Anda di halaman 1dari 24

KOSMOLOGI

BAB I
1. Filsafat alam atau kosmologi
 Bhs Yunani cosmos dan logos →ilmu tentang kosmos atau alam jagad atau
semesta raya.
 Ada kemiripan dlm pembahasan kosmologi n fil alam→ mnjdkan alam
semesta sbg pokok bahasan.
 Efek dr perkembangan ilmu2 empiris dan positif serta teknologi pd
kosmologi adl:
1. Istilah kosmologi mengalami perubahan radikal.
2. Karakter reflektif dan abstraksif telah disingkirkan dari wilayah penelitian
dan studi dilepaskan sama sekali dari manusia
3. bertumpu pada data-data empiris, dan pendekatan berdasarkan pola–pola
matematis alam semesta dalam globalitasnya.
4. Unsur fil n kaitan langsung dg man telah tergusur dr wacana kosmologi
modern kontemporee

2. Kedudukan dan alasan filsafat alam


 Alasan utama eliminasi n penyangkalan eksistensi dr validitas fil alam olh pra
ilmuan empiris n positivistis adl bahwa jagad raya, yang an sich adl dunia
material tidak dapat dikenal dan dipahami dari sebuah permenungan abstrak-
teoretis murni.
 Coz dunia material merupakan sebuah realitas berukuran, berkeluasan dan
bergerak so pendekatan hrs berciri ilmiah murni (kuantitatif
matematis)→tp mreka kurang memperhatikan realitas semesta raya (modus
viventi) dr man sbg bagian integral alam (Manusia adalah bagian dari alam
bergantung sepenuhnya pada alam)→ bukan hanya dalam tingkat material
semata, melainkan juga dalam tataran pengetahuan dan spiritual
 Petunjuk semesta raya secara kodrati memmbangun hasrat spekulatif
pengetahuan manusia, yang lewat pengalaman dan nalar berusaha menyibak
rahasia-rahasia dan dunia fisik.
 Fil alam th penting coz membrikan jawaban ttg prinsip&sebab ada. Dlm
tataran spiritual “apakah alam th muncul krn black hole-meledak-lalu
muncul?” di sinilah kualitas fil alam lbh unggul dr ilmu2 lain.
 Alam adl “ada yang misterius” yang di dalamnya terkandung juga jejak ilahi
tp semesta masih menyimpan rahasia yang belum diketahui oleh manusisa
maka dibutuhkan refleksi dan abstraksi shg fil alam msh tetap relevan n
diperlukan olh man spanjang zaman.

1
 Brapa alasan yang dkmukakan mngenai aktualitas dan rerlevansi fil alam
dalam hubx dg man sbb:
1. Man adl bagian integral dr alam
 Man mengalami smua pristiwa hdupx dlm alam (sdih, bahagia, tertindas
coz alam)
 Man digiring spy ia mengenal alam dg mitos2 yg diciptakan olh mreka spy
eksistensi alam ttp terjaga.
 Alam≠benda mati yg g pny pengaruh coz akhir2 nih alam memunculkan
kemampuannya→ permenungan/kej nih g bs dipahami ilmu2 empiris yg
bersifat parsial.
2. Mengatasi parsialitas ilmu-ilmu empiris
 Pra ilmuwan mnyadari keterbatasan esensial ilmu2 pengetahuan empiris n
pendekatan2 positivitas n matematisnya→obyek refleksi terbatas
(parsialitas/spesialisasi) pd bidang2x coz bersifat sektoral.
 Parsialitas/spesialisasi th baik coz terperinci n mendalam tp menyisakan
jurang n kekosongan yg tk dpt ditu2pi n dijembatani yaitu universalitas,
hakikat, intisari dr obyek studi
 So parsialitas semacam ini mendrong para pemikir membuat kajian yang
lebih umum, menggunakan gagasan yang lebih universal n tanpa sadar
masuk dalam skema berpikir metafisik.
 Aspek lain yang turut berjasa mendorong gerak kembali kepermenungan
filosofis adalah makna tanggungjawab individu terhadap apa yang telah,
sdang n akan diperbuatnya.
 Membiarkan para ilmuwan melakukan yang dikehendakinya sama artinya
dengan membuntal salju dan menggulingkannya ke bawah, lalu lama
kelamaan menjadi bola raksasa yang dapat mengikis habis apa yang
dilaluinya.

3. Turunan dr eksistensialisme
 Filsafat modern aliran idealisme ajaran Hegel telah meminggirkan manusia
dan semestanya dari pusaran permenungan dan atensi filosofis etis.
 Pada hal secara esensial, manusia dan semesta raya tidak memilki otonimi
dan realitas in se, melainkan suatu keberadan imaginer semata. Manusia
dan alam raya hanyalah penampakan Roh semata, sehingga dirinya sendiri
tidak dapat dikatakan sungguh-sungguh ada, real dan rational. Namun para
pemikir anti hegelianisme berusaha menempatkan kembali manusia sebagai
pusat permenungan dan atensi. ‘’Eksistensi mendahului esnsi ‘’ Sartre
menyanggah esensialisme hegelian dengan menempatkan manusia sebagai

2
sentralitas dalam keseluruhan tata nilai, aktifitas dan cara berpikir
kontemporer. Manusia adalah subjek yang hidup yang mengatur alam
semesta.dunia merupakan lokus dan sekaligus induk kematerian dan dan
kebadaniah kita, dari mana kemana badan kita mengambil bagian dan
kembali lagi. Hal ini menempatakan kembali jati diri dan identitas manusia,
membangun kembali pengaman tentang dunia dimana dia merupakan
ekspresi kedua. Relasi alam dengan manusia bisa diibaratkan dengan
bercermin, alam adalah tempat manusia bercermin diri.

4. Tuntutan pemahaman kontemporer


Dari sudut kebudayaan, revolusi sosial dan revolusi di dunia ilmiah telh
melahirkan sebuah visi baru konsep dan dunia baru. Sekta-sekat etnis,
golongan, keyakian ideologis, ruang dan waktu telah berhasil dirombak da
diruntuhkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi
komunikasi massa. Dan termasuk juga internasionalisasi dn globalisasi dalam
segalah bidang termasuk juga kemanusiaan. For ex, perancangan bom dan
peperangan di Timur Tengah negara Palestina dan Israel.
Manusia sedang menghidupi era globalisasi dan manusia sendiri ikut
terglobalisasi juga. Hal ini juga muncul kerukasakan alam sehingga muncul
gerakan masif untuk melindungi lingkungan alam. Kesadaran dan
penghargaan terhadap semesta raya tentu saja muncul dari sebuah
permenungan sistematis terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi ser
implikasinya bagi bagi manusia dan alam semesta. For ex lihat di Hlm 4 ok.
Dalam hal ini filsafat alam memberi kontribusi yang hakiki. Perubahan
kultural dan realitas teknologi semacam ini tentu saja muncul dari visi dan
konsepsi tentang dunia dan manusia.
5. Tuntutan kristianisme
Kristianisme melihat dunia secara positif, bukan hanya sebagai ciptaan Allah,
melainkan juga sebagai ciptaan yang telah ditebus, diperbaharui oleh sengsara, wafat,
kematian dan kebangkitan Sang Kristus.
Artinya, dunia memiliki arti dan nilai penting bagi hidup manusia dan seluruh
pengharapannya akan masa mendatang. Maka, Gereja senantiasa menegaskan bahwa
dialog yang hidup, berbuah dan tulus dengan dunia akan sangat berguna bagi umat
beriman dalam rangka mewujudkan Kerajaan Allah dalam dunia.
filsafat alam menjadi alat bantu bagi orang kristen untuk memahami dan
memperlakukan alam secara lebih tepat dan sepantasnya.

3
3. Karakter spekulatif
Filsafat alam memiliki karakter spekulatif. Spekulasi dan refleksi merupakan
spesifisitas filsafat alam. Ilmu- ilmu empiris dan kosmologi komtemporer mempelajari
dan mendekati ad dari segi fisik dan inderawi sementara filsafat alam mengenal dan
memahami ada sejauh sebagai ada yang nyata dalam yang fisik dan inderawi . filsafat
alam lebih mengfokuskan diri pada ada sejauh hadir dan menghadirkan diri dalam
pencerapan dan dialami oleh individu (tata eksperimental dan primer) entah dalam
pengalaman biasa maupun pengalaman ilmiah.
Filsafat alam memiliki karakter spekulatif. Spekulasi dan refleksi merupakan
spesifisitas filsafat alam. Ilmu-ilmu empiris dan kosmologi kontemporer mempelajari
dan mendekati ada dari segi fisik dan inderawi, sementara filsafat alam mengenal dan
memahami ada sejauh sebagai ada yang ternyana dalam yang fisik dan inderawi.
Dengan demikian, pola pendekatan dan proses pengenalan terhadap ada mengatasi
hubungan-hubungan kwantitatif yang mempertalikan berbagai macam fenomen yang
ada. Filsafat alam lebih memfokuskan diri pada ada sejauh hadir dan menghadirkan
diri dalam pencerapan dan dialami oleh individu (tata eksprimental dan primer) entah
dalam pengalaman biasa maupun dalam pengalaman ilmiah.
Pendekatan spekulatif-reflektif semacam ini kiranya terhindar jauh dari dari
pendekatan yang subyektif dan teoretis murni. Filsafat alam hanya berusaha
memperjelas dan mempertegas hubungan antara manusia dan alam, partisipasi
manusia dalam dunia, pengalaman awal dan berkelanjutan terhadap jagad raya.
Singkat kata, filsafat alam merupakan sebuah permenungan terhadap pengalaman roh
dalam materi. Artinya, diperlukan sebuah loncatan ilmiah dan konseptual dari
penggambaran, penghadiran dan pengukuran yang bersifat empiristis dan matematis ke
pola pemahaman yang lebih bersifat umum dan universal. Pada taraf ini, filsafat alam
dapat menjadi sebuah sarana dan ukuran dalam menentukan hal-hal yang prinsipil dan
menilai hubungan manusia dengan alam serta cara manusia bersikap dan
memperlakukannya.
Obyek Material
Obyek material filsafat ilmu pengetahuan adalah ada fisik dan inderawi yang berada di
bawah hukum perubahan dan dapat diakses oleh pengenalan inderawi entah secara
langsung maupun dengan alat-alat teknis. Dari sudut material, obyek yang dipelajari
dan dipahami oleh semua ilmu empiris adalah ada yang sejenis dan sama. Obyek
material ini memiliki beberapa nama berikut ini:
 Badan (corpus). Istilah badan menggambarkan ada konkret, dapat diamati dan
diukur, utuh dan terpadu.
 Ada material (Ens materialis). Ens adalah istilah yang memiliki makna aktif,
merujuk pada proses perwujudan sebuah formalitas ada. “Ens adalah sesuatu

4
yang berada, id quod est, seperti seorang pejalan adalah dia yang sedang
berjalan”. Nah dalam istilah klasik ada yang disebut sebagai ens materialis.
 Ada kodrati (Ens naturalis). Ada kodrati disebut juga ada fisik. Istilah fisik
berasal dari kata Yunani “phýsis”. Istilah ada fisik merujuk pada sebuah realitas
dunia alamiah atau dunia materiil.
 Ada inderawi (Ens sensibilis). Ada inderawi mendeskripsikan karakter benda-
benda yang dapat diamati oleh panca indera.
 Alam (natura). Istilah natura memiliki dwi makna. Makna pertama merujuk
pada keseluruhan ada fisik dan kodrati. Arti kedua menunjuk pada hakekat,
esensi dari suatu hal. Di sini, istilah natura diambil dalam artian pertama dan
dibedakan dari realitas spiritual dan ideal.
Istilah-istilah di atas memperlihatkan sebuah ide dasar yang merangkum
berbagai aspek. Ide dasar tersebut adalah ada dalam keutuhan dan totalitasnya sejauh
dapat diamati dengan panca indera dan dalam bentuk konkret. Karakter konkret dan
inderawi menjadi kunci dasar pencaharian filsafat alam.
Obyek Formal
Obyek formal menggarisbawahi kekhasan dari sebuah disiplin ilmu.
Kekhasan semacam ini patut digarisbawahi secara serius terutama bila obyek
materialnya adalah sama dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya. Salah satu contoh
klasik untuk obyek formal adalah manusia. Manusia dapat didekati dan dipahami dari
sekian banyak sudut pandang ilmiah misalnya, antropologi, sosiologi, psikologi,
biologi, epistemologi, etica dan seterusnya. Masing-masing ilmu mendekati manusia
dari aspek tertentu seturut kekhasan perhatian dan kepentingannya.
Obyek formal atau pokok bahasan dan pencaharian filsafat alam adalah
hakekat atau intisari ada-ada fisik dan inderawi. Filsafat alam mencoba mengenal dan
memahami ada konkret dan tercerap dengan memastikan identitasnya (apa), bentuk-
bentuk realitas yang dirapresentasikannya (aspek), menempati tempat mana saja dalam
keseluruhan struktur realitas (kedudukan). Jadi, obyek formal filsafat alam adalah
intisari atau hakekat ada badaniah dan inderawi.

BAB II
FILSAFAT ALAM DALAM PEMIKIRAN YUNANI KLASIK
Sejarah filsafat alam bertalian erat sekali dengan sejarah pencaharian dan
permenungan filosofis klasik. Permenungan filosofis klasik Yunani bermula dan
bertitik tolak dari alam. Alam telah menggugah dan merisaukan para filosof pertama
yang mencari dan menemukan hakekat, prinsip pertama dan terakhir yang
mengadakan, mengatur dan menguasai alam semesta.

5
1. Pemikiran Antropo-kosmis
Permenungan filosofis didahului oleh kepercayaan yang berciri magis, mistis,
spritis dan kosmis. Kepercayaan Hellenis berciri alamiah atau naturalistis. Orang-
orang percaya bahwa alam mempunyai kekuatan misterius yang dapat dimanfaatkan
seturut intensi tertentu. Kekuatan magis alam didapat lewat sesajian, persembahan,
ritus-ritus dan daya magis bahasa.
Perkembangan selanjutnya agama naturalistis Yunani mulai dijiwai oleh
pendekatan yang rasionalistis. Syair-syair Homer merupakan bauh karya fantasia-
imaginasi, sangat kaya dan variatif. Gambaran Homeris tersusun seturut makna
keseimbangan,kesesuaian, kesatuan dan keterpaduan. Karya sastra Homer terdapat
seni memotivasi, suatu pencaharian nalar atas segala sesuatu, sebab dan akibat.
Bagi Homer dan pengikutnya bahwa segala sesuatu berciri ilahi dan merupakan
karya kehendak dewa-dewa.
 Siapakah para dewa ?
Dalam kepercayaan Hellenis kuno, dewa adalah manusia yang memiliki kekuatan
lebih tinggi dari manusia biasa, secara fisik berukuran raksasa secara magis dan
relegius dianugerahi daya-daya istimewa. Karena itu manusia harus hidup seturut
kodratnya atau keilahiannya.
 Apa yang manusia perbuat bagi dewa-dewa?
Sesuatu yang serasi dan sepadan dengan kodrat dirinya. jadi manusia dan dewa-
dewa Helenis memiliki kesamaan, sedangkan perbedaan antara mereka terletak
dalam derajad kwantitatif dan kualitattif.
Dalam epos Homeris realitas dihadirkan dalam totalitasnya. Dalam pencaharian
filosofis, realitas didekati dan dihadirkan dalam bentuk rasional. Sementara dalam
epos dunia semesta dibahasakan dalam bentuk mistos-mitos. Mitos menjadi sebuah
pradigma hidup etis dan religius. Karya-karya Homer berciri mitis, masih ada aliran
kepercayaan yang disebut orfisme. Pendiri kepercayaan ini adalah sang penyair
Orfeus. Gerakan religius yang muncul sekitar abad ke VI SM

6
 Inti ajaran orfisme sebagai berikut
a) Dalam diri manusia bertumbuh sebuah prinsip ilahi, suatu roh, yang terjelma
ke dalam tubuh akibat sebuah dosa asal.
b) Roh semacam ini, telah ada lebih dahulu daripada tubuh, bersifat kekal dan
karena itu tidak akan binasa bersama badan, melainkan ditakdirkan untuk
berinkarnasi selanjutnya dalam tubuh-tubuh yang lain melalui suatu seri
keilahian demi menebus dosa-dosanya
c) Hidup orfistis, dengan praktek pemurnian diri merupakan satu-satunya cara
untuk mengakhiri siklus reinkarnasi.
d) Akibatnya, barang siapa hidup menurut ajran orfis sesudah maut menikmati
ganjaran yang telah ditentukan baginya (penebusan) sementara bagi orang-
orang yang tidak sealiran akan menerima hukuman.

Cara pandang orfisme tentang manusia bersifat dualistis; badan adalah penjara
jiwa manusia, dalam diri manusia bersemi suatu pertarungan abadi antara kekuatan
jiwa dan kekutan badan. Masing-masing berusaha mengalahkan satu sama lain pada
otoritas dirinya. konsepsi dualisme mempengaruhi cara pikir manusia Yunani dan
berseberangan dengan keyakinan para pengikut Homer mengenani keutmaan arete
yang menjadi ciri dasar para bijak sejati ala Homer. Manusia memandang dunai dan
dirinya secara lain dan melihat pola hidupnya dalam sebuah konsepsi baru tentang
yang baik dan yang jahat serta cara mengatasinya.
2. Awal pemikiran filosofis
Pemikiran filosofis Yunani klasik berakar dalam pola pikir kepenyairan Homer
dan doktrin-doktrin orfis.meskipun beciri magis dan fantastis, mengandung dalam
dirinya aktivitas logos, nalar.
Pemikiran filosofis Yunani klasik bertalian erat dengan perubahan sosial di
Yunani pada masa itu. Permenuangan folosofis bermunculan didaerah-daerah taklukan
khususnya di Asia minor dan Italia Selatan.

7
3. Hakekat Filsafat ditinjau dari muatan, isi
 Ditinjau dari muatannya filsafat bermaksud mengenal, memahami dan
mejelaskan keseluruhan ada dan kejadian-kejadian dalam realitas. Pencaharian
dan permenungan filosofis dari sudut doktrinalnya. Mencoba menemukan
prinsip-prinsip, hakekat dan sebab-sebab dari seluruh ada.
 Metode/ pola pendekatan dalam permenungan filosofis yunani klasik
melepaskan diri dari penjelasan bersifat magis dan bibilis. Beralih ke penjelasan
rasional menjadi kriteria standart berpikir
Demitologisisasi beralih pada logika. Secara otomatis melampaui realitas
empiris; bersifat transendental. Sasaran/pencapaina kebenaran (veritas) kebijaksanaan.
Ciri dasar yakni teorits semata dan tidak akan berciri praktis.
4. Problem-problem Klasik filosofis
Adapun persoalan yang menjadi pokok perhatian dalam pemikiran filsafat
yunani klasik adalah sebagai berikut :
 Kosmologi. Persoalan pertama para pemikir Yunani klasik adalah totalitas ada
konkret dan empiris, physis atau kosmos. Muncul pertanyaan: bagaimana dunia
dan semesta raya ini muncul? Apa yang menyokong dan menjadi prinsip
utamanya? Apa dan bagaimana tahap-tahap dan momen-momen pemunculannya?
 Antroplogis. Bergerak dari persoalan kosmologis dan persoalan antropologis.
Pusat perhatian adalah realitas menusia. Fokus permenungan adalah persoalan-
persoalan moral dan nilai keutamaan (arete). Persoalan antropologis merupakan
karakter utama permenungan para sofis dan socrates.
 Entis, antropologis dan estetis. Persoalan kosmologis mengenai ada itu sendiri.
ada tetap dan ada berubah, sebab-sebab pengada, substansi dan aksiden, dunia ide
dan dunia konkret. Dari persoalan entis ini lahir distingsi bidan-bidang kajian dan
disiplin ilmu yakni fisika dan metafisika.
Hal baru yang muncul pada tahap ini adalah epistemologis, logis dan estetis.
Para pemikir Yunani klasik menganalisa proses-proses berpikir, kebenaran dan cara-
cara untuk mencapai kebenaran, pengalaman inderawi dan berpikir benar atau keliru.

8
PARA FILOSOF YUNANI KLASIK
1. Thales
Hidup 7-6 SM yang merupakan pemulai filsafat physis, filsafat alam. Ia
menemukan prinsip utama alam semesta. Prinsip merujuk pada:
a) Sumber segala sesuatu
b) Tujuan akhir dari segala sesuatu
c) Penyangga permanen dari segala sesuatu (substansi).
Menurut Thales prinsip satu-satunya, realitas dan penyebab segala sesuatu
adalah air. Segala sesuatu timbul dari air, menyokong dan menghidupi dirinya dengan
air dan akan berakhir menjadi air.
2. Anaximandros (611-546 SM)
Adalah murid Thales yang meperkenalkan istilah arche untuk menggambarkan
primum, realitas pertama dan terakhir dari segala sesuatu. Menurutnya prinsip pertama
adalah apeiron yang tak terbatas dan tak terhingga. Apeiron berarti tanpa peras, tanpa
batas dan determinasi apapun baik eksternal maupun internal.
Pengertian pertama dari apeiron merujuk pada ketidakterbatasan ruan, keluasan
atau ketidakterbatasan kwantitative. Pengertian kedua ketidakterbatasan menunjuk
pada qualitas atau indeterminasi kwalitatif.
Realitas terakhir terletak pada infinitus, tidak memiliki awal dan akhir, tak
dilahirkan dan kekal. Infinitus merangkum, mengitari, menyangga dan mengatur
segala sesuatu. Prinsip pertama infinitus ini berciri kekal dan abadi.
3. Anaximenes (VI-V SM)
 Murid dan penerus Anaximandros
 Mengoreksi teori gurunya, bagi dia prisnip pertama memang infinitus namun
hanya dalam keluasan dan kuantitas; tidak dalam kualitas.
 Oleh karena itu prinsip pertama bagi dia ialah udara; Udara itu tidak terhingga,
semua berasal dari udara, semua berasal dari penyatuan dan pertentangan.
 Dengan menempatkan infinitus ia masih dalam lingkaran setan “bagaimana
realita itu terjadi?” dan ia tidak dapat menjawab
 Udara merupakan unsur terbaik dari segala sesuatu, mempunyai variasi; dekat
dengan yang tidak badani, tidak indrawi, ada secara spiritual.

9
4. Heraklitos (VI-V SM)
 Heraklitos memunculkan sebuah pemikiran baru
 doktrin “Panta Rei (ken uden manei)”. semuanya mengalir.
 Ia mulai memasuki metafisika, pemikiran heraklitos masih berkaitan dengan
alam dan juga masih jauh dari logika.
 Apa yang berubah masih sebatas indrawi belum metafisis. Metafisis ini yang
dianggap sebagai logos.
 Bagi dia yang menjadi prinsip utama ialah api. Segala sesuatu merupakan sebuah
pertukaran dari api dan api merupakan pertukaran dari segala sesuatu. Seperti
barang-barang dagangan merupakan pertukaran dengan emas, dan emas menjadi
sarana pertukaran dengan barang dagangan.; tatanan ini yang identik dengna
semua hal. Ini semua tidak dikerjakan baikoelh dewa maupun oleh manusia,
melainkan oleh api abadi bernyala yang seturut caranya menyala dan padam;
mutasi api pada tempat pertama adalah laut, lalu setengah dari padanya adalah
bumi dan setengahnya lagi ialah angin
 Mengapa api sebagi prinsip karena pengamatannya Api mengungkapan secara
paradigmatis, ciri-ciri perubahan abadi pertentangan dan harmoni.
 Api merupakan gerak abadi, hidup yang menghidupi, maut yang membakar,
transformasi berkala dalam asp dan abu, kebutuhan dan pemuasan, perpaduan
dan pertentangan, keperluan akan segala sesuatu yang melahirkan eksistensi dan
pemuasan atas segala sesuatu yang mematikan dan menghancurkan

4. Parmenides (VI-V SM)


Mengakui pendapat Heraklitos bahwa segala sesuatu selalu berubah dan
mengalir sama saja dengan memandulkan kemampuan nalar untuk mengenal realitas.
Artinya pengetahuan dan pengenalan manusia menjadi mustahil, sebab aktivitas
pengenalan dan pengetahuan mengandaikan sebuah fondasi, stabilitas di atas mana
mendasarkan dan membangun sebuah pengetahuan.
Parmenides mengabaikan perubahan dan realitas inderawi-badani dan
mengakui ada sebagi satu-satunya prinsip dari segala sesuatu. Ada adalah ada dan
tidak bisa tidak ada. tidak ada adalah tidak ada dan tidak dapat ada dalam cara
apapun. Ada adalah ada dan diakui dan tidak ada adalah tidak ada disangkal; itulah
kebenaran. Menyangkal ada dan menyatakan tidak ada adalah ada merupakan
kekeliruan. Ada adalah positif murni dan tidak ada adalah negatif murni.

10
Ada adalah tak berawal dan abadi ; tidak mempunyai masa lalu maupun masa
depan. Ada kekinian abadi tanpa awal maupun akhir. Ada bersifat kekal dan immobile,
tak bergerak secara absolut. Ada adalah sempurna dan selesai, tidak memiliki cacat
dan kebutuhan apapun, sehingga ada adalah identik dengan dirinya sendiri. maka
adalah utuh, indivisible, suatu keberkalaan yang selalu sama, sebab perbedaan selalu
mengimplikasikan nonessere, tidak ada. ada adalah inalterabile, tidak dapat berubah,
sehingga bukan prinsip dalam pengertian filsuf alam dan bukan kosmos. Ada adalah
ada dalam dirinya.
5. Atomis
 Didirikan oleh Leucippus dan dikembangkan oleh Demokritos
 Pokok pikiran tentang ada tetap dan ada berubah
 Bagi mereka hakekat dari segala sesuatu ialah atom-atom yang tak terhingga
yang terus menerus bergerak dalam ruang kosong, ukurannya sangat kecil dan
berada dalam dirinya sendiri. Tidak dapat dilihat oleh mata dan bukan tidak ada.
 Apakah atom-atom itu? Dalam pengertian Yunani Klasik atom merujuk pada
atom-forma, atom yang membedakan dari yang lain oleh bentuk, derajad dan
posisi;
 Alfieri mengatakan bahwa ketika tidak dipakai dalam artian jenis substantif
neutrum τó ăτοµν (benda, substansi, tak-terindera), istilah ăτομος bersifat
femininum dan maknanya bukan ούσία (substansi), pengertian yang sangat
akronistis [karena istilah ini muncul kemudian] melainkan ίδέα (forma). Dalam
pengertian Demokritus, ίδέα berarti dapat dicerap dan pencerapan ini dilakukan
bukan oleh mata melainkan intelek. Forma adalah dapat dicerap secara
geometris, apa yang dapat diinderakan oleh intelek, namun selalu analog dengan
yang inderawi dan karena itu dapat melahirkan konsep inderawi

6. Platon (427-347)
Platon beusaha memberikan sebuah jalan keluar dari filosof sebelumnya.
Untuk menjelaskan fenomen tetap dan berubah, Platon keluar dari skema pemikiran
yang berkisar pada dunia actual manusia. Menurutnya semesta raya material dan
badani, terdapat sebuah semesta lain ini merupakan realitas sejati, kekal, abadi dan
tidak binasa. Semesta ini adalah dunia ide.
Dunia material dan badani merupakan copyan, tiruan atas bayangan dari
dunia ide. Secara hakiki dunia material dan badani adalah sementara, fana dan karena
itu tiada muatan rasional intelektual atau tidak mengajarkan pada manusia.

11
Konsepsi dualistis menimbulkan persoalan seputar relasi antara dunia
material dan dunia ide. Bagaimana realitas empiris, pengalaman inderawi terhadap
perubahan dan kemajemukan dapat didamaikan dengan tuntutan pengetahuan dan
intelek?
 Bagaimana menjelaskan dunia keterkaitan antara dunia ide dan dunai materi?
Platon memberi dua jawaban yaitu
1. Relasi kedua dunia tersebut dapat dijelaskan dengan istilah berpartisipasi dan
dipartisipasi. Dunia materi memiliki kemiripan dan sekaligus berpartisipasi
dengan dunia ide dan dunia ide adalah model, contoh, citra sejati bagi dunia
materi.
2. Jiwa manusia berasal dari dunia ide, cipataan Demiurgus dan sudah ada
sebelum persatuannya dengan badan. Jiwa manusia mengenal ide-ide
sebelumnya sehingga persatuannya dengan badan, fakultas intelektual-
jiwanihanya perlu mengingat kembal, anamnesis. Pengertian platonis, hidup
manusia merupakan sebuah gerak naik secara spiritual dari dunia material-
badani menuju ilahi ide-ide.
7. Aristoteles (384-322 SM)
Dalam pandangan Aristoteles, solusi para filosof atomis ternyata amat
terbatas, semesntara solusi platinis terlalu irealis dan jauh dari pengalaman dan
realitas.
Dalam pandangan Aristoteles ide-ide bersifat imanen dalam realitas atau
lebih tepat menjadi forma inteligiblitas yang terealisir dalam materi.
► Garis besar pemikiran Aristoteles yaitu:
a) Penjelasan tentang perubahan
Dari pengalaman dan fakta empiris orang dapat mengamati dan mengetahui
bahwa perubahan hakiki ditandai oleh pergantian atau perubahan dari dua situasi
yang saling berlawanan.misalnya air dingin menjadi air panas atau api menjadi api.
Kedua perubahan ini menjadi prinsip perubahan dari segala yg ada dalam pengertian
terminus a quo (titik berangkat) dan teriminus ad quem (titik capai tiba)
Dalam perubahan situasi dan entitas semacam ini, prinsip yg menentukan
perubahan adalah terminus ad quem entitas atau situasi baru. Prinsip atau titik capai
disebut aristoteles forma-bentuk. Forma menggambarkan keseluruhan eksistensi
realitas yg timbul dari perubahan merupakan hal terpahami dari suatu entitas. Forma
adalah ide terealisir.
Perubahan pada titik capai mengandaikan sebuah subjek yg menyediakan
substratum
Ada satu hal penting kiranya patut diketahui. Kekinian perubahan dari titik
berangkat ke titik capai merupakan sebuah proses pe-negativan, penyangkalan atas

12
status lama, tidak menjadi seperti semula atau privatio. Privatio menunjuk pada
keseluruhan proses menjadi.
Materia dan forma sebagai dua elemen hakiki ada inderawi mempunyai
keterkaitan eksistensial timbal balik. Forma, sebagai struktur terpahami substratum
selalu terjelma dalam materi, demikian juga materi selalu berada dalam suatu ada
tertentu. Dengan demikian, materi-forma (űλη-μορφη) merupakan dua prinsip berada
atau hilemorfisme dan bukan entitas. Materi dan forma selalu berada bersama dalam
sebuah entitas dan entitas semata adalah ada dalam pengertian sesungguhnya.
Materia dan forma sebagai prinsip bersama ada memperlihatkan bahwa
hakekat perubahan sesungguhnya terletak pada pergantian derajad eksistensial ada.
Pergantian derajad ini memperlihatkan bahwa ada memiliki potensi, kemampuan
berubah. Maka, dalam kaitan dengan forma, materi merupakan kemampuan murni,
sebuah kemungkinan menjadi ada tertentu.
Forma bagi materi adalah sesuatu yang menentukannya, sesuatu yang oleh mana
ada real menjadi seperti adanya, memiliki struktur terpahami secara demikian, aktus
pengada. Jadi, struktur dan relasi materi-forma sejajar dengan struktur dan relasi
potensi-aktus.
b) Problem Kemajemukan Ada
Doktrin hilemorfis merupakan kemajemukan ada. Akal budi, manusia
membeda-bedakan ada-ada berdasarkan kesamaan dan keberbedaan serta mengenal
dan menemukan suatu struktur permanen di balik perbedaan individual ada-ada.
Pengejawantahan ini adalah aktualisasi forma yang sama atas sebuah materi
atau individualisasi forma dalam materi.
Hilemorfisme menjadi jawaban atas perbedaan ada-ada dalam spesies yang
berbeda-beda. “Identitas” ada dapat dipahami hanya dari perbedaan formal berkat
pengenalan akan jenis-jenis ada, tipe-tipe struktural ada dari spesies yang berbeda-
beda.
Kemajemukan dan perbedaan formal berasal dari interpenetrasi dua prinsip ada
itu sendiri dalam relasi potensi dan aktus.
c) Aneka Tingkatan Ada
Keprihatinan utama dalam permenungan aristoteles adalah pemahaman dan
kesadaran akan berbagai tingkat ada. Tingkatan ada mengungkapkan perubahan-
perubahan dalam ada.

 Perubahan ada dapat ditinjau dari dua sudut pandang berikut ini:
1. Perubahan substansial dan aksidental. Secara hakiki
perubahan memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Ada perubahan yang
berakhir dengan pemunculan entitas baru (kombinasi kimiawi, kelahiran
makhluk hidup), sementara perubahan lain hanya menyebabkan modifikasi
13
secara dangkal pada entitas bersangkutan (bentuk, warna, batasan definisi,
pertumbuhan dan penurunan kwalitatif dalam suatu makhluk).
Dalam pemunculan entitas baru, materi sebagai substratum, unsur pokok
adalah tak-tertentu (indeterminatif) secara absolut. Inditerminatif merujuk pada
hakekat materi sebagai potensialitas murni.
Penalaran ini berasumsi bahwa setiap determinasi baru, entitas baru sebagai
aktualisasi dari potensi murni selalu bersifat total dan utuh. Materi semacam ini
disebut materia primae, materi pertama dan Aristoteles meyakini bahwa materi
pertama ini bersifat ilahi. Materia prima ini sama sekali berada di luar jangkauan
pikiran, artinya tidak dapat dikenal dan ditelusuri oleh akal budi manusia.
Materia prima dalam gagasan Aristotelian bukan merupakan sebuah ada,
melainkan sebuah prinsip murni ada, bahan tetap bagi perubahan. Materia prima
sebagai bahan tetap dapat terpahami hanya lewat forma semata, sebab intelek dapat
menangkap dan mengenal materia prima hanya dalam hubungan timbal balik dengan
forma ada itu sendiri.
Sejalan dan sepadan dengan materia prima, prinsip ada yang menjadi syarat satu-
satunya bagi pengenalan disebut dengan forma substansialis. Forma substansialis
merupakan prinsip yang mendasari dan sekaligus mendefinisikan ada baru (entitas
baru) dalam kepenuhannya; berkat forma substansialis dengan berangkat dari materia
prima, maka perubahan baru dan determinasi baru atau individu baru dapat terjadi.
Ada sebagai hasil perpaduan materia primae dan forma substansialis disebut
substansi.
Dalam perubahan atau modifikasi yang superfisial, materi sebagai unsur pokok
perubahan telah ditentukan oleh forma substansialis. Meskipun demikian, materi tetap
tinggal sebagai potensi untuk dimodifikasi, sehingga determinasi materi dalam level
ini bersifat dangkal dan luaran. Ada substansial oleh Aristoteles (perpaduan materia
primae dan forma substansialis disebut materi atau dalam skolastik materia secundae
sedangkan forma yang berkaitan dengannya dinamakan forma aksidentalis.
Gagasan tentang perubahan dengan sendirinya bersinggungan dengan waktu.
Waktu adalah ukuran perubahan itu sendiri (antara dulu dan kemudian). Dalam
pengertian Aristotelian, waktu bukan merupakan sebuah realitas otonom, melainkan
mengandaikan secara niscaya intellectus. Akal budi mengukur waktu dan menyadari
perubahan, sehingga perwujudan penuh waktu hanya berlangsung dalam jiwa atau
dalam pikiran yang mengukurnya. Tanpa manusia tidak akan pernah ada waktu.
2. Perubahan dalam relasi antara substansi dan aksiden. Perubahan dalam
relasi substansi dengan aksiden mesti dipahami dengan baik. Di satu sisi,
istilah aksiden merujuk pada determinasi-determinasi superfisial pada
sebuah materi oleh forma-forma. Determinasi bersifat superfisial, aksiden-
aksiden sama sekali bukan hal yang ditambahkan dari luar substansi.
14
Sebaliknya, aksiden-aksiden tersebut memancar dari substansi dan
mencirikan substansi, sehingga bila aksiden-aksiden melenyap, substansi
menjadi kering kerontang. Dengan kata lain, hubungan antara substansi dan
aksiden-aksiden mengatasi tatanan fenomenologis.
Relasi substansi dengan aksiden berada dalam tataran abstrak dan ontologis,
artinya hanya terpampang, tertelusuri dan terpahami oleh intelek semata. Dalam
realitas, substansi dan aksiden berada dalam satu entitas obyektif.
d) Titik Tolak: Observasi dan Pengalaman
Karakter utama pemikiran Aristotelian adalah realistis. Setiap pengetahuan
biasa, ilmiah maupun filosofis berawal dari panca indera. Titik awal pengetahuan
diperoleh melalui pencerapan dan pengamatan atas data-data atau fakta-fakta konkrit
dan positif. Aristoteles boleh dikata sebagai peletak dasar pemikiran ilmiah dan
terutama realisme.
Realisme dan pengetahuan inderawi mengandaikan secara niscaya gagasan
mengenai sensasi dan abstraksi. Gagasan Aristoteles mengenai sensasi dan abstraksi
terungkap dalam teori pengetahuan/epistemologi khususnya dalam pembedaan antara
pengetahuan fisik dan metafisik.
e) Permenungan lewat Sebab-sebab
Unsur hakiki dalam permenungan filosofis Aristoteles dan salah satu
kebaruan dalam seluruh perjalanan filsafat adalah pencaharian mengenai causa -
sebab.
Doktrin tentang sebab merupakan salah satu pencapaian tertinggi dan genial
dalam seluruh permenungan filosofis sepanjang jaman.
Dalam konsepsi Aristotelian, istilah sebab merujuk pada sesuatu oleh mana ada
berada dan sesuatu berkat mana ada dapat dikenal dan dipahami.
Istilah sebab merujuk pada prinsip-prinsip ada itu sendiri dan bukan suatu hal
yang berasal dari luar dan menimbulkan suatu akibat tertentu.

 Sebab-sebab ada dapat dibedakan dalam tiga kategori berikut.


Pertama adalah sebab-sebab intern ada. Sebab-sebab intern itu meliputi
sebab material dan sebab formal. Kedua sebab ini bersifat intrinsik dalam setiap ada.
Sebab material merujuk pada sesuatu yang menjadi asal usul pembuatan atau
aktualisasi serta keberadaan fisik entitas baru misalnya sepotong kayu atau marmer.
Sebab formal menunjuk pada struktur inteligibilis ada dan sekaligus membuat
ada berada dalam ketertentuannya secara baru. Sebab formal sekaligus menjadi model
ada misalnya bentuk patung, meja, kursi.
Kedua adalah sebab pelaku atau causa efficiens. Setiap ada kodrati atau fisik
merupakan subyek perubahan entah dalam pengertian muncul atau lahir maupun

15
lenyap atau binasa. Ada fisik dalam proses eksistensi dirinya menjadi locus, tempat
bagi modifikasi-modifikasi.
Proses atau aksi perubahan dari potensialitas sebuah materi menuju entitas
baru menuntut sebuah penjelasan mengingat bahwa materi tidak memiliki kemampuan
untuk mewujudkan diri sendiri.
Proses aktualisasi ada potensial menjadi aktus mensyaratkan ada lain yang
berada di luar struktur ada potensi-aktus tersebut. Ada lain tersebut disebut causa
efficiens, sebab pelaku.
Causa efficiens mempunyai keniscayaan untuk sepadan dengan akibatnya
atau ada (baru) turunannya. Kesepadanan ini secara alamiah bersifat pasti
(deterministis).
Istilah lain untuk mengungkapkan determinisme proporsionalitas antara
akibat dan sebab adalah hukum umum alam atau hukum kodrat. Bila tidak ada
kesepadanan (proporsionalitas) antara akibat dan sebab, orang akan berbicara tentang
keistimewaan atau mukjijat.
Determinisme dalam pengertian ketat menurut Aristoteles hanya berada
dalam dunia astral (bintang) yang berciri sempurna dan kekal. Dunia astral merupakan
wilayah keniscayaan absolut, sebuah determinisme sejati. Dalam dunia alami
(subluner), akibat ketidakmampuan manusia dalam membedakan pengaruh dunia
astral dengan aktivitas diri setiap entitas fisik pada tataran fenomen, sulit sekali
memperkirakan apa yang terjadi. Dengan kata lain, dalam dunia inderawi terdapat
sebuah indeterminisme.
Ketiga adalah causa finalis. Aktivitas, perubahan atau aktualisasi ada potensial
selalu mempunyai sasaran, tujuan akhir. Tujuan akhir memiliki dwi makna yang saling
berkaitan yaitu:
Pertama, tujuan akhir menunjuk pada batas akhir dari suatu aksi,
Kedua tujuan akhir merujuk pada proyek, rencana, penetapan dan penentuan awal oleh
causa efficiens
ketiga memulai aktivitas pengaktualisasian potensi menjadi aktus.
Proyek dan batas akhir pengaktualisasian potensi oleh pelaku disebut sebab
final (causa finalis). Nah finalitas dalam pengertian ini adalah korelatif dan
deterministis.
f) Empat Elemen Dasar Realitas
Aristoteles meneruskan teori tentang empat elemen dasar realitas empiris
yang telah dimulai sejak Empidokles secara lebih sistematis dan ilmiah di samping
doktrin hilemorfis.
Gagasan hilemorfis menjelaskan perubahan dari potensi menuju aktus, tetapi
tidak merinci bagaimana aktualisasi forma tersebut terjadi secara konkrit. Aristoteles
berhaluan realis, artinya mengakui realitas konkrit-empiris sebagai sungguh-sungguh
16
ada. Kekonkritan ada empiris mengandaikan bahwa ada-ada tersebut dapat dicerap
oleh panca indera. Kekonkritan dan ketercerapan ini menunjukkan secara lugas
korelasi antara aspek fisik dan aspek kwalitas.
Ada konkret-empiris-fisik selalu bertalian dengan panca indera dan tunduk
pada hukum pencerapan inderawi entah dalam wujud bentuk, warna, bau, rasa maupun
kwalitas teraba.
Perbedaan spesifik ada-ada fisik-konkrit-empiris terungkap dalam kwalitas-
kwalitas inderawi dan kwalitas-kwalitas inderawi berjumlah tak berhingga.
Untuk itu perlu sekali mengetahui kwalitas-kwalitas dasar, sehingga bisa
diketemukan sifat dasar dan prinsipil ada-ada tersebut. Dalam cara pandang
Aristotelian, indera peraba (taktil) menunjukkan aspek universal, tersebar di seluruh
badan dan tak dapat lenyap serta melangsungkan kontak fisik langsung antara subyek
dan obyek. Karena itu, kwalitas-kwalitas teraba (taktilis) sebagai kwalitas-kwalitas
dasar.
Aristoteles berpendapat bahwa terdapat empat kwalitas dasar dan keempatnya
adalah dingin, panas, kering dan lembab. Sementara kwalitas teraba lainnya seperti
keras, besar, licin dan kerutan dapat direduksikan pada empat kwalitas dasar.
Keempat kwalitas itu terkelompok secara berpasangan dan bila dicampurkan
kwalitas-kwalitas dasar dapat menghasilkan empat kemungkinan kombinasi yang
menghasilkan empat elemen klasik.
Bila materia prima mendapat pengaruh dingin dan panas, bentuk akan
menghasilkan bumi-tanah, oleh pengaruh dingin dan lembab dimunculkan air, akibat
pengaruh panas dan lembah dilahirkan udara dan dari kombinasi panas dan kering
terlahirlah api.
Keempat unsur ini (tanah, air, udara dan api) melampaui makna konkret dan
merujuk pada prinsip-prinsip oleh mana percampuran tersebut menghasilkan benda-
benda alam.
Kelebihan pengaruh dari salah satu unsur dan proporsi yang berbeda-beda
dalam kombinasi tersebut menjadi factor penjelas keberagaman jenis ada konkrit.
Selain itu pengaruh keempat kwalitas dasar, keempat unsur tersebut mendapat
pengaruh juga dari Dua kecenderungan alamiah yaitu
Pertama adalah kecenderungan menuju ke atas (keringanan) untuk api.
kedua, kecenderungan menuju bawah (bobot-berat) untuk tanah.
Udara dan air berada di tengah-tengah. Kwalitas-kwalitas yang terdapat
dalam setiap elemen menjadi sumber aktivitas dan menyebabkan perubahan timbal
balik dan pergantian bentuk (transmutasi).
Benda-benda alam merupakan hasil atau buah dari perpaduan keempat unsur
tadi seturut tiga macam komposisi berikut yaitu, campuran mekanis, pelarutan dan

17
persenyawaan kimiawi. Persenyawaan kimiawi menjadi interes utama filosofis, karena
menjadi muasal bagi substansi baru dengan ciri khas tersendiri.
g) Teori atom minimal
Aristoteles memperdalam pengertian Demokritos dan para atomis tentang
eksistensi atom-atom. Aristoteles berpendapat bahwa pembagian benda-benda
mempunyai batas minimal. Jika pembagian tersebut melampaui batas minimalnya,
benda-benda akan kehilangan bentuk-bentuk atau struktur-strukturnya. Gagasan ini
bisa dilihat dalam Fisika, I, 187b, De Anima, B4, 416a.
 Bila Aristoteles menerima teori atom Demokritos, lalu hal apa yang dia tolak
dalam gagasan para atomis dan Demokritos?
Aristoteles menolak pendapat para atomis bahwa atom-atom adalah homogen
secara absolut. Dengan menolak homogenitas atom-atom, Aristoteles menyangkal juga
kemungkinan bahwa materi dapat dibagi secara tak berhingga.
h) Biologi
Aristoteles dalam penelitian-penelitian ilmiah seputar makhluk hidup
misalnya menyangkut kebiasaan-kebiasaan binatang, pengaruh iklim terhadap cara
hidup, perangai-perangai dan penyakit-penyakit yang menimpanya.
Metode komparatif, analogis, kontrol dan pembuktian serta semangat kritis,
Aristoteles berusaha menarik kesimpulan-kesimpulan ilmiah.
Pengamatan dan penelitian terhadap binatang menggunakan pendekatan
hilemorfis. Prinsip hilemorfis memperoleh bidang aplikasi paling spontan dalam
makhluk hidup.
Materi dan forma dalam tingkatan filosofis-ontologis, prinsip hilemorfis
memuat di dalam dirinya suatu kelenturan secara memadai sehingga memungkinkan
penerapannya pada bidang-bidang badaniah-inderawi dan konkrit lainnya.
Aplikasi hilemorfisme dalam realitas badaniah atau makhluk hidup
dimungkinkan oleh kenyataan bahwa hidup bersifat homogen bagi semua makhluk
badani. Homogenitas hidup dalam realitas biologis dan fisik menjamin penerapan
hilemorfisme dalam dunia inderawi dan badani.
Wajar bila Aristoteles memikirkan dan menerapkan hilemorfisme dengan
mentalitas biologis dan memberi kesan kuat mengenai vitalisme dalam studi-studi
mengenai semesta alam dan makhluk hidup.

18
BAB III
FILSAFAT ALAM DALAM ABAD PERTENGAHAN
1. PENGANTAR
Filsafat alam yang terjadi pada zaman yunani kuno sangat dipengaruhi oleh
gagasan Aristoteles yakni mengenai realitas dan materialitas (sesuatu yang “ada”).
Akan tetapi pada zaman abad pertengahan filsafat alam dipengaruhi oleh aliran
Kristiani. Alam pemikiran yunani tidak hilang begitu saja seperti stoicisme,
pitagorasisme dan platonisme, sebagai contoh ajaran mistik dari platonisme. Pengaruh
inilah yangmenjadi pondasi dasar dari filsafat alam abad pertengahan.
Ada sebuah pemaknaan dalam pemikiran tentang wahyu Allah. Dulu ketika
zaman yunani segala sesuatu tidak diciptakan oleh seorang Creator (pencipta yang
menjadi causa efesien) akn tetapi ada dengan sendirinya (aktus dan potensial). Dalam
iman kristiani alam (segala yang ada) diciptakan oleh Allah. Hal yang perlu diingat
yakni tidak ada pembedaan yang tegas antara iman dan pengetahuan melainkan
pengetahuan disubdinasikan (dihubungkan) pada iman

2. DOKTRIN PENCIPTAAN
Dalam ajaran kristiani ada hal-hal yang perlu diperhatikan terutama dalam doktrin
penciptaan.
a) Semesta raya adalah citaan Allah. Alam berada dalam kekuasaan dan
pengaturan Allah.
b) Secara fakta Allah menciptakan semesta hanya sebuah kemurahan dan
kebaikan Allah semesta. Oleh karena itu keberadaan semesta alam tergantung
sepenuhnya pada sang pengada dan sang penyebab yakni Allah sendiri.
c) Gagasan kristiani menyebutkan bahwa dunia itu tidak ada secara sendirinya
(penyebab Pertama) yang berlainan dari gagasan Yunani.

3. THOMAS AQUINAS
Thomas Aquinas adalah seorang filosof yang mampu menyatukan pemikiran
Aristoles dengan pemikiran kristiani. Pemikiran Aristoteles awalnya masuk ke Eropa
karena pemikir arab islam yakni Ibnu Sina dan Ibnu Rus. Pemikiran itu telah
dimodifikasi dengan ajaran islamisme dan hal itu sangat berbeda dengan ajaran
kristiani.
Albertus Magnus adalah seorang guru dari Thomas Aquinas. Dia adalah orang
yang mampu mendedikasikan diri bagi studi tentang pengetahuan Yunani dan Arab. Ia
mengadakan perubahan secara radikal yakni membuat studi kristis, pemurnian dan
perlengkan akan kekuarangan2 serta mengorengsi kekeliruan yang dibuat oleh aliran
aristotelian. Thomas Aquinas akhirnya yang menajdi penerus gurunya hingga
menemukan sintesis genial terhadap aristotelisme.
19
4. KONTIGENSI DUNIA
Konsekuensi dari sebuah ciptaan yakni alam semesta merupakan kontigen yang
merupakan perpaduan antara esensi dan eksistensi serta aktus dan potensi. Perlu
diketahui bahwa dalam setiap ciptaan ada perbedaan antara esensi dan eksistensi.
Dalam Aristoteles esensi diidentikan dengan forma dan forma identik dengan
aktus. Pengidentikan semacam ini tidak sesuai dengan inti ajaran kritiani terutama
mengeni eksistensi sang Pengada. Menurut Aristotelian sang Pengada merupakan
forma murni atau esensi murni. Dalam Thomisme (ajaran Thomas Aquinas), sang
Pengada adalah aktus Murni bukan forma atau esensi murni. Jika sang Pengada (dalam
konteks Allah Pencipta) berupa forma maka Ia memiliki kekurangan padahal sang
Pengada itu Ilahi.
5. PENGETAHUAN YANG AKAN KONTINGEN
Thomas Aquinas menyodorkan bahwa Semsta memiliki nilai, martabat,
dan inteligibilitas tersendiri karena ambil bagian dari inteligibilitas dan
ekstensi ilahi.
Dengan menggantungkan inteligibilitas dan ekstensi ada tercipta pada sang
pengada, Thomas Aquino membuka jalan untuk mengenalkan Allah. Manusia
dpt mengenal-Nya entah melalui wahyu khusus maupun lewat alam raya.
Penting juga yakni Allah sebagai pengada dalam keberadaanNya diperluas
dengan CAUSA EXEMPLARIS dan CAUSA CREATRICIS.

Bab III
Kosmologi Mediovale
3.4. Alto Mediovale
Khazanah pengetahuan diperkaya o/ pendekatan empiris & matematis.
Refleksi & abstraksi memakai pengamatan empiris, kalkulatif, & misuratif.
Dunia semesta diamati, diukur, diprediksi & dikalkulasi scr rinci & sistematis.
Krn itu, muncul ilmu2 positif spt astronomi, fisika, biologi serta matematika.
a) Dr Visi Geosentris ke Heliosentris
Kosmologi Yunani klasik, membagi dunia semesta dlm:
a. Dunia atas (Etere)  ringan, halus, tetap, tanpa awal & tanpa akhir,
kekal, abadi & niscaya,
b. Dunia bawah (Sublunar)  kasar, berbobot, berubah-ubah, berawal &
berakhir, sementara, fana, koruptif.
Pusat semesta  bumi; semua benda langit mengelilingi bumi. (sistem
Ptolomeus)
Hal ini tdk dpt dipertahankan lagi, terutama dg pola pikir yg bertumpu pd
pengamatan empiris & penggunaan teknologi penglihatan (teleskop).

20
Perubahan dr Geosentris ke Heliosentris diawali dg beberapa pemikiran yg
berseberangan dg gagasan Aristotelian, mis.:
1. Nicolaus dr Cusa (1401-1464)  semesta tak berhingga & homogen.
Kontra Aristoteles  semesta raya bersifat hierarkis, tertutup dlm dirinya
sendiri.
2. Nicolaus Copernicus (1473-1543)  matahari pusat semesta.
3. Giordano Bruno (1548-1600)  semesta ini berciri tak berhingga,
homogen.
4. Kepler (1571-1634)  gerak semesta bkn berciri episiklis (gerak yg
bermula dr satu titik pusat) melainkan eliklis (berputar mengelilingi
matahari, meskipun scr alamiah tampak bhw matahari yg bergerak).
5. Galileo (1564-1642)  gerak semesta mensyaratkan kekuatan eksternal
(causa eficien / penggerak pertama). Semesta alam bergerak krn energi
dlm dirinya (prinsip inersi).
c. Visi ttg Alam
Titik tolak  mencari dasar2 ilmiah yg solid, rasional & terbukti empiris
matematis, shg diperoleh pengetahuan yg objektif & integral ttg semesta raya.
Bukan u/ delegitimasi kepercayaan agama, melainkan muncul dr gerak nalar u/
mengerti misteri alam semesta dg lebih baik. Pemahaman ttg alam semesta yg
bertumpu pd asumsi2 pistis & mitologis kurang dpt dipertanggungjawabkan scr
ilmiah.
Visi dasar  peralihan dr observasi kualitas tercerap ke kuantitas terukur spt
massa, gravitasi, cahaya; dr kualitas sekunder (keluasan & gerak) ke kualitas
primer-fisik. Kosmologi Aristotelian & Ptolomeus tdk dpt dipegangan.
Pendekatan  empiris & kalkulatif.
Objek pengamatan  benda konkret & fenomena alam. Persoalan esensi &
eksistensi, substansi & aksiden luput dr perhatian. Causa dimengerti bkn lagi dlm
artian sebab-sebab eksternal, melainkan sebab-sebab internal, yakni energi. Setiap
benda memuat di dlm dirinya suatu daya yg membuatnya dpt bergerak sendiri &
memiliki daya hidup sendiri.
Disiplin lain mis. biologi. Gagasan ttg energi dlm setiap benda diperdlm &
dijadikan sbg prinsip dasar makhluk hidup. Artinya setiap makhluk punya daya
hidup, energi vital yg menggerakkan, menjiwai & menghidupinya. Daya hidup ini
lepas dr individu lain, bersifat khas dlm tiap makhluk. Krn itu, muncul aliran
vitalisme dlm ilmu biologi.

21
Ringkasan ini masih belum cukup sempurna maka diperlukan membaca
keseluruhan bahan mata kuliah. Diharapkan mampu menguraikan dari poin-
poin penting dalam setiap su-sub bab.

“Siapa yang membaca maka dia bisa menjawab dan menguraikan”


(Rm. Valentinus, CP)
PENTING  
1. JIKA ANDA MEMBACA DAN MASIH BELUM MENGERTI
BACALAH BERULANG-ULANG. BERTANYA KEPADA TEMAN
ATAU KAKAK TINGKAT.
2. TEMUKAN SENDIRI METODE BELAJARMU DAN
MENGERTILAH KARAKTER DOSEN
3. JIKA JAWAB PERTANYAAN PASTIKAN JAWABANNYA
BENAR DAN URAIKAN DENGAN PEMAHAMANMU
4. UJILAH PEMAHAMANMU BERSAMA DALAM KELOMPOK
BELAJAR
5. JIKA ANDA TIDAK BISA MENJAWAB PERTANYAAN, ANDA
BISA D.O
UTS Kosmologi 2008
Dosen Rm. Valent, CP
1. Apa artinya obyek material dan obyek formal filsafat alam/komologi?
mengapa pembedaan obyek material dan obyek formal harus dilakukan?
2. Mengapa filsafat alam/kosmologi perlu dipelajari?
3. Sebutkan dan jelaskan problem-problem klasik filosofis?
4. Apa kekurangan dasar penjelasan Heraklitos dan Parmenides mengenai
tetap dan berubah?
5. Bagaimana Aristoteles memecahkan persoalan ada tetap dan ada berubah?
Apa prinsip ada yang digunakan?
6. Kebaruan apa yang dibawa Aristoteles dalam sejarah permenungan
filosofis dan filsafat alam/kosmologi pada khususnya?
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan karakter spekulatif filsafat
alam/kosmologi?

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai