Oleh:
Marlon Brando Gumabo
Dosen Pengampu:
Dr. Janneman R. Usmany, M.A., M.Pd.K
“Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi
anaknya, menghajar dia pada waktunya”
Pendahuluan
Pendidikan membuat seseorang dinilai terdidik atau tidak, terlepas dari konsentrasi
dan keahlian yang dikuasainya. Secara umum, pendidikan sekuler merupakan salah
satu pendidikan yang paling banyak diikuti dan diminati oleh khalayak ramai.
Namun, pendidikan keagamaan adalah salah satu jalan untuk membentuk seseorang
tidak hanya sampai pada logika dan pengetahuannya saja, akan tetapi lebih berfokus
pada karakter rohani yang akan dimiliki oleh obyek dari pendidikan keagamaan
tersebut.
bertujuan untuk merubah dan membentuk pribadi yang menerima didikan Alkitab
menjadi murid Kristus (Mat.28:19). Meskipun untuk menjadi murid sejati Kristus
adalah pergumulan seumur hidup. Akan tetapi disini, Pendidikan Agama Kristen
bertugas untuk mengarahkan setiap pribadi yang rindu menjadi murid-Nya untuk
berada dan berjalan di jalur yang tepat menuju kesempurnaan seperti Kristus.
Makalah pendidikan Agama Kristen yang ditulis oleh penulis dalam bagian ini
berfokus pada pembahasan pola didik yang salah kaprah terhadap tongkat yang
digunakan oleh para orang tua Kristen terhadap anak-anak mereka. Bagi
kebanyakan orang tua Kristen modern ini, penggunaan tongkat tidaklah relevan
terhadap pola didik yang akan diajarkan kepada anak karena akan melukai hati dan
membentuk mereka menjadi pribadi yang kasar. Namun, sebaliknya Alkitab
menasehati para orang tua Kristen agar memakai tongkat dalam mendidik anak-anak
mereka. Tentunya, makalah ini akan mencoba menemukan maksud dari penggunaan
tongkat dalam Amsal 13:24 dan membantu para orang tua Kristen agar memahami
hikmat pada Perjanjian Lama (Sinulingga: 2007, 1). Kitab-kitab dari Perjanjian
Lama dalam bahasa Ibrani biasanya diberi judul menurut kata-kata pertama kitabnya.
Salomo”), yaitu menurut kata-kata dalam Amsal 1:1a. Kemudian, judul ini
Menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini dalam tradisi Yahudi, raja Salomo lah
penulis sebagian besar kitab Amsal yang ada sekarang. Meskipun di dalam Amsal
ada 2 penulis minor seperti Agur bin Yake (pasal 30) dan Lemuel, Raja Masa (pasal
31:1-9), namun, kitab Amsal lebih identik dan melekat pada diri Salomo. Barth
Salomo yang dimana hikmat sebagai temanya yang terkemuka. Maklumlah, raja
Salomo telah dianugerahi suatu hati “yang penuh hikmat dan pengertian” (1 Raj.
3:12). Begitu besar makna pemberian anugerah itu, sehingga seluruh bumi
berikthiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di
dalam hatinya (1 Raj. 10:24); ratu negeri Syeba pun diriwayatkan pernah dating ke
10:1-10).
Kajian Teori
Amsal sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai misal;
umum dan mudah dikenali oleh pembaca. Ciri-ciri tersebut adalah: 1) singkat; 2)
untuk tujuan praktis; dan 7) lama digunakan (asalnya dari tradisi). Maksud dari ciri
ini, menurut Wismoadi (1986) untuk membantu para orang tua Yahudi dengan mudah
mendidik dan mengingatkan apa saja yang benar dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Seluruh pendidikan dan pengajaran Israel pada zaman dahulu utamanya ditujukan
kepada anak-anak Israel, agar mereka memiliki hikmat membedakan mana yang baik
dan tidak.
Lasor dalam Sinulingga (Teks Amsal 13:24 masuk dalam kumpulan 375 Amsal
Salomo yang menurut tradisi Yahudi adalah sebagai bagian yang tertua dalam kitab
Amsal Lasor melanjutkan Amsal 10-25 terdiri dari dua baris yang struktur puisinya
Struktur ini sangat sesuai untuk pengajaran hikmat karena menjelaskan segi
positif dan segi negatif dari suatu sikap atau kelakuan. Lebih dari itu, struktur ini
menekankan kepada orang tua Yahudi dan anak-anaknya untuk menjadi orang bijak
yang memilih untuk berjalan di jalan orang benar (bijak) dan jalan orang jahat
(bodoh).
13:24 sangat fleksibel dan situasional. Maksud dari pemikiran Wycliffe ini terlihat
dari pernyataannya, “Tak mau menghajar anak berarti memanjakan anak," sudah
menjadi peribahasa yang umum. Tetapi, kita harus ingat bahwa Kitab Amsal tidak
cara mendidik anak (bdg. 22:6). Sesungguhnya, mengajarkan kebenaran dan takut
akan Tuhan merupakan cara yang tanpanya pemberian cemeti tidak akan efektif”.
Pulpit Commentary yang ditulis oleh Rev. Joseph dan Henry Donald pada abad
great point with his author (see Proverbs 19:18; Proverbs 22:15; Proverbs 23:13, etc.;
Proverbs 29:15, 17) (Koreksi kepada anak-anak adalah poin yang besar/utama dengan
penulis Amsal ini (lihat Amsal 19:18; Amsal 22:15; Amsal 23:13, dll.; Amsal 29:15,
17). Pernyataan dalam Pulpit Commentary sangat benar, jika melihat isi Kitab Amsal
dari pasal 1-31 yang selalu merujuk kepada para anak Yahudi untuk memilih yang baik,
Analisa Penulis
Kata “menggunakan” yang dipakai dalam Alkitab Indonesia dalam Amsal 13:24,
diterjemahkan dari kata “Spares” yang dipakai King James Version dan New
International Version. Kata “Spares” berasal dari kata Ibrani “Chasak” yang artinya
menahan atau menyembunyikan. Namun kata “Spares” sendiri lebih tepat jika
diterjemahkan dengan kata “Meluangkan” Maksud dari kata ini adalah suatu
keadaan yang sangat situasional terhadap apa yang dikerjakan dan dialami. Kamus
kesempatan kepada suatu keadaan, namun tidak selalu ada kesempatan untuk keadaan
tersebut. Hal ini menandaskan bahwa pemakaian tongkat untuk mendidik anak-anak,
tidak selalu harus dipakai untuk mengajarkan kebaikan, namun hanya dipakai dalam
Kata “tongkat” sendiri berasal dari kata Ibrani “shebet” yang memiliki pengertian
juga adalah “tongkat” secara harafiah. Shebet mempunyai arti sebuah tongkat (untuk
menopang) dan juga diterjemahkan menjadi ”tongkat gembala”. (Im 27:32). Selain
itu, dalam tradisi Yahudi, para gembala menggunakan tongkat sewaktu menuntun
tongkat yang dimaksudkan oleh Amsal 13:24 adalah tongkat yang sama untuk
menuntun domba-domba orang Israel. Hal ini berarti, penggunaan tongkat yang
teladan bagi setiap orang tua Yahudi dalam menggunakan tongkat mereka terhadap
anak-anaknya ke padang yang berumput hijau dan air yang tenang, demikian para
orang tua Yahudi pun harus punya sebuah alasan dalam menggunakan tongkat kepada
masa mendatang.
Kesimpulan
Pendidikan Kristen yang Alkitabiah dalam teks Amsal 13:24, tidak serta merta
memerintahkan para orang tua Kristen untuk selalu menggunakan tongkat dalam
mendidik anak-anak mereka. Kebenaran yang dituliskan raja Salomo dalam hikmat
Allah sedang menyarankan orang tua Kristen era ini untuk menjadikan pilihan
memakai tongkat sebagai pilihan situasional dan fleksibel terhadap suatu kesalahan.
Tongkat dapat digunakan dengan tujuan demi kebaikan anak-anak, dan tidak dapat
dipakai tanpa tujuan yang bijak, bahkan akan sangat berlawanan dengan maksud ayat
Alasan yang lebih agung dan mulia terhadap pemakaian tongkat, tentunya harus
mendasar pada sikap dan gambaran dari Gembala Agung, yaitu Tuhan Yesus Kristus
sendiri yang mengatakan bahwa Dialah Gembala yang baik (Yoh. 10:11). Gembala
Baik ini, yang disinggung oleh ayah Salomo, Daud, sebagai Gembala yang menuntun
mereka kepada segala kebaikan dengan gada dan tongkat-Nya. Oleh sebab itu,
sudah seharusnya, para orang tua Kristen saat ini, tidak anti terhadap pemakaian
tongkat dalam mendidik anak mereka, namun ingatlah bahwa pilihan ini adalah
bersifat situasional, dan jika boleh menyarankan, mintalah hikmat Allah untuk
membimbing kita dalam menerapkan kebenaran ini, sehingga tindakan kita tidak
Momentum.
Sinulingga, Risnawaty. 2007. Tafsiran Alkitab. Kitab Amsal 1-9. Jakarta: Gunung
Mulia.
Mas.