Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PANDANGAN AGAMA KRISTEN TERHADAP HUKUMAN MATI

DI SUSUN OLEH:

NAMA : LODIWIK ROHI


NIM : 20410086
KELAS : B / ll
PRODI : MANAJEMEN

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA


KUPANG 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hukuman mati ialah hukuman yang diputuskan oleh pihak mahkamah membabitkan
pesalah dibunuh sebagai balasan jenayahnya, sama ada secara pancung, tembak, gantung,
suntikan maut dan sebagainya.
Hukuman mati mempunyai sejarah yang lama dalam masyarakat manusia, dan pernah
berlaku di hampir semua masyarakat. Biasanya, hukuman mati itu dilaksanakan demi
menegakkan keadilan di dalam masyarakat. Tetapi dari segi ketenteraan, hukuman mati
adalah satu cara untuk mengawal disiplin tentera. Contohnya, askar yang enggan
bertempur atau lari daripada tugasan boleh dihukum mati. Tindakan ini adalah supaya
tiada askar yang enggan bertempur kerana takut. Selain itu, hukuman mati juga merupakan
satu cara untuk mengadakan kawalan sosial. Di negara yang autokratik, mereka yang
mempunyai perbezaan pendapat dengan kerajaan mungkin akan dihukum mati. Contohnya
di negara komunis, seseorang itu akan dibunuh sekiranya ia dianggap "anti-revolusi"
ataupun pemikirannya itu "berbahaya kepada masyarakat".
Cara melaksanakan hukuman mati sebenarnya mengalami banyak perubahan. Pada
masa sekarang hukuman mati biasanya dilaksanakan dengan kesakitan yang minimum.
Cara yang melibatkan perdarahan dan mengambil masa yang lama biasanya tidak
digunakan. Ini adalah kerana hukuman mati bermaksud menamatkan nyawa seorang
penjenayah, dan tidak bermaksud menyeksanya.
Di negara yang bertamadun, hukuman mati adalah satu pendekatan untuk
menghapuskan jenayah. Biasanya hukuman ini hanya dikenakan kepada penjenayah berat
sahaja.
Hukuman mati merupakan hukuman yang telah menjadi kebijakan di beberapa negara,
termasuk Indonesia. Hukuman mati dijatuhkan pengadilan sebagai hukuman terberat dan
hanya berlaku pada pelanggaran-pelanggaran yang sangat fatal, seperti terorisme,
pembunuhan berencana, dan perdagangan obat-obat terlarang. Beberapa negara yang telah
banyak mengeksekusi hukuman ini diantaranya adalah Tiongkok, Irak, Iran, Arab Saudi,
Amerika Serikat, dan masih banyak lagi.
Tiongkok adalah negara yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati setiap
tahunnya hingga sampai ribuan, dan mayoritas dikarenakan kasus seperti pembunuhan dan
perdagangan narkoba. Di Indonesia sendiri, delapan belas orang telah dihukum mati pada
jaman Jokowi. Lalu, bagaimana hukuman mati menurut iman Kristen?
Beberapa orang mengatakan bahwa hidup adalah pemberian Tuhan dan hanya Tuhan
yang berhak mengambilnya. Manusia tidak boleh menuntut pembalasan dan hanya Tuhan yang
berhak menghukum seseorang. Argumentasi-argumentasi semacam itu yang sering digunakan
oleh mereka yang menolak hukuman mati. Dan sekarang kita akan melihat bagaimana
seharusnya orang Kristen memandang hukuman mati dan bagaimana hukuman mati menurut
iman Kristen.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa Itu Hukuman Mati
1.2.2. Jenis-Jenis Hukuman Mati
1.2.3. Apa Kata Alkitab Mengenai Hukuman Mati
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui dan Memahami Apa itu Hukuman Mati
1.3.2. Mengetahui dan Memahami Jenis-Jenis Hukuman Mati
1.3.3. Mengetahui dan Memahami Kata Alkitab Mengenai Hukuman Mati

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Apa itu Hukuman Mati
Baik berdasarkan pada pasal 69 maupun berdasarkan hak yang tertinggi bagi manusia,
pidana mati adalah pidana terberat. Karena pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak
hidup bagi manusia yang sesungguhnya berada ditangan Tuhan.
Hukuman mati dalam istilah hukum dikenal dengan uitvoering. Hukuman atau pidana mati
adalah penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang yang telah melakukan tindak
pidana yang diatur dalam undang-undang yang diancam dengan hukuman mati. Hukuman mati
berarti telah menghilangkan nyawa seseorang. Padahal setiap manusia memilik hak untuk hidup.
Hukuman mati merupakan kejahatan Negara pemikiran (premeditation) dan perencanaan
terhadap suatu pembunuhan yang dilakukan dan dipersiapkan secara sistematis dan matang
terlebih dahulu dan atau pembunuhan yang dilegalisir dan diadministrasikan oleh negara.
Berbicara mengenai pidana mati, pastilah tidak jauh dengan makna mati dan kematian.
Dan dari situlah dapat membuka peluang perbedaan pendapat yang sangat kontras. Bagi kaum
jahiliyah katakanlah kaum sekuler, mereka menganggap mati itu akhir dari segalanya. Bagi
mereka, awal itu yakni kelahiran dan akhir itu kematian.Filsafat mereka mengutamakan “tujuan
menghalalkan segala cara”.
Definisi mati yang dianut oleh Indonesia adalah dideklarasikan oleh Ikatan Dokter
Indonesia, yang juga sesuai dengan yang dianut oleh Negara lain, walaupun ada sedikit
perbedaan.
Ada beberapa definisi mati yang Pertama, definisi klinis atau Somatis atau Sistematis
yaitu munculnya tanda kematian pada pemeriksaan fisik atau keadaan dimana tidak berfungsinya
3 bagian tubuh terpenting yaitu otak, jantung dan paru-paru.
Kedua, bila seseorang mengalami mati batang otak, maka dinyatakan mati walaupun
jantungnya masih hidup, ginjalnya masih berdenyut, termasuk hati dan paru-parunya. Walaupun
kematian otak masih diuji dan dapat mempuyai tujuan, keabsahannya sebagai ukuran tidak jelas
karena sangat memungkinkan terutama dengan kemajuan teknologi, pasien memperoleh teknik
“plugged-in” untuk melanjutkan pernafasan dan mendapatkan denyut jantung yang bisa didengar
setelah kematian otak yang nyata.
Ketiga, kematian seluler atau molekuler. Yaitu kematian pada tingkatan sel dan ini terjadi
beberapa saat kemudian setelah kematian klinis. Kematian sel inilah yang menyebabkan suhu
tubuh menurun dan akhirnya suhu tubuh sama dengan suhu lingkungannya. Keadaan demikian
tercapai sekitar 3-4 jam setelah organ vital tubuh tidak berfungsi
2.2. Jenis-Jenis Hukuman Mati
2.2.1. Guillotine
Guillotine adalah sebuah alat untuk membunuh seseorang yang telah divonis
hukuman mati dengan cepat dan 'manusiawi'. Guillotine menjadi terkenal pada Revolusi
Perancis, tetapi sebenarnya sebelumnya sudah ada alat seperti ini. Guillotine dinamakan
menurut Joseph Ignace Guillotin (1738 - 1814), yang menyarankan supaya memakai alat
ini sebagai alat eksekusi. Ironisnya ia sendiri sebenarnya tidak setuju dengan hukuman
mati.
Ia berharap bahwa alat'nya' akan menghapuskan hukuman mati. Pada Revolusi
Perancis, dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengeksusi para terdakwa secara cepat.
Guillotine ini mencukupi persyaratan ini, maka di setiap desa di Perancis di tengah pasar
lalu ditempatkan.
Pada tanggal 25 April 1792, Nicolas Jacques Pelletier adalah korbanpertama
guillotine. Secara total pada Revolusi Perancis puluhan ribu orang dieksekusi
menggunakan alat. Di Paris sendiri saja diperkirakan 40.000 orang dibunuh dengan
guillotine, antara lain Raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette. Guillotine dirancang
untuk membuat sebuah eksekusi semanusiawi mungkin dengan menghalangi sakit
sebanyak mungkin. Terdakwa disuruh tidur tengkurap dan leher ditaruh di antara dua
balok kayu di mana di tengah ada lubang tempat jatuhnya pisau. Pada ketinggian 7 meter,
pisau dijatuhkan oleh algojo dan kepala terdakwa jatuh di sebuah keranjang di depannya.
Pemenggalan kepala dengan guillotine hanya berlangsung beberapa detik saja.
Pendapat para dokter pada awal yang katanya orang baru kehilangan kesadarannya
setelah 30 detik dihiraukan. Menurut pendapat para dokter modern, otak seseorang
maksimal hanya bisa sadar selama 10 detik saja.
Eksekusi dengan guillotine kala itu menjadi tontonan umum, tetapi kemudian
guillotine ditaruh di dalam penjara karena dianggap kejam. Terdakwa terakhir yang
dihukum mati dengan alat ini adalah Hamida Djandoubi. Ia dieksekusi di Marseille pada
tanggal 10 September 1977.
2.2.2. Hukuman gantung
Hukuman gantung adalah menggantung seseorang dengan menggunakan tali
gantungan ("simpulan hukum gantung") yang dibelitkan di sekitar leher yang
mengakibatkan kematian. Cara ini telah digunakan sepanjang sejarah sebagai suatu
bentuk hukuman mati, pertama kali diterapkan di kerajaan Persia kurang lebih 2500
tahun yang lalu., dan sampai saat ini masih digunakan di beberapa negara. Cara ini juga
merupakan suatu cara yang umum dipergunakan untuk bunuh diri.
2.2.3. Hukuman mati
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau
tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat
perbuatannya.
Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk
Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di empat
negara: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.
2.2.4. Hukuman pukulan rotan
Hukuman pukulan rotan adalah sebuah hukuman tindak pidana yang berlaku di
Malaysia dan Singapura. Undang-undang mengenai pukulan rotan Jumlah pukulan rotan
terbanyak yang bisa dikenakan kepada seorang terdakwa menurut undang-undang
Malaysia ialah 24 kali pukulan rotan. Terdapat dua jenis rotan yang digunakan:
a. Rotan jenis tipis, yang digunakan untuk kasus sogok-menyogok, kesalahan
korupsi, dan kriminalitas kerah putih;
b. Rotan jenis tebal, yang digunakan untuk tindak kejahatan serius, umpamanya
kasus perkosaan dan kejahatan seksual.
c. Rotan jenis tipis tidak begitu merusakkan badan, tetapi lebih menyakitkan.
Pukulan rotan dengan rotan tebal yang melebihi lima kali bisa mengakibatkan
impotensi dan mati rasa dari punggung ke bawah, dimana hal tersebut sukar
disembuhkan. Oleh karena sakitnya pukulan rotan yang begitu dahsyat, undang-
undang Malaysia telah memberi pengecualian pada kategorikategori di bawah
terhindar dari hukuman tersebut: Perempuan, karena pukulan rotan bisa
mengganggu kesehatan kandungan; Lelaki berumur 50 tahun keatas; Orang yang
disahkan tidak sehat oleh dokter; dan Orang gila
2.2.4.1. Aturan hukum pukulan rotan (Merotan)
Pada hari hukuman merotan dilaksanakan, para terhukum yang terlibat
akan memperoleh pemeriksaan kesehatan. Mereka akan berbaris dalam sebuah
barisan untuk giliran masing-masing di tempat yang mana lokasi pelaksanaan
hukuman merotan tidak bisa terlihat oleh mereka.
Pejabat Penjara Negeri Johor akan menyaksikan pelaksanaan merotan,
bersama-sama dengan seorang dokter dari Rumahsakit Sultanah Aminah dan
seorang pegawai penjara. Pemeriksaan teliti lalu diambil supaya hukuman
merotan tidak dijatuhkan kepada orang yang salah.
Petugas penjara akan membacakan hukuman kepada terhukum, dan
memintanya mengesahkan adakah hukuman yang terbaca itu betul atau tidak. Ia
juga akan menanyakan terhukum tersebut apakah pembelaantelah dibuat. Jika
belum, hukuman merotan akan ditangguhkan sehingga keputusan pembelaan
dinyatakan.
Terdakwa masih dalam keadaan telanjang selepas pemeriksaan kesehatan,
kecuali sehelai penutup yang diikatkan di pinggang. Sewaktu dirotan, tangan dan
punggungnya diikat kepada suatu rangka berbentuk "A". Kepalanya diletakkan
dibawah sebatang kayu melintang supaya badannya membungkuk.
Rotan yang direndam dengan cairan "Pemutih Clorox" untuk membunuh
kuman, juga akan meningkatkan kesakitan terhukum. Kulit punggung akan
lebam/memar bila dirotan satu kali. Dan jika pukulan rotan lebih dari lima kali
dikenakan, kulit punggung terpidana akan terkelupas robek dan mulai berdarah.
2.2.5. Memancung
Memancung adalah tindakan memisahkan kepala dari badan manusia atau
binatang. Biasanya dilakukan dengan kapak, pedang, maupun guillotine. Kata lain dari
memancung adalah memenggal dan seseorang yang mengeksekusi disebut Pemancung/
Pemenggal.
Kalimat memancung bisa merujuk kepada sebuah acara/ upacara tertentu, untuk
memisahkan kepala dari badan yang telah mati. Pemenggalan kepala ini biasanya untuk
sebuah piala, sebuah peringatan, untuk menghilangkan identitas korban, krionik dan
alasan lainnya. Pemenggalan leher sangat fatal akibatnya, dalam hitungan detik ke menit
ketika terjadi adanya kematian pada otak tanpa sokongan salah satu anggota tubuh.
2.2.6. Menguliti
Menguliti adalah sebuah aktivitas mengangkat sebuah kulit dan biasa dilakukan
dengan sebuah pisau. Proses ini biasa dilakukan terhadap binatang yang telah mati,
sebagai salah satu persiapan untuk mengkonsumsi daging dan kulitnya digunakan untuk
keperluan lain.
Menguliti bisa juga dilakukan terhadap manusia hidup sebagai salah satu bentuk
hukuman. Ketika pengangkatan sebuah kulit terjadi terhadap seseorang, teramat sangat
menyakitkan, ini adalah sebuah metode brutal dari sebuah eksekusi.
2.2.6.1. Secara Etimologi
Menguliti berasal dari sebuah kata benda yaitu kulit. Banyak makna dari
kata menguliti ini, di antaranya adalah: Membeset (membuang, mengambil),
Memberi kulit; membalut (menyampul) dengan kulit.
2.2.6.2. Hukuman menguliti zaman dahulu – Assyria
Bangsa Assyria telah mempraktekkan hukuman menguliti terhadap
tawanannya. Setelah dikuliti, korban lalu dibakar hidup-hidup. Kulit kemudian
digantung di pintu gerbang kota, dengan maksud mendapatkan penghormatan dari
bangsa Israel.
2.2.7. Penjara
Penjara adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai macam
kebebasan. Penjara umumnya adalah institusi yang diatur pemerintah dan merupakan
bagian dari sistem pengadilan kriminalsuatu negara, atau sebagai fasilitas untuk menahan
tahanan perang.
2.2.8. Rajam
Rajam adalah hukuman melempari penzina dengan batu sampai mati dan yang
berhak menjatuhkan hukuman rajam itu adalah pengadilan tinggi suatu negara yang
menganut hukum agama Islam. Prosesi rajam dengan cara, para penzina ditanam
berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu hingga mati.
2.2.8.1. Hukuman rajam modern
Beberapa negara yang mengamalkan hukuman rajam sampai mati adalah:
1. Iran
2. Arab Saudi
3. Sudan
4. Pakistan
5. Beberapa bagian Nigeria
6. Afganistan semasa pemerintahan Taliban.
2.2.9. Suntik mati
Suntik mati adalah suatu tindakan menyuntikkan racun berdosis tinggi pada
seseorang untuk menyebabkan kematian. Penggunaan utamanya adalah untuk eutanasia,
bunuh diri, dan hukuman mati. Sebagai metode hukuman mati, suntik mati mulai
mendapat popularitas pada abad ke-20 untuk menggantikan metode lain seperti kursi
listrik, hukuman gantung, hukuman tembak, kamar gas, atau hukuman pancungyang
dianggap lebih tidak berperikemanusiaan, walaupun masih terus diperdebatkan sisi
kemanusiaannya. Pada eutanasia, suntik mati juga telah dipergunakan untuk
memfasilitasi kematian sukarela pada pasien-pasien dengan kondisi terminal atau sakit
kronis. Kedua penerapan ini menggunakan kombinasi obat yang serupa.
2.3. Kata Alkitab Mengenai Hukuman Mati
Di dalam Alkitab beberapa perkara yang disentuh berkaitan dengan perkara ini
dan Peraturan yang diputuskan adalah hukuman mati, antaranya adalah:
a) Membunuh (Kel. 21:12)
b) Perbuatan Menculik (Keluaran 21:16
c) Hubungan seks dengan binatang (Keluaran 22:19)
d) Berzinah (Imamat 20:10)
e) Homoseksual (Imamat 20:13)
f) Menjadi nabi palsu (Ulangan 13:5)
g) Pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4)
Ketika orang-orang Farisi seorang wanita pelacur kepada Yesus yang tertangkap basah
sewaktu berzinah dan bertanya kepada-Nya apakah wanita itu perlu direjam, Yesus menjawab
"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu
kepada perempuan itu" (Yohanes 8:7). Ini tidak boleh difahami bahawa Yesus menolak hukuman
mati dalam segala hal. Yesus hanya mengungkapkan kemunafikan orang-orang Farisi.
Orangorang Farisi ingin mengumpan Yesus untuk melanggar Hukum Perjanjian Lama, mereka
sama sekali tidak peduli dengan wanita yang akan direjam itu (di mana laki-laki yang tertangkap
basah dalam perzinahan?). Allah adalah yang menetapkan hukuman mati: “Siapa yang
menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat
manusia itu menurut gambar-Nya sendiri” (Kejadian 9:6). Yesus akan bersetuju hukuman mati
dalam perkara-perkara lain. Yesus juga menunjukkan anugerah ketika hukuman mati seharusnya
dijatuhkan (Yohanes 8:1-11). Rasul Paulus jelas mengakui kuasa dari pemerintah untuk
menjatuhkan hukuman mati ketika diperlukan (Roma 13:1-5).
Suatu pertanyaan dilontarkan, Adakah Alkitab membenarkan hukuman mat? Jawabannya
ialah ‘Ya’, Allah mengizinkan hukuman mati. Namun pada saat yang sama Allah tidak selalunya
menuntut hukuman mati. Kalau begitu bagaimana seharusnya pandangan orang Kristian terhadap
hukuman mati? Pertama, kita mesti mengingat bahawa Allah telah menetapkan hukuman mati
dalam firman-Nya, dan kerana itu adalah sombong bagi kita untuk menganggap bahawa kita
dapat menetapkan ukuran yang lebih tinggi dari Dia atau dapat lebih murah hati dari Allah. Allah
memiliki ukuran yang paling tinggi dari semua makhluk kerana Dia adalah sempurna adanya.
Ukuran ini berlaku bukan hanya untuk kita namun juga untuk diri-Nya. Kerana itu Dia mengasihi
secara tak terbatas, dan Dia memiliki belas kasihan yang tak terbatas. Kita juga melihat bahawa
murka-Nya tanpa batas, dan semua ini terjaga dengan seimbang.
Kedua, kita harus mengenali bahawa Allah telah memberi kuasa kepada pemerintah dunia
untuk menentukan bila seharusnya hukuman mati dijatuhkan (Kej.9:6, Rm.13:1-7). Adalah tidak
Alkitabiah menuntut bahawa Allah menentang hukuman mati dalam segala hal. Orang Kristian
tidak boleh bergembira ketika hukuman mati dilaksanakan, namun pada saat yang sama orang
Kristian juga tidak seharusnya melawan hak pemerintah untuk menjatuhkan hukuman kepada
para pelaku jenayah yang kejam.
Argument pro dan kontra terhadap hukum mati tidak boleh diambil begitu saja dari
teksteks di dalam Kitab Suci. Kita perlu bersikap hati-hati karena teks-teks Alkitab terikat pada
situasi social-kultural pada zamannya. Pewartaan Kitab Suci secara keseluruhan lebih cendrung
menekankan Cinta Kasih, Pengampunan, dan Pembebasan. Dalam sejarahnya, Gereja pun
semakin sadar menghayati pewartaan Yesus Kristus.
“Gereja tidak mendukung adanya hukum mati, namun tidak melarang juga.
Gereja mempertahankan bahwa kuasa Negara yang sah berhak menjatuhkan hukum
mati dalam kasus yang amat berat. Kendatipun demikian, banyak orang bertanya :
adakah hukuman mati sesuai dengan moral Kristiani.”
Dewasa ini, di hampir semua Negara di dunia di tolak hukuman mati. Mengapa?
Mencabut kehidupan manusia adalah hak Allah. Bahwa hakim adalah manusia tidak sempurna,
dengan demikian keputusan bisa cacat. Bahwa orang jahatpun masih boleh di beri kesempatan
untuk bertobat.
Memang tak dapat di sangkal bahwa orang yang sangat jahat membahayakan masyarakat
dan kepentinan umum. Tetapi apakah ancaman hukuman mati menjamin berkurangnya
kejahatan? Bukankah banyak kejahatan muncul adalah akibat dari struktur social yang tidak adil?
Orang yang memperjuangkan keadilan dan kebenarandalam masyarakat malah di tuduh
sebaliknya sebagai penjahat oleh rezim kekuasaan tertentu. Pembela orang kecil dan tertindas
dinilai mengganggu stabilitas kekuasaan yang sedang berlangsung. Masih lagi ditambah dengan
masalah sistem peradialan yang manipulatif dan koruptif. Sistem peradialan belum bebas dari
campur tangan rekayasa politik. Sesuai dengan prosedur hukum belum menjamin keadilan dan
kebenaran. Hakim, jaksa dan pembela bisa saja mempunyai kepentingan sendiri yang masih
subjektif dan saling berbeda.
Diskusi pro dan kontra terhadap hukuman mati bisa saja tak kunjung berakhir. Bahkan
bisa menjurus pada rasionalisasi dan defence mechanism. Tetapi yang jelas motivasi Kristiani
mendukung penghapusan hukuman mati, memiliki beberapa alasan.
• Pengharapan terhadap manusia sebagai citra Allah, juga manusia yang berdosa (dosanya
yang harus dibenci, bukan manusianya).
• Amanat kerahiman ilahi dalam diri Yesus yang mengampuni dan mengajak berdamai.
• Amanat yang memberi kesempatan kepada manusia untuk memulai lembaran baru
riwayat hidupnya dengan Tuhan yang sesame.
• Penjahat juga merupakan hasil dari masyarakat dan mencerminkan keadaan masyrakat,
yang ikut mengakibatkan dan bertanggungjawab atas seseorang menjadi penjahat.
Paus Yohanes Paulus II dalam banyak kesempatan secara pribadi menghimbau agar diberi
pengampunan bagi orang yang dijatuhi hukuman mati. Martabat hidup manusia tidak pernah
boleh diambil, juga dalam kasus kejahatan yang besar. Harus diakui hak manusia yang palling
mendasar atas hidup.
“Magisterium Katolik pada tahun-tahun akhir-akhir ini menjadi makin vocal
melawan hukuman mati. Paus Yohanes Paulus II dalam Evangelium Vitae menyatakan
bahwa sebagai hasil perbaikan terus-menerus dalam penataan sistem pidana di mana
eksekusi pelanggar mutlak perlu, amat jarang kalau tidak praktis tidak ada.
Lagi di St. Louis pada bulan januari 1999, Paus menghimbau kesepakatan untuk
mengakhiri hukuman mati atas dasar bahwa itu kejam dan tidak perlu. Para Uskup
banyak Negara bicara senada.
Coba kita lihat Kejadian 9:6 yang berbunyi, “Siapa yang menumpahkan darah
manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu
menurut gambar-Nya sendiri.” Banyak orang yang menolak adanya vonis mati dengan
alasan hak asasi manusia yaitu bahwa manusia berhak untuk hidup. Atau yang lebih
religius lagi yaitu bahwa manusia berdosa berhak mendapatkan pengampunan dosa dalam
Kristen.
Maka perlu diperhatikan lagi ayat di atas bahwa siapa yang menumpahkan darah
manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia. Misalnya pembunuhan atau terorisme.
Bukankah pelaku telah melanggar hak hidup orang lain? Nah, kita juga bisa melihat dari
sisi lain bahwa dengan hukuman mati tersebut besar kemungkinan dapat menyelamatkan
hak hidup yang jauh lebih banyak. Dan dengan dihukumnya satu orang, akan ada banyak
penjahat-penjahat di luar sana yang menjadi jera.
Memang benar bahwa manusia seharusnya menerapkan hukum kasih terhadap
sesama. Senantiasa memaafkan dan memberi pengampunan. Namun, mungkin kita bisa
melihat konteksnya dan mempertimbangkan dari berbagai sisi. Disinggung sebelumnya
bahwa salah satu alasan mengapa beberapa orang kontra terhadap hukuman mati
dikarenakan oleh pemikiran dari sisi religius bahwa kematian adalah takdir Tuhan.
Manusia tidak berhak mengubahnya.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebelum- nya dapatlah diketahui bahwa: Kitab Taurat dalam
Perjanjian Lama menetapkan adanya hukuman mati utu kejahatankejahatan tertentu seperti
seorang saksi yang membuat tuduhan palsu, perzinahan, dan lain-lain (Ulangan 19:15-21) Mata
Ganti mata, gigi ganti gigi. Berbeda halnya dalam pernajian baru, tidak mengenal hukuman mati
kecuali mereka. Yesus menggenapi Perjanjian Lama dan Taurat dan kita hidup sekarang dalam
hukuman yang baru yaitu pengampunan dan kasih yang sejati yang merehabilitasi dan
memulihkan persekutuan kita dengan Allah karena manusia diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah. Yohanes 7:23-24 dan Yohanes 8:11 menjelaskan kepada kita bahwa sekalipun
menurut Taurat, Farisi, dan ahli Taurat mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan tertentu seperti
zinah dan saksi palsu harus dihukum mati, tapi Yesus menjawab pertanyaan perangkap pada
waktu itu dengan mengatakan: barangsiapa yan tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama.
menghukum pezinah tersebut. Dan tak seorang pun yang berani lalu Yesus mengatakan, Aku pun
tak menghukum engkau, pergilah jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang. Dari ayat-ayat
tersebut dapat diketahui bahwa hukuman mati tidak dibenarkan menurut iman Kristen.
Walaupun mati tidak dibenarkan menurut iman kristen, bentuk-bentuk hukuman lainnya dapat
dikenakan sesuai dengan hukum positif di masingmasing Negara seperti Indonesia Denga
berlandaskan Pancasila Sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia.
Demikian Juga di negara-negara Ingris, Amerika Serikat, dan Negara lainnya yang telah
menghapuskan hukuman pidana mati pada umumnya bersumber pada ajaran Kristiani Yang
mengutamakan pengampunan dan mengasihi sesama.

DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Alkitab Indonesia, 2011 Alkitab, Edisi Studi
Marx Doroty I, Bolehkah Aku Percaya, Yayasan Kalam Hidup, Bandung, Tanpa Tahun.
Marx Doroty I, Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality (Bahan Kuliah Pendidikan
Agama).
Wiranata, J. Gede A.B Pasar Etika dan Moralitas (Pengantar Kajian Etika
Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
DEWANTARA, A. W. (2016). GOTONG-ROYONG MENURUT SOEKARNO DALAM
PERSPEKTIF AKSIOLOGI MAX SCHELER, DAN SUMBANGANNYA BAGI
NASIONALISME INDONESIA (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Anda mungkin juga menyukai