Anda di halaman 1dari 12

COMBATIONALISM

Apologetika dan Sekte

Resume

Oleh:
Sony Wijaya
1619801TH

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI


EL-SHADDAY
SURAKARTA
2019

1
COMBINATIONALISM

Kegagalan pengujian tradisional untuk kebenaran dari sebuah sudut

pandangan hidup (world view) seperti experientalism, rationalism, evidentialism, and

pragmatism merubah pengharapan untuk sebuah penyamaan methodology menjadi

pendekatan yang berkombinasi. Bagaimanapun banyak sekali pendetakan-pendekatan

yang ada, maka dari itu setiap sudut pandang menggabungkan beberapa pengandaian

model atau dengan framework pengalaman. yang dapat dimengerti. Dan arti dari

pengujian sebuah model sering di ikuti konsistensi, koherensi, fakta yang cukup, atau

keeksisan yang relevan. Sebuah pemeriksaan beberapa contoh penting akan

mengindikasikan daftar-kombinasi yang bekerja pada percobaan mereka.

Sebuah Eksposisi Beberapa Prasangka Utama Metodology

Combinationalism muncul dari banyak latarbelakang epistemology.

Namun sebenarnya tidak ada hubungan yang benar-benar ada secara logika antara

ujian mereka terhadap kebenaran dan sumber kebenaran mereka tapi terkadang

memang terpengaruh dari satu kepada yang lain. Bagaimanapun yang penting adalah

bahwa, faktanya apapun epistemology sumber kebenaran, setiap pelaku

combinationalism merasa bahwa sebuah kombinasi pengujian sebuah kebenaran

adalah penting untuk memapankan kebenaran sudut pandang dunia.

2
A. Tes dari Model Religious: Ian Ramsey dan Frederick Ferre

Sebagai bukti dalam analisa Evidentialism, pengalaman dan fakta

sendiri tidak menginterpretasikan dirinya sendiri, sebuah konsep dari interpretasi

adalah penting untuk berarti. Fakta kosong tidak membuahkan arti. Hanya ketika

mereka di letakkan pada framework yang berarti atau model penyampaian mereka

lebih dari faktisitas belaka.

1. The Qualified Disclosure Models of Ian Ramsey

Pertama Ramsey mencari kejelasan apa itu pengalaman religious,

itu adalah sebuah discernment-commitment situation (komitmen-membedakan

situasi). Situasi mebedakan (discernment) adalah sebuah pengalaman biasa

yang tiba-tiba hidup dan sebuah situasi komitment (commitment) adalah orang

yang dipanggil untuk sebuah response, sebuah respon sepenuhnya. Jadi

pengalaman religious adalah sebuah pengalaman empiris yang mendasar yang

menyingkapkan pengalaman yang lebih atau melebihi didalam sebuah

panggilan untuk sepenuhnya berkomitmen. Itu adalah disclosure-commitment

situation.

Berbagai models dan qualifiers bisa digunakan untuk

membangkitkan penyingkapan religious. Untuk model religious tidak

mendiskripsikan Tuhan namun hanya membangkitkan pemahaman yang lebih

mendalam tentang keagamaan. Sebagai contoh, “Ketika kita katakan Tuhan

adalah Kasih yang tertinggi (Supreme Love), kita tidak membuat pernyataan

3
diskripsi secara psikologi”. Namun kita memodifikasi dengan sederhana

model “Kasih” dengan qualifiers “tertinggi” jadi sebagai pembangkit

pemahaman religious dan komitmen. Dengan menggunakan models dan

qualifiers seseorang bisa membangun konsep yang menyerupai “Keluarga”.

Jadi dari pertemuan tangent beberapa model religious, seseorang bisa

"membuat sebuah makromodel religious, itulah konsep “Tuhan”.

Selanjutnya, penerimaan model Tuhan seseorang dapat di tes

dengan apa yang Ramsey namakan “empirical fit”.

1. Dalam semua kasus model harus harmonis dengan fenomena. mereka

harus muncul di sebuah moment penyingkapan pemahaman.

2. Sebuah model di Theologi tidak berdiri atau jatuh dengan kemungkinan

pengurangan kesimpulan. Ini dinilai dari stabilitas dan dari kemampuan

mengabungkan fenomena yang sangat berbeda secara konsistenan.

2. Frederick Ferre: Metaphysichal Model

Ferre mengatakan bahwa bahwa religious tidak bisa sepenuhnya

non-cognitif. Dia mendefiniskan sebuah model sebagai “yang menyediakan

kejelasan epistemology atau kesegaran kepada sebuah teori dengan

menyediakan penafsiran terkadang keduanya cocok dengan logika dari sebuah

teory dan sudah diketahui.” Model dinilai dari tipe, jangkauan, dan statusnya.

Tipe adalah tingkat kekonkritan kemampuan untuk membangun atau membri

sebuah gambaran. Jangkauan adalah tingkat inklusivitas. Dan status dari

4
sebuah model mengindikasikan seberapa penting model itu, seperti

dispensability atau indispensability.

Religious Model ditandai oleh empat factor:

1. Berbeda dengan Model Scientific, religious model tidak menerima

pemisahan antara realita dan pengamat.

2. Model Scientific sangat berguna atau kurang berguna, sedangkan Model

religious tidak bisa dipisahkan dari pertanyaan kebenaran.

3. Model Religious melakukan pendekatan yang berbeda dengan fakta dari

pada yang dilakukan model scientific. Pada theism fakta tersusun dari

beberapa kategori seperti kepribadian, keinginan, tujuan, dan kasih. Pusat

fakta adalah “creative, menyerahkan diri, dan cinta kasih kepada Yesus”.

4. Di Theologi, Teori (yang termasuk dalam kognitif area yang lain) dapat

berubah sesekali, namun model tingkat tinggi sedikit susah mengalami

perubahan.

Model religious tingkat tinggi mungkin bisa diperlakukan sebagai Metaphysic

model untuk merepresentasikan “Karakter Utama” alam semesta. Theistic

dibangun oleh sebuah gambaran yang diambil dari ayat Firman Tuhan.

Secara teknis, seseorang tidak dapat menguji kebenaran dari

sebuah Theistic model dengan sendirinya, namun hanya kebenaran dari

perpaduan yang menghasilkan dari mengaplikasikan model theistic kepada

seluruh aspek kehidupan manusia. Ada tiga level dari total catatan:

5
1. Metaphysical yang terkenal atau symbol yang diambil dari penggambaran

ayat Firman Tuhan.

2. Beberapa dalil yang mencoba mengekspresikan symbol ini dalam bentuk

sebuah kognitif dan,

3. Seluruh jangkauan dari fungsi kognitif dan non-kognitif yang membuat

permainan bahasa religius.

Ferre menawarkan 3 penguji kebenaran untuk Theistic Model:

Konsisten, coherence, adequacy. singkatnya sebuah perpaduan metaphysical

akan valid hanya jika itu dapat menaruh seluruh pengalaman kedalam sebuah

pola yang menyeluruh, meresap dan memenuhi syarat. Dari pandagan Ferre

tersebut Theistic model menghasilkan beberapa hal, seperti:

1. Kekristenan efektif di masa lalu namun masih diragukan

keefektifitasannya di masa depan, masih ada sedikit keraguan mengenai

penerapan dari kasih dan penghormatan,

2. Kekristenan cukup baik dalam menghadapi kerumitan test penerimaan,

3. Tidak ada kontradiksi yang pasti dalam kekristenan namun tidak juga

menawarkan solusi kepada masalah yang lebih rendah yang didapat dari

penerimaan universal,

4. Ada korehensi internal yang menyolok didalam kekristenan namun

eksternal konsistensi dengan bidang pengetahuan yang lain tidak terlalu

jelas.

6
B. Tes untuk sebuah Model Propotional Scriptural: Edward J. Carnell.

Salah satu combinationalist yang terkenal disekitar evangelical

apologist adalah Edward J. Carnell. Dia dengan yakin percaya kepada otoritas

ilahi Firman Allah, Carnel memulai dengan Christian Theistic model dari

ketritunggalan Allah yang secara proposional diperlihatkan di ayat. Dari asumsi

ini dia membuat test kebenaran system kekristenan dengan mengkombinasikan

beberapa metode, yang dia beri nama, “systematic consistency”.

1. The Rejection of Others Test for Truth

Carnell melihat dan menolak tes kebenaran yang lain,

1. Insting, tidak bisa digunakan untuk mengetes kebenaran karna itu tidak

bisa membedakan antara apa legal secara natural untuk spesies dan apa

yang dibutuhkan.

2. Custom adalah sebuah hal yang ditadk memenuhi syarat untuk mengetes

kebenaran, karna ini bisa custom bisa baik atau buruk, benar atau salah.

3. Tradisi, hampir sama seperti custom namun ini lebih normative dan

berasal dari kelompok orang, ini tidaklah cukup.

4. Consensus Gentium atau persetujuan sebuah bangsa, gagal sebagai

penguji kebenaran karena suatu kali manusia percaya bahwa bumi adalah

7
pusat alam semesta dan ternyata salah. Kepercayaan mungkin bisa

dipercayai banyak orang orang namun belum tentu kebenarannya.

5. Perasaan, bagaimanapun jika tanpa sebuah alasan yang tepat, perasaan

sangat tidak bertanggungjawab.

6. Persepsi Indra juga ditolak oleh Carnell karna indera kita kadang menipu

kita.

7. Begitu juga intuisi, karna intuisi tidak bisa mendeteksi intuisi yang salah.

8. Orang yang memberikan sebuah ide pada kehidupan juga tidak bisa

karena bagaimana mungkin sebuah piano di bawa kedalam pikiran kita

untuk melihat ide kita seperti itu.

9. Pragmatis tidak bisa memenuhi syarat, karena dalam pragmatis murni kita

tidak bisa membedakan antara materialism dan theism.

Carnel menyimpulkan bahwa bukti deduktif tidak memenuhi syarat karena

“kenyataan tidak bisa dihubungkan hanya dengan formal logic, logika

kebenaran tidak bisa melewati material kebenaran sampai fakta dari

kehidupan dinyatakan dalam sebuah pandangan”.

2. Systematic Consistency adalah tes yang memenuhi syarat untuk kebenaran

Seperti yang Carnell nyatakan Systematic Consistency terdiri dari

3 elemen:

1. Horizontal Self-Consistency

Segala asumsi utama harus terhubung bahwa mereka ditaruh pada formal

logic yang tepat.

8
2. Vertical Fitting of the Facts

Koherensi masuk dalam sebuah interpretasi dari fakta konkret nyata

seperti sejarah manusia, batu, tulang dan tumbuhan.

3. Third Method of Knowing

Dia mendiskripsikan ini dengan Kejujuran Pribadi, pengetahuan dari

moral penerimaan diri dan tanggung jawab moral. Dengan ini dapat

disimpulkan ada tiga jenis tes untuk kebenaran menurut Carnell,

Consistency, Coherence, Existensial Relevance

3. Menguji Kekristenan dengan Systematic Consistency

Menurut Carnell ini adalah bukti pandangan hidup yang berharga

untuk diberbincangkan tidak bisa bangkit diatas kemungkinan rasional.

Alasannya pertama bahwa kekristenan tidak bisa bangkit diatas kemungkinan

adalah Kekristenan dibangun dengan fakta sejarah dan kedua adalah

Kekristenan tidak bisa secara formal hanya berdasarkan nilai moral dan nilai

adalah sebuah titik ketertarikan pribadi dan penghargaan. Dengan pengertian

dari kemungkinan bukti dan kepastian moral dipikiran, Carnell

mengaplikasikan test untuk Kekristenan, dia melihat tiga kemungkinan titik

mulai:

1. Titik permulaan sementara

2. Titik permulaan logika

3. Titik permulaan sebuah sinoptik

9
C. Beberapa prinsip yang esensial dari Combitionalism

Titik Permulaan dari Combinationalist kadang berbeda ada yang

dimulai dengan pengalaman empiris (Ramsey) dan ada yang dimulai dengan

Pengilhaman dari ayat yang diketahui melalui innate rational dan prinsip moral.

Namun pengujian kebenaran mereka secara esensial adalah sama. Katakanlah

sebuah kombinasi dari konsistensi, pemenuhan syarat yang factual, moral dan

pengilhaman religi. Dari beberapa kesamaan kita dapat melihat penenkanan yang

ada dalam Combinational Metodhology,

1. Combinationalism ingin lebih Komprehensif, pengujian kebenaran harus

horizontal (logis) dan vertical (factual)

2. Combinationalist biasanya berprasangka dalam titik pemulaan mereka.

Sebuah titik permulaan adalah penting dan tidak self-justifying. Formal logika

adalah kosong dan perasaan pengalaman sendiri butuh strutuktur dan arti

3. Pengalaman tidak diartikan secara sendirinya. Sebuah model atau kerangka

berpikir yang interpretive sesuatu yang penting untuk arti

4. Kebenaran dibentuk setelah Hipotesis Scientific yang dibentuk dari

konsistensi dan kemampuan menyatu dengan fakta pengalaman.

Sebuah Evaluasi untuk Combinationalism

A. Kontribusi Positif

1. Penemuan dari kebutuhan untuk sebuah kerangka berpikir interpretive atau

model metaphisik adalah pengertian yang penting. Fakta tidak berbicara

10
sendiri. Kebenaran tidak dikesampingkan dalam fakta seperti itu. Fakta

ditambah arti dapat menjadi dasar kebenaran. Dan arti tidak muncul secara

natural dari fakta.

2. Kedua Combitionalism menghadirkan sebuah test yang comprehensive. Satu

dimensi pertanyaan untuk kebenaran tidaklah cukup. Sebuah pandangan hidup

haruslah mencakup yang ada didunia.

3. Terakhir Combinationalism memberikan pengujian yang memenuhi syarat

untuk kebenaran dengan konteks yang pasti.

B. Kritik negatif kepada Combinationalism untuk pengujian kebenaran

pandangan hidup (World View).

1. Saat kita menguji pandangan hidup kita tidak dapat berprasangka terhadap

kebenaran dari sebuah konteks dan kerangka berpikir yang diberikan itu

sangat tidak tepat untuk apa yang diuji.

2. Combinationalism dibentuk dari “ember yang bocor” argument. Katakanlah

bahwa Empiris tidak valid, Existensial tidak valid dan Rational tidak valid.

Bagaimanapun jika satu ember tidak dapat menahan air lalu dua atau tiga

ember yang lain juga tidak dapat melakukan pekerjaannya juga. Hanya

dengan menambahkan solusi yang tidak memenuhi syarat bersamaan, tidak

membuat sebuah solusi yang memenuhi syarat.

3. Kecocokan empiris tidaklah memenuhi syarat untuk pengujian pandangan

hidup karena “kecocokan” adalah sesuatu yang di ambil untuk fakta dari

semua pola pandangan hidup.

11
4. Pengujian ini hanya baik untuk sebuah kesalahan bukan untuk kebenaran

sebuah pandangan hidup.

12

Anda mungkin juga menyukai