BUKU “THEOS-LOGOS”
Dosen Pengampu :
1 KRISTOLOGI
Oleh:
2020
SURABAYA
2 KRISTOLOGI
BAB II
A. PERGUMULAN TEOLOGIS “BAPA LEBIH BESAR DARI ANAK”
Dr. Erastus menafsirkan sebuah frase “Anak keluar dari Bapa” itu berarti Bapa lebih
dahulu eksis dan lebih besar dari Anak. Hal itulah yang pada akhirnya menggiring
pengertian yang berbeda tentang Logos dan Theos. Dr. Erastus membuat konsep derajat
Yesus sebagai Anak menjadi lebih rendah dari Bapa, bagi Dr. Eraastus Yesus tidaklah setara
dengan Allah. Dr. Erastus merumuskan sebuah paradigm bahwa Allah wajib lebih besar dari
segala yang ada di dunia termasuk di dalamnya lebih besar dari Yesus sebagai Anak.
Mengapa paradigm tersebut dapat muncul ? Hal ini sepertinya terjadi karena Dr. Erastus
bersama murid-muridnya lebh menekankan pada sisi kemanusiaan Yesus ketika
mengembara sejak dilahirkan oleh Maria di Betlehem.
Meninjau ulang paradigma “Yesus lebih rendah dari Allah”, sebenarnya dalam
membaca Alkitab kita perlu memahami Alkitab secara kontekstual, penilaian akan sisi
kemanusiaan Yesus di bumi tidak bisa menjadi standar ditariknyakesimpulan bahwa Yesus
bukanlah Allah dan Ia tidak setara. Kita perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa dalam
inkarnasi, Yesus mengemban tugas untuk merendahkan diri dan membatasi keilahian-Nya
(Fil. 2:5-9). Ia tidak boleh membicarakan keilahian-Nya di dunia karena kemanusiaan dan
keilahian merupakan dua dunia yang berbeda. Ketika Yohanes menyebutkan “Firman itu
adalah Allah”, teks ini sebenarnya memiliki makna bahwa Logos (Yesus Kristus) adalah
sama dan setara dengan Allah. Artinya keberadaan Allah dan Firman itu pada hakekatnya
sama dan tidak ada titik awalnya maupun ketentuan waktunya. Jadi tidak mungkin bahwa
Theos lebih dahulu eksis daripada Logos.
Pertama, kata “megas”dalam Yoh. 14:28 tidak boleh dipahami secara ontologis,
tanpa kontrol dan konteks (menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam hal esensi). Seperti
seorang hamba dan tuannya dimana (Yoh. 13:16) hamba melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang lebih besar (megas) tetapi secara esensi keduanya adalah manusia. Konteks Yoh. 14:28
bahwa Bapa lebih besar daripada Yesus hanya dalam konteks eksistensi inkarnasi Yesus
dibandingkan dengan eksistensi Bapa dalam kemuliaan yang sempurna di Surga. Kedua,
bagian injil Yohanes lainnya menunjukkan kesetaraan Yesus dengan Bapa (Yoh. 1:1, 5:26;
10:30). Ketiga, Ia sendiri selama inkarnasi menjadi lebih rendah dari para malaikat (Ibr.
2:9). Keempat, bagian Alkitab lain membuktikan kesetaraan Yesus dengan Bapa (Fil 2:6-7).
Posisi Tinggi – Rendah hanya bilang ekonomi, bukan Hakekat. Seperti yang telah
dijelaskan terkait dengan kata megas mengenai hamba dan tuan, dalam inkarnasi-Nya Yesus berada
di bawah Bapa hanya dalam hal status sebagai hamba tetapi sama dalam hal hakekat. Keduanya
berbeda dalam konteks relasi yang khas. Peristiwa slaib lebih berkaitan dengan korban penebusan
Anak, sedangkan pekerjaan memetraikan orang percaya merupakan karya Roh Kudus. Mis, Adam
dan Hawa, Hawa merupakan penolong Adam, meskipun Adam lebih dahulu diciptakan tetapi Hawa
diciptakan untuk Adam bukan sebaliknya, Adam sebagai kepala perjanjian. Dalam memahami
Tritunggal tidak bisa kita ambil dari hubungan Adam dan Hawa karena dalam Tritunggal tidak
adanya urutan keberadaan waktu, namun kita sedikit dapat memahami relasi dari Tritunggal melalui
ini meski tidak sempurna.
Pra-Eksistensi Yesus: Bagaimana Mungkin usianya lebih Muda dari Bapa- Yesus
sendiri berkata bahwa Ia adalah Alfa dan Omega (Why. 1:8), dan Yoh. 1:1, itu berarti
Kristus adalah kekal, tidak dibatasi waktu, dan tidak diciptakan. Secara inkarnasi usia Yesus
mungkin memang lebih muda, akan tetapi secara keberadaan pra-eksistensinya Ia telah ada
jauh sebelum Abraham ada (Yoh. 8:58).
BAB IV
Dr. Erastus mengeluarkan posisi “Logos” dari predikat sebagai Allah karena ketiadaan
penggunaan kata sandanh “ho” bagi istilah kai Theos en ho Logos. Dalam ayat 1b tidak ada
kata “the” sebelum Theos da nada kata sandang the sebelum Logos. Dr. Erastus pun
mengeluarkan konsep bahwa kata sandang pada Theos tertuju pada Allah Bapa dan kata
sandang sebelum Logos itu diusulkan oleh Dr. Erastus sebagai “suatu ilahi”.
Pertama, ketiadaan kata sandang tidak mungkin untuk mengubah Firman sebagai Allah
menjadi Firman sebagai suatu ilahi. Peniadaan kata sandang “ho”bukan untuk mengurangi
hakekat “Allah” sebagai kata benda (noun) menjadi hanya sebagai “ilahi” (kata sifat).
Ketiadaan kata sandang dalam konteks Yoh. 1 adalah semata-semata untuk membedakan
Logos (Anak) sebagai Theos dan Bapa sebagai Theos.
5 Kedua, Yohanes seharusnya menggunakan kata sifat jika hendak menjelaskan KRISTOLOGI
bahwa Anak
hanyalah sebuah sifat ilahi. Jika memang benar yang dijelaskan adalah sifat ilahi seharusnya
penggunaannya adalah “Theios”.
Ketiga, peniadaan kata sandang untuk menjelaskan bahwa “Logos” bukan satu-satunya
pribadi sebagai Allah. Ketidakhadiran kata sandang mengindikasikan sesuatu yang sangat
penting tentang siapa Logos itu sesungguhnya.
Keempat, peniadaan kata sandang bertujuan untuk memperlihatkan bahwa Logos adalah
pernyataan Theos secara utuh. Logos adalah Theos karena Ia adalah penyataan diri Theos
yang dikenal sebagai Anak Allah.
Alasan Ketiadaan Kata Sandang : Adanya Dua Nominatif dengan Kata Kerja yang
Sama
Kata “Theos” tanpa kata sandang yang dimaksud oleh Dr. Erastus dapat ditemukan dalam PB
dimana ada dua Subyek atau dua nominative dengan kata kerja yang sama. Dalam hal ini, dua
nominative itu adalah Theos dan Logos dengan kata kerja “hen” (adalah).
Kasus ketiadaan kata sandang bagi “Theos”:Hindari praktek inkonsistensi
Sekali lagi kata “Theos” yang tanpa kata petunjuk definitive (artikel tertentu) yang ditujukan
kepada Logos diterjemahkan kata “suatu” di depannya sehingga Logos sebagai Theos
diterjemahkan menjadi “suatu ilahi”. Sedangkan yang lain dengan kasus yang sama tetapi
tertuju kepada Allah Bapa tidak diberi kata “suatu” di depannya. Saya sebut ini sebagai
pendekatan yang tidak konsisten.
6 KRISTOLOGI