Anda di halaman 1dari 66

DIKTAT KULIAH :

OIKUMENIKA

DIRANGKUM OLEH :
Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI


CIANJUR
2021
SILABUS S 1 TEOLOGI OIKUMENIKA

KELOMPOK :
MATA KULIAH KEAHLIAN BERKARYA

NAMA MATA KULIAH : OIKUMENIKA


KODE :
BOBOT : 2 sks
SEMESTER : V (lima)
PRASYARAT : 1. SEJARAH GEREJA UMUM
2. SEJARAH GEREJA INDONESIA
BANYAKNYA PERTEMUAN/
WAKTU TIAP PERTEMUAN : 14 X 2 X 50 MENIT

STANDAR KOMPETENSI
Mahasiswa memiliki pengetahuan tentang sejarah gerakan Oikumene, menghayati nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya, dan berpartisipasi dalam gerakan keesaan gereja-gereja di
Indonesia.

KOMPETENSI DASAR
1. Mampu menjelaskan pengertian dan latar belakang gerakan Oikumene.
2. Mampu menguraikan sejarah gerakan Oikumene hingga konferensi gereja di Edinburg
tahun 1910.
3. Mampu menjelaskan sejarah gerakan Oikumene pasca Konferensi Edinburg 1910, sampai
terbentuknya Dewan Gereja-gereja Sedunia.
4. Mampu mengidentifikasi beberapa tokoh gerakan Oikumene di dunia dan pikiran-
pikirannya.
5. Mampu menguraikan latar belakang gerakan Oikumene di Indonesia dan lahirnya
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
6. Mampu menguraikan sejarah lahirnya Persekutuan Gereja Lembaga Injili Indonesia
(PGLII) dan Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI).
7. Mampu menghayati pentingnya kehidupan beroikumene di Indonesia.
8. Mahasiswa dapat mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan nilai-
nilai gerakan Oikumene dalam kehidupannya di tengah gereja dan masyarakat.

URUTAN DAN RINCIAN MATERI


1. Pengertian dan latar belakang Gerakan Oikumene
2. Sejarah Gerakan Oikumene sampai Konperensi Edinburg 1910 sampai terbentuknya
Dewan Gereja-gereja Sedunia.
3. Tokoh-tokoh dan pemikiran Gerakan Oikumene di dunia
4. Latarbelakang Gerakan Oikumene di Indonesia dan lahirnya Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI)
5. Sejarah lahirnya Persekutuan Gereja Lembaga Injili Indonesia (PGLII) dan Persekutuan
Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI).

i
SILABUS S 1 TEOLOGI OIKUMENIKA

6. Perkembangan pemikiran tentang keesaan gereja sekarang ini.

INDIKATOR HASIL BELAJAR


1. Menjelaskan pengertian dan latar belakang gerakan oikumene
2. Menguraikan sejarah Gerakan Oikumene hingga Konperensi di Edinburg 1910
3. Menguraikan sejarah Gerakan Oikumene pasca Edinburg sampai terbentuknya Dewan
Gereja-gereja Sedunia.
4. Mengidentifikasi tokoh-tokoh dan pikiran Gerakan Oikumene di dunia
5. Menjelaskan latarbelakang Gerakan Oikumene di Indonesia
6. Menguraikan sejarah lahirnya Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
7. Menguraikan sejarah lahirnya Persekutuan Gereja Lembaga Injili Indonesia (PGLII) dan
Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI)
8. Mengidentifikasi perkembangan pikiran keesaan gereja sekarang ini.
9. Mencermati nilai-nilai yang sesuai dengan Gerakan Oikumene di Indonesia.
9. Memperlihatkan penghayatannya tentang kehidupan beroikumene di Indonesia.
10. Melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan-kegiatan oikumenis dalam pelayannnya di
tengah gereja dan masyarakat.

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN

PENDEKATAN : Partisipatif – informatif

PENGALAMAN BELAJAR : 1. Mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen


2. Mahasiswa berdiskusi
3. Mahasiswa melakukan penelitian
4. Mahasiswa berpresentasi
5. Mahasiswa berseminar

METODA : Ceramah, diskusi, seminar dan pemberian tugas

TUGAS : 1. Mengadakan presentasi


2. Studi literatur
1. Melakukan penelitian
2. Merancang kegiatan oikumenis

STANDAR PENILAIAN : 1. Partisipasi dan kehadiran : 20 %


2. Penulisan paper : 30 %
3. UTS : 20 %
4. UAS : 30 %

ii
SILABUS S 1 TEOLOGI OIKUMENIKA

TEKNIK : TERTULIS DAN PENGAMATAN

BENTUK SOAL : Essei bebas dan terbatas, Porto Folio, unjuk kerja

MEDIA : Laptop, LCD Proyektor, VCD , Papan Tulis / White board,

SUMBER BELAJAR
1. Keluarga
2. Media elektronik (internet)
3. Narasumber,
4. Lingkungan alam,
5. Lingkungan sosial,
6. Teman di kampus
7. Teman di masyarakat setempat
8. Komunitas gereja
9. Literatur:
1. De Jonge, Christian. Menuju Keesaan Gereja. Jakarta: BPk Gunung Mula, 2010.
2. A.A. Yewangoe, Agama Dan Kerukunan. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006.
3. Paul F. Knitter. Satu Bumi Banyak Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
4. Minggus Pranoto (ed). Melampaui Sekat: Pentakostalisme Dan Dialog Antar Agama.
Semarang: Komisi Dialog Antar Agama Sinode Gereja Isa Almasih dan STT Abdiel,
2012.
5. Abineno, J.L. Ch. Oikumene dan Gerakan Oikumene. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1984.
6. Banawiratma, J.B. Tempat dan Arah Gerekan Oikumene. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1994.
7. Wijaya, Hengky C. (peny.). Jalan Menuju Keesaan. Jakarta: Sinar Harapan, 1996.
8. PGI. Dalam Kebersamaan Manapaki Penuh Harapan. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1990.

iii
1. Pengertian Ekumenisme / Oikumenisme
Ekumenisme (kadang-kadang dieja oikoumenisme, oikumenisme) berasal dari bahasa
Yunani oikos (=rumah) dan menein (=tinggal), sehingga oikoumene berarti "rumah yang
ditinggali" atau "dunia yang didiami".

Dalam pengertiannya yang paling luas, ekumenisme berarti inisiatif keagamaan menuju
keesaan di seluruh dunia.

Tujuan yang lebih terbatas dari ekumenisme adalah peningkatan kerja sama dan saling
pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok agama atau denominasi di
dalam agama yang sama.

Kata ini digunakan terutama sekali dalam kaitan dengan (dan oleh) agama Kristen untuk
merujuk pada gerakan menuju persatuan atau kesatuan denominasi Kristen yang
terpecah-pecah karena doktrin, sejarah, dan praktik.

Keesaan Gereja

Pada awal abad ke-20, sejumlah pemimpin Gereja Kristen mulai menyadari bahwa
perpecahan yang terjadi di dalam Gereja adalah sebuah masalah yang sangat besar.
Sebelum meninggalkan murid-muridnya, Yesus sendiri pernah memperingatkan akan
kemungkinan ini melalui doanya dalam Yohanes 17:20-21:

"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di
dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."

Karena itulah muncul gerakan ekumenis yang tujuannya adalah menciptakan keesaan
Gereja. Gerakan ini resminya dimulai oleh sekelompok pemimpin Gereja-gereja
Protestan, khususnya di dunia Barat, yang kemudian terwujud dalam bentuk Dewan
Gereja-gereja se-Dunia.

Dengan gerakan ini, diharapkan seluruh umat Kristen di dunia dapat bekerja sama dan
saling mendukung.

Tiga pendekatan

Ekumenisme Kristen dapat digambarkan dalam tiga kelompok Gereja terbesar, yaitu
Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan Protestan. Gambaran ini memang merupakan
simplifikasi dari kenyataan yang jauh lebih kompleks, namun setidak-tidaknya dapat
membantu menjelaskan permasalahan yang dihadapi oleh gerakan ini.

1
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Ortodoks Timur

Kekristenan bagi Ortodoks Kristen adalah "Gereja"; dan Gereja adalah Ortodoksi, tidak
lebih dan tidak kurang. Karenanya, meskipun ekumenisme Ortodoks "terbuka bagi
dialog, sekalipun dengan iblis", tujuannya adalah untuk mengembalikan semua non-
Ortodoks menjadi Ortodoksi kembali. Salah satu cara untuk mengamati sikap Gereja
Ortodoks terhadap non-Ortodoks adalah bagaimana mereka menerima anggota baru
dari kepercayaan yang berbeda. Orang-orang bukan-Kristen, misalnya penganut
Buddhis atau ateis, diterima melalui sakramen baptisan dan krismasi (chrismation).

Penganut Protestan dan Katolik Roma kadang kala diterima hanya melalui krismasi,
asalkan mereka telah menerima baptisan Trinitas. Juga kaum Protestan dan Katolik
Roma sering dirujuk sebagai "heterodoks", yang artinya "percaya hal lain", bukannya
"heretik" ("memilih hal lain"), menyiratkan bahwa mereka tidak dengan sengaja
menolak Gereja.

Katolik Roma

Sampai dengan diadakannya Konsili Vatikan II, hubungan antara gereja Katolik Roma
dan tradisi-tradisi Kristen yang lain dapat dikatakan terputus. Pandangan tradisional
gereja Katolik Roma adalah "tidak ada keselamatan di luar Gereja (Katolik)".
Sesungguhnya, keyakinan inipun terjadi pada dua belah pihak. Akibatnya, sebelum
Konsili ini, ekumenisme hanya dibedakan dari tingkat penginjilan (evangelization).
Konsil Vatikan II memulai zaman baru untuk mengupayakan persatuan antara Roma
dan tradisi-tradisi dogmatik yang lain. Inisiatif baru ekumenisme ini merangkul
inklusivisme agamawi sebagai sejalan dengan tujuan utama ekumenisme Katolik, dan
secara simultan menjauhkan diri dari pluralisme sebagai keadaan ideal persatuan
Kristen.

Dua dokumen utama merangkum perspektif Katolik Roma terhadap ekumenisme:

Unitatis Redintegratio ("Re-integrasi Persatuan": Vatican II's Decree on Ekumenisme —


21 November, 1964, Pope Paulus VI)

Ut Unum Sint ("Agar Mereka Menjadi Satu": Papal encyclical on Commitment to


Ekumenisme — 25 Mei, 1995) Paus Yohanes Paulus II

Tujuan akhir tugas ekumenikal Katolik yang diatur dalam dokumen-dokukmen ini tidak
lain adalah komuni yang lengkap dan penuh kesadaran dari semua orang Kristen, atau
sesungguhnya, seluruh umat manusia, dalam satu iman dan satu Gereja Kristen, dimulai
dari konversi umat Katolik. Ekumenisme pada dasarnya adalah pembaharuan Katolik.
Dalam pencapaian tujuan akhir ini, perlu diputarbalik pola kebencian pada masa lalu,
dan menempatkan Gereja dalam pelayanan mereka yang dijauhkan darinya. Pelayanan

2
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
ini tidak bisa ditujukan secara paradoks dengan penghancuran musuh-musuh melalui
siasat penguasaan dengan penjunjungan palsu, melainkan harus dengan keinginan tulus
untuk memberi manfaat kepada mereka yang dapat dipahami sedemikian tanpa harus
membutuhkan musuh untuk berdamai dulu. Jadi, ada kompatibilitas paling tidak dalam
prinsipnya, antara inklusivisme agamawi, dan tujuan akhir untuk persetujuan penuh
dalam iman, selama prinsip inklusivisme yang dianut Gereja tidak bertentangan dengan
kesetiaan panggilan mereka sendiri, melainkan perwujudan panggilan itu. Dengan
demikian, ekumenisme Katolik menggambarkan dirinya sendiri sebagai upaya untuk
memperbaiki konflik di dalam Gereja Katolik itu sendiri.

Protestan

Beberapa Gereja Protestan di benua Amerika menggunakan bendera ini sebagai


lambang keesaan Kristen.

Gerakan ekumenis kontemporer Protestan dimulai pada tahun 1910, dengan dibukanya
Konferensi Misionaris Edinburgh pada 1910. Konferensi di Edinburgh ini dipimpin oleh
tokoh awam Methodis, John R. Mott, dan menandai perhimpunan Protestan terbesar
hingga saat itu. Tujuan konferensi ini dijelaskan sebagai upaya mengembangkan kerja
sama lintas denominasi untuk mengadakan misi sedunia. Akhirnya, terbentuklah
organisasi-organisasi formal, termasuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia, Dewan Gereja-
gereja Nasional, dan Gereja-gereja Menyatu di dalam Kristus. Kaum Protestan telah
sering menjadi pemimpin dalam kelompok-kelompok ini dan yang sejenisnya.

Sejak saat itu, kaum Protestan telah terlibat dalam berbagai kelompok ekumenis, dan
dalam kasus-kasus tertentu mengusahakan keesaan denominasional yang organis, dan
dalam kasus-kasus lain hanya untuk pengembangan kerja sama saja. Karena luasnya
spektrum denominasi dan perspektif Protestan, kadang-kadang kerja sama sulit
tercapai.

Gereja-gereja bersatu dan menyatu

Karena dipengaruhi oleh gerakan ekumenis, "skandal perpecahan" dan perkembangan-


perkembangan setempat, terbentuklah sejumlah gereja bersatu dan menyatu. Gereja-
gereja yang menyatu menamai dirinya demikian, karena mereka merasa bahwa mereka
masih berada dalam perjalanan menuju kesatuan, misalnya, Uniting Church of Australia.

Apabila kesatuan formal belum dimungkinkan, gereja-gereja yang mempunyai visi


kesatuan ini dapat menempuh strategi saling mengakui dalam rentangan yang berbeda-
beda. Di kalangan Dewan Gereja-gereja se-Dunia, misalnya dikenal dokumen Baptisan,
Ekaristi dan Pelayanan (Baptism, Eucharist, and Ministry), yang berisi dokumen tentang
saling pengakuan di antara gereja-gereja anggotanya. Di kalangan anggota-anggota

3
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dikenal dokumen Piagam Saling
Menerima dan Saling Mengakui (PSMSM) yang merupakan bagian dari Lima Dokumen
Keesaan Gereja.

Kerja sama yang makin meningkat juga tampak di kalangan sejumlah denominasi yang
bersama-sama menggunakan satu gedung gereja dalam kebaktian atau ibadah yang
terpisah atau menyelenggarakan satu kebaktian dengan unsur-unsur dari berbagai
tradisi.

Ekumenisme dan pluralisme antar-iman

Karena agama Kristen itu terdiri dari bermacam-macam aliran, maka kita menemukan
pemahaman yang juga berbeda-beda tentang ekumenisme Kristen.

Gerakan antar-iman berusaha untuk menciptakan saling menghormati, toleransi, dan


kerja sama di antara agama-agama besar di dunia. Dalam pengertian ini, ekumenisme
dapat disebut sebagai pluralisme agama-agama, yang berbeda dengan ekumenisme di
dalam satu agama itu sendiri.

Ekumenisme sebagai dialog antar-iman antara wakil-wakil berbagai agama, tidak


dimaksudkan untuk mempersatukan para penganutnya ke dalam suatu kesatuan
organis yang penuh satu sama lainnya, melainkan sekadar untuk meningkatkan
hubungan yang lebih baik. Gerakan ini mempromosikan toleransi, saling menghargai,
dan kerja sama, baik di antara denominasi-denomiasi Kristen, atau antara agama Kristen
dengan agama-agama lainnya.

Alternatifnya, ekumenisme dapat bertujuan untuk mempertemukan semua orang yang


mengaku beriman Kristen ke dalam suatu organisasi yang kelihatan, misalnya, melalui
kesatuan dengan Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur. Ekumenisme dalam
pengertian ini memusatkan perhatian pada masalah khusus yaitu hubungan antara
denominasi-denominasi Kristen, yang mana Kekristenan secara dogmatis didefinisikan.
Dewan Gereja-gereja se-Dunia memainkan peranan dalam gerakan ekumenis yang
mempersatukan dan gerakan antar-iman.

Organisasi ekumenis

International Chaplains Association

Action of Churches Together in Scotland

Churches Together in Britain and Ireland

Konferensi Gereja-gereja Eropa

4
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Dewan Kepausan untuk Pengembangan Keesaan Kristen

Komunitas Taizé

Dewan Gereja-gereja se-Dunia

Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia

Federasi Lutheran se-Dunia

2. SEKILAS TENTANG GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA

Istilah oikumene tidak terpisahkan dari istilah Gerakan Oikumene (GO). Hal ini
diungkapkan oleh Eka Darmaputera bahwa pemahaman oikumene hendaknya memang
menjadi suatu gerakan dalam hal ini GO, sebab gerakan berarti menandakan suatu
kondisi dinamis dan dalam konteks dunia yang terus berubah.

Menurut Chris Hartono, konsep kesatuan gereja di Indonesia dibicarakan dalam


terminologi oikumene. Kata ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni dari
kata όικος yang berarti "rumah" dan μενειν yang berarti "mendiami", “menghuni” atau
"tinggal", sehingga secara etimologi oikumene berarti mendiami rumah atau menghuni
rumah sebagai tempat tinggal bersama.

Lebih lanjut Chris Hartono menegaskan:


“Dengan demikian maka, gerakan ekumenis berarti gerakan yang bersangkut-
paut dengan ekumene, atau gerakan yang bertujuan untuk mewujudkan dan
menghayati keesaan gereja-gereja. Dengan perkataan lain dapat diungkapkan bahwa
gerakan ekumenis adalah usaha gereja-gereja dalam mewujudkan keesaannya di dunia
ini supaya hakekatnya yang asasi itu, yakni selaku gereja Kristus yang esa itu, dapat
dihayati dan dinampakkan dengan jelas!”

Menurut Pilon, oikumene dapat dipahami sebagai:

Gereja-gereja yang bersama-sama bergumul sampai mencapai keesaan Injili


dan yang terlihat melalui sikapnya, kegiatannya dan aktifitasnya mau
membuktikan keesaan yang asasi ini di dalam dunia dan pada konteks masa
kini.

5
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Dari pemahaman GO yang disampaikan oleh kedua tokoh di atas, nampak bahwa GO
adalah upaya yang dilakukan oleh gereja-gereja dalam mewujudkan kesatuannya,
namun tidak dalam arti sempit hanya berkutat pada persoalan gereja. GO berkembang
lebih luas menjadi wider ecumenism yang turut ambil bagian dalam persoalan di dunia,
yang menyangkut kemanusiaan dan juga alam semesta.

Senada dengan pandangan kedua tokoh di atas mengenai GO, badan-badan oikumenis
seperti WCC (World Council of Churches), CCA (Christian Conference of Asia) dan PGI
(Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) juga mengupayakan GO yang luas, bukan
hanya berkutat pada persoalan internal atau di dalam gereja saja. Melainkan juga
berkembang dan menyangkut persoalan eksternal gereja, misalnya seperti masalah
kemajemukan agama, budaya, sosial–kemanusiaan, kemiskinan dan lingkungan-alam
semesta. Setelah penulis menjadi dosen yang mengampu mata kuliah oikumenika,
penulis mulai mendalami seluk-beluk GO yang luas secara lebih intensif yakni dengan
menggali banyak sumber pustaka mengenai GO.

1. GO menurut WCC

Dalam Sidang Raya WCC ke-VI pada tahun 1983 di Vancouver Canada, gereja- gereja
telah memperhatikan secara khusus masalah ketidakadilan, perang, dan
penghancuran lingkungan hidup sebagai akibat dari keserakahan dan kerakusan
umat manusia sebagai upaya gereja dalam mewujudkan GO, maka berangkat dari
hal itu sidang telah mengusulkan agar gereja-gereja mengambil bagian dalam proses
konsilier untuk keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan (Dalam bahasa Inggris :
Justice, Peace, and the Integrity of Creation disingkat menjadi JPIC).

Hal tersebut juga didukung oleh E.G. Singgih, yang mengungkapkan bahwa salah
satu model gereja yang cocok dengan konteks Asia-Pasifik termasuk di Indonesia
adalah model gereja yang oikumenis.

E.G. Singgih menyatakan bahwa pergumulan eklesiologis tersebut tidak lepas dari
pergumulan WCC yang mempunyai pengaruh besar di dalam pandangan gereja-
gereja Asia-Pasifik. Program yang digumulkan sebagai gereja yang oikumenis adalah
persoalan JPIC (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Keadilan,Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan).

a. Keadilan

Persoalan kemiskinan adalah konteks yang nyata di Indonesia. Hal ini bisa terjadi
juga karena masalah struktur yang tidak adil sehingga membuat orang sulit untuk

6
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
keluar dari belenggu kemiskinan. Selain itu persoalan keadilan juga menyangkut
persoalan peran wanita, pemuda-remaja dan anak-anak dalam gereja. Bahkan dalam
WCC juga dibicarakan keadilan bagi para penyandang cacat. Gereja yang oikumenis
adalah gereja yang berbicara tentang keadilan dan persoalan-persoalan sosial yang
demikian.

b. Perdamaian

Gereja tidak boleh hanya diam terhadap setiap konflik yang terjadi maupun gejala-
gejala kekerasan yang marak terjadi di masyarakat. Gereja harus bisa menjadi
teladan dalam menciptakan shalom. Perdamaian harus menjadi life style gereja yang
dibudayakan. Salah satu caranya misalnya dengan berbicara di surat kabar atau
media lainnya tentang sikap anti kekerasan dalam segala aspek, termasuk dalam
mengajarkan ajaran gereja, tidak dengan paksaan atau dengan ancaman.

a. Keutuhan Ciptaan
Kecenderungan gereja adalah hanya berfokus pada manusianya. Padahal alam dan
lingkungan adalah bagian integral dari kehidupan manusia itu sendiri. Baik manusia
maupun alam adalah ciptaan Allah. Kesadaran terhadap pelestarian alam dan
lingkungan perlu menjadi perhatian gereja yang berwawasan oikumenis dengan
praksis yang berorientasi pada pemeliharaan alam.

WCC, kembali menegaskan upayanya dalam mewujudkan GO yang memberi


perhatian besar pada persoalan kemanusiaan (rakyat) dan lingkungan hidup
(bumi). Hal itu berangkat dari Sidang Raya WCC ke- VIII di Harare pada tahun 1998
hingga SR WCC ke- IX di Porto Alegre pada tahun 2006 yang menghasilkan dokumen
AGAPE (Alternative Globalization Addressing Peoples and Earth). Penekanannya
adalah sama seperti persoalan JPIC yakni, bagaimana gereja turut berperan serta
dan menaruh kepedulian besar pada persoalan kemiskinan dan kerusakan
lingkungan hidup yang parah.

2. GO menurut CCA

Badan oikumenis yang berangkat dari realitas konteks Asia adalah CCA, yang secara
konsisten memperjuangkan kehidupan bersama antar gereja guna menjawab tantangan di
Asia yang meliputi kebudayaan, pluralisme agama, kemiskinan, keadilan dan juga peran
perempuan dan anak-anak yang kerap terpinggirkan serta lingkungan. Dalam hal ini CCA
memahami oikumene secara lebih luas dan berangkat dari konteks Asia yang khas tersebut,
yang dipandang sebagai upaya oikumenis.
7
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
CCA mempunyai misi yang holistis sebagai dasar mereka dalam mewujudkan
Gerakan Oikumene, hal itu dinyatakan dalam pengakuan misi mereka sebagai misi
Allah, yakni : kami mewartakan, membagikan dan menghidupkan kabar baik
tentang
kehidupan sepenuhnya bagi semua anak yang berada dalam rumah tangga
Allah.
Kami juga mengakui bahwa rumah tangga Allah adalah seluruh dunia yang
didiami oikoumene). Maka, semua bangsa, tanpa membedakan mereka
berdasarkan ras, warna kulit, keyakinan dan iman, telah merupakan anggota
dari rumah tangga itu. Semua anggota itu dianugerahi dengan gambar Allah
dalam diri mereka, tanpa memperhatikan apakah mereka mengakui akan hal itu
atau tidak. Oleh karena itu, misi harus holistis - ialah memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan seseorang seluruhnya; mengakui gambar ilahi di dalam
mereka; melawan kekuatan-kekuatan yang mengubah bentuk gambar ilahi itu
dan menolong bahwa gambar ilahi itu dapat berkembang atau berbunga
sepenuhnya.

Fokus pemaknaan GO yang diangkat oleh CCA terasa pas dan kontekstual dengan kondisi
Asia pada umumnya dan juga di Indonesia secara khusus.

Ahn Jae Wong, sekretaris umum dari CCA memiliki pandangan oikumenis yang
disebutnya sebagai “New Ecumenism” yang menjadi tema simposium internasional CCA
tahun 2002 di Hongkong. Ia menjelaskan:
Saya menekankan gerakan oikumene dalam arti yang luas, yang tercakup dalam
tiga kata kunci utama yakni theo-ecumenics, eco-ecumenics dan geo- ecumenics.
Melalui theo-ecumenics, saya maksudkan bahwa misi gerakan oikumene
ditekankan dalam misi Allah sebagai sumber utama, pencipta, pelindung dan
pembebas dunia, lalu melalui eco-ecumenics, saya maksudkan bahwa misi gerakan
oikumene haruslah yang ramah terhadap lingkungan, dan mencakup seluruh
alam semesta sebagai ciptaan Allah dan pada akhirnya melalui geo-ecumenics,
saya maksudkan bahwa gerakan oikumene haruslah kontekstual dalam hal ini
bagi konteks Asia hal itu mencakup kemajemukan agama, budaya, ras, bahasa,
masyarakat, kepercayaan dan warna kulit yang beranekaragam harus dijaga dan
diberdayakan agar dapat berkembang.

Selain itu, kata kunci bagi GO di Asia adalah konsep teologi misi tentang missio Dei
atau misi Allah di muka bumi. Dunia ini adalah merupakan tempat yang kudus di
mana Allah bekerja di dalamnya (diistilahkan dengan This-Worldly Holiness). Dengan
demikian, GO Asia, memiliki keterikatan dan hubungan antara Allah dan dunia yang

8
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
menyangkut kemajemukan masyarakat, budaya, agama-agama dan kehidupan
sosial-politik sebagai landasan atau motif berteologi. Hal ini ditegaskan oleh para
teolog Asia seperti M. M Thomas dan C. S. Song.

3. GO menurut PGI

Di Indonesia, salah satu badan oikumenis yang mendukung upaya mewujudkan GO,
yang juga merupakan anggota dari WCC dan CCA adalah PGI. PGI berdiri pada tanggal
30 Mei 1950, dan beranggotakan gereja-gereja dari denominasi yang beragam.

Bagi PGI pemaknaan oikumene terus berkembang, bukan hanya menekankan


gerakan keesaan gereja saja di tengah pluralisme kekristenan (interdenominasi gereja)
sendiri, melainkan juga mengembangkan hubungan dengan umat beragama lain (lintas
agama) dalam konteks masyarakat majemuk. Solidaritas di tengah masyarakat
majemuk menjadi visi-misi terbaru PGI tahun 2009-2014. PGI pun memahami GO
bukan lagi sebatas persoalan gerejawi tetapi juga persoalan sosial-kemanusiaan yang
penekanannya pada segi action atau praksis. Bagi PGI, oikumene pada hakekatnya
adalah :

Usaha gereja-gereja dalam mewujudkan keesaannya di dunia ini supaya hakekatnya


yang asasi itu, yakni selaku gereja Kristus yang esa itu, dapat dihayati dan dinampakkan
dengan jelas. Usaha-usaha oikumenis yang dilakukan bermuara pada usaha-usaha
gereja sendiri karena masalah usaha dan gerakan oikumenis tidak dapat dipisahkan
dari gereja.

Selain itu, PGI sebagai badan oikumenis di Indonesia menghimbau gereja-gereja


anggotanya agar mensosialisasikan pemahaman dan praksis GO hingga di level jemaat.
PGI menghendaki agar GO tidak hanya menjadi gerakan elit namun menjadi gerakan
yang menyentuh hingga level jemaat sehingga GO dapat sungguh-sungguh diupayakan
oleh seluruh gereja-gereja di Indonesia. Diharapkan agar GO bisa hidup tidak hanya di
kalangan para elit gereja seperti pendeta saja, tetapi juga hidup dalam konteks jemaat
biasa tanpa terkecuali.

9
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
3. Beberapa Tokoh Gerakan Oikumene Dunia

1. Lars Olof Jonathan Söderblom

Lars Olof Jonathan Söderblom (lahir di Trönö, Söderhamn, 15 Januari 1866 – meninggal di
Uppsala, 12 Januari 1931 pada umur 64 tahun) atau yang dikenal dengan nama Nathan
Söderblom adalah uskup Gereja Lutheran Swedia dan penerima hadiah Nobel Perdamaian
pada tahun 1930. Ia juga merupakan tokoh penting dalam gerakan ekumenis sedunia.
Söderblom lahir di Tröno, Swedia pada tanggal 15 Januari 1866. Tahun 1883 ia masuk
Universitas Uppsala dan lulus pada tahun 1886.Ia kemudian melajutkan studi teologi di
universitas yang sama dan lulus pada tahun 1892.

Pada masa kuliahnya, Söderblom telah aktif dalam gerakan ekumenis dengan mengikuti
konferensi Student Volunteer Movement di Northfield, Massachusetts pada tahun 1890.
Tahun 1893 ia ditahbiskan menjadi imam Gereja Lutheran Swedia. Pada tahun 1914, dalam
ketagangan Perang Dunia I, ia terpilih menjadi Uskup Agung Uppsala. Pada masa konflik itu,
ia berusaha untuk menyatukan gereja-gereja kontinental dalam sebuah kampanye untuk
perdamaian dan konsiliasi.

Karena usahanya ini, Söderblom dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1930. Ia
juga memiliki visi untuk membentuk suatu organisasi yang menaungi gerakan ekumenis
sedunia.Namun, sebelum visinya itu terwujud, Söderblom meninggal pada tanggal 12 Juli
1931

10
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Nathan Soderblom mempunyai gagasan untuk untuk mendirikan suatu dewan gereja-gereja
dimulai sejak akhir Perang Dunia Pertama. Semangat untuk mendirikan dewan gereja-gereja
sejajar dengan semangat untuk mendirikan Liga Bangsa-bangsa (1919/1920). Dirasa perlu
untuk mendirikan suatu persekutuan gereja-gereja sebagai “jiwa” untuk kerjasama antara
bangsa-bangsa.

William Temple dari gerakan Faith and Order, yang mengusulkan pada tahun 1935 untuk
membentuk suatu dewan oikumenis internasional gereja-gereja, dan Joseph Oldham pada
tahun 1936 mengusulkan dalam rapat untuk memanfaatkan keadaan juga membicarakan
masa depan gerakan oikumenis, yang disepakati membentuk panitia dari wakil gereja-gereja
yang berjumlah 33 orang.

Pada tanggal 8-10 Juli 1937 di London, disepakati mendirikan World Council of Churches
(WCC) yang mewakili gereja-gereja dan memperhatikan dalam banyak bidang.

2. Desiderius Erasmus

Desiderius Erasmus Roterodamus (28 Oktober 1466 – 12 Juli 1536), dikenal sebagai Erasmus
atau Erasmus dari Rotterdam adalah seorang teolog, pengajar, kritikus sosial, imam Katolik,
dan humanis Renaisans berkebangsaan Belanda.

Erasmus adalah seorang akademisi klasika dan menulis dengan gaya Latin murni. Di kalangan
humanis, ia dijuluki "Pangeran Para Humanis", dan disebut "mahkota kemuliaan para
humanis Kristen".Dengan menggunakan teknik-teknik humanis untuk mengerjakan teks-teks,
ia menyusun edisi-edisi baru dari Perjanjian Baru berbahasa Yunani dan Latin yang
dipandang penting, menimbulkan isu-isu yang kelak berpengaruh dalam Reformasi Protestan
dan Kontra-Reformasi (Katolik). Ia juga menulis Tentang Kehendak Bebas, Pujian akan

11
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Kebodohan, Buku Pegangan Seorang Kesatria Kristen, Tentang Kesopanan pada Anak-Anak,
Copia: Dasar-Dasar dari Gaya yang Melimpah, Julius Exclusus, dan banyak karya lainnya.

Erasmus menentang reformasi keagamaan Eropa yang sedang berkembang pada zamannya,
tetapi ia bersikap kritis terhadap pelanggaran-pelanggaran di dalam Gereja Katolik dan
menyerukan reformasi. Ia menjaga jarak dari Martin Luther dan Philip Melanchthon serta
tetap mengakui otoritas sri paus, menekankan suatu jalan tengah dengan rasa hormat
mendalam pada rahmat, kesalehan, dan iman sesuai tradisi, menolak penekanan Luther
pada iman saja.

Erasmus tetap menjadi anggota Gereja Katolik Roma sepanjang hidupnya,tetap


berkomitmen melakukan reformasi dari dalam atas Gereja dan pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh para klerikusnya. Ia juga tetap memegang doktrin Katolik mengenai
kehendak bebas, yang ditolak oleh beberapa orang reformis karena doktrin predestinasi
yang mereka anut. Pendekatan jalan tengahnya ("Via Media") mengecewakan, dan bahkan
membuat marah, kalangan akademisi di kedua belah pihak.

Erasmus wafat secara mendadak di Basel pada tahun 1536 ketika sedang bersiap untuk
kembali ke Brabant, dan dimakamkan di Basel Minster, katedral terdahulu kota tersebut.
Sebuah patung dirinya yang terbuat dari perunggu didirikan di kota kelahirannya pada tahun
1622, menggantikan karya sebelumnya yang terbuat dari batu.

Erasmus menjembatani dunia klasik Yunani-Romawi dan dunia Kristen. Seorang pendidik
yang kuliahnya berupa karya-karya berseru kepada pemimpin dan umum agar memilih jalan
saleh dan rasional sambil menjauhkan diri dari setiap macam pikiran dan tindakan yang
berlebihan. Dia berbicara kebajikan seharusnya diamalkan warga Kristen, meniru kelakuan
Yesus khususnya kebajikan-Nya, rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih, damai,
kerelaan mengampuni serta kebebasan berkorban demi keselamatan sesama-Nya.

Ia bersedia memperkaya pengalaman Kristianinya dengan pikiran para pengarang kuno.


Erasmus adalah seorang yang suka damai, dia cenderung tidak mau memihak. Namun seiring
dengan berjalannya waktu, Erasmus berpendapat bahwa kita harus memihak karena tanah
netral sudah tidak ada. Artinya apabila kita tidak memihak, barangkali hasilnya akan lebih
buruk lagi. Dalam peranannya sebagai pendidik oikumenis, Erasmus mendidik melalui
usahanya memperoleh teks Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani yang paling asli dan
menjelaskan maknanya kepada jemaat. Erasmus tidak hanya peduli dalam pelajaran saja
tapi ia juga peduli terhadap kaum perempuan dalam usaha hak mereka, pernikahan, kaum
Kristen dan upacara gereja yang terkadang dianggap mutlak oleh beberapa pihak.

12
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
3. John Releigh Mott

John Releigh Mott adalah seorang tokoh besar dalam kegiatan penginjilan di kalangan
mahasiswa di berbagai universitas di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan permulaan
abad ke-20. Ia juga dikenal sebagai seorang tokoh pergerakan oikumene di dunia yang tiada
tandingnya. Mott memulai kegiatan pekabaran Injil.Sebenarnya Mott ke Cornell agar ia
dapat bekerja pada pekerjaan duniawi atau meneruskan usaha ayahnya. Di Cornell ia segera
terpilih menjadi wakil ketua Young Men Christian Association (YMCA) Cabang Cornell. Dia
giat memberitakan Injil di kalangan mahasiswa dan memimpin kebaktian di penjara-
penjara.Pada tahun 1888 ia menyelesaikan studinya di Cornell.

Pada waktu dibukanya cabang YMCA, Mott sudah melibatkan diri dalam organisasi
oikumenisini. Kemudian ia pindah ke Cornell guna belajar ilmu hukum agar kelak dapat
bekerja di lapangan politik. Ia memulai studinya di Cornell tahun 1885. Di Cornell, Mott
bergumul tentang cita-citanya dengan panggilan Allah. Pada akhirnya ia tunduk kepada
panggilan Allah. Lalu dia bersahabat dengan D.L. Moody.

Pada musim panas YMCA mengadakan konferensi mahasiswa internasional dimana D.L.
Moody menjadi ketua konferensinya. Mott menghadiri konferensi ini sebagai wakil dari
Cornell.Dalam konferensi ini Mott memutuskan untuk menjadi seorang penginjil bersama
dengan 100 mahasiswa lainnya. Inilah permulaan lahirnya Student Volunteer Movement for
Foreign Missions (Gerakan Mahasiswa Sukarela untuk Pekabaran Injil ke Luar Negeri).

13
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Tahun 1886 Mott menjadi ketua Student Christian Movement di Cornell. Ia bekerja keras
untuk menjalankan kegiatan-kegiatan gerakan ini di Cornell. Dari sinilah Mott belajar untuk
mengumpulkan mahasiswa dari berbagai denominasi. Sejak semula ia telah berniat untuk
mengusahakan kerjasama antara semua gereja. Ia berkata: "Kita harus awas! Jangan kita
menyangka bahwa gereja kita sendiri adalah satu- satunya gereja. Kita harus selalu
menghormati semua cabang dari gereja yang Kudus dan am."

Setelah tamat dari Cornell, Mott segera menjadi sekretaris YMCA USA dan Kanada.Ia
sekarang mengunjungi seluruh universitas dan perguruan tinggi di Amerika Serikat dan
Kanada. Ia juga menjadi ketua dari Student Volunteer Movement for Foreign Missions.
Pekerjaannya makin hari makin berat.

Tahun 1891 Mott ke Amsterdam untuk menghadiri konferensi YMCA se- Dunia.Sekarang ia
terdorong untuk membentuk suatu federasi dari seluruh gerakan mahasiswa Kristen se
dunia. Ia berkali-kali berkunjung ke Eropa sambil mengutarakan rencana tersebut. Rencanan
yaitu akhirnya berhasil, yaitu dengan terbentuknya Federasi Mahasiswa Kristen se Dunia.Ia
sendiri terpilih sebagai sekretarisnya. Sebagai sekretaris umum, maka ia mengunjungi
banyak negara di dunia.

Mott juga menjadi Ketua Komisi Persiapan untuk Konferensi Pekabaran Injil se Dunia di
Edinburgh tahun 1910. Mott adalah pemikir utama dalam konferensi itu serta banyak
memimpin persidangan. Setelah itu konferensi bubar, maka dibentuklah Komisi Penerus
(Continuation Committee) yang diketuai oleh Mott hingga tahun 1920. Tokoh Mott tidak
dapat dilepaskan dari Dewan Pekabaran Injil International (International Missionary Council)
yang dibentuk pada tahun 1920. Mott menjadi ketua Dewan ini hingga tahun 1942. Dalam
kedudukannya sebagai Ketua Dewan Pekabaran Injil ini, ia mendorong agar di tiap Negara
dibentuk Dewan Pekabaran Injil Nasional.

Selama Perang Dunia I (1914-1918) Mott bersama anggota YMCA melayani pemuda-pemuda
yang masuk tentara serta melayani para tawanan perang. Karena pekerjaan pelayanannya
selama Perang Dunia I, maka pemerintah Amerika Serikat menghadiahkan kepadanya medali
kehormatan. Pada tahun 1946 Mott adalah salah seorang pemenang Hadiah Nobel untuk
perdamaian.

Pada waktu dibentuknya Dewan Gereja-gereja se Dunia, di Amsterdam 1948, Mott diangkat
sebagai Ketua Kehormatan. Hal ini adalah patut dilakukan mengingatakan jasa dan
peranannya dalam pergerakan oikumene dan pekabaran Injil di dunia. Jabatan ini
dipegangnya hingga ia meninggal dunia pada 31 Januari 1955.

Dalam sejarah pergerakan oikumene di Indonesia nama Mott perlu dicatat pula. John Mott
mengunjungi Indonesia pada tahun 1926. Di sini ia memberikan rangsangan yang sangat
14
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
berarti bagi kegiatan Gerakan Mahasiswa Kristen di Hindia Belanda. Organisasi-organisasi
seperti YMCA, kemudian GMKI dan DGI dengan Komisi Pekabaran Injilnya berakar dari
pekerjaan John R. Mott.

1. Menuju KeEsaan Gereja, Dr. Christian De Jonge (2009: hlm. 34-35), BPK GM.

2. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Robert R.


Boehlke, Ph. D (2006: hlm. 278-291), BPK GM.

3. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Drs. F. D. Wellem, M.Th
(1999: hlm. 187-189), BPK GM.

Oikumene di Asia

Menurut Pilon, ada empat faktor yang menentukan perkembangan oikumene di Asia :

1. Pengaruh Nasionalisme di Asia yang mulai berkembang di mana-mana sesudah Jepang


mengalahkan Rusia pada tahun 1905. Timbul perasaan bahwa orang-orang Asia tidak perlu
diatur oleh orang-orang Barat karenan mereka sudah mampu mengurus perkaraa yang ada,
orang Asia mempunyai pendapat bahwa gereja-gereja Asia harus menjadi urusan orang-
orang Asia sendiri.

2. Pengaruh pekabaran Injil. Usaha-usaha untuk kerjasama yang memuncak pada


konperensi Edinburgh (1910) sangat berpengaruh di Asia. Kerjasama gerejani di Asia di
pelopori oleh kerjasama di bidang pekabaran Injil.

3. Pengaruh agama-agama lain. Agama Kristen masih sangat berkiblat kedunia Barat.
Timbul kesadaran bahwa orang-orang Kristen Asia harus menghadapi bersama-sama agama-
agama yang bukan Kristen.

4. Pengaruh Alkitab, khususnya Yoh 17 : 21 “supaya mereka semua menjadi satu”. Yang
menentukan di sini adalah cara orang-orang Kristen memahami Alkitab dan ajakan-ajakan
didalamnya untuk bersatu.

Selain itu ada tiga faktor lain yang mempengaruhi :

1. Pengalaman perang dunia kedua, khususnya di daerah-daerah yang diduduki oleh


Jepang. Di sana bantuan materiel dan personil dari Barat tiba-tiba berhenti dan gereja-
gereja terpaksa mulai mengatur dirinya sendiri.

2. Proses dekolonisasi yang menyusul perang dunia kedua.Negara-negara Asia, yang


dahulu hidup secarabterpisah dalam hubungan dengan masing-masing kuasa penjajah

15
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
mereka, mulai melihat keperluan kerjasama regional. Hal yang serupa terjadi juga pada
gereja-gereja di Asia.

3. Kesadaran bahwa gerakan oikumenis yang bermuara pada Dewan-dewan Gereja se-
Dunia masih sangat ditentukan oleh gereja-gereja Barat. Walaupun gereja-gereja Asia
terlibat dalam DGD dirasa bahwa gereja-gereja Barat sibuk dengan persoalan-persoalan yang
berbeda dari masalah yang dihadapi di Asia. Karena itu dirasa bahwa orang-orang Kristen
Asia sendiri harus menyelesaikan persoalan yang muncul di konteks Asia tanpa campur
tangan dari gereja-gereja lain, khususnya gereja Barat.

Oikumene di Indonesia

Dalam Buku Duapuluh Lima tahun DGI Dr. TB. Simatupang menunjuk kepada lima jenis
pengaruh yang nyata dalam sejarah pembentuka DGI, yaitu :

1. Alkitab (Yoh 17 : 21) dan Pengakuan Iman

2. Nasionalisme di Indonesia menjelang dan sesudah Perang Dunia Kedua

3. Pengalaman Pemuda Kristen dalam Perhimpunan Mahasiswa-mahasiswa Kristen dan


pada Sekolah Tinggi Theologia di Jakarta

4. Pengalaman pada masa Jepang

5. Pengaruh gerakan oikumenis dari luar

Dorongan yang lebih langsung untuk gerakan oikumene di Indonesia yang bermuara pada
pembentukan DGI thn 1950 datang dari kofrensi IMC yang ke 3 di Tambaran pada thn 1938.
Disini ada 9 tokoh gereja, diantaranya Sultan Gunung Mulia yang sebelumnya beliau hadir
dalam kofrensi IMC di yerusalem. Disini dibicarakan bagaimana membentuk Dewan Gereja
Dunia, untuk itulah mendorong di Indonesia juga membentuk dewan gereja–gereja
diIndonesia.

Tanggal 12 januari 1939, diadakan pertemuan di Batavia atas inisiatif Gereja Protestan di
Indonesia (GPI),GKJW,GKI . Dari sejarah oikomene di Indonesia menjelang Perang dunia ke-2
kiranya jelas bahwa peranan PI khususnya melalui zending consulat cukup penting dalam
menempuh jalan yg berakhir pada pembentukan DGI.

16
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
4. Konferensi Edinburgh (1910)
Konferensi Misionaris Dunia 1910 , atau Konferensi Misionaris Edinburgh, diadakan pada
tanggal 14 sampai 23 Juni 1910. Beberapa orang melihatnya sebagai puncak dari misi Kristen
Protestan abad kesembilan belas dan permulaan formal dari gerakan ekumenis Kristen
Protestan modern, setelah urutan pertemuan antar-dominasi yang dapat ditelusuri kembali
sejauh 1854.

Denominasi Protestan dan Anglikan serta masyarakat misionaris, sebagian besar dari
Amerika Utara dan Eropa Utara, mengirim 1.215 perwakilan ke Edinburgh , Skotlandia.
Pendelegasian biasanya didasarkan pada pengeluaran tahunan masyarakat misionaris;
seratus delegasi khusus tambahan ditunjuk oleh Komite Eksekutif Inggris, Kontinental, dan
Amerika. Tidak ada organisasi misionaris Ortodoks Timur atau Katolik Roma yang diundang.
Hanya 18 delegasi yang berasal dari non-Barat.

Gereja Anglikan Katolik setuju untuk berpartisipasi hanya setelah Komite Eksekutif Inggris
setuju untuk menambahkan subjudul "mempertimbangkan Masalah Misionaris dalam
Hubungannya dengan Dunia Non-Kristen" ke dalam judul konferensi dan untuk
mendefinisikan dunia non-Kristen sebagai pengecualian wilayah dunia yang nominalnya
Kristen tetapi sebagian besar non-evangelis, seperti Amerika Latin.

17
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Lord Balfour dari Burleigh , dari Gereja Skotlandia , mantan menteri kabinet Unionis , adalah
Presiden Konferensi Misionaris Dunia. John R. Mott dari Amerika , seorang awam Metodis
Amerika dan pemimpin dari Gerakan Relawan Mahasiswa untuk Misi Asing dan Federasi
Mahasiswa Kristen Dunia , memimpin prosesnya. Penyelenggara utama adalah Joseph
Oldham , seorang pemimpin di Gerakan Mahasiswa Kristen . Konferensi tersebut diadakan di
Aula Pertemuan Gereja Bersatu Bebas Skotlandia .

Judul resmi konferensi ini harus disebut "konferensi misionaris ekumenis ketiga," karena
yang pertama dan kedua telah berlangsung di London pada tahun 1888 dan New York pada
tahun 1900 masing-masing.

Sebelum konferensi diadakan, delapan komisi yang ditugaskan, masing-masing dengan dua
puluh anggota, melakukan penelitian selama dua tahun tentang topik yang ditugaskan
kepada mereka. Setiap komisi menghasilkan satu volume laporan, yang dibagikan kepada
semua delegasi sebelum mereka menuju ke Skotlandia dan dibahas di pertemuan selama
Konferensi.

Delapan Komisi dan tanggal presentasi mereka di Konferensi adalah sebagai berikut:

- Membawa Injil ke seluruh Dunia Non-Kristen (15 Juni 1910)


- Gereja di Ladang Misi (16 Juni 1910)
- Pendidikan dalam Hubungannya dengan Kristenisasi Kehidupan Nasional (17 Jun
1910)
- Pesan Misionaris dalam Hubungannya dengan Dunia Non-Kristen (18 Juni 1910)
- Persiapan Misionaris (22 Juni 1910)
- Pangkalan Utama Misi (23 Juni 1910)
- Misi dan Pemerintah (20 Juni 1910)
- Kerjasama dan Promosi Persatuan (21 Juni 1910)
Volume kesembilan, berisi prosiding dan pidato utama, diterbitkan setelah penutupan
Konferensi.

Semangat Konferensi didorong oleh semboyan komunitas Misionaris Kristen Protestan pada
saat itu: "Penginjilan Dunia dalam Generasi Ini." Dengan demikian, sentimen kewajiban dan
urgensi mendorong banyak laporan komisi, diskusi dan pidato di Konferensi. Panggilan untuk
persatuan di antara para misionaris Protestan juga merupakan keinginan bersama yang
diungkapkan di Konferensi, meskipun tidak ada liturgi bersama yang dirayakan di antara para
delegasi selama di Edinburgh.

Dalam bukunya tahun 1947, What Must the Church Do? , Robert S. Bilheimer menggunakan
frase "Reformasi Baru" untuk merujuk pada gerakan ekumenis yang dihasilkan dari
konferensi tersebut, dan penggunaan ini menjadi hal yang lumrah setelahnya. [5]
18
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Acara selanjutnya

Pada tahun-tahun setelah Konferensi, Mott sangat energik dalam mempromosikan


pribumisasi proses evangelisasi. Sebuah Komite Lanjutan dibentuk di bawah
kepemimpinannya dan dia merekrut tiga puluh lima anggota untuk menjalankan misi ini.
Salah satu anggota penting adalah satu-satunya perwakilan dari China yang berbicara di
konferensi itu, Cheng Jingyi , yang pidatonya di Konferensi sangat kuat tentang masalah
mengubah kepemimpinan organisasi misi menjadi pemimpin pribumi.

Dalam beberapa tahun berikutnya, anggota komite ini, di bawah arahan Mott, menuju ke
India, Burma, Malaysia, Cina, Korea, dan Jepang untuk mengumpulkan informasi. Pekerjaan
Komite Kelanjutan terputus oleh Perang Dunia I, tetapi membentuk dasar untuk
pembentukan Dewan Misionaris Internasional , yang didirikan pada tahun 1921. Kemudian,
pada tahun 1948, Dewan Gereja Dunia dibentuk.

Pertemuan Centennial 2010

Dalam perayaan ulang tahunnya yang ke-100, Konferensi Misionaris Dunia baru diadakan di
Edinburgh pada tahun 2010. Seperti aslinya pada tahun 1910, itu didahului dengan
pembahasan tentang laporan yang ditulis oleh sembilan kelompok belajar yang ditunjuk. Ada
konferensi delegasi di Edinburgh dari 2–6 Juni 2010, yang melibatkan perwakilan dari gereja
Injili, Protestan, Ortodoks dan Pantekosta, dan Gereja Katolik Roma. Itu menghasilkan
Panggilan Umum untuk misi. Menyadari sifat global dari Kekristenan modern dan apresiasi
yang luas dari warisan Edinburgh 2010 di seluruh gereja dan badan misi, banyak acara dan
proses studi lainnya berlangsung sepanjang tahun. Seluruh proses dikoordinasikan melalui
situs web Edinburgh 2010, di mana dokumen, video, foto, tersedia.

Juga pada tahun 2010, tiga konferensi besar lainnya diadakan untuk memperingati
Edinburgh 1910. Yang pertama diadakan di Tokyo sebagai pertemuan para pemimpin misi
global, dari tanggal 11-14 Mei, yang disebut Konsultasi Misi Global .

Pertemuan berikutnya, Kongres Internasional Ketiga Gerakan Lausanne , diadakan di Cape


Town, Afrika Selatan, dari 16-25 Oktober 2010. Pertemuan ketiga diadakan di Boston, dari
tanggal 4–7 November. Masing-masing dari empat pertemuan ini mencerminkan signifikansi
dan hasil Edinburgh 1910 selama abad terakhir. Mereka juga melihat ke masa depan misi
global Gereja di abad mendatang. Pertemuan di Edinburgh dan Boston lebih bersifat
ekumenis dalam representasi, dan pertemuan di Tokyo dan Cape Town terutama bersifat
evangelis. Pertemuan Tokyo diorganisir dan dirancang untuk para pemimpin misi evangelis,
dan pertemuan Cape Town diorganisir dan dirancang untuk representasi yang luas dari
pemimpin Gereja dan misi.

19
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Peranan Konferensi Edinburgh 1910

Konferensi Edinburgh merupakan salah satu penyokong dari gerakan Oikumene. Dalam
Konferensi ini dihasilkan dua gerakan yaitu Gerakan Faith and order dan Life and work.
Faith and order yaitu gerakan yang berusaha mendaftarkan perbedaan dan
memperbandingkan dogma-dogma gereja dan ajaran gereja, tetapi juga berusaha untuk
mengusahakan sebuah teologi alkitabiah tentang kristus dan Gereja.

[1] Life and work yaitu gerakan bersama yang menekankan diri pada kegiatan sosial gereja
yang berdasarkan iman kristen di bidang kemasyarakatan dan politik.

[2] Melalui Gerakan Faith and order dan Life and work gereja terdorong untuk menyatukan
diri dalam suatu wadah.

Konferensi di Edinburgh ada delapan pokok pembahasan yaitu, pekabaran injil di dunia;
gereja di lapangan pekabaran injil; pendidikan dan pengkristenan; berita Kristen dan agama
bukan Kristen; persiapan para pekabar injil; hubungan dengan Negara; hubungan dengan
pemerintah ; kerjasama dan kesaan.[3] Namun artikel ini akan fokus terhadap tema yang
kedua, gereja di lapangan pekabaran injil .

Missi gereja seharusnya dapat menghadirkan kasih kristus di dunia. Gereja harus menyadari
bahwa, Gereja tidak bisa menghadapi tantangan dunia ini dengan kekuatannya sendiri. Oleh
karena itulah, gereja haruslah mengkomuniskasikan dan mengajak kepada setiap individu
untuk menciptakan suasana pertemanan[4] agar tantangan di dunia ini dapat diatasi secara
bersama-sama. Dalam hal ini iman setiap individu sangat dibutuhkan, sebab iman diyakini
mempunyai tugas untuk menghimpun semua.

Gerakan Faith and order dan Life and work, gerakan ini memberi sumbangsih kepada gereja
untuk berkumpul dan bersama-sama menjalankan satu misi yang sama. Melalui gerakan ini
gereja menjadi terpanggil untuk bersatu dalam keluarga besar. Gereja terpanggil untuk
melakukan gerakan Oikumene. Gerakan Faith and order membuat gereja sadar akan
pentingnya sebuah persekutuan. Gerakan Life and work membuat gereja sadar akan
pentingnya tugas pelayanan. Dan Gerakan Oikumene yang pertama (International
Missionary Council) membuat gereja sadar akan pentingnya sebuah kesaksian untuk
menghadirkan perdamaian.[5]

Gerakan Oikumene merupakan jawaban gereja untuk menghadapi tantangan dunia. Dunia
saat itu terpecah-pecah akibat perang. Gerakan Oikumene adalah usaha gereja untuk
membuktikan dirinya dapat bersatu dalam satu misi tetapi tetap dalam keberagaman.[6]

20
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Keesaan dalam gereja tetap dipertahankan dalam Oikumene. Keesaan dalam dokrin, tata
gereja dan ajaran dalam gereja merupakan kekayaan dalam Oikumene. Bersatu bukanlah
berarti haruslah memilki aspek yang sama, tetapi memilki tujuan akhir yang sama dan missi
yang sama. Arti kesatuan itu ialah, supaya umat menjadi sempurna di dalam persekutuan
dan supaya dunia mengetahui, bahwa Allah hadir dalam Yesus.[7]

Dalam Gerakan Injili terdapat semangat apostolik, ketika para orang percaya mencari
kebenaran di dalam Alkitab.[8]

Tanggapan para penginjil terhadap gerakan ekumenis adalah mengkritik gerakan ekumenis
yang individualistik dan mengabaikan aspek spritual.[9]

Melakukan kegiatan evangelical dianggap sebagai sesuatu yang urgen. Injil yang diyakini
menyimpan rahasia bagaimana seseorang harus hidup dan kematian tentunya harus
ditempatkan pada prioritas utama. Kritik yang ditujukan pada gerakan ekumenis
menunjukkan bahwa orang-orang tidak dapat dijangkau oleh upaya menciptakan Kristen
yang satu. Seperti yang telah diupayakan oleh para reformator yang tidak membuat suatu
doktrin gereja yang utuh melainkan memperbaiki apa yang sudah ada. Tidak pada komunitas
yang baru. Hal ini disebabkan adanya harapan dari para reformator mengenai kesatuan
umat Kristen.[10]

Pada masa sesudah para reformator, pandangan akan keesaan gereja ini diteruskan dan
diupayakan sehingga terbentuklah berbagai organisasi ekumenis. Namun pada
kenyataannya yang dihadapi pada masa mendatang berbeda.

Apa yang diharapkan oleh para reformator mulai menyimpang: khotbah dan sakramaen-
sakramen menjadi sesuatu hampa.[11]

Sebagai contoh, Revolusi Prancis dapat menyadarkan kita bahwa cita-cita adanya kesatuan
umat Kristen sebagai sesuatu yang hanya dapat diberlakukan pada masa lampau.

Wichern, ketua dari para misionaris mengatakan bahwa tujuan dari penginjilan adalah untuk
memenangkan kembali orang-orang yang hidup dalam “keutuhan umat Kristen” namun
berada dalam dosa. Orang-orang ini tidak dapat dijangkau oleh gereja yang
terorganisasi.[12]

Kritik gerakan evangelical terhadap ekumenis mengenai injil dinyatakan dengan slogannya
yaitu kembali kepada kemurnian injil. Gerakan ekumenis dianggap tidak lagi berpegang pada
landasan yang benar yaitu injil. Gerakan ekumenis sibuk dengan urusan organisasi sehingga
melupakan aspek spiritual yang penting yang terkandung dalam injil tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

21
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
De Jonge,Christian.Menuju Keesaan Gereja.Jakarta:BPK Gunung Mulia.1990.

Darmaputera, Eka. Berbeda Tapi Bersatu. Jakarta:BPK Gunung Mulia.1974.

Gairdner,W.H.T.Edinburgh 1910.Edinburgh & London: Oliphant, Anderson & Ferrier.1910.

Hoekendijk,J.C. “The Call To Evangelism” in Donald McGavran (ed.). The Conciliar-Evangelical


Debate: The

Crucial Documents,1964-1976.California: William Carey Library.1977.

Sitompul, Ds. K. Masalah Keesaan Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Snaitang,O.L.A History of Ecumenical Movement: An Introduction.Bangalore:National


Printing Press.2004.

[1] Eka Darmaputera.Berbeda Tapi Bersatu.(Jakarta:BPK Gunung Mulia.1974).hlm:37.

[2] Ibid, hlm:38.

[3] Christian,De Jonge.Menuju Keesaan Gereja.(Jakarta:BPK Gunung Mulia.1990).hlm:10.

[4] W.H.T.Gairdner.Edinburgh 1910.(Edinburgh & London: Oliphant, Anderson &


Ferrier.1910.)hlm:108

[5] O.L.Snaitang,A History of Ecumenical Movement:An Introduction.(Bangalore:National


Printing Press.2004)hlm:114.

[6] Ibid.,hlm:107-108.

[7] Ds. K. Sitompul. Masalah Keesaan Gereja.(Jakarta: BPK Gunung Mulia). hlm:33.

[8] J. C. Hoekendijk, “The Call To Evangelism” in Donald McGavran (ed.), The Conciliar-
Evangelical Debate: The Crucial Documents, 1964-1976 (California: William Carey Library,
1977), hlm: 41.

[9] Ibid.hlm: 43

[10] Ibid.,

[11] Ibid.,

[12] Ibid.,

22
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
5. SEJARAH PGI
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia - PGI (bahasa Inggris: Council of Churches in
Indonesia (CCI); dulu disebut "Dewan Gereja-gereja di Indonesia" - DGI) didirikan pada 25
Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk
mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI
menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah "Mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa
di Indonesia."

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia memakai lambang yang sama dengan


Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD), menandai keesaan dalam usaha, kerja dan
doa. Lambang ini adalah salah satu lambang tertua dari gereja, berupa: sebuah
KAPAL yang tengah berlayar di seluruh perairan dunia dengan muatan tertentu, yaitu
IMAN, PERSEKUTUAN, PENGHARAPAN. Di tengah-tengah kapal OIKOUMENE itu
tertanam sebuah SALIB. Kapal ini mengingatkan kita akan kapal yang dipergunakan
Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya di danau Galilea, hampir dua ribu tahun silam.

Pada tanggal 6-13 November 1949 diadakan: ‘Konferensi Persiapan Dewan Gereja-gereja di
Indonesia.” Seperti diketahui sebelum Perang Dunia II telah diupayakan mendirikan suatu
Dewan yang membawahi pekerjaan Zending; namun karena pecahnya PD II maksud tersebut
diundur. Setelah PD II berdirilah tiga buah Dewan Daerah, yaitu: “Dewan Permusyawaratan
Gereja-gereja di Indonesia, berpusat di Yogyakarta (Mei 1946) ; “Majelis Usaha bersama
Gereja-gereja di indonesia bagian Timur”, berpusat di Makasar (9 Maret 1947) dan “Majelis
Gereja-gereja bagian Sumatra” (awal tahun 1949), di Medan.

23
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-gereja di
Indonesia, yang melingkupi ketiga dewan tersebut. Pada tanggal 21-28 Mei 1950 diadakan
Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), bertempat di Sekolah
Theologia Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Teologi Jakarta). Hadir dalam konferensi tersebut
adalah:

HKBP
GBKP
Gereja Methodist Sumatra
BNKP
Gereja Kalimantan Evengelis
GPIB
Gereformeerde Kerken in Indonesia
GKP
Gereja Kristen Sekitar Muria
Gereja Kristen Jawa Tengah
Gereja Kristen Djawi Wetan
Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Barat
Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Tengah
Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jawa Timur
Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee/Khoe hwee Jakarta
Gereja Kristen Protestan di Bali
Gereja Kristen Sumba
Gereja Masehi Injili Timor
Gereja Masehi Injili Sangihe & Talaud
Gereja Masehi Injili Minahasa
Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow
GKST
GKTR
GKTM
GKST
GKSS Makassar
GMIH
Gereja Protestan Maluku
Gereja Masehi Injili Irian
Gereja Protestan di Indonesia

24
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Manifes Pembentukan DGI
Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar
DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan
tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI) dalam sebuah naskah “Manifes Pembentoekan DGI”:

Naskah versi asli:

"Kami anggota-anggota Konferensi Pembentoekan Dewan Geredja-geredja di Indonesia,


mengoemoemkan dengan ini, bahwa sekarang Dewan geredja-geredja di Indonesia telah
diperdirikan, sebagai tempat permoesjawaratan dan oesaha bersama dari Geredja-geredja di
Indonesia, seperti termaktoeb dalam Anggaran Dasar Dewan geredja-geredja di Indonesia,
yang soedah ditetapkan oleh Sidang pada tanggal 25 Mei 1950. Kami pertjaja, bahwa dewan
Geredja-geredja di Indonesia adalah karoenia Allah bagi kami di Indonesia sebagai soeatoe
tanda keesaan Kristen jang benar menoedjoe pada pembentoekan satoe Geredja di
Indonesia menoeroet amanat Jesoes Kristoes, Toehan dan Kepala Geredja, kepada
oematNja, oentoek kemoeliaan nama Toehan dalam doenia ini".

Naskah versi EYD:

"Kami anggota-anggota Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia,


mengumumkan dengan ini, bahwa sekarang Dewan gereja-gereja di Indonesia telah
didirikan, sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama dari Gereja-gereja di
Indonesia, seperti termaktub dalam Anggaran Dasar Dewan gereja-gereja di Indonesia, yang
sudah ditetapkan oleh Sidang pada tanggal 25 Mei 1950. Kami percaya, bahwa dewan
Gereja-gereja di Indonesia adalah karunia Allah bagi kami di Indonesia sebagai suatu tanda
keesaan Kristen yang benar menuju pada pembentukan satu Gereja di Indonesia menurut
amanat Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja, kepada umat-Nya, untuk kemuliaan nama
Tuhan dalam dunia ini".

Demikianlah DGI telah menjadi wadah berhimpun Gereja-gereja di Indonesia. Anggotanya


pun semakin bertambah dari waktu ke waktu. Dengan makin berkembangnya jumlah
anggota, maka makin menunjukkan semangat kebersamaan untuk menyatu dalam gerakan
oikoumene di Indonesia. Dalam wadah PGI, gereja-gereja di Indonesia yang memiliki
keragaman latar belakang teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi
gerejawi, tidak lagi dilihat dalam kerangka perbedaan yang memisahkan, melainkan diterima
sebagai harta yang berharga dalam memperkaya kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh
Kristus. Seiring dengan perkembangan dan semangat kebersamaan itu pulalah yang turut

25
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
mendasari perubahan nama “Dewan Gereja-gereja di Indonesia” menjadi “Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia” sebagaimana diputuskan pada Sidang Raya X di Ambon tahun
1984. Perubahan nama itu terjadi atas pertimbangan: “bahwa persekutuan lebih bersifat
gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih mengesankan
kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan
lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju
keesaan".

Dengan demikian, pergantian nama itu mengandung perubahan makna. Persekutuan


merupakan istilah Alkitab yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari
kebersamaan umat Kristiani yang satu. Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus
adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, sumber Kebenaran dan Hidup,
yang menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan Firman Allah, maka sejak
berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen untuk menyatakan satu gereja yang esa di
Indonesia. Keesaan itu ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan pelayanan,
persekutuan, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu PGI tidaklah bermaksud
untuk menyeragamkan gereja-gereja di Indonesia, dan PGI juga bukanlah hendak menjadi
suatu super church yang mendominasi gereja-gereja anggota, melainkan keesaan yang
dimaksud adalah keesaan dalam tindakan, artinya keesaan yang makin lama makin
bertumbuh dan berkembang ketika melakukan kegiatan-kegiatan bersama dalam visi dan
misi bersama.

Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari 15 juta
anggota jemaat yang tersebar dari Merauke – Sabang dan dari Rote – Talaud. Keanggotaan
PGI mewakili 80 persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambang “oikoumene” gereja-
gereja anggota PGI optimistis berkarya dan melayani di Indonesia dan dunia. Di samping
merekatkan hubungan di antara gereja-gereja anggotanya, PGI juga terpanggil untuk
bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-gereja dan lembaga oikoumene
lainnya, dan antaragama, baik tingkat nasional maupun internasional. Hubungan kemitraan
ini dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat beragama serta kesejahteraan
manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.

Lima Dokumen Keesaan Gereja


PGI berusaha terus mengembangkan persatuan atau keesaan di kalangan gereja-gereja di
Indonesia. Oleh karena itu, pada Sidang Raya XII PGI di Jayapura tanggal 21-30 Oktober 1994,
disahkanlah Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG). Perumusan dan pengesahan LDKG ini
merupakan bentuk dari kesadaran bersama gereja-gereja untuk menggumuli dan

26
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
menyepakati bersama hal-hal pokok yang saling berkaitan. Kelima dokumen tersebut adalah
sebagai berikut:

Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB)


Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK)
Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM)
Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (TD)
Kemandirian Teologi, Daya, dan Dana (Kemandirian)
Majelis Pekerja Harian
Kegiatan sehari-hari PGI ditangani oleh Majelis Pekerja Harian yang terdiri atas Ketua Umum,
beberapa ketua, Sekretaris Umum, Wakil Sekretaris Umum, Bendahara, dan Wakil
Bendahara, serta sejumlah anggota. Roda organisasi juga dibantu oleh Badan Pemeriksa
Perbendaharaan (BPP) dan Majelis Pertimbangan (MP).

Jabatan Ketua Umum PGI untuk periode 2004-2009 dipegang oleh Pdt. Dr. A.A. Yewangoe
dari Gereja Kristen Sumba, sementara jabatan Sekretaris Umum dipegang oleh Pdt. Dr.
Richard M. Daulay (Gereja Methodist Indonesia)

Dan pada Jabatan Ketua Umum PGI untuk periode 2009-2014 dipegang kembali oleh Pdt. Dr.
A.A. Yewangoe dari Gereja Kristen Sumba, sementara jabatan Sekretaris Umum dipegang
oleh Pdt. Gomar Gultom, M.Th. dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Pada Sidang Raya XVI PGI di Nias pada 11-17 November 2014, PGI mencatat sejarah baru
dengan memilih seorang perempuan untuk menjabat Ketua Umum PGI periode 2014-2019
yakni Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat-Lebang dari Gereja Toraja, sementara jabatan
Sekretaris Umum dipegang kembali oleh Pdt. Gomar Gultom, M.Th. dari Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP).

Dalam menjalankan roda organisasinya, MPH PGI dibantu oleh sejumlah Bidang dan Biro,
yaitu Bidang Keesaan dan Pembaharuan Gereja (Koinonia), Bidang Keadilan dan Perdamaian
(Koinonia), dan Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (Marturia). Adapun biro yang
membantu adalah Biro Perempuan dan Anak, Biro Pemuda dan Remaja, dan Biro Penelitian
dan Pengembangan (Litbang), serta Biro Hubungan Masyarakat (Humas). Dalam pergerakan
ekumenis, PGI juga dibantu oleh Yayasan Komunikasi Masyarakat (Yakoma), yang membantu
PGI dalam hal publikasi, media, dan pengembangan sumber teknologi.

Keanggotaan
PGI mempunyai dua jenis anggota, yaitu Sinode-sinode Gereja dan PGI Wilayah

27
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Sinode Gereja-gereja Anggota PGI
Saat ini terdapat 91 sinode gereja (yang terus bertambah) di bawah PGI, yang berkembang
dari 26 pada awalnya :

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)


Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
Gereja Methodis Indonesia (GMI)
Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
Gereja Masehi Injili di Sangihe Talaud (GMIST)
Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM)
Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow (GMIBM)
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)
Gereja Toraja
Gereja Toraja Mamasa (GTM)
Gereja Kristen Sulawesi Selatan (GKSS)
Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA)
Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH)
Gereja Protestan Maluku (GPM)
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP)
Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
Gereja Kristen Sumba (GKS)
Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB)
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ)
Gereja Kristen Jawa (GKJ)
Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Gereja Kristus (GK)
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
Gereja Isa Almasih (GIA)
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)
Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI)
Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS)

28
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Huria Kristen Indonesia (HKI)
Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB)
Gereja Kristus Tuhan (GKT)
Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID)
Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG)
Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU)
Gereja Kristen Kalimantan Barat (GKKB)
Gereja Gerakan Pantekosta (GGP)
Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli (GPIBT)
Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM)
Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara (GKI Sumut)
Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)
Gereja Protestan Minahasa (KGPM)
Gereja Mission Batak (GMB)
Angowuloa Masehi Indonesia Nias (Gereja AMIN)
Gereja Kristen Anugerah (GKA)
Gereja Protestan Indonesia di Luwu (GPIL)
Gereja Kebangunan Kalam Allah (GKKA)
Gereja Kristen Kalam Kudus (GKKK)
Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP)
Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)
Gereja Protestan Kalimantan Barat (GKKB)
Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII)
Gereja Masehi Injili Indonesia (GEMINDO)
Gereja Kristen Injili di Indonesia (GEKISIA)
Gereja Kristen Luther Indonesia (GKLI)
Gereja Protestan Persekutuan (GPP)
Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI)
Gereja Tuhan di Indonesia (GTdI)
Gereja Kristen Indonesia di Sulawesi Selatan (GKI Sulsel)
Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB)
Angowuloa Fa'awosa Kho Yesu (AFY)
Gereja Rehoboth (GR)
Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI Papua)
Gereja Kristen Protestan Pak Pak Dairi (GKPPD)

29
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Keesaan Injili Indonesia (GEKINDO)
Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
Gereja Kristen Sulawesi Barat (GKSB)
Gereja Kristen Oikoumene di Indonesia (GKO)
Gereja Sahabat Indonesia (GSI)
Gereja Utusan Pantekosta di Indonesia (GUPDI)
Gereja Protestan Indonesia di Banggai Kepulauan (GPIBK)
Gereja Masehi Injili di Talaud (Germita)
Gereja Kristen Abdiel (GKA)
Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah (GSJA)
Gereja Kristus Yesus (GKY)
Gereja Kristen Protestan Injili Indonesia (GKPII)
Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII)
Gereja Protestan Soteria di Indonesia (GPSI)
Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI)
Kerukunan Gereja Masehi Protestan Indonesia (KGMPI)
Jemaat Kristen Indonesia (JKI)
Gereja Misi Injili Indonesia (GMII)
Gereja Niha Keriso Protestan Indonesia (GNKPI)
Selain menjadi wadah nasional Gereja-gereja di Indonesia, PGI juga menjadi anggota Dewan
Gereja-gereja Asia (CCA) dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC)

Syarat-syarat Keanggotaan
Berikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Anggota PGI:

Mempunyai Tata gereja sendiri memberitakan Firman Allah dan melayani sakramen sesuai
dengan kesaksian Alkitab.
Mempunyai Anggota Dewasa yang sudah dibaptis/sidi sekurang-kurangnya 2.000 orang.
Menunjukkan kerjasama yang baik dengan gereja-gereja tetangganya, terutama gereja
anggota PGI.
Menyatakan persetujuannya secara tertulis terhadap Dokumen Keesaan Gereja serta
kesediaannya untuk melaksanakan semua hal dan kewajibannya sebagai gereja anggota
dengan bersungguh-sungguh.
Menyatakan kesediaan mencantumkan "ANGGOTA PGI" di belakang nama gereja yang
bersangkutan.

30
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Tokoh PGI

Liesje Tamuntuan-Makisanti (GPI/GMIM)


Pudjo Setoto Abednego (GBI)
Frieda Helena PMH Manaloe (GKPI)
J.R. Hutauruk (HKBP)
Engkesman Hilep (GKE)
St. Benyamin Pinem (GBKP)
Febry C. Tetelepta
Inget Sembiring (GBKP)
Togar Simanjuntak (GKSI)
Andreas A. Yewangoe (GKS)
Daniel Susanto (GKI)
Jan Sihar Aritonang (GKPI)
Margaretha M. Hendriks (GPI/GPM)
Richard M. Daulay (GMI)
Kumala Setiabrata (Gereja Kristus)
Weinata Sairin (GKP)
Christian P. Masengi (GPI/GPIB)
Bungaran Saragih (GKPS)
St. John R.P. Hutbarat (HKI)
Yan Santoso Purba (GKPS)
Yupiter Gulo (BNKP)
Favor. A. Bancin (GKPPD)

Pengurus

MPH, BPP dan MP PGI Periode 2019-2024

MPH PGI
Ketua Umum: Pdt. Gomar Gultom, M.Th. (HKBP)

Ketua:

Pdt. Alfred Djama Samani, S.Th., M.Si. (GKS)


Pdt. Dr. Ir. Bambang H. Widjaja, M.A. (Gereja Kristen Perjanjian Baru)
Olly Dondokambey, S.E. (GMIM)
Pdt. Lintje H. Pellu, M.Si., Ph.D. (GMIT)

31
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Sekretaris Umum: Pdt. Jackvelyn Frits Manuputty, S.Th., S.Fil., M.A. (GPM)

Wakil Sekretaris Umum: Pdt. Krise Anki Rotti–Gosal, S.Th. (GMIM)

Bendahara Umum: Pdt. Dr. Jacub Sutisna (GBIS)

Wakil Bendahara Umum: Drs. Arie Moningka (Gereja Kemah Injil Indonesia)

Anggota:

Pdt. Retno Ratih Suryaning Handayani, M.Th., M.A. (GKJ)


Abdiel F. Tanias, S.Si.Teol. (GMIT)
Pdt. Dr. Julianus Mojau (GMIH)
Pdt. Ir. Karyanto Gunawan (Gereja Kristen Kalam Kudus)

BPP MPH PGI:


Ketua: Pdt. Kumala Setiabrata, M.Th. (Gereja Kristus)

Sekretaris: St. Gonti Manalu (HKI)

Anggota: Pnt. Katarina Tombi, S.E. (Gereja Toraja)

Majelis Pertimbangan PGI


Ketua: Pdt. Dr. Henriette Tabita Hutabarat-Lebang, M.A. (Gereja Toraja)

Wakil Ketua: Pdt. Andrikus Mofu, M.Th. (GKI Tanah Papua)

Sekretaris: Pdt. Dr. Zakaria Jusuf Ngelow (GKSS)

Anggota:

Pdt. Dr. A.A. Yewangoe, Th.M. (GKS)


Pdt. Prof. John A. Titaley, Th.D. (GPIB)

32
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
6. SEJARAH TERBENTUKNYA PGLII

Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) atau juga


Persekutuan Injili Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Juli 1971 di kota Batu, Malang,
Jawa Timur, Indonesia, dengan motto “Dipanggil untuk Bersekutu dan Memberitakan Injil”
yang didasarkan pada Matius 28:19 dan Galatia 5:1. Organisasi ini mirip Persekutuan Gereja-
gereja di Indonesia.

Sejarah Berdirinya

Dua tahun setelah Oikumenis WCC ("World Council of Churches") dibentuk pada tahun 1984
di Amsterdam, Belanda, pada tahun 1951 dalam "Konvensi Internasional Evangelikal" di
Wondschoten dibentuklah organisasi World Evangelical Fellowship (WEF) atau "Persekutuan
Injili Se-Dunia". WEF menjadi wadah internasional bagi berbagai organisasi Kristen Injili.
Sejak tahun 2002, World Evangelical Fellowship (WEF) berubah namanya manjadi World
Evangelical Alliance (WEA).

Dua gerakan misi Kristen modern dicirikan oleh dua pola pendekatan, yang satu oikumenikal
dan yang lainnya evangelical. Gerakan misi ini tentunya sangat berpengaruh bagi gerakan
misi di Indonesia yang akhirnya juga terpolarisasi pada dua gerakan misi, yaitu oikumenikal
dan evangelical.

Gerakan evangelikal di Indonesia menemukan bentuknya melalui pergumulan yang intens


dari tokoh-tokoh injili pada bulan Juni 1971 di City Hotel Jakarta dan pada bulan Juli 1971 di
Batu, Malang, Jawa Timur, yang kemudian melahirkan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

33
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Lahirnya Persekutuan Injili Indonesia

Dalam catatan sejarah PII, kami melihat bahwa tolak ukur utama dalam pergumulan untuk
mewujudkan gerakan bersama kaum injili di Indonesia adalah “persekutuan.” Kata kunci ini
menjadi acuan awal dari gerakan, yang oleh karenanya sejak awal tahun 1969 tokoh-tokoh
injili di Indonesia ketika membidani lahirnya gerakan dan wadah besar (PII) dimulai dengan
kegiatan yang kelihatannya kecil tetapi memiliki “power” yang sangat besar dan luar biasa,
yaitu “persekutuan.”

Tokoh-tokoh injili menjadikan “persekutuan“ sebagai wahana dan wacana untuk:

Membahas beban bersama dalam bidang pekabaran Injil dan misi di Tanah Air.
Menggumuli kebutuhan akan suatu wadah bagi Gereja, lembaga dan badan misi Injili di
Indonesia.
Menampung aspirasi dari Gereja, yayasan dan badan-badan misi di Indonesia.
Bersekutu dan bersama-sama memberitakan Injil.
Persekutuan dan pergumulan bersama yang dilakukan selama dua tahun akhirnya
melahirkan wadah yang besar dalam arus gerakan misi injili bagi gereja, lembaga, yayasan
dan badan-badan misi injili di Indonesia.

Mendahului lahirnya Persekutuan Injili Indonesia, di Ramayana Hotel City, Tanah Abang-
Jakarta, pada tanggal 15 Juni 1971 diselenggarakan persekutuan/pertemuan yang dihadiri
oleh kurang lebih 100 hamba-hamba Tuhan.

Dalam pertemuan tersebut disepakati 4 hal penting:

Nama wadah pelayanan / perjuangan bersama adalah Persekutuan Injili Indonesia


Pengurus (sementara) ditetapkan sebagai berikut:
Ketua: Pdt. DR. Petrus Octavianus
Sekretaris: Pdt. Willem Hekmann
Bendahara: Philip Leo
Pengurus (sementara) bertugas mempersiapkan Kongres Nasional I Persekutuan Injili
Indonesia.
Pengurus (sementara) bertugas mempersiapkan konsep rumusan mukadimah lahirnya
Persekutuan Injili Indonesia dan konsep AD/ART Persekutuan Injili Indonesia.
Pada tanggal 17 Juli 1971 di Batu, Malang, Jawa Timur dirumuskan lahirnya Persekutuan Injili
Indonesia (PII) dengan moto “Dipanggil untuk Bersekutu dan Memberitakan Injil” yang

34
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
didasarkan pada Matius 28:19 dan Galatia 5:1. Momentum ini ditetapkan sebagai hari
lahirnya Persekutuan Injili Indonesia.

Tokoh-Tokoh

Tokoh-tokoh yang terlibat secara intens dalam pergumulan proses lahirnya PII adalah
sebagai berikut:

Pdt. DR. P. Octavianus,


Pdt. DR. Ais. M. O. Pormes,
Pdt. G. Neigenfrad,
Pdt. W. Hekmann,
Brigjend. (Purn.) N. Huwae,
Philip Leo,
S. O. Bessie,
Pdt. DR. HL. Senduk,
Ev. S. Damaris,
Pdt. Ernest Sukirman
Pdt. Andreas Setisawan.

Pengurus PII dari Masa ke Masa

Periode 1971-1973 ( Pengurus Sementara Pra Kongres)


Ketua: Pdt. Dr. Petrus Octavianus
Sekretaris: Pdt. Wilem Hekmann
Bendahara: Philip Leo

Periode 1974- 1979 ( Kongres Nasional I PII di Jakarta)


Penasihat:
Pdt. H. L. Senduk,
Pdt. J. J. Matulessi, SH, S.Th
Ketua:
Umum: Pdt. P. Octavianus
Ketua I: Pdt. DR. Ais M. O. Pormes
Ketua II: Pdt. S. J. Mesach
Ketua III: Pdt. S. J. Sutjiono
Sekretaris:
Sekretaris Jenderal: Pdt. Soesilo Djojosoedarmo

35
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Sekretaris I: Pdt. Soep Soegiardjo
Sekretaris II: Ev. Hosea S. Litaniwan
Sekretaris III: Pdt. Andreas Setiawan
Bendahara:
Bendahara I: Pdt.VL Neigenfind
Bendahara II: Philip Leo
Anggota: Kol. Wim T. Joseph
Humas & Publikasi:
Koorinator: John Haurissa
Anggota: Pdt. G. Kamphausen, Pdt. EB. Sukirman

Periode 1979 – 1983 ( Kongres Nasional II di Jakarta, 10 – 14 September 1979)


Penasehat:
Pdt. DR. H L. Senduk
Pdt. J. J Matulessy, SH, S.Th
Pdt. DR. Ais M. O. Pormes
Pdt. Stefanus Sumardi
Presidium:
Pdt. DR. P. Octavianus (Ketua)
Pdt. DR. Chris Marantika
Pdt. S. J. Sutjiono
Pdt. P.G.T. Sallipadang
Sekretaris Jendral: Pdt. Soesilo Djojosoedarmo
Wakil Sekretaris Jendral: Pdt. Sam Sarendatu
Sekretaris: Pdt. Soep Soegiardjo
Bendahara:
Drs. Sopar Panjaitan
Philip Leo, BA
Humas/Publikasi: John Haurissa
Pelayanan Kasih: Dr. Jusuf
Penelitian dan Pengembangan (litbang): Drs. Agus Lay
Pendanaan: Pdt. Radeg Meorthy
Pekabaran Injil: Pdt. Hosea Litaniwan
Teologia: Pdt. S. J. Mesach
Pembinaan dan Kaderisasi: Pdt. Drs. J. Lelengboto
Operasional Organisasi: Kol. Wim T. Joseph

36
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Periode 1983 – 1985 ( Kongres Nasional III di Yogyakarta, 19 – 21 Oktober 1983, Kongres
Istimewa)
Ketua Kehormatan: Pdt. DR. Petrus Octavianus
Dewan Penasihat:
Pdt. DR. H. L. Senduk
Pdt. Ais M. O. Pormes
Pdt. John J. Matulessy, SH,S.Th
Ketua:
Ketua Umum: Pdt. Dr. Chris Marantika
Ketua I: Pdt. S. J. Sutjiono
Ketua II: Pdt. DR. Pontas Pardede
Ketua III: Pdr. Matias Abai
Ketua IV: Pdt. M. S. Anwari
Sekretaris:
Sekretaris Umum: Pdt. S. J. mesach, MTh
Sekretaris I: Drs. Agus B. Lay
Sekretaris II: Pdt. S.G.O. Sarendatu
Sekretaris III: Ev. John Haurissa (Humas)
Bendahara:
Bendahara I: Kol (Purn.) Wim T. Joseph
Bendahara II:
Anggota:
Pdt. Hosea Litaniwan
Pdt. Ronny Sigarlaki, SH
Pdt. Petrus Maryono, M.Th
Pdt. DR. Johannes L. Lelengboto
Pdt. Daniel Henebau, S.Th

Periode 1985 – 1989 ( Kongres Nasional IV di Jakarta, 30 April – 3 Mei 1985, Kongres
Istimewa)
Majelis Pertimbangan
Ketua: Letjen TNI (Purn.) Leo Lopulisa
Anggota:
Pdt. DR. Petrus Octavianus
Pdt. DR. H. L. Senduk
Pdt. DR. S. J. Sutjitno
Pdt. M. Abai, M.Min
Pdt. DR. P. Thupuring

37
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Pengurus Pusat:
Ketua Umum: Pdt. DR. Pontas Pardede
Ketua Bidang Gereja: Pdt. DR. Chris Marantika
Kabid Lembaga Gerejawi: Pdt. Agus B. Lay
Ketua Bidang Misi: Pdt. Ronny Sigarlaki, SH
Kabid Teologia: Pdt. Purnawan Tenibemas, M.Th
Sekretaris Umum: Pdt. S. J. Mesach, M.Th
Bendahara Umum Pdt. John Zachariah
Wakil Bendahara: Ev. Michael Bambang Soewono
Penelitian dan Pengembangan (litbang): Ir. Samuel Tirtamihardja
Keanggotaan: Pdt. Eddy Lukmono
Kepala Kantor: Ev. H. Zega
Publikasi-Komunikasi: Pdt. Paul Paksoal
Perisai ( Anggota): Pdt. Hosea Litaniwan
Pemuda-Mahasiswa (anggota): Ir. Badu Situmorang
Wanita dan Doa (anggota): Pdt. Yusak Wiradi
Anggota ex- officio: para ketua perwakilan daerah

Periode 1989 - 1993 ( Kongres Nasional V di Bogor)


Majelis Pertimbangan:
Ketua: Letjen TNI (Purn.) Leo Lopulisa
Anggota:
Pdt. DR. Petrus Octavianus
Pdt. DR. H. L. Senduk
Pdt. DR. S. J. Sutjiono
Pdt. DR. Ais M. O. Pormes
Pdt. M. Abai, M.Min
Pdt.DR. P. Tehupuring
Pengurus Pusat:
Ketua Umum: Pdt. DR. Pontas Pardede
Ketua Bidang Gereja: Pdt. DR. Chris Marantika
Kabid Lembaga Gerejawi: Pdt. Drs. Agus B. Lay
Ketua Bidang Misi: Pdt. Ronny Sigarlaki, SH
Kabid Teologia: Pdt. Purnawan Tenibemas, M.Th
Sekretaris Umum: Pdt. S. J. Mesach, M.Th
Bendahara Umum: Pdt. John Zachariah
Wakil Bendahara: Ev. Michael Bambang Soewono
Penelitian dan Pengembangan (litbang): Ir. Samuel Tirtamihardja

38
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Keanggotaan: Pdt. Eddy Lukmono
Kepala Kantor: Ev. H. Zega
Publikasi-Komunikasi: Pdt. Paul Paksoal
Perisai ( Anggota): Pdt. Hosea Litaniwan
Pemuda-Mahasiswa (anggota): Ir. Badu Situmorang
Wanita dan Doa (anggota): Pdt. Yusak Wiradi
Anggota ex-officio: para ketua perwakilan daerah

Periode 1994 -1998 ( Kongres Nasional VI di Bandung, 20 Mei 1994)


Majelis Kehormatan:
Ketua: Letjen TNI (Purn.) Leo Lopulisa
Anggota:
Pdt. DR. Petrus Octavianus
Pdt. Ais M. O. Pormes
Pdt. DR. S. J. Sutjiono
Pdt. Matias Abai, M.Div
Pdt. DR. Andreas Setiawan
Majelis Pertimbangan
Ketua: Mayjen Pol (Purn.) Sutjipto Danukusumo
Anggota:
Pdt. DR. Petrus Octavianus
Pdt. Ais M. O. Pormes
Pdt. John J. Matulessy, SH, S.Th
Pengurus Pusat:
Ketua Umum: Pdt. DR. Chris Marantika
Ketua I: Pdt. K.A.M. Jusuf Roni (Departemen Penginjilan; dan Departemen Misi)
Ketua II: Pdt. Ronny Sigarlaki, SH (Departemen Pengembangan Kerjasama; dan Departemen
Penelitian dan Pengembangan)
Ketua III: Pdt. DR. Samuel Sikitari (Departemen Pendidikan; dan Departemen Pembinaan)
Ketua IV: Pdt. Daniel Henubau, S.Th (Departemen Pemuda dan Mahasiswa; dan Departemen
Wanita)
Ketua V: Pdt. Hosea Litaniwan, S.Th, M.div (Departemen Pelayanan Kasih)
Sekretaris Umum: Pdt. S. J. Mesach, M.Th
Wakil Sekretaris Umum: Ir. Samuel Tirtamihardja, M.BA, M.Sc
Bendahara Umum: Ev. M. Bambang Soewono
Wakil Bendahara Umum: Pdt. Hardi Farianto, B.Th
Kepala Tata Usaha: Ev. H. Zega
Departemen-departemen:

39
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Penginjilan: Pdt. Firman Hartadi, S.Th
Misi (Luar Negeri): Pdt. Ronny Mandang
Pengembangan Kerjasama: Ev. Nus Reimas
Penelitian dan Pengembangan: Pdt. Ir. Bambang Wijaya, MA
Pendidikan: Pdt. Reinold Suwu, S.Th
Pelayanan Kasih: Pdt. Joppie Rattu, M.Div
Pemuda/Mahasiswa: Pdt. Iwan Tangka, S.Th, M.Div
Wanita: Ny. Mieno Menayang

Periode 1998 – 2002 (Kongres Nasional VII PII di Bali)


Majelis Pertimbangan:
Ketua: Letjen TNI (Purn.) H.B.L. Mantiri
Anggota:
Letjen TNI (Purn.) Leo Lopulisa
Pdt. DR. Octavianus
Pdt. DR. S. J. Mesach, M.Th
Pdt. Drs. Agus B. Lay
Pdt. DR. K.A.M. Jusuf Roni
Pdt. Prof. DR. SJ. Sutjiono
Pdt. DR. Suwandoko Roslim, M.Th.
Pdt. Hosea Litaniwan, S.Th.,M.Div
Pengurus Pusat:
Ketua Umum: Pdt. DR. Chris Marantika, Th.D., D.D
Ketua I bidang Gereja: Pdt. Basthian Oubain, M.Div
Ketua II bidang Yayasan: Pdt. dr. Ruyandi Hutasoit, MA, Sp.U
Ketua III bidang Misi: Pdt. DR. Ir. Bambang H. Widjaja, MA
Ketua IV bidang Teologi: Pdt. Arnold Tindas, D.Min.
Ketua V bidang Pelayanan Masyarakat: Pdt. Kasno Theophilus, D.Min
Ketua VI bidang Pelayanan Umum: Prof. Ir. Samuel Tirtamihardja, MBA, M.Sc
Ketua VII bidang Litbang: Pdt. DR. Samuel A. Sikitari
Sekretaris Umum: Pdt. Nus Reimas
Sekretaris I: Pdt. DR. Pujo Setoto Abednego, MA
Sekretaris II: Ny. Mieno Menayang
Sekretaris Pelaksana: Pdt. Drs. Ign. Dachlan Setiawan, MA
Bendahara Umum: Pdt. DR. Jimmy Oentoro, M.Div
Bendahara I: Pdt. Ronny Mandang
Bendahara II: Ny. Lucie Palilingan, MBA
Anggota-anggota

40
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Pdt. Yoppie Rattu, M.Div., MA
Pdt. Hizkia Soewignjo, M.Div
Pdt. Daniel Sukendra
Pdt. Hardi Farianto, B.Th
Ev. M. Bambang Soewono
Ny. Rina Alwei, MA.

Periode 2002-2006 (Kongres Nasional VIII PII di Yogyakarta, 1 – 4 Oktober 2002)


Ketua Umum: Pdt. Dr. Ir. Bambang H. Widjaja, MA
Sekretaris Umum: Pdt. Nus Reimas
Wakil Sekretaris Umum: Pdt. Dr. Dicky Ngelyaratan
Sekretaris Pelaksana: Pdt. Drs. Ign. Dachlan Setiawan, MA
Bendahara Umum: Pdt. Dr. Jimmy Oentoro, M.Div
Wakil Bendahara Umum: Pdm. Peter Tjondro E. Santoso, S.Th
Bidang-bidang:
Bidang Gereja:
Ketua: Pdt. Dr. Pudjo Setoto Abednego, MA
Anggota: Pdt. P. H. Mailangkay, MA
Bidang Yayasan:
Ketua: Prof. Ir. Samuel Tirtamiharja, M.BA, M.Sc
Anggota: Ev. M. Bambang Soewono
Bidang Misi:
Ketua: Pdt. Dr. Yakob Tomatala
Anggota: Pdt. Dr. Ronald Octavianus
Bidang Teologi:
Ketua: Pdt. Dr. Chris Marantika
Anggota: Pdt. Dr. Arnold Tindas
Bidang Kepelayanan Masyarakat:
Ketua: Pdt. Ronny Mandang
Anggota: Frits Willy Triman
Bidang Wanita:
Ketua: Ny. Mieno Menayang
Anggota: Dra. Elizabeth Tambe
Bidang Pemuda:
Ketua: Pdt. Ir. Eddy Leo, M.Th.
Anggota: Pdt. Jose Carol, Dipl. Ing
Bidang Litbang & Doa
Ketua: Pdt. Ronny Sigarlaki, SH

41
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Anggota: Pdt. Jacob M. Rattu, MA

Pengurus Pusat PGLII Periode 2006-2010


Majelis Pertimbangan:
Ketua: Pdt. Dr. Ir. Bambang H. Widjaja, MA
Anggota:
Pdt. DR. Petrus Octavianus
Pdt. DR. Chris Marantika
Letjen. TNI. (purn.) H.B.L. Mantiri
Mayjen. TNI. (purn.) Pranowo
Pdt. DR. SJ Sutjiono
Pdt. Daniel Henubau, S.Th
Pdt. DR. Jacob Tomatala
Pdt. DR. Niko Njotorahardjo
Pdt. DR. Ruyandi Hutasoit
Ny. Mieno Menayang
Pdt. DR. Jimmy Oentoro
Prof. Ir. Samuel Tirtamihardja, M.BA, M.Sc
Frits Willy Triman
Pdt. Ronny Sigarlaki, SH

Ketua Umum: Pdt. Dr. Nus Reimas


Sekretaris:
Sekretaris Umum: Pdt. Dr. M Sudhi Dharma, M.Th
Wakil Sekretaris Umum: Pdt. Drs. Ign. Dachlan Setiawan, MA
Bendahara:
Bendahara Umum: Pdm. Peter Tjondro E. Santoso, S.Th
Wakil Bendahara Umum: Pdt. Benny Joshua
Komisi-komisi:
Komisi Jaringan Kelembagaan:
Ketua: Pdt. DR. Roland Octavianus
Anggota: Pdt. Ir. Rachmat Manullang, M.Sc ; Pdt. DR. Rubin Adi Abraham
Komisi Jaringan Pelayanan Masyarakat:
Ketua: Iwan Marantika, MBA
Anggota: Ev. M. Bambang Soewono; Ny. Sri Rastiti
Komisi Jaringan Pelayanan Misi:
Ketua: Pdt. Paul Paksoal, M.Div
Anggota: Pdt. DR. Dicky Ngelyaratan; Pdt. Yerry Tawalujan, M.Th

42
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Komisi Pemberdayaan Kelompok Profesional:
Ketua: Pdt. Dr. Sulijanto Leories
Anggota: Charles Yonan
Komisi Pemberdayaan Perempuan:
Ketua: DR. Erika Damayanti, SH, CN, MA
Anggota: Pdt. Ny. Nyoman Priskilla, M.Div; Adriana Mangontan, SE
Komisi Pemberdayaan Pemuda:
Ketua: Pdt. Jose Carol, Dipl.Ing
Anggota: Pdt. Jeffry Kurniawan, M.Sc
Komisi Penelitian dan Pengembangan:
Ketua: Pdt. Budi Setiawan, M.Div
Anggota: Pdt. Prist Kuasa Depari; Hendra Haryanto, SH, SE, MM
Komisi Advokasi, Hukum dan HAM:
Ketua: Pdt. Ronny Mandang, S.Th
Anggota: Deddy A. Madong, SH; Reggie Tentero, SH

Pengurus Pusat PGLII Periode 2015 - 2019 (Kongres Nasional XI PGLII di Atria Hotel &
Conference Gading Serpong - Banten, 24-27 Maret 2015)

Majelis Pertimbangan (Maper PGLII)

1. Pdt. DR. Nus Reimas, DD: Ketua

2. Pdt. DR. Daniel Henubau: Wakil Ketua

3. Pdt. Ronny Sigarlaki, SH: Sekretaris

Anggota Majelis Pertimbangan:

4. Pdt. DR Chris Marantika, Th.D, DD

5. Pdt. Prof. DR. SJ Sutjiono

6. Pdt. DR Bambang H. Widjaja

7. Pdt. DR. Yakob Tomatala

8. Pdt. Prof. Ir. Samuel Tirtamihardja

9. Letjen. TNI (Purn.) HBL Mantiri

43
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
10. Pdt. Soehandoko Wirhaspati, MA

11. Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo

12. Pdt. DR. Jimmy Oentoro

13. Pdt. DR. Arnold Tindas, D.Th

14. Fits Willy Triman

15. Pdt. Paul Paksoal, M.Div

16. Ny. Mieno Menayang

17. Ev. Michael Bambang Soewono, S.Th

Pengurus Pusat ( PP PGLII)

Ketua Umum: Pdt. DR Ronny R. Mandang, M.Th.

Sekretaris Umum: Pdt. DR Freddy U. Setiono, M.Th.

Wakil Sekretaris Umum I: Pdt. Tommy Lengkong, M.Th.


Wakil Sekretaris Umum II: Robby Repi, SH.

Bendahara Umum: Reggie Tentero, SH, MH.

Ketua I - Bidang Misi: Pdt. DR. Roland Octavianus

Ketua II - Bidang Pendidikan & Teologi: Pdt. DR. Sumbut Yermianto

Ketua III – Bidang Hukum & HAM: Y. Deddy A. Madong, SH.

Ketua IV – Bidang Gereja: DR. Inge Handoko, S.Th.

Komisi Jaringan Pelayanan Misi: Pdt. Yunias Otniel

Komisi Jaringan Kelembagaan: Pdt. Budi Setiawan

Komisi Pendidikan & Teologi: Pdt. DR. Mikha Sulistyo

Komisi Hukum & HAM: Pdt. Rhesa Sigarlaki, SH, Hendra Haryanto, SH, MM, SE, MH,
Hasudungan Manurung, SH, MH

44
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Komisi Informasi & Komunikasi: Pdt. Ir. Batara Sihombing, Pdt. Freddy Edward Situmorang

Komisi Jaringan Pelayanan Masyarakat: Halmordi Samalagi

Komisi Jaringan Pemberdayaan Perempuan: Jane Kandou, Erni Utama Halim, Amy Hutabarat

Komisi Pemberdayaan Kaum Profesional: Pdt. DR. Jimmy Kawilarang

Komisi Pemberdayaan Pemuda dan Anak: Pdt. Wilfred Soplantila

Komisi Hubungan Luar Negeri: Pdt. Jacob Octavianus

Keanggotaan
PGLII memliki dua jenis keanggotaan, yakni: Anggota Penuh, Anggota Associate.

Keanggotaan Penuh : Anggota Penuh adalah gereja-gereja dan lembaga-lembaga yang telah
diterima dan disahkan dalam Kongres Nasional (PGLII).

Daftar anggota penuh PGLII (dan akan bertambah):

Gereja Bethel Indonesia (GBI)


Gereja Pemberita Injil (Gepembri)
Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI)
Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah di Indonesia (GSJA)
Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII/KINGMI)
Gereja Kasih Karunia Indonesia (GEKARI)
Gereja Misi Injili Indonesia (GMII)
Gereja Santapan Rohani Indonesia
Gereja Presbyterian Injili di Indonesia
Gereja Pentakosta Haleluyah Indonesia (GPHI)
Gereja Injil Seutuh Internasional /International Full Gospel Fellowship (IFGF)
Gereja Morning Star Indonesia (MSI)
Gereja Siloam Injili (GSI)
Gereja Pentakosta Kristus
Gereja Tuhan di Indonesia (GtdI)
Gereja Kristen Protestan Anugrah (GKPA)
Gereja Pekabaran Injil Sungai Air Hidup
Masehi Pentakosta Damai (MPD)

45
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN)
Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengkulu
Gereja Kristen Injili di SUMSEL
Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI)
Gereja Jemaat Kristus Indonesia (GJKI)
Gereja Sidang Kristus (GSK)
Gereja Wesleyen Indonesia (GWI)
Gereja Kristen Nazarene (GKN)
Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN)
Sinode Gereja Kristen Baithani (GKB)
Gereja Mawar Sharon (GMS)
Gereja Pentakosta Jemaat Sion
Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB)
Gereja Sidang Persekutuan Injili Indonesia
Gereja Persekutuan Pemberitaan Injil Kristus
Gereja Kristus Tuhan Indonesia
Gereja Masehi Musyafir di NTT
Kerapatan Gereja Baptis Indonesia
Gereja Kerapatan Injili Bangsa Indonesia (KIBAID)
Gereja Masehi Protestan Umum (GMPU)
Gereja Anugrah Injili Sepenuh Gideon
Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irja
Gereja Injili di Indonesia (GIDI)
Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI)
Gereja Alkitab Anugrah (GAA)
Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD)
Gereja Pentakosta Kharismatika di Indonesia (GPKdI)
Gereja Persekutuan Misi Injil Indonesia
Gereja Zending Protestan Timur (GZPT)
Gereja Gerakan Pentakosta (GGP)
Gereja Pentakosta International Indonesia
Gereja Injil Karo Indonesia (GIKI)
Gereja Kerapatan Pentakosta Ambon (GKPA)
Gereja Pentakosta Elim
Gereja Jemaat Pentakosta Sumut
Gereja Segala Bangsa (GESBA)
Gereja Kristen Sahabat Indonesia (GKSI)
Gereja Injili Kasih Karunia Indonesia (GIKKI)

46
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Sungai Yordan Indonesia (GSYI)
Gereja Presbyterian Injili Indonesia (GPII)
Gereja Gerakan Pentakosta Indonesia (GGPI)
Gereja Persekutuan Pengabar Injil (GAPPIN)
Gereja Pentakosta Maluku (GPM)
Gereja Alkitab Presbytarian Protestan Indonesia
Gereja Kristen Sangkakala Indonesia (GKSI)
Gereja Pusat Pentakosta Indonesia (GPPI)
Gereja Kristen Nafiri Sion (GKNS)
Sinode Jemaat Kristen Indonesia (JKI)
Gereja Pentakosta Isa Almasih Indonesia
Sinode Gereja Eleos Indonesia
Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GKAI)
Gereja Kabar Baik Indonesia (GKBI)
Gereja Kristen Oikumene Indonesia (GKOI)
Gereja Yesus Kristus Tuhan (GYKT)
Gereja Alkitab Injili Nusantara (GAIN)
Gereja Penyebaran Injil
Gereja Protestan Indonesia Luwuk Banggai
Gereja Kristus Di Indonesia (GKDI)
Gereja Allah di Indonesia
Gereja Rasuli Indonesia
Gereja Methodis Injili
Gereja Pekabaran Injil Jalan Suci
Gereja Oikos Indonesia

Keanggotaan Associate

Anggota "associate" adalah gereja-gereja dan lembaga-lembaga Injili yang sedang menunggu
pengesahan Kongres Nasional atau Rapat Kerja Nasional untuk menjadi anggota penuh
Daftar anggota associate PGLI (akan bertambah):

Gereja Kemuliaan Sion


Christian Ministry Centre (CMC)
Gereja Duta Injil
Gereja Kristen Kapernaum Indonesia
Yayasan Sungai Air Hidup
Yayasan Tunas Kalimantan

47
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Bethel Pentakosta Indonesia
Gereja Kristen Kudus Indonesia
Yayasan Faradise Centre
Syarat Menjadi Anggota PGLII
Syarat-syarat menjadi anggota PGLII:

Yang dapat diterima sebagai anggota penuh PGLII adalah gereja-gereja dan lembaga-
lembaga Injili yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Merupakan gereja dan lembaga tingkat pusat.


Memiliki akta yang disahkan oleh instansi pemerintah yang berwenang.
Sudah terdaftar di Departemen Agama Republik Indonesia, dalam hal ini Dirjen Bimas Kristen
Protestan (Kementerian Agama RI).
Bersedia menerima Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGLII.
Mengajukan permohonan tertulis untuk menjadi anggota penuh PGLII dan melengkapi
semua prosedur administrasi dan pra-kualifikasi yang telah ditetapkan.
Mendapat rekomendasi dari Pengurus Wilayah PGLII yang didukung oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) anggota penuh PGLII.
Penetapan menjadi anggota penuh diusulkan oleh Pengurus Pusat PGLII dan disahkan oleh
Musyawarah Nasional (MUNAS).
Penetapan menjadi anggota “associate” dilakukan dalam Rapat Pengurus Pusat PGLII.
Lokasi Kantor Pusat
Kantor pusat PGLII beralamat di

Jl. Barito II no. 27 B Kramat Pea Kebayoran Baru


Jakarta Selatan, 12310, Provinsi DKI Jakarta.

48
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
7. SEJARAH TERBENTUKNYA PGPI

Persekutuan Gereja-gereja Pantekosta Indonesia (PGPI) adalah sebuah organisasi Kristen di


Indonesia yang menaungi gereja-gereja yang dari denominasi aliran Protestan khusus
Pentakosta. Berdiri pada tanggal 14 September 1979 dengan nama sebelumnya Dewan
Pantekosta Indonesia (DPI), organisasi ini sejajar dengan PGI.

Sejarah

Kabar Pentakosta mulai dikenal di Indonesia dengan berangkatnya 2 orang utusan


Pentakosta dari Seattle, Amerika Serikat bersama keluarganya dengan menumpang kapal
"Suamaru" pada tanggal 4 Januari 1921 menuju Jakarta (Batavia) melalui Jepang, Hongkong,
dan tiba pada bulan Maret 1921. Kedua utusan Injil tersebut adalah Pdt. Cornelius E.
Groesbeek dan istrinya yang bernama Marie van der Weg bersama kedua putrinya (Jennie
dan Corrie) serta Pdt. Richard D. van Klaveren beserta dengan istrinya.

Dari Jakarta, mereka kemudian melalui Mojokerto, Surabaya, Banyuwangi, dan seterusnya
menuju Singaraja (Bali) dengan kapal "Vankenboot".

Mereka menetap di Denpasar dan tinggal di sebuah gudang kopra yang lantainya dari batu
bata yang sudah hancur dan atapnya terbuat dari rumbia. Mereka menuju ke Bali, karena
mereka menerima visi harus pergi ke pulau Bali.

49
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Meskipun sengsara, mereka bekerja dengan giat menabur Injil sepenuh di pulau Bali dengan
jalan mendatangi rumah-rumah. Banyak jiwa yang dimenangkan tanpa mengadakan
kebaktian seperti sekarang ini, tanpa khotbah yang lazim dibuat dalam gereja-gereja. Reaksi
datang dari imam-imam Hindu yang marah dan bersepakat untuk membunuh para
misionaris tersebut. Lalu pemerintah kolonial Belanda tidak mengizinkan rakyat Bali untuk
diberi berita tentang kekristenan. Asisten residen yang menduga adanya gerakan "me-
Nasrani-kan" rakyat Bali segera melarang keluarga Groesbeek menetap di Bali dengan alasan
takut merusak kebudayaan asli pulau Dewata tersebut. Setelah berdiam kurang lebih 21
bulan lamanya di Bali, pada saat mendekati hari Natal 1922, keluarga ini pindah ke Surabaya
lalu kemudian keluarga van Klaveren menuju Jakarta.

Di Surabaya, Pdt. Groesbeek berkenalan dengan Ny. Wijnen, yang mempunyai seorang
keponakan yang bekerja di BPN Cepu, namanya F. G. Van Gessel. Dengan perantaraan Ny.
Wijnen yang telah menerima kesembuhan ilahi setelah didoakan oleh Pdt. Groesbeek, maka
F. G. Van Gessel diperkenalkan kepada Pdt. Groesbeek. Memang sudah lama sekali George
van Gessel memikirkan soal kehidupan rohani yang lebih tinggi, maka kedatangan Pdt.
Groesbeek ini mendapat sambutan hangat sekali. Berita Pentakosta diterimanya dan
kemudian di rumah Van Gessel, di Deterdink, Boulevard, Cepu, pada bulan Januari 1923
dibuka kebaktian Pentakosta yang pertama. Warga negara Indonesia yang masuk adalah S. I.
P. Lumoindong, yang juga seorang pegawai BPN.

Pada tanggal 30 Maret 1923 terjadi peristiwa rohani dengan adanya baptisan air yang
pertama di Indonesia, diadakan di Pasar Sore, Cepu, untuk 13 orang. Baptisan dilakukan oleh
Pdt. Thiensen dari Eropa dan di antara yang dibaptis adalah F. G. Van Gessel dan istrinya,
juga S. I. P. Lumoindong dan istrinya, juga August Kops.

Selanjutnya ibu Van Gessel adalah orang yang pertama menerima baptisan Roh Kudus.
Keluarga Van Gessel menyerahkan hidupnya untuk Tuhan dan meninggalkan Cepu dan
pekerjaannya di BPN untuk kemudian pindah ke Surabaya. Di Surabaya muncul perintis-
perintis Pentakosta yang memberitakan kabar Injil di berbagai kota di Indonesia.

Pada tahun 1925, untuk pertama kalinya diadakan konferensi Pentakosta untuk
mempersatukan pendeta-pendeta aliran Pentakosta. Pekerjaan tuhan berjalan terus dan
pada tanggal 4 Juni 1933 bangunan permanen gedung gereja "Pinkstergemeente" yang
pertama diresmikan. Surabaya menjadi pusat Pentakosta pada waktu itu.

50
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Pendidikan kader hamba-hamba Tuhan diadakan oleh Pdt. Van Gessel dan datang pula
keluarga W. W. Patterson dari Amerika Serikat. Pada tahun 1935 dia membuka Sekolah
Alkitab "Bijbel Institut In Nederlansch Oost Indie (NIBI)" di Jl. Embong Malang, Surabaya.

Pada tahun 1955, hamba-hamba Tuhan aliran Pentakosta membantuk PAPSI (Persatuan
Antar Pendeta-pendeta Seluruh Indonesia). Persatuan ini selanjutnya sepakat untuk
membentuk organisasi persatuan dengan nama DKGKPSI (Dewan Kerjasama Gereja-gereja
Kristus Pentakosta Indonesia), dan juga lahirlah PPI (Persekutuan Pentakosta Indonesia).

Menjelang Pemilu 1971, di Surabaya berdiri PUKRIP (Persekutuan Umat Kristen Pentakosta
di Indonesia) dan kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Umat Kristen Pancasila.

Pada tanggal 28 Agustus sampai dengan 3 September 1979 di Jakarta "DKGKPSI" dan "PPI"
sepakat untuk bergabung menjadi satu. Kesepakatan tersebut didukung dan direstui oleh
Pemerintah RI dalam Musyawarah Besar Penyatuan pada tanggal 14 September 1979 di
gedung Wanita-Kalibokor, Surabaya, dan terbentuklah Dewan Pantekosta Indonesia (DPI).
Dan kemudian berdasarkan keputusan Musyawarah Besar IV DPI tanggal 22 Oktober 1998 di
Ciparua, Bogor, maka nama DPI berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta
Indonesia (PGPI).

Pengurus PGPI
Pengurus periode 2013-2018:

Ketua Umum: Pdt. DR. Jacob Nahuway, MA


Ketua Harian: Pdt. Dr. Pudjo Setoto Abednego
Ketua-ketua:
Pdt. Ir. Timotius Subekti
Pdt. Dr. Jusuf B. S.
Pdt. Drs. Mulyadi Sulaeman
Pdt. DR. Eliver Rajagukguk, M.Sc.
Pdt.Immanuel Ndoen, SH, MA, M.Th
Sekretaris Umum: Pdt. DR. Freddy Pattiradjawane
Sekretaris-sekretaris:
Pdt. R. Timotius Kastanya
Pdt. Mesach Nugroho S. Wijjoyongko, M.Th
Pdt. Drs. Jan L. Simanjuntak, MM
Pdt. Jesayas Tobing, M.Div
Pdt. DR. Freddy E. Zacharia

51
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Bendahara Umum:
Pdt. Jason Balompapuang
Pdt. Jerry Tawaluyan, M.Th
Pdt. Dance Wulur, MA
Departemen-departemen:
Departemen Pendidikan dan Theologia:
Pdt. Junifrius Gultom, M.Th. (ketua)
Pdt. DR. L.A. Lapian
Pdt. DR. Isak Suria, M.Th.
Pdt. Drs. P. Simbolon, M.Div.
Departemen Pemuda & Remaja:
Pdt. Herry Lumantauw (Ketua)
Pdm. Ronald Tampubolon (Wakil Ketua)
Departemen Penginjilan dan Misi:
Pdt. Ir. Rudi Ardian Nainggolan, MM., MA (ketua)
Pdt. Dolfie Rantung (wakil ketua)
Pdt. Armold Massie, S.Th
Pdt. Ir. Hano Palit, S.Th
Pdt. DR. Eddy Pongoh
Departemen Infokom dan Hubungan Kelembagaan:
Pdt. Purim Marbun, M.Th (ketua)
Pdt. Ir. Tobi Linando
Pdt. Samuel Watulingas
Pdm. Alfian
Pdm. Samuel Samidi Utomo
Departemen Sosial dan Pelayanan Masyarakat:
Pdt. Markus Rumampuk (ketua)
Pdt. dr. Josaphat Mesach, MA (wakil ketua)
Pdt. Daniel Tanzil, M.Th
Pdt. Untung Naftali
Ev. Julfikar Nainggolan
Departemen Organisasi dan Litbang:
Pdt. DR. Sulijanto Leories, BA (ketua)
Pdt. Drs. H. B. Suwuh, S.Th (wakil ketua)
Pdt. Firman Nyo Oslo
Pdt. Rudolf Polimpung
Departemen Pemberdayaan Sumber Daya:
Pdt. Imanuel Pakan, Bc.FM (ketua)

52
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Pdt. Solider Siringo-ringo, SE, Ak.
Pdt. Daniel Dianto, MM
Pdt. Modi Rumondor
Ev. dr. Karta Wijaya
Majelis Pertimbangan Rohani:
Pdt. A. H. Mandey
Pdt. DR. Benyamin Waturangi
Pdt. DR. Jacob Nahuway
Pdt. Soehandoko Wirhaspati, MA
Pdt. DR. Welly Saerang
Pdt. DR. M. H. Siburian
Pdt. DR. Hanna Budhi
Pdt. Mapa Maleta
Pdt. GAI Kembuan S.Th.
Pdt. Drs. J. Manurung
Pdt. Ev. Drs. K. Siburian, S.Th
Pdt. Buce Kastanya
Pdt. Lukas Soeparto, M.Th.
Pdt. Dr. Rudy Slat, M.Div
Pdt. Drs. D. J. Rajagukguk
Pdt. Timotius Sarpo, S.Th.
Pdt. H.I. Tangka
Pdt. M. Sinaga, S.Th.
Pdt. Benny Tatimu
Pdt. Glen Gouw
Angota-anggota PGPI

Berikut adalah 83 nama sinode gereja anggota PGPI:

Gereja Pantekosta di Indonesia


Gereja Bethel Indonesia
Gereja Sidang Pantekosta di Indonesia
Gereja Pantekosta Isa Almasih
Gereja Bethel Tabernakel
Gereja Pentakosta Di Indonesia (GPDI)
Gereja Sidang Jemaat Pantekosta di Indonesia
Gereja Pentakosta Sion Indonesia
Gereja Penyebaran Injil

53
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Pantekosta Serikat Indonesia
Gereja Pantekosta Serikat di Indonesia
Gereja Elim Tabernakel
Gereja Pantekosta Jakarta
Gereja Pantekosta Jakarta Indonesia
Gereja Kristen Pantekosta Yerusalem
Gereja Pentakosta Kristus
Gereja Utusan Pantekosta Di Indonesia
Gereja Pantekosta Rachmat
Gereja Pentakosta Bekasi
Gereja Pantekosta Karang Anyar
Gereja Bethany Di Indonesia
Gereja Injil Kristus
Gereja Kristen Pantekosta
Gereja Pusat Pantekosta Indonesia
Gereja Rehoboth
Gereja Bethesda
Gereja Pantekosta
Gereja Kristen Kegerakan Pantekosta Minahasa
Gereja Persekutuan Kristen Oikumene
Gereja Pantekosta Indonesia
Gereja Sidang RohulKudus Indonesia
Gereja Suara Ketebusan Maluku
Gereja Siloam Injili di Indonesia
Gereja Pantekosta Tubuh Kristus
Gereja Terang Kristus
Gereja Kerapatan Pantekosta
Gereja Bethel RohulKudus
Gereja Injil Sepenuh Indonesia
Gereja Bethel Maranatha
Gereja Segala Bangsa
Gereja Pentakosta Sumatera Utara Pinksterkerk
Gereja Nazareth Pantekosta
Gereja Pantekosta Elim
Gereja Bethel Pantekosta
Gereja Kristen Pantekosta Bandung
Gereja Kristus Injili
Gereja Pantekosta Irian Jaya

54
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Gereja Pantekosta
Gereja Baitlahim
Gereja Pantekosta Maluku
Gereja Pantekosta Kudus Indonesia
Gereja Tuhan DI Indonesia
Gereja Kemah Tabernakel
Gereja Yesus Kristus Tuhan
Gereja Kristen Pimpinan Rohulkudus
Gereja Kristen Maranatha Indonesia
Gereja Elim Indonesia
Gereja Terang Dunia
Gereja Sidang Tuhan
Gereja Pantekosta Internasional Indonesia
Gereja Tabernakel Indonesia
Gereja Pentakosta Haleluya Indonesia
Gereja Pantekosta Di Tanah Papua
Gereja Pantekosta Tabernakel
Gereja Allah Di Indonesia
Gereja Kasih Anugerah
Gereja Pekabaran Injil Jalan Suci
Gereja Pantekosta Kharismatika Di Indonesia
Gereja Bethany Indonesia
Gereja Keluarga Tabernakel
Gereja Anugerah Bethesda
Gereja Gerakan Pantekosta
Gereja Kristen Tabernakel
Gereja Bethel Pentakosta Indonesia
Gereja Pantekosta Immanuel
Gereja Persekutuan Kristen
Gereja Pentakosta Immanuel
Gereja Sungai Yordan
Gereja Sejahtera Indonesia
Gereja Kristus Apostoloik
Gereja Berea Sungrak Indonesia
Gereja Pentakosta Indonesia
Gereja Suara Kebenaran Injil

55
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
PGPI dinyatakan sebagai organisasi gerejawi yang mewakili aspirasi umat Kristen Pentakosta
di Indonesia yang sejajar dengan PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dan PGLII
(Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia). Ketiga organisasi aras
nasional ini telah sering bekerja sama khususnya dalam hubungan dengan Pemerintah,
selain juga adanya Gereja Bala Keselamatan, gabungan Gereja-gereja Baptis Indonesia
(Persekutuan Gereja-gereja Baptis Indonesia), Gereja Masehi Advent Hari Ke-7 (GMAH) dan
PGTI (Persekutuan Gereja-gereja Tionghoa Indonesia).

8. PERAN STRATEGIS PEMIMPIN KRISTEN


DALAM GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA

PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangan gereja sudah terjadi perpecahan-perpecahan yang


melahirkan banyak gereja. Namun perpecahan itu diusahakan menjadi satu kembali
seperti persatuan yang telah di doakan oleh Kristus dalam Yohanes 17:21. Timbulnya
pemahaman dan perbedaan menyebabkan munculnya aliran-aliran dalam tubuh gereja
yang karena perpecahan itu disadari bahwa pentingnya kesatuan didalam gereja–gereja
Kristus. Untuk itulah kita akan membahas bagaimana gerakan oikumene dalam sejarah
perkembangan gereja.

OIKUMENE DAN PERKEMBANGANNYA

Pengertian Oikumene

Oikumene diturunkan dari kata oikumene yang berarti menyangkut wilayah yang
dihuni manusia atau seluruh bagian dunia yang berkebudayaan.[1] Oikumene adalah
kata Bahasa Yunani yaitu participium praesentis passivum fenium dari kata oikeo yang
berarti tinggal, berdiam atau juga mendiami. Oleh sebab itu arti harafiah kata oikumenis
adalah yang didiami.[2]

Kata “Oikumene” merupakan padanan (sinonim) dari kata lain yang juga dipakai sebagai
ungkapan dalam Gereja, gerakan oikumene selalu dihubungkan dengan gerakan untuk
mencari keutuhan, gerakan untuk mengumpulkan kembali serta menjaga
keutuhan/integritas gereja, dan terutama merupakan panggilan untuk
menyelenggarakan kehidupan sejahtera bagi umat manusia maupun seluruh ciptaan.[3]

Perkembangan Gerakan Oikumene

56
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Dalam perkembangan gerakan oikumenes terlihat semakin muncul usaha-usaha yang
dilakukan gereja untuk menyatukan dari kepelbagaian tersebut. Baik itu dikalangan
perkembangan penginjilan dalam kaitan gerakan oikumene. Pada tahu 1910 dikota
Edinburgh, Skotlandia, diadakan suatu konfrensi pekabaran Injil se-dunia. Konfrensi ini
menjadi permulaan Gerakan penyatuan antara Gereja-Gereja Protestan. Gerakan ini
disebut gerakan Oikumene yang pertama dipakai untuk seluruh dunia yang dihuni dan
dalam sejarah Gereja dipakai untuk menunjuk kepada se-Dunia. Bahasan yang pertama
adalah mengenai Faith and Order.[4]

Tujuan dari Faith and Order ini adalah mancari jalan menuju keesaan gereja. Dan Konsili
tersebut harus bersifat gerejani. Artinya para wakil harus benar-benar resmi wakil dari
setiap Gereja.[5] Gerakan ini timbul diantara orang Amerika dan orang Anglikan. Disitu
Gereja-Gereja yang sudah berabad-abad lamanya terpecah berai bertemu dan kembali
mempelajari iman dan suasana rohani masing-masing.[6]

Pada perkembangan berikutnya muncul gerakan Life and Work (kehidupan dan
kegiatan) untuk mengatasi ketidak adilan social ekonomi, pelopor pergerakan Life and
work adalah Nathan Sodarblom (1866-1931) adalah seorang pendeta Lutheran di
Swedia. Ketika perang dunia pertama 1914-1918 terpecah dia menganggap suatu
peristiwa itu sebagai suatu kegagalan gereja untuk memperdamaikan bangsa-bangsa
sehingga ia mulai mendorong gereja-gereja untuk mencari perdamaian antara Negara-
negara yang berperang. Usaha ini disambut baik oleh gereja-gereja dari Negara yang
netral. Adapun pokok bahasan dari life and work adalah

a. Bahwa keesaan ini bertolak dari salib Kristus yang merupakan titik bertemu untuk
semua orang Kristen dan titik tolak untuk semua usaha untuk mewujudkan keesaan
yang nyata.

b. Bahwa keesaan harus dipahami sebagai keesaan dalam keanekaragaman.

c. Bahwa usaha untuk merealisasikan keesaan harus diberi bentuk aksi dan kesaksian
bersama.

Akibat dari semua puncak dari segala usaha oikumenis pada abad ke-19, konferensi itu
merupaka titik tolak untuk gerakan oikumenis pada jaman kita ini. Sehingga kedua
badan ini yaitu Faith and Order juga Life and Work bergabung pada tahun 1948 menjadi
dewan gereja-gereja sedunia yang berpusat di Jenewa. Sehingga kegiatan dari kedua
badan tersebut diteruskan oleh DGD.

Gerakan Oikumene di Indonesia

Selama abad ke-17 dan ke-18 semua orang Kristen protestan di wilayah Indonesia
termasuk satu badan gereja yaitu Gereformed yang dipimpin oleh majelis jemaat di

57
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Batavia. Masuknya lembaga Pekabaran Injil 1815 membawa perubahan hingga Kristen
Protestan di Indonesia dibagi mejandi dua kelompok.[7] Akar-akar gerakan oikumenis
terutama terdapat dalam pekabaran Injil pada abad ke-19. Pada abad pekabaran injil
terjadi banyak usaha untuk menyebarkan iman Kristen sehingga dirasa perlu untuk
mengkordinasi pekerjaan pekabaran Injil. Demikianlah didirikan dewan-dewan
pekabaran Injil pada tingkat nasional dan diadakan konferensi untuk membicarakan
soal-soal yang berhubungan dengan iman.[8]

Selama abad ke-19 upaya mewujudkan keesaan Kristen dijalankan orang Belanda.
Upaya itu bertujuan untuk mendekatkan orang-orang Kristen dan pada tahun 1855
orang Kristen anggota GPI mengelola majalah bulanan Belanda (De Opwehker). Pada
abad ke-20 terdapat pula kegiatan dan partisipasi orang Indonesia. Yang paling
berperan disini adalah para pemuda dan mahasiswa Kristen yaitu dengan mendirikan
CSV Op Java, semangat mereka dikobarkan oleh John Mott yang merupakan tokoh
gerakan oikumenis sedunia. Dilain pihak didirikan CJVF dan gerakan nasional. Dalam
kehidupan jemaat pada tahun 1940 ada upaya untuk mendekatkan jemaat-jemaat
(gereja-gereja) satu sama lain, dan dimulai oleh kalangan suku Tionghoa.

Ada banyak hal yang menjadi sebab digalakkannya gerakan oikumene di Indonesia.
Dalam buku 25 tahun DGI Dr. T.B. Simatupang menunjuk kepada lima jenis pengaruh
yang nyata dalam sejarah pembentukan DGI, yaitu: 1) Alkitab (Yoh 17:21) dan
pengakuan iman; 2) Nasionalisme di Indonesia menjelang dan sesudah Perang Dunia
Kedua; 3) Pengalaman pemuda Krsiten dalam perhimpunan mahasiswa-mahasiswa
Kristen dan pada Sekolah Tinggi Teologia di Jakarta; 4) Pengalaman pada masa Jepang;
5) Pengaruh gerakan oikumenis dari luar (IMC,WSCF, DGD) dan pengaruh tokoh-tokoh
di kalangan pekabaran Injil.

Sikap dan Pandangan Terhadap Gerakan Oikumenis

Secara nyata gereja-gereja harus dapat mencapai keesaan gereja tersebut. Dengan
lahirnya gerakan oikumenis banyak denominasi gereja yang mendukung. Walaupun
demikian ada juga gereja yang akibat dari upaya gerakan oikumenis tidak mau
bergabung yaitu Roma Katolik, salah satu cara Roma Katolik untuk mencapai kesatuan
tersebut dengan menindas setiap kelompok Kristen, Calvin menunjuk jalan lain,
kesatuan hanya dapat diperoleh kalau gereja mau tahkluk kepada kekuasaan Alkitab,
padahal ukuran masing-masing gereja mempunyai tafsiran sendiri. Gereja Roma tidak
dapat mengambil bagian dalam perkumpulan-perkumpulan oikumenis dan orang-orang
Katolik tidak diperbolekan untuk mendukung atau membantu usaha-usaha demikian.

Andaikata mereka berbuat begitu maka mereka menyetujui suatu agama Kristen yang
palsu yang asing bagi gereja Kristus yang satu itu. Mereka tetap berpegang, kesatuan
orang-orang Kristen terwujud jika mereka yang terpisah dari padanya (murtad) kembali
58
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
kepada gereja Kristus yang benar sebab tak seorangpun yang dapat tinggal di gereja
Kristus tanpa mengakui kekuasaan Petrus dan penggantinya yang sah.

PERAN STRATEGIS PEMIMPIN KRISTEN

Faktor Penghambat Oikumene

PGI yang sebelumnya DGI telah mempunyai tujuan yang pasti untuk mewujudkan
kesatuan dan keesaan gereja di Indonesia. tetapi tujuan yang mulia tersebut hingga
sekarang belum tercapai. Apa yang menjadi kendalanya?

Menurut Dr. K.A.M. Jusufroni hal itu terjadi karena mereka berangkat dari pola pikir
organisasi yang diutamakan, bukan spirit tubuh Kristus. Gereja yang kudus dan am itu
bukan berarti ada satu organisasi gereja, atau badan koordinasi penampungan dari
gereja-gereja.[9]

Sebenarnya jemaat sudah tidak tidak mempedulikan keanekaragaman itu, hanya saja
pendeta-pendeta dan pemimpin-pemimpin organisasi yang masih terbelenggu dengan
pembatasan itu. Spiritnya tidak ada. Maka perlu ada khotbah-khotbah yang menekankan
spirit kesatuan.

Kita tahu bahwa sebagian besar gereja yang ada di Indonesia berasal dari Eropa Barat
dan Amerika Utara yang berasal dari gereja-gereja yang sudah “berselisih” karena
perbedaan penafsiran dan doktrin. Akibatnya hal tersebut mengakibatkan pengkotak-
kotakan gereja yang mereka dirikan di Nusantara. kita sangat dipengaruhi oleh teologia-
teologia dari luar sehingga falsafah hidup bangsa kita tidak dihayati, yaitu sila ketiga
dari dasar negara kita, Persatuan Indonesia.[10]

Untuk mempersatukan gereja-gereja memang tidak mudah tetapi bukan berarti tidak
mungkin. Kesatuan yang dimaksud di sini adalah kesatuan tubuh Kristus yang
menghargai adanya keberagaman atau keanekaragaman di dalam anggota-anggota
tubuh itu sendiri. saling menghargai adanya anggota-anggota tubuh Kristus yang
memiliki pengalaman, karunia, penghayatan iman, maupun latar belakang yang
berbeda-beda.

Soelarso Soepater,mantan ketua PGI berpendapat bahwa penyebab perbedaan-


perbedaan dalam denominasi itu pada intinya berasal dari perbedaan penafsiran atau
doktrin. Sopater mengatakan bahwa kalau usaha-usaha kebersatuan yang dilakukan,
kalau hanya seperti paskah atau natal bersama, maka dasar menuju kesatuan gereja
tersebut sebagai sesuatu yang rapuh.

59
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
Soal penafsiran memang tidak bisa disatukan karena tetap akan berbeda. Tetapi ajaran
tentang Yesus adalah Tuhan, maka itu harus satu. Yesus mati di kayu salib untuk
menebus dosa manusia, Yesus adalah Allah yang menjelma sebagai manusia. Itu harus
satu ajaran.

Pada kasus yang lain, perpecahan sering terjadi karena soal materi. jarang sekali
perpecahan terjadi karena mempertahankan doktrin atau pengajaran masing-masing
seperti pada zaman Saleto dan Kalvin, ataupun Martin Luter. Para pemimpin merasa
takut kehilangan pendukung atau anggota.

Contoh: banyak pemimpin begitu khawatir akan kehadiran sebuah Persekutuan Doa
karena asumsi mereka akan timbulnya sebuah gereja baru. Sebenarnya anggota jemaat
yang hadir tidak mempermasalahakan dari mana asal mereka. Yang penting mereka
bisa bersama-sama bersekutu dan menerima Firman Tuhan yang dapat menguatkan
iman mereka.

Perubahan Paradigma

Pemimpin-pemimpin perlu berwawasan oikumene sebagai alternatif upaya penyatuan


gereja-gereja. Y. Congar mengemukakan empat unsur yang termuat dalam
oikumenisme:[11]

a) Unsur pertama adalah kembali ke sumber-sumber. Hal ini berarti menggali Alkitab,
selain itu ajaran Bapa-bapa Gereja dan liturgi, yang berpusat pada misteri-misteri
paskah.

b) Unsur kedua adalah dialog untuk memahami posisi-posisi yang berbeda.

c) Unsur ketiga adalah sejarah. Sejarah sangat diperlukan sebagai bantuan untuk
membedakan mana yang absolut dan yang relatif.

d) Unsur keempat adalah Spiritual. Karya oikumenis menuntut pertobatan yang


mendalam dari hati manusia, yang meliputi seluruh hidup dan kehidupan
kekristenannya.

Lebih lanjut pemahaman selanjutnya oleh para pemimpin Kristen dalam oikummene
dengan memahami cirri pokok keesaan gereja di Indonesia. Untuk mempersatukan
gereja-gereja di Indonesia dalam wadah PGI maka lahirlah Lima Ciri Pokok Gereja
Kristen Yang Esa di Indonesia:[12]

a) Satu pengakuan iman. Percaya akan Tuhan Allah yang Esa, yang telah menciptakan
langit dan bumi serta memeliharanya, Ia menciptakan manusia menurut gambar/citra-
Nya. Allah telah menyelamatkan manusia melalui penebusan Yesus Kristus. Roh Kudus
yang memimpin umat dan berada di tengah Gereja, serta mengakui bahwa Alkitab
60
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
adalah pernyataan Allah kepada manusia yang terdiri dari Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru.[13]

b) Satu wadah bersama

c) Satu tugas panggilan dalam satu wilayah bersama

d) Saling mengakui dan saling menerima. Di antaranya pengakuan keanggotaan gereja


dan penerimaan/perpindahan keanggotaan, pelayanan diakonia, pemberitaan firman
berdasarkan Alkitab, pekabaran Injil, baptisan kudus, perjamuan kudus,
penggembalaan, disiplin gerejawi, pemberkatan perkawinan gerejawi,
pelayanan/pejabat gerejawi, serta penerimaan dan pengakuan
penguburan/pengabuan.[14]

e) Saling menopang

Langkah-Langkah Stretegis Pemimpin Kristen

Seorang pemimpin Kristen tidak boleh tinggal diam, merasa eksklusif, merasa cukup
puas, nyaman, merasa paling benar, dan bangga yang berlebihan dengan gerejanya,
karena yang sempurna hanya Tuhan Yesus Kristus. Dogma atau pengajaran-pengajaran
yang khas dari gereja-gereja hanyalah sarana membangun iman. Apa yang harus
dilakukan seorang pemimpin Kristen? Ada beberapa peran strategis pemimpin Kristen
dalam upaya oikumene yaitu:[15]

a. Berkooperasi di dalam melayani pekerjaan Tuhan. Hal ini bertujuan sebagai rasa
kebersamaan anggota-anggota tubuh Krsitus yang akan mengikat, merubah paradigma.

b. Berkoordinasi apabila satu sama lain saling membantu. Koordinasi dalam


pelayanan antar gereja sebagai bentuk mengasihi sesama, saling membantu untuk
meyebarkan Injil adalah suatu hal yang mulia. Seseorang tidak mungkin dapat
melakukan banyak hal jika tidak ada kerjasama. Masing-masing gereja memliki
kelebihan dan kekurangan, untuk itu bekerjasam akan lebih baik untuk saling
melengkapi.

c. Melakukan konfirmasi, sehingga tidak timbul prasangka yang buruk terhadap satu
sama lain. upaya ini dapat dilakukan melalui pelatihan sehingga hamba-hamba Tuhan
dapat mengenali ajaran-ajaran gereja yang lain sehiungga membina hubungan yang
harmonis, tidak kaget melihat perbedaan.[16] Karena banyaknya doktrin dan
pemahaman tentang gereja masing-masing, maka seorang pemimpin Kristen perlu
berupaya untuk mengetahui dogma gereja lain agar tidka menimbulkan suatu prasangka
buruk.

61
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th
d. Berkonsultasi untuk mengambil langkah yang baru yang akhirnya dapat menopang
satu dengan yang lain.

KESIMPULAN

Secara teologis, Allah menghendaki sebuah kesatuan dari gereja-gereja Tuhan yang ada.
Denominasi-denominasi yang begitu banyak seolah-olah telah membawa kesatuan
gereja ke jurang pemisah yang tidak mungkin menyatu. Banyak hal yang menjadi
penyebab timbulnya ketidakesaan ini antara lain masalah doktrin, materi, dan
kepentingan. Namun para pemimpin gereja tidak boleh terjebak dalam pesimisme tetapi
perlu melakukan langkah-langkah strategis dengan pemahaman bahwa kita bagian dari
anggota tubuh Kristus, dan kita menyembah satu Tuhan yaitu Tuhan Yesus Kristus.

[1]A. Heuken S. J, Ensiklopedia Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Lokacaraka, 1989), 284
[2] Christian De Jong, Menuju Keesaan Gereja (Jakarta : BPK-GM, 1996), xvii
[3] J.B Banawiratmo SJ, Tempat dan Arah Gerakan Oikemenis (Jakarta: BPK-GM, 1994),
30
[4]Christian de Jong, Jan S.Aritonang, Apa dan Bagaiman Gereja (Jakarta : BPK-GM,
2003), 51
[5]Christian de Jong Menuju Keesaan Gereja (Jakarta: BPK-GM, 1996), 19-20
[6]I.H Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 340
[7]J. Van Den End, dan S. J. Weitjens, Ragi Carita II (Jakarta: BPK-GM, 2008), 381
[8]Christian De Jonge, Pembingbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2006),
87
[9]Jusufroni Berbicara tentang Kesatuan Gereja (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1993), 21
[10]Ibid, 25
[11]J.B. Banawiratmo. dkk., Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1994), 9-70
[12] Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Dalam Kemantapan Kebersamaan
Menapaki Dekade Penuh Harapan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 14
[13]Ibid, 80-91
[14]Ibid, 99-108
[15]Jusuf Roni, One Body of Christ (Jakarta: Jusuf Roni Center, 2012), 22
[16]Ibid, 26

62
DIKTAT OIKUMENIKA – Dr. YUSUF S. HANDOKO, M.Th

Anda mungkin juga menyukai