___________________
Tesis ini
Penerimaan Gelar
Magister Teologi
___________________
Oleh:
NIM: 20140262 MT
Agustus 2016
STUDI ANALISIS DAN SINTESIS MENGENAI PEMBENTUKAN KARAKTER
MELALUI HARTA DALAM AMSAL 10:1-22:16
TESIS
OLEH:
FAREL YOSUA SUALANG
NIM: 20140262 MT
“Studi Analisis dan Sintesis Mengenai Pembentukan Karakter melalui Harta dalam
Amsal 10:1-22:16” yang telah disiapkan dan diserahkan oleh Farel Yosua Sualang,
untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Magister Teologi dari
proses penelitian dan cara penyusunan Tesis yang dilakukan oleh Farel Yosua Sualang
berjudul: “Studi Analisis dan Sintesis mengenai Pembentukan Karakter melalui Harta
dalam Amsal 10:1-22:16” maka dengan ini dinyatakan bahwa Tesis ini diterima dan
disahkan sebagai bagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister Teologi
TESIS
Oleh:
Farel Yosua Sualang
NIM: 20140262 MT
Mengesahkan
Program Studi Teologi
Ketua Program Studi
Dewan Penguji
NIM : 20140262MT
Menyatakan bahwa Tesis yang saya susun adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan
menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya
bersedia menerima sanksi dan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang
secara umum, maupun yang berlaku di STTII Yogyakarta termasuk pencabutan gelar
Vokasi yang telah saya peroleh.
Tesis ini saya persembahkan kepada orang tua yaitu Pdt. Tony L Sualang, B.Th dan
Lenny Wonte beserta dengan kakak tercinta Orley Charity Sualang, S.Psi., M.A,
Dan kepada seluruh jemaat GKII Sahabat Allah,
Serta seluruh jemaat GAA di Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur patut dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
anugerahNya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis
sangat bersyukur atas panggilan sebagai alat Tuhan untuk dapat dipakai dalam
pekerjaanNya. Sehingga, sampai akhir dari penulisan karya ilmiah ini penulis menyadari
terima kasih kepada lembaga Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia (STTII) Yogyakarta
menempuh 2 (tahun) tahun pendidikan magister teologi di tempat ini. Terima kasih atas
didikan dan arahan dari para dosen/pengajar (terlebih khusus kepada dosen pembimbing
1 yaitu Pdt. Todd Elefson dan dosen pembimbing 2 yaitu Pdt. Parlaungan Gultom, Ph.D)
yang memiliki kualitas akademik, dedikasi, dan komitmen yang tinggi di dalam
keteladanan hidup bagi setiap mahasiswa. Penulis merasa bangga boleh menjadi bagian
Secara khusus penulis juga berterima kasih kepada orang tua dan K Orley
Charity Sualang, yang sudah mendukung penulis hingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Terima kasih buat doa yang tidak pernah putus-putusnya kepada penulis,
sehingga kuasa doa selalu menjadi bagian kehidupan penulis selama menempuh studi di
Yogyakarta.
v
Terima kasih kepada seluruh jemaat GKII Sahabat Allah yang telah
memberikan doa dan dukungan kepada penulis, terlebih khusus kepada Pdt. Dr. Janni
Lewi M.Th yang telah memberikan dukungan melalui doa, sumbangsih bagi karya ilmiah
ini, serta memberikan banyak cara pandang kepada penulis bagi kehidupan pelayanan dan
studi penulis. Terima kasih juga kepada semua jemaat GAA di Indonesia yang telah
memberikan doa dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada angkatan M.Th ’14 (Pak Tatang, K Jhounlee, K
Alex, K Deysi, Yohana, K Yosafat, K Deni, Yusuf Lempang, K Fika, K Fintje) yang
Doa dan harapan penulis kiranya karya tulis ini bisa menjadi berkat bagi
setiap pembaca, khususnya bagi pribadi yang sedang membangun pola hidup yang
bergantung dan beriman sepenuhnya pada Allah. Akhir kata, biarlah segala kemuliaan
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGUJI
PEMBAKTIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v
Bab
I. PENDAHULUAN.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Bentuk Ucapan
Ucapan Amsal
Ucapan berdasarkan Pengalaman
Ucapan Didaktik
Teori Pembentukan Karakter
Pengertian Hermeneutika
Prosedur-prosedur Hermeneutika Hikmat
Analisis Terjemahan
vii
Analisis Konteks
Analisis Struktur
Amsal Dua-Baris
Amsal Empat-Baris
Pola Perkataan
Analisis Retoris
Kesimpulan Analisis
Kesimpulan Bab
V. PENUTUP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 137
Kesimpulan
viii
Saran
KEPUSTAKAAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Kitab Amsal banyak menguraikan nilai dan sumber hikmat. Kitab ini
Tuhan. Kebenaran-kebenaran ini seringkali bersambung dari tema satu dengan tema yang
lainnya, tanpa hubungan jelas antar konteks dekatnya.2 Oleh sebab itu, studi-studi tematis
patut untuk dipelajari sebagai suatu pendekatan dalam kitab ini, seperti: harta,
teks ini memberikan pilihan bagi penulis untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan
harta bagi bangsa Israel. Dalam hal ini, Penulis memberikan 3 (tiga) contoh berkaitan
dengan prinsip-prinsip penggunaan harta dalam Perjanjian Lama. Pertama, Pada zaman
Musa bangsa Israel diajarkan oleh Tuhan untuk memberikan hartanya bagi orang-orang
miskin, belas kasihan kepada orang-orang kecil adalah salah satu dari tiga prinsip yang
mendasari hukum Musa seperti: keadilan, kesetiaan dan belas kasihan (Ul. 15:1-10).
1
J.L. Packer, Merril C. Tenney, dan William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac (Malang: Gandum Mas, 2009), 765.
2
Tremper Longman III, Memahami Perjanjian Lama (Malang: Literatur SAAT, 2012), 28.
3
Warren W. Wiersbe, Be Skillful- Old Testament Commentary Proverbs (Colorado: David C.
Cook, 2009), 19.
1
2
Kedua, dalam konteks yang dekat, bangsa Israel juga diajarkan untuk mengembalikan
Tawarikh 29:6-11). Hal inilah yang menunjukkan loyalitas tertinggi bangsa Israel
terhadap pemberian harta kepada Allah. Dari contoh-contoh di atas, beberapa penjelasan
yang berkaitan mengenai harta sangat ditekankan di dalam Perjanjian Lama. Alasan
utamanya adalah prinsip-prinsip moral yang berkaitan dengan Hukum Taurat telah
harta. Hal ini dapat diperhatikan ketika Yesus, Rasul Paulus dan Yohanes memberikan
menegur seseorang yang bertanya mengenai warisan karena ketamakannya (Luk. 12:13-
21). Kecintaan terhadap harta merupakan salah satu hal yang ditegur oleh Yesus kepada
orang kaya tersebut. Dalam 1 Timotius 6:10, Rasul Paulus memberikan perintah kepada
Timotius berkenaan dengan orang-orang kaya, agar mencukupkan diri dengan hartanya.
Rasul Paulus menempatkan keserakahan dan rasa cukup sebagai sesuatu yang
bertententangan satu sama lain.5 Sedangkan, Rasul Yohanes mengajarkan kepada orang-
orang percaya untuk bermurah hati atas harta milik yang diberikan oleh Tuhan (1 Yoh.
3:17). Harta benda tidak lepas dalam kehidupan manusia, Perjanjian Lama dan Baru telah
Pada masa kini, hal-hal yang berkaitan mengenai harta menjadi bahan
pembicaraan oleh masyarakat umum. Harta biasanya dipandang sebagai kekayaan yang
dimiliki seseorang atas beberapa barang-barang tertentu, seperti: mobil, uang, rumah,
4
Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament (Malang: Gandum Mas, 2005), 75.
5
John Stott, Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2005), 329.
3
tanah, dan lain-lain.6 Oleh sebab itu, harta selalu diartikan sebagai penilaian dari
Dalam konteks inilah, penulis ingin menganalisa teks-teks harta dalam kitab
Amsal 10:1-22:216. Dengan kata lain, penyelidikan pada teks-teks tersebut dapat
khas pada hubungan antar-pribadi maupun hubungan kemasyarakatan. Kitab ini dapat
secara eksegesis patut menjadi cara utama dalam mencari prinsip-prinsip harta. Jika
6
Harta, Pengertian Harta, Utang dan Modal, http://akutansi-id.com/44-pengertian-harta-
utang-dan-modal.com/2013/html; diakses pada tanggal 3 September 2015.
7
Masalah-masalah utama dalam kehidupan masyarakat yaitu Hedonisme, utilitarianisme, dan
konsumerisme. D. A. Carson, dan Jhon D. Woodbridge, peny., J. I Packer, God and Culture (Surabaya:
Momentum, 2002), 435.
8
Ibid, 443.
4
berbeda bagi kitab ini, maka pendekatan-pendekatan analisis kitab-kitab hikmat dapat
mengapa subjek penelitian mengenai teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16 perlu
dianalisis secara lebih mendalam. Pertama, para penafsir cenderung mengambil kata-kata
harta keluar dari konteks dan keliru menerapkannya di dalam gaya harafiah. Penulis
memberikan contoh dalam Amsal 10:22 (mengenai Allah memberkati semua orang
percaya dengan kekayaan). Teks ini seringkali ditafsirkan sebagai penyertaan Allah yang
memberkati orang-orang percaya secara materi.10 Namun secara realitasnya, konteks dari
teks ini membicarakan hal-hal kontras antara orang benar dan orang fasik dalam pasal 10.
Penafsir sering kali tidak memperhatikan bagian-bagian lain yang membahas mengenai
orang-orang miskin dalam perlindungan Allah (Ams. 17:5-18:23).11 Hal ini sangat
berlaku terhadap teks-teks yang lain terhadap pembahasan prinsip-prinsip harta dalam
kitab Amsal. Oleh sebab itu, penulis diharapkan dapat menemukan pendekatan-
pendekatan eksegesis yang tepat terhadap sastra-sastra hikmat dalam kitab Amsal. Serta,
memperhatikan konteks-konteks pasal dan kitab dalam penelitian subjek ini. Prosedur-
prosedur yang tepat akan memberikan maksud asli dari beberapa teks sebelum
subjek ini secara mendalam, terlebih khusus yang membahas tentang faktor-faktor
pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal. Jika ditelusuri, hanya ada
9
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat
(Malang: Gandum Mas, 2011), 205.
10
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), 285.
11
Ibid.
5
beberapa buku saja yang memiliki kaitan dengan pokok ini. Di antaranya, karya Gene
Getz, Pendalaman Alkitab Tentang Uang Harta dan Harta Milik (Bandung: Kalam
Hidup, 2008). Dari semua literatur yang berbahasa Indonesia yang tersedia saat ini, buku
ini yang paling baik dan komprehensif dalam membahas prinsip-prinsip harta dalam
Alkitab. Namun, tidak sama sekali mengkaji teks-teks harta dalam kitab Amsal.
Pendekatan dari buku ini difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan pada teks-teks uang
dan harta dalam perspektif Perjanjian Baru, seperti: prinsip-prinsip dari pengajaran
Yesus, prinsip-prinsip dari gereja yang mula-mula pergi ke Yerusalem dan Yudea,
penggembalaan.12
Yayasan Gloria, 2013). Buku ini memberikan pendekatan-pendekatan terhadap cara atau
persepsi dalam memberi harta. Namun, hanya memberikan analisis-analisis harta dalam
pengajaran Yesus dan kitab-kitab Injil. Analisis terhadap harta dalam kitab Amsal jarang
Penghasilan Anda (Jakarta: Penerbit Adonai, 2009). Pendekatan dalam buku ini
menerapkan hal-hal teknis terhadap cara-cara biblika untuk memperoleh harta. Dalam
pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal, hanya membahas jalan keluar
Buku terakhir adalah karya Jimmy Tjandra, 7 Prinsip sukses Bisnis mengelola
usaha secara Alkitabiah & Profesional (Yogyakarta: Andi Offset, 2008). Buku ini hanya
12
Gene Getz, Pendalaman Alkitab Uang Harta dan Harta Milik (Bandung: Kalam Hidup,
2008), 9-11.
6
mengelola usaha (uang, harta dan waktu). Tjandra sama sekali tidak membahas analisis-
Ketiga, alasan penulis untuk membahas studi analisis tentang Harta dalam
kitab Amsal 10:1-22:16, agar dapat menemukan faktor-faktor yang berkaitan dengan
pembentukan karakter melalui harta. Hal ini dijadikan sebagai nilai praktis atau
sumbangsih dalam konteks Kekristenan yang didasarkan pada Alkitab (secara khusus
Rumusan Masalah
Adapun satu rumusan masalah induk dalam karya ilmiah ini, yaitu: apa yang
menjadi dasar-dasar pembentukan karakter terhadap teks-teks harta dalam Amsal 10:1-
22:16? Dalam melakukan analisis yang tepat dan terarah terhadap teks-teks harta dalam
Amsal 10:1-22:16, maka ada beberapa pertanyaan riset yang disusun dalam karya ilmiah
ini. Pertama, apa yang menjadi dasar-dasar bentuk sastra hikmat dan prosedur-prosedur
hikmat dalam menganalisa teks-teks harta Amsal 10:1-22:16? Ketiga, apa yang menjadi
dasar teologi biblika dan faktor-faktor pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal
10:1-22:16?
Tujuan Penelitian
hendak dicapai dalam karya ilmiah ini adalah mendapatkan hasil dari “analisa-analisa dan
Sehingga, Analisis terhadap subjek ini menghasilkan pilihan ataupun keputusan yang
Pentingnya Penelitian
Adapun kepentingan penulisan dari karya ilmiah ini yang menjadi alasan
utama mengapa hal ini perlu diteliti. Pertama, Penulis akan menyatakan pentingnya
pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16. Kepentingan ini akan
dijelaskan berupa tanggapan, tujuan, sifat-sifat bijak, dan penilaian seseorang terhadap
harta dalam bagian yang diteliti dalam karya ilmiah ini. Serta, dapat menemukan
Kedua, karya ilmiah ini dipentingkan untuk menjawab latar belakang masalah
yang terjadi pada teks. Kekeliruan penafsir dalam mengambil ucapan-ucapan harta dari
pada Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu, penulis diharapkan dapat memakai teori sastra
hikmat yang tepat dan analisa-analisa prosedur yang benar dalam mengeksegesis Amsal
10:1-22:16.
Definisi Istilah
sesungguhnnya dari penggunaan berbagai istilah dalam karya ilmiah ini, maka
Pertama, istilah harta. Harta diartikan sebagai “sesuatu yang dianggap sebagai
diartikan sebagai paduan pengertian atau hal supaya semuanya merupakan kesatuan yang
13
R. Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma
Publishing Group, 2006), 204.
8
selaras.14 Ketiga, istilah sastra hikmat. Sastra Hikmat adalah salah satu dari genre dari
Alkitab yang ditempatkan dalam kitab Ayub, Amsal, dan Pengkhotbah. Bahkan
ditambahkan dengan kitab-kitab Apokrifa Sirakh dan kebijaksanaan Salomo.15 Sastra ini
berikan.”16
Ada 3 (tiga) hal yang menjadi ruang lingkup penelitian dalam karya ilmiah
ini. Pertama, pembahasan penelitian ini hanya dibatasi pada pasal 10:1-22:16. Amsal ini
pertama dan kedua amsal-amsal orang bijak (22:17-24:34) dan kumpulan kedua amsal-
amsal Salomo oleh pegawai-pegawai Hizkiah (25:1-29:27) bukan menjadi pusat dari
penelitian ini.17 Selain itu, Amsal 1-9 dan 30-31 bukan merupakan obyek dari penelitian
teks pada karya ilmiah ini. Perbedaannya adalah Amsal 1-9 memberikan penyajian yang
panjang, tema-tema umum dalam hikmat dan keahlian kepengarangan yang baik,
sedangkan 10-29 adalah satu kumpulan perkataan yang singkat dan tidak memiliki
penepatan editorial.18 Oleh sebab itu, Amsal 1-9 memiliki pendekatan ataupun prosedur
14
Ibid, 548.
15
Osborne, Spiral Hermeneutika, 283.
16
Ibid.
17
C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2003),
233-238.
18
Duane A. Garrett, Proverbs, Ecclesiastes, Song Of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 28.
9
Amsal 30 adalah jenis sastra hikmat yang berbentuk perkataan bilangan (ay.
7-9, 15b-16, 18-19, 21-23, 24-28, 29-31).19 Amsal 31 adalah syair akrostik yang memuji
istri yang saleh. Teks ini dipandang sebagai studi kasus dari akhir kitab Amsal.20 Hal
inilah yang membuat beberapa perbedaan antara Amsal 10-29 dan Amsal 30-31.
bahasa Ibrani, seperti: kata rc'Aa “otsar” diartikan harta dan perbekalan, kata !Ah
“hon” diartikan harta, ketersediaan dan kecukupan, kata ryvi[' “±¹shîr” diarikan kaya,
orang kaya dan kata rv,[oå “±œsher” diartikan harta dan kekayaan.21 Kata-kata ini akan
dianalisa oleh penulis dalam Amsal 10:1-22:16, sehingga mendapatkan nilai-nilai sintesis
dalam pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu, penulis hanya memilih 10
(sepuluh) amsal yang tercangkup Amsal 10:1-22:16 untuk mengeksegesis teks-teks harta
mengenai pembentukan karakter melalui harta. Teks-teks lain (berkaitan dengan teks-teks
harta) tidak diikutsertakan dalam eksegesis pembentukan karakter terhadap harta karena
telah menjelaskan hal-hal yang serupa dengan 10 (sepuluh) amsal tersebut. 10 (sepuluh)
amsal ini terdiri dari, kejujuran (10:2-3), ketekunan (10:4), mengelola harta (13:11),
memiliki banyak sahabat (19:4), didasarkan pada reputasi seseorang (22:1), didasarkan
pada berkat Tuhan (10:22), Takut akan Tuhan (15:16), dan orang kaya dan miskin berasal
19
Ibid, 33.
20
Andrew E. Hill, Jhon H. Walton, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2008),
471.
21
Kata rc'Aa “harta dan perbekalan,” kata !Ah “harta, ketersediaan dan kecukupan,” kata
ryvi[' “kaya dan orang kaya dan kata rv,[oå “harta dan kekayaan” merupakan kata-kata yang bersinonim.
Bible Works NT (BNT), ver. 7.0, Software: Bible works for Windows. CD-ROM. Kata-kata di atas juga
diusulkan oleh R. N. Whybray dalam menganalisis teks-teks harta dalam pasal 10-22 dan pasal 25-29. R.
N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs (Sheffield: JSOT Press, 1990), 11.
10
dengan materi ini, seperti: Alkitab, buku tafsiran “Commentary book,” buku teologi,
Dalam karya ilmiah ini, penulis akan menggunakan kajian kualitatif dengan
pendekatan hermeneutika hikmat22 yang terdiri dari beberapa prosedur ataupun metode-
metode yang dipakai untuk menjelaskan subjek yang diteliti. Prosedur Hermeneutika
hikmat memakai analisis terjemahan, analisis konteks, analisis struktur dan analisis
retoris. Semua prosedur di atas akan diterapkan terhadap semua teks yang diteliti dalam
pengamatan pada kebanyakan kasus yang ada.23 Hal ini harus berhubungan dengan
konteks asli dan konteks yang ingin ditemukan dalam pembentukan karakter terhadap
harta pada Amsal 10:1-22:16. Kedua, penafsir harus menghindari penafsiran secara
deduktif atau menafsirkan berdasarkan standar dari keinginan dunia saat ini. Ketiga,
penafsir diharapkan dapat memahami sifat-sifat dari bentuk sastra hikmat, seperti:
22
Dalam menganalisa Kitab Suci, para pakar mengelompokkkan ragam sastra dalam Alkitab
(contoh-contoh genre sastra, seperti: Hukum, narasi, puisi, hikmat, Injil-injil, wacana logis, dan nubuatan),
yang mana masing-masing genre sastra memiliki prosedur analisisnya tersendiri. Roy B. Zuck,
Hermeneutik: Basic Bible Interpretation (Malang: Gandum Mas, 2014), 137-145.
23
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2 (Malang: Literatur SAAT, 2013), 316.
24
Ibid, 317.
11
Sistematika Penelitian
Semua data akan disusun dan diperoleh secara sistematis yang memudahkan
pembaca untuk dapat mengerti dan memahami karya ilmiah ini. Secara keseluruhan Tesis
ini terdiri dari 5 (lima) bab dan masing-masing bab memiliki sub-sub bagian yang
beberapa bagian penting yaitu, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
hikmat. Pada bagian ini ada bentuk kesusasteraan hikmat yang digunakan dalam
menafsirkan kitab Amsal, yaitu: bentuk ucapan yang terdiri dari: ucapan Amsal, ucapan
berdasarkan pengalaman dan ucapan didaktik. Serta, penulis memaparkan definisi dari
bentuk-bentuk karakter terhadap harta. Selain itu, bab ini akan menjelaskan beberapa
10:1-22:16. Prosedur tersebut terdiri dari: analisis terjemahan, analisis konteks, analisis
struktur (Amsal dua-baris, Amsal empat-baris, pola perkataan) dan analisis pelengkap
retoris.
Bab ketiga, berfokus untuk menganalisis teks-teks harta dalam Amsal 10:1-
karakter pada amsal 10:1-22:16, seperti: pengumpulan harta yang benar, keuntungan dari
kekayaan, harta yang berasal dari Allah. Serta, memberikan kesimpulan sementara
12
karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16. Pembentukan karakter tersebut akan
didasarkan kepada pandangan teologi biblika menurut kitab Amsal dan tanggapan
terhadap beberapa faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal
10:1-22:16.
dan saran secara menyeluruh tentang pandangan biblika mengenai teks-teks harta dalam
kitab Amsal, serta faktor-faktor yang ditemukan mengenai pembentukan karakter melalui
karakter terhadap harta pada Amsal 10:1-22:16. Di bawah ini akan juga dijelaskan teori
pembentukan karakter yang akan dipakai oleh penulis sebagai pendekatan literatur
prosedur-prosedur hermeneutika yang akan dipakai sebagai alat bantu untuk menafsirkan
kajian ini. Kajian-kajian tersebut diawali dengan pengertian hermeneutik dan prosedur-
Bentuk Ucapan
Ucapan adalah suatu kalimat yang mengekspresikan suasana hati dan biasanya
pada suatu latar khusus dalam kehidupan umat (seperti dalam Kej. 35:17 dan 1 Sam.
4:20) dan tujuannya adalah didaktik.2 Dalam hal ini, Penulis memilih 3 (tiga) macam
ucapan yang selayaknya akan dibahas dalam bagian-bagian dari bentuk sastra ini, seperti:
1
Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co,
1983), 4.
2
Grant R. Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar Komprehensif Bagi Penafsiran Alkitab
(Surabaya: Momentum, 2012), 290.
13
14
memperjelas maksud dalam bentuk dari sastra hikmat dalam menganalisa pembentukan
Ucapan Amsal
Bentuk hikmat yang sangat mendasar adalah lv'm' “m¹š¹l” yaitu amsal.4
Suatu amsal dapat dijelaskan sebagai pernyataan singkat mengenai kebenaran yang dapat
diterima secara umum dan diformulasikan dalam beberapa rupa, sehingga dapat diingat
oleh pembacanya.5 Ucapan Amsal memberikan suatu pernyataan kebenaran yang ringkas
melalui pembelajaran dari pengalaman manusia.6 Ucapan ini dibangun dari pernyataan
kebenaran dan pengajaran terhadap etika, serta memberikan suatu pengamatan dalam
perilaku seseorang tanpa secara eksplisit memberikan evaluasi moral.7 Misalnya dalam
3
Adapun beberapa perbedaan pandangan antara Roland E. Murphy dan Grant R. Osborne
mengenai kategori-kategori dasar dari bentuk ucapan. Bagi Grant R. Osborne, bentuk ucapan hanya terdiri
dari ucapan yang berdasarkan pada pengalaman dan ucapan didaktik. Ia memilih ucapan amsal dibahas
secara terpisah kerena bagian tersebut sangat mendasar (umum) dalam sastra hikmat. Sedangkan, ucapan
sendiri bukan suatu bentuk yang bisa dikatakan sudah berkembang dan belum mencapai tingkat
perkembangan seperti ucapan amsal. Namun, Roland E. Murphy memberikan aspek-aspek dasar dalam
literatur hikmat. Kekhasan dari literatur ini dijelaskan dalam bentuk ucapan yang menunjukkan keadaan
hati seseorang , baik dalam bentuk pengajaran ataupun terlihat dalam kehidupan pengalaman seseorang.
Bagian ini sangat diperhatikan dalam ucapan amsal, ucapan didaktik dan ucapan yang berdasarkan
pengalaman. Roland E. Murphy, The Wisdom Literature, 4-5. Ibid. 290-291.
4
Kata yang dipergunakan untuk menunjuk isi kitab adalah m¹š¹l, biasanya diterjemahkan
“Amsal.” Walaupun para sarjana memperdebatkan akar kata tersebut, pendapat umum menyatakan bahwa
kata tersebut berasal dari kata kerja m¹š¹l, “mewakili, mirip.” C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam
Perjanjian Lama (Bandung: Gandum Mas, 2003), 203.
5
Ibid, 289.
6
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2 (Malang: Literatur SAAT, 2013), 312.
7
Duane A. Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological
Exposition of Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 6.
15
Amsal. 13:7, “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula
yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak.” Ayat ini memang tidak secara tegas
memberikan evaluasi moral, karena paparan dari amsal tersebut merupakan suatu
gambaran yang terjadi dalam kehidupan manusia. Walaupun bukan evaluasi moral, para
pembaca tetap diundang (secara tersirat) untuk mengevaluasi dan memilih mana yang
lebih baik sebagai penerapan moral bagi pembentukan karakternya. Oleh sebab itu,
Pelajaran tersirat dalam contoh ini memberikan pengakuan atas fakta seseorang yang
seseorang.8
Secara intrinsik ada beberapa amsal yang dinyatakan sesuai dengan bentuk-
Hal yang paling penting adalah kita tidak boleh melihat suatu pernyataan amsal
lebih dari yang dinyatakan dalam pernyataan tersebut. sesuai dengan naturnya,
mereka adalah pernyataan-pernyataan umum, dimaksudkan untuk memberikan
nasihat ketimbang untuk mendirikan aturan-aturan yang kaku yang melaluinya
Allah bekerja.9
perbandingan dan sintesis. Pada umumnya amsal ditulis memakai pola distich (sepasang
mengilustrasikan, atau melengkapi gagasan dalam baris kedua. Oleh sebab itu, prosedur
heremeneutika hikmat ini akan dijelaskan dalam analisis struktur yang meliputi dari
beberapa paralelisme.
8
Osborne, Spiral Hermeneutika, 290.
9
Ibid.
16
hari menyajikan bebepara aspek terhadap suatu realita ataupun situasi-situasi aktual.
Ucapan ini menjelaskan “suatu cara untuk mendapatkannya” dan menarik suatu
Amsal 11:24 “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat
secara luar biasa, namun selalu berkurangan,” teks ini tidak memberikan suatu nasihat
namun hanya menyatakan apa yang adakalanya terjadi. Hikmat dari ayat di atas
sekitar.11 Dalam contoh ini, pembaca yang cerdas mengerti bahwa orang yang
“menyebar” harta (dengan arti memberi dan meminjam dengan murah hati kepada orang
yang membutuhkannya) akan beruntung, padahal orang yang „menghemat‟ (dengan arti
kikir atau atak acuh terhadap orang yang berkekurangan) secara ironis akan mengalami
kekurangan. Kedua, dalam Amsal 17:28, “Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia
berdiam diri dan disangka berpengertian kalau Ia mengatupkan bibirnya,” teks ini
melukiskan apa yang terjadi namun bukanlah suatu aturan umum.12 Oleh sebab itu,
konteks dari kumpulan Amsal akan meminjam suatu ajaran kepada ucapan-ucapan
pengalaman yang pada mulanya telah diamati sebelumnya, sehingga menjadi suatu nilai
10
Murphy, The Wisdom Literature, 4.
11
Ibid.
12
Osborne, Spiral Hermeneutika, 291.
13
Murphy, The Wisdom Literature, 5.
17
Ucapan Didaktik
moral.14 Seringkali, ucapan ini melampaui suatu pernyataan-pernyataan realita yang ada.
tindakan atau sikap seseorang yang dapat mempengaruhi perilaku manusia. Bahkan
menurut Roland E. Murphy, beberapa nilai dapat diberikan dan dilakukan melalui cara-
pembahasan umum ataupun perintah atas suatu topik yang begitu panjang (Ams. 1-9).
Namun, pada bagian teks yang akan dianalisa oleh penulis dalam Amsal 10:1-22:16,
ucapan didaktik memberikan ciri-ciri analisis pola yang begitu umum dalam Amsal 10:1-
22:16. Ciri-ciri ini biasanya digolongkan dengan hadirnya kata ibrani bAjª ‰ôb yang
berarti “lebih baik.”16 Seperti dalam Amsal 21:19, Stich (baris) A: lebih baik tinggal di
padang gurun, konjungsi: daripada Stich (baris) B: tinggal dengan perempuan yang suka
Stich A adalah amsal didaktik yang “lebih baik” dibandingkan stich B.17 Stich
kehidupan manusia. Ketika Stich A (keadaan yang tidak nyaman dalam contoh ini)
14
Garrett, The New American Commentary, 11.
15
Murphy, The Wisdom Literature, 5.
16
Garrett, The New American Commentary, 11.
17
Secara teknis, istilah yang dipakai bagi puisi memiliki satu baris tunggal adalah stich
(diungkapkan “stick”). Dua baris parallel yang membentuk satu unit yang dikenal diantara para sarjana
sebagai couplet (bait) atau distich. Tiga garis parallel membentuk sebuah tristich. Oleh sebab itu, baris
pertama dari sebuah tristich adalah “A” dan dua baris berikut yang mengikutinya berturut-turut adalah “B”
dan “C.” Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 138.
18
dibandingkan dengan stich B sebagai hal yang jauh lebih tidak nyaman, maka patutlah
pengajaran amsal ini. Oleh sebab itu, ciri-ciri ini memberikan suatu penjelasan terhadap
ucapan didaktik.
anthropocentric yang berisikan kata-kata bijak bagi kehidupan manusia.18 Kitab ini
manusia. Dari sisi lain, Robert L. Alden mengatakan bahwa kitab hikmat banyak
mendapatkan hikmat berdasarkan pada ajaran-ajaran dari pada Tuhan.19 Hal inilah yang
memberikan catatan baik dalam kitab hikmat. Dalam pengkajian teks, Penulis sangat
disarankan untuk memberikan suatu cara berpikir secara teratur dalam menganalisa
bagian ini. Analisa teks yang dipilih oleh penulis dalam mengkaji Amsal 10:1-22:16
yang berdasarkan pada pengalaman ataupun ajaran manusia secara umum. Terlebih
18
Hikmat adalah kemampuan untuk membuat pilihan-pilihan yang saleh dalam kehidupan.
Jadi, hikmat mempunyai segi pribadi. hikmat bukanlah sesuatu yang teoritis dan abstrak-melainkan adalah
sesuatu yang hanya ada ketika seorang berpikir dan bertindak menurut kebenaran ketika ia membuat sekian
banyak pilihan yang dituntut oleh kehidupan. Manusia ingin merumuskan jenis-jenis rencana, yaitu
membuat jenis-jenis pilihan, yang akan menolong menghasilkan suatu karakter dalam kehidupannya.
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat (Malang: Gandum
Mas, 2011), 207.
19
Kitab Amsal bersifat sangat teologis karena kitab ini mengajar tentang hikmat, dan dasar
hikmat ialah “takut akan Tuhan” sebagaimana tema besarnya (1:7;2:5;9:10;15:33;19:23). Robert L. Alden,
Tafsiran Praktis Kitab Amsal: Ajaran untuk Memiliki Kehidupan Teratur dan Bahagia (Malang: Literatur
SAAT, 2011), 10.
19
bagian utama yang dibahas adalah pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu,
studi sintesis menjadi pola utama dalam mengumpulkan beberapa sub-material mengenai
aspek, seperti: manusia, binatang, komunitas dan lain-lain. Pembentukan karakter patut
pada kehidupan manusia yang membentuk suatu susunan, yaitu: tindakan, pengaruh dan
dan berpikir pada beberapa kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan.21 Oleh karena itu,
pendekatan ini mengarahkan secara rinci pada kualitas moral, sifat-sifat individu dan
nilai-nilai dari kehidupan moral seseorang dan faktor sosial untuk membentuk karakter
seseorang, sehingga dapat dibagikan dan diwujudkan kepada orang lain. Ada 5 (lima)
aspek-aspek dasar karakter yang terdiri dari kehidupan moral pribadi. Aspek-aspek ini
diambil dari literatur William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach the
Publishing, 1996). Pertama, perception atau dapat disebut sebagai tanggapan. Tanggapan
kepada peristiwa yang di alami. Dengan demikian, seseorang akan berpengalaman pada
20
Dalam bahasa Yunani, istilah karakter pada awalnya diartikan sebagai “ukiran alat,” istilah
ini telah ada untuk merujuk pada kualitas tertentu yang membedakan seseorang dengan orang yang lain.
William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach to the Wisdom Literature of the Old Testament
(Grand Rapids: Wlliam B. Eerdmans Publishing, 1996), 2.
21
Ibid, 6.
20
keadaan suatu peristiwa dan memperoleh pengertian yang ada di dalamnya.22 Namun,
peran tanggapan dalam mendefinisikan karakter tidak boleh terlalu ditekankan untuk
secara tradisional bertujuan untuk membentuk karakter. Sifat-sifat bijak adalah suatu
sikap kebajikan dan keadilan). Watak ini terdiri dari sikap yang gigih atau “kebiasaan”
yang berasal dari hati dan pikiran yang memberikan satu konsistensi tindakan, sehingga
seseorang akan merasa bahwa pilihannya terhadap sikap-sikap bijak tersebut menjadi
gaya hidup yang patut untuk dilakukan.25 Dengan kata lain, sifat-sifat bijak yang
percakapan moral yang hendak dilakukan sebagai pembentukan karakter seseorang. Hal
ini perlu diingatkan bahwa kitab Amsal memberikan juga tempat utama dari hikmat yang
Ketiga, Intention atau tujuan. Tujuan terdiri dari ekspresi karakter yang mana
menunjukkan maksud, arah dan kegunaan untuk menyatakan sisi kehendak karakter
22
Ibid, 7.
23
Ibid, 8.
24
Sifat bijak merupakan suatu kepandaian yang menggunakan akal budinya, kepandaian dan
kecermatan dalam bertindak jika menghadapi suatu kesulitan atau suatu masalah. R. Suyoto Bakir, Sigit
Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma Publishing Group, 2006), 82.
25
Brown, character in Crisis, 9.
26
Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik, 210.
21
seseorang.27 Pada dasarnya, tujuan dibangun dari pilihan bebas seseorang dan dasar
tujuannya yang hendak dicapai, maka ada proses dan waktu dalam dirinya untuk
tergantung kepada tujuan seseorang, sehingga ada prinsip-prinsip moral yang hendak
dilakukan.
ini memiliki batasan-batasan moral yang hendak ditekankan oleh penulis amsal untuk
tersebut biasanya datang dari dua pribahasa yang berlawanan dalam kitab Amsal.
Contohnya dalam Amsal 26:4, “jangan menjawab orang bebal menurut kebodohannya,
supaya jangan engkau sendiri menjadi sama dengan dia.” Pada ayat selanjutnya
memaparkan hal yang sebaliknya, ayat 5, “jawablah orang bebal menurut kebodohannya,
supaya jangan ia menganggap dirinya bijak. Dengan menetapkan pribahasa ini, kitab
hikmat sepenuhnya mengakui adanya batas-batas moral bagi penilaian seseorang secara
khusus. Seseorang dengan „personal judgement‟ atau penilaian yang matang, harus
27
Brown, character in Crisis, 8.
28
Etika didefinisikan secara sederhana sebagai penyelidikan tentang apa yang baik atau benar
atau luhur dan apa yang buruk atau salah atau jahat dalam kelakukan manusia. etika menaruh perhatian
kepada norma-norma yang membimbing perbuatan manusia dan cita-cita yang membentuk tujuan manusia.
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta: Gunung Mulia,
2002), 16.
29
Brown, Character in Crisis, 8.
30
Ibid, 13.
22
mempertimbangkan apakah seseorang itu harus bertindak atau tidak bertindak, sebelum
orang itu memilih apa yang tepat dalam situasi yang dihadapinya. Menajamkan
Pada bagian ini, semua ayat tentunya dapat diterapkan. Namun, ada beberapa
ayat dipilih oleh pembaca untuk diterapkan pada situasi-situasi di sekitarnya. Menurut
Malcolm Brownlee, pilihan terhadap prinsip moral tersebut akan menentukan tindakan
Orientasi yang praktis merupakan sifat dasar dari pemikiran mengenai hikmat.
Amsal-amsal dan perkataan-perkataan bijak menolong orang-orang muda untuk
mulai mengambil tempat di dalam masyarakat. “Hikmat” dari masa lalu itu
diturunkan kepada orang muda agar tatanan dan peradaban masyarakat dapat
berlanjut dan tidak sirna. Oleh karena itu, ucapan-ucapan yang terkumpul itu
berpusat pada perkataan dan etiket yang tepat.33
Karakter ini membentuk suatu tradisi atau kebiasaan yang akan dilakukan secara terus-
menerus oleh satu kelompok keluarga atau masyarakat dari satu generasi ke generasi
31
Brownlee, Keputusan Etis, 25.
32
Brown, Character in Crisis, 13.
33
Osborne, Spiral Hermeneutika, 284.
34
Brown, Character in Crisis, 14.
23
didasarkan pada kedua teori, yaitu teori ucapan dan teori pembentukan karakter. Teori
ucapan berdasarkan pada ucapan amsal, didaktik dan pengalaman sehari-hari. Hal inilah
yang akan mendeskripsikan penulisan karya ilmiah ini, lebih khusus mendasari beberapa
prosedur dari hermeneutika hikmat. Dari sisi yang lain, hasil dari analisa teks dalam
Amsal 10:1-22:16 akan menghasilkan pembentukan karakter yang terdiri dari: tanggapan,
tujuan, sifat-sifat bijak, penilaian seseorang dan peran kepada masyarakat mengenai
harta. Teori pembentukan karakter ini adalah hasil dari analisa-analisa teks terhadap harta
Pengertian Hermeneutika
Kata “hermeneutika” dalam bahasa Inggris berasal dari kata Yunani yaitu
hermêneneoÒ dan kata benda hermêneia.35 Kata-kata ini dahulu merujuk kepada Hermes,
yaitu dewa pembawa pesan yang kakinya bersayap dalam mitologi Yunani. Hermes
bertanggung jawab untuk mengubah hal-hal yang berada di luar jangkauan pemahaman
manusia menjadi bentuk yang dapat ditangkap oleh intelegensi manusia. Hermes disebut-
sebut sebagai penemu bahasa dan tulisan dan merupakan dewa bahasa dan sastra. Hermes
adalah pembawa pesan atau penerjemah bagi para dewa, dan terutama bagi ayahnya,
penjelasan) atau dalam bahasa yang lain (disebut terjemahan). Kata menerjemahkan
35
Roy B. Zuck, Hermeneutik: Basic Bible Interpretation (Malang: Gandum Mas, 2014), 18.
24
suatu ilmu dan seni dalam menafsirkan Alkitab.36 Dari sisi yang lain, hermeneutika dapat
didefinisikan sebagai ilmu (prinsip) dan seni (tugas) dimana makna dari suatu tulisan
Hermeneutik adalah ilmu dan seni. Sebagai ilmu, hermeneutik dengan jelas
menyatakan prinsip-prinsip, menyelidiki aturan-aturan pemikiran dan bahasa, dan
mengelompokkan fakta-fakta serta hasil-hasilnya. Sebagai seni, hermeneutik
mengajarkan penerapan yang semestinya dari prinsip-prinsip ini, dan memastikan
kejelasannya dengan cara memperlihatkan nilai praktisnya dalam menjelaskan
bagian Kitab Suci yang lebih sulit. Dengan demikian seni hermeneutik
mengusahakan dan menegakkan prosedur eksegesis yang tepat.37
Oleh sebab itu, dari pengertian hermeneutika seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa “hermeneutika” yang dimaksud dalam tesis ini adalah “prosedur-
Tujuan dasar dari analisis ini untuk menemukan makna dari Amsal 10:1-22:16
prinsip yang digunakan dalam menafsirkan teks-teks tersebut tidak dapat dibuat secara
asal-asalan. Sasaran utama dari karya ilmiah ini adalah mengidentifikasikan dan
36
Ibid.
37
Milton S. Terry, Biblical Hermeneutics (Grand Rapids, Zondervan Publishing, 1986), 20.
25
gunakan dalam tesis ini, yang diadopsi dari teori analisis yang disarankan oleh beberapa
Interpretation (Malang; Literatur SAAT, 2013); Douglas Stuart dan Gordon D. Fee,
Offset, 2007); Roy B. Zuck: Basic Bible Interpretation, peny., Natalia Sutiono (Malang:
Gandum Mas, 2014); Kevin J. Corner dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures
(Malang: Gandum Mas, 2004); Walter C. Kaiser Jr, Toward An Exegetical Theology:
Biblical Exegesis for Preaching & Teaching (Grand Rapids: Baker Books, 2003);
Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2012).
Analisis Terjemahan
Menurut Robert Alden, sifat dari kitab Amsal memang sangat sulit untuk
dimengerti, karena sifat amsal yang egigramatik (pendek, berisi hikmat, tetapi sering
berparadoks). Ditambah lagi, kitab Amsal mempunyai beberapa kata yang hanya dipakai
satu kali dalam Alkitab dan kata-kata inilah yang biasanya menyebabkan suatu kesulitan
dalam menerjemahkan.38 Oleh sebab itu, Analisis ini sangat mementingkan seseorang
penerjemah yang memastikan bahwa teks Ibrani dapat digunakan sedekat mungkin
38
Alden, Tafsiran Praktis, 12.
26
kepada susunan kata yang asli dan ditulis tangan-tangan penulisnya.39 Suatu hasil
terjemahan akan menciptakan kesan yang baik bagi para pendengar seperti diperoleh dari
naskah aslinya, tentunya tanpa mengubah arti khusus yang hendak disampaikan.
Dalam melakukan terjemahan teks hikmat, maka ada beberapa alat bantu yang
akan dipakai oleh penulis. Dari sumber interlinear Ibrani, penulis akan menggunakan
karya Francis Brown, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs, The Enhanced Brown-Driver-
Briggs Hebrew And English Lexicon (Oxford: Clarendon Press, 1906); William L.
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament (Grand Rapids:
Eerdmans; Leiden: Brill, 1988); Benjamin Davidson, The Analytical Hebrew And
Chaldee Lexicon (Grand Rapids: Zondervan Publishing, 1993) dan R. Laird Harris,
Dari sisi yang lain, penulis akan melakukan studi perbandingan terjemahan
yang terbatas, yakni hanya terhadap kata, frase ataupun kalimat-kalimat tertentu yang
mengandung variasi arti dan mendukung tujuan analisis yang ingin dicapai. Terjemahan
yang dipakai sebagai perbandingan ini antara lain: NET Bible, TNIV, NAB, dan NRSV.
Hal ini mengingat beberapa kesulitan-kesulitan yang ada dalam menerjemahkan kitab
Analisis Konteks
yang sangat penting terhadap penyelidikan pembentukan harta dalam Amsal 10:1-22:16.
Dengan adanya ilham dalam penulisan Alkitab membuat seorang penafsir perlu
menerima pencerahan. Pengamatan inilah yang membuat seseorang penafsir perlu untuk
39
Douglas Stuart dan Gordon D. Fee, Hermeneutik, 29.
27
konteksnya.40 Analisis konteks tidak dapat dipahami tanpa keseluruhan. Hal ini sangat
sesuai dengan pokok eksegesis yang berpendapat bahwa keseluruhan tidak akan mungkin
dipahami tanpa mengetahui arti dari bagian-bagian lainnya.41 Sebuah kata, frase, ataupun
paragraf tidak dapat berdiri sendiri. Arti kata tersebut selalu bergantung kepada kalimat-
Dalam penyelidikan kitab Amsal, kitab ini memiliki ciri khas yang sangat
unik. Amsal tidak menceritakan sebuah cerita atau narasi, namun memberikan prinsip-
prinsip hikmat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, terkadang Amsal 10-31 terletak
tersebut bersambung dari satu topik ke topik yang lain tanpa hubungan jelas
diantaranya.43 Misalnya dalam Amsal 10:1-5, ayat pertama berbicara mengenai anak-
anak bijaksana dan anak-anak bodoh, ayat kedua, berbicara tentang “harta yang diperoleh
dengan kefasikan,” ayat ketiga, mengenai kelaparan, sedangkan ayat keempat dan kelima
mengenai kemalasan. Dalam hal ini, para penafsir sangat diharapkan untuk membaca
konteks dekat untuk melihat jika ada sesuatu yang membahas topik atau subjek yang
40
Kata “konteks” berasal dari dua kata latin: “con,” berarti “bersama”; “textus,” berarti
“terjalin”; dan berarti sesuatu yang terjalin bersama. Dalam kesusasteraan kata itu merujuk pada hubungan
pikiran yang ada di sebagian atau keseluruhan dari suatu tulisan. Menyangkut Alkitab, kata itu berarti
hubungan pikiran yang bisa ada di keseluruhan Alkitab, atau di salah satu Kitab Perjanjian, atau di salah
satu kitab dalam Alkitab, atau di suatu bagian tertentu dari Alkitab. Kevin J. Cornner, Ken Malmin,
Interpreting The Scriptures (Malang: Gandum Mas, 2004),105.
41
Ibid, 106.
42
Saparman, Belajar Alkitab: Cara dan Contoh (Yogyakarta: STII Press, 2014), 109.
43
Tremper Longman III, Making Sense of the Old Testament (Malang: Literatur SAAT, 2012),
29.
44
Ibid.
28
Adapun 3 (tiga) hal yang perlu diketahui dalam menafsirkan Amsal 10:1-
22:16 secara kontekstual. Pertama, analisis ini sangat penting dalam pernyataan yang
mungkin sangat banyak disalahgunakan terjemahan dari Amsal. Contohnya dalam Amsal
“memanjakan” tidak dapat dijumpai hampir seluruh terjemahan kitab yang ada. Hampir
semua terjemahan, konteks kata yang dipakai dalam bahasa Ibrani dari kitab amsal adalah
“membenci.”45 Kedua, konteks dari kalimat atau frase di atas dapat menambahkan suatu
pernyataan yang menjelaskan. Seperti contoh yang di atas, konteks berhubungan dengan
kalimat selanjutnya, yaitu ayat 24 b “tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada
waktunya.” Pada bagian ini konteks kalimat dalam satu ayat yang sama seringkali
menjadi arti penuh dalam menafsirkan Amsal 13:24. Jadi, konteks antar frase/kalimat
dapat menjadi salah satu dasar dalam menafsirkan ayat tersebut, tergantung dari
sama dalam Amsal 10-22, dengan menyelidiki hubungan topik atau materi. Seperti
Amsal 13:24, ucapan ayat ini ditempatkan pada konteks yang benar-benar baik dalam
pasal 13, dimana seorang anak yang bijak mendengarkan didikan ayahnya (ay.1).47
Konteks dalam kitab Amsal seringkali bukan konteks ayat terdekat, dan bukan konteks
historis, melainkan konteks dari ayat-ayat lain yang mengangkat kesamaan dari satu
sumber yang akan dipakai, yakni: Roland E. Murphy, Word Biblical Commentary-
45
Osborne, Spiral Hermeneutika, 296.
46
Ibid.
47
Ibid.
29
Volume 22- Proverbs (Colombia: Thomas Nelson Publishers, 1998); John W. Miller,
Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Analisis Struktur
22:16. Dalam menganalisis bagian ini, para penafsir akan selalu bertanya “Bagaimana
kata-kata atau kalimat-kalimat dapat saling berhubungan? dan, “di mana kata atau
kalimat itu terdapat pada bagian yang sangat mempengaruhi pengertiannya?” Analisis
Struktur akan selalu berhubungan dengan berbagai pola dan paralelisme, sehingga akan
pengulangan dan pengembangan pikiran. Pada dasarnya, literatur ini memakai lebih
banyak pola struktur (yang lebih mencolok) daripada prosa. Pola-pola dalam literatur
menetukan kumpulan materi dari perikop tunggal atau masing-masing ayat yang berdiri
sendiri.49
pola-pola yang terletak dalam kitab Amsal, secara khusus mencari ciri-ciri penting seperti
perkembangan, permulaan yang baru, frase unik, paralelisme, kata-kata penting, dan
48
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2012), 67.
49
Ibid, 35.
30
pola-pola yang berkembang atau berulang.50 Dalam hal ini, penulis akan memaparkan
Amsal dua-baris
Amsal yang memiliki pola dua baris atau seringkali disebut sebagai distich.
Hal ini terbukti dengan ciri khas penulisan “amsal Salomo” dengan menggunakan amsal
dua-baris (bicolon), yang adalah bentuk dasar dari subgenre Amsal atau mashal.51 Oleh
sebab itu, kitab Amsal jarang menggunakan amsal satu baris (berlarik tunggal) yang
umum, namun seringkali memakai pola dua baris yang mempunyai 5 (lima) paralelisme,
yaitu baris kedua yang menjadi (varian) penjelas dalam ayat tersebut.
mengulang pengertian dari baris pertama dengan kata-kata yang sedikit berbeda.52
Menurut Duane Garett, Amsal sinonim merupakan sebuah dua pernyataan yang memiliki
satu ide atau konsep, serta memakai keterkaitan kosakata yang simetris.53 Salah satu
contoh dapat diperhatikan dalam Amsal 18:7 “(Stich A) Orang bebal dibinasakan oleh
mulutnya, (Stich B) bibirnya adalah jerat bagi nyawanya.” Pada bagian ini, Stich A dan
Stich B merupakan dua pernyataan yang menjelaskan satu maksud atau ide dalam ayat
tersebut.
suatu pengertian yang berlawanan antara barisan pertama dan kedua. 54 Bentuk ini
50
Ibid, 36.
51
C. F. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand Rapids:
Eerdmans Publishing, 1950), 7.
52
Tremper Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary- Volume 6: Proverbs-Isaiah (Grand Rapids: Zondervan, 2008), 9.
53
Garrett, Proverbs, 15.
54
Bullock, Kitab-kitab Puisi, 217.
31
menggambarkan sebuah kontras yang begitu mencolok, serta berusaha untuk memuji
perilaku orang-orang bijak dan menampilkan suatu kebodohan sebagai sesuatu yang
harus ditolak.55 Sebagai contohnya dapat diperhatikan dalam Amsal 12:25, “ (Stich A)
Kekhawatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi (Stich B) perkataan yang baik
menggembirakan dia.” Dalam ayat ini, Stich A dan Stich B merupakan hal yang sangat
kontras, konjungsi “tetapi” secara tidak langsung memberi tanda perlawanan terhadap
tanggapan sebelumnya. Dalam penafsiran ini, Amsal yang berbentuk antitesis akan
kesatuan dalam ayat tersebut.57 Dengan kata lain, paralelisme ini mengulang suatu
gagasan dalam satu baris dengan istilah-istilah kiasan atau simbolis.58 Misalnya dalam
Amsal 10:26, “ (stich A) seperti cuka bagi gigi dan asap bagi mata, (stich B) demikian si
pemalas bagi orang yang menyuruhnya.” Amsal Simbolis memberikan keunikan dalam
menjelaskan maksud atau tujuan dari satu ayat. Secara simbolis, stich A merupakan
55
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 314.
56
A. A Sitompul, Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
157.
57
Tremper Longman III, David E. Garland, Peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary, 9.
58
J.L. Packer, Merril C. Tenney, dan William White, Jr, Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac (Malang: Gandum Mas, 2009), 748.
32
sifat karakter atau moral tertentu atas yang lainya.59 Contohnya dalam Amsal 15:17, “
(stich A) lebih baik sepiring sayur dengan kasih daripada (stich B) lembun tambun
dengan kebencian.” Dalam ayat ini menjelaskan bahwa stich A memiliki keunggulan
karaker atau perilaku dibandingkan stich B yang memberikan sikap perilaku yang tidak
baik. Biasanya paralelisme ini memakai preposisi !mi “min” yang dapat diartikan “dari,”
atau “daripada.”60
ini mengembangkan pengertian dari baris pertama dalam bentuk yang diperjelas. Baris
kedua hanya melanjutkan gagasan dari baris pertama dan menambahkan keterangan dari
kebencian, dusta bibirnya; (stich B) Siapa mengumpat adalah orang bebal.” Pada ayat ini,
gagasan utama yang diperjelaskan kembali dengan pernyataan stich B, sehingga ayat ini
memiliki satu pengertian atau makna, tanpa ada pertentangan ataupun perbandingan.
Amsal empat-baris
Amsal berpola empat baris seringkali memakai istilah quatrains. Pola ini
biasanya memiliki keanekaragaman bentuk struktur, yaitu ABA‟B‟, AA‟BB‟, ABA‟C .62
59
Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical
Interpretation 2, 313.
60
!mi dapat berfungsi sebagai tanda perbandingan, dibubuhi pada standar yang dipakai untuk
mengukur suatu ciri, atau kepada satu kelompok yang dibanding dengan sesuatu yang lain. Carl A. Reed,
Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
61
John F. Walvoord, Roy B. Zuck, peny. Sid S. Buzzel, The Bible Knowledge Commentary:
An Exposition of the Scriptures (Dallas: Scriptures Press Publications, 1985), 903.
62
Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction to Biblical Rhetoric (Sheffield:
Sheffield Academic Press, 1998), 231-234.
33
Namun, ada juga yang memiliki bentuk kiasmus (ABB‟A‟).63 Contoh pola empat-baris
dapat diperhatikan dalam Amsal 24:5-6, “(Stich A) Orang yang bijak lebih berwibawa
dari pada orang kuat, (Stich A’) juga orang yang berpengetahuan dari pada orang yang
tegap kuat. (Stich B) Karena hanya dengan perencanaan engkau dapat berperang, (Stich
B‟) dan kemenangan tergantung pada penasihat yang banyak.” Pada ayat di atas memiliki
pola AA‟BB‟. Pada bagian pertama (AA‟) menjelaskan mengenai sifat-sifat orang yang
bijak, sedangkan bagian kedua (BB‟) menjelaskan mengenai orang bijak yang memiliki
perencanaan dan mendengarkan nasihat. Empat baris di atas sama-sama menjelaskan ciri-
berbagai pola dan struktur. Menurut Hassel Bullock, seorang penafsir dapat
dibawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kecirikhasan bentuk
Amsal 10:1-22:16 Semua adalah amsal dua-baris, dengan jumlah terbesar berbentuk
antitesis.
Amsal 22:17-24:22 Di sini muncul banyak bentuk paralelisme, walaupun pola empat-
Amsal 24:23-34 Di sini dapat dilihat pola dua-baris dan empat-baris, bersama satu
nyanyian kidung.
63
Kiasmus merupakan sebuah perangkat struktur umum lain yang di dalamnya susunan kata
dari baris parallel ditempatkan dalam urutan terbalik dengan garis sebelumnya (ABB‟A‟). Secara umum,
kiasmus dapat ditemukan hanya dalam teks bahasa Ibrani (band. Ayb. 6:15; Maz. 137:5-6a; Ams. 5:7, 14-
15, 24). Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical Interpretation
2, 158-159.
64
Bullock, Kitab-kitab Puisi, 219.
34
Amsal 25:1-29:27 Di sini sebagian pola dua-baris, dimana bentuk yang menonjol
Pola Perkataan
makna dalam kitab Amsal adalah “Pola Perkataan/metode ulasan.”65 Pola ini merupakan
karakteristik dari kitab Amsal yang memberikan gaya penulisannya, sehingga para
pembaca dapat mengetahui secara jelas maksud dari penulis Amsal. Salah satu contohnya
dalam Amsal 10:4, “Tangan yang rajin menjadikan kaya.” Para penafsir diharapkan dapat
menemukan/menetapkan topik dan kemudian membuat suatu komentar pada topik dari
Amsal 10:4. Dalam hal ini, suatu sifat karakter (ketekunan) menghasilkan suatu
Pada paparan pembentukan karakter terhadap harta, Amsal 10:1-22:16 akan mengikuti
beberapa kategori tipe perkataan. Tabel dibawah ini akan memperjelas keanekaragaman
65
D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting
the Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
35
utama, yaitu: C. F Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand
(Grand Rapids: Zondervan, 2008); dan D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking
Old Testament: A Guide Interpreting the Literary Genres of the Old Testament
Analisis Retoris
“serupa.”67 Tekanan dari analisis ini terletak pada kesamaan antara dua ide, kelompok,
tindakan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ucapan hikmat dalam kitab Amsal sangat
mudah diingat, karena pernyataan-pernyataan dari kitab ini sangat ringkas dan banyak
kiasan, menunjuk kepada sesuatu yang melampaui keadaannya sendiri).69 Misalnya dapat
diperhatikan dalam Amsal 23:4-5, “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya…/ kalau
66
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama, 135.
67
Henry A. Virkler, Karelynne G. Ayayo, Hermeneutik: Prinsip-prinsip dan Proses
Interpretasi Alkitabiah (Yogyakarta: ANDI Offset, 2015), 154.
68
Osbone, Spiral Hermeneutik, 298.
69
Douglas Stuart dan Gordon D. Fee, Hermeneutik, 219.
36
yang berpusat pada suatu perintah dengan janji yang diberikan dengan bahasa
hiperbola.70 Jika penerapan secara literal bertentangan dengan pengalaman manusia pada
umumnya, maka para penafsir disarankan untuk memperhatikan penerapan dari ayat-ayat
tersebut sebagai suatu kiasan, meskipun kata-kata dalam ayat tersebut tetap
mempertahankan makna harafiahnya.71 Jika tidak, maka penerapan dari ayat itu akan
menghilangkan makna kiasan sesungguhnya yang tidak sesuai dengan maksud dari ayat
tersebut. Analisis retoris akan memakai perangkat-perangkat retoris lainnya yang juga
terletak dalam kitab Amsal, seperti: metafora, simile, paradoks, personifikasi dan lain-
lain.72
seperti: J. M. Thompson, The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel (Hague:
Mouton Publishers, 1974); E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand
Biblical Rhetoric (Sheffield: Sheffiled Academic Press, 1998) dan Dale Patrick, Allen
1990).
Kesimpulan Analisis
Pada akhir proses analisis ayat-ayat hikmat dalam Amsal 10:1-22:16, penulis
akan memberikan kesimpulan analisis dari masing-masing nats yang akan dibahas
terhadap pembentukan karakter yang berkaitan dengan ayat tersebut. Kesimpulan ini
70
Osborne, Spiral Hermeneutik, 298.
71
E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand Rapids: Baker Books, 1981),
725.
72
J. M. Thompson, The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel (Hague: Mouton
Publishers, 1974), 21-23.
37
tentunya akan membantu pembahasan pada bab selanjutnya (keempat) mengenai sintesis
prosedur-prosedur hermeneutika yang akan diterapkan penulis dalam kajian tesis ini.
Kesimpulan Bab
Pada kesimpulan bab dua ini, penulis memperhatikan bahwa dari semua teori
sastra hikmat yang merupakan subgenre dari sastra ini, Amsal 10:1-22:16 memakai sastra
hikmat ucapan yang terdiri dari Amsal, ucapan didaktik dan ucapan yang berdasarkan
pengalaman. Subgenre ini merupakan ciri khas yang ada dalam Amsal 10:1-22:16, serta
bagian ayat.
Selain teori ucapan, adapun teori pembentukan karakter. Teori ini pada
dasarnya mengarahkan secara rinci pada kualitas moral, sifat-sifat individu dan peran
dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, teori ini akan dipakai dalam menganalisa
bijak mengenai harta, tujuan harta, penilaian seseorang terhadap harta, dan perannya bagi
kehidupan masyarakat.
penulis untuk memperhatikan kata-kata (makna ataupun arti kata) yang dipakai dalam
bahasa Ibrani dengan beberapa buku-buku leksikon. Kedua, Analisis konteks. Analisis ini
yang berkaitan antara ayat satu dengan ayat lainnya. Dengan prosedur ini, penulis sangat
38
dibantu untuk memperhatikan baik konteks terjemahan, frase, kalimat, bahkan antar ayat
sekalipun.
struktur-struktur bentuk dari Amsal (seperti: Amsal satu-baris, dua-baris, tiga-baris, dan
empat baris), namun bagian penting dari analisis ini adalah dapat menganalisa
paralelisme yang ada dalam kitab Amsal , seperti: sinonim, antitesis, sintesis, dan lain-
lain. Keempat, analisis retoris. Analisis ini juga sangat diperlukan dalam memperhatikan
dan lain-lain. Keempat analisis ini akan mempengaruhi kesimpulan atau hasil dari analisa
penulis dalam menafsirkan pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-
22:16.
BAB III
dengan pembentukan karakter terhadap harta. Rangkaian dari pembahasan ini dicatat oleh
Raja Salomo mulai dari Amsal 10:1-29:27 sebagai kumpulan amsal-amsalnya yang
hermeneutika hikmat terhadap semua teks yang dianalisis seperti dalam penjabaran pada
bab 2 (kedua).
Kumpulan Amsal 10:1-22:16 dimulai dari Amsal 10:1 yang merupakan dasar
judul atas penggunaan terhadap ayat ini yaitu hmoïl{ñv. yleªv.mi “Mišlê š®lœmœh” diartikan
sebagai “Amsal-amsal Salomo.”1 Hal ini juga diperhatikan bahwa kepenulisan kitab
Amsal ditulis dan dikumpulkan oleh Salomo (Ams. 1-29:27) dengan pengecualian 2
(dua) penulis pada pasal terakhir, yaitu Agur pada pasal 30:1 dan Lemuel (atau ibunya)
1
C. F. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament (Grand Rapids:
Eerdmans Publishing, 1950), 207.
2
Parlaungan Gultom, Diktat Kuliah: Analisa Perjanjian Lama, 1987. Akan tetapi, ada juga
penafsir yang sama sekali tidak menerima bahwa Salomo ikut bagian dalam penulisan kitab Amsal. Lih. J.
L. Crenshaw, Old Testament Wisdom: Introduction (Louisville: Westminster-John Knox Press, 1998), 36-
37.
39
40
kebenaran umum dalam lingkungan masyarakat.3 Hal ini dinyatakan dalam bentuk amsal-
amsal dua-baris atau bait-bait puitis (distich) dimana dua kalimat dalam satu ayat saling
menjelaskan satu sama lainnya, dan bentuk-bentuk paralelisme.4 Bahkan, menurut Allen
P. Ross, bagian dari Amsal ini dapat dibagi menjadi dua bagian.5 Pertama, Amsal 10:1-
15:33 terdiri dari kalimat-kalimat hikmat yang pada umumnya memiliki paralelisme
hikmat paralelisme yang berbeda-beda, seperti: perbandingan, sintesis, sinonim dan lain-
Mulai pasal 10 kita mempunyai daftar sebuah seri dari 375 nasihat-nasihat yang
cocok dengan difinisi tradisional untuk amsal. Kita tidak akan menguraikan
kembali puisi-puisi panjang, lukisan-lukisan, dan permohonan-permohonan dari
pasal-pasal sebelumnya. Bagian ini terus bersambung sampai 22:16 yang
memberikan sebuah introduksi untuk sesuatu yang baru.6
Sekalipun pembahasan secara umum bagian ini banyak membahas mengenai pernyataan-
memberikan nilai-nilai teologis tentang “takut akan Tuhan” yang sesuai dengan tema
utama dari kitab ini. Lingkup dari pembicaraan ini tentunya akan mencakup etika
3
R. Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma
Publishing Group, 2006), 16.
4
Matthew Henry, Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal (Surabaya: Momentum, 2013), 189.
5
Tremper Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible
Commentary- Volume 6: Proverbs-Isaiah (Grand Rapids: Zondervan, 2008), 7. Ada juga penafsir lain
yang membagi koleksi ini menjadi 3 bagian yaitu 10:1-15:33, 16:1-31 dan 17:1-22:16. Lihat M. P. Horne,
Smyth & Helwys Commentary, Proverbs-Ecclesiastes (Macon: Smyth & Helweys, 2003), 141.
6
Robert L. Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal-Ajaran untuk memiliki Kehidupan Teratur
dan Bahagia (Malang: Literatur SAAT, 2011), 105.
41
diri, kesantunan masyarakat, hubungan keluarga.7 Terlebih, fokus dan tujuan utama pada
karya ilmiah ini adalah membahas mengenai studi pembentukan karakter terhadap harta
Pada paparan ini penulis akan menjelaskan beberapa cara atau tindakan yang
benar dalam pengumpulan harta, seperti: kejujuran (10:2-3), ketekunan (10: 4),
terhadap beberapa hasil penafsiran untuk memaparkan pola-pola karakter terhadap harta.
Kejujuran (10:2-3)
Raja Salomo memaparkan satu cara yang begitu penting dalam pembentukan
karakter terhadap harta, yaitu: kejujuran. Kedua ayat ini memiliki sesuatu hubungan dan
tujuan yang sama, terlebih dalam ayat ketiga memberikan beberapa alasan-alasan dari
harta.8 Karakteristik dari ayat ini akan dijelaskan oleh penulis dalam beberapa analisis
seperti berikut.
7
C. Hassel Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2003),
234.
8
Henry, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Amsal, 188.
42
orang-orang fasik.
Pada ayat kedua, penulis akan memberikan 4 (empat) catatan teks yang begitu
penting terhadap penerjemahan tersebut. Pertama, Kata kerja Wly[iAyâ “yô’îlû “ dapat
menjelaskan tentang “harta kefasikan yang tidak dapat memberikan suatu keuntungan.”
Kedua, Kata benda [v;r<_ “reša± “ diartikan sebagai “kefasikan, kejahatan dan kriminal.
Kata tersebut dapat memberikan arti pada 2 (dua) aspek: 1) bertindak secara licik, 2)
mengutuk sebagai suatu kesalahan.10 Dari hubungan kalimat ini, kata kefasikan lebih
mengarah kepada suatu tindakan atau cara-cara yang dilakukan secara licik. Dari baris
pertama ayat ini, kefasikan memiliki arti sebagai suatu tindakan yang licik terhadap harta
yang diperoleh. Tindakan licik tersebut merupakan hal yang tidak menguntungkan,
9
Kata kerja hifil imperfek 3 maskulin jamak. John J. Owens, Analytical Key to the Old
Testament (Grand Rapids: Baker Books, 2000), 545.
10
R. Laird Harris, Theological Wordbook of the Old Testament (Chicago: Moody Press,
1981). Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
43
Ketiga, kata benda hq'ªd"c “ƒ®d¹qâ “ memiliki arti sebagai “kebenaran ataupun
keadilan.”11 Arti dari kata “kebenaran” biasanya merujuk kepada karakteristik atau sifat
Allah yang merupakan dasar dari kehendak atau kemauanNya sendiri.12 Bahkan menurut
Snaith, kata ini dapat diartikan sebagai suatu etika atau penilaian-penilaian moral
tertentu.13 “Kebenaran” dapat merujuk kepada suatu tindakan/ekspresi yang benar dan
adil.14 Dalam ayat kedua, kebenaran ini akan menyelamatkan dari kematian. Perlu
diperhatikan, bahwa dalam bahasa Ibrani tidak mempergunakan kata yang bermakna
orang.15
seringkali arti dari kata ini secara harafiah lebih mengarah kepada kematian secara
jasmani.16 Namun, penulis lebih menyutujui apa yang dipaparkan oleh Roland Murphy,
bahwa penggunaan kata tw<M") “m¹wet” di bagian Perjanjian Lama yang lain, makna
kematian dalam ayat ini mencakup pada situasi yang sulit dan sengsara, karena transaksi
bisnis yang akan mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri.17 Tentunya, pembicaraan
11
William L. Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament (Grand
Rapids: Eerdmans; Leiden: Brill, 1988), 303.
12
TWOT. Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
13
Ibid.
14
Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16 (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
47.
15
Ibid, 37.
16
Ibid.
17
Roland E. Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs (Colombia: Thomas
Nelson Publishers, 1998), 73. Penjelasan yang sama juga dijelaskan oleh Duane Garret mengenai arti kata
vp,n<å “nefeš”. Duane A. Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological
44
pada ayat kedua akan memberikan arti yang penuh apabila memperhatikan kepada
analisis selanjutnya yang berkaitan dengan konteks amsal dan hubungan paralelismenya
Pada ayat ketiga, ada 2 (dua) kata yang diambil oleh penulis untuk
memberikan catatan teks dalam ayat ini. Pertama, kata vp,n<å “nefeš “ yang dapat
diartikan sebagai “jiwa, kehidupan, kepribadian, emosi dan keinginan.”18 Walaupun kata
vp,n<å “nefeš “ memiliki banyak arti, tetapi penulis lebih merujuk untuk menerjemahkan
kata ini dengan “jiwa.” Kata ini juga dapat diartikan sebagai kesatuan emosi, dasar
pemikiran dan kepribadian seseorang, bahkan mengarahkan kepada keinginan yang besar
baik ARSV dan ERV memberi terjemahan “jiwa” sebagai maksud dari ayat ketiga.
Penulis memperhatikan bahwa konteks dari kata vp,n<å “nefeš “ memberikan suatu
antitesis dari “keinginan orang-orang fasik” (ay.3b), karena “jiwa orang benar” akan
Tampaknya, kedua keinginan (hasrat) orang tersebut merupakan respon Allah terhadap
setiap tindakan yang diperoleh secara fasik maupun secara kebenaran dari ayat kedua.
Kedua, kata tW:ßh “hawwât.“ Kata ini diartikan sebagai “keinginan ataupun
hasrat.”20 Walaupun begitu, kata Ibrani ini memiliki banyak arti dan penyebutan yang
Exposition of Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville: Broadman & Holman
Publishers, 1993), 117.
18
Francis Brown, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the
Old Testament (Oxford: Clarendon Press, 1980), 659.
19
Michael Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary (New
Haven: Yale University, 2009), 511.
Dari kata benda hW"h; kata benda umum feminism tunggal konstruk. Francis Brown, S. R.
20
Driver, dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the Old Testament, 217.
45
hampir sama. Kata hW"h; “hawwâ “ seringkali juga diartikan sebagai “bencana dan
kejatuhan.” Namun dari sisi lain, kata yang dipakai dalam ayat ketiga ini diambil dari
kata dasar hW"h; “hawwâ “ diartikan sebagai “keinginan ataupun hasrat,” meskipun hampir
memiliki kesepadanan dengan kata sebelumnya.21 Hal ini dapat diperhatikan dengan
terjemahan-terjemahan lain seperti NIV, ARSV dan TIB yang menerjemahkan kata
“hawwât “ sebagai “keinginan ataupun hasrat.” Sehingga kata ini sesuai dengan apa yang
Analisis Konteks
Ayat kedua dan ketiga mempunyai suatu keterkaitan secara konteks antara
satu baris dengan baris yang lainnya. Menurut Derek Kidner, Amsal 10:2-3 merupakan 2
(dua) ayat yang tidak dipisahkan antara ayat satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, ia
Konteks dari kedua ayat ini memang memiliki keterkaitan secara struktur. Pada
pemaparan ini, penulis memperhatikan 2 (dua) hal yang mempunyai keterkaitan secara
konteks dari ayat 2 dan 3. Pertama, pada ayat kedua bagian A, “Harta benda kefasikan
tidak akan menguntungkan.“ Penulis telah menganalisis kata kerja Wly[iAyâ “yô’îlû “ dan
kata benda [v;r<_ “reša.“ Dimana ayat ini menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh
secara fasik (kejahatan) tidak akan memberikan nilai, bahkan kegunaannya sama sekali.
mempunyai hubungan yang signifikan dengan ayat ketiga bagian B. Pada ayat ketiga,
21
Robert Alter, The Wisdom books: Job, Proverbs, and Ecclesiastes: a translation with
commentary (London: W. W Norton & Company, 2010), 289.
22
Derek Kidner, The Proverbs An Introduction And Commentary (Leicester: Inter-Varsity
Press, 1964), 84.
46
kata tW:ßh “hawwât” memberikan penjelasan secara utuh bahwa Allah menolak segala
keinginan yang berasal dari orang-orang fasik (dengan memperhatikan bahwa ayat ketiga
adalah penguraian langsung tentang aktivitas Allah sendiri).23 Konteks dari ayat kedua
bagian A dan ayat ketiga bagian B membicarakan tentang harta yang diperoleh dengan
suatu tindakan kejahatan adalah tidak berguna atau tidak memiliki nilai yang baik.
Alasannya, karena Allah sendiri menolak keinginan dari orang fasik tersebut sebagai
suatu kebenaran yang harus diterima (ay.3). Cara-cara orang fasik memperoleh harta
adalah bukan kehendak atau keinginan Allah. Harta benda yang diperoleh dengan
menjelaskan bahwa cara-cara orang fasik dalam memperoleh harta akan menghasilkan
kejatuhan kepada kefasikannya sendiri, kesia-siaan, bahkan suatu yang keji di hadapan
perolehan harta.
kematian” memiliki konteks yang selaras dengan ayat ketiga bagian A “Tuhan tidak akan
membuat jiwa orang yang benar menderita kelaparan.” Penulis memperhatikan bahwa
konteks dari kata hq'ªd"c “ƒ®d¹qâ “ yang diartikan sebagai “kebenaran” merujuk kepada
23
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 73.
24
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 46.
25
D. F. Walker, Konkordansi Alkitab: Register kata-kata dan istilah dari Alkitab Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru (Jakarta:Gunung Mulia, 2009), 133.
47
suatu tindakan yang benar sesuai dengan kehendak Allah, serta etika baik dari seseorang.
“kematian” merujuk kepada kematian secara jasmani. Walaupun demikian, kata ini dapat
mencakup pada suatu situasi sulit dan sengsara yang dialami oleh seseorang, karena
22:16, maka kata “kematian” ini sebenarnya menjelaskan tentang situasi yang sangat
sukar dan sengsara.26 Tindakan yang benar dalam mengelola harta akan menyelamatkan
seseorang pada situasi-situasi sulit. Bahkan menurut Allen P. Ross, tindakan yang benar
akan berwujud pada pengelolaan harta secara jujur dan adil.27 Dari pernyataan tersebut,
kesinambungan terhadap ayat ketiga bagian a memberikan pengertian yang lebih lanjut,
dimana kata vp,n<å “nefeš “ telah memperjelas bagian dari ayat ini bahwa Tuhan tidak
akan membuat jiwa dari orang benar menderita ketakutan.28 Oleh sebab itu, tindakan
Allah memberikan jaminan kepada orang-orang benar, supaya tidak merasa takut ataupun
26
Kata “kematian” dipergunakan dalam Amsal 10:16, 21, 27, 30;11:4, 19; 12:28; 16:14.
Ungkapan “menyelamatkan dari kematian” muncul 11 kali dalam Perjanjian Lama dan frase ini mencakup
makna keadaan yang sulit, contohnya dalam Mazmur 33:18-19 dan Yeremia 49:4-5. R. J. Clifford,
Proverbs: A Commentary (Kentucky: Westminster John Knox Press, 1999), 112. Baca daftar kosa kata
dari kata tw<M") “m¹wet.” Lihat. R. N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs (Sheffield:
JSOT Press, 1990), 24. Kata ini juga dijelaskan dengan makna yang sama. Roland. E. Murphy, Word
Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 72.
27
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 114. Dari sisi yang lain, Paparan dari Matthew Henry mengenai Amsal
10:2b,”Kebenaran akan menyelamatkan dari kematian” juga merujuk kepada kekayaan yang diperoleh,
disimpan dan dipergunakan secara benar. Artinya bahwa cara-cara benar dalam pengelolaan harta harus
didasarkan kepada tindakan kejujuran. Henry, Tafsiran Matthew Henry: Kitab Amsal, 189.
28
G. R. Driver menyatakan bahwa kemungkinan kata by[iär>y: “yar’ îbh” bukan berasal dari
;
kata b[er' “r¹±¢b” (“sangat lapar”), melainkan dari katad[;r “ra±ad ” yang artinya “takut”, sehingga ia
menerjemahkan ayat 3a sebagai: “Tuhan tidak akan membuat keinginan orang benar menderita ketakutan.”
Dalam tafsiran ini, kata by[iär>y: “yar’ îbh” tetap diterima berasal dari kata b[er' “r¹±¢b” dan diterjemahkan
TBI dan NRSV menerjemahkannya. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 37-38.
48
Dengan memperhatikan bagian ayat kedua bagian B dan ayat ketiga bagian A,
maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang benar dalam mengelola harta (dengan cara
kejujuran) akan menghasilkan sesuatu yang baik. Dari sisi yang lain, peran Allah adalah
menyelamatkan dan memelihara keinginan orang benar dari kesulitan di masa kini
Analisis Struktur
berhubungan antara ayat kedua dan ketiga.30 Bila memperhatikan ayat-ayat ini, maka
Tetapi
Stich B’- Tuhan tidak akan membuat jiwa orang yang benar menderita kelaparan,
Tetapi
Stich A-A’ dan B-B’ merujuk kepada paralelisme antitesis, dimana stich A-A’
berlawanan secara kontras dengan stich B-B’. Oleh sebab itu, antara stich A-A’ dan B-B’
memberikan kekontrasan antara cara orang fasik (kebohongan) dan cara orang yang
29
Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction to Biblical Rhetoric (Sheffield:
Sheffield Academic Press, 1998), 233.
30
Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing
Co, 1983), 68.
49
cara-cara orang fasik dan orang benar. Keempat baris tersebut telah menunjukan susunan
yang konsentris dari masing-masing ayat untuk memperjelas antara bagian kalimat-
Dari sisi yang lain, struktur dari kedua ayat ini dimulai dengan partikel negatif
yaitu al{) “lœ “ yang berarti “tidak.”33 Partikel tersebut memberikan keterangan-
keterangan untuk menjelaskan fungsi dari setiap kata kerja pada stich A (Harta benda
kefasikan tidak akan menguntungkan) dan B’ (Tuhan tidak akan membuat jiwa orang
yang benar menderita kelaparan), dimana pemaparan dari amsal-amsal ini merujuk
kepada bahasa puisi yang dipakai dalam kepenulisan raja Salomo.34 Amsal 10:2-3
memberikan ciri khas kepenulisan terhadap berbagai pola, paralelisme dan struktur
masing-masing kalimat dari amsal itu sendiri. Sehingga, para pembaca dan penafsir kitab
dapat dimudahkan untuk memahami maksud dan tujuan dari kepenulisan amsal tersebut.
Analisis Retoris
Pada bagian dari analisis ini, ada beberapa kata yang menggunakan bahasa
secara figuratif. Dalam Amsal 10:2b, “kebenaran akan menyelamatkan dari kematian”
merupakan kalimat kiasan yang mempunyai sisi secara paradoks (kontradiksi).35 Artinya,
31
Ibid.
32
Meynet, Rethorical Analysis, 233.
Kata al{) “lœ “ dipakai untuk menyangkal fakta (seperti bahasa Yunani ouv). al{) “lœ “
33
dipakai dengan arti ini bersama dengan aspek perfek dan imperfek. Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar
dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
34
Murphy, The Wisdom Literature, 68.
35
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
50
kata-kata dalam ayat di atas memiliki nada yang bertentangan, walaupun kenyataannya
Selain memiliki sisi paradoks, kalimat ini juga memakai satu perubahan kata
benda yang berhubungan dengan kata benda lainnya. Figuratif ini seringkali disebut
sebagai Metonymy atau metonomia.36 Dalam bagian ini, frase “kebenaran akan
“efek” itu sendiri. Dengan kata lain, maksud dari penulis Amsal mengenai ayat ini bahwa
tindakan yang benar dalam mengelola harta secara jujur akan menyelamatkan seseorang
dari cara-cara yang salah (kefasikan) ataupun situasi-situasi yang sulit. Oleh sebab itu,
sebabnya (cara-cara kefasikan dan situasi-situasi yang sulit) diganti dengan efek dari ayat
Kesimpulan
Amsal 10:2-3 memberikan paparan secara kontras antara cara-cara orang fasik
(berdasarkan pada kebohongan dan ketidakadilan) dan cara-cara orang benar melalui
kejujuran/kebenaran. Dalam hal ini, kedua cara tersebut memberikan suatu dampak yang
berpengaruh pada peran Allah sendiri. Kejujuran dalam pengelolaan harta akan
kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang fasik akan berdampak kepada kesia-siaan,
pilihan seseorang untuk bersikap atau berperilaku secara jujur. Tindakan ini didorong
36
E. W. Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible (Grand Rapids: Baker Books, 1981),
538.
37
Ibid, 564.
51
oleh Penulis Amsal, supaya para pembaca dapat menentukan setiap cara yang benar dan
Dalam hal ini, Amsal 10:2-3 dapat melatih karakter seseorang untuk mengantisipasi
setiap efek-efek yang buruk, sehingga ia dapat mengubah cara tindakannya agar orang
benar menderita.” Hal ini merupakan anugerah Allah bagi orang benar dan memelihara
Ketekunan (10:4)
hal “ketekunan” sebagai salah satu aspek yang penting dalam pengumpulan harta. Dalam
mengkaji tindakan ini, Amsal 10:4 menjadi teks yang penting untuk menjelaskan hal-hal
yang berkaitan dengan “ketekunan.” Oleh sebab itu, ada beberapa analisis yang akan
Pada pemaparan ini, penulis akan memberikan 4 (empat) catatan teks yang
penting dalam terhadap terjemahan Amsal 10:4. Pertama, kata hY"+mir “r®mîyâ “ yang
terjemahan dari kata ini, tetapi penulis lebih memilih untuk menerjemahkan kata Ibrani
38
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
52
hY"+mir “r®mîyâ “ dengan kata “lamban” yang sesuai dengan arti kamusnya.39 Perlu
diingat bahwa frase “Tangan yang lamban” merupakan salah satu tema besar dalam kitab
Amsal. Tema ini juga didapatkan dalam pasal 12:11, 24, 27;18:9, sehingga frase ini
cukup banyak ditulis oleh Raja Salomo.40 Hal inilah yang menjadi alasan bagi penulis
diterjemahkan sebagai “lamban,” makna dari kata ini tidak dapat dipisahkan dari sifat
seseorang untuk melakukan “kebohongan atau pengabaian.”41 Oleh karena itu, Frase
“tangan yang lamban” memiliki arti sebagai sikap seseorang yang lamban (malas),
bahkan mempunyai sikap untuk berbohong dan sembrono dalam melakukan pekerjaan
tertentu.
Kedua, kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ dapat diartikan sebagai “membuat atau
menyebabkan.”42 Pada terjemahan ini, penulis memilih untuk menerjemahkan kata kerja
diatas dengan kata “menyebabkan.” Ada 2 (dua) alasan yang mendasar bagi penulis
untuk menerjemahkan kata tersebut, 1) kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ yang diterjemahkan
sebagai “menyebabkan” memiliki unsur sebab-akibat antara “tangan yang lamban” dan
“kemiskinan.” Hal ini secara tidak langsung telah memperjelas kata kerja var"ª “r¹°s “
yang memberikan dampak dari kelambanan dan kemalasan, sehingga seseorang akan
39
kata hY"+mir “r®mîyâ “ memiliki ide yang dasar bahwa seseorang dapat membawa dirinya
sendiri jatuh kepada sifat kemalasan dan sulit untuk mengendalikan dirinya, sehingga dapat memberikan
dampak yang begitu fatal. Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary On The Old Testament, 210.
40
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 38.
41
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 340. Michael Fox
menyatakan bahwa kata hY"+mir “r®mîyâ “ yang memiliki makna “kebohongan dan kemalasan (pengabaian).”
Kedua makna diatas merupakan hubungan dari sistem-penilaian Amsal, karena orang-orang bijak memiliki
kecenderungan untuk menyatukan pengetahuannya terhadap prinsip-prinsip moral dari makna tersebut .
Gagasan dari ayat ini juga terdapat pada Amsal 12:24;19:15 dan 12:24, 27. Lihat, Fox, Proverbs 10-31: A
New Translation With Introduction And Commentary, 512.
Kata kerja dasar hf'[' “±¹´â “ qal partisip maskulin tunggal. Ibid, 284.
42
53
“menjadi miskin.”43 2) jika membandingkan dengan terjemahan yang lain seperti, NRSV
dan RSV, maka kata kerja hf,î[o “±œ´ê “ juga dapat diartikan sebagai kata
“menyebabkan.” Dalam ayat 4a, “Tangan yang lamban menyebabkan kemiskinan,” dapat
“cerdik atau rajin.”44 Kata sifat ini digunakan sebagai cara/tindakan seseorang untuk
pada saat memperoleh kekayaan.45 Sifat dari karakter ini dapat menunjukkan bahwa
ketekunan dan kerja keras dapat dilakukan dari setiap pekerjaan. Keempat, kata kerja
ryvi([]T; “tâ’¹shîr “ diartikan sebagai “menjadikan kaya.”46 Kata kerja ini memberikan
suatu konsekuensi dari seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan tekun.
Konsekuensi ini tentunya didasarkan pada proses, sehingga dari sifat ketekunan yang
dilakukan oleh orang tersebut akan memperoleh kekayaan. Hal ini juga didasarkan dari
kata kerja ryvi([]T; “tâ’¹shîr ,“ dimana merujuk kepada suatu tindakan yang akan
memperoleh hasil pada saat mendatang. Oleh sebab itu, sikap rajin dari seseorang akan
43
Kata kerja dasar vyrI “rîs “ qal partisip maskulin tunggal. Istilah lain dari kata miskin dapat
diperhatikan dari kata “°ebyôn “ dan ¹nî . Owens, Analytical Key to the Old Testament, 546. Lih. Brown,
Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 910, 930.
Dari kata sifat #Wrx' “µ¹rûƒ” maskulin jamak. Brown, Hebrew and Lexicon with an
44
Dari kata kerja rv;[' “±¹shar“ hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Holladay, A Concise
46
Analisis Konteks
Secara konteks, ayat ini memiliki beberapa keterkaitan dari ayat-ayat lain
yang tercangkup dalam Amsal 10:1-22:16. Ayat 4a, “Tangan yang lamban menyebabkan
kemiskinan,” adalah kalimat yang seringkali dibahas oleh penulis Amsal. Konteks dari
Amsal 10:4a dapat diperhatikan dalam pasal 12:24, 27;19:15, dimana ayat-ayat ini
merujuk kepada kata yang sama yaitu kata Ibrani hY"+mir “r®mîyâ “ (berarti: kemalasan).47
berasal dari sifat kemalasan seseorang.48 Kemalasan biasanya didasarkan pada sifat
seseorang yang memberikan tipu daya (kebohongan), tidak bekerja keras dan pengabaian
dalam melakukan pekerjaan. Hal inilah yang menjadikan diri seseorang miskin.
Pada ayat 4b, “Tangan yang rajin akan menjadikan kaya” memberikan
konteks yang cukup banyak dalam Amsal 10:1-22:16. Jika memperhatikan penggunaan
kata #Wrx' “µ¹rûƒ” dari bagian kumpulan amsal-amsal Salomo pertama, maka dapat
ditemukan konteks dari pasal 12:24, 27;13:4; 21:5 yang sama-sama menjelaskan
Pada konteks yang lebih dekat, Amsal 10:5a memberikan suatu penjelasan
bagaimana seseorang dapat melakukan pekerjaannya dengan rajin. Hal ini merupakan
suatu pujian yang diberikan oleh penulis Amsal bahwa seseorang dapat memanfaatkan
47
Konteks dari ayat ini dapat diperhatikan dalam kata sifat lce[' “±¹ƒ¢l ” yang berarti “malas
atau lamban.” Kata sifat ini terdapat dalam Amsal 10:26;13:4;15:19;19:24; 20:4; 21:25; 22:13; 26:13, 14,
15, 16. Serta kata benda hl'c.[ “±aƒlâ “ yang diartikan sebagai “kemalasan.” Kata sifat tersebut terdapat
dalam Amsal 19:15. R. N. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 15. Lihat, Warren W.
Wiersbe, Be Skillful God’s Guidebook to Wise Living: Old Testament Commentary-Proverbs (Colorado
Springs: David C. Cook, 2009), 74-77.
48
Ibid.
'
Dapat juga diperhatikan dari kata kerja db;[±”¹bad “ yang berarti “bekerja atau melayani.”
49
Konteks dari kata kerja ini memiliki makna yang sama dengan kata sifat #Wrx' “µ¹rûƒ” yaitu seseorang yang
bekerja dengan rajin atau bekerja keras. Ayat ini dapat ditemukan dalam pasal 12:11; 28:19. Ibid. Band.
Jhon W. Milller, Believers Church Bible Commentary: Proverbs (Scottdale: Herald Press, 2004), 174-175.
55
sehingga dapat tercukupi.50 Menurut Allen P. Ross, Amsal 10:5 merupakan bentuk
kontras antara orang yang memiliki sifat rajin dan malas. Ayat ini juga menceritakan
bahwa anak yang bijak dapat menangkap (melalui sifat rajin dan pengetahuan) setiap
panen.51
pembacanya bahwa sifat rajin selalu memiliki bagian yang kontras dengan kemalasan
seseorang. Hal ini dapat diperhatikan pada konteks Amsal 10:4, yaitu: 10:5, 26;12:24,
27;13:4, 11;14:23. Setiap amsal yang ditulis secara kontras memiliki suatu pesan bagi
setiap pembaca untuk memilih karakter yang sewajarnya diterapkan oleh masing-masing
orang. Penulis Amsal secara langsung menekankan para pembacanya bahwa karakter
akan terbentuk apabila sifat tekun (kerja keras) seseorang dapat menjadikan suatu
kebiasaan bagi dirinya. Orang ini akan membiasakan diri untuk mengantisipasi setiap
kekayaan di dalam dirinya. Oleh sebab itu, seseorang akan dilatih untuk melihat sebab
dari tindakannya (ketekunan) yang mengakibatkan suatu hasil yang diinginkan yaitu
kekayaan.
Analisis Struktur
Struktur dari Amsal 10:4 mengikuti pola dua-baris (bicolon), yang adalah
bentuk dasar dari subgenre Amsal atau mashal. Amsal ini membentuk dua baris yang
50
Henry, Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal, 191.
51
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 107.
56
saling berhubungan antara Stich A dan Stich B.52 Menurut Roland E. Murphy, Amsal
10:4 memiliki paralelisme secara khiasmus (dengan model frase: a-a’-b-b’).53 Kiasme ini
terdapat pada tingkatan kalimat dari pasal 10:4. Hal tersebut dapat diperhatikan pada
Tetapi
merupakan kalimat yang berlawanan secara kontras dengan kalimat yang ada pada stich
B.54 Hal ini dapat diperhatikan kekontrasan antara (frase a) tangan yang lamban dan
(frase b) tangan yang rajin. Antitesis pada frase a dan b dapat memberikan suatu
kebohongan ataupun pengabaian dalam melakukan pekerjaan, dan sifat dari karakter
seseorang yang tekun, serta ulet dalam mengerjakan tanggungjawabnya. Sedangkan pada
frase a’ dan b’ merupakan antitesis antara orang yang memperoleh kemiskinan dan
kekayaan.
52
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
53
Murphy, The Wisdom Literature, 68.
54
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 73.
57
seseorang yang lamban dan tekun. Jika memperhatikan dalam frase a’, maka orang yang
lamban (frase a) dalam pekerjaan akan mengakibatkan pada kemiskinan. Sedangkan pada
frase b’, seseorang yang mempunyai sifat karakter rajin dalam bekerja akan
menghasilkan kekayaan. Hal tersebut merupakan konsekuensi yang akan diterima bagi
orang yang rajin. Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari tipe perkataan
karakter-konsekuensi.
Analisis struktur dari Amsal 10:4 telah memberikan ciri khas kepenulisannya,
terlebih gaya puisi dan struktur yang membuat pesan dari amsal ini lebih dimengerti oleh
para pembaca. Melalui analisis ini, selain menekankan perbedaan secara kontras antara
orang yang lamban dan rajin berserta dengan konsekuensinya masing-masing, penulis
Amsal juga memberikan penekanan kepada pembaca untuk dapat memilih sifat dari
karakter seseorang dalam mengumpulkan harta yang benar. Walaupun, Amsal 10:4 dapat
bijak dari sisi ketekunan memberikan pengajaran-pengajaran moral bagi pembaca amsal.
55
D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting
the Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
58
Analisis Retoris
Amsal 10:4 adalah ayat yang memakai figur penggantian.56 Kalimat dari ayat
ini memakai figuratif metonymy subjek.57 Hal ini dapat diperhatikan ketika penulis amsal
menyebutkan subyek sebagai penggantian bagi atribut atau sisipannya.58 Pasal 10:4
memberikan contoh bagi figuratif ini, dimana “Tangan (metonimia subjek) yang lamban
menyebabkan kemiskinan, tetapi tangan (metonimia subyek) yang rajin akan menjadikan
kaya.” Pada pemaparan ini, kata “tangan” dapat merujuk kepada suatu tindakan yang
disebutkan sebagai penggantian, sehingga memiliki hubungan dari kata tersebut. Kata
“tangan” dapat berarti tindakan, cara berperilaku atau bersikap, dan adalah metonimia
subjek.59 Penulis Amsal sangat menekankan kepada karakter seseorang yang memiliki
cara berperilaku yang baik dalam mengelola harta. Sikap seseorang yang rajin, tangkas
memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa karakter dari seseorang yang rajin
yang benar.
56
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
57
Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible, 567.
58
Ibid.
59
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
59
Kesimpulan
Amsal 10:4 telah memberikan sifat yang bijak dalam pengumpulan harta yang
benar. Salah satu yang dapat dipelajari pada bagian ini adalah ketekunan. Penulis Amsal
sangat memuji seseorang yang tekun dalam melakukan suatu pekerjaan, dibandingkan
Pada bagian ini, sifat tekun merupakan salah satu sifat bijak (virtue) yang
ditekankan oleh penulis Amsal. Sifat ketekunan adalah suatu kebiasaan yang
menghasilkan karakter yang baik, sehingga membentuk suatu sikap rajin bagi diri
seseorang sebagai suatu perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus. Oleh sebab itu,
Amsal 13:11 merupakan salah satu bagian teks yang membicarakan tentang
pengumpulan harta yang benar. Pada pemaparan ini, pengelolaan terhadap harta secara
benar akan menunjukan bahwa kekayaan akan bertahan tergantung bagaimana cara
mendapatkan dan memakai setiap materi-materi yang dimilikinya. Analisis yang akan
dipakai pada Amsal 13:11 tidak akan menerapkan semua prosedur hermeneutika hikmat.
Namun, Penulis hanya memakai Analisis terjemahan, konteks dan struktur. Lalu diakhiri
dy"å-l[; #beÞqow> j['_m.yI lb,h,äme !Ahâ 11 11. Harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa
bertambah.
Ada 4 (empat) catatan teks yang penting untuk menjelaskan beberapa alasan
dari terjemahan Amsal 13:11. Pertama, kata benda !Ahâ “hôn” memiliki arti sebagai
“harta, kekayaan ataupun kecukupan.”60 Kata benda ini memberikan arti dasar tentang
kuantitas (jumlah) suatu benda yang diperlakukan secara cukup kepada setiap
mengatur dan mengelola kebutuhan hidupnya dengan beberapa cara atau tindakan yang
berkenan. Oleh sebab itu, kata benda di atas memaparkan suatu penjelasan tentang
ini telah menunjukkan 2 (dua) cara/tindakan antara pengumpulan yang dilakukan secara
60
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0. Kata benda
!Ahâ “hôn” dapat ditemukan dalam Amsal 10:15; 11:4;12:27; 13:7, 11; 18:11; 19: 4, 14; 28:8, 22; 29:3.
Lih. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 11.
61
Ibid. Kata benda !Ahâ “hôn” juga diartikan sebagai “harta bergerak” yang memberikan suatu
keuntungan yang tahan lama, seperti: pertanian ataupun peternakan. Dapat diperhatikan dalam Amsal
27:23-27. Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 565.
61
Pada bagian kedua, kata benda lb,h,äme “m¢hebel “ secara harafiah dapat
diartikan sebagai “nafas, asap dan uap air.”62 Namun dari terjemahan ayat ini, penulis
lebih memilih untuk menerjemahkan kata benda lb,h, “hebel ” sebagai “tergesa-gesa
ataupun terburu-buru.”63 Pembuktian lain seperti terjemahan RSV, NRS dan ITB juga
menerjemahkan kata ini sebagai “tergesa-gesa dan terburu-buru.” Kata benda di atas
dapat merujuk kepada tindakan seseorang yang mengelola harta dengan cepat, tanpa
sebelumnya, karena tindakan pengelolaan harta diperbuat secara tergesa-gesa. Oleh sebab
itu, kalimat dari ayat 11a “harta yang diperoleh dengan tergesa-gesa akan berkurang”
62
Kata benda ini juga memakai proposisi !mi “min “ yang berarti “dari, oleh, di dan lain-lain.”
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 76.
63
Beberapa penafsir Alkitab seperti Roland E. Murphy dan Michael Fox menyarankan bahwa
kata benda lb,h,äme “m¢hebel” dapat merujuk kepada beberapa terjemahan kuno. Septuaginta memakai kata
kerja Yunani evpispoudazome,nh, yang dapat diartikan sebagai kata “yang dipeoleh secara terburu-buru” (kata
yang sama diterjemahkan dalam Vulgata dan BHS). Dalam Masoretik Teks (MT) dicatumkan secara
konsonantal lbhm yang menyulitkan dan meragukan untuk menerjemahkan kata tersebut. Namun,
'
menurut Michael Fox, kata lhbm (diambil dari kata sifat lh;B “b¹hal ”) muncul sebagai kata yang
memiliki tempat bunyi atau metathesis, sehingga dapat diterjemahkan sebagai “tergesa-gesa atau terburu-
buru.” Kata benda diatas juga dipakai dalam Amsal 20:21 yang diterjemahkan dengan kata yang sama.
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 94. Lih. Fox, Proverbs 10-31: A New
Translation With Introduction And Commentary, 565.
64
Dari kata kerja dasar j[;m. qal, imperfek, 3 maskulin tunggal. Owens, Analytical Key to the
Old Testament, 555.
65
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 565.
62
atau memasang.”66 Kata kerja ini memiliki bentuk partisip yang juga berfungsi sebagai
kata sifat, kata benda dan kata kerja. Lebih dari itu, bentuk partisip dari kata kerja
tersebut dapat mengungkapkan suatu subyek tak tentu.67 Oleh sebab itu, kata kerja #beÞqo
sebagai “atas tangan.”68 Namun, kata benda di atas dapat diterjemahkan sebagai “sedikit
demi sedikit.” Asal-usul dari kata dy"å-l[; “±al-y¦dh” mempunyai makna sebagai suatu
proses pengumpulan secara berlahan, setahap demi setahap, kemungkinan pengertian ini
juga diperoleh dari sistem pertanian Israel Kuno.69 Menurut C. F. Keil, kata benda ini
bahkan berhati-hati akan memiliki konsekuensi yang baik dalam pengelolaan harta. Ayat
11 b menjelaskan bahwa pengaturan harta yang dilakukan sedikit demi sedikit akan
menjadikan seseorang bertambah kaya. Hal ini tidak lepas dari cara bagaimana seseorang
menggunakan dan memakai setiap hartanya, sehingga dapat dikelola secara benar.
66
Dari Kata kerja dasar #b;q “q¹baƒ “ qal , partisip maskulin tunggal. Owens, Analytical Key
to the Old Testament, 555.
67
Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
68
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 388-752.
69
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 94.
70
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 277.
63
Analisis Konteks
Dalam analisis ini, Amsal 13:11 tidak lepas dari keterkaitan antara konteks
dekat dan konteks yang jauh. Pada konteks yang dekat, Amsal 13:11 merupakan salah
satu bagian dari pasal 13:7-11 yang mengajarkan tentang kekayaan/harta.71 Risnawaty
Didikan dalam ayat 1 dikaitkan dengan pengajaran tentang kekayaan pada ayat 7-
11. Perikop ini diawali dengan sikap hidup yang benar dan salah terhadap
kekayaan (ay.7), yang dikembangkan dalam bentuk pengajaran tentang dampak
dari kekayaan dan antisipasi terhadapnya (ay.8-9), sikap hidup yang salah
terhadap kekayaan dan antisipasi terhadapnya dengan mendengarkan nasihat
hikmat (ay.10), dan akhirnya ditutup dengan kesimpulan pengajaran tentang
kekayaan (ay.11).72
Menarik untuk diperhatikan, inti sari pengajaran tentang kekayaan tidak lepas dari nasihat
hikmat pada ayat 10b, “mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat.” Ayat
tersebut merupakan kalimat pembuka untuk menyimpulkan ayat 11 sebagai ajaran hikmat
tentang kekayaan dari beberapa sikap dan dampak yang telah dijelaskan pada ayat-ayat
Amsal, sehingga para pembaca dapat membedakan antara “orang yang mengumpulkan
harta dengan benar dan salah,” Oleh sebab itu, tema pokok dari ayat 7-11 memberikan
antara ayat 11 bagian a dan bagian b. Pada ayat 11a, harta yang diperoleh dengan cepat
atau instant menimbulkan kecurigaan kepada orang lain. Biasanya, harta yang
(berbohong) atau melakukan kekerasan terhadap orang lain (seperti: ketidakadilan). Hal
71
Horne, Smyth & Helwys Commentary, Proverbs-Ecclesiastes, 170-172.
72
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 135.
73
Garrett, The New American Commentary, 110.
64
(kemiskinan, situasi yang sulit). Paparan di atas tidak lepas dari konteks Amsal 10:1-
22:16, seperti Amsal 10:2; 11:4, 18: 21:6.74 Ayat-ayat tersebut juga menjelaskan cara-
cara yang salah dalam pengelolaan harta, sehingga selalu memberikan konsekuensi/akibat
yang buruk. Dalam masyarakat Indonesia, kasus ini lebih dikenal dengan: “Uang setan
dimakan hantu.” Maksudnya, uang yang diperoleh seseorang dengan cepat tanpa kerja
keras tetapi melalui kejahatan (korupsi, suap) akan cepat habis karena orang itu juga akan
Pada ayat 11b, seseorang yang mengumpulkan hartanya sedikit demi sedikit,
akan menjadikan kaya. Berbeda dari ayat 11 a, pengelolaan harta secara benar akan
memberikan dampak/akibat yang baik. Pekerjaan yang dilakukan dengan tahap demi
tahap tidak akan lepas dari sikap seseorang yang bekerja keras, tekun, dan jujur,
walaupun lambat, tetapi akan menjadikan kaya. Tema-tema dari ajaran ini cukup banyak
dijelaskan dalam Kitab Amsal, seperti: Amsal 20:21; 28:20b, 22.76 Ajaran-ajaran
mengenai kekayaan dalam kitab Amsal banyak dikutip oleh perdana menteri Ptah-ho-tep
Menurut McKane, Perdana menteri tersebut menulis bahwa harta yang diperoleh secara
serakah dan terburu-buru berbeda dengan harta yang diperoleh dengan lambat, tetapi
74
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 97.
75
Korupsi, Kompasiana, http:/Kompasiana.com/2011/.html; diakses pada tanggal 23 Februari
2016.
76
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 135.
77
W.S Lasor, D. A. Hubbard, Pengantar Perjanjian Lama 2: Sastra dan Nubuat (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), 71.
78
W. McKane, Proverbs: A New Approach (London: SCM Press, 1970), 459.
65
Analisis Struktur
Amsal 13:11 mengikuti pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich B
membentuk paralelisme secara antitesis (kontras). Dari sisi yang lain, Amsal ini
membentuk khiasmus dengan model: a-a’-b-b’.79 Kiasme tersebut terdiri dari hubungan-
hubungan yang membentuk antar frase dari ayat 11 (sebelas). Hal tersebut dapat
Tetapi
Antitesis pada ayat ini dapat dibagi dalam 2 bagian. Pertama, kekontrasan antara frase a
dan b. Tindakan dalam pengelolaan harta memiliki suatu perbedaan antara “harta yang
diperoleh dengan tergesa-gesa” dan “harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit.”
Sedangkan pada bagian kedua, kekontrasan terjadi pada frase a’-b’. Perbedaan ini
didasarkan pada kedua akibat antara “harta yang berkurang” dan “harta yang bertambah.”
Melalui gaya puisi yang dipakai oleh penulis Amsal, pasal 13:11 memaparkan sebab-
memakai tipe dengan model perkataan tindakan-konsekuensi.”80 Hal ini dapat terlihat
79
Meynet, Rethorical Analysis, 232.
80
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
66
konsekuensi di dalam dirinya, sehingga orang tersebut akan merasa kekurangan terhadap
hartanya (frase a-a’). Berbeda dengan frase b-b’, seseorang yang memperoleh harta
pengumpulan harta. Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari tipe tindakan-
sedikit
penulis amsal sungguh-sungguh memuji perilaku orang bijak yang mengumpulkan harta
sedikit demi sedikit (kerja keras, tekun, dan kesabaran), karena orang itu akan memiliki
mengumpulkan harta dengan cara tergesa-gesa, karena orang itu akan mengalami
kekurangan dengan cara tersebut. Oleh sebab itu, penulis Amsal sangat menganjurkan
bahwa orang bijak harus menolak tindakan-tindakan yang salah dalam pengelolaan harta.
Kesimpulan
Amsal 13:11 adalah teks kitab yang menekankan tindakan seseorang terhadap
pengelolaan harta. Seperti yang dikatakan sebelumnya, pengumpulan harta yang benar
akan bertahan tergantung dari cara seseorang memakai dan mendapatkan kekayaan.
Bekerja keras dan tekun merupakan sifat bijak yang ditekankan oleh penulis Amsal untuk
67
Kerja keras dan tekun dalam pengumpulan harta dapat memberikan suatu
intention atau tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang, yaitu kekayaan. Seperti dengan
ayat sebelumnya, karakter bekerja keras dan pengelolaan harta yang baik akan
proses yang panjang, karakter ini akan memberikan suatu keberhasilan, karena harta akan
Pada bagian terakhir, Amsal 13:22 memberikan salah satu cara dalam
pembentukan karakter terhadap harta sangat menekankan kepada sifat, cara ataupun
tindakan seseorang dalam mengelola harta. Bagian ini merupakan tahap selanjutnya dari
anak cucunya. Analisis dari Amsal 13:22 diharapkan dapat memberikan pengertian-
÷!Wpïc'w> ~ynI+b'-ynE)B. lyxiîn>y: bAjª 22 22. orang baik akan mewariskan bagi anak
Dari terjemahan di atas, ada 4 (empat) catatan teks yang patut untuk
diperhatikan secara saksama. Pertama, kata benda bAjª “‰ôb” dapat diartikan sebagai
“baik, lebih baik, atau bermanfaat.”81 Namun, kata benda ini dapat diterjemahkan sebagai
“orang baik.”82 Kata benda bAjª “‰ôb” sendiri adalah kata semboyan yang dipakai untuk
menjelaskan maksud “orang baik” dalam ayat 21 dan 22.83 Menurut C. F. Keil, kata
benda bAjª “‰ôb” yang dapat diterjemahkan sebagai “orang baik,” memberikan arti bahwa
pada sifat kasih yang tidak mementingkan dirinya secara pribadi.84 Oleh sebab itu,
seseorang yang mempunyai karakter yang baik mampu berkomunikasi mengenai semua
kebaikannya dalam wujud apapun. Dalam ayat ini, “orang baik” dapat mewujudkan sifat
Kedua, kata kerja lyxiîn>y: “yan®µîl “ secara literal dapat diartikan sebagai
“mewariskan ataupun memiliki.”85 Pada ayat 22, kata kerja ini lebih tepat diterjemahkan
bahwa orang baik “akan mewariskan” hartanya kepada anak cucunya. Hal ini dapat
diperhatikan dari kata benda ~ynI+b-' ynEB) “b®nê-b¹nîm “ (diartikan: anak cucu) yang
memberikan penekanan terhadap objek dari pemberian warisan. Dalam pemikiran orang
81
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
82
Murphy, The Wisdom Literature, 69.
83
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 98.
84
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 207.
85
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 234.
86
Dari kata kerja dasar lx;n" “n¹µal,” hifil, imperfek 3 maskulin tunggal. Owens, Analytical
Key to the Old Testament, 556.
69
Israel kuno, mewariskan suatu benda adalah tanda penyertaan Tuhan bagi bangsa
tersebut. Penyertaan ini diperluas kepada orang-orang yang benar dan bukan kepada
orang-orang yang berdosa.87 Oleh karena itu, sangat penting bagi orang Israel untuk
Ketiga, kata kerja aje(Ax “µô‰¢° “ merupakan kata kerja partisip yang
diartikan sebagai “ sedang berdosa.”88 Namun, kata kerja partisip ini dapat berfungsi kata
benda, sehingga kata kerja aje(Ax “µô‰¢° “ dapat diartikan sebagai “orang berdosa.”89
Arti dasar dari kata kerja ini merujuk kepada “kegagalan seseorang terhadap apa yang
pengumpulan harta, sehingga orang tersebut jatuh miskin. Pada ayat 22, penulis Amsal
memaparkan dua karakter orang yang berbeda yaitu orang baik dan orang berdosa.
Keempat, kata kerja !Wpïc' “ƒ¹pûn” secara harafiah berarti “disimpan atau
disembunyikan.”91 Kata kerja ini merujuk kepada “kekayaan dari orang berdosa” yang
disimpan oleh “orang benar.” Kata kerja!Wpïc' “ƒ¹pûn” dapat diartikan bahwa orang
berdosa dapat menjadi kaya, namun kekayaan itu bersifat sementara saja, tidak akan
dinikmati orang berdosa, karena kekayaan itu akan menjadi milik dari orang benar.92
87
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 142. Lih. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 151.
Dari kata kerja dasar aj'x' “µ¹‰¹°,” partisip aktif, maskulin tunggal. Brown, S. R. Driver,
88
dan Charles A. Briggs, A Hebrew And English Lexicon of the Old Testament, 307.
89
Carl A. Reed, Diktat Kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
90
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
91
Dari kata kerja dasar !p;c “ƒ¹pan” qal, pasif, partisip, maskulin tunggal. Owens, Analytical
Key to the Old Testament, 556.
92
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 98. Lihat juga penjelasan R.E.
Murphy mengenai kekayaan yang tidak dapat dinikmati ini dalam tafsirannya dalam Pengkhotbah 5:17. R.
70
Tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan orang berdosa menjadi miskin. Pada
analisis konteks, akan dipaparkan beberapa penyebab “kekayaan orang berdosa disimpan
Analisis Konteks
Konteks dari Amsal 13:22 akan dipaparkan melalui konteks dekat dan konteks
yang jauh. Pada konteks dekat, Amsal 13:22 mempunyai hubungan yang erat antara ayat
21 dan 24. Jika memperhatikan hubungan secara konteks dari ayat 21, maka dapat
ditemukan suatu penghargaan bagi “orang benar” yang menerapkan prinsip kebenaran,
keadilan dan kebaikan untuk seluruh aspek kehidupannya.93 Hal ini tidak lepas dari peran
Allah yang memberikan pembalasan bagi orang yang benar (ay.21b), sehingga orang
yang sudah terwujud akan dinyatakan dengan cara mengumpulkan harta bagi anak
cucunya (ay.22). Oleh sebab itu, sifat kebaikan yang diperlihatkan oleh “orang yang
baik” dapat menggerakkan orang tersebut untuk mewariskan harta benda kepada anak
cucunya.
meninggalkan warisan yang baik kepada anak cucunya. Ayat 22 memperlihatkan wujud
warisan dalam hal harta benda, sedangkan ayat 24 diwujudkan dengan mewariskan
prinsip-prinsip moral kepada anak cucunya.94 Perlu diketahui, bahwa penulis Amsal
menjelaskan kedua ayat ini untuk menekankan keseimbangan antara keperluan moral dan
E. Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 23- Ecclesiastes (Dallas: Thomas Nelson Publishers,
1992), 52-53.
93
Charles Bridges, The Crossway Clasic Commantaries-Proverbs (Nottingham: Crossway
Books, 2001), 134.
94
Garrett, The New American Commentary, 139.
71
yang dilatih secara moral tanpa mengabaikan kebutuhan material bagi anak cucunya.95
Seseorang akan mendidik anak-anaknya dengan memberi, berhemat secara bijak dan
anak-anaknya nanti. Orang yang berbuat baik, tentunya akan menghormati Tuhan dengan
yang baik sebagai bentuk antisipasinya pada masa yang akan datang yaitu mewariskan
harta benda bagi anak cucunya, sehingga hal ini dapat membentuk suatu karakter dari
orang baik tersebut. Menurut penulis, konsekuensi yang tercermin dari analisis ini akan
melatih dirinya untuk berperilaku yang baik hingga tujuannya dapat tercapai yaitu
Pada ayat 22b, “kekayaan orang berdosa disimpan bagi orang benar”
merupakan kalimat yang sukar untuk dimengerti secara konteks. Namun, dalam kitab
Amsal setidaknya menjelaskan dua penyebab kemiskinan yang dapat dilihat dari
beberapa konteks jauh. Pertama, kemiskinan bukan berasal dari kesalahan orang miskin,
melainkan dari struktur masyarakat yang tidak adil. Hal ini dapat diperhatikan dalam
Amsal 14:20; 19:4,7; 22:7.96 Akan tetapi, penyebab kemiskinan yang lain, yang sesuai
dengan ayat 22 adalah dosa dari orang miskin dan keluarganya, seperti: kemalasan,
ayat-ayat ini dapat diperhatikan dalam Amsal 10:2, 3, 26;13:4, 11;19:15. Oleh karena itu,
orang berdosa dapat kehilangan hartanya sebagai akibat dari kejahatannya, sedangkan
95
Ibid.
96
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 14.
97
Garrett, The New American Commentary, 139.
72
Analisis Struktur
Secara struktur, Amsal 13:22 memakai pola dua baris (distich), yaitu Stich A
dan Stich B memiliki bentuk paralelisme antitesis (kontras).98 Dari sisi yang lain, Amsal
ini membentuk hubungan-hubungan chiasme antar frase dari ayat 22, dengan memakai
model a-a’-b-b’.99 Tabel ini akan memperjelas maksud dari kedua kalimat pokok di atas.
Tetapi
kekontrasan antar frase a-b yang tercermin dari kedua karakter antara “orang baik dan
orang berdosa.” Karakter orang baik menunjukkan sifat kebaikannya kepada seseorang
diwujudkan dengan sikap yang salah dalam mengelola harta, sehingga orang tersebut
mengalami kemiskinan. Antara frase a-b telah menunjukkan 2 (dua) karakter yang
Kedua, antara frase a’-b’ telah memaparkan 2 (dua) konsekuensi dari masing-
masing karakter (seperti: orang benar dan orang berdosa). Seseorang yang mempunyai
prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan dalam mengelola harta akan mewujudkannya
dengan mewariskan harta tersebut kepada anak cucunya. Sedangkan, karakter dari orang
98
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 150.
99
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
73
berdosa akan merugikan dirinya sendiri, karena kekayaannya akan diambil oleh Allah
dan diberikan kepada orang yang benar. Konsekuensi ini diakibatkan dari karakter orang
kebenaran.
disimpulkan bahwa Amsal 13:22 memakai tipe dengan model perkataan karakter-
konsekuensi.100 Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai
Analisis Struktur dari Amsal 13:22 menunjukkan suatu cara yang benar dalam
mengumpulkan harta. Karakter yang baik akan memperlihatkan tindakan yang selalu
melainkan dapat berpengaruh kepada sanak saudara, bahkan kepada orang lain, karena
mampu menunjukkan sifat kasihnya dengan mewariskan setiap harta. Hal ini merupakan
tanda dari penyertaan Tuhan pada setiap kehidupannya, bahkan seluruh keluarga
besarnya. Penulis Amsal telah menekankan kepada setiap pembaca, agar mampu memilih
100
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
74
Analisis Retoris
Pada bagian analisis ini, Amsal 13:22b “kekayaan orang berdosa disimpan
kata-kata dalam ayat 22b memiliki nada yang bertentangan, meskipun kenyataannya
kalimat ini mengandung suatu kebenaran. Dalam hal ini, penulis Amsal telah
orang berdosa dapat mengetahui bahwa harta yang telah diperoleh dapat hilang akibat
dari kejahatannya. Dari pihak yang lain, orang benar akan memperoleh setiap hartanya,
amsal ini memakai kiasan secara Inclusio, yaitu kiasan retoris dimana suatu nats/ayat
diawali dan diakhiri dengan kata, frase atau klausa yang sama (atau serupa).102 Inclusio
sering kali terdapat dalam bentuk puisi secara kiasme. Dalam hal ini, frase dari “orang
benar”merupakan awal dari ayat 22 yang diakhiri dengan frase serupa yaitu “orang baik.”
Perlu diketahui bahwa orang benar seringkali disebut sebagai “orang baik.” Dalam kitab
Amsal, “orang benar” selalu diperlihatkan secara identik dengan “orang baik.” Lagi pula
ayat 22, frase “orang baik” juga diletakkan dalam posisi paralel identik (tidak ada
perbedaan) dengan frase “orang benar.”103 Oleh sebab itu, kiasan ini memberikan
pengulangan yang berfungsi sebagai bingkai dalam suatu kalimat, sehingga frase “orang
101
Todd Elefson, Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah & Kidung Agung,
Sem.IV, 1998.
102
Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2012), 36. Lih. Carl A.
Reed, Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian Lama, Sem. II, 2015.
103
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 151.
75
baik” dan “orang benar” adalah penekanan oleh penulis Amsal sebagai frase tema atau
(dampak) dari seseorang yang mempunyai sifat kebaikan, kemurahan hati dan
perhatiannya dalam pengelolaan harta akan diwujudkan dengan mewariskan harta benda
kepada anak cucunya. Sifat dari orang benar tidak akan merugikan dirinya sendiri, karena
Kesimpulan
Amsal 13:22 adalah salah satu ayat yang mengajarkan pentingnya orang benar
mewariskan harta bagi anak cucunya. Ayat ini sebenarnya menekankan seseorang untuk
menunjukan sifat kebaikan yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sehingga orang itu
dapat memperlihatkan sifatnya sebagai orang benar untuk mewariskan harta benda
Dalam hal ini, konsekuensi dari karakter orang baik akan memperkaya anak
cucunya. Pengelolaan harta yang benar dapat diwujudkan dengan mewariskan harta
benda dari satu generasi kepada generasi yang lain. Peran dalam kehidupan keluarga
merupakan bagian yang penting dalam membentuk suatu peran dalam komunitas yang
kecil. Pembentukan karakter ini lebih dikenal dengan shaping community atau peran
memperlihatkan bahwa harta itu akan diwariskan kepada anak cucunya. Hal ini akan
membentuk suatu tradisi atau kebiasaan yang baik dalam kehidupan keluarga, bahkan
pada setiap generasi sebagai cara Allah yang memelihara orang-orang benar di
hadapanNya.
76
mendapatkan keuntungan dari harta tersebut. Penulis Amsal telah memaparkan beberapa
tentunya, jika beberapa bagian dari amsal ini dapat menjadi pelajaran bagi setiap
pembaca. Bahkan, dapat memperhatikan realita kehidupan saat ini mengenai harta dan
kekayaan.
kedua, kekayaan memiliki banyak sahabat (19:14), ketiga, didasarkan pada reputasi
seseorang (22:1). Subtopik dari ketiga bagian ini telah diperhatikan oleh penulis untuk
menjelaskan sisi-sisi penting terhadap keuntungan dari kekayaan. Lagi pula, ketiga amsal
ini telah mewakili dari beberapa amsal yang menjelaskan tentang keuntungan dari
kekayaan. Oleh sebab itu, bagian dari subtopik ini akan dijelaskan melalui beberapa
harta adalah “kekayaan yang akan mendatangkan kenyamanan” (10:15). Ayat ini akan
kemiskinan. Oleh sebab itu, keempat analisis (analisis terjemahan, konteks, struktur dan
pelengkap retoris) yang akan dipakai oleh penulis diharapkan dapat menemukan prinsip-
prinsip dan kesimpulan mengenai keuntungan kekayaan dari sudut pandang Amsal 10:15.
77
tT;Þxim. AZ=[u ty:år>qi ryvi['â !Ahå 15 15. Harta seorang kaya adalah kota
Adapun 4 (empat) kata yang patut dibahas dalam catatan teks Amsal 10:15.
Pertama, kata sifat ryvi['â “±¹shîr” dapat diartikan sebagai “harta, kekayaan ataupun
seorang kaya.”104 Penulis lebih memilih untuk menerjemahkan kata ini sebagai “seorang
yang kaya.” Lagi pula, beberapa versi terjemahan dari KJV, NAS dan RSV memberikan
arti bahwa kata sifat ryvi['â “±¹shîr” dapat diterjemahkan sebagai “seorang kaya.” Kata
ini biasanya menjelaskan tentang status sosial seseorang yang berdasarkan pada
mengumpulkan harta, sehingga orang tersebut dapat merasakan kenyamanan oleh karena
hartanya. Tidak lepas dari pemakaian kata benda !Ahâ “hôn” dari ayat 15, kata benda
tersebut telah dijelaskan oleh penulis (lih. Hal. 64), bahwa seseorang dapat memenuhi,
mengatur dan mengelola kebutuhan hidupnya dengan beberapa cara atau tindakan yang
berkenan (seperti:bekerja keras, tekun dan jujur). Oleh sebab itu, seseorang yang kaya
secara tidak langsung telah memperlihatkan status sosialnya di hadapan banyak orang.
Hal ini tidak lepas dari setiap cara, tindakan dan pengelolaannya terhadap harta.
104
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
105
Makna ini dapat diperhatikan dalam Amsal 14:20; 18:11, 23; 22:2, 7, 16; 28:6, 11. Lih.
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 14.
78
Kedua, penulis memperhatikan frase AZ=[u ty:år>qi “qiryât ±§zo” yang diartikan
sebagai “kota bentengnya.”106 Pemakaian frase ini dalam Amsal 10:15 dapat merujuk
kepada “tempat yang aman.”107 Tidak lepas dari frase sebelumnya mengenai “harta
seorang kaya,” tampaknya frase AZ=[u ty:år>qi “qiryât ±§zo” memaparkan suatu arti bahwa
harta/kekayaan dapat mendatangkan suatu keamanan bagi pemiliknya. Hal ini juga
dijelaskan oleh Allen P. Ross, bahwa keamanan selalu datang seiring seseorang
penduduknya dari semua kesulitan. Kekayaan telah menjadi jaminan bagi seseorang
untuk menghadapi suatu situasi yang begitu sukar.108 Oleh sebab itu, ayat 15a
masing orang, sehingga orang tersebut dapat memenuhi setiap kebutuhannya dengan
baik.
kebinasaan dan kejatuhan.”109 Pada ayat 15b, kata ini lebih tepat untuk diterjemahkan
sebagai “kehancuran.” Kehancuran dipandang sebagai akibat dari apa yang diperoleh dari
orang miskin. Kata benda tersebut telah merujuk kepada ayat sebelumnya dari frase ayat
15a yaitu “kota bentengnya,” karena kehancuran dipahami oleh penulis Amsal sebagai
reruntuhan dari benteng kota.110 Oleh sebab itu, kata tT;Þxmi . “m®µittât” memberikan
106
Owens, Analytical Key to the Old Testament, 555.
107
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
108
Longman III, David E. Garland, peny. Allen P. Ross, The Expositors Bible Commentary-
Volume 6: Proverbs-Isaiah, 114. Penjelasan yang sama juga dipaparkan oleh C. F. Keil. Lih. Keil, F.
Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
109
Holladay, A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament, 191.
110
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 519.
79
penjelasan bahwa orang yang miskin tidak dapat menaruh dasar kenyamanannya kepada
perlindungan yang dapat disandari, sehingga bila ada bahaya dan kesulitan, orang ini
Pada bagian terakhir, kata benda ~v'(yrE “rêsh¹m” memiliki arti secara
harafiah sebagai “kemiskinan.”112 Akar dari kata benda ini sebenarnya merujuk kepada
situasi seseorang yang berada pada status sosial rendah dalam kehidupan masyarakat. 113
Seperti pada kata sebelumnya, kemiskinan mendatangkan suatu kehancuran dalam diri
seseorang. Entah pada situasi yang sulit ataupun keputusasaan seseorang yang
mengakibatkan orang tersebut tidak mampu untuk mencukupi dirinya. Menurut C. F. Keil
mengenai ayat ini, kemiskinan merupakan salah satu faktor bagi seseorang yang
seseorang tidak mampu bersandar pada kehidupannya, karena orang itu sudah terseret
dengan sifat-sifat kejahatannya.114 Oleh sebab itu, penulis Amsal menekankan bahwa
orang miskin adalah kaum dengan status sosial yang rendah, karena orang itu tidak
mampu untuk mencukupi dirinya dengan harta yang telah diperoleh. Banyak faktor
seseorang dapat menjadi miskin, entah pada pengelolaan harta yang salah, unsur
111
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 59.
Diambil dari kata dasar vyrI “rîsh”, akhiran 3 maskulin tunggal. Kata dasar ini hanya ada
112
di dalam Kitab Amsal dan hanya terdapat sebanyak 32 kali. TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright ©
2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
113
Ibid.
114
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
80
Analisis Konteks
dan jauh. Sebelum menganalisa pada masing-masing konteks, perlu diketahui bahwa
Amsal 10:15 merupakan hasil observasi dari raja Salomo terhadap suatu realita yang
umumnya telah terjadi. Dalam hal ini, kehidupan orang kaya dan orang miskin adalah
suatu realita dari status sosial kehidupan masyarakat Israel kuno.115 Seperti pada analisis
sebelumnya, orang kaya akan mendasarkan segala sesuatu pada kekayaannya, tetapi
orang miskin akan mengalami kesusahan, oleh karena kemiskinannya. Namun, tidak
berarti bahwa orang kaya harus dijunjung tinggi dan orang miskin harus direndahkan.
Ada beberapa prinsip yang mempengaruhi hal tersebut. Oleh sebab itu, penulis patut
Secara konteks dekat, Amsal 10:15 memiliki hubungan dengan ayat yang
keenam belas. Walaupun secara realita orang kaya dan miskin telah dijelaskan dari ayat
kelima belas, namun ayat keenam belas telah memberikan pandangannya terhadap
bahwa uang dapat memberikan suatu ukuran perlindungan bagi seseorang, jika dapat
mengelola harta itu secara benar. Apabila dikelola dengan cara yang jahat, maka akan
konteks ini, memang benar bahwa salah satu keuntungan dari kekayaan adalah
mendatangkan kenyamanan. Lagi pula, ada prinsip-prinsip moral yang ditekankan oleh
penulis Amsal supaya kekayaan harus dikelola secara baik dan benar. Oleh sebab itu,
115
J.L Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs (Macon: Mercer University
Press, 1995), 396.
116
Garrett, The New American Commentary:An Exegetical and Theological Exposition of
Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs, 93.
117
Ibid.
81
Ayat 15 merupakan penekanan dari hasil dan manfaat kekayaan bagi seseorang yang
dapat mengelola hartanya secara benar, tetapi ayat ini juga menjelaskan masalah
mengenai orang yang jatuh dalam kemiskinan, karena sifat kejahatannya yang membuat
Pada konteks jauh, beberapa ayat dalam kitab Amsal telah menjelaskan
bagian-bagian mengenai keuntungan terhadap harta, seperti: Amsal 13:8a; 18:1, 23;
22:7.118 Kekayaan dapat dipakai sebagai alat tebusan untuk menghindari ancaman dan
kesulitan dalam dirinya (Ams.13:8a). Bahkan melalui kekayaannya, orang kaya dapat
menguasai orang miskin (Ams. 18:23 ;22:7). Dengan kata lain, orang kaya sebagai
penguasa sedangkan orang miskin sebagai yang dikuasai.119 Hal ini dapat diperhatikan,
ketika orang kaya dan orang miskin sama-sama memiliki kepentingan kepada salah satu
pihak. Setidaknya, Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor pertama,
ada kecenderungan bahwa orang miskin membutuhkan orang kaya untuk dipekerjakan
untuk bekerja, sehingga dapat memenuhi setiap kebutuhan hidupnya. Sedangkan faktor
kedua, orang kaya juga diajarkan oleh penulis Amsal untuk memberikan belas kasihan
118
R. E. Harlow, Proverbs: The King’s Wisdom (Scarborough: Everyday Publications, 1984),
112.
119
Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs, 400.
120
Kesulitan orang miskin dalam urusan yang bersifat ekonomis dikemukakan dalam Amsal
22:7b, “dan yang berhutang menjadi budak yang menghutangi.” kata “menjadi bujak” dalam ayat ini
menjadi symbol ketertekanan orang miskin karena adanya utang. Akan tetapi, bisa jadi benar-benar orang
miskin ini harus menjadi budak karena tidak mampu membayar utang (Kel. 21:2-7). Menurut aturan yang
berlaku dalam kehidupan Israel kuno, seseorang boleh menjual dirinya dan keluarganya untuk membayar
utangnya. Whybray juga menduga bahwa budak yang dimaksud adalah budak keluarga dan budak istana,
karena kata “budak” yang dipergunakan berbentuk kata benda tunggal dan dalam keluarga budak hanya
seorang budak yang dipekerjakan. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 42-43.
82
Dari kedua paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kekayaan dapat
membawa seseorang untuk merasa nyaman dalam kehidupannya. Orang kaya dapat
melakukan banyak hal, terlebih menunjukan kemurahan hatinya untuk membantu orang-
orang yang lemah. Hal inilah yang diamati oleh penulis Amsal terhadap suatu realita
yang terjadi pada masyarakat, orang kaya dan miskin sama-sama saling membutuhkan
Analisis Struktur
Amsal 10:15 menampilkan pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich
B memiliki bentuk paralelisme antitesis (kontras).122 Walaupun ayat ini tidak memakai
konjungsi (kata penghubung) seperti w> “w® “,Aaå “°ô “, dan lain-lain, tetapi Stich A dan
Stich B telah menunjukkan pernyataan yang kontras antara status sosial orang kaya dan
orang miskin. Amsal 10:15 juga membentuk suatu chiasme yang memiliki hubungan
antar frase dengan memakai model a-a’-b’-b.123 Selain itu, amsal ini memiliki bentuk
kiasme secara juxtaposition (kesejajaran), artinya kedua baris puisi menempatkan secara
bersama-sama antara kedua oknum atau kata benda dalam satu kalimat, tanpa memiliki
satupun kata kerja.124 Dengan kata lain, keselarasan dari ayat 15 menempatkan secara
bersama-sama antara kedua kata benda antara Stich A: “harta seorang kaya-kota
121
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 519.
122
Keil, F. Delitzsch, Biblical Commentary on the Old Testament, 219.
123
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
124
Murphy, The Wisdom Literature, 65.
83
tanpa memiliki satu kata kerja. Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih
a a’
(Tetapi)
b’ b
Dari paparan paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frase a-b
merupakan bagian yang kontras dengan mempertunjukkan kedua status sosial antara
orang kaya dan miskin. Penulis Amsal tampaknya memperlihatkan keberadaan sosial
yang secara berbeda dengan menguntungkan orang yang kaya dibandingkan orang
miskin, karena mengalami kehancuran, kesulitan ataupun kegagalan. Sedangkan, frase a’-
b’ merupakan penilaian/evaluasi dari penulis Amsal terhadap status sosial orang kaya dan
orang miskin. Dalam hal ini, penulis Amsal memakai frase “kota bentengnya” untuk
menilai orang kaya sebagai salah satu kelompok sosial yang mampu mencukupi setiap
miskin” untuk menilai orang miskin sebagai kelompok sosial yang sangat sulit dan sukar
Amsal untuk memberikan maksud yang lebih jelas kepada pembacanya. Oleh sebab itu,
84
amsal ini akan menggunakan salah satu tipe model perkataan, yaitu item-evaluasi.125
Tabel di bawah akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai tipe perkataan
tersebut.
Analisis Retoris
Lebih khusus, Amsal ini menggunakan kiasan secara Metafora.126 Kiasan ini dapat
diartikan sebagai gambaran, suatu perbandingan implisit antara dua hal yang sifatnya
tidak sama tetapi memiliki suatu aspek yang sama.127 Perlu diperhatikan bahwa amsal
10:15 menggunakan bahasa Ibrani yang tidak memiliki satupun kata kerja substantif atau
copula, berbeda dengan bahasa Yunani dan bahasa Inggris. Metafora harus diamati dalam
kaitannya terhadap kecirikhasan tata bahasa yang dipakai dalam bahasa Ibrani.128 Oleh
karena itu, terjemahan dari AV dan RV selalu memberikan huruf miring (italic) terhadap
Dari paragraf di atas, maka Amsal 10:15a “Harta seorang kaya adalah kota
bentengnya” merupakan metafora yang membandingkan antara frase “harta dari seorang
125
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
126
Bullinger, Figures of Speech Used In the Bible, 735.
127
Ibid, 736.
128
Hal ini dapat diperhatikan beberapa ayat dalam perjanjian lama yang memakai kiasan
metafora dan tidak mempunyai kata kerja, seperti: Maz. 23:1 “Tuhan adalah Gembalaku,” Maz. 84:12
“sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai,” dan lain-lain. Ibid. 736-738.
85
kaya” dan “kota bentengnya.” Frase “kota bentengnya” menyampaikan gambaran lain
dari aspek keamanan dan kenyaman terhadap harta. Tampaknya, metafora dari frase
“kota bentengnya” memberikan informasi bahwa harta dari orang yang kaya dapat
memberikan rasa aman dan nyaman. Kekayaan bagaikan kota berbenteng tebal dan kuat,
yang dapat menghadirkan suatu perlindungan dari semua bahaya apapun dan jaminan
Kesimpulan
Semua analisis telah dipaparkan oleh penulis untuk menjelaskan maksud dari
terhadap ayat ini menegaskan bahwa kekayaan dapat memberikan perlindungan dan
keselamatan, sementara kemiskinan dapat membawa kehancuran. Dalam ayat ini, Penulis
Amsal hanya menampilkan suatu realita yang umumnya terjadi pada masyarakat terhadap
status sosial orang kaya dan miskin. Menurut penulis, orang kaya akan mendapatkan
keuntungan besar oleh karena hartanya. Kekayaan dapat memberikan rasa cukup dan
mengelola harta, supaya memperlihatkan manfaat dan hasil dari kekayaan. Pembelajaran
ini dapat mengarahkan seseorang kepada tujuan (intention) dalam mengelola harta.
Tujuan orang bijak dalam mengelola harta dapat menghindari dan kesusahan yang selalu
129
David Atkinson, The Message of Proverbs (Leicester: Inter-Varsity Press, 1996), 132.
86
Amsal 19:4 merupakan salah satu teks yang berisi tentang peringatan terhadap
kekayaan dan kemiskinan. Dalam hal ini, penulis lebih menekankan kepada salah satu
keuntungan terhadap harta, yaitu “memiliki banyak sahabat.” Pembentukan karakter ini
menemukan beberapa pola dari pembentukan karakter terhadap harta. Pada paparan ini,
penulis tidak akan memakai semua analisis untuk mengeksegesis Amsal 19:4. Namun,
hanya memakai analisis terjemahan, konteks dan struktur dalam menggali teks ini.
Analisis terjemahan dari Amsal 19:4 akan dijelaskan melalui 2 (dua) catatan
teks. Pertama, kata kerja @ysiyOâ “yôsîf “ memiliki arti sebagai “ menambah,
menaikkan.”130 Kata kerja ini menjelaskan bahwa kekayaan akan membawa banyak
sahabat. Kekayaan yang diperoleh dengan cara pengaturan, pemenuhan dan pengelolaan
yang benar (seperti:bekerja keras, tekun dan jujur) tidak akan merepotkan orang lain,
karena seseorang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.131 Melalui hartanya, orang kaya
mampu memberikan pertolongan kepada siapa saja, sehingga banyak orang akan
130
Diambil dari kata kerja dasar @s;y" “y¹sap,” hifil, imperfek, 3 Maskulin Tunggal. Owens,
Analytical Key to the Old Testament, 571.
Kata benda !Ahª “hôn “ memberikan arti dasar tentang kuantitas (jumlah) suatu benda yang
131
diperlakukan secara cukup kepada setiap “harta”ataupun “kekayaan, sehingga seseorang akan
memperlakukan hartanya secara wajar. TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC
Version 9.0.
87
mendekatinya dan bersedia bersahabat dengannya. Tampaknya hal ini merupakan suatu
fakta yang terjadi antara orang kaya dan orang miskin dalam masyarakat Israel kuno.132
Kedua, kata kerja drE(P'yI “yip¹rêd “ secara literal dapat diartikan sebagai
diperhatikan juga bahwa kata benda Wh[rEî “r¢±¢hû ” (yang diartikan sebagai “sahabatnya
ataupun tetangganya”) memberikan suatu penekanan bahwa orang miskin dijauhkan oleh
para sahabat dan tetangganya.134 Penulis Amsal menggambarkan suatu peristiwa kepada
orang miskin yang tidak diakui, tidak dipandang, bahkan dianggap menyusahkan banyak
orang, oleh karena ia mempunyai sedikit harta dan tidak mampu memberikan pertolongan
pada komunitasnya.135
Penulis memperhatikan dari analisis ini bahwa harta menjadi tolak ukur
seseorang untuk berkawan dengan orang lainya. Banyak Orang akan berduyun-duyun
datang kepada seseorang, karena ia memiliki harta yang banyak. Sedangkan orang miskin
akan dihindari oleh banyak orang, karena ia tidak mampu menyenangkan sahabat-
sahabatnya. Kekayaan memang dipandang memiliki nilai positif oleh kebanyakan orang,
132
Crenshaw, Poverty and Punishment in the Book of Proverbs, 401.
Dari kata kerja dasar dr;P, Nifal, Imperfek 3 maskulin Tunggal. Holladay, A Concise
133
Analisis Konteks
Pada pemaparan analisis ini, penulis akan membahas dalam kedua bagian
yaitu analisis konteks dekat dan konteks jauh. Pada bagian pertama, konteks dekat Amsal
19:4 memberikan rujukan yang diulangi kembali pada ayat 6 dan 7 dari pasal 19.136
Amsal 19:4a memaparkan bahwa “kekayaan akan menambah banyak sahabat.” Hal ini
tidak lepas dari ayat 6 (keenam) yang mengajarkan bahwa banyak orang mengambil hati
dan bersahabat dengan orang dermawan. Kendati demikian, maksud dari ayat 6 merujuk
kepada karakter seseorang yang mudah untuk memberi sesuatu (perhatikan bahwa kata
“orang dermawan” dalam ayat 6a diletakkan dalam posisi sintesis dengan kata “si
pemberi pada ayat 6b).137 Karakter seperti ini memudahkan orang lain untuk bersahabat
terhadap bahayanya kekayaan dan kemunafikan terhadap persahabatan. Kedua ayat ini
(ay.4a dan ay.6), mengajarkan bahwa sahabat dari orang kaya belum tentu adalah sahabat
yang sejati, walaupun orang kaya ini memiliki karakter yang baik, mudah untuk memberi
kepada siapa saja, tetapi ia mendapat sahabat yang bukan sungguh-sungguh sahabat.
Dengan kata lain, orang kaya menjadi korban atas kekayaannya, karena ia tidak akan
Dari sisi yang lain, ayat 4b memiliki hubungan secara konteks dengan ayat 7
sahabatnya.” Kesinambungan antara kedua ayat ini mencerminkan bahwa orang miskin
136
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 188-189.
137
R. N. Whybray, The New Century Bible Commentary-Proverbs (Grand Rapids: Wm. B.
Eerdmans, 1992), 277.
138
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 649.
89
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan membenci pada ayat ketujuh adalah rasa tidak
senang karena memiliki saudara yang harus dibantu.139 Walaupun, ikatan darah yang
begitu kuat, saudara-saudaranya tetap dapat mengontrol perasaan itu.140 Terlebih lagi para
sahabat-sahabatnya, orang miskin akan dijauhinya dan tidak akan dihiraukan lagi.
Menurut Tremper Longman, ada kemungkinan bahwa orang miskin tidak disukai oleh
banyak orang oleh karena ia terlalu sering meminta pertolongan, sehingga dianggap
sekalipun, tidak juga mengubah sikap dari para sahabat-sahabatnya untuk membantunya
(ay7c).
mendapatkan beberapa pelajaran praktis dari analisis konteks. Pada pemaparan ini,
sebaiknya orang-orang miskin tidak boleh mempermalukan dirinya atau orang lain
dengan selalu meminta pinjaman atau minta pertolongan, karena ia akan merepotkan
terhadap orang lain. Sebaliknya orang-orang yang kaya tidak boleh masa bodoh terhadap
yang miskin.
Peristiwa dalam ayat 4 adalah pernyataan dari suatu realita yang tidak baik
dan tidak terpuji bagi kehidupan seseorang yang hidup di tengah-tengah kehidupan
masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan kerugian di antara kedua pihak, baik orang kaya
yang memiliki banyak sahabat di sekelilingnya, dan orang miskin dijauhkan oleh sahabat-
139
Menurut Mckane, peahaman ini cocok karena dipasangkan dengan kalimat amsal pada ayat
7b, yang berisi peringatan mengenai sikap para sahabat terhadap orang miskin, kalau saudara sedarah saja
memiliki perasaan tidak suka atau benci terhadapnya, apalagi para sahabat (mereka akan menjauh darinya).
W. McKane, Proverbs- A New Approach (London: SCM Press, 1970), 527.
140
Ibid.
141
Longman III, Baker Commentary on the Old Testament Wisdom and Psalm-Proverbs, 278.
90
masing.
dengan Amsal 14:20.143 Pada ayat 20 secara jelas menyatakan bahwa, “juga oleh
temannya orang miskin itu dibenci, tetapi sahabat orang kaya itu banyak.” Dalam hal ini,
orang miskin tidak mempunyai sahabat. Sahabat yang diharapkan mengasihinya justru
membenci dirinya. Orang miskin dibenci oleh sesamanya, bahkan oleh orang kaya
sekalipun. Status sosial ekonomi telah membagi masyarakat menjadi dua golongan, yaitu
golongan miskin yang dibenci dan direndahkan oleh golongan kaya.144 Tetapi, orang
yang kaya dicintai oleh banyak orang (14:20b), baik yang miskin maupun yang kaya.
Berbeda dengan orang miskin, orang yang kaya mempunyai banyak sahabat. Bahkan
menurut Sinulingga, orang miskin akan mengambil hati kepada orang kaya, sedangkan
orang kaya akan bergaul sesama orang kaya.145 Namun, sama seperti yang dijelaskan
pada Amsal 19:4, baik sahabat dari orang miskin dan orang kaya, keduanya sebenarnya
bukan sahabat sejati, kerena kedua kelompok ini bukan mengasihi orang yang kaya ini,
melainkan oleh hartanya. Oleh sebab itu, karakter dari pembaca akan dibentuk jika ia
menyadari terhadap suatu realita yang terjadi dalam masyarakat. Amsal ini akan melatih
seseorang untuk mengantisipasi setiap konsekuensi dari karakter seseorang yang baik,
karena karakter yang baik akan menghasilkan pola tindakan yang rajin dan tekun.
142
Alter, The Wisdom books, 337.
143
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 142.
144
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 178.
145
Ibid.
91
Sebagai dampaknya, orang tersebut akan memperoleh kekayaan, sehingga ia kaya dalam
persahabatannya.
realita sosial yang tidak baik dalam kehidupan masyarakat. Kekayaan seseorang
Oleh karena itu, Amsal 19:4 merupakan salah satu amsal yang mengajarkan kepada
Analisis Struktur
beberapa ayat saja yang memakai paralelisme antitesis. Dalam hal ini, Amsal 19:4
memakai pola dua baris (distich), dimana Stich A dan Stich B memaparkan paralelisme
secara antitesis (kontras).147 Selain itu, Amsal 19:4 memakai pola chiasme yang
memiliki hubungan antar frase, sehingga ayat ini dapat membentuk suatu model: a-a’-b-
b’.148 Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari paragraf ini.
Tetapi
146
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 302.
147
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 142.
148
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
92
“kekayaan akan menambah banyak sahabat” berbeda dengan Stich B yang memaparkan
menunjukan bahwa frase a-b memaparkan dua pokok karakter yang berkaitan antara
orang yang kaya dan miskin. Seperti pada analisis sebelumnya, orang yang kaya dapat
membantu kepada siapa saja (entah sesama orang kaya dan orang miskin), sehingga
banyak orang untuk mendekatinya dan bersedia menjadi sahabatnya (ay.9a). Namun,
kaya dan orang miskin. Dalam hal ini, penulis Amsal menekankan bahwa orang yang
(9:4a), walaupun tidak semua sahabat mengasihinya. Dari sisi yang lain, konsekuensi dari
orang yang miskin akan ditinggalkan oleh para sahabatnya (9:4b). Sahabat-sahabat akan
meninggalkan orang miskin ini, oleh karena ia tidak dapat memuaskan sahabat-
sahabatnya. Oleh sebab itu, Amsal ini bukan hanya memaparkan pada sisi fakta yang
bagi seseorang untuk tidak menjauhi orang-orang miskin dan tidak membina semua
bahwa Amsal 19:4 memakai model/tipe perkataan.149 Secara tidak langsung, maksud dari
149
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
93
dapat memaparkan suatu pola perkataan karakter-konsekuensi bagi ayat ini. Tabel di
Kesimpulan
Amsal 19: 4 adalah salah satu perkataan hikmat yang memberikan pengajaran
terhadap pelajaran moral dari ayat ini. Pertama, bahayanya menjalin persahabatan dengan
seseorang yang mempunyai niat/motivasi tidak benar. Dengan kata lain, semua analisa
terhadap teks ini mempertunjukkan bahwa kecintaan seseorang terhadap harta akan
membuat dirinya mau untuk bersahabat kepada orang-orang yang kaya. Kekayaan akan
membuat orang yang mampu dapat mengirimkan banyak bantuan dan segala perbuatan
mencintainya, dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu dari orang kaya tersebut.
ditinggalkan oleh sahabatnya. Realita ini dapat memperlihatkan betapa lemahnya cinta
manusia satu sama lainnya. Orang yang pada saat makmur akan dicintai dan dihormati,
jika orang tersebut jatuh miskin maka ia ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya, tidak
diakui, tidak dipedulihkan, dan dianggap menyusahkan. Bahkan orang yang dulunya
tetangga dan kenalannya akan memalingkan muka darinya. Jika seseorang memiliki hati
nurani untuk meringankan atau menolong orang-orang miskin tersebut, maka orang
(virtue) dari seseorang, Amsal 19:4 juga memberikan pembentukan karakter bagi
karakter suatu komunitas yang tidak merugikan antara orang kaya dan miskin, karena
pembelajaran yang lain adalah orang kaya (yang baik) akan membagikan kekayaannya
bagi orang lain, sehingga komunitasnya dalam kehidupan masyarakat juga akan
bertambah.
dengan “nama baik” dan “perkenanan orang lain.” Dengan kata lain, penulis Amsal juga
mementingkan reputasi seseorang daripada kekayaan itu sendiri. Reputasi atau nama baik
harta.
dan pelengkap retoris. Pada pembahasan ini, analisis konteks tidak diperlukan karena
pembahasan mengenai “reputasi atau nama baik seseorang” hanya dijelaskan satu-
satunya dalam Amsal 22:1.150 Oleh sebab itu, ayat ini merupakan salah satu kajian yang
penting untuk dibahas, supaya penulis dan pembaca dapat menemukan beberapa prinsip
150
Milller, Believers Church Bible Commentary: Proverbs, 172.
95
br"_ rv,[moå e ~veâ rx"åb.nI.1 1. Nama dipilih melebihi kekayaan besar, perkenanan
`bAj) !xEå bh'ªZm" iW÷ @s,K,îmi orang lebih baik daripada emas dan perak.
Pada pemaparan ini, penulis mempunyai 2 (dua) catatan teks yang patut untuk
dicermati secara saksama. Pertama, kata kerja rx"åb.nI “nibµar “ yang dapat diartikan
sebagai “dipilih atau diputuskan.”151 Penulis lebih mengusulkan kata Ibrani ini
diterjemahkan sebagai kata kerja “dipilih.”152 Tampaknya penulis Amsal memilih kata
“nama” sebagai penekanan bahwa kekayaan akan lebih bermakna jika seseorang
mempunyai reputasi yang baik. Hal ini dapat diperhatikan bahwa kehormatan pribadi
atau “nama baik” sangat ditekankan oleh orang Israel pada masa lampau untuk menjaga
kekerabatan dengan banyak orang.153 Bahkan lebih dari itu, menurut Matthew Henry,
“nama baik” akan selalu berhubungan dengan karakter-karakter baik seseorang yang
yang baik seseorang sangat ditekankan oleh penulis Amsal, walaupun tidak
Dari kata kerja dasar rx;B' “b¹µar “ nifal partisip maskulin tunggal. TWOT Lexicon,
151
mengesampingkan juga sifat bijak seseorang terhadap harta dengan “takut akan Tuhan,”
Kedua, kata benda !xEå “µ¢n “ dapat diterjemahkan sebagai “perkenanan atau
kebaikan hati.”155 Namun, kata benda ini lebih pantas diterjemahkan sebagai
“perkenanan.”156 Melalui gaya puisi yang dipakai dalam amsal ini, “nama baik” pada ayat
1a memiliki kesamaan dengan “perkenanan orang lain” dalam ayat 1b.157 Keduanya
merupakan hasil dari hikmat, seperti juga dengan emas, perak, permata dan kekayaan-
kekayaan lainya, tetapi semua kekayaan itu kurang penting bila dibandingkan dengan
Pengajaran tentang pentingnya nama baik dan perkenanan orang dalam ayat
kebudayaan orang Israel pada masa kuno). Dalam masyarakat sekarang ini, setiap orang
sangat mementingkan nama baik dan perkenanan orang lain. Memiliki keduanya
ditambah kekayaan tentulah sangat baik, tetapi apa gunanya memiliki kekayaan jika
Analisis Struktur
pola dua baris (distich), yaitu Stich A dan Stich B yang memiliki paralelisme secara
154
Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 33-34.
155
Owens, Analytical Key to the Old Testament, 579.
156
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 336.
157
Memang dalam ayat ini tidak disebutkan “nama yang baik.” LXX mencatumkan kata-kata
Yunani yang bermakna “nama yang baik” bagi kata nama dalam Teks Masoretik. Akan tetapi, dapat
dipahami bahwa nama yang dimaksudkan adalah “nama yang baik” bila ayat 1a dibandingkan dengan ayat
1b. “Nama” diletakkan secara sintesis dengan “perkenanan orang,” tentu saja orang yang memiliki nama
baik yang mendapatkan perkenanan orang lain. Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction
And Commentary, 694.
158
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 213.
97
kekayaan besar” merupakan gagasan utama yang diperjelas kembali oleh Stich B:
“perkenanan orang lebih baik daripada emas dan perak,” sehingga ayat ini memiliki satu
pengertian bahwa “kehormatan seseorang adalah lebih bernilai daripada semua harta
benda.” Selain itu, ayat ini juga membentuk suatu chiasme antar frase yang memiliki
suatu model, yaitu: a-b-a’-b’.160 Tabel di bawah ini akan memperjalas kembali analisis
a-a’ memiliki penekanan pada sifat/karakter bijak seseorang yang menjaga reputasi
baiknya dan perkenanan orang lain dalam suatu kelompok masyarakat. Tampaknya
pemahaman ini sangat mementingkan seseorang untuk menjaga nama baiknya, agar dapat
diterima pada suatu komunitas tertentu. Sebaliknya, frase b-b’ merupakan penilaian
(evaluasi) terhadap kekayaan yang masih lebih mementingkan nama baik seseorang.
Kekayaan tidak akan bernilai jika seseorang tidak menjaga nama baiknya di hadapan
komunitas tertentu. Oleh sebab itu, Amsal 22:1 merupakan kalimat hikmat yang memakai
159
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 389.
160
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
98
pola perkataan karakter-evaluasi.161 Hal ini dapat diperlihatkan dengan maksud dan
tujuan yang ditekankan oleh penulis Amsal mengenai “nama baik dan “perkenanan orang
lain” sebagai ajaran karakter dari Amsal 22:1. Tabel di bawah ini akan memberikan
Analisis Retoris
bahasa-bahasa kiasan. Hal ini dapat diperhatikan bahwa Amsal ini mempunyai bahasa
22:1 memakai kiasan secara Inclusio, yaitu kiasan yang diawali dan diakhiri dengan kata,
frase ataupun dengan klausa yang sama (serupa).163 Kiasan Inclusio dapat ditunjukkan
Pengembangan pikiran ini dijelaskan oleh penulis Amsal untuk menekankan tentang
reputasi seseorang dalam kehidupan sosial, sehingga pengajaran ini sangat mementingkan
nama baik ataupun kehormatan seseorang di hadapan banyak orang. Sebaliknya, ada
pengembangan pikiran melalui Amsal 22:1 antara “kekayaan besar” dan “emas dan
perak.” Kedua bagian ini menjelaskan hal yang sama mengenai kekayaan atau harta yang
161
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
162
Amplifikasi dapat diartikan sebagai pengembangan berupa uraian, penjelasan atau
penggunaan banyak kata oleh pembaca kemudian masuk ke dalam salinan berikutnya. Bakir, Sigit
Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 28.
163
Stuart, Eksegese Perjanjian Lama, 36.
99
besar. Bahkan menurut penulis, Amsal ini juga memakai bahasa kiasan yang
berhubungan dengan penggantian, yaitu metonomia subjek.164 Hal ini dapat diperhatikan
bahwa kata “emas dan perak” dalam ayat 1b merupakan kata benda yang disebutkan
sebagai penggantian bagi yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, “emas dan
perak” yang dimaksud disini mengandung arti sebagai “daya tarik seseorang terhadap
kekayaan.”165 Oleh sebab itu, pengajaran terhadap amsal ini sangat mementingkan
seseorang untuk menjaga nama baiknya sebagai orang yang dihormati oleh sahabat-
sahabatnya atau lingkungannya. Walaupun kekayaan memiliki daya tarik bagi orang-
orang di sekelilingnya (Ams. 19:4), namun jika orang tersebut tidak diterima oleh
lingkungan sosialnya karena reputasinya yang tidak baik, maka kekayaannya tidak
Kesimpulan
analisis di atas, nama baik seseorang akan selalu berhubungan dengan hal-hal yang baik
Seseorang harus lebih berhati-hati ketika melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan
nama baiknya dan mempertahankan nama baik tersebut, daripada melakukan hal-hal
164
Metonimia subjek: subjek atau kata benda yang disebutkan sebagai penggantian bagi
atribut atau sisipannya, yaitu tempat atau yang mengandungnya disebutkan untuk menggantikan apa yang
ada di dalamnya. Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian Lama, Sem. II, 2015.
165
Di dunia kuno, harta benda berbicara tentang kekayaan, pengakumulasian barang-barang
bernilai oleh seseorang. Sebagai contoh, Raja Hizkia memamerkan apa yang dimilikinya di dalam rumah
perbendaharaannya: emas, perak, rempah, minyak berharga dan harta lainnya (2 Raj. 20:13; Yes. 39:2).
Penggunaan harta benda untuk menunjukkan kekayaan jasmanaiah adalah hal yang lazim dan ekstensif
(mis. Kej. 43:23; 1 Taw. 29:3; Ams. 15:16; Pkh. 2:8). Leland Ryken, James C. Wilhoit, Tremper Longman
III, Kamus Gambaran Alkitab (Surabaya: Momentum, 2011), 278, 347. Lih. W. Stuart Owen, P.A. Grist,
R. Dowling, Kamus Lambang dan Kiasan Dalam Alkitab (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2014), 64.
100
kesempatan yang lebih besar untuk berbuat baik. Dengan memiliki nama baik, seseorang
dapat mendorong dan mempengaruhi orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Oleh sebab
itu, ajaran Amsal 22:1 memberikan peran dalam membentuk komunitas masyarakat
(shaping community). Nama baik dan perkenanan orang lain akan menghasilkan
memberikan pola perilaku masyarakat yang saling bergotong-royong antara satu orang
dengan orang yang lain. Dengan kata lain, kelompok masyarakat akan mengamati
karakter dan tindakannya, sehingga respon yang positif akan menghasilkan reputasi yang
baik bagi diri seseorang. Evaluasi positif ini akan memberikan timbal balik kepada diri
Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari peran Allah bagi setiap
kehidupan manusia. Menurut Craig L. Bromberg, segala sesuatu yang telah diperoleh
dalam kehidupan manusia, seperti: harta dan sumber daya alam merupakan pemberian
cuma-cuma daripada Tuhan.166 Dalam hal ini, ada 3 (tiga) aspek mengenai peran Allah
terhadap harta. Pertama, harta harus didasarkan kepada kebenaran dan hikmat (10:22).
Kedua, takut akan Tuhan (15:16) dan ketiga, orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan
166
Craig L. Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 39.
101
setiap analisis akan selalu digunakan untuk memperoleh arti dan tujuan teks bagi setiap
pembacanya.
Amsal 10:22 merupakan kalimat hikmat yang berisi tentang peringatan bagi
orang-orang pemalas. Ayat ini juga menekankan pentingnya seseorang untuk tidak
menaruh perhatiannya kepada kekayaan Dunia. Pengajaran terhadap Amsal 10:22 akan
memberikan suatu paradigma yang baik dalam membentuk karakter seseorang terhadap
harta. Pada analisis ini penulis hanya memakai 3 (tiga) analisis (analisis terjemahan,
harta yang didasarkan pada berkat Tuhan. Sedangkan, Analisis pelengkap retoris tidak
menambahinya.
Ada 2 (dua) catatan teks yang patut dibahas dalam analisis ini. Pertama, frase
hw"hy>â tK;är>Bi “bir®k¹t YHWH” dapat diartikan sebagai “berkat Tuhan.”167 Bahasa Ibrani
dari frase “berkat Tuhan” memberikan makna bahwa Tuhan sebagai satu-satu-satunya
sumber berkat.168 Dalam ayat 22a, salah satu sumber berkat yang diberikan Tuhan kepada
167
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
Kata hk'r'B. “b®r¢kâ” ditulis dalam Perjanjian Lama sebanyak 67 kali. Peran Tuhan dalam
168
Perjanjian Lama dapat mengontrol kutuk dan berkat. KehadiranNya dapat menganugerahkan berkat, dan
hanya dalam namaNya, seseorang dapat memberikan berkat. Memang, kata hw"hy>â “YHWH” adalah nama
102
seseorang secara cuma-cuma adalah kekayaan. Hal ini tidak lepas dari kata kerja ryvi_[]t
“ta±ashîr” yang diartikan sebagai kata “menjadikan kaya, membuatnya kaya.169 Seperti
pada analisis terjemahan dari Amsal 10:4 (lih. halaman 53), kata kerja ini mengandung
arti bahwa kekayaan dapat diperoleh melalui setiap proses dari suatu sifat
ayat 22a memberikan arti bahwa ketekunan seseorang yang menghasilkan kekayaan tidak
lepas dari peran/pimpinan Tuhan. Oleh karena itu, kekayaan adalah berkat Tuhan yang
diperoleh melalui setiap cara-cara yang benar (seperti: tekun, rajin, dan lain-lain).
Kedua, kata benda bc,[, “±eƒeb” dapat diterjemahkan sebagai “dukacita, kerja
keras dan persoalan.”170 Namun, pada terjemahan ini penulis lebih memilih untuk
mengartikan kata Ibrnai bc,[, “±eƒeb” sebagai kata “kerja keras.”171 Kata “kerja keras”
(dengan nuansa bekerja/berjuang untuk mengatasi halangan) sangat tepat untuk dipakai
dalam terjemahan pada ayat ini, karena memiliki kekontrasan antara maksud dari ayat
22a tentang berkat Tuhan sebagai peranNya dan peran manusia yang sangat terbatas.
Penulis Amsal menganggap bahwa karakter dari seseorang yang bekerja keras “tidak
akan menambahinya.” Hal ini dapat diperhatikan dari frase HM'([i @sIßAy-al{) “lœ°- yôsef
yang memberikan pemilikan atas janji-janjiNya dan inti dari semua berkat-berkatNya bagi orang-orang
percaya. Ibid.
Dari kata kerja rv;[' “±¹shar“ hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Brown, Hebrew
169
±imm¹ “ yang diartikan sebagai “tidak akan menambahinya.”172 Kata benda HM'([I
“±imm¹ “ yang diterjemahkan sebagai “dengannya” merujuk kepada salah satu frase dari
ayat 22a yaitu “berkat Tuhan.”173 Hal inilah yang ditekankan oleh penulis Amsal bahwa
kerja keras tidak akan menambahi suatu nilai yang tinggi bagi seseorang dibandingkan
dengan pemberian berkat Tuhan itu sendiri.174 Bukan berarti ayat 22 bertentangan dengan
amsal-amsal lain yang menekankan sifat kerja keras, ketekunan, sifat rajin ataupun sifat-
sifat lainnya, tetapi amsal ini mengajarkan kepada pembacanya bahwa kekayaan berasal
Analisis Konteks
sebelum maupun sesudahnya.175 Jika memperhatikan secara garis besarnya, maka Amsal
10:22 merupakan salah satu ayat yang berdiri sendiri. Kendati demikian, kesinambungan
terhadap ayat ini dapat diperhatikan melalui Amsal 10:6a yang mengajarkan tentang
“berkat bagi orang benar.” Amsal ini mengajarkan bahwa kehidupan/cara yang benar
akan mendatangkan berkat. Berkat merupakan sumber dari Allah sendiri, sehingga Ia
Dari sisi yang sama, kesinambungan terhadap ayat 22 juga memaparkan bahwa kekayaan
Dari kata kerja @s;y" “y¹sap” hifil imperfek orang 3 maskulin tunggal. Holladay, A Concise
172
tidak lepas dari cara kerja keras seseorang, tetapi kerja keras ini merupakan cara bekerja
yang benar dan diberkati Tuhan. Hal ini tidak lepas dari pimpinan Tuhan, baik dalam cara
bekerja maupun di dalam hasil bekerja. Oleh sebab itu, Tuhan tetap bertanggungjawab
seseorang hanya bersumber kepada Allah sendiri. Usaha manusia bukan sebagai faktor
Analisis Struktur
Pada analisis ini, Amsal 10:22 memakai pola dua baris (distich) yang terdiri
dari Stich A dan Stich B. Kedua baris ini membentuk suatu paralelisme secara antitesis
(berlawanan).177 Selain itu, Amsal ini membentuk suatu chiasme antar frase yang
membentuk suatu model: a-a’-b-b’.178 Tabel di bawah ini akan memperjelas maksud dari
Tetapi
“Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya”, berbeda dengan Stich B yang menjelaskan
tentang “kerja keras tidak akan manambahinya.” Dalam analisis Strukur, kekontrasan
antar frase dapat dijumpai pada frase a-b. Kedua frase ini mempertunjukkan kedua
177
Ibid, 65.
178
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
105
tindakan yang berbeda antara peran Allah yang memberikan berkat dan peran manusia
yang melakukan kerja keras. Kedua tindakan ini adalah benar, tetapi penekanan penulis
Amsal mengenai ayat ini lebih mementingkan peran Allah yang memberikan berkatNya,
daripada seseorang yang hanya melakukan suatu tindakan dengan kerja kerasnya sendiri.
Hal tersebut lebih didukung kembali pada frase a’-b’, dimana konsekuensi dari
pemberian berkat Tuhan bagi seseorang adalah menjadikannya kaya, tetapi kerja keras
seseorang dalam mengelola harta tidak lepas dari peran Tuhan, karena frase b’
“menambahinya” merujuk kembali kepada “berkat Tuhan” itu sendiri. Analisis ini tidak
memperlihatkan bahwa kerja keras tidaklah berarti, namun selalu mengingatkan adanya
keterbatasan seseorang di dalam bekerja. Cara seseorang dalam bekerja keras tidak lepas
dari peran Tuhan yang mendatangkan berkat, sehingga orang tersebut menjadi kaya.
sebagai suatu cara memberkati seseorang dengan kekayaan, walaupun tidak berarti
penulis Amsal memaparkan suatu gaya penulisannya untuk memberikan maksud dan
tujuan pada amsal itu sendiri, sehingga Amsal 10:22 membentuk suatu pola perkataan
tindakan-konsekuensi.179 Tabel di bawah ini akan memberikan maksud yang lebih lanjut.
179
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
106
Kesimpulan
didasarkan pada berkat Tuhan. Berkat Tuhanlah yang menjadikan seseorang kaya,
pekerjaan. Susah payah (kerja keras) di dalam pekerjaan tidak ditambahkan oleh Tuhan
sebagai suatu penderitaan, melainkan anugerah Tuhan yang memberikan kekayaan dan
Jika memperhatikan setiap analisis ini, maka kekayaan tidak didasarkan pada
dorongan seseorang untuk mengejar suatu ambisi (nafsu), ataupun motivasi pribadinya.
Memang benar, pembentukan karakter dalam mengelola harta harus didasarkan pada sifat
tekun/rajinnya seseorang, tetapi segala sesuatu yang telah dicapainya harus disadari
sebagai berkat dan kasih karunia dari Tuhan itu sendiri. Oleh sebab itu, pengajaran
terhadap Amsal 10: 22 akan mengarahkan seseorang untuk menanggapi bahwa setiap
tujuan (intention) bagi kehidupannya. Dalam ayat ini, usaha manusia tidak menentukan
suatu hasil, melainkan Allah sendirilah yang menentukan hasilnya (melalui berkat-
berkatNya). Pembentukan karakter terhadap ayat ini akan membiasakan diri seseorang
untuk memandang Allah sebagai Theos-sentris, dimana Allah sendiri sebagai pusat
pentingnya seseorang untuk “takut akan Tuhan.” Takut akan Tuhan adalah tema besar
dari kitab Amsal.180 Sifat dasar dari hikmat menurut sudut pandang penulis Amsal dapat
pengetahuan.” Artinya bahwa ciri dasar hikmat memiliki sifat secara teologi, sehingga
Allah.181 Oleh sebab itu, hubungan ini dapat menumbuhkan pengetahuan moral serta
kemampuan untuk menilai dengan benar, terlebih kepada sikap yang tepat (pantas)
mengenai harta benda.182 Kajian terhadap Amsal 15:16 diharapkan dapat menemukan
Studi analisis pada Amsal 15:16 akan melibatkan 4 analisis utama (terjemahan, konteks,
struktur dan pelengkap retoris), seperti yang telah digunakan oleh penulis untuk
hw"+hy> ta;är>yIB j[;mâ. -bAj16 16. Lebih baik sedikit dengan disertai takut
teks utama. Pertama, frase dari hw"+hy> ta;är>yI “yir°ât YHWH” dapat diterjemahkan sebagai
“takut akan Tuhan.”183 Menurut Roland E. Murphy, frase terhadap “takut akan Tuhan”
merupakan dasar hikmat yang diberikan kepada seseorang. Hal ini tidak menjelaskan
181
Bullock, Kitab-kitab Puisi dalam Perjanjian Lama, 201.
182
Ibid.
183
Frase hw"+hy> ta;är>yI “yir°ât YHWH” ditemukan 11 (sebelas) kali dalam kitab Amsal. Frase ini
menunjukan pentingnya hikmat secara spiritual, terlebih khusus sebagai dasar hikmat pada kitab Amsal
(1:7;2:5; 8:13; 9:10; 10:27; 14:27; 15:16, 33; 19:23; 22:4; 31:30). TWOT Lexicon, Bibleworks 9.
Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
108
kepada seseorang atas hikmat Tuhan.184 Dengan kata lain, hikmat Tuhan hanya dapat
Selain itu, frase j[;m.â-bAj “‰ôb-m®±a‰ ” yang diartikan sebagai “lebih baik
sedikit…” mempunyai makna bahwa penulis Amsal tidak menekankan pada kekayaan
nilai-nilai moral yang berdasarkan pada “takut akan Tuhan.”185 Oleh sebab itu, Frase
mengenai “takut akan Tuhan” memberikan suatu nilai yang lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai kekayaan itu sendiri. Meskipun kekayaan lebih diuntungkan daripada
kemiskinan, tetapi kekayaan tidak menjaminkan seseorang untuk berbahagia (nilai yang
berharga).
Kedua, frase br"÷ª rc"ïAae “m¢otsar rab” dapat diartikan sebagai “harta yang
banyak.” Secara literal, Kata rc"ïAae “otsar” memiliki 2 (dua) pengertian, 1) harta
dipandang sebagai milik individu (perseorangan), 2) kata ini juga diartikan sebagai
sumber berkat dari pada Tuhan.186 Namun, pemakaian kata ini dalam Amsal 15:16
merujuk kepada kelimpahan harta yang dimiliki oleh seseorang. Tampaknya, ayat 16b
memaparkan bahwa harta yang banyak akan diperoleh melalui suatu masalah, bahkan
akan mendatangkan masalah yang sangat berat bagi seseorang yang memperoleh
kelimpahan harta. Hal ini dapat diperhatikan dari kata benda hm'Whïm “m®hûmâ .“ Kata
184
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 113.
185
Nilai ekonomis negatif (sedikit) plus nilai moral positif (“takut akan Tuhan/kebenaran”)
lebih berharga daripada nilai positif (“berlimpah-limpah”) dan nilai moral negatif (“ketidakbenaran”) . T. J.
Sandoval, The Discourse of Wealth and Poverty in the Book of Proverbs (Boston: E.J. Brill, 2009), 131.
186
Kata rc"ïAae “otsar” dapat ditemukan dalam sebanyak 4 kali dalam kitab Amsal (Ams. 10:2;
15:16; 21:6, 20). Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 19. Lih. TWOT Lexicon,
Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
109
benda ini memang dapat diartikan sebagai “kecemasan dan kebingungan.”187 Namun,
pada terjemahan Amsal 15:16 penulis lebih menerjemahkan kata ini sebagai
demikian, kekayaan tidak selalu merupakan berkat, kalau itu disertai dengan kecemasan
hanya kepada orang bekekurangan (miskin), tetapi juga kepada orang-orang yang
Analisis Konteks
Pada analisis ini, konteks dekat mengenai Amsal 15:16 tidak dapat ditemukan
pada ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Namun secara konteks jauh, penulis
memperhatikan ada salah satu ayat selain Amsal 15:16 yang menjelaskan pentingnya
seseorang untuk “takut akan Tuhan,” yaitu Amsal 16:8. Menurut paparan Whybray,
Jika dapat memperhatikan Amsal 15:16 dan pasal 16:8, maka dapat ditemukan
suatu kemiripan yang sama antara kedua ayat, kecuali untuk kata-kata “takut akan
Tuhan” dalam 15:16, dan dalam 16:8 dipakai kata “kebenaran.” Kemudian kata
187
Benjamin Davidson, The Analytical Hebrew And Chaldee Lexicon (Grand Rapids:
Zondervan Publishing, 1993), 173.
188
Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 157.
189
Kata Ibrani yang dipergunakan untuk “kecemasan” adalah hm'Whïm “m®hûmâ ,” yang bisa
bermakna sebagai kegemparan yang menakutkan ( Ul. 7:23; 1 Sam. 5:9), jeritan orang yang menderita
karena tekanan orang kaya yang memperkaya dirinya dari orang miskin (Ams. 3:9). R. J. Clifford,
Proverbs A Commentary (Louisville: Westminster John Knox Press, 1999), 153.
110
Amsal 15:16 dan 16:8 telah menunjukan bahwa harta yang sedikit lebih berharga kalau
diperoleh berdasarkan pada karakter moral yang takut akan Tuhan, ketaatan akan Tuhan,
pembentukan karakter terhadap harta harus berdasarkan pada takut akan Tuhan sebagai
dasar dari nilai-nilai moral seseorang. Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan
dipandang sebagai tujuan utama untuk mengejar atau menemukan kekayaan dan
mementingkan takut akan Tuhan sebagai dasar hikmat untuk memperoleh nilai-nilai
moral dalam mengelola harta, bukan terhadap kekayaan ataupun kemakmuran harta yang
Analisis Struktur
Secara Struktur, Amsal 15:16 memakai ciri-ciri perkataan “lebih baik” (better
saying).193 Ciri-ciri ini biasanya digolongkan dengan hadirnya kata Ibrani bAjª ‰ôb yang
berarti “lebih baik,” artinya bahwa Kecirikhasan terhadap ayat 16 memberikan suatu
dimana ucapan dari Amsal 15:16 memberikan unsur-unsur pengajaran etika, dan
190
Whybray, The New Century Bible Commentary-Proverbs, 231.
191
Ibid.
192
Garrett, The New American Commentary, 93.
193
Murphy, The Wisdom Literature, 71.
111
ketegasan dengan mengevaluasi moral-moral seseorang.194 Oleh sebab itu, Amsal 15:16
didasarkan pada takut akan Tuhan. Pembentukan karakter terhadap harta akan
yang salah dalam pengelolaan harta, sehingga seseorang tidak akan merasa cemas dan
khawatir dengan masalah-masalah yang dihadapi. Amsal 15:16 menampilkan pola dua
baris (distich), dimana Stich A dan Stich B membentuk suatu paralelisme secara
komparatif (perbandingan).195 Dari sisi yang lain, ayat ini juga membentuk suatu chiasme
antar frase yang memiliki suatu model: a-a’-b-b’.196 Tabel di bawah ini akan memberikan
daripada
Jika memperhatikan analisis struktur dari Amsal 15:16, maka pernyataan dari
194
Garrett, The New American Commentary, 11.
195
Adapun perbedaan antara William W. Klein dan Risnawaty Sinulingga dalam menanggapi
bentuk paralelisme Amsal 15:16 (Band. 16:8). Menurut William W. Klein, Amsal yang memiliki jenis
perkataan “lebih baik” (better saying) akan selalu menyampaikan gagasanya dengan menggunakan
perbandingan. Perbandingan ini tampaknya akan menonjolkan keunggulan sifat seseorang yang takut akan
Tuhan daripada yang lainnya. Berbeda dengan pandangan Risnawaty Sinulingga yang menganggap bahwa
Amsal 15:16 merupakan ayat yang berbentuk paralelisme antitesis (kontras). Menurutnya, secara antitesis
dibandingkan pikiran mengenai “lebih sedikit” pada ayat 16a dengan “daripada banyak harta” dalam ayat
16b. Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical Interpretation 2
(Malang: Literatur SAAT, 2013), 312. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 65.
196
Meynet, Rethorical Analysis, 231.
112
yang berdasarkan pada takut akan Tuhan. Hal ini dapat diperhatikan ketika Stich A
merupakan kalimat yang “lebih baik” daripada Stich B. Penulis Amsal memberikan suatu
evaluasi moral kepada setiap pembacanya. Ketika membahas Stich A, Raja Salomo
sangat menekankan keunggulan seseorang yang takut akan Tuhan, bukan berdasarkan
pada kekayaan ataupun kemakmuran seseorang, melainkan kepada sifat ataupun karakter
seseorang. Berbeda dengan baris selanjutnya (Stich B), penulis Amsal membandingkan
seseorang yang memiliki banyak harta, namun orang itu merasa cemas dan khawatir
terhadap hartanya sendiri. Evaluasi moral terhadap Stich B dapat mengajarkan kepada
seseorang untuk tidak bersandar ataupun merasa nyaman oleh karena kelimpahan
hartanya, sebab hal itulah yang menyebabkan kesusahan, permasalahan dan kecemasan
merupakan kalimat hikmat yang memakai karakteristik kepenulisan Amsal yaitu pola-
perkataan. Secara khusus ayat ini memberikan maksud dan pernyataan yang lengkap
memberikan maksud pola-perkataan yang telah dijelaskan pada beberapa kalimat di atas.
197
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes, 236.
113
Analisis Retoris
secara paradoks (bertentangan).198 Artinya bahwa kata-kata dalam ayat di atas memiliki
kebenaran. Hal ini dapat diperhatikan ketika frase a yang menjelaskan tentang “harta
yang sedikit” memiliki nada-nada yang bertentangan dengan frase b yaitu “harta yang
banyak.” Perbedaan terhadap kedua frase ini menunjukkan paparan terhadap banyak
ataupun sedikitnya kepemilikan harta seseorang. Tetapi, perbedaan ini juga terjadi antara
frase a’ yang menjelaskan tentang “takut akan Tuhan” dan frase b’ mengenai
“kecemasan.” Penulis Amsal tampaknya tidak menekankan pada orang mempunyai harta
yang banyak ataupun sedikit, namun penulis hikmat ini lebih memberikan suatu
Kesimpulan
disimpulkan bahwa “takut akan Tuhan” adalah dasar karakter moral yang ditekankan
oleh penulis Amsal dalam mengelola harta. Segala sesuatu yang didasarkan pada takut
akan Tuhan akan membuat kehidupan seseorang menjadi ringan dan menyenangkan.
Dengan demkian, sifat moral yang berlandaskan kepada “takut akan Tuhan” selalu
memberikan ketetapan hati ataupun orientasi hidup kepada Tuhan, sehingga seseorang
akan tunduk kepadaNya sebagai penguasa, penentu dan pemilik dari segala sesuatu,
Dari sudut pandang yang berbeda, banyak harta akan membawa kecemasan
bagi seseorang, karena tidak disertai dengan takut akan Tuhan. Tetapi, jika orang kaya
198
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 113.
114
tersebut menjalankan tanggung jawabnya dengan menggunakan harta yang banyak itu,
dan kemudian mempercayakan harta itu kepada Tuhan, maka hartanya tidak akan begitu
membawa kesulitan. Oleh sebab itu, pembentukan karakter dalam Amsal 15:16 akan
memberi pengajaran bagi seseorang untuk dapat mengembangkan sifat-sifat bijak (virtue)
yang berdasakan pada “takut akan Tuhan.” Sifat-sifat bijak yang sesuai pada kemauan
dan kehendak Tuhan akan memberikan suatu ketaatan, sehingga seseorang akan merasa
dibentuk melalui suatu kebiasaan-kebiasaan (gaya hidup) yang baik terhadap dirinya
sendiri.
kekayaan dan kemiskinan. Namun, penekanan terhadap ayat ini memberikan suatu
pengajaran bahwa orang kaya dan miskin tidak memiliki suatu perbedaan di hadapan
Tuhan, keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan sendiri. Melalui beberapa kajian
prinsip-prinsip yang penting dalam pembentukan karakter terhadap harta. Pada paparan
ini, penulis tidak akan memakai semua analisis dalam mengkaji Amsal 22:2. Namun,
penulis hanya memakai analisis terjemahan, konteks dan struktur untuk mengeksegesis
bagian ini.
`hw")hy> ~L'äku hfeÞ[o WvG"+p.nI vr"äw" ryviä[' .2 2. Orang kaya dan orang miskin bertemu,
Tuhan.
115
Analisis terjamahan Amsal 22:2 akan dipaparkan melalui 1 (satu) catatan teks
utama, yaitu melalui pemakaian kata kerja WvG"+p.nI “nipgâšû .” Kata kerja ini dapat
menerjemahkan kata tersebut sebagai “bertemu.” Dalam ayat 22a, kekayaan memang
dibandingkan dengan kemiskinan. Orang kaya dan orang miskin bertemu (2a). Istilah
Ibrani yang dipergunakan untuk kata “bertemu” dalam ayat ini memiliki arti bahwa orang
kaya dan miskin bertemu dalam kesejajaran. Kata kerja yang sama dan bentuk yang sama
(kata kerja bentuk nifal) dipergunakan untuk kesejajaran antara “kebenaran” dan
ciptaan Tuhan (ay. 2b).” Orang kaya dan miskin memiliki kesejajaran sebab keduanya
adalah ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, Orang kaya harus melihat posisi orang miskin
masalah masyarakat yang padanya terdapat jurang pemisah antara orang kaya dan orang
miskin, seperti masyarakat Israel kuno. Oleh karena itu, kedua pihak terutama orang kaya
kepada orang miskin.202 Hal tersebut juga ditekankan oleh Bruce K. Waltke, dimana kata
199
TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.
200
Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic, 803.
201
Whybray menjelaskan bahwa guru hikmat tidak berpihak kepada orang kaya atau orang
miskin, tetapi guru hikmat berbicara bagi orang miskin karena mereka tidak bisa berbicara bagi mereka
sendiri. Whybray, Wealth And Proverty In The Book of Proverbs, 42.
202
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 165.
116
kerja WvG"+pn. I “nipgâšû ” dapat bermakna sebagai sikap saling menghormati, saling
membantu di antara orang kaya dan miskin.203 Keduanya harus saling menghormati dan
melakukan tanggung jawab masing-masing, orang kaya tidak boleh merendahkan orang
miskin dan orang miskin tidak diperkenankan untuk cemburu kepada orang kaya.
disimpulkan bahwa ada 2 (dua) pelajaran yang didapatkan melalui analisis terjemahan
ini. Pertama, Amsal 22:2 mengajarkan kepada setiap pembaca untuk menyadari bahwa
orang kaya dan miskin adalah ciptaan Tuhan. Tuhan tidak membedakan antara orang
kaya dan miskin, kesejajaran ini dipandang sama oleh Tuhan sebagai ciptaanNya sendiri.
Kedua, penulis Amsal juga mengajarkan setiap pembaca, supaya orang kaya dan orang
Analisis Konteks
22:2 tidak mempunyai konteks secara dekat. Walaupun, ayat 1-6 menjelaskan mengenai
kekayaan dan didikan bagi orang muda, tetapi masing-masing ayat mempunyai
konteks yang jauh, maka Amsal 22:2 mempunyai keterkaitan antara amsal-amsal lain
yang memiliki penjelasan yang sama tentang “kesejajaran di hadapan Tuhan antara orang
203
Bruce K. Waltke, The Book of Proverbs: Chapter 16-31 (Grand Rapids: William B.
Eerdmans Publication, 2009), 200-201.
204
Kata kunci “kekayaan” hanya ditemukan pada ayat 1-2 (yang berisi tentang “reputasi
seseorang” dan “orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan”), ayat 1-6 diikat oleh topik yang
berkesinambungan tentang kekayaan dan didikan bagi orang muda. Ayat 1 dan 2 berbentuk kalimat hikmat
yang berisi pengajaran mengenai kekayaan bagi orang muda. Kemudian dalam ayat 3, 5, 6 diperlihatkan
pentingnya didikan bagi orang muda. Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 387.
117
kaya dan miskin,” di antaranya seperti: Amsal 29:13; 14:31; 17:5.205 Khususnya Amsal
22:2 sangat memiliki hubungan topik yang sama dengan Amsal 29:13. Hal ini dapat
diperhatikan ketika kedua ayat ini memakai kata kerja WvG"+pn. I “nipgâšû ” untuk
menjelaskan bahwa orang miskin dan orang kaya (penindas) bertemu, oleh karena Tuhan
yang menciptakan keduanya (Ams. 29:13b).206 Lebih dari itu, Allah memberikan
orang miskin dan orang kaya dipandang “sejajar” oleh Tuhan. Penulis Amsal tidak
sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, penulis hikmat juga mengajarkan bahwa dalam
status sosial masyarakat selalu ada orang kaya dan miskin, sehingga para pembaca
diajarkan untuk tidak membuat jarak atau jurang pemisah di antara keduanya.
Analisis Struktur
Secara Struktur, Amsal 22:2 memakai pola dua baris (distich) yang terdiri dari
Stich A dan Stich B. Kedua baris ini membentuk suatu paralelisme secara synthetic
“Orang kaya dan orang miskin bertemu” merupakan gagasan utama yang diperjelas
kembali oleh Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan.” Dengan kata
205
Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 694.
206
Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22- Proverbs, 164-165.
207
Ibid.
208
Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16, 386.
118
lain, Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan” hanya melanjutkan
gagasan dari Stich A: “orang kaya dan orang miskin bertemu” dan menambahkan
keterangan dari gagasan utama. Penulis Amsal bukan hanya menjelaskan mengenai
“kesejajaran” antara orang miskin dan kaya, namun memperjelas kembali peran Tuhan
yang mencipatakan (melindungi dan memelihara) keduanya. Oleh sebab itu, Amsal 22:2
memiliki satu pengertian bahwa “Tuhan menciptakan orang kaya dan orang miskin, tanpa
memihak salah satu dari antara kedua status sosial ini.” Tabel di bawah ini akan
memberikan maksud yang lebih lanjut mengenai analisis struktur Amsal 22:2.
(paralelisme Sintesis)
sosial ekonomi antara orang kaya dan miskin. Hal ini dapat diperhatikan ketika penulis
bahwa kedua baris dari ayat ini tidak memiliki pertentangan ataupun perbandingan). Jika
memperhatikan paparan dari kalimat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Amsal 22:2
mempunyai karakteristik kepenulisan Amsal, yaitu pola-perkataan. Secara khusus ayat ini
evaluasi.209 Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pola
perkataan item-evaluasi.
209
Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting the
Literary Genres of the Old Testament, 236.
119
Kesimpulan
pembacanya. Orang kaya dan miskin diciptakan oleh Tuhan, maka semua mendapatkan
perhatianNya. Orang kaya harus mengakui bahwa Allah sebagai penciptanya, dan mereka
juga berkewajiban untuk taat kepadaNya seperti halnya orang yang paling hina.
sendiri.
Allah menjadikan sebagian orang kaya supaya mereka bermurah hati kepada
yang miskin. Tetapi, yang lainnya dijadikanNya miskin, supaya mereka bisa melayani
yang kaya, sehingga keduanya saling membutuhkan dan menghormati. Allah menjadikan
beberapa orang miskin untuk memiliki rasa syukur dan bergantung kepadaNya.
Sedangkan yang lainnya dijadikanNya kaya untuk mengajari rasa syukur dan belajar
untuk memberi kepada orang yang lemah. Karena Tuhanlah yang memelihara semua
orang, maka setiap pembaca diharapkan untuk memperlakukan tiap orang demikian,
tanpa memandang status ekonomi dan sosial. Oleh sebab itu, Amsal 22:2 memberikan
suatu pengajaran setiap pembacanya untuk menerapkan sifat-sifat moral yang dapat
membentuk karakter suatu komunitas masyarakat (shaping community) antara orang kaya
dan miskin, sehingga saat bertemu tidak terjadi jurang pemisah antara keduanya yang
menyebabkan suatu kesenjangan sosial. Oleh karena, orang kaya dan miskin sama-sama
Kesimpulan Bab
dipaparkan melalui 3 (tiga) garis besar utama, yaitu pengumpulan harta yang benar,
keuntungan dari kekayaan dan harta yang berasal dari Allah. Melalui beberapa kajian
pada bab ketiga, maka penulis dapat menemukan 3 (tiga) teori pembentukan karakter
yang dipakai pada karya ilmiah ini. Pertama, Sifat-sifat bijak (virtue). Pembentukan
harta. Hal ini tidak lepas dari sifat bijak seseorang yang jujur, tekun dan takut akan
Tuhan. Sifat-sifat bijak tersebut akan diperhatikan oleh penulis untuk membahas lebih
lanjut pada bab selanjutnya bagi kepentingan pembentukan karakter terhadap harta.
Kedua, tujuan seseorang dalam mengelola harta. Pada kajian dari bab ini
penulis dapat menemukan 3 (tiga) ajaran utama mengenai tujuan utama dalam mengelola
harta 1) Pengelolaan harta mempunyai tujuan bagi seseorang untuk menjadikannya kaya.
kekayaan. 3) tujuan dalam pengelolaan harta harus disadari sebagai berkat dari pada
Allah sendiri.
keluarga maupun masyarakat. Hal ini dapat diperhatikan betapa pentingnya harta dalam
membentuk komunitas dalam keluarga yaitu dengan mewariskan harta benda ke anak
cucu-cucunya. Selain itu, pentingya harta juga membentuk komunitas dalam masyarakat,
seperti memiliki banyak sahabat, mempunyai nama baik dalam kehidupan masyarakat
dan ajaran terhadap kesetaraan di hadapan Tuhan antara orang kaya dan miskin.
terhadap harta, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembentukan karakter terhadap
harta dalam Amsal 10:1-22:16 merupakan “pembentukan sifat karakter seseorang yang
121
memberikan tujuan dalam mengelola harta, sehingga dapat membentuk suatu sifat-sifat
bab III, maka pada bagian bab IV ini, penulis akan menyajikan “teologi biblika mengenai
pembentukan karakter terhadap harta dalam kitab Amsal” dan “tanggapan dalam
kehidupan sehari-sehari. Pembentukan karakter terhadap harta adalah salah satu topik
yang cukup banyak dibahas dalam kitab ini. Sesuai dengan pembahasan pada bab yang
ketiga, ada 10 Amsal yang dianalisa oleh penulis untuk menjelaskan tentang
pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu,
terhadap harta dalam kitab Amsal. Teologi biblika mengenai pembentukan karakter
terhadap harta akan berusaha mengorganisir dan menyatukan sintesa hasil-hasil dari
penyelidikan pada bab sebelumnya (bab III).1 Selain itu, penulis juga akan memaparkan
faktor-faktor pembentukan karakter terhadap harta yang juga sesuai dengan analisa
1
Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament (Malang: Gandum Mas, 2005), 15.
122
123
dari ajaran-ajaran moral yang dijadikan oleh Allah sendiri. Dengan demikian, ajaran-
ajaran ini menyatakan bahwa hikmat Allah tersedia bagi umat manusia. Jika seseorang
menerapkan perkataan-perkataan hikmat dari kitab Amsal , maka orang tersebut dapat
mengabaikan ajaran-ajaran hikmat yang berasal dari Allah, maka hidup seseorang akan
dari Allah akan menimbulkan suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan dan
mencelakakan bagi orang itu sendiri maupun juga kepada orang lain.2
Seringkali amsal-amsal yang dikaji oleh penulis pada bab III memberikan
suatu ungkapan yang menyarankan pilihan, satu keputusan tentang hal-hal dari dua jenis
kehidupan seseorang yang hendak dijalani (antara orang yang benar/berhikmat dan orang
benar bagi pembentukan karakter terhadap harta. Oleh sebab itu, penulis akan
memiliki harta benda atau mencegah supaya harta itu tidak hilang. Menurut analisa
penulis mengenai pembentukan karakter terhadap harta, ada dua sifat bijak yang
3), dan kedua, ketekunan (10:4). Seseorang yang mempunyai karakter yang bijaksana
2
Ibid, 418.
124
akan memiliki nilai-nilai hidup bagi dirinya.3 Nilai-nilai hikmat ini akan mendasari
kehidupan seseorang untuk bersikap benar dan jujur dalam suatu pekerjaan (2:9; 8:15-
16). Bahkan, orang tersebut akan melakukan setiap pekerjaannya dengan ketekunan/kerja
keras (6:10-11; 12:11; 14:23; 21:5; 27:23-24).4 Kejujuran dan ketekunan, yang dipuji
melalui banyak cara dalam kitab Amsal, bersumber dari hubungan yang benar dengan
Allah (dengan taat, dan takut kepadaNya) dan hidup dengan bijak (10:22; 15:16).5 Hal ini
merupakan keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan antara keterlibatan Allah sebagai
pusat dari pendapatan seseorang (theosentris) dan usaha manusia untuk mendapatkan
harta tersebut. Dengan demikian, jika seseorang melakukan setiap tindakan yang benar
dengan jujur, tekun dan adil, maka tindakan terpuji tersebut akan diberkati oleh Allah.
Dari sisi yang lain, kitab Amsal juga mengajarkan kepada setiap pembacanya
untuk menyingkirkan cara-cara fasik dalam memperoleh harta (10:3b; 11:5b, 18a; 15:9a;
20:21). Hal ini tentunya didasarkan kepada perbuatan-perbuatan kejahatan atau sifat yang
tidak diinginkan dari orang-orang yang memiliki sifat-sifat bijak yang baik. Sebagai
contohnya, kitab Amsal sangat mencela seseorang yang malas (22:13; 26:13-15), karena
akan mengakibatkan kemiskinan (6:10-11; 10:4; 13:4; 20:13). Selain itu, pendekatan-
pendekatan untuk mendapatkan kekayaan dengan cepat yang dicela oleh penulis Amsal
sendiri (20:21; 28:20, 22), menetapkan harga secara tidak jujur (11:1; 16:11; 20:10, 23)
dan memberikan suatu jaminan untuk pinjaman-pinjaman yang berbunga tinggi (6:1-5;
3
Karena bernilai tinggi bagi karakter orang yang bijaksana, maka hikmat juga diibaratkan
dengan perak dan harta yang tersembunyi (2:4). Sebenarnya nilainya melebih dari emas, perak, atau
permata (3:14-15; 8:10-11, 19;16:16). Ibid.
4
Craig L. Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 43.
5
Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament, 431.
125
11:15; 17:18; 20:16; 21:26-27).6 Dalam hal ini, kitab Amsal mengajarkan kepada setiap
bagi kehidupannya. Seseorang yang mendasarkan hidupnya kepada hikmat Tuhan akan
terlindungi dan terpelihara dari kejahatan (2:8, 11-12, 16; 4:6; 6:24; 7:5; 14:3), memiliki
keberhasilan dan kekayaan (3:2, 16; 8:18; 10:15; 14:24; 16:20; 21:20-21).7 Melalui
analisis terhadap pembentukan karakter terhadap harta, secara biblika ada 3 (tiga) aspek
yang baik mengenai kekayaan. Pertama, kekayaan sebagai pemberian Allah (10:22).
Berkat Tuhan yang menjadikan seseorang kaya, sehingga Ia memimpin setiap usaha
seseorang untuk memberikannya hasil dalam pekerjaan. Jika kekayaan digunakan dengan
suatu yang cara yang kudus, adil, dan takut akan Tuhan, maka hal ini akan dipandang
menanamkan diri kepada tindakan ketekunan (10:2-3) dan kejujuran (10:4), serta
pengelolaan bisnis yang bijak akan menuai pengharapan-pengharapan baik dari sisi
ekonomi (10:15). Dalam hal ini, Kekayaan dipandang sebagai suatu hasil alamiah dari
6
Ayat-ayat yang melarang orang menjadi “jaminan” atau penanggung bagi orang lain yang
berhutang ini tidak mengatakan bahwa meminjam atau memberikan pinjaman adalah salah. Tetapi, hendak
mengatakan bahwa praktik seperti itu menjadikan pinjaman orang lain dibebani biaya dengan bunga yang
tinggi. Di Israel meminjamkan uang kepada orang lain merupakan cara untuk menolong sesama orang
Israel, tetapi tidak menarik renten atau bunga (Kel. 22:25; Im. 25:35-37). Pinjaman kepada orang bukan
Israel dapat memperhitungkan bunga (Ul. 23:19-20), tetapi dengan tingkat bunga yang tidak berkelebihan
(Ams. 28:8). Ibid, 436.
7
Bruce K. Waltke, The Book of Proverbs 10-15 (Grand Rapids: William B. Eerdmans
Publication, 2004), 602.
8
Alexander Hill, Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis (Bandung:Kalam
Hidup, 2001), 243.
126
ketekunan dan kerajinan, bahkan dapat menjadi pengaruh bagi orang-orang lain untuk
ataupun orang lain. Salah satu aspek yang sangat bermakna dari kekayaan adalah
kekayaannya bagi kepentingan anak cucunya dan orang-orang miskin (13:22; 14:21, 31;
19:17, 22:22-23; 23:10-11;28:27). Uang hendaknya dibagikan kepada orang miskin dan
yang membutuhkan (11:24-25; 14:31;19:17; 21:13; 22:9, 22; 28:27), sebab orang yang
berbuat demikian akan memuliakan Allah dan suatu saat akan diberkati oleh Allah
sendiri. Jika merujuk kepada pasal-pasal yang lainnya, maka juga ditemukan bahwa kitab
Amsal mengingatkan kepada setiap pembacanya untuk membela orang-orang yang tidak
beruntung (29:27). Menurut Craig Blomberg, kitab Amsal juga menekankan satu tema
yang dicermati dalam seluruh Perjanjian Lama, yakni bahwa orang kaya yang benar juga
membandingkan nilai dari kekayaan dengan nama baik seseorang (reputasi). Hal ini
ditekankan dalam pasal 22:1. Nama baik/reputasi seseorang merupakan salah satu dari
nilai-nilai hikmat yang ditekankan oleh kitab ini.10 Tampaknya, reputasi seseorang dapat
orang tersebut dapat memberikan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan
kemasyarakatannya.
9
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan, 44.
10
Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament, 418.
127
mengenai orang kaya dan orang miskin.11 Pandangan Allah antara orang kaya dan orang
miskin memiliki pertalian yang sama, karena “yang membuat mereka semua adalah
Tuhan” (22:2). Oleh sebab itu, kitab Amsal mengajarkan bahwa orang yang mencemooh
orang-orang miskin mencela pencipta mereka dan akan dihukum (17:5; 22:16).
Seseorang tidak boleh merampok orang miskin atau menindas orang-orang yang
menderita, karena Tuhan akan membela mereka (22:2-3). Sementara itu, Tuhan yang
harta di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pembentukan karakter terhadap
harta memberikan suatu nilai-nilai hikmat ataupun sifat-sifat bijak yang benar bagi setiap
pembacanya. Sehingga, setiap pembaca dapat menerapkan tingkah laku yang sesuai
dengan hikmat/kebenaran. Kendati demikian, kitab Amsal selalu memberikan dua jalan
kepada seseorang yang hidup dalam kebijakan ataupun kefasikan. Tidak ada seorang pun
yang dapat menjadi bijak (berhasil dalam kehidupan), tanpa takut akan Tuhan (tema
besar kitab Amsal yang sesuai dalam pasal 1:7), melakukan setiap peringatan-peringatan,
11
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan,
47.
128
harta, penulis mendapatkan 3 (tiga) dari 5 (lima) teori dasar mengenai pembentukan
karakter terhadap harta yang sesuai dengan kajian literatur William P. Brown, Character
in Crisis: A Fresh Approach the Wisdom Literature of the Old Testament (Grand Rapids:
kepada sifat-bijak terhadap pengelolaan harta (virtue), tujuan terhadap harta (intention)
Namun, pada kajian yang dikerjakan oleh penulis pada bab sebelumnya, ada beberapa
faktor mengenai pembentukan karakter terhadap harta yang tidak diperoleh dari kajian
dengan analisa tentang pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16.
Dalam hal ini, penulis membuat 5 (lima) macam faktor tentang pembentukan
karakter terhadap harta, yaitu faktor pencipta, faktor pembawaan seseorang, faktor
keputusan dan perbuatan seseorang, faktor lingkungan sosial, dan faktor tujuan. Paparan
Faktor Pencipta
dengan Allah. Sesuai dengan beberapa analisis yang telah dikaji penulis bahwa
pembentukan sifat bijak seseorang tidak lepas dari peran Allah. Peran Allah yang
keadilan). Hal ini bersumber dari hubungan yang benar dengan Allah (takut akan Tuhan
tindakan yang benar di hadapan Allah (1:7; 15:16). Seseorang yang rajin (bekerja keras)
dan tekun dalam pekerjaan akan memperoleh konsekuensi yang baik dalam
masyarakat yang membaik (19:4), reputasi yang baik (22:1) ataupun konsekuensi-
konsekuensi lainnya.
anugerah Allah yang ditawarkan kepadanya akan mengalami perubahan secara mendasar
dalam kehidupannya. Tentunya, perubahan ini tidak selesai dalam sejenak, tetapi berjalan
pembawaan seseorang (sifat bijak yang diturunkan dari ayah dan ibunya). Tetapi cara
pembawaan seseorang akan dikembangkan dan tujuan untuk penggunaan pembawaan itu
sangat dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan Tuhan.13 Misalnya, ada seseorang
yang memiliki sifat tekun bekerja sebelum pertobatannya dan terus tekun bekerja sesudah
orang tersebut mempunyai tujuan untuk mengejar kekayaan, supaya mendapatkan harta
yang banyak, namun, setelah orang tersebut mengalami pertobatan, tujuan untuk
orang-orang miskin. Dalam hal ini, faktor pencipta dapat mengubah tujuan seseorang
dalam mengelola harta, sehingga orang tersebut dapat mengetahui bahwa sifat-sifat bijak
yang baik dapat mendasari kepada tujuan-tujuan harta yang benar. Oleh sebab itu,
12
Mary Setiawani, Stephen Tong, Seni membentuk karakter Kristen (Surabaya: Momentum,
2014), 10.
13
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta:
Gunung Mulia, 2002), 126.
130
Pembentukan karakter terhadap harta dalam diri seseorang tidak lepas dari peran Allah
Salah satu faktor yang membentuk karakter seseorang dalam mengelola harta
adalah pembawaan pribadi seseorang. Perlu diketahui bahwa karakter dari pribadi
seseorang sangat dipengaruhi oleh pembawaannya, artinya adalah sifat-sifat bijak yang
dimiliki oleh seseorang sebenarnya merupakan warisan (pembawaan) dari ayah, ibu
ataupun nenek moyangnya.14 Hal tersebut dijelaskan dalam analisis dari pembentukan
mendapatkan harta dari warisan harta benda orang tuanya (13:22), penulis Amsal juga
cucunya (13:24).15 Dengan demikian, orang tua akan mendidik anak-anaknya dengan
memberi, ataupun berhemat secara bijak, supaya para orang tua dapat meninggalkan
karakter terhadap pengelolaan harta tidak lepas dari peran orang tua ataupun sanak
karakter seseorang dalam mengelola kekayaan. Melalui kajian dari paragraf di atas,
14
Faktor pembawaan seseorang dapat dipengaruhi dari 2 (dua) aspek, yaitu, pertama, sifat-
sifat bijak yang diwariskan, dan kedua, pengaruh-pengaruh yang berhubungan warisan jasmani (gen)
kepada diri seseorang. Ibid, 122.
15
Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16 (Jakarta: Gunung Mulia, 2012),
153.
16
Setiawani, Stephen Tong, Seni membentuk karakter Kristen, 37.
131
tampaknya karakter dapat diwariskan melalui setiap pengajaran ataupun didikan melalui
pengajaran dalam ruang lingkup tertentu, seperti, kehidupan keluarga (didikan orang tua
kepada anak) ataupun dalam ruang lingkup sekolah (didikan guru kepada siswa).17
dan perbuatan pribadi seseorang. Dalam kajian analisis pada bab sebelumnya, tampaknya
ada hubungan timbal balik antara karakter dan perbuatan. Karakter memang
mempengaruhi perbuatan. Namun dari sisi yang lain, perbuatan juga mempengaruhi
karakter seseorang.18 Hal ini terlihat ketika penulis membahas beberapa sifat-sifat bijak
seperti ketekunan (10:4), kejujuran (10:2-3), kesabaran dalam mengelola harta (13:11),
takut akan Tuhan (15:16) dan sifat-sifat bijak lainnya. Misalnya, seseorang dengan
karakter yang jujur cenderung tidak berdusta. Keputusan untuk tidak berdusta
menjadikan perbuatan kejujuan itu lebih teguh. Orang yang berdusta memperlemah sifat
sisi yang lain, seseorang dengan karakter yang tekun cenderung untuk tidak bermalas-
malasan. Keputusan untuk tidak bermalasan menjadikan perbuatan ketekunan itu lebih
teguh. Orang yang bermalasan akan memperlemah sifat ketekunannya dalam karakter
orang tersebut, sehingga kecenderungan untuk bermalasan sangat kuat. Dalam hal ini
yang tekun dalam pekerjaan akan mendapatkan kekayaan, sedangkan orang yang
17
Ibid.
18
Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor di Dalamnya, 125.
19
Perkataan ini juga dipengaruhi dari gaya bahasa Amsal yang dipakai oleh Raja Salomo
dalam Amsal dua baris (distich) dengan menyertai pola perkataan karakter-konsekuensi, ataupun tindakan-
konsekuensi. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament Codes: A Guide Interpreting the
Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman Publishers, 1995), 236.
132
karakter seseorang. Penulis memberikan contoh terhadap perbuatan orang kaya yang
mengambil keputusan untuk membantu orang-orang miskin. Dalam hal ini, seorang yang
kaya harus memiliki pendekatan kepada lingkungan sosialnya untuk berkenalan dengan
beberapa orang miskin secara pribadi. Pengalaman inilah yang akan mengubah sikapnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan karakter orang tersebut.20
lepas dari faktor-faktor yang lain, termasuk di dalamnya adalah faktor pencipta, faktor
faktor lingkungan sosial. Seseorang yang mempunyai karakter yang baik akan dapat
Sesuai dengan analisa penulis terhadap pembentukan karakter dalam Amsal 10:1-22:16,
seseorang untuk mewariskan harta benda kepada anak cucu (13:22), memiliki banyak
sahabat (19:4), reputasi yang baik (22:1) dan kesadaran terhadap kesamaan derajat antar
seseorang dan faktor keputusan dan perbuatan seseorang dapat membentuk karakter yang
baik dalam kehidupannya, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk karakter
masyarakat itu sendiri. Misalnya, seseorang yang mempunyai karakter jujur, tentunya
akan memberikan dampak kepada lingkungan sosialnya. Dalam hal ini, ada 2 (dua)
aspek yang dapat membentuk karakter masyarakat. Pertama, seseorang harus dapat
personal pun tidak mungkin terjadi. Seseorang yang jujur akan memenuhi janji setiap
pemimpin ataupun rekan-rekan kepada orang tersebut akan terjaga dengan baik. Tingkat
kepercayaan ini juga berlaku kepada sifat-sifat bijak lainnya (ketekunan, kesabaran,
21
William P. Brown, Character in Crisis: A Fresh Approach to the Wisdom Literature of the
Old Testament (Grand Rapids: Wlliam B. Eerdmans Publishing, 1996), 14.
22
Hill, Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis, 129.
134
mempunyai karakter yang jujur dapat melindungi masyakarat. Jika seseorang dapat
dipercaya, maka jaringan sosialnya akan terbentuk dan diperluas. Sejalan dengan makin
terpakai dalam lingkungan masyarakat sebagai suatu kebaikan sosial bagi kepentingan
masyarakat itu sendiri. Hal ini akan memberikan konsekuensi yang baik bagi reputasinya
dirusak, maka masyarakat secara keseluruhan akan menderita; dan jika hal ini
dihancurkan, pengembangan karakter bagi lingkungan sosial akan jatuh dan tidak
berfungsi.24
Faktor Tujuan
Faktor yang terakhir dalam pembentukan karakter terhadap harta adalah faktor
tujuan. Analisa penulis mengenai pembentukan karakter terhadap harta dalam Amsal
10:1-22:16 dapat ditemukan 2 (dua) faktor tujuan. Pertama, Tujuan orang bijak dalam
mengelola harta dapat menghindari dan kesusahan yang selalu menyertainya dengan hasil
kekayaan yang diperoleh (10:15), dan kedua, pemberian berkat didasarkan kepada tujuan
Pembentukan karakter terhadap harta tidak lepas dari tujuan seseorang dalam
bahwa pada umumnya seseorang yang tekun dalam pekerjaan ingin menghasilkan suatu
kekayaan. Tetapi dalam pengkajian pembentukan karakter terhadap harta tujuan tersebut
23
Ibid.
24
Ibid.
135
harus diselaraskan sebagai pemberian (berkat) Tuhan bagi kehidupannya. Hal ini
memberikan kesadaran bagi setiap pembaca Amsal, supaya menyadari bahwa datangnya
harta berasal dari Allah sendiri. Faktor tujuan ini akan membentuk karakter seseorang
untuk mengubah cara pandangnya mengenai harta, bukan hanya berorientasi kepada
kekayaan saja, tetapi juga membiasakan dirinya untuk memandang bahwa Allah sebagai
Kesimpulan Bab
Secara keseluruhan dari bab keempat ini, penulis memperlihatkan bahwa kitab
Amsal banyak memperlihatkan dua sisi sikap perilaku yang hendak dilakukan bagi setiap
begitu, penulis Amsal juga mengarahkan para pembaca untuk memilih sikap yang bijak
dalam membentuk karakternya. Hal tersebut harus disertai dengan takut akan Tuhan
kepadaNya.
Pada sisi yang lain, ada 5 (lima) faktor yang dapat membentuk karakter
seseorang dalam pengelolaan harta. Tampaknya, ada 2 (dua) faktor yang dipengaruhi
pembentukan karakter seseorang yaitu faktor pencipta dan faktor pembawaan seseorang.
Kedua faktor ini diperankan oleh Tuhan sebagai sumber pembentukan karakter dan orang
tua melalui didikan ataupun pengajaran bagi seorang anak. Dari sisi yang lain, ada satu
faktor (faktor keputusan dan perbuatan seseorang) yang memiliki timbal balik hubungan
yang saling mempengaruhi yaitu, karakter yang mempengaruhi perbuatan dan perbuatan
25
Blomberg, Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang Kepemilikan,
297.
136
dalam diri seseorang. Namun begitu, ada 2 (dua) faktor yang dapat memberikan pengaruh
secara eksternal, seperti, pertama, faktor lingkungan sosial. Dimana diri seseorang dapat
membentuk karakter pengelolaan harta yang baik dalam lingkungan sosialnya dengan
masyarakat itu sendiri. Kedua, faktor tujuan. Faktor ini akan menghasilkan cara pandang
yang berbeda dalam pengumpulan harta, bukan hanya mengejar suatu kekayaan saja,
melainkan mengubah cara pandang seseorang kepada Tuhan sebagai satu-satunya sumber
karakter terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16, penulis menyimpulkan bahwa kelima
faktor ini tidak berdiri sendiri dalam membentuk karakter seseorang. Namun, kelima
faktor ini saling dibutuhkan dalam diri seseorang, sehingga dapat membentuk
karakternya dan memberikan dampak yang baik di dalam dirinya ataupun kepada
PENUTUP
pembentukan karakter melalui harta dalam Amsal 10:1-22:16,” maka dapat ditemukan
beberapa faktor pembentukan karakter melalui harta. Hal ini tidak lepas dari pendekatan
eksegesis dalam Amsal 10:1-22:16 dan pemakaian teori pembentukan karakter oleh
Literature of the Old Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing, 1996)
karakter terhadap harta. Kendati demikian, penulis juga menemukan faktor-faktor lain
mengenai pembentukan karakter terhadap harta sesuai dengan eksegesis terhadap teks-
teks harta dalam Amsal 10:1-22:16. Oleh sebab itu, penulis akan memaparkan beberapa
kesimpulan dan saran pada bab 5 (lima), sehingga dapat menjawab latar belakang
masalah dan tujuan yang hendak disampaikan kepada para pembaca dalam karya ilmiah
ini.
Kesimpulan
Amsal 10:1-22:16, memang tidak lepas dari pemakaian heremeneutika hikmat yang
disarankan oleh beberapa sarjana Alkitab. Bentuk-bentuk sastra hikmat, seperti: bentuk
amsal, didaktik dan berdasarkan pengalaman sangat membantu penulis untuk mengetahui
137
138
gaya bahasa yang dipakai dalam kitab Amsal. Selain itu, pemakaian prosedur-prosedur
hermeneutika yang benar sangat menolong penulis untuk mengkaji teks-teks harta dalam
struktur dan pelengkap retoris. Perlu diketahui bahwa ciri khas ucapan-ucapan
hikmat/puisi terdiri dari amsal dua baris (distich) dan empat baris (quatrains), yang
tersambung dari satu topik ke topik lainnya tanpa memiliki hubungan jelas diantara
konteks ayatnya. Oleh sebab itu, pendekatan dalam mengeksegesis Amsal 10:1-22:16
Kekayaan, keluarga, dll) ataupun studi karakter (orang bodoh, orang rajin, orang jahat,
dll), serta memahami bahasa-bahasa kiasan yang dipakai dalam kitab ini.
dalam Amsal 10:1-22:16” menghendaki penulis untuk memilih 10 Amsal yang terdiri
dari, kejujuran (10:2-3), ketekunan (10:4), mengelola harta (13:11), mewariskan harta
(19:4), didasarkan pada reputasi seseorang (22:1), didasarkan pada berkat Tuhan (10:22),
Takut akan Tuhan (15:16), dan orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan (22:2). 10
(sepuluh) Amsal ini dipilih oleh penulis untuk mengkaji faktor-faktor pembentukan
karakter terhadap harta. Walaupun begitu, 10 amsal tersebut tidak dapat berdiri sendiri,
pembahasan topik ataupun studi karakter) yang terlingkup dalam Amsal 10:1-22:16
teologi biblika dan menemukan beberapa faktor mengenai pembentukan karakter melalui
Dari sudut pandang teologi biblika, penulis dan pembaca dapat mengetahui
bahwa pembentukan karakter melalui harta mengajarkan suatu nilai-nilai hikmat ataupun
sifat-sifat bijak yang benar bagi setiap pembacanya. Sehingga, setiap pembaca dapat
menerapkan tingkah laku yang sesuai dengan hikmat/kebenaran. Walaupun begitu, kitab
Amsal selalu memberikan 2 (dua) jenis tingkah laku manusia seperti hikmat/kebenaran
kebijakan ataupun kefasikan. Tidak ada seorang pun yang dapat menjadi bijak (berhasil
dalam kehidupan), tanpa takut akan Tuhan (tema besar kitab Amsal yang sesuai dalam
pasal 1:7; 15:17), melakukan setiap peringatan-peringatan, dan ketaatan yang keras. Oleh
sebab itu, teologi biblika mengenai kitab Amsal selalu mengajarkan bahwa setiap
Ada 5 (lima) faktor pembentukan karakter yang dapat ditemukan oleh penulis
melalui eksegesis teks-teks harta dalam Amsal 10:1-22:16. Pertama, faktor pencipta.
Faktor ini diperankan oleh Allah untuk membentuk karakter seseorang, sehingga dapat
berbuat baik kepada orang lain. Peran Allah yang memampukan seseorang untuk
melakukan tindakan-tindakan yang benar (jujur dan keadilan). Hal ini bersumber dari
hubungan yang benar dengan Allah (takut akan Tuhan dan ketaatan), sehingga seseorang
(1:7; 15:16). Seseorang yang rajin (bekerja keras) dan tekun dalam pekerjaan akan
memperoleh konsekuensi yang baik dalam kehidupannya, entah dalam kekayaan (10:15;
10:22) , hubungan kepada lingkungan masyarakat yang membaik (19:4), reputasi yang
Kedua, faktor pembawaan seseorang. Faktor ini diperoleh dari diri seseorang
melalui setiap pengajaran ataupun didikan dalam ruang lingkup tertentu, seperti,
kehidupan keluarga (didikan orang tua kepada anak) ataupun dalam ruang lingkup
sekolah (didikan guru kepada siswa) (13:24). Faktor dari pembawaan seseorang dapat
membentuk karakter seseorang untuk berbuat baik kepada setiap komunitas lingkungan
sosialnya.
timbal balik antara karakter dan perbuatan. Karakter memang mempengaruhi perbuatan.
Namun dari sisi yang lain, perbuatan juga mempengaruhi karakter seseorang. Dari sisi
yang lain, proses dalam pengambilan keputusan juga mempengaruhi karakter seseorang.
Pengambilan keputusan ini tentunya tidak lepas dari setiap kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan seseorang, sehingga faktor ini tidak akan pernah lepas dengan faktor-faktor
sehingga dengan kepercayaan itu, orang tersebut akan diperluas jaringan sosialnya yang
sosialnya.
Kelima, faktor tujuan. Faktor ini tidak hanya menjelaskan suatu pendapatan
didasarkan kepada tujuan Tuhan bagi kehidupan seseorang (10:22). Dalam hal tersebut,
setiap pembaca diajarkan bahwa pembentukan karakter seseorang diubah melalui cara
pandangnya mengenai harta, bukan hanya berorientasi kepada kekayaan saja, tetapi juga
membiasakan dirinya untuk memandang bahwa Allah sebagai sumber berkat bagi
kehidupannya ataupun kepada orang-orang yang lain. Cara pandang yang baru mengenai
141
seseorang harus membutuhkan proses dalam membentuk karakter tersebut. Oleh sebab
itu, seseorang harus membiasakan diri bertindak secara benar untuk membentuk karakter
yang baik.
Saran
terhadap harta dalam Amsal 10:1-22:16, maka berikut ini penulis akan mengajukan
karakter terhadap harta sangat berorientasi kepada hubungan yang benar antara manusia
dan Tuhan. Hal ini tentunya didasarkan kepada takut akan Tuhan (sebagai tema kitab
Amsal dalam pasal 1:7; 15:16). Hubungan benar dengan Tuhan akan memberikan
karakter terhadap harta tidak terjadi secara instant/mudah, melainkan melalui proses
(seperti: ketekunan, kejujuran, kesabaran dalam mengelola harta) dalam mengelola harta
yang berdampak kepada diri seseorang, tetapi juga kepada komunitas masyarakat.
142
mengelola harta tidak hanya mengejar suatu kekayaan belaka, melainkan menyadari
bahwa kekayaan tersebut berasal dari Allah, sebagai sarana untuk memberkati orang-
Amsal sebagai bagian dari pembentukan karakter terhadap harta, baik kepada mahasiswa
di dalam kelas, maupun kepada anggota gereja yang ada di dalam kelas PA (pemahaman
itu sendiri.
KEPUSTAKAAN
Buku-buku
Alden, Robert C. Tafsiran Praktis Kitab Amsal. Malang: Literatur SAAT, 2002.
Alter, Robert. The Wisdom books: Job, Proverbs, and Ecclesiastes: a translation with
commentary. London: W. W Norton & Company, 2010.
Blomberg, Craig L. Tidak Miskin, Tetapi Juga Tidak Kaya: Teologi Alkitab Tentang
Kepemilikan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.
Brent Sandy D, Ronald L. Giese, Jr. Cracking Old Testament Codes: A Guide
Interpreting the Literary Genres of the Old Testament. Nashville: Broadman &
Holman Publishers, 1995.
Bullinger, E. W. Figures of Speech Used In the Bible. Grand Rapids: Baker Books, 1981.
Buzzel, Sid S. “Proverbs” dalam The Bible Knowledge Commentary. Disunting oleh
Jhon F. Walvoord dan Roy B. Zuck. Dallas: SP Publications, 1985.
Corner, Kevin J. dan Ken Malmin, Interpreting The Scriptures. Malang: Gandum Mas,
2004.
Davidson, Benjamin. The Analytical Hebrew And Chaldee Lexicon. Grand Rapids:
Zondervan Publishing, 1993.
Fox, Michael. Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary.
New Haven: Yale University, 2009.
Getz, Gene. Pendalaman Alkitab Uang Harta dan Harta Milik. Bandung: Kalam Hidup,
2008.
Henry, Matthew. Tafisran Matthew Henry: Kitab Amsal. Surabaya: Momentum, 2013.
Hill, Alexander. Bisnis yang benar: Etika Kristen dalam dunia Bisnis. Bandung:Kalam
Hidup, 2001.
Holladay, William L. A Concise Hebrew And Aramic Lexicon of the Old Testament.
Grand Rapids: Eerdmans; Leiden: Brill, 1988.
Ironside, H. A. Notes on the Book of Proverbs. New York: The Bible Truth Press, 1997.
Kaiser, Walter C. Toward An Exegetical Theology: Biblical Exegesis for Preaching &
Teaching. Grand Rapids: Baker Books, 2003.
Laird Harris, R. Theological Wordbook of the Old Testament. Chicago: Moody Press,
1981.
Longman III, Tremper. Making Sense of the Old Testament. Diterjemahkan oleh
Cornelius Kuswanto. Disunting oleh Yusak P. Palulungan. Malang: Literatur
SAAT, 2012.
Murphy, Roland E. The Wisdom Literature. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing
Co, 1983.
Owen, Stuart W, P.A. Grist, R. Dowling. Kamus Lambang dan Kiasan Dalam Alkitab.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2014.
Owens, John J. Analytical Key to the Old Testament. Grand Rapids: Baker Books, 2000.
Packer, J. L, Merril C. Tenney, William White, Jr. Ensiklopedia Fakta Alkitab (Bible
Amanac) Jil. 1. Malang: Gandum Mas, 2009.
146
Patrick, Dale, Allen Scult, Rhetoric and Biblical Interpretation, JSOTSup 82. Sheffield:
Almond Press, 1990.
Ryken, Leland, James C. Wilhoit, Tremper Longman III. Kamus Gambaran Alkitab.
Surabaya: Momentum, 2011.
Sandoval, T. J. The Discourse of Wealth and Poverty in the Book of Proverbs. Boston:
E.J. Brill, 2009.
Saparman. Belajar Alkitab: Cara dan Contoh. Yogyakarta: STII Press, 2014.
Sitompul, A. A, Ulrich Beyer. Metode Menafsirkan Akitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012.
Tjanda, Jimmy. 7 Prinsip Sukses Bisnis Mengelola Usaha Secara Alkitabiah &
Profesional. Yogyakarta: ANDI Offset, 2008.
Thompson, J. M.The Form and Function of Proverbs in Ancient Israel. Hague: Mouton
Publishers, 1974.
Waltke, Bruce K. The Book of Proverbs 10-15. Grand Rapids: William B. Eerdmans
Publication, 2004.
Whybray, R. N. Wealth And Proverty In The Book of Proverbs. Sheffield: JSOT Press,
1990.
Zuck, Roy B. A Biblical Theology of Theology the Old Testament. Malang: Gandum Mas,
2004.
Diktat
Elefson, Todd. Diktat Kuliah: Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah. Sem. V, 1998.
Reed, Carl. Diktat Kuliah: Kamus Sementara Bahasa Ibrani-Bahasa Indonesia Edisi
kedua. Sem. VI, 2010.
___________. Diktat kuliah: Gramar dan Sintaks Bahasa Ibrani, sem. III, 2004.
___________. Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian
Lama, Sem. II, 2015.
Kamus
Bakir, R. Suyoto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Batam: Karisma Publishing Group,
2006.
Sofware
Bible Works: Bible Works BHS Hebrew Old Testament (WTT), Ver.7.0, Sofware:Bible
Works for Windows. CD-Rom.
148
Bible Works: Bible Works BHS Hebrew Old Testament (WTT), Ver.9.0, Sofware:Bible
Works for Windows. CD-Rom.
Website