Anda di halaman 1dari 8

TEOLOGI AGAMA-AGAMA

“KARL BARTH: AGAMA SEBAGAI BENTUK KETIDAKPERCAYAAN”

OLEH:
KELOMPOK 1
NAMA ANGGOTA : ALFITA RAMBU MBALU
AMELIA Y. FAAH
ARITMAT S. J. TLONAEN
CHRISTIN PUASGAY
FEBRIZEN A. MAYOPU
SEMESTER/KELAS : V/A
DOSEN PENGASUH : PDT. DR. FREDRIK Y.A DOEKA

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG


FAKULTAS TEOLOGI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat-Nya kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan Makalah dengan judul “Agama
sebagai bentuk ketidakpercayaan”. Agama merupakan sistem kepercayaan kepada Tuhan
yang dianut oleh sekelompok manusia dengan mengadakan interaksi dengan Tuhan, dengan
pokok persoalan yang dibahas yakni eksistensi Tuhan, manusia dan hubungan manusia
dengan Tuhan. Karl Barth mengatakan bahwa agama bukanlah sesuatu yang dicapai umat
manusia, tetapi sebagai bentuk penerimaan dan ketaatan pada apa yang telah Allah lakukan di
dalam Kristus. Barth sendiri mengganti “analogi keberadaan” dengan “analogi iman”. Barth
juga mengecam teologi liberal yang secara efektif dibiarkan tanpa Tuhan dan menggantikan
titik awal teologi tradisional “dari atas” dengan pendekatan “dari bawah”. Dari hal ini
kelompok kami menguraikan beberapa pokok-pokok penting yakni: Teologi “benar-benar
lain”, Keunikan Yesus Kristus dan Tuhan Kristen, Wahyu Tuhan sebagai penghapusan
agama, dan Agama Kristen sebagai agama sejati. Di akhir dari makalah ini, ada penutup yang
didalamnya terdapat kesimpulan kelompok. Kami berharap dengan makalah ini selain untuk
untuk memenuhi tugas, dapat juga untuk menambah wawasan kita serta membagi informasi
kepada pembaca dan kami sendiri mendapatkan pemahaman akan pentingnya moralitas
Agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Teologi “Benar-benar lain”

Karl Barth adalah seorang bapak gereja abad kedua puluh yang paling berpengaruh
pada teologi Kristen modern. Hal ini dapat dilihat saat Barth memaparkan tentang liberalisme
yang menyebabkan adanya batasan yang radikal antara Tuhan dan manusia sehingga
menjadikan agama sebagai masalah di dunia ini. Hal ini bertujuan untuk merehabilitasi
agama sebagai sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antara umat manusia dan Allah yang
transenden dengan maksud untuk menyoroti inisiatif Allah sendiri dalam menjangkau umat
manusia. Dari hal ini kelompok menyimpulkan bahwa agama tidak serta-merta benar dan
bisa saja salah, karena agama sebenarnya sebagai alat antara hubungan manusia dengan
Tuhan. Sehingga. kita perlu untuk menyoroti tindakan yang dilakukan oleh agama.
Contohnya, pada masa kejayaan Gereja Katolik Roma, mereka secara fundamental
menganggap doktrin dan tradisi mereka paling benar, tetapi jika ditelusuri kembali hal ini
merupakan bentuk penyimpangan dari isi Alkitab yang mengakibatkan umat terjebak dalam
kebiasaan yang salah, seperti surat penghapusan dosa. Bagi Barth, agama bukanlah sesuatu
yang dicapai umat manusia, tetapi sebagai bentuk penerimaan dan ketaatan pada apa yang
telah Allah lakukan di dalam Kristus. Barth sendiri mengganti “analogi keberadaan” dengan
“analogi iman”. Dari hal ini kelompok menyimpulkan bahwa agama merupakan media untuk
menumbuhkan iman manusia terhadap Tuhan. Sehingga, perlu untuk dilihat apa yang agama
lakukan untuk mengarahkan pertumbuhan iman dengan benar. Barth mengecam teologi
liberal yang secara efektif dibiarkan tanpa Tuhan dan menggantikan titik awal teologi
tradisional “dari atas” dengan pendekatan “dari bawah”.

Dalam bukunya Barth menjelaskan bahwa bagi para teolog abad pertengahan seperti
Thomas Aquinas yang menegaskan tentang keunggulan agama Kristen yakni pengetahuan
tentang Tuhan merupakan kapasitas bawaan atau pengalaman dalam diri manusia yang
dikembangkan menjadi sikap yang lebih menegaskan terhadap kemungkinan pengetahuan
tentang Tuhan di luar wahyu Kristen. Pendekatan Barth disebut teologi “kritik”, karena tidak
ada titik kontak antara manusia dan Tuhan. Jadi, satu-satunya cara untuk mengetahui tentang
Tuhan hanya didasarkan pada wahyu Tuhan. Kelompok memahami hal ini dengan cara
bagaimana orang Kristen mengimani Tuhan dengan pengalaman pribadinya sendiri agar
dapat berelasi dengan Tuhan secara langsung. Sehingga, Barth lebih memilih prinsip “analogi
iman”, karena iman dimungkinkan hanya karena Allah dengan murah hati memberikannya di
dalam Yesus Kristus. Oleh karena itu, agama tidak menggunakan pengetahuan tentang Allah,
yang “benar-benar lain”, di luar dari kapasitas pengetahuan manusia. Bagi kelompok ini
berarti agama tidak boleh mengajarkan doktrin tentang Allah diluar Alkitab dan pengalaman
iman pribadi manusia. Barth mengatakan bahwa antara Tuhan dan umat manusia, tidak ada
kesinambungan sebagai liberalisme, tetapi saling bertentangan satu sama lain. Dikatakan
bahwa Tuhan berdiri di atas dan melawan umat manusia serta segala sesuatu yang bersifat
manusiawi dalam “perbedaan kualitatif yang tidak terbatas” dan tidak pernah identik dengan
yang diasumsikan oleh umat manusia dan agama. Akan tetapi, hanya peristiwa Yesus Kristus

3
dalam sejarah manusia yang memungkinkan mukjizat pengetahuan tentang Allah. Dari
definisi Barth tersebut, ia mengatakan bahwa hanya Tuhan yang mampu mengungkapkan
Tuhan yang digambarkan sebagai berikut :

Wahyu adalah persembahan diri dan manifestasi diri Tuhan. Wahyu menjumpai
manusia dengan pengandaian dan konfirmasi atas fakta bahwa upaya manusia untuk
mengenal Tuhan dari sudut pandangnya sendiri sepenuhnya dan sepenuhnya sia-sia…
Dalam wahyu Tuhan mengatakan kepada manusia bahwa dia adalah Tuhan, dan karena itu
dia adalah Tuhannya. Dengan mengatakan ini kepadanya, wahyu mengatakan kepadanya
sesuatu yang baru, sesuatu yang selain wahyu dia tidak tahu dan tidak bisa mengatakan
dirinya sendiri maupun orang lain.

Bagi Barth, Yesus Kristus adalah wahyu Allah yang terakhir. Dikatakan bahwa
Firman Tuhan muncul dalam tiga bentuk: Pertama, dalam pribadi Kristus, kedua dalam
firman tertulis yakni Kitab suci, dan terakhir dalam firman yang diberitakan. Barth
menerangkan bahwa Alkitab sendiri belum menjadi firman Allah tetapi menjadi firman yang
Tuhan sediakan. Dari peristiwa Yesus Kristus dalam sejarah manusia memungkinkan
mukjizat pengetahuan tentang Tuhan. Sehingga, dikatakan bahwa dalam proses pewahyuan,
Yesus Kristus menyatakan diri-Nya, bukan informasi mengenai dirinya sendiri.

Keunikan Yesus Kristus dan Tuhan Kristen

Dalam keunikan Yesus Kristus dan Tuhan Kristen dipaparkan bahwa seluruh teologi
Barth berpusat pada Kristus. Dikatakan bahwa pentingnya wahyu ilahi dan pribadi Kristus
sebagai sarana dan perwujudan wahyu ilahi sebagai pandangan Barth tentang Tuhan menjadi
penekanan pada sifat trinitarian Tuhan merupakan ciri khas agama Kristen. Bagi Barth,
doktrin Tritunggal adalah sesuatu yang membuat teologi Kristen menjadi khas. Barth
mengatakan bahwa doktrin Trinitas adalah satu-satunya jawaban bagi kekristenan atas
pertanyaan “siapa Allah yang mengungkapkan diri yang dibicarakan oleh Alkitab?” Wahyu
Tuhan adalah Tuhan sendiri yang mengungkapkan diri-Nya. Akibatnya, Yesus Kristus
identik dengan Tuhan yakni: “Realitas Yesus Kristus bahwa Tuhan sendiri secara aktif hadir
dalam daging. Tuhan sendiri secara pribadi adalah subjek dari manusia dan tindakan yang
nyata”. Peran Kristus sebagai perantara antara Allah yang sepenuhnya transenden dan umat
manusia menjadi fokus dalam peran ganda Kristus sebagai agen wahyu dan rekonsiliasi.
Berdasarkan inkarnasi, Tuhan dan umat manusia bersatu dalam keilahian-Nya dimana Yesus
mewakili Allah bagi kita, dan di dalam kemanusiaan-Nya Yesus mewakili kemanusiaan bagi
Allah dan manusia dapat dijadikan partisipan dalam perjanjian yang telah diwajibkan oleh
Allah sendiri. Dalam perjanjian ini, Tuhan bertindak kepada manusia melalui Kristus. Bagi
Barth, Yesus berdiri di antara Tuhan dan umat manusia sebagai perantara yang membawa
penebusan dan keselamatan. Dia menjadi Manusia untuk membebaskan manusia dari dosa
melalui penderitaan dan kematian-Nya, dan Dia menegakkan kembali perjanjian antara
Tuhan dan umat manusia yang telah hancur dan rusak tidak hanya oleh pasangan manusia
pertama. Sebagai putra Allah, dia memiliki wewenang untuk melakukan penggantian ini dan
untuk mengizinkan ini terjadi kepada manusia.

“Wahyu Tuhan sebagai Penghapusan Agama”


4
Pada bagian ini dikatakan bahwa kritik paling tajam terhadap agama datang dari
bagian yang terkenal Barth yang mengatakan “Wahyu Tuhan sebagai penghapusan agama”.
Ini dipaparkan dalam jilid satu, bagian dua, dogma gerejanya yakni, “Doktrin Firman Tuhan”.
Jilid dogmatis gereja ini ditulis pada akhir tahun 1930-an dan mewakili fase Barth yang lebih
radikal. Kelompok menyimpulkan bahwa kita tidak dapat mengenal Allah secara objektif
karena Allah transenden, tetapi kita dapat mengenal Allah secara subjektif melalui
pengalaman iman kita kepada Allah. Namun, Barth sendiri menjadi agak lebih bersikap
politik dan kadang-kadang memberikan pujian kepada agama-agama lain, dan secara
keseluruhan teologi tentang masa lalunya tidak banyak berubah. Bagi kelompok ini berarti
seorang Karl Barth bisa dikatakan pluralis terhadap agama lain. Pada bagian sebelumnya,
“Masalah Agama dalam Teologi”, secara radikal Barth mengkritik cara teologi liberal dan
menempatkan konsep agama daripada wahyu ilahi sebagai pusat teologi. Menurut kelompok,
ini berarti Barth mengkritisi penempatan konsep agama secara liberal sebagai pusat teologi,
dan wahyu ilahi sebagai teologi sentris. Barth, menegaskan fakta bahwa wahyu adalah suatu
peristiwa dalam pengalaman manusia dan dalam bidang agama, tetapi hal ini sangat kontras
dengan para guru liberalnyanya. Barth menolak interpretasi “duniawi ini” dari wahyu dan
agama. Dalam pandangan Barth, kaum liberal, terutama Ernst Troeltsch, telah menjadikan
agama manusia sebagai kriteria untuk menilai wahyu Tuhan. Dengan demikian, teologi
liberal berupaya memahami wahyu dari sudut pandang agama, bukan sebaliknya. Barth
menegaskan bid’ah dan ketidakpercayaan.

Tesis utama Barth dalam bagian ini yakni agama, termasuk Kristen, adalah
ketidakpercayaan dan manifestasi dari pemberotakan manusia terhadap Tuhan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan nilai dari wahyu umum? Bagaimanpun, ada perikop-
perikop dalam Alkitab (seperti Kisah Para Rasul 14: 15-17; 17: 22-31: Roma 1: 18-20) yang
tampaknya menegaskan keberadaan pengetahuan tentang Allah selain wahyu ilahi di dalam
Kristus. Tanggapan Barth dengan tegas mengatakan: perikop-perikop ini hanya berbicara
tentang potensi yang tidak pernah menjadi kenyataan; Hal ini tidak hanya mencapai tujuan
tetapi juga disalahgunakan oleh umat manusia yang berdosa. Dengan mengacu pada Kisah
Para Rasul 17:29, Barth menjelaskan bahwa kuil dan bangunan penting yang terbuat dari
emas adalah tanda penyembahan berhala, upaya yang sia-sia untuk mengenal Tuhan melalui
upaya manusia. Jadi “pengetahuan” tentang Tuhan ini membawa manusia lebih dalam ke
dalam ketidakpercayaan. Menurut kelompok, akibat dari sebuah agama yang melihat Tuhan
secara objektif seperti pembuatan patung dan menyembahnya membuat manusia salah
mengartikan keberadaan Allah yang transenden (subjektif) atau dapat dirasakan secara iman.
Barth berargumen bahwa satu-satunya jenis wahyu yang dapat disebut wahyu dalam artian
yang tepat dari istilah itu adalah penyelamat. Berbicara tentang wahyu “umum” tanpa
mengacu pada keselamatan yang dibawa oleh Tuhan berarti berbicara tentang sesuatu yang
sama sekali berbeda dari wahyu ilahi. Hal ini penting bagi Barth untuk memberi tahu kita
tidak hanya siapa Tuhan tetapi juga betapa tidak berdayanya kita. Wahyu ketuhanan
memberitahu kita bahwa manusia “tidak dapat menolong dirinya sendiri baik secara
keseluruhan maupun sebagian”. Oleh karena itu, secara keseluruhan, penilaian Barth terhadap
agama tidak ada harapan. Pertama dia menyatakan dengan terus terang bahwa “agama

5
sebagai bentuk ketidakpercayaan” dan hal itu berhubungan masalah dari “orang yang tidak
percaya”.

Agama Kristen sebagai agama sejati

Kritik Barth yang keras terhadap semua agama, termasuk Kristen, yang juga “berada
di bawah penilaian bahwa agama adalah ketidakpercayaan”, mungkin mengejutkan karena
Barth masih menganggap Kristen sebagai agama yang benar. Kenyataannya, Barth mengakui,
di satu sisi, bahwa penilainnya yang keras terhadap agama-agama lain tidak didasarkan pada
studi antropologis atau psikologis dari agama-agama tersebut” dan, di sisi lain secara
fenomenologis iman Kristen tampaknya tidak lebih baik dari pada ibadat, doa, moralitas dan
unsur-unsur religius lainnya dari agama lain”. Alasan Barth menganggap Kekristenan sebagai
agama yang benar didasarkan pada doktrin reformasi sentral-pembenaran oleh iman yakni:
“Kita dapat berbicara tentang agama yang benar “hanya” dalam arti dimana kita berbicara
tentang orang berdosa yang dibenarkan”. Tidak ada dalam agama itu sendiri yang berharga,
tetapi sejauh agama membiarkan dirinya diambil alih oleh penghakiman dan rahmat Tuhan,
hal tersebut dapat dianggap benar. Sebenarnya, agama itu sendiri pada kenyataannya tidak
bisa benar. “Itu hanya bisa menjadi benar, yaitu, menurut apa yang dianutnya untuk menjadi
dan untuk ditegakkan, “dan itu adalah pembenaran bagi orang berdosa. Dan hal ini telah
terjadi dalam agama Kristen yang terlepas dari banyak cara yang lemah dan salah yang telah
dijalani oleh orang-orang Kristen. Oleh karena itu, “kita tidak perlu ragu-ragu untuk
mengatakan bahwa agama Kristen adalah agama yang benar. Paul Knitter menempatkan
pandangan Barth yang dinamis dan agak kompleks ini dalam perspektif yang tepat dengan
menggabungkannya dengan dua penegasan: “(1) Alasan hanya ada satu agama yang benar
adalah karena wahyu dan keselamatan hanya ditawarkan dalam Yesus Kristus (2) Agama
yang satu ini dapat dibenarkan sedemikian rupa sehingga tidak ada yang benar-benar
ditegaskan atau dijawab dalam dunia agama.

Hal ini membuat Barth mengaitkan evaluasinya tentang agama lain dengan
kristologinya. Jika wahyu ilahi dapat terjadi dan hanya terjadi di dalam Kristus, Tuhan yang
berinkarnasi, itu berarti bahwa semua seruan lain untuk wahyu yang sejati dan dengan
demikian agama yang benar haruslah tidak berdasar. Selain itu, karena kebenaran agama
Kristen tidak didasarkan atas apapun selain pribadi Kristus, Barth tidak keberatan untuk
mengakui kemiripan yang tampak antara sifat fenomenologis agama lain dan Kristen, dengan
segala kelemahannya, bahkan “penyembahan berhala”, tetapi menganggapnya sebagai agama
“mutlak”. Barth menggambarkan sikapnya yang sangat ekslusif terhadap agama-agama lain
dengan analoginya yang terkenal: seperti cahaya matahari jatuh di satu bagian bumi dan
bukan di bagian lain, menerangi satu bagian dan meninggalkan yang lain dalam kegelapan,
tanpa benar-benar mengubah apa pun di bumi. Demikian pula terang Kristus jatuh ke atas
dunia agama; Hal itu membuat satu agama Kristen, untuk menyinari cahayanya ke dunia, dan
yang lainnya tetap berada dalam kegelapan.

BAB III

6
PENUTUP

Kesimpulan

Barth mengartikan agama sebagai bentuk penerimaan dan ketaatan pada apa yang
dilakukan di dalam Kristus. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh agama perlu untuk
menumbuhkan iman manusia kepada Yesus Kristus, dengan menggunakan prinsip analogi
iman. Jalan satu-satunya untuk mengetahui tentang Tuhan hanya didasarkan pada Wahyu
Tuhan yaitu Yesus Kristus yang hadir dan berjumpa dengan manusia. Kita tidak dapat
mengenal Allah secara objektif karena Allah transenden, tetapi kita dapat mengenal Allah
secara subjektif melalui pengalaman iman kita kepada Allah. Barth berargumen bahwa satu-
satunya jenis wahyu yang dapat disebut wahyu adalah penyelamat. Berbicara tentang wahyu,
maka secara tidak langsung kita mangacu pada keselamatan yang dibawa oleh Tuhan dan di
luar itu maka hal itu bukanlah wahyu ilahi. Barth tidak hanya memberitahu kita tentang siapa
itu Tuhan namun memberitahu kita tentang betapa tidak berdayanya kita. Wahyu ketuhanan
memberitahu kita bahwa manusia “tidak dapat menolong dirinya sendiri baik secara
keseluruhan maupun sebagian”. Manusia membutuhkan Tuhan sebagai penyelamat karena
pada hakekatnya manusia itu terbatas. Secara fenomenologis iman Kristen, Barth
menganggap Kekristenan sebagai agama yang benar dan berdasar pada doktrin reformasi
sentral pembenaran oleh iman. Kita dapat berbicara tentang agama yang benar hanya dalam
arti dimana kita berbicara tentang orang berdosa yang dibenarkan. Oleh karena itu, kita tidak
perlu ragu-ragu untuk menyatakan bahwa agama Kristen adalah agama yang benar. Hal yang
berharga dalam agama adalah membiarkan dirinya diambil alih oleh penghakiman dan
rahmat Tuhan sebagai pembenaran bagi orang berdosa.

DAFTAR PUSTAKA

7
Kärkkäinen, Veli-Matti. 2003. An Introduction to the Theology of Religions. Amerika: IVP
Academic

Anda mungkin juga menyukai