12:24, 27;19:15, dimana ayat-ayat ini

merujuk kepada kata yang sama yaitu kata Ibrani hY"+mir “r®mîyâ “ (berarti: kemalasan).47

Seringkali ayat-ayat tersebut diucapkan sebagai suatu penyebab bahwa kemiskinan

berasal dari sifat kemalasan seseorang.48 Kemalasan biasanya didasarkan pada sifat

seseorang yang memberikan tipu daya (kebohongan), tidak bekerja keras dan pengabaian

dalam melakukan pekerjaan. Hal inilah yang menjadikan diri seseorang miskin.

Pada ayat 4b, “Tangan yang rajin akan menjadikan kaya” memberikan

konteks yang cukup banyak dalam Amsal 10:1-22:16. Jika memperhatikan penggunaan

kata #Wrx' “µ¹rûƒ” dari bagian kumpulan amsal-amsal Salomo pertama, maka dapat

ditemukan konteks dari pasal 12:24, 27;13:4; 21:5 yang sama-sama menjelaskan

pentingnya sifat rajin atau ketekunan dari kepribadian seseorang.49

Pada konteks yang lebih dekat, Amsal 10:5a memberikan suatu penjelasan

bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaannya dengan rajin. Hal ini merupakan

suatu pujian yang diberikan oleh penulis Amsal bahwa seseorang dapat memanfaatkan

47
Konteks dari ayat ini dapat diperhatikan dalam kata sifat lce[' “±¹ƒ¢l ” yang berarti “malas
atau lamban.” Kata sifat ini terdapat dalam Amsal 10:26;13:4;15:19;19:24; 20:4; 21:25; 22:13; 26:13, 14,
15, 16. Serta kata benda hl'c.[ “±aƒlâ “ yang diartikan sebagai “kemalasan.” Kata sifat tersebut terdapat
dalam Amsal 19:15. R. N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 15. Lihat, Warren W.
Wiersbe, Be Skillful God’s Guidebook to Wise Living: Old Testament Commentary-Proverbs (Colorado
Springs: David C. Cook, 2009), 74-77.
48
Ibid.

'
Dapat juga diperhatikan dari kata kerja db;[±”¹bad “ yang berarti “bekerja atau melayani.”
49

Konteks dari kata kerja ini memiliki makna yang sama dengan kata sifat #Wrx' “µ¹rûƒ” yaitu seseorang yang
bekerja dengan rajin atau bekerja keras. Ayat ini dapat ditemukan dalam pasal 12:11; 28:19. Ibid. Band.
Jhon W. Milller, Believers Church Bible Commentary: Proverbs (Scottdale: Herald Press, 2004), 174-175.
55

berbagai kesempatan untuk berkerja keras, bersusah payah, mengumpulkan hartanya,

sehingga dapat tercukupi.50 Menurut Allen P. Ross, Amsal 10:5 merupakan bentuk

kontras antara orang yang memiliki sifat rajin dan malas. Ayat ini juga menceritakan

bahwa anak yang bijak dapat menangkap (melalui sifat rajin dan pengetahuan) setiap

kesempatan mengenai pentingnya musim, sehingga memperoleh penuaian di saat

panen.51

Dapat disimpulkan bahwa penulis Amsal banyak menekankan kepada

pembacanya bahwa sifat rajin selalu memiliki bagian yang kontras dengan kemalasan

seseorang. Hal ini dapat diperhatikan pada konteks Amsal 10:4, yaitu: 10:5, 26;12:24,

27;13:4, 11;14:23. Setiap amsal yang ditulis secara kontras memiliki suatu pesan bagi

setiap pembaca untuk memilih karakter yang sewajarnya diterapkan oleh masing-masing

orang. Penulis Amsal secara langsung menekankan para pembacanya bahwa karakter

akan terbentuk apabila sifat tekun (kerja keras) seseorang dapat menjadikan suatu

kebiasaan bagi dirinya. Orang ini akan membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap

sifat-sifat bijaknya (salah satunya ketekunan), sehingga dapat menikmati/menghasilkan

kekayaan di dalam dirinya. Oleh sebab itu, seseorang akan dilatih untuk melihat sebab

dari tindakannya (ketekunan) yang mengakibatkan suatu hasil yang diinginkan yaitu

kekayaan.

Analisis Struktur

Struktur dari Amsal 10:4 mengikuti pola dua-baris (bicolon), yang adalah

bentuk dasar dari subgenre Amsal atau mashal. Amsal ini membentuk dua baris yang

50
Henry, Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal, 191.
51
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 107.
56

saling berhubungan antara Stich A dan Stich B.52 Menurut Roland E. Murphy, Amsal

10:4 memiliki paralelisme secara khiasmus (dengan model frase: a-a’-b-b’).53 Kiasme ini

terdapat pada tingkatan kalimat dari pasal 10:4. Hal tersebut dapat diperhatikan pada

tabel di bawah ini.

Analisis Struktur Amsal 10:4

Stich A- Tangan yang lamban (frase a)

menyebabkan kemiskinan (frase a’)

Tetapi

Stich B- Tangan yang rajin (frase b)

akan menjadikan kaya (frase b’)

Amsal 10:4 memberikan paralelisme yang berbentuk antitesis, dimana stich A

merupakan kalimat yang berlawanan secara kontras dengan kalimat yang ada pada stich

B.54 Hal ini dapat diperhatikan kekontrasan antara (frase a) tangan yang lamban dan

(frase b) tangan yang rajin. Antitesis pada frase a dan b dapat memberikan suatu

perbedaan antara sifat/karakter seseorang yang didasarkan pada sifat kemalasan,

kebohongan ataupun pengabaian dalam melakukan pekerjaan, dan sifat dari karakter

seseorang yang tekun, serta ulet dalam mengerjakan tanggungjawabnya. Sedangkan pada

frase a’ dan b’ merupakan antitesis antara orang yang memperoleh kemiskinan dan

kekayaan.

52
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
53
Murphy, The Wisdom Literature, 68.
54
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 73.
57

Sisi yang lain, Amsal 10:4 memakai tipe/pola perkataan karakter-

konsekuensi.55 Dimana frase a’-b’ merupakan konsekuensi/dampak dari karakter

seseorang yang lamban dan tekun. Jika memperhatikan dalam frase a’, maka orang yang

lamban (frase a) dalam pekerjaan akan mengakibatkan pada kemiskinan. Sedangkan pada

frase b’, seseorang yang mempunyai sifat karakter rajin dalam bekerja akan

menghasilkan kekayaan. Hal tersebut merupakan konsekuensi yang akan diterima bagi

orang yang rajin. Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari tipe perkataan

karakter-konsekuensi.

Tipe perkataan karakter-konsekuensi Amsal 10:4

Stich Frase Karakter Frase Konsekuensi

A a Tangan yang lamban a’ menyebabkan kemiskinan

B b Tangan yang rajin b’ akan menjadikan kaya

Analisis struktur dari Amsal 10:4 telah memberikan ciri khas kepenulisannya,

terlebih gaya puisi dan struktur yang membuat pesan dari amsal ini lebih dimengerti oleh

para pembaca. Melalui analisis ini, selain menekankan perbedaan secara kontras antara

orang yang lamban dan rajin berserta dengan konsekuensinya masing-masing, penulis

Amsal juga memberikan penekanan kepada pembaca untuk dapat memilih sifat dari

karakter seseorang dalam mengumpulkan harta yang benar. Walaupun, Amsal 10:4 dapat

menyampaikan makna dari pengalaman-pengalaman yang terjadi, tetapi pemilihan sifat

bijak dari sisi ketekunan memberikan pengajaran-pengajaran moral bagi pembaca amsal.

55
D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting
the Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
58

Analisis Retoris

Amsal 10:4 adalah ayat yang memakai figur penggantian.56 Kalimat dari ayat

ini memakai figuratif metonymy subjek.57 Hal ini dapat diperhatikan ketika penulis amsal

menyebutkan subyek sebagai penggantian bagi atribut atau sisipannya.58 Pasal 10:4

memberikan contoh bagi figuratif ini, dimana “Tangan (metonimia subjek) yang lamban

menyebabkan kemiskinan, tetapi tangan (metonimia subyek) yang rajin akan menjadikan

kaya.” Pada pemaparan ini, kata “tangan” dapat merujuk kepada suatu tindakan yang

disebutkan sebagai penggantian, sehingga memiliki hubungan dari kata tersebut. Kata

“tangan” dapat berarti tindakan, cara berperilaku atau bersikap, dan adalah metonimia

subjek.59 Penulis Amsal sangat menekankan kepada karakter seseorang yang memiliki

cara berperilaku yang baik dalam mengelola harta. Sikap seseorang yang rajin, tangkas

dan bertanggungjawab kepada pekerjaannya akan memberikan suatu kekayaan.

Pada analisis sebelumnya. Penulis telah memaparkan bahwa Amsal ini

memakai pola karakter-konsekuensi, dimana terdapat beberapa frase sebagai karakter

(penyebab) dan konsekuensi (efek/akibat). Namun, analisis pelengkap retoris telah

memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa karakter dari seseorang yang rajin

merupakan penekanan utama sebagai pembentukan karakter dalam pengumpulan harta

yang benar.

56
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
57
Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible, 567.
58
Ibid.
59
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
59

Kesimpulan

Amsal 10:4 telah memberikan sifat yang bijak dalam pengumpulan harta yang

benar. Salah satu yang dapat dipelajari pada bagian ini adalah ketekunan. Penulis Amsal

sangat memuji seseorang yang tekun dalam melakukan suatu pekerjaan, dibandingkan

dengan orang yang malas atau lamban.

Pada bagian ini, sifat tekun merupakan salah satu sifat bijak (virtue) yang

ditekankan oleh penulis Amsal. Sifat ketekunan adalah suatu kebiasaan yang

menghasilkan karakter yang baik, sehingga membentuk suatu sikap rajin bagi diri

seseorang sebagai suatu perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh sebab itu,

ayat ini membentuk suatu sikap/tindakan rajin seseorang, sehingga ia dapat

mengumpulkan (sebagai efek/konsekuensi) kekayaannya.

Mengelola Harta (13:11)

Amsal 13:11 merupakan salah satu bagian teks yang membicarakan tentang

pengumpulan harta yang benar. Pada pemaparan ini, pengelolaan terhadap harta secara

benar akan menunjukan bahwa kekayaan akan bertahan tergantung bagaimana cara

mendapatkan dan memakai setiap materi-materi yang dimilikinya. Analisis yang akan

dipakai pada Amsal 13:11 tidak akan menerapkan semua prosedur hermeneutika hikmat.

Namun, Penulis hanya memakai Analisis terjemahan, konteks dan struktur. Lalu diakhiri

dengan kesimpulan mengenai ayat ini.


60

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

dy"å-l[; #beÞqow> j['_m.yI lb,h,äme !Ahâ 11 11. Harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa

akan berkurang, tetapi seseorang yang


`hB,(r>y:
mengumpulkan sedikit demi sedikit, akan

bertambah.

Ada 4 (empat) catatan teks yang penting untuk menjelaskan beberapa alasan

dari terjemahan Amsal 13:11. Pertama, kata benda !Ahâ “hôn” memiliki arti sebagai

“harta, kekayaan ataupun kecukupan.”60 Kata benda ini memberikan arti dasar tentang

kuantitas (jumlah) suatu benda yang diperlakukan secara cukup kepada setiap

“harta”ataupun “kekayaan.”61 Pada pengembangannya, seseorang dapat memenuhi,

mengatur dan mengelola kebutuhan hidupnya dengan beberapa cara atau tindakan yang

berkenan. Oleh sebab itu, kata benda di atas memaparkan suatu penjelasan tentang

pengelolaan ataupun cara seseorang dalam “memperoleh harta,” sehingga masing-masing

orang sewajarnya dapat memperlakukan dan memelihara kekayaannya. Tentunya, Amsal

ini telah menunjukkan 2 (dua) cara/tindakan antara pengumpulan yang dilakukan secara

tergesa-gesa dan sedikit demi sedikit.

60
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0. Kata benda
!Ahâ “hôn” dapat ditemukan dalam Amsal 10:15; 11:4;12:27; 13:7, 11; 18:11; 19: 4, 14; 28:8, 22; 29:3.
Lih. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 11.
61
Ibid. Kata benda !Ahâ “hôn” juga diartikan sebagai “harta bergerak” yang memberikan suatu
keuntungan yang tahan lama, seperti: pertanian ataupun peternakan. Dapat diperhatikan dalam Amsal
27:23-27. Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 565.
61

Pada bagian kedua, kata benda lb,h,äme “m¢hebel “ secara harafiah dapat

diartikan sebagai “nafas, asap dan uap air.”62 Namun dari terjemahan ayat ini, penulis

lebih memilih untuk menerjemahkan kata benda lb,h, “hebel ” sebagai “tergesa-gesa

ataupun terburu-buru.”63 Pembuktian lain seperti terjemahan RSV, NRS dan ITB juga

menerjemahkan kata ini sebagai “tergesa-gesa dan terburu-buru.” Kata benda di atas

dapat merujuk kepada tindakan seseorang yang mengelola harta dengan cepat, tanpa

harus mengalami suatu proses panjang.

Sedangkan, kata kerja j['m


_ y. I “yim®±a‰ ” diartikan sebagai “menjadi kurang,
berkurang.”64 Kata kerja ini memberikan suatu konsekuensi dari tindakan yang diperbuat

sebelumnya, karena tindakan pengelolaan harta diperbuat secara tergesa-gesa. Oleh sebab

itu, kalimat dari ayat 11a “harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa akan berkurang”

adalah tindakan yang memberikan konsekuensi buruk, karena mengakibatkan harta

seseorang berkurang. Menurut Ploger, kekayaan yang diperoleh terlalu cepat

menimbulkan kecurigaan kepada orang lain, sehingga memberikan penilaian bahwa

pengelolaan harta ini dilakukan dengan cara yang ilegal.65

62
Kata benda ini juga memakai proposisi !mi “min “ yang berarti “dari, oleh, di dan lain-lain.”
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 76.
63
Beberapa penafsir Alkitab seperti Roland E. Murphy dan Michael Fox menyarankan bahwa
kata benda lb,h,äme “m¢hebel” dapat merujuk kepada beberapa terjemahan kuno. Septuaginta memakai kata
kerja Yunani evpispoudazome,nh, yang dapat diartikan sebagai kata “yang dipeoleh secara terburu-buru” (kata
yang sama diterjemahkan dalam Vulgata dan BHS). Dalam Masoretik Teks (MT) dicatumkan secara
konsonantal lbhm yang menyulitkan dan meragukan untuk menerjemahkan kata tersebut. Namun,
'
menurut Michael Fox, kata lhbm (diambil dari kata sifat lh;B “b¹hal ”) muncul sebagai kata yang
memiliki tempat bunyi atau metathesis, sehingga dapat diterjemahkan sebagai “tergesa-gesa atau terburu-
buru.” Kata benda diatas juga dipakai dalam Amsal 20:21 yang diterjemahkan dengan kata yang sama.
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 94. Lih. Fox, Proverbs 10-31: A New
Translation With Introduction And Commentary, 565.
64
Dari kata kerja dasar j[;m. qal, imperfek, 3 maskulin tunggal. Owens, Analytical Key to the
Old Testament, 555.
65
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 565.
62

Ketiga, kata kerja #beÞqo “qob¢ƒ ” memiliki definisi sebagai “mengumpulkan

atau memasang.”66 Kata kerja ini memiliki bentuk partisip yang juga berfungsi sebagai

kata sifat, kata benda dan kata kerja. Lebih dari itu, bentuk partisip dari kata kerja

tersebut dapat mengungkapkan suatu subyek tak tentu.67 Oleh sebab itu, kata kerja #beÞqo

“qob¢ƒ ” dapat diterjemahkan sebagai “seseorang yang mengumpulkan.” Terjemahan ini

memberikan penjelasan kepada tindakan seseorang yang sedang mengumpulkan harta.

Keempat, kata benda dy"å-l[; “±al-y¦dh” secara harafiah dapat diartikan

sebagai “atas tangan.”68 Namun, kata benda di atas dapat diterjemahkan sebagai “sedikit

demi sedikit.” Asal-usul dari kata dy"å-l[; “±al-y¦dh” mempunyai makna sebagai suatu

proses pengumpulan secara berlahan, setahap demi setahap, kemungkinan pengertian ini

juga diperoleh dari sistem pertanian Israel Kuno.69 Menurut C. F. Keil, kata benda ini

diterjemahkan sebagai cara seseorang mengelola harta “secara berangsur-angsur.”70

Pada bagian tersebut, tindakan yang tidak terburu-buru, perlahan-lahan,

bahkan berhati-hati akan memiliki konsekuensi yang baik dalam pengelolaan harta. Ayat

11 b menjelaskan bahwa pengaturan harta yang dilakukan sedikit demi sedikit akan

menjadikan seseorang bertambah kaya. Hal ini tidak lepas dari cara bagaimana seseorang

menggunakan dan memakai setiap hartanya, sehingga dapat dikelola secara benar.

66
Dari Kata kerja dasar #b;q “q¹baƒ “ qal , partisip maskulin tunggal. Owens, Analytical Key
to the Old Testament, 555.
67
Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
68
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 388-752.
69
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 94.
70
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 277.
63

Analisis Konteks

Dalam analisis ini, Amsal 13:11 tidak lepas dari keterkaitan antara konteks

dekat dan konteks yang jauh. Pada konteks yang dekat, Amsal 13:11 merupakan salah

satu bagian dari pasal 13:7-11 yang mengajarkan tentang kekayaan/harta.71 Risnawaty

Sinulingga mengatakan bahwa,

Didikan dalam ayat 1 dikaitkan dengan pengajaran tentang kekayaan pada ayat 7-
11. Perikop ini diawali dengan sikap hidup yang benar dan salah terhadap
kekayaan (ay.7), yang dikembangkan dalam bentuk pengajaran tentang dampak
dari kekayaan dan antisipasi terhadapnya (ay.8-9), sikap hidup yang salah
terhadap kekayaan dan antisipasi terhadapnya dengan mendengarkan nasihat
hikmat (ay.10), dan akhirnya ditutup dengan kesimpulan pengajaran tentang
kekayaan (ay.11).72

Menarik untuk diperhatikan, inti sari pengajaran tentang kekayaan tidak lepas dari nasihat

hikmat pada ayat 10b, “mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat.” Ayat

tersebut merupakan kalimat pembuka untuk menyimpulkan ayat 11 sebagai ajaran hikmat

tentang kekayaan dari beberapa sikap dan dampak yang telah dijelaskan pada ayat-ayat

sebelumnya. Kepentingan terhadap pengelolaan harta sangat ditekankan oleh penulis

Amsal, sehingga para pembaca dapat membedakan antara “orang yang mengumpulkan

harta dengan benar dan salah,” Oleh sebab itu, tema pokok dari ayat 7-11 memberikan

unsur-unsur yang penting tentang “sikap seseorang terhadap kekayaan.”73

Sedangkan konteks yang jauh, penulis lebih memilih untuk memisahkan

antara ayat 11 bagian a dan bagian b. Pada ayat 11a, harta yang diperoleh dengan cepat

atau instant menimbulkan kecurigaan kepada orang lain. Biasanya, harta yang

dikumpulkan dengan cara ini memakai beberapa kebiasaan-kebiasaan untuk menipu

(berbohong) atau melakukan kekerasan terhadap orang lain (seperti: ketidakadilan). Hal

71
Horne, Smyth & Helwys Commentary, Proverbs-Ecclesiastes, 170-172.
72
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 135.
73
Garrett, The New American Commentary, 110.
64

ini akan mengakibatkan suatu kesia-siaan, bahkan mengakibatkan suatu kehancuran

(kemiskinan, situasi yang sulit). Paparan di atas tidak lepas dari konteks Amsal 10:1-

22:16, seperti Amsal 10:2; 11:4, 18: 21:6.74 Ayat-ayat tersebut juga menjelaskan cara-

cara yang salah dalam pengelolaan harta, sehingga selalu memberikan konsekuensi/akibat

yang buruk. Dalam masyarakat Indonesia, kasus ini lebih dikenal dengan: “Uang setan

dimakan hantu.” Maksudnya, uang yang diperoleh seseorang dengan cepat tanpa kerja

keras tetapi melalui kejahatan (korupsi, suap) akan cepat habis karena orang itu juga akan

mengalami kejahatan atau malapetaka.75

Pada ayat 11b, seseorang yang mengumpulkan hartanya sedikit demi sedikit,

akan menjadikan kaya. Berbeda dari ayat 11 a, pengelolaan harta secara benar akan

memberikan dampak/akibat yang baik. Pekerjaan yang dilakukan dengan tahap demi

tahap tidak akan lepas dari sikap seseorang yang bekerja keras, tekun, dan jujur,

walaupun lambat, tetapi akan menjadikan kaya. Tema-tema dari ajaran ini cukup banyak

dijelaskan dalam Kitab Amsal, seperti: Amsal 20:21; 28:20b, 22.76 Ajaran-ajaran

mengenai kekayaan dalam kitab Amsal banyak dikutip oleh perdana menteri Ptah-ho-tep

di Mesir (2450 SM) yang menulis tentang beberapa petunjuk-petunjuk kebahagiaan.77

Menurut McKane, Perdana menteri tersebut menulis bahwa harta yang diperoleh secara

serakah dan terburu-buru berbeda dengan harta yang diperoleh dengan lambat, tetapi

dengan usaha dan bekerja keras.78

74
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 97.
75
Korupsi, Kompasiana, http:/Kompasiana.com/2011/.html; diakses pada tanggal 23 Februari
2016.
76
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 135.
77
W.S Lasor, D. A. Hubbard, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), 71.
78
W. McKane, Proverbs: A New Approach (London: SCM Press, 1970), 459.
65

Analisis Struktur

Amsal 13:11 mengikuti pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich B

membentuk paralelisme secara antitesis (kontras). Dari sisi yang lain, Amsal ini

membentuk khiasmus dengan model: a-a’-b-b’.79 Kiasme tersebut terdiri dari hubungan-

hubungan yang membentuk antar frase dari ayat 11 (sebelas). Hal tersebut dapat

diperhatikan pada tabel dibawah ini.

Analisis Struktur Amsal 13:11

Stich A- Harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa (frase a)

Akan berkurang (frase a’)

Tetapi

Stich B- Seseorang yang mengumpulkan sedikit demi sedikit (frase b)

Akan bertambah (frase b’)

Antitesis pada ayat ini dapat dibagi dalam 2 bagian. Pertama, kekontrasan antara frase a

dan b. Tindakan dalam pengelolaan harta memiliki suatu perbedaan antara “harta yang

diperoleh dengan tergesa-gesa” dan “harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit.”

Sedangkan pada bagian kedua, kekontrasan terjadi pada frase a’-b’. Perbedaan ini

didasarkan pada kedua akibat antara “harta yang berkurang” dan “harta yang bertambah.”

Melalui gaya puisi yang dipakai oleh penulis Amsal, pasal 13:11 memaparkan sebab-

akibat pada masing-masing tindakan dan konsekuensinya.

Dari paparan paragraf sebelumnya, maka disimpulkan bahwa Amsal 13:11

memakai tipe dengan model perkataan tindakan-konsekuensi.”80 Hal ini dapat terlihat

ketika seseorang yang mengumpulkan harta dengan tergesa-gesa akan mengalami

79
Meynet, Rethorical Analysis, 232.
80
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
66

konsekuensi di dalam dirinya, sehingga orang tersebut akan merasa kekurangan terhadap

hartanya (frase a-a’). Berbeda dengan frase b-b’, seseorang yang memperoleh harta

sedikit demi sedikit akan mengakibatkan pertambahan dalam hartanya. Tentunya

tindakan dari frase b memberikan suatu efek/konsekuensi yang benar dalam

pengumpulan harta. Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari tipe tindakan-

konsekuensi Amsal 13:11.

Tipe perkataan tindakan-konsekuensi Amsal 13:11

Stich Frase Tindakan Frase Konsekuensi

A a Harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa a’ akan berkurang

B b Seseorang yang mengumpulkan sedikit demi b’ akan bertambah

sedikit

Analisis Struktur telah memberitahukan kecirikhasan pada Amsal 13:11

menurut gaya penulisannya. Dengan menggambarkan sebuah kontras yang mencolok,

penulis amsal sungguh-sungguh memuji perilaku orang bijak yang mengumpulkan harta

sedikit demi sedikit (kerja keras, tekun, dan kesabaran), karena orang itu akan memiliki

kekayaan. Namun, amsal ini menunjukkan kebenciannya kepada seseorang yang

mengumpulkan harta dengan cara tergesa-gesa, karena orang itu akan mengalami

kekurangan dengan cara tersebut. Oleh sebab itu, penulis Amsal sangat menganjurkan

bahwa orang bijak harus menolak tindakan-tindakan yang salah dalam pengelolaan harta.

Kesimpulan

Amsal 13:11 adalah teks kitab yang menekankan tindakan seseorang terhadap

pengelolaan harta. Seperti yang dikatakan sebelumnya, pengumpulan harta yang benar

akan bertahan tergantung dari cara seseorang memakai dan mendapatkan kekayaan.

Bekerja keras dan tekun merupakan sifat bijak yang ditekankan oleh penulis Amsal untuk
67

memberikan pola karakter kepada pembacanya, sehingga dapat memberikan maksud,

arah dan tujuan terhadap karakter tersebut.

Kerja keras dan tekun dalam pengumpulan harta dapat memberikan suatu

intention atau tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang, yaitu kekayaan. Seperti dengan

ayat sebelumnya, karakter bekerja keras dan pengelolaan harta yang baik akan

membentuk tujuan/arah seseorang untuk mendapatkan kekayaan. Walaupun dengan

proses yang panjang, karakter ini akan memberikan suatu keberhasilan, karena harta akan

melangsungkan kehidupan, akan berkelimpahan dan akan diwariskan.

Mewariskan harta kepada anak-anak (13:22)

Pada bagian terakhir, Amsal 13:22 memberikan salah satu cara dalam

mengelola harta , yaitu menurunkan harta kepada anak-anak. Pembahasan sebelumnya,

pembentukan karakter terhadap harta sangat menekankan kepada sifat, cara ataupun

tindakan seseorang dalam mengelola harta. Bagian ini merupakan tahap selanjutnya dari

pembentukan karakter, dimana seseorang mengelola dan mewariskan hartanya kepada

anak cucunya. Analisis dari Amsal 13:22 diharapkan dapat memberikan pengertian-

pengertian penting terhadap pembentukan karakter terhadap harta, terlebih menemukan

setiap kebenaran yang terkandung di dalamnya.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

÷!Wpïc'w> ~ynI+b'-ynE)B. lyxiîn>y: bAjª 22 22. orang baik akan mewariskan bagi anak

cucunya, tetapi kekayaan orang berdosa


`aje(Ax lyxeä qyDIªCl;
disimpan bagi orang benar.
68

Dari terjemahan di atas, ada 4 (empat) catatan teks yang patut untuk

diperhatikan secara saksama. Pertama, kata benda bAjª “‰ôb” dapat diartikan sebagai

“baik, lebih baik, atau bermanfaat.”81 Namun, kata benda ini dapat diterjemahkan sebagai

“orang baik.”82 Kata benda bAjª “‰ôb” sendiri adalah kata semboyan yang dipakai untuk

menjelaskan maksud “orang baik” dalam ayat 21 dan 22.83 Menurut C. F. Keil, kata

benda bAjª “‰ôb” yang dapat diterjemahkan sebagai “orang baik,” memberikan arti bahwa

seseorang dapat memiliki hubungan/kekerabatan kepada orang lain, karena didasarkan

pada sifat kasih yang tidak mementingkan dirinya secara pribadi.84 Oleh sebab itu,

seseorang yang mempunyai karakter yang baik mampu berkomunikasi mengenai semua

kebaikannya dalam wujud apapun. Dalam ayat ini, “orang baik” dapat mewujudkan sifat

kebaikannya dengan mewariskan setiap harta kepada keturunannya.

Kedua, kata kerja lyxiîn>y: “yan®µîl “ secara literal dapat diartikan sebagai

“mewariskan ataupun memiliki.”85 Pada ayat 22, kata kerja ini lebih tepat diterjemahkan

sebagai “akan mewariskan.”86 kata kerja lyxiîn>y: “yan®µîl “ memberikan penjelasan

bahwa orang baik “akan mewariskan” hartanya kepada anak cucunya. Hal ini dapat

diperhatikan dari kata benda ~ynI+b-' ynEB) “b®nê-b¹nîm “ (diartikan: anak cucu) yang

memberikan penekanan terhadap objek dari pemberian warisan. Dalam pemikiran orang

81
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
82
Murphy, The Wisdom Literature, 69.
83
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 98.
84
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 207.
85
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 234.
86
Dari kata kerja dasar lx;n" “n¹µal,” hifil, imperfek 3 maskulin tunggal. Owens, Analytical
Key to the Old Testament, 556.
69

Israel kuno, mewariskan suatu benda adalah tanda penyertaan Tuhan bagi bangsa

tersebut. Penyertaan ini diperluas kepada orang-orang yang benar dan bukan kepada

orang-orang yang berdosa.87 Oleh karena itu, sangat penting bagi orang Israel untuk

meninggalkan warisan kepada garis keturunannya.

Ketiga, kata kerja aje(Ax “µô‰¢° “ merupakan kata kerja partisip yang

diartikan sebagai “ sedang berdosa.”88 Namun, kata kerja partisip ini dapat berfungsi kata

benda, sehingga kata kerja aje(Ax “µô‰¢° “ dapat diartikan sebagai “orang berdosa.”89

Arti dasar dari kata kerja ini merujuk kepada “kegagalan seseorang terhadap apa yang

dicapai.”90 Kegagalan ini dapat mengarahkan seseorang bertindak salah dalam

pengumpulan harta, sehingga orang tersebut jatuh miskin. Pada ayat 22, penulis Amsal

memaparkan dua karakter orang yang berbeda yaitu orang baik dan orang berdosa.

Keempat, kata kerja !Wpïc' “ƒ¹pûn” secara harafiah berarti “disimpan atau

disembunyikan.”91 Kata kerja ini merujuk kepada “kekayaan dari orang berdosa” yang

disimpan oleh “orang benar.” Kata kerja!Wpïc' “ƒ¹pûn” dapat diartikan bahwa orang

berdosa dapat menjadi kaya, namun kekayaan itu bersifat sementara saja, tidak akan

dinikmati orang berdosa, karena kekayaan itu akan menjadi milik dari orang benar.92

87
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 142. Lih. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 151.

Dari kata kerja dasar aj'x' “µ¹‰¹°,” partisip aktif, maskulin tunggal. Brown, S. R. Driver,
88

dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the Old Testament, 307.
89
Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
90
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
91
Dari kata kerja dasar !p;c “ƒ¹pan” qal, pasif, partisip, maskulin tunggal. Owens, Analytical
Key to the Old Testament, 556.
92
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 98. Lihat juga penjelasan R.E.
Murphy mengenai kekayaan yang tidak dapat dinikmati ini dalam tafsirannya dalam Pengkhotbah 5:17. R.
70

Tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan orang berdosa menjadi miskin. Pada

analisis konteks, akan dipaparkan beberapa penyebab “kekayaan orang berdosa disimpan

oleh orang benar.”

Analisis Konteks

Konteks dari Amsal 13:22 akan dipaparkan melalui konteks dekat dan konteks

yang jauh. Pada konteks dekat, Amsal 13:22 mempunyai hubungan yang erat antara ayat

21 dan 24. Jika memperhatikan hubungan secara konteks dari ayat 21, maka dapat

ditemukan suatu penghargaan bagi “orang benar” yang menerapkan prinsip kebenaran,

keadilan dan kebaikan untuk seluruh aspek kehidupannya.93 Hal ini tidak lepas dari peran

Allah yang memberikan pembalasan bagi orang yang benar (ay.21b), sehingga orang

tersebut dapat mencerminkan karakter-karakter yang baik dalam kehidupannya. Karakter

yang sudah terwujud akan dinyatakan dengan cara mengumpulkan harta bagi anak

cucunya (ay.22). Oleh sebab itu, sifat kebaikan yang diperlihatkan oleh “orang yang

baik” dapat menggerakkan orang tersebut untuk mewariskan harta benda kepada anak

cucunya.

Pada ayat 22 dan 24 menunjukkan bahwa semua orang baik ingin

meninggalkan warisan yang baik kepada anak cucunya. Ayat 22 memperlihatkan wujud

warisan dalam hal harta benda, sedangkan ayat 24 diwujudkan dengan mewariskan

prinsip-prinsip moral kepada anak cucunya.94 Perlu diketahui, bahwa penulis Amsal

menjelaskan kedua ayat ini untuk menekankan keseimbangan antara keperluan moral dan

keperluan fisik/materi. Kedua ayat ini sama-sama menekankan kebutuhan anak-anak

E. Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 23- Ecclesiastes (Dallas: Thomas Nelson Publishers,
1992), 52-53.
93
Charles Bridges, The Crossway Clasic Commantaries-Proverbs (Nottingham: Crossway
Books, 2001), 134.
94
Garrett, The New American Commentary, 139.
71

yang dilatih secara moral tanpa mengabaikan kebutuhan material bagi anak cucunya.95

Seseorang akan mendidik anak-anaknya dengan memberi, berhemat secara bijak dan

pantas, supaya orang tersebut dapat meninggalkan pengajaran-pengajaran moral kepada

anak-anaknya nanti. Orang yang berbuat baik, tentunya akan menghormati Tuhan dengan

hartanya dan menggunakannya untuk melayaniNya, menyimpannya bagi anak cucunya

kelak. Dengan demikian, seseorang akan membiasakan diri kepada perilaku-perilaku

yang baik sebagai bentuk antisipasinya pada masa yang akan datang yaitu mewariskan

harta benda bagi anak cucunya, sehingga hal ini dapat membentuk suatu karakter dari

orang baik tersebut. Menurut penulis, konsekuensi yang tercermin dari analisis ini akan

melatih dirinya untuk berperilaku yang baik hingga tujuannya dapat tercapai yaitu

kekayaan bagi anak cucunya.

Pada ayat 22b, “kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar”

merupakan kalimat yang sukar untuk dimengerti secara konteks. Namun, dalam kitab

Amsal setidaknya menjelaskan dua penyebab kemiskinan yang dapat dilihat dari

beberapa konteks jauh. Pertama, kemiskinan bukan berasal dari kesalahan orang miskin,

melainkan dari struktur masyarakat yang tidak adil. Hal ini dapat diperhatikan dalam

Amsal 14:20; 19:4,7; 22:7.96 Akan tetapi, penyebab kemiskinan yang lain, yang sesuai

dengan ayat 22 adalah dosa dari orang miskin dan keluarganya, seperti: kemalasan,

pemborosan, termasuk kejahatan yang mengakibatkan penghukuman.97 Secara konteks,

ayat-ayat ini dapat diperhatikan dalam Amsal 10:2, 3, 26;13:4, 11;19:15. Oleh karena itu,

orang berdosa dapat kehilangan hartanya sebagai akibat dari kejahatannya, sedangkan

orang benar mendapatkan harta tersebut karena kebenarannya.

95
Ibid.
96
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 14.
97
Garrett, The New American Commentary, 139.
72

Analisis Struktur

Secara struktur, Amsal 13:22 memakai pola dua baris (distich), yaitu Stich A

dan Stich B memiliki bentuk paralelisme antitesis (kontras).98 Dari sisi yang lain, Amsal

ini membentuk hubungan-hubungan chiasme antar frase dari ayat 22, dengan memakai

model a-a’-b-b’.99 Tabel ini akan memperjelas maksud dari kedua kalimat pokok di atas.

Analisis Struktur Amsal 13:22

Stich A- Orang baik akan mewariskan (frase a)

Bagi anak cucunya (frase a’)

Tetapi

Stich B- Kekayaan orang berdosa disimpan (frase b)

Bagi orang benar (frase b’)

Ada 2 macam antitesis yang ditunjukkan dalam Amsal 13:22. Pertama,

kekontrasan antar frase a-b yang tercermin dari kedua karakter antara “orang baik dan

orang berdosa.” Karakter orang baik menunjukkan sifat kebaikannya kepada seseorang

yang memiliki hubungan keluarga/kekerabatan, sedangkan karakter orang berdosa

diwujudkan dengan sikap yang salah dalam mengelola harta, sehingga orang tersebut

mengalami kemiskinan. Antara frase a-b telah menunjukkan 2 (dua) karakter yang

kontras dalam menyikapi harta.

Kedua, antara frase a’-b’ telah memaparkan 2 (dua) konsekuensi dari masing-

masing karakter (seperti: orang benar dan orang berdosa). Seseorang yang mempunyai

prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan dalam mengelola harta akan mewujudkannya

dengan mewariskan harta tersebut kepada anak cucunya. Sedangkan, karakter dari orang

98
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 150.
99
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
73

berdosa akan merugikan dirinya sendiri, karena kekayaannya akan diambil oleh Allah

dan diberikan kepada orang yang benar. Konsekuensi ini diakibatkan dari karakter orang

berdosa, sehingga orang benar akan mendapatkan hartanya karena prinsip-prinsip

kebenaran.

Dengan memperhatikan 2 (dua) paragraf sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa Amsal 13:22 memakai tipe dengan model perkataan karakter-

konsekuensi.100 Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai

tipe perkataan tersebut.

Tipe perkataan karakter-konsekuensi Amsal 13:22

Stich Frase Karakter Frase Konsekuensi

A a Orang baik a’ Akan mewariskan bagi anak cucunya

B b Kekayaan orang berdosa b’ Disimpan bagi orang benar

Analisis Struktur dari Amsal 13:22 menunjukkan suatu cara yang benar dalam

mengumpulkan harta. Karakter yang baik akan memperlihatkan tindakan yang selalu

berpihak kepada orang-orang benar. Bukan hanya menguntungkan secara pribadi,

melainkan dapat berpengaruh kepada sanak saudara, bahkan kepada orang lain, karena

mampu menunjukkan sifat kasihnya dengan mewariskan setiap harta. Hal ini merupakan

tanda dari penyertaan Tuhan pada setiap kehidupannya, bahkan seluruh keluarga

besarnya. Penulis Amsal telah menekankan kepada setiap pembaca, agar mampu memilih

salah satu pola yang benar dalam mengelola harta.

100
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
74

Analisis Retoris

Pada bagian analisis ini, Amsal 13:22b “kekayaan orang berdosa disimpan

orang benar” memakai kata-kata ungkapan secara paradoks (kontradiksi).101 Artinya,

kata-kata dalam ayat 22b memiliki nada yang bertentangan, meskipun kenyataannya

kalimat ini mengandung suatu kebenaran. Dalam hal ini, penulis Amsal telah

memaparkan suatu pengalaman dan unsur-unsur pengajaran bagi pembacanya. Supaya

orang berdosa dapat mengetahui bahwa harta yang telah diperoleh dapat hilang akibat

dari kejahatannya. Dari pihak yang lain, orang benar akan memperoleh setiap hartanya,

karena orang tersebut melakukannya dengan prinsip-prinsip kebenaran.

Selain itu, Amsal 13:22 memperlihatkan suatu kiasan yang berhubungan

dengan penambahan atau pengembangan berupa kata/uraian (amplifikasi). Khususnya

amsal ini memakai kiasan secara Inclusio, yaitu kiasan retoris dimana suatu nats/ayat

diawali dan diakhiri dengan kata, frase atau klausa yang sama (atau serupa).102 Inclusio

sering kali terdapat dalam bentuk puisi secara kiasme. Dalam hal ini, frase dari “orang

benar”merupakan awal dari ayat 22 yang diakhiri dengan frase serupa yaitu “orang baik.”

Perlu diketahui bahwa orang benar seringkali disebut sebagai “orang baik.” Dalam kitab

Amsal, “orang benar” selalu diperlihatkan secara identik dengan “orang baik.” Lagi pula

ayat 22, frase “orang baik” juga diletakkan dalam posisi paralel identik (tidak ada

perbedaan) dengan frase “orang benar.”103 Oleh sebab itu, kiasan ini memberikan

pengulangan yang berfungsi sebagai bingkai dalam suatu kalimat, sehingga frase “orang

101
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
102
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2012), 36. Lih. Carl A.
Reed, Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian Lama, Sem. II, 2015.
103
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 151.
75

baik” dan “orang benar” adalah penekanan oleh penulis Amsal sebagai frase tema atau

istilah penting dalam ayat 22.

Kebenaran-kebenaran dari ayat ini telah menunjukkan bahwa konsekuensi

(dampak) dari seseorang yang mempunyai sifat kebaikan, kemurahan hati dan

perhatiannya dalam pengelolaan harta akan diwujudkan dengan mewariskan harta benda

kepada anak cucunya. Sifat dari orang benar tidak akan merugikan dirinya sendiri, karena

pemeliharaan Tuhan akan menjadi bagian dalam kehidupannya.

Kesimpulan

Amsal 13:22 adalah salah satu ayat yang mengajarkan pentingnya orang benar

mewariskan harta bagi anak cucunya. Ayat ini sebenarnya menekankan seseorang untuk

menunjukan sifat kebaikan yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sehingga orang itu

dapat memperlihatkan sifatnya sebagai orang benar untuk mewariskan harta benda

kepada orang lain yang layak memperoleh hak waris.

Dalam hal ini, konsekuensi dari karakter orang baik akan memperkaya anak

cucunya. Pengelolaan harta yang benar dapat diwujudkan dengan mewariskan harta

benda dari satu generasi kepada generasi yang lain. Peran dalam kehidupan keluarga

merupakan bagian yang penting dalam membentuk suatu peran dalam komunitas yang

kecil. Pembentukan karakter ini lebih dikenal dengan shaping community atau peran

kepada komunitas masyarakat. Pengelolaan secara benar terhadap harta akan

memperlihatkan bahwa harta itu akan diwariskan kepada anak cucunya. Hal ini akan

membentuk suatu tradisi atau kebiasaan yang baik dalam kehidupan keluarga, bahkan

akan mempengaruhi kepada komunitas masyarakat. Pola-pola tersebut akan tertanam

pada setiap generasi sebagai cara Allah yang memelihara orang-orang benar di

hadapanNya.
76

Keuntungan dari Kekayaan

Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari seseorang yang

mendapatkan keuntungan dari harta tersebut. Penulis Amsal telah memaparkan beberapa

bagian mengenai keuntungan dari harta yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman

yang terjadi ataupun prinsip-prinsip pengajaran bagi pembacanya. Sangat menarik

tentunya, jika beberapa bagian dari amsal ini dapat menjadi pelajaran bagi setiap

pembaca. Bahkan, dapat memperhatikan realita kehidupan saat ini mengenai harta dan

kekayaan.

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan 2 (dua) aspek mengenai

keuntungan dari kekayaan. Pertama, kekayaan akan mendatangkan kenyamanan (10:15),

kedua, kekayaan memiliki banyak sahabat (19:14), ketiga, didasarkan pada reputasi

seseorang (22:1). Subtopik dari ketiga bagian ini telah diperhatikan oleh penulis untuk

menjelaskan sisi-sisi penting terhadap keuntungan dari kekayaan. Lagi pula, ketiga amsal

ini telah mewakili dari beberapa amsal yang menjelaskan tentang keuntungan dari

kekayaan. Oleh sebab itu, bagian dari subtopik ini akan dijelaskan melalui beberapa

analisis, sehingga dapat menemukan prinsip-prinsip dari pembentukan karakter terhadap

harta dalam Amsal 10:1-22:16.

Kekayaan akan mendatangkan kenyamanan (10:15)

Salah satu bagian Amsal yang membahas mengenai keuntungan terhadap

harta adalah “kekayaan yang akan mendatangkan kenyamanan” (10:15). Ayat ini akan

menjelaskan beberapa pengajaran tentang manfaat kekayaan dan problema terhadap

kemiskinan. Oleh sebab itu, keempat analisis (analisis terjemahan, konteks, struktur dan

pelengkap retoris) yang akan dipakai oleh penulis diharapkan dapat menemukan prinsip-

prinsip dan kesimpulan mengenai keuntungan kekayaan dari sudut pandang Amsal 10:15.
77

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

tT;Þxim. AZ=[u ty:år>qi ryvi['â !Ahå 15 15. Harta seorang kaya adalah kota

`~v'y( rE ~yLiäD: bentengnya, (tetapi) kehancuran orang

miskin adalah kemiskinannya.

Adapun 4 (empat) kata yang patut dibahas dalam catatan teks Amsal 10:15.

Pertama, kata sifat ryvi['â “±¹shîr” dapat diartikan sebagai “harta, kekayaan ataupun

seorang kaya.”104 Penulis lebih memilih untuk menerjemahkan kata ini sebagai “seorang

yang kaya.” Lagi pula, beberapa versi terjemahan dari KJV, NAS dan RSV memberikan

arti bahwa kata sifat ryvi['â “±¹shîr” dapat diterjemahkan sebagai “seorang kaya.” Kata

ini biasanya menjelaskan tentang status sosial seseorang yang berdasarkan pada

kekayaannya.105 Keberadaan sosial tentunya dipengaruhi oleh cara seseorang dalam

mengumpulkan harta, sehingga orang tersebut dapat merasakan kenyamanan oleh karena

hartanya. Tidak lepas dari pemakaian kata benda !Ahâ “hôn” dari ayat 15, kata benda

tersebut telah dijelaskan oleh penulis (lih. Hal. 64), bahwa seseorang dapat memenuhi,

mengatur dan mengelola kebutuhan hidupnya dengan beberapa cara atau tindakan yang

berkenan (seperti:bekerja keras, tekun dan jujur). Oleh sebab itu, seseorang yang kaya

secara tidak langsung telah memperlihatkan status sosialnya di hadapan banyak orang.

Hal ini tidak lepas dari setiap cara, tindakan dan pengelolaannya terhadap harta.

104
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
105
Makna ini dapat diperhatikan dalam Amsal 14:20; 18:11, 23; 22:2, 7, 16; 28:6, 11. Lih.
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 14.
78

Kedua, penulis memperhatikan frase AZ=[u ty:år>qi “qiryât ±§zo” yang diartikan

sebagai “kota bentengnya.”106 Pemakaian frase ini dalam Amsal 10:15 dapat merujuk

kepada “tempat yang aman.”107 Tidak lepas dari frase sebelumnya mengenai “harta

seorang kaya,” tampaknya frase AZ=[u ty:år>qi “qiryât ±§zo” memaparkan suatu arti bahwa

harta/kekayaan dapat mendatangkan suatu keamanan bagi pemiliknya. Hal ini juga

dijelaskan oleh Allen P. Ross, bahwa keamanan selalu datang seiring seseorang

mendapatkan kekayaan. Menurutnya, frase dari “kota bentengnya” dapat melindungi

penduduknya dari semua kesulitan. Kekayaan telah menjadi jaminan bagi seseorang

untuk menghadapi suatu situasi yang begitu sukar.108 Oleh sebab itu, ayat 15a

memberikan penjelasan bahwa harta/kekayaan dapat menyokong kehidupan masing-

masing orang, sehingga orang tersebut dapat memenuhi setiap kebutuhannya dengan

baik.

Ketiga, kata benda tT;Þxim. “m®µittât” memiliki arti sebagai “kehancuran,

kebinasaan dan kejatuhan.”109 Pada ayat 15b, kata ini lebih tepat untuk diterjemahkan

sebagai “kehancuran.” Kehancuran dipandang sebagai akibat dari apa yang diperoleh dari

orang miskin. Kata benda tersebut telah merujuk kepada ayat sebelumnya dari frase ayat

15a yaitu “kota bentengnya,” karena kehancuran dipahami oleh penulis Amsal sebagai

reruntuhan dari benteng kota.110 Oleh sebab itu, kata tT;Þxmi . “m®µittât” memberikan

106
Owens, Analytical Key to the Old Testament, 555.
107
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
108
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 114. Penjelasan yang sama juga dipaparkan oleh C. F. Keil. Lih. Keil, F.
Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
109
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 191.
110
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 519.
79

penjelasan bahwa orang yang miskin tidak dapat menaruh dasar kenyamanannya kepada

kemiskinan.111 Kehancuran membuat orang miskin berada dalam kondisi tanpa

perlindungan yang dapat disandari, sehingga bila ada bahaya dan kesulitan, orang ini

akan sulit untuk menghadapinya.

Pada bagian terakhir, kata benda ~v'(yrE “rêsh¹m” memiliki arti secara

harafiah sebagai “kemiskinan.”112 Akar dari kata benda ini sebenarnya merujuk kepada

situasi seseorang yang berada pada status sosial rendah dalam kehidupan masyarakat. 113

Seperti pada kata sebelumnya, kemiskinan mendatangkan suatu kehancuran dalam diri

seseorang. Entah pada situasi yang sulit ataupun keputusasaan seseorang yang

mengakibatkan orang tersebut tidak mampu untuk mencukupi dirinya. Menurut C. F. Keil

mengenai ayat ini, kemiskinan merupakan salah satu faktor bagi seseorang yang

memperlakukan kekayaan dengan unsur-unsur kejahatan. Hal ini yang mengakibatkan

seseorang tidak mampu bersandar pada kehidupannya, karena orang itu sudah terseret

dengan sifat-sifat kejahatannya.114 Oleh sebab itu, penulis Amsal menekankan bahwa

orang miskin adalah kaum dengan status sosial yang rendah, karena orang itu tidak

mampu untuk mencukupi dirinya dengan harta yang telah diperoleh. Banyak faktor

seseorang dapat menjadi miskin, entah pada pengelolaan harta yang salah, unsur

kejahatan, maupun unsur-unsur yang lain.

111
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 59.

Diambil dari kata dasar vyrI “rîsh”, akhiran 3 maskulin tunggal. Kata dasar ini hanya ada
112

di dalam Kitab Amsal dan hanya terdapat sebanyak 32 kali. TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright ©
2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
113
Ibid.
114
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
80

Analisis Konteks

Penulis akan memperhatikan analisis ini dengan menganilisa konteks dekat

dan jauh. Sebelum menganalisa pada masing-masing konteks, perlu diketahui bahwa

Amsal 10:15 merupakan hasil observasi dari raja Salomo terhadap suatu realita yang

umumnya telah terjadi. Dalam hal ini, kehidupan orang kaya dan orang miskin adalah

suatu realita dari status sosial kehidupan masyarakat Israel kuno.115 Seperti pada analisis

sebelumnya, orang kaya akan mendasarkan segala sesuatu pada kekayaannya, tetapi

orang miskin akan mengalami kesusahan, oleh karena kemiskinannya. Namun, tidak

berarti bahwa orang kaya harus dijunjung tinggi dan orang miskin harus direndahkan.

Ada beberapa prinsip yang mempengaruhi hal tersebut. Oleh sebab itu, penulis patut

untuk memperhatikan dari sisi konteks dekat dari bagian ini.

Secara konteks dekat, Amsal 10:15 memiliki hubungan dengan ayat yang

keenam belas. Walaupun secara realita orang kaya dan miskin telah dijelaskan dari ayat

kelima belas, namun ayat keenam belas telah memberikan pandangannya terhadap

prinsip-prinsip moral.116 Menurut Duane A. Garret, ayat 16 (enam belas) mengajarkan

bahwa uang dapat memberikan suatu ukuran perlindungan bagi seseorang, jika dapat

mengelola harta itu secara benar. Apabila dikelola dengan cara yang jahat, maka akan

membawa orang tersebut kepada kehancuran, hukuman ataupun kegagalan.117 Pada

konteks ini, memang benar bahwa salah satu keuntungan dari kekayaan adalah

mendatangkan kenyamanan. Lagi pula, ada prinsip-prinsip moral yang ditekankan oleh

penulis Amsal supaya kekayaan harus dikelola secara baik dan benar. Oleh sebab itu,

115
J.L Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs (Macon: Mercer University
Press, 1995), 396.
116
Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological Exposition of
Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs, 93.
117
Ibid.
81

Ayat 15 merupakan penekanan dari hasil dan manfaat kekayaan bagi seseorang yang

dapat mengelola hartanya secara benar, tetapi ayat ini juga menjelaskan masalah

mengenai orang yang jatuh dalam kemiskinan, karena sifat kejahatannya yang membuat

orang itu miskin.

Pada konteks jauh, beberapa ayat dalam kitab Amsal telah menjelaskan

bagian-bagian mengenai keuntungan terhadap harta, seperti: Amsal 13:8a; 18:1, 23;

22:7.118 Kekayaan dapat dipakai sebagai alat tebusan untuk menghindari ancaman dan

kesulitan dalam dirinya (Ams.13:8a). Bahkan melalui kekayaannya, orang kaya dapat

menguasai orang miskin (Ams. 18:23 ;22:7). Dengan kata lain, orang kaya sebagai

penguasa sedangkan orang miskin sebagai yang dikuasai.119 Hal ini dapat diperhatikan,

ketika orang kaya dan orang miskin sama-sama memiliki kepentingan kepada salah satu

pihak. Setidaknya, Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor pertama,

ada kecenderungan bahwa orang miskin membutuhkan orang kaya untuk dipekerjakan

sebagai pekerja/budak (22:7).120 Kemelaratan ekonomi akan mengusahakan orang miskin

untuk bekerja, sehingga dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya. Sedangkan faktor

kedua, orang kaya juga diajarkan oleh penulis Amsal untuk memberikan belas kasihan

118
R. E. Harlow, Proverbs: The King’s Wisdom (Scarborough: Everyday Publications, 1984),
112.
119
Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs, 400.
120
Kesulitan orang miskin dalam urusan yang bersifat ekonomis dikemukakan dalam Amsal
22:7b, “dan yang berhutang menjadi budak yang menghutangi.” kata “menjadi bujak” dalam ayat ini
menjadi symbol ketertekanan orang miskin karena adanya utang. Akan tetapi, bisa jadi benar-benar orang
miskin ini harus menjadi budak karena tidak mampu membayar utang (Kel. 21:2-7). Menurut aturan yang
berlaku dalam kehidupan Israel kuno, seseorang boleh menjual dirinya dan keluarganya untuk membayar
utangnya. Whybray juga menduga bahwa budak yang dimaksud adalah budak keluarga dan budak istana,
karena kata “budak” yang dipergunakan berbentuk kata benda tunggal dan dalam keluarga budak hanya
seorang budak yang dipekerjakan. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 42-43.
82

kepada orang miskin/lemah sebagai kepedulian Allah untuk kesejahteraannya (Ams.

14:21, 31; 19:17, 22:22-23; 23:10-11;28:27).121

Dari kedua paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kekayaan dapat

membawa seseorang untuk merasa nyaman dalam kehidupannya. Orang kaya dapat

melakukan banyak hal, terlebih menunjukan kemurahan hatinya untuk membantu orang-

orang yang lemah. Hal inilah yang diamati oleh penulis Amsal terhadap suatu realita

yang terjadi pada masyarakat, orang kaya dan miskin sama-sama saling membutuhkan

dalam mencukupi kebutuhannya masing-masing.

Analisis Struktur

Amsal 10:15 menampilkan pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich

B memiliki bentuk paralelisme antitesis (kontras).122 Walaupun ayat ini tidak memakai

konjungsi (kata penghubung) seperti w> “w® “,Aaå “°ô “, dan lain-lain, tetapi Stich A dan

Stich B telah menunjukkan pernyataan yang kontras antara status sosial orang kaya dan

orang miskin. Amsal 10:15 juga membentuk suatu chiasme yang memiliki hubungan

antar frase dengan memakai model a-a’-b’-b.123 Selain itu, amsal ini memiliki bentuk

kiasme secara juxtaposition (kesejajaran), artinya kedua baris puisi menempatkan secara

bersama-sama antara kedua oknum atau kata benda dalam satu kalimat, tanpa memiliki

satupun kata kerja.124 Dengan kata lain, keselarasan dari ayat 15 menempatkan secara

bersama-sama antara kedua kata benda antara Stich A: “harta seorang kaya-kota

bentengnya” dan Stich B: “kehancuran orang miskin-kemiskinannya” dalam satu kalimat,

121
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 519.
122
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
123
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
124
Murphy, The Wisdom Literature, 65.
83

tanpa memiliki satu kata kerja. Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih

lanjut mengenai maksud dari beberapa kalimat di atas.

Analisis Struktur Amsal 10:15

Stich A- Harta seorang kaya adalah kota bentengnya

a a’

(Tetapi)

Stich B- Kehancuran orang miskin adalah kemiskinannya

b’ b

Dari paparan paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frase a-b

merupakan bagian yang kontras dengan mempertunjukkan kedua status sosial antara

orang kaya dan miskin. Penulis Amsal tampaknya memperlihatkan keberadaan sosial

yang secara berbeda dengan menguntungkan orang yang kaya dibandingkan orang

miskin, karena mengalami kehancuran, kesulitan ataupun kegagalan. Sedangkan, frase a’-

b’ merupakan penilaian/evaluasi dari penulis Amsal terhadap status sosial orang kaya dan

orang miskin. Dalam hal ini, penulis Amsal memakai frase “kota bentengnya” untuk

menilai orang kaya sebagai salah satu kelompok sosial yang mampu mencukupi setiap

kebutuhannya. Sebaliknya, penulis Amsal juga memakai frase “kehancuran orang

miskin” untuk menilai orang miskin sebagai kelompok sosial yang sangat sulit dan sukar

mengelola hartanya, karena faktor-faktor tertentu (seperti: sifat kejahatan, ataupun

pengelolaan yang salah dan lain-lain).

Jika memperhatikan setiap bagian paragraf di atas, maka Amsal 10:15

memakai pendekatan metode “topik/percakapan.” Kecirikhasan ini ditulis oleh penulis

Amsal untuk memberikan maksud yang lebih jelas kepada pembacanya. Oleh sebab itu,
84

amsal ini akan menggunakan salah satu tipe model perkataan, yaitu item-evaluasi.125

Tabel di bawah akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tipe perkataan

tersebut.

Tipe perkataan item-evaluasi Amsal 10:15

Stich Frase Item Frase Evaluasi

A a Harta seorang kaya a’ Kota bentengnya

B b Kemiskinannya b’ Kehancuran orang miskin

Analisis Retoris

Amsal 10:15a memakai kiasan yang berhubungan dengan perbandingan.

Lebih khusus, Amsal ini menggunakan kiasan secara Metafora.126 Kiasan ini dapat

diartikan sebagai gambaran, suatu perbandingan implisit antara dua hal yang sifatnya

tidak sama tetapi memiliki suatu aspek yang sama.127 Perlu diperhatikan bahwa amsal

10:15 menggunakan bahasa Ibrani yang tidak memiliki satupun kata kerja substantif atau

copula, berbeda dengan bahasa Yunani dan bahasa Inggris. Metafora harus diamati dalam

kaitannya terhadap kecirikhasan tata bahasa yang dipakai dalam bahasa Ibrani.128 Oleh

karena itu, terjemahan dari AV dan RV selalu memberikan huruf miring (italic) terhadap

kata kerja “is,” “are,” “were,” dan lain-lain.

Dari paragraf di atas, maka Amsal 10:15a “Harta seorang kaya adalah kota

bentengnya” merupakan metafora yang membandingkan antara frase “harta dari seorang

125
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
126
Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible, 735.
127
Ibid, 736.
128
Hal ini dapat diperhatikan beberapa ayat dalam perjanjian lama yang memakai kiasan
metafora dan tidak mempunyai kata kerja, seperti: Maz. 23:1 “Tuhan adalah Gembalaku,” Maz. 84:12
“sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai,” dan lain-lain. Ibid. 736-738.
85

kaya” dan “kota bentengnya.” Frase “kota bentengnya” menyampaikan gambaran lain

dari aspek keamanan dan kenyaman terhadap harta. Tampaknya, metafora dari frase

“kota bentengnya” memberikan informasi bahwa harta dari orang yang kaya dapat

memberikan rasa aman dan nyaman. Kekayaan bagaikan kota berbenteng tebal dan kuat,

yang dapat menghadirkan suatu perlindungan dari semua bahaya apapun dan jaminan

bagi seseorang dalam menghadapi situasi-situasi sulit.129

Kesimpulan

Semua analisis telah dipaparkan oleh penulis untuk menjelaskan maksud dari

Amsal 10:15 mengenai “kekayaan akan mendatangkan kenyaman.” Kesimpulan besar

terhadap ayat ini menegaskan bahwa kekayaan dapat memberikan perlindungan dan

keselamatan, sementara kemiskinan dapat membawa kehancuran. Dalam ayat ini, Penulis

Amsal hanya menampilkan suatu realita yang umumnya terjadi pada masyarakat terhadap

status sosial orang kaya dan miskin. Menurut penulis, orang kaya akan mendapatkan

keuntungan besar oleh karena hartanya. Kekayaan dapat memberikan rasa cukup dan

jaminan dalam menghadapi situasi-situasi sulit.

Amsal 10:15 telah mengajarkan dampak dari karakter seseorang dalam

mengelola harta, supaya memperlihatkan manfaat dan hasil dari kekayaan. Pembelajaran

ini dapat mengarahkan seseorang kepada tujuan (intention) dalam mengelola harta.

Tujuan orang bijak dalam mengelola harta dapat menghindari dan kesusahan yang selalu

menyertainya. Dengan begitu, orang tersebut dapat menikmati keuntungan dan

penghiburan yang dimilikinya.

129
David Atkinson, The Message of Proverbs (Leicester: Inter-Varsity Press, 1996), 132.
86

Memiliki banyak sahabat (19:4)

Amsal 19:4 merupakan salah satu teks yang berisi tentang peringatan terhadap

kekayaan dan kemiskinan. Dalam hal ini, penulis lebih menekankan kepada salah satu

keuntungan terhadap harta, yaitu “memiliki banyak sahabat.” Pembentukan karakter ini

tentunya diharapkan akan memberikan penerapan-penerapan praktis, sehingga dapat

menemukan beberapa pola dari pembentukan karakter terhadap harta. Pada paparan ini,

penulis tidak akan memakai semua analisis untuk mengeksegesis Amsal 19:4. Namun,

hanya memakai analisis terjemahan, konteks dan struktur dalam menggali teks ini.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

ld"ªw>÷ ~yBi_r: ~y[iärE @ysiyOâ !Ahª 4 4. Kekayaan akan menambah banyak

sahabat, tetapi orang miskin akan


`drE(P'yI Wh[rEîme
ditinggalkan oleh sahabatnya.

Analisis terjemahan dari Amsal 19:4 akan dijelaskan melalui 2 (dua) catatan

teks. Pertama, kata kerja @ysiyOâ “yôsîf “ memiliki arti sebagai “ menambah,

menaikkan.”130 Kata kerja ini menjelaskan bahwa kekayaan akan membawa banyak

sahabat. Kekayaan yang diperoleh dengan cara pengaturan, pemenuhan dan pengelolaan

yang benar (seperti:bekerja keras, tekun dan jujur) tidak akan merepotkan orang lain,

karena seseorang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.131 Melalui hartanya, orang kaya

mampu memberikan pertolongan kepada siapa saja, sehingga banyak orang akan

130
Diambil dari kata kerja dasar @s;y" “y¹sap,” hifil, imperfek, 3 Maskulin Tunggal. Owens,
Analytical Key to the Old Testament, 571.

Kata benda !Ahª “hôn “ memberikan arti dasar tentang kuantitas (jumlah) suatu benda yang
131

diperlakukan secara cukup kepada setiap “harta”ataupun “kekayaan, sehingga seseorang akan
memperlakukan hartanya secara wajar. TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC
Version 9.0.
87

mendekatinya dan bersedia bersahabat dengannya. Tampaknya hal ini merupakan suatu

fakta yang terjadi antara orang kaya dan orang miskin dalam masyarakat Israel kuno.132

Keuntungan terhadap orang kaya akan mempertontonkan suatu realita terhadap

kedekatan seseorang dengan orang yang banyak.

Kedua, kata kerja drE(P'yI “yip¹rêd “ secara literal dapat diartikan sebagai

“ditinggalkan atau dipisahkan.”133 Kata kerja ini memperlihatkan suatu konsekuensi

terhadap orang miskin, karena ia akan terpisah oleh sahabat-sahabatnya. Perlu

diperhatikan juga bahwa kata benda Wh[rEî “r¢±¢hû ” (yang diartikan sebagai “sahabatnya
ataupun tetangganya”) memberikan suatu penekanan bahwa orang miskin dijauhkan oleh

para sahabat dan tetangganya.134 Penulis Amsal menggambarkan suatu peristiwa kepada

orang miskin yang tidak diakui, tidak dipandang, bahkan dianggap menyusahkan banyak

orang, oleh karena ia mempunyai sedikit harta dan tidak mampu memberikan pertolongan

pada komunitasnya.135

Penulis memperhatikan dari analisis ini bahwa harta menjadi tolak ukur

seseorang untuk berkawan dengan orang lainya. Banyak Orang akan berduyun-duyun

datang kepada seseorang, karena ia memiliki harta yang banyak. Sedangkan orang miskin

akan dihindari oleh banyak orang, karena ia tidak mampu menyenangkan sahabat-

sahabatnya. Kekayaan memang dipandang memiliki nilai positif oleh kebanyakan orang,

sehingga kecenderungan banyak orang akan mengejar kekayaan kepada orang-orang

yang banyak memiliki harta.

132
Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs, 401.

Dari kata kerja dasar dr;P, Nifal, Imperfek 3 maskulin Tunggal. Holladay, A Concise
133

Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 297.


134
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 649.
135
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 19.
88

Analisis Konteks

Pada pemaparan analisis ini, penulis akan membahas dalam kedua bagian

yaitu analisis konteks dekat dan konteks jauh. Pada bagian pertama, konteks dekat Amsal

19:4 memberikan rujukan yang diulangi kembali pada ayat 6 dan 7 dari pasal 19.136

Amsal 19:4a memaparkan bahwa “kekayaan akan menambah banyak sahabat.” Hal ini

tidak lepas dari ayat 6 (keenam) yang mengajarkan bahwa banyak orang mengambil hati

dan bersahabat dengan orang dermawan. Kendati demikian, maksud dari ayat 6 merujuk

kepada karakter seseorang yang mudah untuk memberi sesuatu (perhatikan bahwa kata

“orang dermawan” dalam ayat 6a diletakkan dalam posisi sintesis dengan kata “si

pemberi pada ayat 6b).137 Karakter seperti ini memudahkan orang lain untuk bersahabat

kepada seseorang yang mempunyai kelebihan terhadap hartanya.

Penulis Amsal tampaknya memperingatkan seseorang agar berhati-hati

terhadap bahayanya kekayaan dan kemunafikan terhadap persahabatan. Kedua ayat ini

(ay.4a dan ay.6), mengajarkan bahwa sahabat dari orang kaya belum tentu adalah sahabat

yang sejati, walaupun orang kaya ini memiliki karakter yang baik, mudah untuk memberi

kepada siapa saja, tetapi ia mendapat sahabat yang bukan sungguh-sungguh sahabat.

Dengan kata lain, orang kaya menjadi korban atas kekayaannya, karena ia tidak akan

pernah yakin ketulusan dari sahabat-sahabatnya.138

Dari sisi yang lain, ayat 4b memiliki hubungan secara konteks dengan ayat 7

(ketujuh). Ayat 4 b memaparkan bahwa “orang miskin akan ditinggalkan oleh

sahabatnya.” Kesinambungan antara kedua ayat ini mencerminkan bahwa orang miskin

akan dibenci oleh para sahabatnya, bahkan oleh saudara-saudaranya. McKane

136
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 188-189.
137
R. N. Whybray, The New Century Bible Commentary-Proverbs (Grand Rapids: Wm. B.
Eerdmans, 1992), 277.
138
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 649.
89

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan membenci pada ayat ketujuh adalah rasa tidak

senang karena memiliki saudara yang harus dibantu.139 Walaupun, ikatan darah yang

begitu kuat, saudara-saudaranya tetap dapat mengontrol perasaan itu.140 Terlebih lagi para

sahabat-sahabatnya, orang miskin akan dijauhinya dan tidak akan dihiraukan lagi.

Menurut Tremper Longman, ada kemungkinan bahwa orang miskin tidak disukai oleh

banyak orang oleh karena ia terlalu sering meminta pertolongan, sehingga dianggap

merepotkan.141 Bahkan dengan perkataan-perkataan permohonan dari orang miskin

sekalipun, tidak juga mengubah sikap dari para sahabat-sahabatnya untuk membantunya

(ay7c).

Dengan memperhatikan paragraf di atas, setidaknya penulis dan pembaca

mendapatkan beberapa pelajaran praktis dari analisis konteks. Pada pemaparan ini,

sebaiknya orang-orang miskin tidak boleh mempermalukan dirinya atau orang lain

dengan selalu meminta pinjaman atau minta pertolongan, karena ia akan merepotkan

terhadap orang lain. Sebaliknya orang-orang yang kaya tidak boleh masa bodoh terhadap

orang-orang yang lemah (berkukarangan), melainkan tetap memperhatikan orang-orang

yang miskin.

Peristiwa dalam ayat 4 adalah pernyataan dari suatu realita yang tidak baik

dan tidak terpuji bagi kehidupan seseorang yang hidup di tengah-tengah kehidupan

masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan kerugian di antara kedua pihak, baik orang kaya

yang memiliki banyak sahabat di sekelilingnya, dan orang miskin dijauhkan oleh sahabat-

139
Menurut Mckane, peahaman ini cocok karena dipasangkan dengan kalimat amsal pada ayat
7b, yang berisi peringatan mengenai sikap para sahabat terhadap orang miskin, kalau saudara sedarah saja
memiliki perasaan tidak suka atau benci terhadapnya, apalagi para sahabat (mereka akan menjauh darinya).
W. McKane, Proverbs- A New Approach (London: SCM Press, 1970), 527.
140
Ibid.
141
Longman III, Baker Commentary on the Old Testament Wisdom and Psalm-Proverbs, 278.
90

sahabatnya, sama-sama mempunyai dampak yang tidak baik.142 Sehingga, beberapa

orang memiliki kecenderungan untuk mengejar kekayaan bagi kepentingannya masing-

masing.

Pada konteks yang jauh, Amsal 19:4 memiliki kesinambungan pernyataan

dengan Amsal 14:20.143 Pada ayat 20 secara jelas menyatakan bahwa, “juga oleh

temannya orang miskin itu dibenci, tetapi sahabat orang kaya itu banyak.” Dalam hal ini,

orang miskin tidak mempunyai sahabat. Sahabat yang diharapkan mengasihinya justru

membenci dirinya. Orang miskin dibenci oleh sesamanya, bahkan oleh orang kaya

sekalipun. Status sosial ekonomi telah membagi masyarakat menjadi dua golongan, yaitu

golongan miskin yang dibenci dan direndahkan oleh golongan kaya.144 Tetapi, orang

yang kaya dicintai oleh banyak orang (14:20b), baik yang miskin maupun yang kaya.

Berbeda dengan orang miskin, orang yang kaya mempunyai banyak sahabat. Bahkan

menurut Sinulingga, orang miskin akan mengambil hati kepada orang kaya, sedangkan

orang kaya akan bergaul sesama orang kaya.145 Namun, sama seperti yang dijelaskan

pada Amsal 19:4, baik sahabat dari orang miskin dan orang kaya, keduanya sebenarnya

bukan sahabat sejati, kerena kedua kelompok ini bukan mengasihi orang yang kaya ini,

melainkan oleh hartanya. Oleh sebab itu, karakter dari pembaca akan dibentuk jika ia

menyadari terhadap suatu realita yang terjadi dalam masyarakat. Amsal ini akan melatih

seseorang untuk mengantisipasi setiap konsekuensi dari karakter seseorang yang baik,

karena karakter yang baik akan menghasilkan pola tindakan yang rajin dan tekun.

142
Alter, The Wisdom books, 337.
143
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 142.
144
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 178.
145
Ibid.
91

Sebagai dampaknya, orang tersebut akan memperoleh kekayaan, sehingga ia kaya dalam

persahabatannya.

Analisis ini memberikan suatu pemahaman bagi setiap pembaca terhadap

realita sosial yang tidak baik dalam kehidupan masyarakat. Kekayaan seseorang

disalahpergunakan oleh orang-orang sekelilingnya yang berharap kepada harta bendanya.

Oleh karena itu, Amsal 19:4 merupakan salah satu amsal yang mengajarkan kepada

setiap pembaca untuk berhati-berhati terhadap keburukan moralitas dari sahabat-sahabat

orang kaya tersebut.

Analisis Struktur

Walaupun Amsal 19 merupakan kalimat-kalimat hikmat yang banyak

memakai bentuk paralelisme secara sintesis dan perbandingan.146 Namun, hanya

beberapa ayat saja yang memakai paralelisme antitesis. Dalam hal ini, Amsal 19:4

memakai pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich B memaparkan paralelisme

secara antitesis (kontras).147 Selain itu, Amsal 19:4 memakai pola chiasme yang

memiliki hubungan antar frase, sehingga ayat ini dapat membentuk suatu model: a-a’-b-

b’.148 Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari paragraf ini.

Analisis Struktur Amsal 19:4

Stich A- kekayaan akan menambah (frase a)

Banyak sahabat (frase a’)

Tetapi

Stich B- Orang miskin akan ditinggalkan (frase b)

146
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 302.
147
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 142.
148
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
92

Oleh sahabat-sahabatnya (frase b’)

Kekontrasan ini dapat diperhatikan ketika Stich A mempertunjukan bahwa

“kekayaan akan menambah banyak sahabat” berbeda dengan Stich B yang memaparkan

bahwa “Orang miskin akan ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya.” Analisis ini

menunjukan bahwa frase a-b memaparkan dua pokok karakter yang berkaitan antara

orang yang kaya dan miskin. Seperti pada analisis sebelumnya, orang yang kaya dapat

membantu kepada siapa saja (entah sesama orang kaya dan orang miskin), sehingga

banyak orang untuk mendekatinya dan bersedia menjadi sahabatnya (ay.9a). Namun,

orang miskin dapat merepotkan sahabat-sahabatnya, bahkan sahabat-sahabatnya tidak

dapat menanggung beban dari orang miskin ini.

Pada frase a’-b’ tampaknya memperlihatkan konsekuensi terhadap orang yang

kaya dan orang miskin. Dalam hal ini, penulis Amsal menekankan bahwa orang yang

kaya sangat diuntungkan karena ia memiliki banyak sahabat-sahabat di sekelilingnya

(9:4a), walaupun tidak semua sahabat mengasihinya. Dari sisi yang lain, konsekuensi dari

orang yang miskin akan ditinggalkan oleh para sahabatnya (9:4b). Sahabat-sahabat akan

meninggalkan orang miskin ini, oleh karena ia tidak dapat memuaskan sahabat-

sahabatnya. Oleh sebab itu, Amsal ini bukan hanya memaparkan pada sisi fakta yang

terjadi pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga menekankan prinsip-prinsip pengajaran

bagi seseorang untuk tidak menjauhi orang-orang miskin dan tidak membina semua

persahabatan dengan orang-orang yang memiliki motivasi tidak benar.

Jika memperhatikan penjelasan dari paragraf di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa Amsal 19:4 memakai model/tipe perkataan.149 Secara tidak langsung, maksud dari

penulis Amsal telah memaparkan kecirikhasan kepenulisannya bagi pembaca, sehingga

149
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
93

dapat memaparkan suatu pola perkataan karakter-konsekuensi bagi ayat ini. Tabel di

bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut.

Tipe perkataan Karakter-konsekuensi Amsal 19:4

Stich Frase Karakter Frase Konsekuensi

A a Kekayaan a’ Akan menambah banyak sahabat

B b Orang miskin b’ Akan ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya

Kesimpulan

Amsal 19: 4 adalah salah satu perkataan hikmat yang memberikan pengajaran

terhadap prinsip-prinsip moral. Penulis memperhatikan ada 2 (bagian) kesimpulan

terhadap pelajaran moral dari ayat ini. Pertama, bahayanya menjalin persahabatan dengan

seseorang yang mempunyai niat/motivasi tidak benar. Dengan kata lain, semua analisa

terhadap teks ini mempertunjukkan bahwa kecintaan seseorang terhadap harta akan

membuat dirinya mau untuk bersahabat kepada orang-orang yang kaya. Kekayaan akan

membuat orang yang mampu dapat mengirimkan banyak bantuan dan segala perbuatan

baik, tetapi orang-orang yang ada di sekelilingnya hanya berpura-pura untuk

mencintainya, dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu dari orang kaya tersebut.

Kedua, seseorang disadari bahwa secara alamiah, orang miskin akan

ditinggalkan oleh sahabatnya. Realita ini dapat memperlihatkan betapa lemahnya cinta

manusia satu sama lainnya. Orang yang pada saat makmur akan dicintai dan dihormati,

jika orang tersebut jatuh miskin maka ia ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya, tidak

diakui, tidak dipedulihkan, dan dianggap menyusahkan. Bahkan orang yang dulunya

tetangga dan kenalannya akan memalingkan muka darinya. Jika seseorang memiliki hati

nurani untuk meringankan atau menolong orang-orang miskin tersebut, maka orang

tersebut dengan sengaja mencari-cari alasan untuk tidak memperhatikannya.


94

Pada kesimpulan ini, selain menekankan kepada keputusan-keputusan bijak

(virtue) dari seseorang, Amsal 19:4 juga memberikan pembentukan karakter bagi

seseorang yang memiliki peran dalam komunitas masyarakat (Shaping community).

Penulis Amsal memaparkan tulisannya kepada setiap pembaca untuk membentuk

karakter suatu komunitas yang tidak merugikan antara orang kaya dan miskin, karena

disebabkan ketamakan ataupun keserakahan seseorang terhadap harta. Selain itu,

pembelajaran yang lain adalah orang kaya (yang baik) akan membagikan kekayaannya

bagi orang lain, sehingga komunitasnya dalam kehidupan masyarakat juga akan

bertambah.

Didasarkan pada reputasi seseorang (22:1)

Amsal 22:1 berisi tentang pengajaran mengenai kekayaan yang dibandingkan

dengan “nama baik” dan “perkenanan orang lain.” Dengan kata lain, penulis Amsal juga

mementingkan reputasi seseorang daripada kekayaan itu sendiri. Reputasi atau nama baik

seseorang menjadi pembelajaran yang menarik dalam pembentukan karakter terhadap

harta.

Penulis akan memakai 3 analisis utama, yaitu: analisis terjemahan, struktur

dan pelengkap retoris. Pada pembahasan ini, analisis konteks tidak diperlukan karena

pembahasan mengenai “reputasi atau nama baik seseorang” hanya dijelaskan satu-

satunya dalam Amsal 22:1.150 Oleh sebab itu, ayat ini merupakan salah satu kajian yang

penting untuk dibahas, supaya penulis dan pembaca dapat menemukan beberapa prinsip

mengenai “reputasi seseorang.”

150
Milller, Believers Church Bible Commentary: Proverbs, 172.
95

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

br"_ rv,[moå e ~veâ rx"åb.nI.1 1. Nama dipilih melebihi kekayaan besar, perkenanan

`bAj) !xEå bh'ªZm" iW÷ @s,K,îmi orang lebih baik daripada emas dan perak.

Pada pemaparan ini, penulis mempunyai 2 (dua) catatan teks yang patut untuk

dicermati secara saksama. Pertama, kata kerja rx"åb.nI “nibµar “ yang dapat diartikan

sebagai “dipilih atau diputuskan.”151 Penulis lebih mengusulkan kata Ibrani ini

diterjemahkan sebagai kata kerja “dipilih.”152 Tampaknya penulis Amsal memilih kata

“nama” sebagai penekanan bahwa kekayaan akan lebih bermakna jika seseorang

mempunyai reputasi yang baik. Hal ini dapat diperhatikan bahwa kehormatan pribadi

atau “nama baik” sangat ditekankan oleh orang Israel pada masa lampau untuk menjaga

kekerabatan dengan banyak orang.153 Bahkan lebih dari itu, menurut Matthew Henry,

“nama baik” akan selalu berhubungan dengan karakter-karakter baik seseorang yang

ditunjukkan kepada sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu, penekanan terhadap reputasi

yang baik seseorang sangat ditekankan oleh penulis Amsal, walaupun tidak

Dari kata kerja dasar rx;B' “b¹µar “ nifal partisip maskulin tunggal. TWOT Lexicon,
151

Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.


152
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 104.
Terjemahan kata yang diusulkan di atas lebih baik daripada “lebih berharga “ (TBI). Beberapa penafsir
seperti Whybray dan R. B. Y Scott menambahkan kata “baik” kepada kata “nama dipilih” karena dianggap
“nama baik” yang identik dengan reputasi baik dan dikenang orang. R.N. Whybray, The Cambridge Bible
Commentary: The Book of Proverbs (Cambridge: Cambridge University Press, 1972), 124. R. B. Y Scott,
Proverbs-Ecclesiastes Introduction: Translation and Notes (New York: Doubleday & Company, 1965),
217.
153
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 212-213.
96

mengesampingkan juga sifat bijak seseorang terhadap harta dengan “takut akan Tuhan,”

“ketekunan,” kerendahan hati dan lain-lain.154

Kedua, kata benda !xEå “µ¢n “ dapat diterjemahkan sebagai “perkenanan atau

kebaikan hati.”155 Namun, kata benda ini lebih pantas diterjemahkan sebagai

“perkenanan.”156 Melalui gaya puisi yang dipakai dalam amsal ini, “nama baik” pada ayat

1a memiliki kesamaan dengan “perkenanan orang lain” dalam ayat 1b.157 Keduanya

merupakan hasil dari hikmat, seperti juga dengan emas, perak, permata dan kekayaan-

kekayaan lainya, tetapi semua kekayaan itu kurang penting bila dibandingkan dengan

reputasi yang baik dan perkenanan orang lain.

Pengajaran tentang pentingnya nama baik dan perkenanan orang dalam ayat

ini dilatarbelakangi oleh kehidupan sosial yang mementingkan kekerabatan (seperti

kebudayaan orang Israel pada masa kuno). Dalam masyarakat sekarang ini, setiap orang

sangat mementingkan nama baik dan perkenanan orang lain. Memiliki keduanya

ditambah kekayaan tentulah sangat baik, tetapi apa gunanya memiliki kekayaan jika

terasing dalam masyarakat yang sistem kekrabatannya masih demikian kuat.158

Analisis Struktur

Amsal 22:1 mempunyai karakteristik secara struktur dengan membentuk suatu

pola dua baris (distich), yaitu Stich A dan Stich B yang memiliki paralelisme secara
154
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 33-34.
155
Owens, Analytical Key to the Old Testament, 579.
156
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 336.
157
Memang dalam ayat ini tidak disebutkan “nama yang baik.” LXX mencatumkan kata-kata
Yunani yang bermakna “nama yang baik” bagi kata nama dalam Teks Masoretik. Akan tetapi, dapat
dipahami bahwa nama yang dimaksudkan adalah “nama yang baik” bila ayat 1a dibandingkan dengan ayat
1b. “Nama” diletakkan secara sintesis dengan “perkenanan orang,” tentu saja orang yang memiliki nama
baik yang mendapatkan perkenanan orang lain. Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction
And Commentary, 694.
158
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 213.
97

synthetic (perpaduan/sintesis).159 Dengan kata lain, Stich A: “Nama dipilih melebihi

kekayaan besar” merupakan gagasan utama yang diperjelas kembali oleh Stich B:

“perkenanan orang lebih baik daripada emas dan perak,” sehingga ayat ini memiliki satu

pengertian bahwa “kehormatan seseorang adalah lebih bernilai daripada semua harta

benda.” Selain itu, ayat ini juga membentuk suatu chiasme antar frase yang memiliki

suatu model, yaitu: a-b-a’-b’.160 Tabel di bawah ini akan memperjalas kembali analisis

sturktur yang dimaksud oleh kalimat-kalimat di atas.

Analisis Struktur Amsal 22:1

Stich A- Nama dipilih melebihi (frase a)

Kekayaan besar (frase b)

Stich B- Perkenanan orang lebih baik (frase a’)

Daripada emas dan perak (frase b’)

Dengan memperhatikan paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frase

a-a’ memiliki penekanan pada sifat/karakter bijak seseorang yang menjaga reputasi

baiknya dan perkenanan orang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Tampaknya

pemahaman ini sangat mementingkan seseorang untuk menjaga nama baiknya, agar dapat

diterima pada suatu komunitas tertentu. Sebaliknya, frase b-b’ merupakan penilaian

(evaluasi) terhadap kekayaan yang masih lebih mementingkan nama baik seseorang.

Kekayaan tidak akan bernilai jika seseorang tidak menjaga nama baiknya di hadapan

komunitas tertentu. Oleh sebab itu, Amsal 22:1 merupakan kalimat hikmat yang memakai

159
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 389.
160
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
98

pola perkataan karakter-evaluasi.161 Hal ini dapat diperlihatkan dengan maksud dan

tujuan yang ditekankan oleh penulis Amsal mengenai “nama baik dan “perkenanan orang

lain” sebagai ajaran karakter dari Amsal 22:1. Tabel di bawah ini akan memberikan

maksud yang lebih lanjut.

Tipe perkataan karakter-evaluasi Amsal 22:1

Stich Frase Karakter Frase Evaluasi

A a Nama dipilih melebihi b kekayaan besar

B a’ Perkenanan orang lebih baik b’ daripada emas dan perak

Analisis Retoris

Amsal 22:1 merupakan kalimat hikmat yang memiliki karakteristik dengan

bahasa-bahasa kiasan. Hal ini dapat diperhatikan bahwa Amsal ini mempunyai bahasa

kiasan yang berhubungan dengan penambahan atau amplifikasi.162 Khususnya Amsal

22:1 memakai kiasan secara Inclusio, yaitu kiasan yang diawali dan diakhiri dengan kata,

frase ataupun dengan klausa yang sama (serupa).163 Kiasan Inclusio dapat ditunjukkan

melalui kata “nama” yang dikembangkan/diulangi dengan kata “perkenanan.”

Pengembangan pikiran ini dijelaskan oleh penulis Amsal untuk menekankan tentang

reputasi seseorang dalam kehidupan sosial, sehingga pengajaran ini sangat mementingkan

nama baik ataupun kehormatan seseorang di hadapan banyak orang. Sebaliknya, ada

pengembangan pikiran melalui Amsal 22:1 antara “kekayaan besar” dan “emas dan

perak.” Kedua bagian ini menjelaskan hal yang sama mengenai kekayaan atau harta yang

161
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
162
Amplifikasi dapat diartikan sebagai pengembangan berupa uraian, penjelasan atau
penggunaan banyak kata oleh pembaca kemudian masuk ke dalam salinan berikutnya. Bakir, Sigit
Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 28.
163
Stuart, Eksegese Perjanjian Lama, 36.
99

besar. Bahkan menurut penulis, Amsal ini juga memakai bahasa kiasan yang

berhubungan dengan penggantian, yaitu metonomia subjek.164 Hal ini dapat diperhatikan

bahwa kata “emas dan perak” dalam ayat 1b merupakan kata benda yang disebutkan

sebagai penggantian bagi yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, “emas dan

perak” yang dimaksud disini mengandung arti sebagai “daya tarik seseorang terhadap

kekayaan.”165 Oleh sebab itu, pengajaran terhadap amsal ini sangat mementingkan

seseorang untuk menjaga nama baiknya sebagai orang yang dihormati oleh sahabat-

sahabatnya atau lingkungannya. Walaupun kekayaan memiliki daya tarik bagi orang-

orang di sekelilingnya (Ams. 19:4), namun jika orang tersebut tidak diterima oleh

lingkungan sosialnya karena reputasinya yang tidak baik, maka kekayaannya tidak

memiliki kegunaan sama sekali.

Kesimpulan

Amsal 22:1 telah menunjukan betapa pentingnya seseorang untuk menjaga

nama baiknya di hadapan lingkungan masyarakat. Menurut kajian terhadap ketiga

analisis di atas, nama baik seseorang akan selalu berhubungan dengan hal-hal yang baik

di hadapan manusia. Hal tersebut sangat berharga dibandingkan dengan kekayaan.

Seseorang harus lebih berhati-hati ketika melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan

nama baiknya dan mempertahankan nama baik tersebut, daripada melakukan hal-hal

yang bisa mendatangkan dan menambah kekayaan.

164
Metonimia subjek: subjek atau kata benda yang disebutkan sebagai penggantian bagi
atribut atau sisipannya, yaitu tempat atau yang mengandungnya disebutkan untuk menggantikan apa yang
ada di dalamnya. Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian Lama, Sem. II, 2015.
165
Di dunia kuno, harta benda berbicara tentang kekayaan, pengakumulasian barang-barang
bernilai oleh seseorang. Sebagai contoh, Raja Hizkia memamerkan apa yang dimilikinya di dalam rumah
perbendaharaannya: emas, perak, rempah, minyak berharga dan harta lainnya (2 Raj. 20:13; Yes. 39:2).
Penggunaan harta benda untuk menunjukkan kekayaan jasmanaiah adalah hal yang lazim dan ekstensif
(mis. Kej. 43:23; 1 Taw. 29:3; Ams. 15:16; Pkh. 2:8). Leland Ryken, James C. Wilhoit, Tremper Longman
III, Kamus Gambaran Alkitab (Surabaya: Momentum, 2011), 278, 347. Lih. W. Stuart Owen, P.A. Grist,
R. Dowling, Kamus Lambang dan Kiasan Dalam Alkitab (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2014), 64.
100

Nama baik menjadikan seseorang bijaksana dan jujur, serta memberi

kesempatan yang lebih besar untuk berbuat baik. Dengan memiliki nama baik, seseorang

dapat mendorong dan mempengaruhi orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Oleh sebab

itu, ajaran Amsal 22:1 memberikan peran dalam membentuk komunitas masyarakat

(shaping community). Nama baik dan perkenanan orang lain akan menghasilkan

kekerabatan dalam lingkungan masyarakat, sehingga hubungan sosial ini akan

memberikan pola perilaku masyarakat yang saling bergotong-royong antara satu orang

dengan orang yang lain. Dengan kata lain, kelompok masyarakat akan mengamati

karakter dan tindakannya, sehingga respon yang positif akan menghasilkan reputasi yang

baik bagi diri seseorang. Evaluasi positif ini akan memberikan timbal balik kepada diri

seseorang yang memberikan modal utama untuk hubungan sosial selanjutnya.

Harta berasal dari Allah

Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari peran Allah bagi setiap

kehidupan manusia. Menurut Craig L. Bromberg, segala sesuatu yang telah diperoleh

dalam kehidupan manusia, seperti: harta dan sumber daya alam merupakan pemberian

cuma-cuma daripada Tuhan.166 Dalam hal ini, ada 3 (tiga) aspek mengenai peran Allah

terhadap harta. Pertama, harta harus didasarkan kepada kebenaran dan hikmat (10:22).

Kedua, takut akan Tuhan (15:16) dan ketiga, orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan

(22:2). Melalui kajian ini, penulis mengharapkan dapat menemukan beberapa

pembentukan karakter sebagai ajaran moral bagi setiap pembaca.

Beberapa kajian mengenai tiga aspek di atas, tentunya akan memakai

prosedur-prosedur hermeneutik, seperti pada kajian-kajian sebelumnya. Oleh sebab itu,

166
Craig L. Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 39.
101

setiap analisis akan selalu digunakan untuk memperoleh arti dan tujuan teks bagi setiap

pembacanya.

Didasarkan pada Berkat Tuhan (10:22)

Amsal 10:22 merupakan kalimat hikmat yang berisi tentang peringatan bagi

orang-orang pemalas. Ayat ini juga menekankan pentingnya seseorang untuk tidak

menaruh perhatiannya kepada kekayaan Dunia. Pengajaran terhadap Amsal 10:22 akan

memberikan suatu paradigma yang baik dalam membentuk karakter seseorang terhadap

harta. Pada analisis ini penulis hanya memakai 3 (tiga) analisis (analisis terjemahan,

konteks dan struktur) untuk menemukan prinsip-prinsip pembentukan karakter terhadap

harta yang didasarkan pada berkat Tuhan. Sedangkan, Analisis pelengkap retoris tidak

dipakai oleh penulis untuk menganalisis Amsal 10:22.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

ryvi_[]t; ayhiä hw"hy>â tK;är>Bi 22 22. Berkat TUHANlah yang menjadikannya

`HM'([i bc,[,ä @sIßAy-al{)w> kaya, tetapi kerja keras tidak akan

menambahinya.

Ada 2 (dua) catatan teks yang patut dibahas dalam analisis ini. Pertama, frase

hw"hy>â tK;är>Bi “bir®k¹t YHWH” dapat diartikan sebagai “berkat Tuhan.”167 Bahasa Ibrani

dari frase “berkat Tuhan” memberikan makna bahwa Tuhan sebagai satu-satu-satunya

sumber berkat.168 Dalam ayat 22a, salah satu sumber berkat yang diberikan Tuhan kepada

167
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.

Kata hk'r'B. “b®r¢kâ” ditulis dalam Perjanjian Lama sebanyak 67 kali. Peran Tuhan dalam
168

Perjanjian Lama dapat mengontrol kutuk dan berkat. KehadiranNya dapat menganugerahkan berkat, dan
hanya dalam namaNya, seseorang dapat memberikan berkat. Memang, kata hw"hy>â “YHWH” adalah nama
102

seseorang secara cuma-cuma adalah kekayaan. Hal ini tidak lepas dari kata kerja ryvi_[]t

“ta±ashîr” yang diartikan sebagai kata “menjadikan kaya, membuatnya kaya.169 Seperti

pada analisis terjemahan dari Amsal 10:4 (lih. halaman 53), kata kerja ini mengandung

arti bahwa kekayaan dapat diperoleh melalui setiap proses dari suatu sifat

ketekunan/kerajinan yang menjadikan seseorang kaya. Namun, pengembangan dalam

ayat 22a memberikan arti bahwa ketekunan seseorang yang menghasilkan kekayaan tidak

lepas dari peran/pimpinan Tuhan. Oleh karena itu, kekayaan adalah berkat Tuhan yang

diperoleh melalui setiap cara-cara yang benar (seperti: tekun, rajin, dan lain-lain).

Kedua, kata benda bc,[, “±eƒeb” dapat diterjemahkan sebagai “dukacita, kerja

keras dan persoalan.”170 Namun, pada terjemahan ini penulis lebih memilih untuk

mengartikan kata Ibrnai bc,[, “±eƒeb” sebagai kata “kerja keras.”171 Kata “kerja keras”

(dengan nuansa bekerja/berjuang untuk mengatasi halangan) sangat tepat untuk dipakai

dalam terjemahan pada ayat ini, karena memiliki kekontrasan antara maksud dari ayat

22a tentang berkat Tuhan sebagai peranNya dan peran manusia yang sangat terbatas.

Penulis Amsal menganggap bahwa karakter dari seseorang yang bekerja keras “tidak

akan menambahinya.” Hal ini dapat diperhatikan dari frase HM'([i @sIßAy-al{) “lœ°- yôsef

yang memberikan pemilikan atas janji-janjiNya dan inti dari semua berkat-berkatNya bagi orang-orang
percaya. Ibid.

Dari kata kerja rv;[' “±¹shar“ hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Brown, Hebrew
169

and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 799.


170
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
171
Kata bc,[, “±eƒeb” dapat menjadi subjek ataupun objek dari kata kerja, namun sintaks dari
kalimat ini tidak memberikan suatu penjelasan yang pasti. Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 113.
103

±imm¹ “ yang diartikan sebagai “tidak akan menambahinya.”172 Kata benda HM'([I
“±imm¹ “ yang diterjemahkan sebagai “dengannya” merujuk kepada salah satu frase dari

ayat 22a yaitu “berkat Tuhan.”173 Hal inilah yang ditekankan oleh penulis Amsal bahwa

kerja keras tidak akan menambahi suatu nilai yang tinggi bagi seseorang dibandingkan

dengan pemberian berkat Tuhan itu sendiri.174 Bukan berarti ayat 22 bertentangan dengan

amsal-amsal lain yang menekankan sifat kerja keras, ketekunan, sifat rajin ataupun sifat-

sifat lainnya, tetapi amsal ini mengajarkan kepada pembacanya bahwa kekayaan berasal

daripada Tuhan, sehingga Ia menggunakan hikmat seseorang untuk melakukan cara-cara

yang benar dalam pengelolaan harta.

Analisis Konteks

Secara konteks, Amsal 10:22 tidak mempunyai hubungan dengan ayat-ayat

sebelum maupun sesudahnya.175 Jika memperhatikan secara garis besarnya, maka Amsal

10:22 merupakan salah satu ayat yang berdiri sendiri. Kendati demikian, kesinambungan

terhadap ayat ini dapat diperhatikan melalui Amsal 10:6a yang mengajarkan tentang

“berkat bagi orang benar.” Amsal ini mengajarkan bahwa kehidupan/cara yang benar

akan mendatangkan berkat. Berkat merupakan sumber dari Allah sendiri, sehingga Ia

sangat berkenan kepada kehidupan seseorang untuk memberikan berkat-berkatNya.176

Dari sisi yang sama, kesinambungan terhadap ayat 22 juga memaparkan bahwa kekayaan

Dari kata kerja @s;y" “y¹sap” hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Holladay, A Concise
172

Hebrew And Aramic Lexicon Of The Old Testament, 137.


173
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 523. Lih.
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary On The Old Testament, 223.
174
Ibid.
175
Pada konteks (sebelumnnya) dari ayat 18-21 menjelaskan tentang “kata-kata orang benar
dan pendusta,” sedangkan, pada konteks (sesudahnya) dari ayat 23-25 menjelaskan tentang “kegemaran
dan nasib orang fasik.” Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 42.
176
Ibid.
104

tidak lepas dari cara kerja keras seseorang, tetapi kerja keras ini merupakan cara bekerja

yang benar dan diberkati Tuhan. Hal ini tidak lepas dari pimpinan Tuhan, baik dalam cara

bekerja maupun di dalam hasil bekerja. Oleh sebab itu, Tuhan tetap bertanggungjawab

dalam memberikan kekayaan seseorang. Penyebab utama dalam membawa kekayaan

seseorang hanya bersumber kepada Allah sendiri. Usaha manusia bukan sebagai faktor

utama, melainkan cara-cara Allah yang memakai usaha manusia tersebut.

Analisis Struktur

Pada analisis ini, Amsal 10:22 memakai pola dua baris (distich) yang terdiri

dari Stich A dan Stich B. Kedua baris ini membentuk suatu paralelisme secara antitesis

(berlawanan).177 Selain itu, Amsal ini membentuk suatu chiasme antar frase yang

membentuk suatu model: a-a’-b-b’.178 Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari

paparan kalimat di atas.

Analisis Struktur Amsal 10:22

Stich A- Berkat TUHANlah (frase a)

yang menjadikan kaya (frase a’)

Tetapi

Stich B- kerja keras (frase b)

Tidak akan menambahinya (frase b’)

Paralelisme antitesis in dapat diperhatikan ketika Stich A memaparkan bahwa

“Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya”, berbeda dengan Stich B yang menjelaskan

tentang “kerja keras tidak akan manambahinya.” Dalam analisis Strukur, kekontrasan

antar frase dapat dijumpai pada frase a-b. Kedua frase ini mempertunjukkan kedua

177
Ibid, 65.
178
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
105

tindakan yang berbeda antara peran Allah yang memberikan berkat dan peran manusia

yang melakukan kerja keras. Kedua tindakan ini adalah benar, tetapi penekanan penulis

Amsal mengenai ayat ini lebih mementingkan peran Allah yang memberikan berkatNya,

daripada seseorang yang hanya melakukan suatu tindakan dengan kerja kerasnya sendiri.

Hal tersebut lebih didukung kembali pada frase a’-b’, dimana konsekuensi dari

pemberian berkat Tuhan bagi seseorang adalah menjadikannya kaya, tetapi kerja keras

seseorang dalam mengelola harta tidak lepas dari peran Tuhan, karena frase b’

“menambahinya” merujuk kembali kepada “berkat Tuhan” itu sendiri. Analisis ini tidak

memperlihatkan bahwa kerja keras tidaklah berarti, namun selalu mengingatkan adanya

keterbatasan seseorang di dalam bekerja. Cara seseorang dalam bekerja keras tidak lepas

dari peran Tuhan yang mendatangkan berkat, sehingga orang tersebut menjadi kaya.

Penulis Amsal tampaknya mementingkan peran Tuhan (memberikan berkat Tuhan)

sebagai suatu cara memberkati seseorang dengan kekayaan, walaupun tidak berarti

menyampingkan pentingnya usaha seseorang dalam bekerja.

Jika memperhatikan paragraf di atas, maka Amsal 10:22 sebenarnya

mempunyai karakteristik penulisan Amsal yaitu pola-perkataan. Dengan kata lain,

penulis Amsal memaparkan suatu gaya penulisannya untuk memberikan maksud dan

tujuan pada amsal itu sendiri, sehingga Amsal 10:22 membentuk suatu pola perkataan

tindakan-konsekuensi.179 Tabel di bawah ini akan memberikan maksud yang lebih lanjut.

Tipe perkataan Tindakan-konsekuensi Amsal 10:22

Stich Frase Tindakan Frase Konsekuensi

A a Berkat TUHAN a’ Akan menjadikan kaya

B b Kerja keras b’ Tidak akan menambahinya

179
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
106

Kesimpulan

Pada pemaparan Amsal 10:22, penulis memperhatikan bahwa kekayaan hanya

didasarkan pada berkat Tuhan. Berkat Tuhanlah yang menjadikan seseorang kaya,

sehingga Ia memimpin setiap usaha seseorang untuk memberikannya hasil dalam

pekerjaan. Susah payah (kerja keras) di dalam pekerjaan tidak ditambahkan oleh Tuhan

sebagai suatu penderitaan, melainkan anugerah Tuhan yang memberikan kekayaan dan

kebahagiaan bagi orang tersebut.

Jika memperhatikan setiap analisis ini, maka kekayaan tidak didasarkan pada

dorongan seseorang untuk mengejar suatu ambisi (nafsu), ataupun motivasi pribadinya.

Memang benar, pembentukan karakter dalam mengelola harta harus didasarkan pada sifat

tekun/rajinnya seseorang, tetapi segala sesuatu yang telah dicapainya harus disadari

sebagai berkat dan kasih karunia dari Tuhan itu sendiri. Oleh sebab itu, pengajaran

terhadap Amsal 10: 22 akan mengarahkan seseorang untuk menanggapi bahwa setiap

peristiwa/kejadian sebagai tanggung jawab Tuhan yang memberikan kekayaan sebagai

tujuan (intention) bagi kehidupannya. Dalam ayat ini, usaha manusia tidak menentukan

suatu hasil, melainkan Allah sendirilah yang menentukan hasilnya (melalui berkat-

berkatNya). Pembentukan karakter terhadap ayat ini akan membiasakan diri seseorang

untuk memandang Allah sebagai Theos-sentris, dimana Allah sendiri sebagai pusat

terhadap berkat-berkatNya kepada orang-orang percaya.

Takut Akan Tuhan (15:16)


Salah satu prinsip mengenai pembentukan karakter terhadap harta adalah

pentingnya seseorang untuk “takut akan Tuhan.” Takut akan Tuhan adalah tema besar

dari kitab Amsal.180 Sifat dasar dari hikmat menurut sudut pandang penulis Amsal dapat

disimpulkan pada pernyataannya mengenai “ Takut akan Tuhan adalah permulaan


180
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 22.
107

pengetahuan.” Artinya bahwa ciri dasar hikmat memiliki sifat secara teologi, sehingga

kitab Amsal banyak mendasari kehidupan seseorang dengan hubungannya dengan

Allah.181 Oleh sebab itu, hubungan ini dapat menumbuhkan pengetahuan moral serta

kemampuan untuk menilai dengan benar, terlebih kepada sikap yang tepat (pantas)

mengenai harta benda.182 Kajian terhadap Amsal 15:16 diharapkan dapat menemukan

beberapa prinsip mengenai pengajaran tentang pembentukan karakter terhadap harta.

Studi analisis pada Amsal 15:16 akan melibatkan 4 analisis utama (terjemahan, konteks,

struktur dan pelengkap retoris), seperti yang telah digunakan oleh penulis untuk

menganalisis amsal-amsal lainnya.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

hw"+hy> ta;är>yIB j[;mâ. -bAj16 16. Lebih baik sedikit dengan disertai takut

`Ab* hm'Whïm.W br"÷ª. rc"ïAame akan TUHAN, daripada banyak harta

dengan disertai kecemasan.

Analisis terjemahan Amsal 15:16 akan dipaparkan melalui 2 ( dua) catatan

teks utama. Pertama, frase dari hw"+hy> ta;är>yI “yir°ât YHWH” dapat diterjemahkan sebagai

“takut akan Tuhan.”183 Menurut Roland E. Murphy, frase terhadap “takut akan Tuhan”

merupakan dasar hikmat yang diberikan kepada seseorang. Hal ini tidak menjelaskan

mengenai adanya jaminan kekayaan ataupun kemakmuran, melainkan pemberian janji

181
Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama, 201.
182
Ibid.
183
Frase hw"+hy> ta;är>yI “yir°ât YHWH” ditemukan 11 (sebelas) kali dalam kitab Amsal. Frase ini
menunjukan pentingnya hikmat secara spiritual, terlebih khusus sebagai dasar hikmat pada kitab Amsal
(1:7;2:5; 8:13; 9:10; 10:27; 14:27; 15:16, 33; 19:23; 22:4; 31:30). TWOT Lexicon, Bibleworks 9.
Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
108

kepada seseorang atas hikmat Tuhan.184 Dengan kata lain, hikmat Tuhan hanya dapat

diperoleh oleh seseorang yang “takut akan Tuhan.”

Selain itu, frase j[;m.â-bAj “‰ôb-m®±a‰ ” yang diartikan sebagai “lebih baik

sedikit…” mempunyai makna bahwa penulis Amsal tidak menekankan pada kekayaan

(nilai ekonomis) seseorang, tetapi mengajarkan setiap pembacanya untuk menekankan

nilai-nilai moral yang berdasarkan pada “takut akan Tuhan.”185 Oleh sebab itu, Frase

mengenai “takut akan Tuhan” memberikan suatu nilai yang lebih tinggi dibandingkan

dengan nilai kekayaan itu sendiri. Meskipun kekayaan lebih diuntungkan daripada

kemiskinan, tetapi kekayaan tidak menjaminkan seseorang untuk berbahagia (nilai yang

berharga).

Kedua, frase br"÷ª rc"ïAae “m¢otsar rab” dapat diartikan sebagai “harta yang

banyak.” Secara literal, Kata rc"ïAae “otsar” memiliki 2 (dua) pengertian, 1) harta

dipandang sebagai milik individu (perseorangan), 2) kata ini juga diartikan sebagai

sumber berkat dari pada Tuhan.186 Namun, pemakaian kata ini dalam Amsal 15:16

merujuk kepada kelimpahan harta yang dimiliki oleh seseorang. Tampaknya, ayat 16b

memaparkan bahwa harta yang banyak akan diperoleh melalui suatu masalah, bahkan

akan mendatangkan masalah yang sangat berat bagi seseorang yang memperoleh

kelimpahan harta. Hal ini dapat diperhatikan dari kata benda hm'Whïm “m®hûmâ .“ Kata

184
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 113.
185
Nilai ekonomis negatif (sedikit) plus nilai moral positif (“takut akan Tuhan/kebenaran”)
lebih berharga daripada nilai positif (“berlimpah-limpah”) dan nilai moral negatif (“ketidakbenaran”) . T. J.
Sandoval, The Discourse of Wealth and Poverty in the Book of Proverbs (Boston: E.J. Brill, 2009), 131.
186
Kata rc"ïAae “otsar” dapat ditemukan dalam sebanyak 4 kali dalam kitab Amsal (Ams. 10:2;
15:16; 21:6, 20). Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 19. Lih. TWOT Lexicon,
Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
109

benda ini memang dapat diartikan sebagai “kecemasan dan kebingungan.”187 Namun,

pada terjemahan Amsal 15:16 penulis lebih menerjemahkan kata ini sebagai

“kecemasan.” Menurut Robert L. Alden, kata “kecemasan” memiliki cangkupan

pengertian yang luas, seperti: “kegemparan,” “malapetaka,” dan “bencana.”188 Dengan

demikian, kekayaan tidak selalu merupakan berkat, kalau itu disertai dengan kecemasan

ataupun suatu kesulitan yang dihadapi oleh seseorang.

Kekayaan dapat menyebabkan seseorang mengalami kecemasan,

kekhawatiran, bahkan penderitaan.189 Penulis Amsal memberikan suatu nasihat bukan

hanya kepada orang bekekurangan (miskin), tetapi juga kepada orang-orang yang

berkelimpahan (kaya), supaya berhati-hati terhadap harta yang akan meningkatkan

kesusahan dan penderitaan. Kecintaan terhadap harta akan menyebabkan kekhawatiran,

ketakutan, bahkan kecemasan dalam kehidupan seseorang, apabila ia tidak menyertakan

kehidupannya untuk takut akan Tuhan.

Analisis Konteks

Pada analisis ini, konteks dekat mengenai Amsal 15:16 tidak dapat ditemukan

pada ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Namun secara konteks jauh, penulis

memperhatikan ada salah satu ayat selain Amsal 15:16 yang menjelaskan pentingnya

seseorang untuk “takut akan Tuhan,” yaitu Amsal 16:8. Menurut paparan Whybray,

Jika dapat memperhatikan Amsal 15:16 dan pasal 16:8, maka dapat ditemukan
suatu kemiripan yang sama antara kedua ayat, kecuali untuk kata-kata “takut akan
Tuhan” dalam 15:16, dan dalam 16:8 dipakai kata “kebenaran.” Kemudian kata

187
Benjamin Davidson, The Analytical Hebrew And Chaldee Lexicon (Grand Rapids:
Zondervan Publishing, 1993), 173.
188
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 157.
189
Kata Ibrani yang dipergunakan untuk “kecemasan” adalah hm'Whïm “m®hûmâ ,” yang bisa
bermakna sebagai kegemparan yang menakutkan ( Ul. 7:23; 1 Sam. 5:9), jeritan orang yang menderita
karena tekanan orang kaya yang memperkaya dirinya dari orang miskin (Ams. 3:9). R. J. Clifford,
Proverbs A Commentary (Louisville: Westminster John Knox Press, 1999), 153.
110

“kecemasan” dalam 15:16, tetapi dalam 16:8 dipergunakan kata-kata “tanpa


keadilan.” Tampaknya, Penulis Amsal mengganti istilah (moral) “kebenaran”
dengan kata-kata “takut akan Tuhan.”190

Amsal 15:16 dan 16:8 telah menunjukan bahwa harta yang sedikit lebih berharga kalau

diperoleh berdasarkan pada karakter moral yang takut akan Tuhan, ketaatan akan Tuhan,

dan dengan menjauhi kejahatan.191 Dengan demikian, penulis Amsal menekankan

pembentukan karakter terhadap harta harus berdasarkan pada takut akan Tuhan sebagai

dasar dari nilai-nilai moral seseorang. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan

pemahaman pada umumnya, karena pembentukan karakter terhadap harta harus

dipandang sebagai tujuan utama untuk mengejar atau menemukan kekayaan dan

kemakmuran yang sebanyak-banyaknya.192 Oleh sebab itu, penulis Amsal sangat

mementingkan takut akan Tuhan sebagai dasar hikmat untuk memperoleh nilai-nilai

moral dalam mengelola harta, bukan terhadap kekayaan ataupun kemakmuran harta yang

telah diperoleh seseorang sebagai tujuan utama dalam pengelolaan harta.

Analisis Struktur

Secara Struktur, Amsal 15:16 memakai ciri-ciri perkataan “lebih baik” (better

saying).193 Ciri-ciri ini biasanya digolongkan dengan hadirnya kata Ibrani bAjª ‰ôb yang

berarti “lebih baik,” artinya bahwa Kecirikhasan terhadap ayat 16 memberikan suatu

karakteristik terhadap ucapan-ucapan yang memiliki nuansa didaktik (pengajaran),

dimana ucapan dari Amsal 15:16 memberikan unsur-unsur pengajaran etika, dan

190
Whybray, The New Century Bible Commentary-Proverbs, 231.
191
Ibid.
192
Garrett, The New American Commentary, 93.
193
Murphy, The Wisdom Literature, 71.
111

ketegasan dengan mengevaluasi moral-moral seseorang.194 Oleh sebab itu, Amsal 15:16

mengajarkan kepada setiap pembacanya untuk menekankan sikap-sikap moral yang

didasarkan pada takut akan Tuhan. Pembentukan karakter terhadap harta akan

memberikan suatu evaluasi moral terhadap tindakan-tindakan jahat ataupun prioritas

yang salah dalam pengelolaan harta, sehingga seseorang tidak akan merasa cemas dan

khawatir dengan masalah-masalah yang dihadapi. Amsal 15:16 menampilkan pola dua

baris (distich), dimana Stich A dan Stich B membentuk suatu paralelisme secara

komparatif (perbandingan).195 Dari sisi yang lain, ayat ini juga membentuk suatu chiasme

antar frase yang memiliki suatu model: a-a’-b-b’.196 Tabel di bawah ini akan memberikan

penjelasan yang lebih lanjut mengenai analisis struktur Amsal 15:16.

Analisis Struktur Amsal 15:16

Stich A- Lebih baik sedikit (frase a)

dengan disertai takut akan TUHAN (frase a’)

daripada

Stich B- banyak harta (frase b)

dengan disertai kecemasan (frase b’)

Jika memperhatikan analisis struktur dari Amsal 15:16, maka pernyataan dari

kalimat-kalimat hikmat ini sebenarnya menonjolkan sifat ataupun karakter seseorang

194
Garrett, The New American Commentary, 11.
195
Adapun perbedaan antara William W. Klein dan Risnawaty Sinulingga dalam menanggapi
bentuk paralelisme Amsal 15:16 (Band. 16:8). Menurut William W. Klein, Amsal yang memiliki jenis
perkataan “lebih baik” (better saying) akan selalu menyampaikan gagasanya dengan menggunakan
perbandingan. Perbandingan ini tampaknya akan menonjolkan keunggulan sifat seseorang yang takut akan
Tuhan daripada yang lainnya. Berbeda dengan pandangan Risnawaty Sinulingga yang menganggap bahwa
Amsal 15:16 merupakan ayat yang berbentuk paralelisme antitesis (kontras). Menurutnya, secara antitesis
dibandingkan pikiran mengenai “lebih sedikit” pada ayat 16a dengan “daripada banyak harta” dalam ayat
16b. Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical Interpretation 2
(Malang: Literatur SAAT, 2013), 312. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 65.
196
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
112

yang berdasarkan pada takut akan Tuhan. Hal ini dapat diperhatikan ketika Stich A

merupakan kalimat yang “lebih baik” daripada Stich B. Penulis Amsal memberikan suatu

evaluasi moral kepada setiap pembacanya. Ketika membahas Stich A, Raja Salomo

sangat menekankan keunggulan seseorang yang takut akan Tuhan, bukan berdasarkan

pada kekayaan ataupun kemakmuran seseorang, melainkan kepada sifat ataupun karakter

seseorang. Berbeda dengan baris selanjutnya (Stich B), penulis Amsal membandingkan

seseorang yang memiliki banyak harta, namun orang itu merasa cemas dan khawatir

terhadap hartanya sendiri. Evaluasi moral terhadap Stich B dapat mengajarkan kepada

seseorang untuk tidak bersandar ataupun merasa nyaman oleh karena kelimpahan

hartanya, sebab hal itulah yang menyebabkan kesusahan, permasalahan dan kecemasan

kepada orang tersebut.

Dengan memperhatikan setiap pernyataan dari paragraf di atas, Amsal 15:16

merupakan kalimat hikmat yang memakai karakteristik kepenulisan Amsal yaitu pola-

perkataan. Secara khusus ayat ini memberikan maksud dan pernyataan yang lengkap

dengan menggunakan pola perkataan item-evaluasi.197 Tabel di bawah ini akan

memberikan maksud pola-perkataan yang telah dijelaskan pada beberapa kalimat di atas.

Tipe perkataan item-evaluasi Amsal 15:16

Stich Frase Item Frase Evaluasi

A a Lebih baik sedikit a’ dengan disertai takut akan TUHAN

B b Daripada banyak harta b’ dengan disertai kecemasan

197
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
113

Analisis Retoris

Amsal 15:16 merupakan kalimat kiasan yang memakai kata-kata ungkapan

secara paradoks (bertentangan).198 Artinya bahwa kata-kata dalam ayat di atas memiliki

nada yang bertentangan, walaupun kenyataannya kalimat ini mengandung suatu

kebenaran. Hal ini dapat diperhatikan ketika frase a yang menjelaskan tentang “harta

yang sedikit” memiliki nada-nada yang bertentangan dengan frase b yaitu “harta yang

banyak.” Perbedaan terhadap kedua frase ini menunjukkan paparan terhadap banyak

ataupun sedikitnya kepemilikan harta seseorang. Tetapi, perbedaan ini juga terjadi antara

frase a’ yang menjelaskan tentang “takut akan Tuhan” dan frase b’ mengenai

“kecemasan.” Penulis Amsal tampaknya tidak menekankan pada orang mempunyai harta

yang banyak ataupun sedikit, namun penulis hikmat ini lebih memberikan suatu

kebenaran dasar mengenai “takut akan Tuhan” sebagai ajaran moral.

Kesimpulan

Jika memperhatikan keseluruhan analisis dari Amsal 15:16, maka dapat

disimpulkan bahwa “takut akan Tuhan” adalah dasar karakter moral yang ditekankan

oleh penulis Amsal dalam mengelola harta. Segala sesuatu yang didasarkan pada takut

akan Tuhan akan membuat kehidupan seseorang menjadi ringan dan menyenangkan.

Dengan demkian, sifat moral yang berlandaskan kepada “takut akan Tuhan” selalu

memberikan ketetapan hati ataupun orientasi hidup kepada Tuhan, sehingga seseorang

akan tunduk kepadaNya sebagai penguasa, penentu dan pemilik dari segala sesuatu,

walaupun dengan sedikit harta yang dimilikinya.

Dari sudut pandang yang berbeda, banyak harta akan membawa kecemasan

bagi seseorang, karena tidak disertai dengan takut akan Tuhan. Tetapi, jika orang kaya

198
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 113.
114

tersebut menjalankan tanggung jawabnya dengan menggunakan harta yang banyak itu,

dan kemudian mempercayakan harta itu kepada Tuhan, maka hartanya tidak akan begitu

membawa kesulitan. Oleh sebab itu, pembentukan karakter dalam Amsal 15:16 akan

memberi pengajaran bagi seseorang untuk dapat mengembangkan sifat-sifat bijak (virtue)

yang berdasakan pada “takut akan Tuhan.” Sifat-sifat bijak yang sesuai pada kemauan

dan kehendak Tuhan akan memberikan suatu ketaatan, sehingga seseorang akan merasa

dibentuk melalui suatu kebiasaan-kebiasaan (gaya hidup) yang baik terhadap dirinya

sendiri.

Orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan (22:2)

Pada pengajaran ketiga ini, Amsal 22:2 sangat membandingkan antara

kekayaan dan kemiskinan. Namun, penekanan terhadap ayat ini memberikan suatu

pengajaran bahwa orang kaya dan miskin tidak memiliki suatu perbedaan di hadapan

Tuhan, keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan sendiri. Melalui beberapa kajian

analisis prosedur hermeneutika hikmat, penulis sangat diharapkan dapat menemukan

prinsip-prinsip yang penting dalam pembentukan karakter terhadap harta. Pada paparan

ini, penulis tidak akan memakai semua analisis dalam mengkaji Amsal 22:2. Namun,

penulis hanya memakai analisis terjemahan, konteks dan struktur untuk mengeksegesis

bagian ini.

Analisis Terjemahan dan Catatan Teks

Teks Ibrani Terjemahan Teks

`hw")hy> ~L'äku hfeÞ[o WvG"+p.nI vr"äw" ryviä[' .2 2. Orang kaya dan orang miskin bertemu,

yang menciptakan mereka semua adalah

Tuhan.
115

Analisis terjamahan Amsal 22:2 akan dipaparkan melalui 1 (satu) catatan teks

utama, yaitu melalui pemakaian kata kerja WvG"+p.nI “nipgâšû .” Kata kerja ini dapat

diartikan sebagai “bertemu, berjumpa atau menghadapi.”199 Namun, penulis lebih

menerjemahkan kata tersebut sebagai “bertemu.” Dalam ayat 22a, kekayaan memang

dibandingkan dengan kemiskinan. Orang kaya dan orang miskin bertemu (2a). Istilah

Ibrani yang dipergunakan untuk kata “bertemu” dalam ayat ini memiliki arti bahwa orang

kaya dan miskin bertemu dalam kesejajaran. Kata kerja yang sama dan bentuk yang sama

(kata kerja bentuk nifal) dipergunakan untuk kesejajaran antara “kebenaran” dan

“kebaikan” (Maz. 85:11).200 Kesejajaran yang dimaksud sebaiknya dipahami berdasarkan

teologi penciptaan pada kalimat hikmat berikutnya, “… karena keduanya sama-sama

ciptaan Tuhan (ay. 2b).” Orang kaya dan miskin memiliki kesejajaran sebab keduanya

adalah ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, Orang kaya harus melihat posisi orang miskin

sebagai ciptaan Tuhan, karenanya orang kaya tidak boleh mengeksploitasi

(memanfaatkan bagi kepentingan dirinya sendiri) kepada orang miskin.201

Menurut Roland E. Murphy, kata kerja WvG"+p.nI “nipgâšû ” juga menjelaskan

masalah masyarakat yang padanya terdapat jurang pemisah antara orang kaya dan orang

miskin, seperti masyarakat Israel kuno. Oleh karena itu, kedua pihak terutama orang kaya

harus mengingatkan kesejajaran keduanya di mata Tuhan dan memberikan pertolongan

kepada orang miskin.202 Hal tersebut juga ditekankan oleh Bruce K. Waltke, dimana kata

199
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
200
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 803.
201
Whybray menjelaskan bahwa guru hikmat tidak berpihak kepada orang kaya atau orang
miskin, tetapi guru hikmat berbicara bagi orang miskin karena mereka tidak bisa berbicara bagi mereka
sendiri. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 42.
202
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 165.
116

kerja WvG"+pn. I “nipgâšû ” dapat bermakna sebagai sikap saling menghormati, saling

membantu di antara orang kaya dan miskin.203 Keduanya harus saling menghormati dan

melakukan tanggung jawab masing-masing, orang kaya tidak boleh merendahkan orang

miskin dan orang miskin tidak diperkenankan untuk cemburu kepada orang kaya.

Jika memperhatikan setiap kalimat dari paragraf di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa ada 2 (dua) pelajaran yang didapatkan melalui analisis terjemahan

ini. Pertama, Amsal 22:2 mengajarkan kepada setiap pembaca untuk menyadari bahwa

orang kaya dan miskin adalah ciptaan Tuhan. Tuhan tidak membedakan antara orang

kaya dan miskin, kesejajaran ini dipandang sama oleh Tuhan sebagai ciptaanNya sendiri.

Kedua, penulis Amsal juga mengajarkan setiap pembaca, supaya orang kaya dan orang

miskin memiliki hubungan untuk saling membantu, menghormati dan membutuhkan

antara satu dengan yang lainnya.

Analisis Konteks

Pada pemaparan analisis konteks ini, penulis memperhatikan bahwa Amsal

22:2 tidak mempunyai konteks secara dekat. Walaupun, ayat 1-6 menjelaskan mengenai

kekayaan dan didikan bagi orang muda, tetapi masing-masing ayat mempunyai

penjelasan tentang subtopik yang berbeda-beda.204 Sebaliknya, jika memperhatikan pada

konteks yang jauh, maka Amsal 22:2 mempunyai keterkaitan antara amsal-amsal lain

yang memiliki penjelasan yang sama tentang “kesejajaran di hadapan Tuhan antara orang

203
Bruce K. Waltke, The Book of Proverbs: Chapter 16-31 (Grand Rapids: William B.
Eerdmans Publication, 2009), 200-201.
204
Kata kunci “kekayaan” hanya ditemukan pada ayat 1-2 (yang berisi tentang “reputasi
seseorang” dan “orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan”), ayat 1-6 diikat oleh topik yang
berkesinambungan tentang kekayaan dan didikan bagi orang muda. Ayat 1 dan 2 berbentuk kalimat hikmat
yang berisi pengajaran mengenai kekayaan bagi orang muda. Kemudian dalam ayat 3, 5, 6 diperlihatkan
pentingnya didikan bagi orang muda. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 387.
117

kaya dan miskin,” di antaranya seperti: Amsal 29:13; 14:31; 17:5.205 Khususnya Amsal

22:2 sangat memiliki hubungan topik yang sama dengan Amsal 29:13. Hal ini dapat

diperhatikan ketika kedua ayat ini memakai kata kerja WvG"+pn. I “nipgâšû ” untuk

menjelaskan bahwa orang miskin dan orang kaya (penindas) bertemu, oleh karena Tuhan

yang menciptakan keduanya (Ams. 29:13b).206 Lebih dari itu, Allah memberikan

keduanya kehidupan secara bersama-sama, bahkan memenuhi rancangan-rancangan

pemeliharaanNya melalui orang-orang yang berbeda kemampuan, kedudukan ataupun

status sosial yang ada di dunia.207

Paparan terhadap analisis konteks Amsal 22:2 telah menunjukkan bahwa

orang miskin dan orang kaya dipandang “sejajar” oleh Tuhan. Penulis Amsal tidak

mengunggulkan orang kaya oleh karena kekayaannya, tetapi mensejajarkan keduanya

sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, penulis hikmat juga mengajarkan bahwa dalam

status sosial masyarakat selalu ada orang kaya dan miskin, sehingga para pembaca

diajarkan untuk tidak membuat jarak atau jurang pemisah di antara keduanya.

Analisis Struktur

Secara Struktur, Amsal 22:2 memakai pola dua baris (distich) yang terdiri dari

Stich A dan Stich B. Kedua baris ini membentuk suatu paralelisme secara synthetic

(perpaduan/sintesis).208 Perpaduan dari amsal ini dapat diperhatikan ketika Stich A:

“Orang kaya dan orang miskin bertemu” merupakan gagasan utama yang diperjelas

kembali oleh Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan.” Dengan kata

205
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 694.
206
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 164-165.
207
Ibid.
208
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 386.
118

lain, Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan” hanya melanjutkan

gagasan dari Stich A: “orang kaya dan orang miskin bertemu” dan menambahkan

keterangan dari gagasan utama. Penulis Amsal bukan hanya menjelaskan mengenai

“kesejajaran” antara orang miskin dan kaya, namun memperjelas kembali peran Tuhan

yang mencipatakan (melindungi dan memelihara) keduanya. Oleh sebab itu, Amsal 22:2

memiliki satu pengertian bahwa “Tuhan menciptakan orang kaya dan orang miskin, tanpa

memihak salah satu dari antara kedua status sosial ini.” Tabel di bawah ini akan

memberikan maksud yang lebih lanjut mengenai analisis struktur Amsal 22:2.

Analisis Struktur Amsal 22:2

Stich A- Orang kaya dan orang miskin bertemu

(paralelisme Sintesis)

Stich B- yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan

Perpaduan Stich A dan Stich B memberikan suatu evaluasi terhadap status

sosial ekonomi antara orang kaya dan miskin. Hal ini dapat diperhatikan ketika penulis

Amsal menilai kesejajaran keduanya sebagai ciptaan Tuhan (dengan memperhatikan

bahwa kedua baris dari ayat ini tidak memiliki pertentangan ataupun perbandingan). Jika

memperhatikan paparan dari kalimat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Amsal 22:2

mempunyai karakteristik kepenulisan Amsal, yaitu pola-perkataan. Secara khusus ayat ini

memberikan pengertian yang lengkap dengan menggunakan pola perkataan item-

evaluasi.209 Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pola

perkataan item-evaluasi.

Tipe perkataan item-evaluasi Amsal 22:2

209
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting the
Literary Genres of the Old Testament, 236.
119

Stich Item Stich Evaluasi

A Orang kaya dan orang B yang menciptakan mereka semua adalah

miskin bertemu Tuhan

Kesimpulan

Amsal 22 telah memberikan pengajaran yang begitu penting bagi setiap

pembacanya. Orang kaya dan miskin diciptakan oleh Tuhan, maka semua mendapatkan

perhatianNya. Orang kaya harus mengakui bahwa Allah sebagai penciptanya, dan mereka

juga berkewajiban untuk taat kepadaNya seperti halnya orang yang paling hina.

Sebaliknya, orang yang miskin mendapatkan penghormatan sebagaimana ciptaan Allah

sendiri.

Allah menjadikan sebagian orang kaya supaya mereka bermurah hati kepada

yang miskin. Tetapi, yang lainnya dijadikanNya miskin, supaya mereka bisa melayani

yang kaya, sehingga keduanya saling membutuhkan dan menghormati. Allah menjadikan

beberapa orang miskin untuk memiliki rasa syukur dan bergantung kepadaNya.

Sedangkan yang lainnya dijadikanNya kaya untuk mengajari rasa syukur dan belajar

untuk memberi kepada orang yang lemah. Karena Tuhanlah yang memelihara semua

orang, maka setiap pembaca diharapkan untuk memperlakukan tiap orang demikian,

tanpa memandang status ekonomi dan sosial. Oleh sebab itu, Amsal 22:2 memberikan

suatu pengajaran setiap pembacanya untuk menerapkan sifat-sifat moral yang dapat

membentuk karakter suatu komunitas masyarakat (shaping community) antara orang kaya

dan miskin, sehingga saat bertemu tidak terjadi jurang pemisah antara keduanya yang

menyebabkan suatu kesenjangan sosial. Oleh karena, orang kaya dan miskin sama-sama

sebagai ciptaan Allah.


120

Kesimpulan Bab

Pembentukan karakter terhadap Harta dalam Amsal 10:1-22:16 telah

dipaparkan melalui 3 (tiga) garis besar utama, yaitu pengumpulan harta yang benar,

keuntungan dari kekayaan dan harta yang berasal dari Allah. Melalui beberapa kajian

pada bab ketiga, maka penulis dapat menemukan 3 (tiga) teori pembentukan karakter

yang dipakai pada karya ilmiah ini. Pertama, Sifat-sifat bijak (virtue). Pembentukan

karakter terhadap harta sangat memperhatikan cara-cara seseorang untuk memperoleh

harta. Hal ini tidak lepas dari sifat bijak seseorang yang jujur, tekun dan takut akan

Tuhan. Sifat-sifat bijak tersebut akan diperhatikan oleh penulis untuk membahas lebih

lanjut pada bab selanjutnya bagi kepentingan pembentukan karakter terhadap harta.

Kedua, tujuan seseorang dalam mengelola harta. Pada kajian dari bab ini

penulis dapat menemukan 3 (tiga) ajaran utama mengenai tujuan utama dalam mengelola

harta 1) Pengelolaan harta mempunyai tujuan bagi seseorang untuk menjadikannya kaya.

Kedua, 2) Kenyamanan menjadikan salah satu tujuan seseorang untuk memperoleh

kekayaan. 3) tujuan dalam pengelolaan harta harus disadari sebagai berkat dari pada

Allah sendiri.

Ketiga, pentingnya pembentukan karakter dalam membentuk komunitas

keluarga maupun masyarakat. Hal ini dapat diperhatikan betapa pentingnya harta dalam

membentuk komunitas dalam keluarga yaitu dengan mewariskan harta benda ke anak

cucu-cucunya. Selain itu, pentingya harta juga membentuk komunitas dalam masyarakat,

seperti memiliki banyak sahabat, mempunyai nama baik dalam kehidupan masyarakat

dan ajaran terhadap kesetaraan di hadapan Tuhan antara orang kaya dan miskin.

Dengan memperhatikan ketiga pembelajaran dalam pembentukan karakter

terhadap harta, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembentukan karakter terhadap

harta dalam Amsal 10:1-22:16 merupakan “pembentukan sifat karakter seseorang yang
121

memberikan tujuan dalam mengelola harta, sehingga dapat membentuk suatu sifat-sifat

karakter dalam ruang lingkup keluarga ataupun masyarakat.”


BAB IV

SINTESIS TEKS-TEKS HARTA TERKAIT PADA PEMBENTUKAN

KARAKTER MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16

Berdasarkan penyelidikan terhadap semua analisis teks-teks harta di dalam

bab III, maka pada bagian bab IV ini, penulis akan menyajikan “teologi biblika mengenai

pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal” dan “tanggapan dalam

pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16.”

Kitab Amsal merupakan sumber terkaya mengenai ajaran-ajaran hikmat dalam

kehidupan sehari-sehari. Pembentukan karakter terhadap harta adalah salah satu topik

yang cukup banyak dibahas dalam kitab ini. Sesuai dengan pembahasan pada bab yang

ketiga, ada 10 Amsal yang dianalisa oleh penulis untuk menjelaskan tentang

pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu,

sepatutnya penulis membahas ajaran-ajaran biblika mengenai pembentukan karakter

terhadap harta dalam kitab Amsal. Teologi biblika mengenai pembentukan karakter

terhadap harta akan berusaha mengorganisir dan menyatukan sintesa hasil-hasil dari

penyelidikan pada bab sebelumnya (bab III).1 Selain itu, penulis juga akan memaparkan

faktor-faktor pembentukan karakter terhadap harta yang juga sesuai dengan analisa

penulis pada bab sebelumnya.

1
Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament (Malang: Gandum Mas, 2005), 15.

122
123

Teologi Biblika mengenai pembentukan karakter


melalui harta dalam kitab Amsal

Teologi biblika mengenai pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas

dari ajaran-ajaran moral yang dijadikan oleh Allah sendiri. Dengan demikian, ajaran-

ajaran ini menyatakan bahwa hikmat Allah tersedia bagi umat manusia. Jika seseorang

menerapkan perkataan-perkataan hikmat dari kitab Amsal , maka orang tersebut dapat

berperilaku secara bijak dalam kehidupannya sehari-hari. Sebaliknya, jika seseorang

mengabaikan ajaran-ajaran hikmat yang berasal dari Allah, maka hidup seseorang akan

mendatangkan kekacauan. Ketidaktaatan seseorang pada ajaran-ajaran yang bijaksana

dari Allah akan menimbulkan suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan dan

mencelakakan bagi orang itu sendiri maupun juga kepada orang lain.2

Seringkali amsal-amsal yang dikaji oleh penulis pada bab III memberikan

suatu ungkapan yang menyarankan pilihan, satu keputusan tentang hal-hal dari dua jenis

kehidupan seseorang yang hendak dijalani (antara orang yang benar/berhikmat dan orang

fasik/bodoh), sehingga para pembaca dapat memutuskan prinsip-prinsip moral yang

benar bagi pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu, penulis akan

memaparkan ajaran-ajaran alkitabiah tentang pembentukan karakter terhadap harta dari

sudut pandang kitab Amsal.

Patut diketahui bahwa kitab Amsal berbicara banyak tentang bagaimana

memiliki harta benda atau mencegah supaya harta itu tidak hilang. Menurut analisa

penulis mengenai pembentukan karakter terhadap harta, ada dua sifat bijak yang

mempengaruhi pembentukan karakter dalam mengelola harta. Pertama, Kejujuran (10:2-

3), dan kedua, ketekunan (10:4). Seseorang yang mempunyai karakter yang bijaksana

2
Ibid, 418.
124

akan memiliki nilai-nilai hidup bagi dirinya.3 Nilai-nilai hikmat ini akan mendasari

kehidupan seseorang untuk bersikap benar dan jujur dalam suatu pekerjaan (2:9; 8:15-

16). Bahkan, orang tersebut akan melakukan setiap pekerjaannya dengan ketekunan/kerja

keras (6:10-11; 12:11; 14:23; 21:5; 27:23-24).4 Kejujuran dan ketekunan, yang dipuji

melalui banyak cara dalam kitab Amsal, bersumber dari hubungan yang benar dengan

Allah (dengan taat, dan takut kepadaNya) dan hidup dengan bijak (10:22; 15:16).5 Hal ini

merupakan keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan antara keterlibatan Allah sebagai

pusat dari pendapatan seseorang (theosentris) dan usaha manusia untuk mendapatkan

harta tersebut. Dengan demikian, jika seseorang melakukan setiap tindakan yang benar

dengan jujur, tekun dan adil, maka tindakan terpuji tersebut akan diberkati oleh Allah.

Dari sisi yang lain, kitab Amsal juga mengajarkan kepada setiap pembacanya

untuk menyingkirkan cara-cara fasik dalam memperoleh harta (10:3b; 11:5b, 18a; 15:9a;

20:21). Hal ini tentunya didasarkan kepada perbuatan-perbuatan kejahatan atau sifat yang

tidak diinginkan dari orang-orang yang memiliki sifat-sifat bijak yang baik. Sebagai

contohnya, kitab Amsal sangat mencela seseorang yang malas (22:13; 26:13-15), karena

akan mengakibatkan kemiskinan (6:10-11; 10:4; 13:4; 20:13). Selain itu, pendekatan-

pendekatan untuk mendapatkan kekayaan dengan cepat yang dicela oleh penulis Amsal

sendiri (20:21; 28:20, 22), menetapkan harga secara tidak jujur (11:1; 16:11; 20:10, 23)

dan memberikan suatu jaminan untuk pinjaman-pinjaman yang berbunga tinggi (6:1-5;

3
Karena bernilai tinggi bagi karakter orang yang bijaksana, maka hikmat juga diibaratkan
dengan perak dan harta yang tersembunyi (2:4). Sebenarnya nilainya melebih dari emas, perak, atau
permata (3:14-15; 8:10-11, 19;16:16). Ibid.
4
Craig L. Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 43.
5
Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament, 431.
125

11:15; 17:18; 20:16; 21:26-27).6 Dalam hal ini, kitab Amsal mengajarkan kepada setiap

pembaca, supaya menghindar dari efek/konsekuensi terhadap kejatuhan dari cara-cara

fasik yang tidak berkenan kepada Tuhan.

Kitab Amsal banyak menjelaskan bahwa orang-orang yang mendasarkan

tindakan-tindakan yang benar dalam kehidupannya akan memberikan konsekuensi/efek

bagi kehidupannya. Seseorang yang mendasarkan hidupnya kepada hikmat Tuhan akan

terlindungi dan terpelihara dari kejahatan (2:8, 11-12, 16; 4:6; 6:24; 7:5; 14:3), memiliki

keberhasilan dan kekayaan (3:2, 16; 8:18; 10:15; 14:24; 16:20; 21:20-21).7 Melalui

analisis terhadap pembentukan karakter terhadap harta, secara biblika ada 3 (tiga) aspek

yang baik mengenai kekayaan. Pertama, kekayaan sebagai pemberian Allah (10:22).

Berkat Tuhan yang menjadikan seseorang kaya, sehingga Ia memimpin setiap usaha

seseorang untuk memberikannya hasil dalam pekerjaan. Jika kekayaan digunakan dengan

suatu yang cara yang kudus, adil, dan takut akan Tuhan, maka hal ini akan dipandang

sebagai suatu ekspresi dari kebaikan ilahi itu sendiri (15:16).8

Kedua, kekayaan sebagai pengharapan, artinya bahwa seseorang yang

menanamkan diri kepada tindakan ketekunan (10:2-3) dan kejujuran (10:4), serta

pengelolaan bisnis yang bijak akan menuai pengharapan-pengharapan baik dari sisi

ekonomi (10:15). Dalam hal ini, Kekayaan dipandang sebagai suatu hasil alamiah dari

6
Ayat-ayat yang melarang orang menjadi “jaminan” atau penanggung bagi orang lain yang
berhutang ini tidak mengatakan bahwa meminjam atau memberikan pinjaman adalah salah. Tetapi, hendak
mengatakan bahwa praktik seperti itu menjadikan pinjaman orang lain dibebani biaya dengan bunga yang
tinggi. Di Israel meminjamkan uang kepada orang lain merupakan cara untuk menolong sesama orang
Israel, tetapi tidak menarik renten atau bunga (Kel. 22:25; Im. 25:35-37). Pinjaman kepada orang bukan
Israel dapat memperhitungkan bunga (Ul. 23:19-20), tetapi dengan tingkat bunga yang tidak berkelebihan
(Ams. 28:8). Ibid, 436.
7
Bruce K. Waltke, The Book of Proverbs 10-15 (Grand Rapids: William B. Eerdmans
Publication, 2004), 602.
8
Alexander Hill, Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis (Bandung:Kalam
Hidup, 2001), 243.
126

ketekunan dan kerajinan, bahkan dapat menjadi pengaruh bagi orang-orang lain untuk

membantu orang-orang yang ada di sekitarnya (19:4).

Ketiga, kekayaan sebagai cara untuk mewariskan/membantu anak-anak

ataupun orang lain. Salah satu aspek yang sangat bermakna dari kekayaan adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mewariskan ataupun membantu anak-anak

cucunya/orang lain. Kitab Amsal tentunya memuji seseorang yang menggunakan

kekayaannya bagi kepentingan anak cucunya dan orang-orang miskin (13:22; 14:21, 31;

19:17, 22:22-23; 23:10-11;28:27). Uang hendaknya dibagikan kepada orang miskin dan

yang membutuhkan (11:24-25; 14:31;19:17; 21:13; 22:9, 22; 28:27), sebab orang yang

berbuat demikian akan memuliakan Allah dan suatu saat akan diberkati oleh Allah

sendiri. Jika merujuk kepada pasal-pasal yang lainnya, maka juga ditemukan bahwa kitab

Amsal mengingatkan kepada setiap pembacanya untuk membela orang-orang yang tidak

beruntung (29:27). Menurut Craig Blomberg, kitab Amsal juga menekankan satu tema

yang dicermati dalam seluruh Perjanjian Lama, yakni bahwa orang kaya yang benar juga

memberi tulus kepada Tuhan dan yang berkebutuhan (3:9-10, 27-28).9

Pada pemaparan pembentukan karakter terhadap harta, kitab Amsal juga

membandingkan nilai dari kekayaan dengan nama baik seseorang (reputasi). Hal ini

ditekankan dalam pasal 22:1. Nama baik/reputasi seseorang merupakan salah satu dari

nilai-nilai hikmat yang ditekankan oleh kitab ini.10 Tampaknya, reputasi seseorang dapat

memberikan konsekuensi yang baik dalam kehidupannya di antara masyarakat, sehingga

orang tersebut dapat memberikan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan

kemasyarakatannya.

9
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan, 44.
10
Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament, 418.
127

Pembentukan karakter terhadap harta juga memperlihatkan perspektif Allah

mengenai orang kaya dan orang miskin.11 Pandangan Allah antara orang kaya dan orang

miskin memiliki pertalian yang sama, karena “yang membuat mereka semua adalah

Tuhan” (22:2). Oleh sebab itu, kitab Amsal mengajarkan bahwa orang yang mencemooh

orang-orang miskin mencela pencipta mereka dan akan dihukum (17:5; 22:16).

Seseorang tidak boleh merampok orang miskin atau menindas orang-orang yang

menderita, karena Tuhan akan membela mereka (22:2-3). Sementara itu, Tuhan yang

akan terus-menerus menentang orang-orang yang memperlihatkan sikap memihak kepada

satu golongan (28:20-22).

Dari pemaparan teologi biblika mengenai pembentukan karakter terhadap

harta di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembentukan karakter terhadap

harta memberikan suatu nilai-nilai hikmat ataupun sifat-sifat bijak yang benar bagi setiap

pembacanya. Sehingga, setiap pembaca dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai

dengan hikmat/kebenaran. Kendati demikian, kitab Amsal selalu memberikan dua jalan

(jenis tingkah laku) antara hikmat/kebenaran dan kebodohan/kefasikan. Hal tersebut

diterangkan dengan cara memberikan perlawanan secara (antitesis) dan perbandingan

(komparatif), sehingga ciri-ciri tindakan selalu memberikan konsekuensi-konsekuensi

kepada seseorang yang hidup dalam kebijakan ataupun kefasikan. Tidak ada seorang pun

yang dapat menjadi bijak (berhasil dalam kehidupan), tanpa takut akan Tuhan (tema

besar kitab Amsal yang sesuai dalam pasal 1:7), melakukan setiap peringatan-peringatan,

dan ketaatan yang keras.

11
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan,
47.
128

Faktor-faktor mengenai pembentukan karakter


melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16

Berdasarkan kepada penyelidikan analisa pembentukan karakter terhadap

harta, penulis mendapatkan 3 (tiga) dari 5 (lima) teori dasar mengenai pembentukan

karakter terhadap harta yang sesuai dengan kajian literatur William P. Brown, Character

in Crisis: A Fresh Approach the Wisdom Literature of the Old Testament (Grand Rapids:

William B. Eerdmans Publishing, 1996) yaitu, pembentukan karakter yang didasarkan

kepada sifat-bijak terhadap pengelolaan harta (virtue), tujuan terhadap harta (intention)

dan pembentukan dari lingkungan keluarga ataupun masyarakat (shaping community).

Namun, pada kajian yang dikerjakan oleh penulis pada bab sebelumnya, ada beberapa

faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta yang tidak diperoleh dari kajian

literatur William Brown. Oleh sebab itu, penulis berusaha untuk

memodifikasi/menggabungkan teori yang ada dan menambahkan beberapa teori sesuai

dengan analisa tentang pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16.

Dalam hal ini, penulis membuat 5 (lima) macam faktor tentang pembentukan

karakter terhadap harta, yaitu faktor pencipta, faktor pembawaan seseorang, faktor

keputusan dan perbuatan seseorang, faktor lingkungan sosial, dan faktor tujuan. Paparan

dari faktor-faktor tersebut akan dijelaskan oleh penulis di bawah ini.

Faktor Pencipta

Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari hubungan seseorang

dengan Allah. Sesuai dengan beberapa analisis yang telah dikaji penulis bahwa

pembentukan sifat bijak seseorang tidak lepas dari peran Allah. Peran Allah yang

memampukan seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan yang benar (jujur dan

keadilan). Hal ini bersumber dari hubungan yang benar dengan Allah (takut akan Tuhan

dan ketaatan), sehingga seseorang dapat dimampukan untuk melakukan tindakan-


129

tindakan yang benar di hadapan Allah (1:7; 15:16). Seseorang yang rajin (bekerja keras)

dan tekun dalam pekerjaan akan memperoleh konsekuensi yang baik dalam

kehidupannya, entah dalam kekayaan (10:15; 10:22) , hubungan kepada lingkungan

masyarakat yang membaik (19:4), reputasi yang baik (22:1) ataupun konsekuensi-

konsekuensi lainnya.

Allah tentunya senantiasa menawarkan kekuatan dan pembaharuan karakter

dalam kehidupan seseorang. Hubungan seseorang dengan Allah seharusnya menjadi

pengaruh yang pokok dalam pembentukan karakternya.12 Seseorang yang menerima

anugerah Allah yang ditawarkan kepadanya akan mengalami perubahan secara mendasar

dalam kehidupannya. Tentunya, perubahan ini tidak selesai dalam sejenak, tetapi berjalan

sepanjang kehidupannya. Biasanya, hubungan dengan Tuhan tidak mengubah

pembawaan seseorang (sifat bijak yang diturunkan dari ayah dan ibunya). Tetapi cara

pembawaan seseorang akan dikembangkan dan tujuan untuk penggunaan pembawaan itu

sangat dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan Tuhan.13 Misalnya, ada seseorang

yang memiliki sifat tekun bekerja sebelum pertobatannya dan terus tekun bekerja sesudah

pertobatannya. Tetapi tujuan ketekunannya diubahkan, yang sebelumnya (pertobatan)

orang tersebut mempunyai tujuan untuk mengejar kekayaan, supaya mendapatkan harta

yang banyak, namun, setelah orang tersebut mengalami pertobatan, tujuan untuk

mendapatkan kekayaan berpaling untuk diberikan kepada anak-cucunya ataupun kepada

orang-orang miskin. Dalam hal ini, faktor pencipta dapat mengubah tujuan seseorang

dalam mengelola harta, sehingga orang tersebut dapat mengetahui bahwa sifat-sifat bijak

yang baik dapat mendasari kepada tujuan-tujuan harta yang benar. Oleh sebab itu,

12
Mary Setiawani, Stephen Tong, Seni membentuk karakter Kristen (Surabaya: Momentum,
2014), 10.
13
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta:
Gunung Mulia, 2002), 126.
130

Pembentukan karakter terhadap harta dalam diri seseorang tidak lepas dari peran Allah

yang dapat mengubah cara pandang/tujuan harta bagi kehidupannya.

Faktor Pembawaan Seseorang

Salah satu faktor yang membentuk karakter seseorang dalam mengelola harta

adalah pembawaan pribadi seseorang. Perlu diketahui bahwa karakter dari pribadi

seseorang sangat dipengaruhi oleh pembawaannya, artinya adalah sifat-sifat bijak yang

dimiliki oleh seseorang sebenarnya merupakan warisan (pembawaan) dari ayah, ibu

ataupun nenek moyangnya.14 Hal tersebut dijelaskan dalam analisis dari pembentukan

karakter terhadap harta. Selain menjelaskan konsekuensi dari seseorang yang

mendapatkan harta dari warisan harta benda orang tuanya (13:22), penulis Amsal juga

menjelaskan bahwa pembentukan karakter terhadap harta dapat dipengaruhi dengan

mewariskan setiap prinsip-prinsip, ajaran-ajaran ataupun didikan moral kepada anak

cucunya (13:24).15 Dengan demikian, orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan

memberi, ataupun berhemat secara bijak, supaya para orang tua dapat meninggalkan

pengajaran-pengajaran moral yang baik kepada anak-anaknya nanti. Pembentukan

karakter terhadap pengelolaan harta tidak lepas dari peran orang tua ataupun sanak

saudaranya yang memberikan didikan dan pengajaran, sehingga sikap/perilaku seseorang

memiliki kesamaan dengan karakter baik dari orang tuanya.16

Faktor pembawaan merupakan salah satu dari faktor yang membentuk

karakter seseorang dalam mengelola kekayaan. Melalui kajian dari paragraf di atas,

14
Faktor pembawaan seseorang dapat dipengaruhi dari 2 (dua) aspek, yaitu, pertama, sifat-
sifat bijak yang diwariskan, dan kedua, pengaruh-pengaruh yang berhubungan warisan jasmani (gen)
kepada diri seseorang. Ibid, 122.
15
Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16 (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
153.
16
Setiawani, Stephen Tong, Seni membentuk karakter Kristen, 37.
131

tampaknya karakter dapat diwariskan melalui setiap pengajaran ataupun didikan melalui

pengajaran dalam ruang lingkup tertentu, seperti, kehidupan keluarga (didikan orang tua

kepada anak) ataupun dalam ruang lingkup sekolah (didikan guru kepada siswa).17

Faktor keputusan dan perbuatan seseorang

Pembentukan karakter terhadap pengelolaan harta dibentuk oleh keputusan

dan perbuatan pribadi seseorang. Dalam kajian analisis pada bab sebelumnya, tampaknya

ada hubungan timbal balik antara karakter dan perbuatan. Karakter memang

mempengaruhi perbuatan. Namun dari sisi yang lain, perbuatan juga mempengaruhi

karakter seseorang.18 Hal ini terlihat ketika penulis membahas beberapa sifat-sifat bijak

seperti ketekunan (10:4), kejujuran (10:2-3), kesabaran dalam mengelola harta (13:11),

takut akan Tuhan (15:16) dan sifat-sifat bijak lainnya. Misalnya, seseorang dengan

karakter yang jujur cenderung tidak berdusta. Keputusan untuk tidak berdusta

menjadikan perbuatan kejujuan itu lebih teguh. Orang yang berdusta memperlemah sifat

kejujuran dalam karakternya, sehingga kecenderungan untuk berdusta dikuatkan. Dari

sisi yang lain, seseorang dengan karakter yang tekun cenderung untuk tidak bermalas-

malasan. Keputusan untuk tidak bermalasan menjadikan perbuatan ketekunan itu lebih

teguh. Orang yang bermalasan akan memperlemah sifat ketekunannya dalam karakter

orang tersebut, sehingga kecenderungan untuk bermalasan sangat kuat. Dalam hal ini

semua karakter dan perbuatan seseorang akan mempengaruhi konsekuensinya.19 Orang

yang tekun dalam pekerjaan akan mendapatkan kekayaan, sedangkan orang yang

17
Ibid.
18
Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya, 125.
19
Perkataan ini juga dipengaruhi dari gaya bahasa Amsal yang dipakai oleh Raja Salomo
dalam Amsal dua baris (distich) dengan menyertai pola perkataan karakter-konsekuensi, ataupun tindakan-
konsekuensi. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting the
Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
132

bermalasan akan mendapatkan kemiskinan. Tabel di bawah akan memberikan penjelasan

lebih lanjut mengenai maksud dari paragraf ini.

Faktor keputusan dan perbuatan seseorang

Karakter Perbuatan Konsekuensi

Pada kajian ini, proses dalam pengambilan keputusan juga mempengaruhi

karakter seseorang. Penulis memberikan contoh terhadap perbuatan orang kaya yang

mengambil keputusan untuk membantu orang-orang miskin. Dalam hal ini, seorang yang

kaya harus memiliki pendekatan kepada lingkungan sosialnya untuk berkenalan dengan

beberapa orang miskin secara pribadi. Pengalaman inilah yang akan mengubah sikapnya

dalam pengambilan keputusan itu dalam seluruh aspek hidupnya. Seringkali,

pertimbangan dan pengalaman seseorang dalam mengambil dan menilai keputusan

mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan karakter orang tersebut.20

Pemaparan terhadap faktor keputusan dan perbuatan seseorang juga tidak

lepas dari faktor-faktor yang lain, termasuk di dalamnya adalah faktor pencipta, faktor

pembawaan seseorang maupun juga faktor lingkungan sosial.

Faktor Lingkungan Sosial

Faktor yang selanjutnya dalam pembentukan karakter terhadap harta adalah

faktor lingkungan sosial. Seseorang yang mempunyai karakter yang baik akan dapat

mempengaruhi lingkungan sosialnya. Penekanan ini diperkenalkan oleh William P.


20
Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya, 125.
133

Brown sebagai pembentukan kepada komunitas masyarakat (shaping community).21

Sesuai dengan analisa penulis terhadap pembentukan karakter dalam Amsal 10:1-22:16,

faktor-faktor dalam membentuk komunitas masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan

seseorang untuk mewariskan harta benda kepada anak cucu (13:22), memiliki banyak

sahabat (19:4), reputasi yang baik (22:1) dan kesadaran terhadap kesamaan derajat antar

orang kaya dan miskin sebagai ciptaan Allah (22:2).

Faktor-faktor yang membentuk lingkungan sosial memang tidak lepas dari

faktor-faktor pembentukan karakter yang lain. Faktor pencipta, faktor pembawaan

seseorang dan faktor keputusan dan perbuatan seseorang dapat membentuk karakter yang

baik dalam kehidupannya, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk karakter

masyarakat itu sendiri. Misalnya, seseorang yang mempunyai karakter jujur, tentunya

akan memberikan dampak kepada lingkungan sosialnya. Dalam hal ini, ada 2 (dua)

aspek yang dapat membentuk karakter masyarakat. Pertama, seseorang harus dapat

membangun kepercayaan antar personal.22 Kepercayaan ini harus didasarkan kepada

kejujuran seseorang, karena tanpa kejujuran dalam komunikasi, kepercayaan antar

personal pun tidak mungkin terjadi. Seseorang yang jujur akan memenuhi janji setiap

pekerjaan-pekerjaan yang diemban oleh atasannya, sehingga setiap kepercayaan dari

pemimpin ataupun rekan-rekan kepada orang tersebut akan terjaga dengan baik. Tingkat

kepercayaan ini juga berlaku kepada sifat-sifat bijak lainnya (ketekunan, kesabaran,

kerendahan hati dan lain-lain).

21
William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach to the Wisdom Literature of the
Old Testament (Grand Rapids: Wlliam B. Eerdmans Publishing, 1996), 14.
22
Hill, Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis, 129.
134

Kedua, seseorang dapat mengembangkan masyarakat.23 Seseorang yang

mempunyai karakter yang jujur dapat melindungi masyakarat. Jika seseorang dapat

dipercaya, maka jaringan sosialnya akan terbentuk dan diperluas. Sejalan dengan makin

dihargainya kepercayaan, harapan-harapan akan kejujuran yang lebih besar akan

menempatkan seseorang kepada komunitas yang besar, sehingga, seseorang dapat

terpakai dalam lingkungan masyarakat sebagai suatu kebaikan sosial bagi kepentingan

masyarakat itu sendiri. Hal ini akan memberikan konsekuensi yang baik bagi reputasinya

di tengah-tengah kehidupan masyarakat (22:1). Tetapi, jika kepercayaan orang tersebut

dirusak, maka masyarakat secara keseluruhan akan menderita; dan jika hal ini

dihancurkan, pengembangan karakter bagi lingkungan sosial akan jatuh dan tidak

berfungsi.24

Faktor Tujuan

Faktor yang terakhir dalam pembentukan karakter terhadap harta adalah faktor

tujuan. Analisa penulis mengenai pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal

10:1-22:16 dapat ditemukan 2 (dua) faktor tujuan. Pertama, Tujuan orang bijak dalam

mengelola harta dapat menghindari dan kesusahan yang selalu menyertainya dengan hasil

kekayaan yang diperoleh (10:15), dan kedua, pemberian berkat didasarkan kepada tujuan

Tuhan bagi kehidupan seseorang (10:22).

Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari tujuan seseorang dalam

mengelola harta, seperti: kekayaan, kemakmuran dan kesejahteraan. Memang benar

bahwa pada umumnya seseorang yang tekun dalam pekerjaan ingin menghasilkan suatu

kekayaan. Tetapi dalam pengkajian pembentukan karakter terhadap harta tujuan tersebut

23
Ibid.
24
Ibid.
135

harus diselaraskan sebagai pemberian (berkat) Tuhan bagi kehidupannya. Hal ini

memberikan kesadaran bagi setiap pembaca Amsal, supaya menyadari bahwa datangnya

harta berasal dari Allah sendiri. Faktor tujuan ini akan membentuk karakter seseorang

untuk mengubah cara pandangnya mengenai harta, bukan hanya berorientasi kepada

kekayaan saja, tetapi juga membiasakan dirinya untuk memandang bahwa Allah sebagai

sumber berkat bagi kehidupannya ataupun kepada orang-orang yang lain.25

Kesimpulan Bab

Secara keseluruhan dari bab keempat ini, penulis memperlihatkan bahwa kitab

Amsal banyak memperlihatkan dua sisi sikap perilaku yang hendak dilakukan bagi setiap

pembacanya, yaitu, jenis tingkah laku yang berdasarkan hikmat/kebenaran atau

kebodohan/kefasikan. Penulis Amsal tampaknya menginginkan setiap pembacanya untuk

memilih dua sisi sikap tersebut beserta dengan konsekuensi-konsekuensinya. Namun

begitu, penulis Amsal juga mengarahkan para pembaca untuk memilih sikap yang bijak

dalam membentuk karakternya. Hal tersebut harus disertai dengan takut akan Tuhan

(sebagai syarat keberhasilan hidup), melakukan perintah-perintahnya dan ketaatan

kepadaNya.

Pada sisi yang lain, ada 5 (lima) faktor yang dapat membentuk karakter

seseorang dalam pengelolaan harta. Tampaknya, ada 2 (dua) faktor yang dipengaruhi

pembentukan karakter seseorang yaitu faktor pencipta dan faktor pembawaan seseorang.

Kedua faktor ini diperankan oleh Tuhan sebagai sumber pembentukan karakter dan orang

tua melalui didikan ataupun pengajaran bagi seorang anak. Dari sisi yang lain, ada satu

faktor (faktor keputusan dan perbuatan seseorang) yang memiliki timbal balik hubungan

yang saling mempengaruhi yaitu, karakter yang mempengaruhi perbuatan dan perbuatan

25
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan,
297.
136

yang mempengaruhi karakter, sehingga menghasilkan suatu konsekuensi yang diputuskan

dalam diri seseorang. Namun begitu, ada 2 (dua) faktor yang dapat memberikan pengaruh

secara eksternal, seperti, pertama, faktor lingkungan sosial. Dimana diri seseorang dapat

membentuk karakter pengelolaan harta yang baik dalam lingkungan sosialnya dengan

tingkat kepercayaan oleh masyarakat, sehingga dapat membentuk karakter dari

masyarakat itu sendiri. Kedua, faktor tujuan. Faktor ini akan menghasilkan cara pandang

yang berbeda dalam pengumpulan harta, bukan hanya mengejar suatu kekayaan saja,

melainkan mengubah cara pandang seseorang kepada Tuhan sebagai satu-satunya sumber

yang memberikan berkat kekayaan dalam dirinya ataupun orang lain.

Dengan memperhatikan semua paparan dari faktor-faktor pembentukan

karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16, penulis menyimpulkan bahwa kelima

faktor ini tidak berdiri sendiri dalam membentuk karakter seseorang. Namun, kelima

faktor ini saling dibutuhkan dalam diri seseorang, sehingga dapat membentuk

karakternya dan memberikan dampak yang baik di dalam dirinya ataupun kepada

komunitas lingkungan sosialnya.


BAB V

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan penulis mengenai “studi analisis dan sintesis

pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16,” maka dapat ditemukan

beberapa faktor pembentukan karakter melalui harta. Hal ini tidak lepas dari pendekatan

eksegesis dalam Amsal 10:1-22:16 dan pemakaian teori pembentukan karakter oleh

literatur William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach the Wisdom

Literature of the Old Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing, 1996)

sebagai pendekatan penulis untuk menemukan beberapa faktor mengenai pembentukan

karakter terhadap harta. Kendati demikian, penulis juga menemukan faktor-faktor lain

mengenai pembentukan karakter terhadap harta sesuai dengan eksegesis terhadap teks-

teks harta dalam Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu, penulis akan memaparkan beberapa

kesimpulan dan saran pada bab 5 (lima), sehingga dapat menjawab latar belakang

masalah dan tujuan yang hendak disampaikan kepada para pembaca dalam karya ilmiah

ini.

Kesimpulan

Penemuan terhadap faktor-faktor pembentukan karakter terhadap harta dalam

Amsal 10:1-22:16, memang tidak lepas dari pemakaian heremeneutika hikmat yang

disarankan oleh beberapa sarjana Alkitab. Bentuk-bentuk sastra hikmat, seperti: bentuk

amsal, didaktik dan berdasarkan pengalaman sangat membantu penulis untuk mengetahui

137
138

gaya bahasa yang dipakai dalam kitab Amsal. Selain itu, pemakaian prosedur-prosedur

hermeneutika yang benar sangat menolong penulis untuk mengkaji teks-teks harta dalam

Amsal 10:1-22:16. Analisis-analisis tersebut terdiri dari: analisis terjemahan, konteks,

struktur dan pelengkap retoris. Perlu diketahui bahwa ciri khas ucapan-ucapan

hikmat/puisi terdiri dari amsal dua baris (distich) dan empat baris (quatrains), yang

tersambung dari satu topik ke topik lainnya tanpa memiliki hubungan jelas diantara

konteks ayatnya. Oleh sebab itu, pendekatan dalam mengeksegesis Amsal 10:1-22:16

harus memperhatikan pembahasan masing-masing topik dari ayat tersebut (seperti:

Kekayaan, keluarga, dll) ataupun studi karakter (orang bodoh, orang rajin, orang jahat,

dll), serta memahami bahasa-bahasa kiasan yang dipakai dalam kitab ini.

Kajian yang terpusat kepada “analisis pembentukan karakter terhadap harta

dalam Amsal 10:1-22:16” menghendaki penulis untuk memilih 10 Amsal yang terdiri

dari, kejujuran (10:2-3), ketekunan (10:4), mengelola harta (13:11), mewariskan harta

kepada anak-anak (13:22), mendatangkan kenyamanan (10:15), memiliki banyak sahabat

(19:4), didasarkan pada reputasi seseorang (22:1), didasarkan pada berkat Tuhan (10:22),

Takut akan Tuhan (15:16), dan orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan (22:2). 10

(sepuluh) Amsal ini dipilih oleh penulis untuk mengkaji faktor-faktor pembentukan

karakter terhadap harta. Walaupun begitu, 10 amsal tersebut tidak dapat berdiri sendiri,

karena tetap merujuk/mengkaitkan kepada amsal-amsal lain (sesuai dengan kesamaan

pembahasan topik ataupun studi karakter) yang terlingkup dalam Amsal 10:1-22:16

sebagai kumpulan-kumpulan amsal pertama Salomo. Dengan demikian, pemakaian

prosedur-prosedur hermeneutika yang benar kepada 10 amsal tersebut dapat memaparkan

teologi biblika dan menemukan beberapa faktor mengenai pembentukan karakter melalui

harta dalam Amsal 10:1-22:16.


139

Dari sudut pandang teologi biblika, penulis dan pembaca dapat mengetahui

bahwa pembentukan karakter melalui harta mengajarkan suatu nilai-nilai hikmat ataupun

sifat-sifat bijak yang benar bagi setiap pembacanya. Sehingga, setiap pembaca dapat

menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan hikmat/kebenaran. Walaupun begitu, kitab

Amsal selalu memberikan 2 (dua) jenis tingkah laku manusia seperti hikmat/kebenaran

dan kebodohan/kefasikan. Hal tersebut dijelaskan dengan cara memberikan perlawanan

secara (antitesis) dan perbandingan (komparatif), sehingga ciri-ciri tindakan selalu

memberikan konsekuensi-konsekuensi/efek kepada seseorang yang hidup dalam

kebijakan ataupun kefasikan. Tidak ada seorang pun yang dapat menjadi bijak (berhasil

dalam kehidupan), tanpa takut akan Tuhan (tema besar kitab Amsal yang sesuai dalam

pasal 1:7; 15:17), melakukan setiap peringatan-peringatan, dan ketaatan yang keras. Oleh

sebab itu, teologi biblika mengenai kitab Amsal selalu mengajarkan bahwa setiap

karakter/tindakan seseorang yang baik atauapun jahat akan memberikan suatu

konsekuensi sesuai dengan tindakannya masing-masing.

Ada 5 (lima) faktor pembentukan karakter yang dapat ditemukan oleh penulis

melalui eksegesis teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16. Pertama, faktor pencipta.

Faktor ini diperankan oleh Allah untuk membentuk karakter seseorang, sehingga dapat

berbuat baik kepada orang lain. Peran Allah yang memampukan seseorang untuk

melakukan tindakan-tindakan yang benar (jujur dan keadilan). Hal ini bersumber dari

hubungan yang benar dengan Allah (takut akan Tuhan dan ketaatan), sehingga seseorang

dapat dimampukan untuk melakukan tindakan-tindakan yang benar di hadapan Allah

(1:7; 15:16). Seseorang yang rajin (bekerja keras) dan tekun dalam pekerjaan akan

memperoleh konsekuensi yang baik dalam kehidupannya, entah dalam kekayaan (10:15;

10:22) , hubungan kepada lingkungan masyarakat yang membaik (19:4), reputasi yang

baik (22:1) ataupun konsekuensi-konsekuensi lainnya.


140

Kedua, faktor pembawaan seseorang. Faktor ini diperoleh dari diri seseorang

melalui setiap pengajaran ataupun didikan dalam ruang lingkup tertentu, seperti,

kehidupan keluarga (didikan orang tua kepada anak) ataupun dalam ruang lingkup

sekolah (didikan guru kepada siswa) (13:24). Faktor dari pembawaan seseorang dapat

membentuk karakter seseorang untuk berbuat baik kepada setiap komunitas lingkungan

sosialnya.

Ketiga, faktor keputusan dan perbuatan seseorang. Dimana ada hubungan

timbal balik antara karakter dan perbuatan. Karakter memang mempengaruhi perbuatan.

Namun dari sisi yang lain, perbuatan juga mempengaruhi karakter seseorang. Dari sisi

yang lain, proses dalam pengambilan keputusan juga mempengaruhi karakter seseorang.

Pengambilan keputusan ini tentunya tidak lepas dari setiap kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan seseorang, sehingga faktor ini tidak akan pernah lepas dengan faktor-faktor

yang lainnya terhadap pembentukan karakter terhadap harta.

Keempat, faktor lingkungan sosial. Faktor ini dapat membentuk komunitas

masyarakat, karena seseorang dapat dipercaya ditengah-tengah lingkungan sosialnya,

sehingga dengan kepercayaan itu, orang tersebut akan diperluas jaringan sosialnya yang

memberikan kesempatan untuknya dapat membentuk karakter baik terhadap lingkungan

sosialnya.

Kelima, faktor tujuan. Faktor ini tidak hanya menjelaskan suatu pendapatan

seseorang berupa kekayaan, tetapi menjelaskan tentang pemberian berkat yang

didasarkan kepada tujuan Tuhan bagi kehidupan seseorang (10:22). Dalam hal tersebut,

setiap pembaca diajarkan bahwa pembentukan karakter seseorang diubah melalui cara

pandangnya mengenai harta, bukan hanya berorientasi kepada kekayaan saja, tetapi juga

membiasakan dirinya untuk memandang bahwa Allah sebagai sumber berkat bagi

kehidupannya ataupun kepada orang-orang yang lain. Cara pandang yang baru mengenai
141

harta dengan memperlihatkan “Allah sebagai sumber berkat” akan mempengaruhi

seseorang untuk menerapkan prinsip-prinsip moral yang benar.

Studi Analisis terhadap teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16 dapat

menemukan 5 (lima) faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta. Kelima

faktor sangat dibutuhkan dalam membentuk karakter seseorang, sehingga dapat

memberikan dampak/pengaruh kepada komunitas masyarakat yang lebih luas. Tentunya,

seseorang harus membutuhkan proses dalam membentuk karakter tersebut. Oleh sebab

itu, seseorang harus membiasakan diri bertindak secara benar untuk membentuk karakter

yang baik.

Saran

Setelah memperhatikan betapa pentingnya faktor-faktor pembentukan karakter

terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16, maka berikut ini penulis akan mengajukan

beberapa sarang penting:

Pertama, adalah perlu untuk memberikan kesadaran bahwa pembentukan

karakter terhadap harta sangat berorientasi kepada hubungan yang benar antara manusia

dan Tuhan. Hal ini tentunya didasarkan kepada takut akan Tuhan (sebagai tema kitab

Amsal dalam pasal 1:7; 15:16). Hubungan benar dengan Tuhan akan memberikan

pengaruh terhadap perubahan karakter seseorang, sehingga menghasilkan karakter yang

lebih baik dalam mengelola hartanya.

Kedua, adalah perlu untuk memberikan pemahaman bahwa pembentukan

karakter terhadap harta tidak terjadi secara instant/mudah, melainkan melalui proses

dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga membentuk sifat-sifat bijak

(seperti: ketekunan, kejujuran, kesabaran dalam mengelola harta) dalam mengelola harta

yang berdampak kepada diri seseorang, tetapi juga kepada komunitas masyarakat.
142

Ketiga, adalah perlu untuk memberikan pengertian bahwa tujuan dalam

mengelola harta tidak hanya mengejar suatu kekayaan belaka, melainkan menyadari

bahwa kekayaan tersebut berasal dari Allah, sebagai sarana untuk memberkati orang-

orang lain yang lemah dan berkekurangan.

Keempat, adalah perlu untuk memberikan pengajaran-pengajaran dalam kitab

Amsal sebagai bagian dari pembentukan karakter terhadap harta, baik kepada mahasiswa

di dalam kelas, maupun kepada anggota gereja yang ada di dalam kelas PA (pemahaman

Alkitab), dengan memberikan beberapa faktor mengenai pembentukan karakter, supaya

dapat menanamkan karakter pada masing-masing mahasiswa dan anggota-anggota jemaat

itu sendiri.
KEPUSTAKAAN

Buku-buku

Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2002.

Alcorn, Randy. Prinsip-prinsip Harta. Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2013.

Alden, Robert C. Tafsiran Praktis Kitab Amsal. Malang: Literatur SAAT, 2002.

Alter, Robert. The Wisdom books: Job, Proverbs, and Ecclesiastes: a translation with
commentary. London: W. W Norton & Company, 2010.

Atkinson, David. The Message of Proverbs. Leicester: Inter-Varsity Press, 1996.

Blomberg, Craig L. Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

Brent Sandy D, Ronald L. Giese, Jr. Cracking Old Testament Codes: A Guide
Interpreting the Literary Genres of the Old Testament. Nashville: Broadman &
Holman Publishers, 1995.

Bridges, Charles. Proverbs-The Crossway Classic Commentaries. Wheaton: Crossway


Books, 2001.

Brown, Francis, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs. The Enhanced Brown-Driver-


Briggs Hebrew And English Lexicon. Oxford: Clarendon Press, 1906.

Brown, P. William. Character In Crisis: A Fresh Approach to the Wisdom Literature.


Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing, 1996.

Brownlee, Malcolm. Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya.


Jakarta: Gunung Mulia, 2002.

Bullinger, E. W. Figures of Speech Used In the Bible. Grand Rapids: Baker Books, 1981.

Bullock, C. Hassel. Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjian Lama. Diterjemahkan oleh


Suhadi Yeremia. Disunting Oleh Dra. Sumarah. Malang: Gandum Mas, 2003.

Buzzel, Sid S. “Proverbs” dalam The Bible Knowledge Commentary. Disunting oleh
Jhon F. Walvoord dan Roy B. Zuck. Dallas: SP Publications, 1985.

Clifford, R. J. Proverbs: A Commentary. Kentucky: Westminster John Knox Press, 1999.


143
144

Corner, Kevin J. dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures. Malang: Gandum Mas,
2004.

Crenshaw, J. L. Old Testament Wisdom: Introduction. Louisville: Westminster-John


Knox Press, 1998.

___________. Poverty and Punishment in the Book of Proverbs. Macon: Mercer


University Press, 1995.

Davidson, Benjamin. The Analytical Hebrew And Chaldee Lexicon. Grand Rapids:
Zondervan Publishing, 1993.

Delitzsch, Franz. Biblical Commentary on the Proverbs of Salomons. Grand Rapids:


WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1950.

Fox, Michael. Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary.
New Haven: Yale University, 2009.

Garret, Duane A. Proverbs, Ecclesiastes, song of Songs-the New American Commentary.


Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1993.

Getz, Gene. Pendalaman Alkitab Uang Harta dan Harta Milik. Bandung: Kalam Hidup,
2008.

Harlow, R. E. Proverbs: The King-s Wisdom. Scarbrough: Everyday Publications, 1984.

Henry, Matthew. Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal. Surabaya: Momentum, 2013.

Hill, Alexander. Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis. Bandung:Kalam
Hidup, 2001.

Holladay, William L. A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament.
Grand Rapids: Eerdmans; Leiden: Brill, 1988.

Horne, Milton P. Proverbs-Ecclesiastes. Malon: Smyth & Helwys Publishing, 2003.

Ironside, H. A. Notes on the Book of Proverbs. New York: The Bible Truth Press, 1997.

Kaiser, Walter C. Toward An Exegetical Theology: Biblical Exegesis for Preaching &
Teaching. Grand Rapids: Baker Books, 2003.

Keil, C . F, F. Delitzsch. Biblical Commentary on the Old Testament. Grand Rapids:


Eerdmans Publishing, 1950.

Kidner, Derek. The Proverbs An Introduction And Commentary. Leicester: Inter-Varsity


Press. 1978.
145

Klein, William W, Craig L. Blomberg, dan Robert C Hubbard, Jr. Inroduction To


Biblical Interpretation 2. Diterjemahkan oleh Timotius Lo. Disunting Oleh
Chilianha Jusuf. Malang: Literatur SAAT, 2013.

Laird Harris, R. Theological Wordbook of the Old Testament. Chicago: Moody Press,
1981.

Lasor, W. S, D. A. Hubbard. Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat. Jakarta:


BPK Gunung Mulia, 2007.

Longman III, Tremper. Making Sense of the Old Testament. Diterjemahkan oleh
Cornelius Kuswanto. Disunting oleh Yusak P. Palulungan. Malang: Literatur
SAAT, 2012.

_________________, Allen P. Ross, The Expositor’s Bible Commentary. Grand Rapids:


Zondervan, 2008.

Martin, Frank. 99 Cara Meningkatkan Penghasilan Anda: Jakarta: Adonai, 2009.

McKane, W. Proverbs: A New Approach. London: SCM Press, 1970.

Meynet, Roland. Rethorical Analysis: An Introduction to Biblical Rhetoric. Sheffield:


Sheffield Academic Press, 1998.

Miller, John. Believers Church Bible Commentary-Proverbs. Scottdale: Herald Press,


2004.

Murphy, Roland E. The Wisdom Literature. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing
Co, 1983.

_______________. Word Biblical Commentary Vol.22. Colombia: Thomas Nelson


Publishers, 1998.

_______________. Word Biblical Commentary-Volume 23- Ecclesiastes. Dallas: Thomas


Nelson Publishers, 1992.

Osborne, Grant. Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab.


Diterjemahkan oleh Elifas Gani. Surabaya: Momentum, 2012.

Owen, Stuart W, P.A. Grist, R. Dowling. Kamus Lambang dan Kiasan Dalam Alkitab.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2014.

Owens, John J. Analytical Key to the Old Testament. Grand Rapids: Baker Books, 2000.

Packer, J. L, Merril C. Tenney, William White, Jr. Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac) Jil. 1. Malang: Gandum Mas, 2009.
146

Patrick, Dale, Allen Scult, Rhetoric and Biblical Interpretation, JSOTSup 82. Sheffield:
Almond Press, 1990.

Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III. Kamus Gambaran Alkitab.
Surabaya: Momentum, 2011.

Sandoval, T. J. The Discourse of Wealth and Poverty in the Book of Proverbs. Boston:
E.J. Brill, 2009.

Saparman. Belajar Alkitab: Cara dan Contoh. Yogyakarta: STII Press, 2014.

Scott, R. B. Y. Proverbs-Ecclesiastes Introduction: Translation and Notes. New York:


Doubleday & Company, 1965.

Setiawani, Mary, Stephen Tong. Seni membentuk karakter Kristen. Surabaya:


Momentum, 2014.

Sinulingga, Risnawaty. Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16. Jakarta:Gunung Mulia,


2012.

Sitompul, A. A, Ulrich Beyer. Metode Menafsirkan Akitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012.

Stuart, Duglas. Eksegese Perjanjian Lama. Malang:Gandum Mas, 2009.

___________, Gordon D. Fee. Hermeneutik- Menafsirkan Firman Tuhan dengan Tepat.


Malang: Gandum Mas, 2011.

Terry, Milton S. Biblical Hermeneutics. Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1986.

Tjanda, Jimmy. 7 Prinsip Sukses Bisnis Mengelola Usaha Secara Alkitabiah &
Profesional. Yogyakarta: ANDI Offset, 2008.

Thompson, J. M.The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel. Hague: Mouton
Publishers, 1974.

Virkler, Henry A, Kerelynne Gebber Ayayo. Hermeneutik. Diterjemahkan oleh Jhony


The. Yogyakarta: ANDI Ofsset, 2015.

Walker, D. F. Konkordansi Alkitab: Register kata-kata dan istilah dari Alkitab


Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru. Jakarta:Gunung
Mulia, 2009.

Waltke, Bruce K. The Book of Proverbs 10-15. Grand Rapids: William B. Eerdmans
Publication, 2004.

_____________. The Book of Proverbs: Chapter 16-31. Grand Rapids: William B.


Eerdmans Publication, 2009.
147

Whybray, R. N. Wealth And Proverty In The Book of Proverbs. Sheffield: JSOT Press,
1990.

____________. The New Century Bible Commentary-Proverbs. Grand Rapids: Wm. B.


Eerdmans, 1992.

____________. The Cambridge Bible Commentary: The Book of Proverbs. Cambridge:


Cambridge University Press, 1972.

Wiersbe, Warren W. Be Skillful. Colorado: Cook Comunications Ministries, 2009.

______________. The Wiersbe Bible Study Series Proverbs. Colorado: Cook


Comunications Ministries, 2010.

Zuck, Roy B. A Biblical Theology of Theology the Old Testament. Malang: Gandum Mas,
2004.

__________. Hermeneutik Basic Bible Interpretation. Malang: Gandum Mas, 2004.

Diktat

Elefson, Todd. Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah. Sem. V, 1998.

Gultom, Parlaungan. Diktat Kuliah: Analisa Perjanjian Lama, 1987.

Reed, Carl. Diktat Kuliah: Kamus Sementara Bahasa Ibrani-Bahasa Indonesia Edisi
kedua. Sem. VI, 2010.

___________. Diktat kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.

___________. Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian
Lama, Sem. II, 2015.

Kamus

Bakir, R. Suyoto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Batam: Karisma Publishing Group,
2006.

Sofware

Bible Works: Bible Works BHS Hebrew Old Testament (WTT), Ver.7.0, Sofware:Bible
Works for Windows. CD-Rom.
148

Bible Works: Bible Works BHS Hebrew Old Testament (WTT), Ver.9.0, Sofware:Bible
Works for Windows. CD-Rom.

Website

Korupsi, Kompasiana, http:/Kompasiana.com/2011/.html; diakses pada tanggal 23


Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai