TAHIR
Dalam Perjanjian Lama
PENDAHULUAN
Di Benua yang penuh dengan budaya dan kepercayaan seperti Asia, kita pasti sering atau pernah
mendengar ungkapan najis dan tahir, baik dalam kehidupan bermasyarakat atau keagamaan.
Tidak hanya di agama lain, dalam kekristenan pun terdapat ungkapan seperti najis dan tahir.
Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama kita akan menemui banyak ungkapan kata-kata tersebut
walaupun dalam praktiknya orang Kristen tidaklah sering menggunakan ungkapan-ungkapan ini
karena kata-kata najis dan tahir ini lebih sering digunakan dalam tatacara hidup dan beribadah
oleh umat Yahudi pada zaman itu terlebih setelah bangsa Israel keluar dari perbudakan dan
dan makna sesungguhnya dari kata-kata ini, bahkan mungkin umat Kristen hanya mendapatkan
framework dan pemahaman makna dari agama-agama lain disekitar umat Kristen yang
menggunakannya.
NAJIS DAN TAHIR DALAM
PERJANJIAN LAMA
Dalam Perjanjian Lama kata-kata ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan tatacara beribadah umat
Israel, karena sifat Hukum Taurat yang mengatur dan menjadi keharusan, maka hal ini harus benar-benar
2. Hukum Apodiktik (Hukum tanpa syarat dan mutlak, dalam hukum ini terdapat kata “lo” yang menunjukkan
ketegasan untuk tidak melakukan). Dalam hal ini najis dan tahir akan tergolong pada sifat yang ke 2 karena
Pada Bahasa Ibrani kata najis menggunakan kata ameÞJ' (‰¹m¢°) (adjective, masculine singular,
absolute) yang diartikan unclean (kotor atau tidak bersih), bisa juga berbicara tentang pemujaan yang
kotor (cultically).
Dalam Meriam webster unclean diartikan sebagai dirty, filthy, atau morally or spiritually impure. Kita
dapat mengartikan najis ini sebagai kotor, menurut KBBI kotor sendiri adalah keadaan tidak bersih,
jorok, melanggar kesusilaan, tidak patut, keji, atau tidak mengikuti aturan.
Dari arti kata tersebut dapat kita simpulkan bahwa najis disini adalah kotor, namun perlu kita
ketahui ketika kembali kepada teks pada Allah berbicara tentang kekudusan bukan kebersihan.
disini bukan hanya kotor secara lahiriah namun juga ada unsur Teologis, kotor dipandangan Allah sehingga Allah tidak bisa
Tuhan berungkali mengatakan “Aku Kudus” (Imamat 11:44-45) dan Dia juga menuntut manusia menghormati
kekudusanNya.
Sesuatu yang najis tidak dapat menyatu dengan Allah sehingga manusia harus menghilangkan “kenajisannya” untuk dapat
bertemu Allah. Najis berarti bahwa ia tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk menghadap Allah karena dia masih kotor
dihadapan Allah dan hal ini terjadi baik jasmani maupun rohani.
TAHIR
Dalam terjemahan bahasa asli kata tahir berasal dari kata rAhj' (‰¹h¢r) yang berarti be pure, pure
and clean. Sedangkan dalam terjemahan NIV, tahir diterjemahkan menggunakan kata clean yang
berarti bersih. Dalam Meriam-webster pure mempunyai arti unmixed with any other matter atau free
Kata ini sering digunakan untuk mendiskripsikan kemurnian emas dan kalau artikan pure lebih tepat
dari pada clean karena pure sama dengan tidak bercampur dengan hal lain.
Ketahiran dari satu sisi merupakan keadaan negatif, yaitu keadaan dimana unsur “kenajisan”
sudah tercegah. Dipihak lain “ketahiran” berhubungan erat dengan konsep “kekudusan”,
keadaan tahir adalah keadaan yang diperkenanan di hadapan Kekudusan Tuhan, sehingga
tubuh, pakaian dan hati yaitu seluruh manusianya agar mereka dapat melayani Allah.
Mentahirkan adalah tindakan yang digunakan untuk membersihkan diri dan menjadi kudus dihadapan Allah.
Jadi kesempurnaan Allah secara moral menjadi bagian dari konsep kekudusan-Nya dan tuntutan-Nya agar
umat perjanjian-Nya menjadi Kudus selalu terikat dengan hukum moral. Oleh karena itu, kekudusan mulai
pengaruh sakral yang dapat “menyelundup” kedalam objek-objek tertentu, sehingga objek-objek
Menurut Dr. I. J. Cairns, berdasarkan pengertian primitif yang demikian, berkembanglah didunia
semit pada umumnya dan di Israel kuno khususnya, suatu system pengkategorian kenajisan,
mengerikan dianggap berlawanan dengan tata tertib alam, sehingga bersumber pada kuasa-kuasa demonis.
2. Cairan-cairan yang mengalir dari tubuh. Darah dianggap sakral, sebagai sumber hidup. Begitu pula cairan-cairan
yang berhubungan dengan proses kelahiran (air mani, darah kotor, dsb). Proses kelahiran ternyata menyangkut
misteri kehidupan, sehingga termasuk wilayah kesakralan. Selain itu dalam perkembangan YHWHism, beberapa
aspek seksualitas dianggap najis karena asosiasinya dengan kultus Baalism (kultus kesuburan, pelacuran bakti,
dsb).
3. Maut dianggap sesuatu yang berlawanan dengan tata tertib alamiah, sehingga mayat dan bangkai dianggap
najis serta menajiskan barang dan orang yang mnyentuhnya. Keseganan asli pun diperkuat dengan
4. Beberapa jenis binatang dan burung yang dianggap najis, kadang-kadang karena ada hubungannya dengan
agama kafir tertentu dan kadang-kadang karena binatang itu biasa memakan bangkai.
Dalam perkembangannya kenajisan dalam Perjanjian Lama berkembang tidak konsep ritual
dalam peribadatan dan ibadah namun mereka juga menerapkan kenajisan kepada cacat moral
dan pelanggaran moral. Menurut para nabi, pengabaian torah Tuhan (Yeremia 2:7), dan
penyembahan berhala (Yeremia 32:34), ketidak-benaran(Yes 64:6), penipuan (Yes 6:5), dan
ditebus Yesus di kayu salib, sehingga kita tidak perlu lagi melakukan ritual-ritual persembahan
atau tata cara pentahiran, kita hanya perlu datang kepada Yesus dengan kerendahan hati dan
pertobatan yang sungguh-sungguh lalu meminta Yesus untuk menguduskan kita, maka Tuhan