Anda di halaman 1dari 54

PENGANTAR

TAFSIR
INJIL YOHANES

Martin Suhartono, S.J.

Catatan Kuliah - 2009


Fakultas Teologi Wedabhakti
Universitas Sanata Dharma - Yogyakarta
Martin/Yohanes/hlm. 2

DAFTAR ISI

PENGANTAR h. 3
I. PENDAHULUAN h. 4
II. LATAR BELAKANG KEKAISARAN ROMAWI h. 10
III. AWAL MEMBACA YOHANES: BERANGKAT DARI EPILOG h. 12
IV. KESATUAN ERAT ANTARA EPILOG DAN PROLOG h. 22
V. MURID YANG DIKASIHI YESUS: FUNGSI DALAM NARASI h. 24
VI. SAAT KEMATIAN YESUS SEBAGAI POROS NARASI h. 28
1. Siklus Paska Pertama h. 28
2. Siklus Paska Kedua h. 32
3. Siklus Paska Ketiga h. 37
VII. TUJUH HARI DI AWAL DAN DI AKHIR h. 41
VIII. KRISTOLOGI YOHANES h. 44
IX. WAFAT DAN KEBANGKITAN KRISTUS h. 47
X. PROLOG h. 51
XI. PERSPEKTIF WAKTU DALAM YOHANES h. 53
Martin/Yohanes/hlm. 3

PENGANTAR

Tulisan ini merupakan catatan kuliah yang diolah berdasarkan "catatan lepas kuliah" yang
biasa ditulis oleh dosen secara langsung sehabis kuliah dan dibagikan kepada mahasiswa/i.
Pokok-pokok gagasan beserta uraian yang dibahas tergantung penuh pada dinamika proses
belajar-mengajar yang berjalan. Pengetahuan yang diberikan sedikit banyak ditentukan oleh
problem-problem konkret yang dihadapi oleh para mahasiswa/i ketika membaca Injil
Yohanes. Dengan demikian kumpulan catatan kuliah ini tidak dimaksudkan sebagai tafsir
lengkap terhadap Kitab Injil Yohanes, melainkan sebagai suatu pengantar terhadap tafsir Injil
Yohanes. Untuk melengkapi kuliah ini, para mahasiswa/i diwajibkan membaca buku-buku
tafsir yang ada mengenai Injil Yohanes. Paling sedikit mereka diwajibkan membaca tulisan
Rm. St. Darmawijaya, Pesan Injil Yohanes, dan komentar R.E. Brown yang disadur oleh LBI,
Tafsir Injil dan Surat-surat Yohanes.
Dalam kuliah, partisipasi aktif para peserta mendapat tempat maksimal. Pada setiap
pertemuan, banyak waktu digunakan untuk diskusi dan tanya-jawab.
Terima kasih saya ucapkan kepada para mahasiswa/i yang turut aktif dalam proses
belajar-mengajar ini maupun kepada mereka yang dengan penuh kesabaran telah
mendengarkan uraian saya.

Yogyakarta, 1 Agustus 2009

Martin Suhartono, S.J.


Martin/Yohanes/hlm. 4

I. PENDAHULUAN

Sebelum masuk dalam tafsir Injil Yohanes penting diketahui tempat Injil Yohanes dalam
konteks pembentukan tulisan-tulisan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.

A. Proses di balik pembentukan Injil-injil

Injil-injil tidak terbentuk dari awal mula kehadiran Yesus, melainkan muncul sebagai hasil
perkembangan berbagai tahapan di bawah ini:
1) Masa Yesus berkarya (thn 30an): Yesus mengajar dan menyembuhkan. Yesus sendiri
tidak meninggalkan tulisan apa-apa. Saat ini mulai terbentuk tradisi-tradisi lisan
berdasarkan apa yang dilihat dan didengar oleh para rasul dan murid dalam karya Yesus.
2) Masa jemaat Kristen awal (thn 30an-70an): umat Kristen berkumpul dan hidup bersama
(koinonia), merayakan (leiturgia), mewartakan (kerygma), mengajar (catechesis) misteri
iman yang mereka terima dari Yesus. Itulah kesaksian (martyria) iman mereka. Pada
masa ini sudah beredar surat-surat Paulus dan kemungkinan besar juga kumpulan sabda
Yesus.
3) Masa penulisan Injil-injil (thn 70an-100an): Injil-injil mulai dituliskan berdasarkan
tradisi-tradisi lisan maupun tertulis yang tersebar di kalangan jemaat Kristen. Injil
Markus (Roma? thn 70?), Matius (Syria-Palestina; thn 80-90?), Lukas (Antiokhia? thn
80-90?), Yohanes (Asia Kecil? thn 90-100?).

B. Refleksi iman dalam penulisan Injil-injil


"Iman pasca Kebangkitan menerangi ingatan (kenangan-kenangan) tentang yang telah
dilihat dan didengar selama Yesus berkarya" (bdk. Yoh 2:22)
Selama Yesus berkarya Wafat & Iman Pengisahan
Bangkit PascaKebgk
Yesus Membersihkan Bait Wafat & Mengutus Diwartakan
Allah Bangkit RohKd
Murid-2 Melihat & Melihat & Mengingat, Menyeleksi,
Mendengar Mendengar Memahami & Mewartakan,
Percaya Menulis
Martin/Yohanes/hlm. 5

Tiga tahap proses pembentukan Injil dapat digambarkan dalam skema di atas yang didasarkan
pada Yoh 2:22. Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pula apa yang terjadi
sebenarnya dalam proses pembentukan itu. Injil bukanlah sekedar laporan fakta belaka,
melainkan pewartaan berdasarkan iman akan Kristus yang wafat dan bangkit. Iman pasca
Kebangkitan ini merupakan sudut pandang pengisahan dalam Injil-injil. Iman ini menerangi
ingatan akan Yesus, dalam arti membawa orang pada pemahaman lebih dalam mengenai apa
yang dilakukan dan diucapkan oleh Yesus. Untuk itu penting pengamatan berikut ini:

* Ingatan bukan cuma bersifat "reproduktif" melainkan juga "rekonstruktif":


Orang dewasa, yang ketika masih sebagai anak kecil pernah punya pengalaman memandang
sebuah pohon, bagaimanakah dia akan mengungkapkan pengalaman tersebut? Ada beberapa
kemungkinan, sbb: "I was a boy looking at a tree" atau "I am a man who was a boy looking
at a tree" ataukah "I am a man who REMEMBERS being a boy looking at a tree". Secara
spontan orang akan memilih kemungkinan pertama. Tapi bila kita amati pengalaman itu
dengan lebih teliti, ungkapan ketiga ternyata lebih tepat mengungkapkan pengalaman itu
sendiri karena pengalaman masa kecil itu dan ungkapannya sebagai orang dewasa terjadi
melalui ingatan.

** Injil bukan "biografi" melainkan "kristologi dalam bentuk narasi":


Injil merupakan hasil refleksi iman dalam terang Roh Kudus mengenai pribadi dan karya
Yesus yang diwartakan melalui kisah-kisah. Masing-masing Penginjil dalam terang Roh
Kudus mengolah bahan-bahan tradisional dari Masa hidup dan karya Yesus maupun Masa
pewartaan para Rasul, dan menyampaikan kisahnya sesuai dengan jemaat yang diberi
pewartaan tentang Yesus yang telah bangkit. Yang dikisahkan bukanlah lagi Yesus di masa
lalu melainkan Yesus yang dialami tetap hidup, berkarya dan punya makna bagi jemaat
penulis, dan diimani pula akan tetap hidup dan berkarya sepanjang masa.

C. Perbedaan dalam awal Injil-injil:

Perkembangan iman umat Kristen awal nyata juga dari bagaimana para Penginjil mengawali
kisahnya. Bila konsensus umum tentang urutan saat penulisan bentuk akhir Injil-injil dapat
diterima (yaitu pertama-tama Mk, baru kemudian Mt dan Lukas, dan terakhir Yoh), maka
akan kelihatan bahwa semakin “maju ke depan” dalam waktu penulisan Injil, awal kisah
Martin/Yohanes/hlm. 6

Yesus semakin “dilemparkan ke belakang” oleh penulis kisah. Dalam proses waktu terjadi
refleksi yang semakin mendalam mengenai siapakah Yesus:

Dari kata-kata tokoh Yesus dalam Yoh kita dapat memahami perkembangan ini. Ia
mengatakan bahwa selama Ia hidup dengan para rasulNya, ada banyak hal yang ingin
dikatakan kepada mereka namun mereka belum dapat menanggungnya; dan baru ketika Ia
sudah kembali kepada Bapa, Ia akan mengutus Roh Kudus untuk menerangi mereka dan
menuntun mereka kepada segala kebenaran (Yoh 16:12-15).
Jemaat Kristen purba semakin hari menjadi semakin paham terhadap iman mereka
sehingga kelihatan juga dari perbandingan rumusan dalam Injil Sinoptik atau antar Injil-injil
Sinoptik dan rumusan dalam Yoh. Contoh paling jelas adalah pengertian mereka tentang
siapa Yesus. Dalam Mk 8:29 Petrus menjawab “Engkau adalah Mesias!” sedang menurut Mt
16:16 “Engkau adalah Mesias, anak Allah yang hidup!” dan Lk 9:20 “Mesias dari Allah!”.
Apakah perbedaan itu harus kita pandang secara negatif, sebagai suatu inkonsistensi antar
para Penginjil?
Saudara kita umat Islam percaya bahwa seperti kepada Musa as. diturunkan Taurat
dari Allah SWT dan Al Qur’an kepada Muhammad saw, begitu pula kepada Isa as diturunkan
Injil. Maka kalau sungguh diturunkan dari “atas”, begitu pendapat mereka, tak boleh ada
inkonsistensi atau pertentangan antara ayat-ayatnya. Mereka beranggapan bahwa agama
Martin/Yohanes/hlm. 7

kristen sekarang ini sudah diselewengkan dari Injil asli yang diterima oleh Isa as; buktinya
ada empat Injil, dan antara keempatnya tak ada kesesuaian satu sama lain (lihat Muh. Ataur
Rahim, Jesus a Prophet of Islam, terj. Indonesia: Misteri Yesus dalam Sejarah, h. 51).
Selama berabad-abad, sampai Abad Pertengahan, orang kristen pun beranggapan
bahwa PL dan PB diturunkan sebagai “wahyu” langsung dari “atas” -bahkan sekarang pun
banyak yang berpendapat demikian!- sehingga timbul kebingungan bila dirasakan ada
pertentangan antara ilmu pengetahuan (teori evolusi) dan kisah penciptaan dalam Kitab
Kejadian, atau bahkan Kej 1 (manusia diciptakan setelah binatang) dan Kej 2 (manusia
diciptakan sebelum binatang), atau mendengar tentang konflik antara Galileo yang menganut
paham heliosentris dan KS beserta Gereja yang menganut paham geosentris. Gereja mengacu
pada kisah Yosua yang bagaikan pawang sakti mandraguna menghentikan laju gerak
matahari dan bulan (Yos 10:12); beberapa tahun y.l. Gereja mengakui kesalahannya dan
merehabilitasi Galileo. Baru sejak abad ke-15 pandangan umat Kristen terhadap KS berubah
sebagaimana sudah selayaknya. Bagaimanakah perubahan itu? (coba simak percakapan alm.
Rm. Groenen dan Bpk. Stefan Leks: Percakapan Tentang Alkitab, “Apakah Alkitab itu?”, h.
1-5; “Wahyu”, h. 17-24).

D. Tempat, Waktu, Penulis, Sumber, dan Tujuan Injil Yohanes:

Mengenai hal-hal ini lihat pengantar pada tiap buku komentar/tafsir terhadap Injil Yohanes
(mis. A.S. Hadiwiyata, Tafsir Injil Yohanes, Yogyakarta: Kanisius, 2008, hlm. 5-15). Meski
selama ini ada diskusi hangat mengenai tempat, waktu, penulis, sumber dan tujuan Yoh,
namun kecenderungan saat ini ada kesepakatan pendapat mengenai latar belakang Yudaisme,
akar-akar historis, dan Rasul Yohanes sebagai tokoh utama di balik penulisan Injil Yohanes.

E. Pendekatan diakronis dan sinkronis: Teks sebagai 'jendela' dan 'cermin':

Lewat narasi Injil, kita bukan sekedar ingin tahu mengenai kejadian di masa lalu melainkan
juga bercermin diri mencari makna teks narasi itu bagi kita di masa kini. Karena itulah
diperlukan baik pendekatan diakronis maupun sinkronis. Pendekatan sinkronis lebih memberi
perhatian kepada teks itu sendiri dalam bentuk akhirnya, tanpa perduli akan dunia di luar / di
balik / sebelum teks itu, sedangkan pendekatan diakronis lebih mau mencari apa yang terjadi
di balik suatu teks.
Martin/Yohanes/hlm. 8

Yang dimaksudkan dengan hal-hal di luar teks adalah pengarang, latar belakang
pengarang, situasi sosial historis yang melahirkan teks, sumber teks, tradisi, redaksi dll.
Paham dasar yang diandaikan oleh setiap pendekatan yang memperhatikan teks itu sendiri,
lebih daripada hal-hal di luar teks itu, adalah bahwa begitu suatu teks ditulis oleh
pengarangnya, teks itu seakan mulai memiliki hidupnya sendiri lepas dari kendali atau kuasa
pengarangnya, bagaikan anak yang setelah dilahirkan lepas dari orangtuanya dan memiliki
hidup dan otonomi sendiri. Kerapkali sang pembaca menemukan hal-hal yang lebih luhur,
lebih mendalam, yang tadinya sama sekali tak pernah dipikirkan atau dimaksudkan oleh sang
pengarang sendiri. Lihat J. H. Hayes dan C. R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab,
khususnya hal yang diuraikan mengenai “Kritik Struktur”, h. 133-148. Dalam hal Kitab Suci,
misalnya, apakah Paulus dulu pernah mimpi menjadi Santo, atau bahwa surat-surat yang
ditulisnya suatu masa akan menduduki posisi sebagai bagian Kitab Suci sejajar dengan Taurat
Musa?
Gambaran umum yang sering dipakai untuk menjelaskan perbedaan kedua
pendekatan ini adalah “jendela” dan “cermin”. Pendekatan historis -menggunakan Yoh
sebagai “jendela”- mencoba melihat “melalui” teks ke dunia di luar teks. Lewat Injil Yoh,
orang berharap dapat mengetahui tentang komunitas Yoh, penulis Yoh, dan pesannya bagi
jemaatnya pada abad pertama Masehi, yaitu jemaat yang menjadi tujuan ditulisnya Injil Yoh.
Jemaat ini umum disebut “pembaca pertama”. Dan berdasarkan pada kesamaan antara umat
abad 1 M itu dengan situasi kita di abad 20, kita dapat menerapkan pesan Yoh itu juga bagi
kita. Pendekatan yang memakai teks sebagai “cermin” mengandaikan bahwa makna teks itu
tak perlu dicari di dunia sebelum teks itu, melainkan terdapat dalam interaksi antara teks dan
pembacanya, antara cermin dan pantulannya yang mengenai orang yang bercermin. Dengan
melihat apa yang ditampilkan oleh cermin, orang belajar banyak tentang dirinya sendiri dan
tentang dunianya sendiri. Tentang hal ini lebih jauh lagi, lihat R. Alan Culpepper, Anatomy of
the Fourth Gospel, h. 3-5. Pendekatan historis kritis tergolong pada pendekatan “diakronis”
(“dia”= melalui; “chronos”= waktu), yaitu pendekatan yang menyelidiki suatu teks dari
sudut perjalanannya melalui waktu. Sedangkan pendekatan yang menekankan teks itu
sendiri, lepas dari perjalanan teks itu dalam waktu, tergolong pada pendekatan “sinkronik”
(“syn”= bersamaan), yaitu menyelidiki teks dari sudut kebersamaan waktu kontemporer, baik
dalam relasi internal elemen-elemen dalam teks itu sendiri maupun antara teks dan
pembacanya.
Mungkin ada yang bertanya, “Tapi mengapa terjadi semua pergeseran ini dalam cara
menafsirkan KS?” Awalnya tentu saja ada kesadaran bahwa tulisan-tulisan dalam KS adalah
Martin/Yohanes/hlm. 9

suatu karya sastra juga, sehingga perlu didekati juga dengan kaidah-kaidah penafsiran yang
berlaku bagi karya sastra purba pada umumnya. Selain itu semakin ada kesadaran akan
pentingnya wahana “kisah” atau “cerita” dalam KS, bahwa KS bukanlah terutama berisi
rumusan-rumusan kebenaran atau ajaran keagamaan melainkan -dan ini sesuai juga dengan
paham bahwa Allah berkarya dalam sejarah hidup umatNya- kisah pergulatan manusia dalam
hubungannya dengan Allah. Selain itu, belakangan mulai muncul kekecewaan sehubungan
dengan metode tafsir historis kritis, karena dalam metode ini suatu kisah dibedah, dianalisa,
hingga tak kelihatan lagi bentuk keseluruhannya, yang tinggal hanyalah keping-keping
berserakan yang tak karuan lagi warna dan rupanya. Menarik sekali uraian dua dosen KS
yang mumpuni dalam metode historis kritis yang kemudian berkenalan dengan metode
naratif, bacalah: Wim van der Weiden, “Narasi dalam Perjanjian Lama”, dalam Gema, No.
41 Tahun ‘91, hal. 13-31. Dan juga C. Groenen, Analisis Naratif Kisah Sengsara (Yoh 18-
19), Bab I “Ilmu Tafsir Mencari Jalan Baru”, hal. 13-19.
Peralihan pendekatan ini juga disebabkan karena makin lama makin disadari bahwa
banyak orang langsung mau membaca buku tafsir/komentar daripada membaca teks Kitab
Suci sendiri! Sampai-sampai ada imam yang dalam kotbah mengatakan bahwa wanita
Samaria yang bertemu dengan Yesus di sumur Yakub itu punya tujuh suami dan sudah mati
semua! Ini namanya mencampur-adukkan dua kisah berbeda, yaitu kisah mengenai
pertanyaan kaum Saduki tentang kebangkitan di Sinoptik dan kisah wanita Samaria dalam
Yoh 4:1-42.
Martin/Yohanes/hlm. 10

II. LATAR BELAKANG KEKAISARAN ROMAWI

Injil Yoh kerap dipandang sebagai suatu tanggapan terhadap kebudayaan Hellenistik, aliran
bidaah Gnostisisme, dan perpisahan antara Yudaisme dan Kekristenan. Namun yang kurang
diperhatikan adalah kemungkinan bahwa Yoh secara sadar menanggapi perkembangan
tertentu dalam Kekaisaran Romawi. Richard Cassidy dalam John's Gospel in New
Perspective.Christology and the Realities of the Roman Power mengajukan pandangan
bahwa ketika menggambarkan identitas dan misi Yesus dalam Injilnya, Yoh mengajukan
unsur-unsur dan tema-tema yang punya makna khusus bagi para pembaca Kristiani yang
sedang menghadapi berbagai klaim para kaisar Romawi dan tengah mengalami penganiayaan
oleh orang-orang Romawi pada akhir abad pertama dan awal abad kedua, yang menurut para
ahli merupakan masa Injil Yohanes dituliskan, yaitu pada masa pemerintahan Kaisar
Domitianus (th. 81-96 M), Kaisar Nerva (th. 96-98 M) dan Kaisar Trayanus (th. 98-117 M).
Tempat-tempat yang diduga merupakan tempat penulisan Yoh, yaitu Efesus yang memiliki
probabilitas paling besar, atau Antiokhia di Siria, Alexandria di Mesir, suatu lokasi di
Palestina, semua terletak di wilayah Kekaisaran Romawi. Dua hal yang berpengaruh besar
pada orang-orang Kristiani di bawah pemerintahan Romawi adalah Pajak terhadap orang-
orang Yahudi dan Pemujaan terhadap kaisar-kaisar Romawi.
Sejak Yerusalem jatuh ke dalam kekuasaan Romawi (th. 70 M) semua orang Yahudi
diwajibkan membayar pajak untuk memelihara kuil Yupiter di Roma. Yang menjadi
persoalan bagi orang Yahudi, yang sudah memiliki kebiasaan membayar pajak Bait Allah di
Yerusalem, bukan hanya beban ekonomis pajak itu melainkan menyangkut iman monotheis
mereka kepada Allah. Pada masa Kaisar Domitianus, sistem pajak ini diperberat dan terjadi
banyak penyalahgunaan. Upaya Kaisar Nerva meniadakan penyalahgunaan tidak mengakhiri
pajak itu sendiri yang tetap berlangsung pada masa-masa sesudahnya. Umat Kristiani
menghadapi persoalan karena di satu pihak mereka dianggap sebagai salah satu sekte agama
Yahudi, padahal banyak anggota bukan orang Yahudi, dan di lain pihak sudah mulai terjadi
pemisahan antara Yudaisme dan Kekristenan.
Pemujaan terhadap kaisar-kaisar Roma yang harus disembah sebagai ilahi (divus) dan
Allah (deus) dimulai sejak Augustus meneguhkan diri sebagai Kaisar (th. 31 M). Praktek ini
berkaitan erat dengan berbagai usaha para kaisar untuk mempertahankan kekuasaan mereka
dan sistem politheisme keagamaan Yunani-Romawi. Di provinsi-provinsi Timur praktek
penyembahan terhadap kaisar digabungkan dengan penyembahan terhadap kota Roma dan
kemegahannya; dibangun banyak kuil dan patung untuk menghormati kaisar yang sedang
Martin/Yohanes/hlm. 11

berkuasa dan di situ dipersembahkan juga kurban bagi Roma dan kaisar. Gelar-gelar
Kristologis penting yang muncul dalam Yoh adalah "Penyelamat Dunia", "Tuhan" dan
"Tuhan dan Allah". Pemakaian gelar Penyelamat dan Tuhan (dominus) dipakai oleh banyak
kaisar, sesudah mereka meninggal namun juga selagi mereka hidup; sedangkan gelar "Tuhan
dan Allah" (dominus et deus) hanya ditujukan kepada Domitianus. Penganiayaan yang
semakin meluas terhadap umat Kristiani bukan hanya terjadi dari pihak orang-orang Yahudi
saja, melainkan juga dari para penguasa Romawi karena para pengikut Kristus menolak
menyembah kaisar sebagai Tuhan.
Dari peninggalan surat menyurat pada masa ini antara Kaisar Trayanus dan Plinius
Muda yang menjadi utusan kaisar sebagai gubernur di Bitinia-Pontus, provinsi Kekaisaran
Romawi di wilayah Asia Kecil, tampak bagaimana umat Kristiani diajukan ke pengadilan dan
dihukum semata-mata karena mereka adalah pengikut Kristus, hanya karena nama Kristus itu
sendiri, tanpa perlu suatu tuduhan tindak kriminal tertentu. Mereka dikenal sebagai orang-
orang yang menyembah Kristus sebagaimana kepada Allah (deus). Prosedur yang dipakai
terhadap mereka yang ditangkap karena tuduhan menjadi orang Kristen adalah mereka
dihadapkan pada dua ujian: menyembah dewa-dewi Romawi dan patung Trayanus dan
mengutuk nama dan pribadi Kristus. Mereka yang bersedia murtad dibebaskan dari hukuman
sedangkan yang menolak langsung dihukum. Adegan-adegan Yoh penuh proses pengadilan.
Dalam Sabda Perpisahan Yesus (Yoh 14-17) dimunculkan tema-tema yang
berhubungan erat dengan masa penganiayaan itu, yaitu peringatan akan datangnya
penganiayaan, peringatan akan kemurtadan, desakan untuk tetap tinggal padaNya, desakan
untuk saling mengasihi dan keagungan kasih orang yang memberikan diri bagi sahabat-
sahabatnya, dan janji-janji mengenai jaminan khusus. Jaminan ini menyangkut kepergian
Yesus kepada Bapa untuk menyediakan tempat bagi mereka (14:1-3), meskipun Setan tetap
ada tapi para murid akan dijagai dari Yang Jahat (17:15), Roh Kudus akan datang sebagai
Pembela (14:16), dan hasil akhir ketabahan dan kesaksian mereka adalah kemenangan (17:2).
Pada akhir Yoh (Yoh 21) disajikan dua pola hidup mengikuti Yesus, dua pola kemuridan,
yaitu menjadi martir iman akan Yesus sebagaimana dinubuatkan tentang dan dialami oleh
Petrus dan tinggal bersama Yesus sebagaimana dinubuatkan tentang dan dialami oleh Murid
yang Dikasihi. Dengan demikian tujuan penulisan Injil Yohanes untuk membawa orang pada
iman akan Yesus sebagai Mesias dan Anak Allah agar orang sampai pada hidup abadi
menjadi relevan sekali bagi orang yang terancam kehilangan hidup mereka di dunia ini
karena pengakuan mereka akan nama Yesus sebagai Kristus dan Dominus et Deus (20:28)
Yesuslah Sang Pemenang, dan bukan kaisar-kaisar Romawi, yang layak disembah (16:33).
Martin/Yohanes/hlm. 12

III. AWAL MEMBACA YOHANES: BERANGKAT DARI EPILOG

Banyak orang mulai menulis karangan tanpa tahu lebih dulu di mana dan bahkan kapan akan
berakhir, khususnya mahasiswa dalam ujian! Namun ada juga yang mulai menulis
berdasarkan akhir tulisan sebagaimana sudah dibayangkan lebih dulu. Misalnya, Henry James
melihat suatu adegan yang menyentuh hati dalam kehidupan nyata dan kemudian mulai
mengarang novel dengan adegan tersebut sebagai akhir novel; semua diarahkan pada akhir
itu. Nah, para penginjil, khususnya Yoh, tampaknya bekerja demikian. Maka mungkin saja
bagi kita mulai membaca Injil Yohanes dari akhir Injil.
Ada yang mengatakan bahwa Injil-injil bisa disebut sebagai “passion narrkatives with
extended introductions” (Martin Kähler). Umum diakui bahwa pewartaan umat kristen
perdana berisi kabar gembira tentang sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus (Kis 2:23-24;
3:14-15; 4:10; 10:39-40; I Kor 15:4). Kisah inilah yang pada setiap Injil mendapat tempat
yang utama dalam pengisahan. Karena itulah timbul kesan bahwa kisah sebelumnya, yaitu
kelahiran dan karya publik Yesus, merupakan sekedar tambahan yang diarahkan ke kisah
utama sengsara dan wafat Kristus.
Secara lebih kentara lagi Yoh mengarahkan pembacanya sejak awal karya Yesus ke
pesta Paska: mulai dari sang Pembaptis yang menunjuk dia sebagai Anak Domba Allah,
sampai ke peristiwa-peristiwa yang mendorong pembaca melayangkan mata ke akhir kisah.
Sepanjang Injil Yoh, tokoh Yesus yang berulang kali mengatakan bahwa “saat”Nya belum
tiba, dan akhirnya di atas salib Ia berseru “Tetelestai” (“sudah terpenuhi”). Anda yang sudah
membaca Yoh secara menyeluruh tentu punya kesan bahwa segala sesuatu sudah
dipersiapkan sejak awal dan pembaca digiring ke hasil akhir yang sudah dirancang sejak awal
oleh narator. Hingga akhirnya pembaca bisa mengiyakan dari pengalaman pribadi kebenaran
tujuan penulisan Yoh sebagaimana dicantumkan pada akhir (20:30-31; 21:24-25).
Dalam Yoh selain ada "process-", "retrospective-", "poly-temproal" timeshape,
tampak pula "barrier-" timeshape. David Higdon (Time and English Fiction, London 1977)
menguraikan adanya empat bentuk waktu ("time-shape") yang digunakan para pengarang
untuk mengolah waktu di dalam novel: “process time”, “retrospective time”, “barrier time”,
dan “polytemporal time”. Menurut Mark Stibbe, dalam komentar naratifnya atas Yoh (John,
dalam seri Readings: A New Biblical Commentary, Sheffield 1993), keempat bentuk waktu
itu dapat ditemui juga pada Yoh.
Process time-shape digunakan oleh narator untuk memberikan petunjuk waktu.
Narator Yoh sangat teliti dalam memberikan kesan kepada pembaca akan berlalunya (proses)
Martin/Yohanes/hlm. 13

waktu. Mis. rentetan ungkapan “keesokan harinya” (1:29, 35, 43) menunjukkan proses waktu
yang berjalan dari hari ke hari; rentetan peristiwa ketika “pesta Paska sudah dekat” (2:13) dan
yang terjadi “pada hari Paska” (2:23) menunjukkan kesadaran narator akan proses
berjalannya waktu. Hal yang sama dapat dilihat juga pada proses kedatangan Hari Raya
Pondok Daun (bab 7:2, 11, 14, 37) dan Hari Raya Paska terakhir (bab 12:1, 12; 13:1; 19:14,
31, 42; 20:1).
Retrospective time-shape digunakan oleh narator bila ia menyapa pembaca secara
langsung dalam komentar atau footnotes untuk mengingatkan pembaca akan hal-hal yang
sudah terjadi sebelumnya, istilah lain yang kerap dipakai adalah analepsis, retrospeksi, flash-
back. Sehubungan dengan ini, ada pula prospective time-shape, yang digunakan narator untuk
membawa pembaca akan hal-hal yang akan terjadi di masa depan; kerap dipakai istilah
antisipasi (prolepsis) atau kilas-depan (flash-forward). Bentuk-waktu ini kerap kali dipakai
dalam Yoh.
Barrier time-shape dipakai untuk menunjukkan suatu batas waktu (time-limit, dead-
line) saat suatu tugas harus sudah dilaksanakan. Misal dalam film-film dengan tema bom
waktu yang harus dijinakkan dalam waktu satu jam, sehingga seluruh ketegangan film
dipusatkan pada batas waktu tsb. Ungkapan “jam (saat)Ku belum tiba” pada Yoh (2:4; bdk.
7:30; 8:20) dianggap sebagai indikasi bahwa ada barrier time-shape pada Yoh.
Polytemporal time-shape digunakan oleh narator bila ia ingin mengadakan suatu
“fusion” (pencampuran) antara berbagai dimensi atau horison waktu, misalnya antara
“keabadian” dan “kefanaan”, antara “masa kini” pembaca dengan “masa lampau” Yesus. Hal
ini dapat diamati dalam Kotbah Perpisahan Yesus dan Doa Yesus di bab 17.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penulis Yoh menceritakan kisah Yesus
dengan secara amat sadar dari suatu perspektif waktu tertentu. Ada suatu kesadaran akan
proses waktu manusiawi masa lalu, masa kini, masa datang, yang diresapi oleh suatu waktu
ilahi tertentu yang kerap disebut keabadian.
Dalam Yoh ada yang dikenal sebagai Prolog (1:1-18); bila ada prolog biasanya ada
juga epilog. Yoh 21 umum dikenal sebagai Epilog. Para ahli mensinyalir bahwa Prolog Yoh
bukanlah ditulis pertama kali lebih dahulu, melainkan ditambahkan pada akhir ketika seluruh
Injil Yoh (dibayangkan tanpa bab 21) sudah jadi. Sebagian besar ahli Yoh menganggap Yoh
21 bukan sebagai bagian Injil Yoh versi pertama, melainkan ditambahkan kemudian; bahkan
banyak ahli beranggapan bahwa Yoh 21 ini tidak ditulis oleh orang yang menulis Yoh 1-20.
Baik juga bila kita sekali-sekali menjadikan yang selama ini dianggap marginal
sebagai yang sentral dan yang sentral sebagai yang marginal karena dapat memberikan
Martin/Yohanes/hlm. 14

pemahaman akan suatu teks secara lebih kreatif. Tampaknya, Yoh menulis Injilnya sudah
dengan bayangan akan Epilognya. Maka dalam kuliah ini, Yoh 21 akan dipahami sebagai
bagian integral dari Yoh, dan bukan sebagai tambahan belaka.
Banyak pengamat akan mengatakan bahwa Yoh berakhir di kesimpulan akhir
mengenai tujuan penulisan Injil Yoh yaitu Yoh 20:30-31. Maka Yoh 21 dianggap sebagai
tambahan. Bukan maksud kuliah ini untuk membuktikan bahwa Yoh 21 adalah asli Yoh.
Patut disangsikan apakah usaha pembuktian itu mungkin. Ternyata dengan satu metode
penelitian yang sama, yaitu kritik stilistik, dua pakar stilistik terkenal sampai pada
kesimpulan yang bertolak belakang: Boismard yakin bahwa Yoh 21 bukan ditulis oleh orang
yang menulis Yoh 1-20; Ruckstuhl justru mempertahankan kesatuan Yoh 1-21.
Yang dijadikan titik tolak dalam kuliah hanyalah pertanyaan sbb.: Apakah dampaknya
pada tafsiran mengenai Yoh kalau Yoh 21 dianggap bukan tambahan melainkan memang
secara integral merupakan bagian dari keseluruhan Yoh 1-20? Titik tolak semacam ini sah
dari sudut kritik naratif yang lebih menitikberatkan bentuk akhir suatu teks. Dari sudut kritik
tekstual, akhir Yoh berbeda dengan akhir Mk. Ada manuskrip kuna dengan teks Mk yang
berakhir pada 16:8, tapi ada juga yang berakhir di 16:20. Sedangkan mengenai Yoh, sampai
saat ini tak pernah ditemukan manuskrip Yoh tanpa bab 21, sedangkan ada manuskrip kuno
Yoh tanpa bagian 7:53-8:11 (kisah wanita penzinah yang tertangkap basah). Jadi bila orang
mau menerapkan analisa naratif pada Yoh, mau tak mau harus menafsirkan keseluruhan Yoh
bab 1 sampai dengan bab 21.
Seorang kritisi sastra pernah berkata: “Meaning is never given in toto before the end
is reached” (Ann Jefferson, The Nouveau Roman and the Poetics of Fiction, Cambridge 1980,
hal. 11). Ini berarti, keseluruhan makna Yoh tak akan kita dapati sebelum kita sampai ke ayat
terakhir Yoh 21. Apalagi kalau diingat betapa banyak unsur antisipatoris (prolepsis) dan
retrospektif (analepsis, flashback) dalam Yoh sehingga timbul dugaan bahwa ia menulis
kisah dengan jelas-jelas melihat akhir cerita; atau dengan kata lain, ia menulis dari belakang.
Jadi apa yang sebetulnya Epilog (Yoh 21), bila ditinjau dari sudut kronologi kisah secara
tekstual (terletak di belakang), sebenarnya merupakan prolog, bila ditinjau dari sudut sebab-
sebab kejadian (protogenesis); dan sebaliknya, sebagaimana banyak diduga para ahli, apa
yang merupakan Prolog (Yoh 1:1-18), bila ditinjau dari sudut kronologi kisah secara tekstual
(terletak di depan), sebenarnya merupakan epilog bila ditinjau dari sudut sebab-sebab
kejadian (digabungkan paling akhir) -seperti “prakata” pada umumnya! Dari sudut pandang
tertentu, Epilog berfungsi sebagai "prolog", dalam arti Epilog "hadir" sejak awal mula
Martin/Yohanes/hlm. 15

menuntun pengkisahan Yoh; dan Prolog berfungsi sebagai "epilog", dalam arti Prolog
ditambahkan pada akhir proses pembentukan Injil Yoh.
Bila diteliti lebih jauh lagi, akan kelihatan bahwa episode-episode di Yoh 21 memang
“mengarah” ke belakang. Kisah penangkapan ikan (21:1-14) kerap diartikan sebagai
mengandung makna tugas universal Gereja, lebih-lebih bila 153 ikan ditafsirkan bersama St.
Hieronimus bahwa jumlah itu adalah jumlah keseluruhan jenis ikan yang ada di dunia
menurut ilmu biologi Yunani: jadi melambangkan segala bangsa di dunia. Tafsiran itu
didukung pula oleh unsur simbolis bahwa jala tak koyak, yang dianggap melambangkan
kesatuan umat Kristen. Keterangan narator itu berfungsi sebagai suatu retrospeksi ke jubah
Yesus yang utuh ditenun tanpa jahitan dan tak dibagi-bagi (19:23-24). Namun bila hanya ini
yang mau disampaikan oleh pengarang Injil, mengapa tidak berhenti di sini saja? Bukankah
akan hebat sekali dan spektakuler, Injil ditutup oleh adegan yang indah ini yang sekaligus
menggambarkan tugas dan masa depan Gereja Universal?
Pendekatan naratif mengajak orang untuk tidak hanya melihat suatu perikope sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan sebagai salah satu momen dari rentetan momen
keseluruhan yang bermakna (plot). Begitu pula kisah tanya-jawab Yesus dan Petrus yang
kerapkali diberi judul “Rehabilitasi Petrus” atau “Tugas Kegembalaan Universal Petrus”.
Kadang dikatakan bahwa pembaca Yoh akan merasa tidak puas karena dalam Injil Sinoptik
ada adegan penyesalan Petrus setelah adegan penyangkalan Yesus oleh Petrus, yaitu pada Mt
26:75 dan Lk 22:62: “Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya”; dan juga Mk
14:72: “Lalu menangislah ia tersedu-sedu”, sedangkan di Yoh tidak ada (18:27). Karena itu
pengarang (atau mungkin seorang redaktor) menambahkan kisah yang merehabilitasi nama
baik Petrus pada 21:15-17. Nama baik bukan hanya dipulihkan, namun ia bahkan diberi tugas
utama: Pemimpin Gereja Universal. Maka tak heran bila umat Protestan lebih suka akan
kisah Yoh 21:1-14 (tugas gereja universal) sedangkan umat Katolik Roma lebih condong
akan kisah Yoh 21:15-17 ini (dianggap mengacu pada Petrus dan penerus tahta Petrus, yaitu
Sri Paus). Pertanyaan yang sama muncul pula bila episode ini dilihat sebagai bagian suatu
plot. Mengapa tidak berhenti di sini saja? Mengapa perlu ditambahkan ayat-ayat berikutnya?
Bila digabungkan dengan nubuat tentang nasib Petrus, mengapa tidak berhenti di situ saja?
Mengapa perlu dilanjutkan dengan nubuat (atau bukan nubuat?) tentang murid yang dikasihi?
Bila dilihat secara keseluruhan, maka jelas bahwa dalam dinamika plot, kisah
penangkapan ikan menjadi batu loncatan bagi kisah berikutnya dan begitu pula seterusnya.
Kisah penangkapan ikan (21:1-14) menyediakan ruang-waktu atau kesempatan bagi dialog
Yesus dan Petrus (21:15-17), yang pada gilirannya juga menyediakan kesempatan untuk
Martin/Yohanes/hlm. 16

nubuat tentang nasib Petrus (21:18-19), dan yang akhirnya juga menjadi batu loncatan bagi
nubuat tentang nasib murid yang dikasihi (21:20-22) beserta berita tentang gosip dan
bantahan terhadap gosip (21:23).
Jadi kelihatan bahwa seluruh episode Yoh 21 ini mau diarahkan ke 21:23. Hal ini
diakui pula oleh ekseget-ekseget yang bukan berhaluan analisa naratif. Bahkan C.K. Barrett
mengatakan bahwa masalah nasib murid yang dikasihi (21:20-23 dan juga 21:24) inilah yang
merupakan alasan utama mengapa bab 21 digabungkan pada Yoh 1-20. Aneh, orang
membayangkan seakan-akan bab 21 itu pernah ada berdiri sendiri, melayang-layang entah di
mana, lalu ditemukan oleh redaktor Yoh 1-20, dan karena dianggap cocok lalu digabungkan
dengan Yoh 1-20! Bukankah lebih masuk akal kalau dikatakan bahwa Yoh 21 memang
merupakan bagian integral Yoh dan bukan hanya itu, melainkan juga menjadi semacam
pokok persoalan yang mendasari keseluruhan Injil Yoh sebagaimana dijelaskan berikut ini.

A. Yoh 21:23: Nasib Murid yang Dikasihi


Yoh 21:23 bicara tentang nasib Murid yang Dikasihi Yesus (akan disingkat MD). Bila ada
sesuatu kejadian pada bab 21 yang bisa dipastikan terjadi sungguh secara historis, kiranya
hanya yang disebutkan dalam 21:23a, yaitu gossip tentang keabadian MD. Istilah “saudara-
saudara” tak pernah dipakai oleh narator dalam Yoh. Satu kali ungkapan itu dipakai oleh
Yesus yang bangkit ketika menyuruh Maria dari Magdala mengabarkannya kepada para
murid (20:17), namun itu pun bukan “saudara” melainkan “saudaraku”. Istilah"saudara-
saudara" tampaknya merupakan istilah tehnis untuk menyebut sesama orang kristen dalam
gereja perdana (bdk. surat-surat Yoh dan Kis). Bantahan terhadap gossip itu terdengar begitu
tegas pada 21:23b, "Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak
akan mati, melainkan: 'Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang,
itu bukan urusanmu.'" Apakah kira-kira yang melatarbelakangi bantahan ini? Apakah
bantahan ini ditambahkan kemudian atau memang sudah ada pada mulanya?
Umum dibayangkan dalam analisa historis kritis bahwa pada awal mula hanya tertulis
kisah-kisah tentang kejadian konkret (mukjijat dll) baru kemudian ditambahkan komentar
oleh redaktor berdasarkan hasil renungan atau perkembangan iman umat kemudian. Maka
misalnya dalam kasus nubuat nasib MD ini: pertama-tama sudah ada kisah tentang kata-kata
Yesus “Kalau aku ingin agar ia tinggal (Yunani: menein), apa urusanmu?” (Terj. LIA/LBI
sudah merupakan suatu tafsiran: “tinggal hidup”). Baru kemudian setelah nubuat itu terbantah
(karena MD ternyata meninggal dunia), maka redaktor menambahkan bantahan itu untuk
merehabilitasi kepercayaan akan kata-kata Yesus. Dari situ kerap ditarik kesimpulan atas
Martin/Yohanes/hlm. 17

pengarang Yoh, jadi bila 21:23b bukan ditulis oleh MD sendiri (karena ia sudah tak hidup
lagi) dan MD diidentifikasikan dengan Yohanes, maka Injil Yoh bukan ditulis oleh Yoh.
Apakah kesimpulan ini tepat? Bila pengandaiannya saja masih harus dipertanyakan, apalagi
kesimpulannya.
Ternyata, ada juga pakar KS yang berpendapat bahwa MD belum meninggal, tetapi
sudah tua renta, dan bahkan mungkin sedang menghadapi ajal. Maka dibayangkan bahwa
pada saat itu para pengikut MD mulai berpikir, "Bagaimana kalau nanti beliau ternyata
meninggal, bagaimana dengan nubuat Yesus?" Kemudian mereka memutuskan untuk
menegaskan dalam Yoh 21:23b bahwa nubuat itu tidak bermaksud mengatakan bahwa MD
akan hidup terus.
Selain itu, ada juga pakar KS yang berpendapat bahwa begitu tersebar gossip
semacam itu (jadi MD masih terhitung muda), gossip langsung dibantah dalam Injil. Memang
praktis bantahan itu hanya mengulangi kata-kata Yesus saja. Jadi penulis tak ingin ambil
resiko, seakan ingin mengatakan "Pokoknya Yesus cuma omong begitu titik", tentang apakah
itu berarti MD akan hidup terus atau tidak, terserah bagaimana nanti saja.
Ada juga pakar KS yang berpendapat bahwa kata “(menein) tinggal” jangan diartikan
macam-macam, sebenarnya sederhana saja. Sesudah episode penangkapan ikan di tepi danau
Galilea itu, Yesus lalu mengajak Petrus pergi bersama (entah kemana), lalu Yohanes disuruh
tinggal di tepi perahu menunggu sampai mereka kembali lagi. Hanya saja, andaikata memang
benar demikian, mengapa kata-kata Yesus itu bukan berupa suatu perintah, melainkan
pertanyaan?
Atau ada juga pakar yanga menafsirkan ungkapan "tinggal" secara rohani. Istilah
memang salah satu kata kunci Yoh, misalnya "tinggal dalam cinta", "tinggal dalam Yesus",
"tinggal dalam sabda", dll. Bila dibandingkan dengan Petrus yang menjadi martir, atau para
rasul lainnya yang gugur sebagai martir, Yoh menjadi rasul yang “tinggal” dalam Yesus. Dan
ini panggilan yang sama pentingnya dengan panggilan menjadi martir.
Dari 21:23 Mark Stibbe menyimpulkan bahwa MD adalah Lazarus. Istilah MD baru
muncul pada bab 13, jadi setelah Lazarus muncul pada bab 11. Ia berargumen bahwa gosip
bahwa seseorang akan hidup kekal hanya masuk akal bila orang itu pernah hidup, mati dan
hidup kembali, yaitu seperti Lazarus! Selain itu MD menjadi percaya karena melihat
kumpulan kain kafan di makam, padahal dalam kisah yang sama itu, tentang Petrus tak
disebutkan bahwa ia percaya (20:1-10). Hal itu terjadi tentu karena ia teringat akan kain
kafan yang pernah membungkusnya ketika ia masih di dalam makam. Dalam kuliah ini
Martin/Yohanes/hlm. 18

dianut pendapat tradisi kuno tentang Yohanes sebagai MD, akan kita lihat nanti bahwa
pendapat ini diteguhkan juga oleh narasi Yoh.
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa ayat 21:23b yang kelihatan sederhana
ternyata mengundang perdebatan yang tak kunjung henti! Sang narator sendiri tak membantu
banyak, ia hanya sekedar mengulangi kata-kata Yesus. Ini tidak lazim, karena biasanya justru
narator Yoh yang memberi makna mendalam pada kata-kata Yesus, misalnya dengan tehnik
makna-ganda seperti pada ungkapan "kuil/bait Allah" yang dimaksudkan juga untuk
menunjuk "tubuh" Yesus (Yoh 2:21). Sedangkan di sini ia justru mau mempersempit makna
kata-kata Yesus menjadi makna harafiah belaka.
Sebagai bantahan, ayat 21:23b ternyata kurang effektif. Sampai sekarang pun masih
beredar legenda bahwa MD adalah orang Yahudi yang ditakdirkan untuk mengembara
keliling dunia sampai kedatangan Messias kembali pada akhir zaman. Debu-debu yang
bergerak di atas makam Yohanes di Efesus dianggap sebagai tanda bahwa ia masih bernafas
di dalam liang kubur!
Apakah memang dari 21:23b bisa dipastikan sesuatu tentang keadaan sang penulis
(MD): bahwa ia sudah mati atau belum? Berbeda dengan tafsiran narator tentang nasib Petrus
pada 21:19 ("Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan
memuliakan Allah"), ayat 21:23b tidak memberi bukti apakah MD masih hidup atau tidak.
Nubuat tentang Petrus berisi ungkapan “saat engkau tua, engkau akan mengulurkan tangan,
orang akan mengikat tanganmu” tampaknya berasal dari suatu peribahasa yang punya arti
umum sekali dan tidak secara otomatis berarti menunjuk pada penyaliban. Fakta bahwa sang
narator dapat menafsirkan peribahasa itu sebagai nubuat akan penyaliban Petrus, itu berarti
bahwa penyaliban Petrus sudah terjadi ketika kalimat 21:19 ditulis. Hal yang sama tak bisa
diterapkan pada 21:23b. Tentang 21:19 tak ada perdebatan, sedangkan perdebatan tetap ada
mengenai hal apakah MD masih hidup atau tidak ketika 21:23b ditulis.
Dari sudut analisa naratif, ambiguitas nasib MD itu harus dipertahankan dalam
tafsiran. Justru dengan demikian kekayaan makna kata-kata sederhana itu menjadi tampak.
Kalimat itu dinyatakan oleh narator untuk menutup sebuah Injil yang pada zaman modern
pun kerap disebut sebagai “Injil Hidup (Abadi)”, The Gospel of (Eternal ) Life. Dari sudut ini,
tampak pula bahwa Yoh ditutup secara terbuka (memiliki open-ending). Dengan kata lain,
diakhiri dengan sesuatu yang mempertanyakan apa yang selama ini justru mau disampaikan:
bahwa barangsiapa percaya akan memiliki hidup kekal. Pembaca mau tidak mau didorong
untuk menggali lebih dalam lagi makna “abadi” di situ. Apakah "abadi" berarti tak pernah
akan mati? Lalu bila bukan demikian, apa makna “abadi”? Ambiguitas nasib MD diperkuat
Martin/Yohanes/hlm. 19

lagi dengan ambiguitas tempat dan waktu. Ruang dan waktu pada episode 21:1-14 jelas,
sedangkan tentang ruang waktu episode 21:15-19 dapat diduga masih meneruskan episode
sebelumnya, yaitu masih di dekat danau. Namun kapan dan di manakah terjadi episode
21:20-23? Dikatakan bahwa Petrus sedang berjalan mengikuti Yesus, lalu berbalik dan
melihat MD. Sedang berjalan ke manakah Yesus dan Petrus itu? Dan setelah kisah ditutup
dengan “nubuat” tentang MD, apakah yang terjadi dengan MD? MD tak jadi ikut mereka,
ataukah tetap mengikuti mereka? Kemanakah Yesus dan Petrus pergi? Naik ke sorga?
Jadi kita lihat bahwa Injil ditutup dengan suatu problem eksistensial yang tampaknya
menjadi keprihatinan Yoh: masalah hidup dan mati. Masalah kata “abadi” pun tampaknya
dalam konsep modern sudah mulai dipertanyakan dan diberi tanda kurung. Yoh 20:30-31
dalam beberapa manuskrip kuno memuat kata “hidup abadi”; namun dalam terjemahan
modern atau teks resmi Yunani kata “abadi” itu tak dimuat.
Secara ringkas bisa dikatakan bahwa dalam konteks Yoh, “abadi” tak otomatis punya
makna temporal (waktu), melainkan lebih menyangkut soal kadar atau intensitas atau
ontologis. Seperti istilah “Sorga” dalam kata “Kerajaan Sorga” (Mt) yang punya makna sama
dengan “Allah” (Kerajaan Allah), tampaknya kata “abadi” juga harus diartikan “illahi”,
karena keabadiaan itu pertama-tama dan terutama merupakan atribut Illahi dan bukan
manusiawi. Konteks “mati dan hidup” ini penting dipahami. Pada zaman itu (dan sampai
sekarang) banyak ritus-ritus agama misteri (Mesir, Yunani, Romawi) menjanjikan suatu
keabadian bagi yang menjalankan ritus itu. Jadi Yoh mau menjawab dambaan terdalam umat
manusia itu, sambil sekaligus mempertanyakan konsep keabadian tersebut, lebih-lebih bila
dihubungkan dengan fakta bahwa manusia harus mati. Pembaca didorong untuk menggali
lebih dalam lagi makna “abadi” di situ.

B. Dua Konklusi Yohanes (20:30-31; 21:24-25):


Sering dikatakan bahwa konklusi asli Yoh terdapat pada 20:30-31, sedangkan yang kedua
(21:24-25) merupakan tiruan tak sempurna yang ditambahkan oleh redaktor yang
menambahkan bab 21 pada Yoh. Jadi pengandaiannya demikian: dulu pernah beredar teks
Yoh 1-20 dengan penutup 20:30-31. Lalu ada redaktor yang ingin menambahkan kisah-kisah
tentang penampakan di Galilea, nasib Petrus, nasib Yoh, maka ia menambahkan bab 21, dan
mau tak mau ia harus menutup Injil dengan penutup baru, maka ia “meniru” penutup asli
(20:30-31). Inilah pengandaian kritik historis/redaksional. Yoh 21 menjadi “the key and
cornerstone for any redactional theory”, sebagaimana dikemukakan oleh D.M. Smith
Martin/Yohanes/hlm. 20

sebagaimana dikutip dalam komentar R.E. Brown (The Gospel According to John, London,
1971, vol. II, hal. 1080).
Yang menganut teori redaksional merasa diteguhkan dalam kesimpulan mereka akan
Yoh 21 karena melihat peralihan berbagai kata ganti orang pada 21:24-25: dari “dia” menjadi
“kami” dan akhirnya “saya”. Peralihan semacam itu dianggap merupakan indikasi peranan
beberapa orang dalam peredaksian. Terjemahan Baru - LAI menghilangkan kata “saya”
dalam Yoh 21:25 dan hanya menggantikannya dengan “agaknya”; sedangkan Terj. Bhs. Ind.
Sehari-hari mempertahankan kata “saya”. Dari sudut analisa naratif, gejala peralihan berbagai
kata ganti orang ini merupakan hal yang umum ditemui pada karya sastra Yunani kuno; Meir
Sternberg menamakan konvensi literer atau tehnik narasi seperti ini “the trick of double
reference” (M. Sternberg, Expositional Modes and Temporal Ordering in Fiction, Baltimore,
1978, hal. 279). J.L. Staley memandang 21:24-25 sebagai contoh yang amat jelas dari tehnik
tersebut (L. Staley, The Print’s First Kiss: A Rhetorical Investigation of the Implied Reader
in the Fourth Gospel, Atlanta, 1988, hal. 40). Narator bergerak dari satu tingkatan narasi ke
tingkatan yang lain, dari kedudukannya sebagai seorang narator saksi, diberitahukan kepada
pembaca untuk pertama kalinya dalam kisah sebagai juga tokoh dalam cerita, ke “kami”
editorial yang lebih memperteguh keyakinan pembaca akan otoritas dan kesejatian narator
daripada bila diungkapkan oleh orang ketiga tunggal, dan akhirnya ke peranannya sebagai
pengarang-narator yang terbatas sebagaimana diungkapkan oleh kata ganti “saya”. Tehnik
serupa digunakan juga pada 19:35: "Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan
kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya
kamu juga percaya."
Bila dilihat dari sudut tehnik narasi, maka 21:24-25 memiliki peranan khusus dalam
narasi, dan bukan sekedar sebagai tiruan tak sempurna dari penutup 20:30-31. Bila penutup
20:30-31 merujuk pada fungsi narasi sebagai yang akan membawa pada iman dan karenanya
pada hidup, maka 21:24-25 merujuk pada hakekat narasi sebagai suatu kesaksian. Kesaksian
mengandaikan suatu mediasi antara yang disaksikan (“yang dilakukan Yesus”) dan yang
diberi kesaksian (“pembaca”). Kesaksian diperlukan karena yang disaksikan hadir dalam
ketidakhadirannya (atau tak hadir dalam kehadirannya). Yang disaksikan hadir, sejauh sang
saksi menghadirkannya; namun yang disaksikan tak hadir, karena yang hadir itu hanyalah
sang saksi, seandainya tidak demikian tentu kehadiran sang saksi tak diperlukan lagi. Agar
kesaksiannya itu dapat dipercaya dan diterima, selain bertugas sebagai narator saksi, ia harus
pula seorang tokoh dalam cerita (21:24). Namun untuk benar-benar menghadirkan yang
disaksikan, maka tak cukup bila sang saksi hanya hadir dalam bentuk orang ketiga (bila
Martin/Yohanes/hlm. 21

demikian maka diperlukan saksi lain, demikian seterusnya ad infinitum); perlulah sang saksi
hadir secara langsung kepada pembaca dalam suatu dialog “aku - kamu” seperti diungkapkan
melalui ayat terakhir Yoh (21:25): "Andaikata semuanya itu ditulis satu per satu, saya rasa
tak ada cukup tempat di seluruh bumi untuk memuat semua buku yang akan ditulis itu."
(terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari)
Jadi konklusi 20:30-31 tidaklah lengkap tanpa 21:24-25; mereka saling melengkapi
membentuk tiga unsur pokok Yoh: KESAKSIAN - IMAN - HIDUP. Hal yang sama dapat
dilihat pula di tengah-tengah Injil. Misalnya, 8:31-32: bila tinggal dalam sabda Yesus (praktis
yang menjadi Saksi adalah kata-kata Yesus sebagaimana tertulis dalam teks Yoh!), orang
akan mengenal kebenaran (berkaitan erat dengan iman), dan kebenaran akan membebaskan
orang (unsur kehidupan yang dijanjikan oleh Yoh).
Martin/Yohanes/hlm. 22

IV. KESATUAN ERAT ANTARA EPILOG DAN PROLOG

Epilog Yoh diakhiri dengan suatu visi akan ketakterbatasan ruang, “tak cukuplah dunia
memuat..." (21:25), sedangkan Prolog Yoh diawali dengan ketakterbatasan waktu, “pada
permulaan ..." (1:1). Yang pertama berhubungan dengan kehadiran sang Sabda (ho logos)
sedangkan yang terakhir berhubungan dengan kemungkinan kehadiran kitab-kitab (ta biblia),
jadi secara tersirat dengan realitas sang Kitab (to biblion), yaitu teks Injil Yohanes sendiri.
Tak mengherankan bahwa prosentase kata-kata Yesus dibandingkan keseluruhan teks
Yohanes jauh lebih besar bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam Sinoptik.
Prolog Yoh bukan hanya terbatas hanya pada Prolog dalam 1:1-18 yang berbentuk
suatu madah, melainkan juga Prolog dalam 1:19-51 yang berbentuk narasi. Bagian integral
Prolog itu adalah kesaksian Pembaptis. Dan ayat 1:19 di mulai dengan kalimat yang jelas-
jelas menghubungkan bagian setelah madah dengan narasi: “Inilah kesaksian Yohanes ....”
(1:19; bdk. tema “kesaksian” pada Prolog: 1:7, 8, 15). Bahkan kalimat 1:15 diulang kembali
pada 1:30: walaupun ada perbedaan pada predikat “adalah”: peralihan dari masa lampau ke
masa kini: “Dia adalah orang tentang siapa ..”. Dalam bahasa Indonesia tak dikenal
perubahan kata kerja seturut waktu, namun dari tekx bahasa Inggris pada 1:15, “He was the
one of whom I said” dan pada 1:30: “He is the one of whom I said”, tampak benar perubahan
itu. Jadi yang terjadi pada 1:19-51 merupakan aktualisasi Prolog sehubungan dengan
kesaksian Yohanes.
Epilog (21:1-25) mencerminkan kembali Prolog ( 1:1-51); ada inklusio.

Prolog Besar (1:1-51) Epilog (21:1-25)


-Berangkat dari luar waktu & ruang -(Kembali ke luar waktu & ruang?)
(pada awal mula) (ambiguitas tujuan Yesus dan Petrus)
-Tempat: Sungai Yordan & Tepi sungai -Tempat: Danau Galilea & Tepi danau
-Waktu: sebelum Paska -Waktu: sesudah Paska
-Suasana: konflik gelap dan terang -Suasana: malam dan pagi
-Pembaptis menunjuk pada Yesus -MD menunjuk pada Yesus (21:7)
-Petrus disebut “anak Yohanes” (1:42) -Petrus disebut “anak Yohanes” (21:15)
-Petrus menjadi “Karang” -Petrus menjadi “Gembala”
-Perintah Yesus: “Ikutilah Aku!” (1:43) -Perintah Yesus: “Ikutilah Aku!” (21:22)
Martin/Yohanes/hlm. 23

-Diawali dengan situasi -Diakhiri dengan situasi:


Peristiwa 3 orang: Yesus berjalan diikuti Peristiwa 3 orang: Yesus berjalan diikuti:
-kata ”berbalik .... melihat” (1:38) -kata ”berbalik ... melihat” (21:20)
-kata ”... mengikuti” (1:38) -kata ”... mengikuti” (21:20)
-sebutan Yesus: ”Guru” (1:38) -sebutan Yesus: ”Tuhan” (21:21)
-Yesus bertanya (1:38) -Yesus ditanya (21:21)
“apa yang kau cari” “apa halnya dengan dia?”
-kata ”... datang” (1:39) -kata ” .... datang” (21:22)
-Yesus diikuti oleh: -Yesus diikuti oleh:
1. saudara Petrus (Andreas) 1. Petrus
2. anonim (hampir pasti: MD) 2. MD
-kata “... tinggal (menein) (1:39) -kata “..tinggal (menein)” (21:22).

Dari perbandingan di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa ada situasi dan unsur-unsur situasi
yang sejajar antara akhir dan awal. Pembaca, setelah selesai membaca dari awal Injil Yoh
sampai ke akhir Injil, seakan diajak lagi untuk memulai membaca lagi dari awal, dst.!
Martin/Yohanes/hlm. 24

IV. MURID YANG DIKASIHI YESUS: FUNGSI DALAM NARASI

Ada paralelisme antara para tokoh yang muncul di adegan awal dan akhir:
Awal Injil (1:1-51) Akhir Injil (21:1-25)
1. Petrus (murid yg. diperantarai) 1. Petrus
2. Natanael (murid yg. diperantarai) 2. Natanael
3. Andreas (murid perantara) 3. Anonim (Andreas?)
4. Filipus (murid perantara) 4. Anonim (Filipus?)
5. Roh Kudus 5. Yesus yang bangkit
6. Pembaptis (dipenggal Herodes 6. Yakobus (dipenggal Herodes
Antipas) Agrippa)
7. Yesus sebelum bangkit 7. Tomas, si “Kembar” itu
8. Anonim (MD?) 8. Yohanes.

Kehadiran Petrus dan Natanael, murid-murid yang dibawa kepada Yesus, merupakan
petunjuk bahwa bila mereka (“murid generasi kedua”) saja hadir, apalagi murid-murid yang
telah membawa mereka kepada Yesus, yaitu perantara mereka: Andreas dan Filipus. Di
antara keduabelas rasul Yesus, hanya dua rasul inilah yang disebut dengan nama Yunani.
Mereka merupakan sepasang rasul yang dihormati bersama-sama di Asia Timur dan dalam
Injil Yoh tampaknya juga selalu ditampilkan bersama sebagai “sepasang perantara”: dalam
episode pergandaan roti (Yoh 6) dan ketika orang-orang Yunani mencari Yesus (Yoh 12).
Sang Pembaptis dapat diparalelkan dengan Yakobus: masing-masing mengalami nasib sama:
wafat dipenggal kepala; yang satu oleh Raja Herodes Antipas, yang lain oleh anaknya, yaitu
Herodes Agrippa. Dalam martiriologi kuno kedua Yohanes Pembaptis dan Yakobus Rasul
juga dirayakan bersama-sama. Yesus historis dapat diparalelkan dengan Tomas. Tomas
sering disebut “Didimus” (artinya: kembar) dalam Yoh, hingga kerap menimbulkan tanda
tanya, mengapa hal itu begitu ditekankan oleh Yoh (lih. 11:16; 20:24; 21:2). Kata “kembar”
mengandaikan pasangan kembarnya. Siapakah kembarannya? Menurut tradisi kuno, Tomas,
rasul yang pergi ke India, adalah saudara kembar Yesus sendiri, paling tidak dalam rupa
jasmaniah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, kalau ketujuh tokoh lainnya ternyata paralel
satu sama lain, lihat skema di atas, maka dari segi kisah, MD paralel dengan salah satu anak
Zebedeus yang disebut dalam 21:2; karena Yakobus paralel dengan Pembaptis, maka MD
paralel dengan Yohanes.
Martin/Yohanes/hlm. 25

Wajar bila MD sebagai saksi hadir sejak awal, lihat kriteria pengganti Yudas dalam
Kis 1:21-22, "yang ada bersama kami sejak dari awal mula". Narasi Yoh memberi petunjuk
bahwa MD adalah Yohanes. Arti nama Yohanes (Ibrani: Yohannan) adalah “Allah telah
mengasihi (berbelas kasih)”. Yoh selalu menekankan kasih Kristus kepada murid tsb. melalui
ungkapan harfiah bahasa Yunani dalam bentuk aktif, “murid, yang Yesus mengasihi”, yang
biasa diterjemahkan menjadi bentuk pasif “beloved disciple”, “murid yang dikasihi”.
Namun, apakah makna semua ketersembunyian dan teka-teki ini? Andaikata yang
menjadi keprihatinan pengarang Yoh adalah segi otoritas rasulinya, tentu ia dengan terus
terang akan mengatakan bahwa Yohanes Rasul adalah sang MD dan saksi mata dan penulis
Injil itu. Nama pribadi MD yang tak disebut mengundang pembaca untuk tak terikat pada
pribadi konkret MD melainkan menerimanya sebagai tokoh simbolis. Dengan demikian
pembaca diajak melibatkan diri secara aktif, menempatkan dirinya juga sebagai MD itu
sendiri. Maka kata ganti “kami” dalam Prolog (1:14: “kami telah menyaksikan kemuliaanNya
... kami semua telah menerima ..."), ditengah-tengah (3:11: “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya kami berkata-kata ... kami bersaksi tentang ..."), dan dalam Epilog (21:24:
“kami tahu bahwa ...) dari satu pihak berarti narator (plus komunitas yang diwakilinya),
sedangkan dari pihak lain pembaca diajak untuk dapat turut serta terlibat di dalam narasi, jadi
bukan lagi “kami” (pengarang dan komunitas) melainkan “kita” (pengarang, komunitas, dan
pembaca).
Sebenarnya, keterlibatan pembaca bukan hanya terletak pada menafsirkan secara
intelektual belaka hal-hal yang tak jelas dalam teks (ambivalensi teks), melainkan lebih
mendalam lagi: dunia tekstual sebagaimana terkandung di dalam suatu kisah menawarkan
suatu pilihan hidup (atau orientasi hidup) di antara berbagai pilihan yang mungkin ditemui
pembaca dalam hidup nyata. Dan pembaca diundang (atau dituntut) untuk menentukan sikap.
Tidak mengambil sikap itu sendiri sudah merupakan suatu sikap yang berakibat hidup atau
mati (bdk. sikap gelap terhadap terang dalam 3:18).
Dalam konteks keterlibatan pembaca dalam suatu narasi, pemikiran Paul Ricoeur
dapat menyumbangkan sesuatu yang berarti. Ricoeur secara intensif telah merenungkan
hubungan antara waktu dan narativitas, lihat P. Ricoeur, Temps et récit, 3 vols (Paris, 1983,
1984, 1985); terj. Inggris, Time and Narrative, 3 vols (Chicago - London, 1984, 1985, 1988).
Ada satu pengandaian yang mendasari segala permenungan Ricoeur, yaitu: dunia yang
dibeberkan oleh setiap karya naratif selalu adalah dunia temporal; ia merumuskannya
demikian: “time becomes human to the extent that it is articulated through a narrative mode,
and narrative attains its full meaning when it becomes a condition of temporal existence” (P.
Martin/Yohanes/hlm. 26

Ricoeur, Time and Narrative, vol. I, hal. 52.). Waktu menjadi manusiawi sejauh
diartikulasikan lewat medium narasi, dan narasi mencapai kepenuhan makna bila menjadi
suatu kondisi bagi keberadaan temporal. Tesis utama Ricoeur adalah bahwa hanya kegiatan
naratif sajalah yang dapat secara memadai menjawab problem-problem yang berkaitan
dengan waktu. Problem-problem waktu misalnya: perbedaan antara waktu psikologis dan
kosmologis; keterpecahan waktu dalam tiga segmen (yang lalu, kini, yang akan datang), yang
dialami sebagai satu kesatuan; waktu tak bisa diungkapkan secara penuh lewat medium apa
pun.
Dalam narasi, menurut Ricoeur, problem waktu tidaklah diselesaikan secara teoretis
melainkan secara poetis. Yang dimaksudkan dengan “secara teoretis” adalah penyelesaian
berdasarkan renungan spekulatif akan problem waktu sebagaimana dicoba dalam filsafat,
khususnya dalam fenomenologi. Sedangkan dengan “secara poetis” bukan dimaksudkan
“secara indah (puitis)”, melainkan sebagaimana diartikan oleh Aristoteles dalam Poetica, dari
akar kata Yunani "poiein" (membuat/mencipta), yaitu merujuk pada kemampuan bahasa
untuk mencipta dan menciptakan kembali, jadi menyangkut baik fiksi maupun puisi. Bahasa
menjawab problem waktu dengan mengkonfigurasikan waktu dalam narasi. Istilah mistisnya,
waktu seakan-akan “ditangkap”, “dikurung” dalam pengaluran (emplotment) narasi.
Yang menarik adalah teori Ricoeur tentang mimesis berlipat tiga. Mimesis I adalah
“waktu yang diprefigurasikan” (temps préfiguré; time prefigured). Ini menunjuk pada bidang
praktis pengalaman manusia dengan struktur-struktur temporalnya yang seakan-akan menjerit
untuk dikisahkan; suatu peristiwa seakan-akan “menuntut” untuk dituangkan dalam suatu
kisah. Dalam arti ini, uraian apa pun (entah itu ilmiah atau pun bukan) sebenarnya memiliki
struktur dasar suatu narasi. Mimesis II adalah “waktu yang dikonfigurasikan” (temps
configuré; time configured) dalam teks berkat proses pengaluran (emplotment). Ini berfungsi
sebagai mediasi (perantara) antara apa yang sebelum dan sesudah teks. Mimesis III adalah
“waktu yang direfigurasikan” (temps refiguré; time refigured), yang diambil-alih oleh
pembaca. Dengan demikian waktu ditransfigurasikan dari satu sisi teks ke sisi yang lain, dari
dunia pengarang ke dunia pembaca, melalui daya teks untuk mengkonfigurasikan waktu.
Meminjam kategori Mendilow (Time and the Novel, New York 1952). Ricoeur
beranggapan bahwa semua narasi adalah “kisah waktu” (tales of time) karena perubahan
situasi dan para tokoh memerlukan waktu atau terjadi dalam waktu. Namun ada beberapa
narasi yang merupakan “kisah tentang waktu” (tales about time), yaitu sejauh pengalaman
akan waktu itu sendirilah yang menjadi pusat perhatian atau renungan dalam perubahan itu.
Kisah tentang waktu mengkonfigurasikan pengalaman fiktif tentang waktu yang ditawarkan
Martin/Yohanes/hlm. 27

kepada pembaca sebagai suatu cara berada di dunia. Pemahaman dan pengalaman akan waktu
membawa akibat pula pada cara hidup seseorang. Misalnya, ada orang yang beranggapan
bahwa waktu dihancurkan oleh kematian dan karena itu ia hidup, entah dengan pesimisme
total dan akibatnya bunuh diri, atau malah hidup dengan prinsip mengeruk dan menikmati
kesenangan sebesar mungkin sebelum kematian merenggut semua itu.
Dalam konteks Yoh, dengan segala tekanan yang ada pada peranan “Murid yang
dikasihi”, kita bisa saja menerapkan teori Ricoeur tsb., dalam arti demikian: bilamana istilah
“waktu” diganti dengan “cinta”, akan kita dapatkan skema berikut ini:

Dunia riil pengarang <---> Dunia tekstual kisah <---> Dunia riil pembaca
(Love prefigured) (Love configured) (Love refigured)

Lebih-lebih kalau diingat bahwa dalam konteks Injil Yoh, “hal-hal yang dibuat Yesus”
(21:25) dapat diringkaskan sebagai tindakan kasih yang paling besar (bdk. 15:13); Yoh dalam
suratnya mengatakan bahwa Allah adalah Cinta (I Yoh 4:8). Jadi lewat MD cinta Yesus itu
disampaikan kepada pembaca; cinta itulah yang menghubungkan pembaca dengan tokoh
Yesus itu sendiri. Hanya bilamana cinta itu ada, maka si pembaca akan mengalami Yesus,
“Barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapaku dan Akupun akan mengasihi dia
dan akan menyatakan diriKu kepadanya” (14:21). Tanpa kontak langsung dengan Yesus itu,
tak akan pembaca memperoleh hidup, “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci ... namun kamu
tak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu.” (5:39-40)
Jadi figur simbolik MD itu sebagai narator, tokoh, saksi dan penulis memang dituntut
oleh narasi Injil Yohanes yang memiliki hakekat sebagai suatu kesaksian akan cinta Yesus.
Meminjam kata-kata Jalaluddin Rumi, sang mistikus Sufi, bisa dikatakan bahwa: “The tale of
love must be heard from love itself”(dikutip dari R. Feild, The Last Barrier. A Sufi Journey,
Shaftesbury-Dorset, 1988, hal. 28.). Dapat pula ditambahkan bahwa seturut semangat
Yohanes: hanya yang berasal dari cinta sajalah yang akan mengenali cinta (bdk. 5:42; 8:42,
47; I Yoh 4:7-8).
Martin/Yohanes/hlm. 28

VI. SAAT KEMATIAN YESUS SEBAGAI POROS NARASI

Sampai saat ini di kalangan para pakar KS, tak ada kesepakatan mengenai struktur literer Injil
Yoh. Ditemukan minimal 24 jenis struktur Yoh (lihat The Christocentric Literary Structure
of the Fourth Gospel, 1987). Pembagian Yoh atas Kitab Tanda-tanda (1:19 - 12:50) - Kitab
Kemuliaan (13:1 - 20:31), seakan ada pemisahan antara "tanda" dan "kemuliaan", yang
umum dikenal berdasarkan pembagian R. E. Brown, hanyalah salah satu kemungkinan. Bagi
Yoh sendiri, tampaknya Tanda dan Kemuliaan itu tak terpisahkan; sudah sejak tanda pertama
di Kana dikatakan bahwa “murid-muridNya melihat kemuliaanNya” (2:11). Bagaimana pun
struktur literer Injil Yoh, dapatkah ditentukan di mana pusat narasi Yoh?
Kuliah ini menganggap sentral apa yang selama ini dianggap marginal, yaitu Yoh 21.
Bab 21 digerakkan oleh keprihatinan akan nasib akhir MD. Dan nasib akhir itu dirumuskan
dalam soal kematian. Bagaimanakah pandangan Yoh tentang kematian? Kematian dilihat
oleh Yoh dalam konteks pemuliaan Allah. Yoh 21:29 biasa diterjemahkan dengan “...
bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah” (versi TIB); perhatikan kata “dan” di
situ, seakan-akan “mati” dan “pemuliaan Allah” merupakan dua hal berbeda. Bila
diterjemahkan secara harfiah seharusnya demikian: “... dengan kematian macam apa Petrus
akan memuliakan Allah”. Kematian Yesus juga selalu dilihat dalam konteks
“pengangkatan/ditinggikan” (3:14; 12:32-33) atau “pemuliaan” (7:39; 12:16; 13:31; 17:1).
Dari gejala-gejala retrospeksi (analepsis) maupun antisipasi (prolepsis) dalam Yoh,
tampak bahwa mereka bertemu di tengah-tengah, yaitu pada saat kematian Yesus. "Saat
Yesus" itulah yang menentukan penghayatan temporal Yoh: segala sesuatu dibagi antara saat
sebelum dan sesudah Yesus dimuliakan, mis. dalam pengertian akan tindakan dan kata Yesus
(2:22) dan dalam kepenuhan Roh yang diterima para murid (7:39). Apakah saat kematian
Yesus itu pula yang menjadi unsur penentu dalam struktur narasi Yoh? Apakah saat Yesus itu
merupakan suatu poros dan di sekeliling poros ini narasi dibangun? Kuliah ini mengandaikan
bahwa memang demikian. Akan kita lihat apakah hipotesa kerja ini terbantah atau tidak oleh
narasi itu sendiri. Jadi akan diandaikan bahwa kisah Yoh berputar di sekitar Paska.

1. SIKLUS PASKA PERTAMA


Kata “Paska” pertama kali muncul di 2:13: “Hari Raya Paska Yahudi sudah dekat”.
Penghayatan akan kedekatan temporal/waktu seperti ini akan muncul lagi di 6:4 (Paska), 7:2
(Pondok Daun), dan 11:55 (Paska). Gejala serupa adalah penghayatan kedekatan waktu
kedatangan Kerajaan Allah dalam Sinoptik (Mk 1:15), Hari Tuhan, Hari Akhir Dunia dalam
Martin/Yohanes/hlm. 29

sastra nabi-nabi (Yes 13:6; Yer 48:16 “hampir datang”; Yeh 30:3; Yoel 1:15; 2:1-2; Ob 1:15;
Zef 1:7, 14). Jadi dengan ungkapan sederhana dalam 2:13 pembaca Yoh diharapkan
mengalami kedatangan Paska yang mendekat sebagaimana dulu orang menghayati
kedatangan hari pengadilan akhir atau Kerajaan Allah. Dan narator dengan ahli menunjukkan
bahwa hidup sang tokoh utama diarahkan sungguh-sungguh ke saat akhir itu. Setiap kali
ketegangan muncul dalam cerita, penyelesaian akhir ditunda dengan mengatakan bahwa
“saat” Yesus itu belum tiba (2:4; 7:30; 8:20).
Episode mana sajakah yang termasuk dalam kerangka waktu kedekatan kedatangan
Paska itu? Sebelum 2:13, kita dapatkan petunjuk waktu dalam 2:12 “mereka tinggal di situ
hanya beberapa hari saja”. Petunjuk ini mengikat episode penyucian Bait Allah (2:13-22)
dengan episode mukjizat air-anggur di Kana (2:1-11) dan memasukkan episode itu dalam
periode kedatangan Paska yang semakin dekat. Petunjuk waktu “hari ketiga” (2:1) mengikat
episode Kana itu dengan hari-hari sebelumnya; bila ada hari ketiga tentu ada hari kedua dan
pertama! Bila ada “keesokan harinya”, maka tentu ada hari sebelumnya. Jadi, episode-
episode yang diikat oleh rentetan “keesokan harinya” (1:29, 35, 43) rupanya harus pula
disatukan dengan perkawinan di Kana. Para pakar Yoh sepakat bahwa Yoh mengawali karya
Sang Sabda yang menjelma dalam daging itu dengan suatu periode tujuh hari; pembaca
secara spontan diingatkan pada tujuh hari Penciptaaan.
Bila hari-hari di atas dimaksudkan sebagai termasuk periode mendekati saat pesta
Paska, maka ungkapan Yoh. Pembaptis, “Lihatlah Anak Domba Allah”, memang punya
makna mendalam. Tak bisa tidak, memang Yesus hendak ditampilkan sebagai Domba Paska.
Kelak bila saat Yesus tiba, narator mengatakan bahwa Yesus diserahkan untuk disalibkan
pada “jam keenam” (pukul duabelas siang): itulah saat domba-domba yang dipersembahkan
pada pesta Paska mulai disembelih oleh para imam di serambi Bait Allah. Ketika di atas
salib, disebutkan ada hisop (19:29) dan tak satu pun tulang Yesus dipatahkan. Hal-hal ini
ternyata sesuai dengan tradisi Domba Paska (Kel 12:22, 46). Hisop, semacam pakis (jadi tak
cocok bila digunakan utk. buluh pemberi minum), dipakai untuk menyapukan darah anak
domba Paska pada ambang atas pintu dan tiang pintu rumah orang Israel sehingga malaikat
maut melewati rumah mereka dan tidak membunuh putra sulung mereka. Domba Paska harus
utuh, tak cacat, tulang tak boleh dipatahkan. Hubungan antara pesta pernikahan di Kana dan
berlimpahnya anggur (600 liter!) selain melambangkan kelimpahan pada masa kedatangan
Messias (Am 9:13-14; Kej 27:27-28; 49:10-12) merujuk pada darah Anak Domba yang
menebus manusia (bdk. 19:34; Wahyu 5:9) dan perkawinan Anak Domba (Wahyu 19:5-10).
Martin/Yohanes/hlm. 30

Situasi awal Yoh ini memang tepat bila terjadi menjelang Paska: banyak orang berkumpul di
Yudea untuk menyucikan diri agar bisa merayakan Paska.
Telah ditelusuri rentang waktu dari 2:13 ke periode sebelumnya dan dilihat episode
mana saja yang termasuk saat kedekatan kedatangan Paska. Ternyata rangkaian peristiwa
sejak 1:19 sampai 2:11 bisa dimasukkan ke siklus pertama Paska ini. Bagaimana dengan
rangkaian peristiwa dari 2:13 ke periode sesudahnya? Di manakah siklus ini berakhir? Yoh
2:23 adalah saat Paska itu sendiri; 3:1 “malam hari” tampaknya masih ada hubungan dengan
saat Paska: Nikodemus merujuk pada tanda-tanda yang diadakan Yesus saat Paska (3:2 --->
2:23). Yoh 3:22 “sesudah itu” merupakan petunjuk waktu umum dan merujuk pada kegiatan
Yesus membaptis. Peristiwa di Samaria secara temporal dihubungkan dengan kegiatan Yesus
membaptis, Yoh 4:2: menyangkal bahwa Yesus yang membaptis; jadi peristiwa ini bisa
dimasukkan juga pada siklus pertama Paska ini. Kedatangan Yesus kembali ke Kana di
Galilea terjadi “dua hari” (4:43) sesudah peristiwa Samaria. Penyembuhan anak pegawai
istana secara eksplisit disebutkan sebagai “tanda kedua” (4:46, 54). Jadi, tampaknya inklusio
ini, "tanda pertama" di Kana 2:1-11 dan "tanda kedua" di Kana 4:46-54), merupakan batas
akhir bagi siklus pertama Paska.

Struktur Siklus Paska I:


Dapat dilihat suatu dinamika narasi "dari Kana ke Kana" dalam suatu struktur paralelisme
konsentris sbb.:
A. Kana: Tanda Pertama
B. Kapernaum
C. Bait Allah
D. Nikodemus
E. Yesus & murid2
D'. Yohanes Pembaptis
C'. Samaria
B'. Kapernaum
A'. Kana: Tanda Kedua

A-A’: Di Kana pertama hadir seorang ibu yang menjadi perantara; di Kana kedua
hadir seorang ayah sebagai perantara. Kedua episode diwarnai oleh ketaatan kepada sabda
Yesus. Ibu Yesus menyuruh para pelayan: “Kerjakan apa saya yang dikatakanNya” (2:5);
sedangkan ayah anak yang hampir mati itu “percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus”
(4:50)). Kana 1 (“hari ketiga”/”awal”; perkawinan; anggur) menunjuk pada kehidupan baru
Martin/Yohanes/hlm. 31

yang sudah dibayang-bayangi oleh kematian atau terarah kepada akhir hidup (“saatKu”;
darah berlimpah; hari ketujuh). Kana 2 menunjuk pada kematian (anak hampir mati) yang
dikalahkan oleh kehidupan baru; anak sembuh setelah periode “dua hari” Yesus di Samaria,
berarti ini adalah “hari ketiga”.
B-B': Kapernaum disebut sambil lalu. Menurut Injil Markus, Kapernaum adalah pusat
gerakan Yesus dan murid-murid-Nya. Di situ terdapat rumah Petrus. Hal ini diteguhkan pula
oleh penggalian arkeologis di situs Kapernaum. Di depan sinagoga terdapat rumah Petrus.
C-C': Bait Allah menjadi pusat hidup (ibadah) orang Yahudi; gunung di Samaria
adalah pusat hidup (ibadah) orang Samaria. Kedua pusat hidup itu tak lagi berlaku dengan
kehadiran Yesus: “bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem” (4:21). Istilah “Roh
dan Kebenaran” kemungkinan besar merupakan endiadi (dua hal yang dipakai
menggambarkan satu realitas saja), jadi maksudnya: “Roh Kebenaran”. Bdk. 1:17 “Kasih
karunia dan Kebenaran” yang bisa saja berarti “Karunia Kebenaran”. Kebenaran dalam Yoh
bukanlah kebenaran abstrak, teoretis, atau filosofis, melainkan konkret: pewahyuan Allah
dalam Yesus. Orang Yahudi menantang apa hak Yesus mengusir para pedagang di Bait
Allah; wanita Samaria menantang Yesus apakah yang Ia miliki hingga bisa memberikan air
hidup. Ada kesejajaran sikap percaya antara orang Yahudi di Yerusalem (2:23) dan orang-
orang Samaria (4:42): yang berbeda hanyalah sikap Yesus kepada mereka. Di Yerusalem,
“Yesus tak mempercayakan diri” kepada orang-orang Yerusalem (2:24), sedangkan di
Samaria, Yesus bersedia "tinggal dua hari” bersama orang-orang Samaria (4:43).
D-D': Dialog Yesus dan Nikodemus tentang kelahiran dari air dan Roh, "dari atas",
sejajar dengan kegiatan dan pengajaran Yoh Pembaptis. Dalam D kita dapatkan dialog Yesus
dan Nikodemus tentang kelahiran dari air dan Roh, kelahiran “dari atas”. Kata Yunani
anôthen punya dua makna; bisa berarti “dari atas” maupun “kembali”/”lagi”. Yesus
memaksudkan kelahiran “dari atas” tetapi dimengerti oleh Nikodemus sebagai kelahiran
“kembali”, karena itu Nikodemus kebingungan. Dalam D' ada kegiatan Yohanes Pembaptis
membaptis. Yoh Pembaptis bicara juga tentang tema “dari atas”. Pada D Yesus disebut
“Rabbi”; pada D’ Pembaptis disebut “Rabbi”. Jelas pembaca akan teringat pada kata-kata
Pembaptis bahwa ia membaptis dengan air sedangkan Yesus dengan Roh Kudus.
E: Murid-murid yang "tinggal" bersama Yesus berlaku sebagai poros siklus (3:22).
Yesus dan murid-muridnya tinggal di daerah Yudea dan membaptis. Apakah ini merupakan
suatu antisipasi akan baptisan Yesus? Nanti baru pada 4:2 akan diralat, bahwa hanya murid-
murid Yesus yang membaptis, sedangkan Yesus tidak. Masih merupakan persoalan historis
Martin/Yohanes/hlm. 32

yang tak terpecahkan: apakah Yesus dulu sudah mulai membaptis atau belum? Menurut Yoh
7:39 Roh belum diberikan, karena Yesus belum dimuliakan.
Siklus Pertama ini didominasi oleh tema air dan roh serta sabda Yesus yang
membawa kehidupan. Dan tema kehidupan ini dilatarbelakangi “keterarahan” hidup sang
tokoh utama menuju ke kematian. Pembaca terus menerus diberi bayangan akan kematian
tokoh utama, sudah sejak ia diperkenalkan oleh Pembaptis sebagai Anak Domba, sampai ke
Kana 1 dengan bayangan akan datangnya “saat Yesus” (2:4), di Yerusalem dengan rujukan
pada tubuhNya yang dihancurkan, ketika pada Nikodemus disinggung tentang saat Yesus
“ditinggikan” (3:14), bayangan akan nasib Pembaptis (3:24), bayangan akan “pekerjaan”
yang harus diselesaikan Yesus (4:34); kelak di atas salib, Yesus akan mengatakan “sudah
selesai” (19:30), dan “putra” yang hampir mati mengantisipasi nasib “sang putra tunggal”.
Keterarahan kisah ke masa depan (saat akhir) dicerminkan pula oleh narasi yang
seakan-akan “condong ke depan”. Dalam waktu relatif singkat, sang tokoh utama bergerak di
banyak tempat: seberang Yordan, Galilea, Yerusalem, daerah Yudea, Samaria, dan Galilea. Ia
seakan-akan tergesa-gesa, tak sabar lagi akan datangnya saat itu. Apalagi dengan penekanan
pada “belum” tidaknya suatu peristiwa terjadi, ungkapan “belum sampai waktunya” (2:4),
“Pembaptis belum dipenjarakan” (3:24), yang mengundang pembaca untuk dengan harap-
harap cemas menantikan kapan saat itu akan tiba.

2. SIKLUS PASKA KEDUA:

Di manakah Siklus Kedua dimulai? Tentu saja, menurut logika, sesudah Siklus Pertama
berakhir! Tapi Yoh 5 dibuka dengan suatu pesta yang tak dikenal (5:1) sedangkan pada Yoh
6:4 akan kita dapati ungkapan seperti pada Yoh 2:13, yaitu “pesta Paska sudah dekat”. Yoh
biasa menampilkan kedatangan suatu pesta secara berangsur-angsur, mulai dari waktu
menjelang kedatangan pesta itu sampai pada saat pesta itu terjadi dan berlangsung, seperti
pada Paska I (2:13, 23), Pondok Daun (7:2, 11, 14, 37) dan Paska III (12:1, 12; 13:1, 30;
18:28; 19:14, 31). Cara ini biasa disebut sebagai pemakaian bentuk-waktu “process time”
dalam narasi. Namun bertentangan dengan kebiasaan "process time" itu, pada siklus kedua ini
sejak keterangan waktu menjelang Paska pada 6:4 tak akan kita temukan ungkapan kapan
pesta Paska II itu sendiri terjadi.
Kehadiran Yesus di Galilea pada saat menjelang Paska dan bukan di Yerusalem
menimbulkan tanda tanya. Ada kewajiban bagi tiap pria Israel untuk berziarah ke Yerusalem
Martin/Yohanes/hlm. 33

pada tiga pesta Yahudi: Paska, Pentakosta, Pondok Daun (Kel 23:17). Santo Thomas
Aquinas, dalam tafsirnya terhadap Yohanes, merasa perlu membela ketidakhadiran Yesus di
Yerusalem demikian: sebagai manusia Yesus taat, namun ia sekaligus juga Allah, maka tak
perlu taat pada aturan liturgis.
Yoh biasa memberi keterangan waktu pada awal kisah dan baru sesudah itu kisah
bergulir: 1:19 (“ketika orang Yahudi mengirim”), 29, 35, 43 (“keesokan harinya”); 2:1 (“hari
ketiga”), 13 (“dekat Paska”); 3:1 (“malam”), 22 (“sesudah ini”); 4:1 (“ketika Ia tahu”), 43
(“sesudah dua hari”). Cara ini dilakukan khususnya pada Siklus Pertama. Namun pada Siklus
Kedua akan kita dapati suatu cara lain, yaitu petunjuk waktu baru diberikan setelah cerita
bergulir: 5:9 (itu terjadi hari Sabat); 6:4 (itu terjadi menjelang Paska); 9:14 (itu terjadi hari
Sabat); 10:22-23 (itu terjadi pada Pesta Pentahbisan Bait Allah). Hal sama dilakukan pula
dengan petunjuk tempat: 6:59 (itu terjadi di sinagoga Kafarnaum), 8:20 (itu berlangsung di
tempat perbendaharaan), 10:22-23 (itu terjadi di serambi Salomon). Dari segi narasi, cara ini
memberi suspense tertentu dan mengubah dampak kisah. Andaikata penyembuhan orang
lumpuh itu terjadi pada hari biasa, bukan hari Sabat, tentu tak akan ada dampak apa-apa.
Kata Yunani enggys biasa dianggap merujuk ke masa depan dan diterjemahkan
dengan “dekat” (“Paska sudah dekat”, berarti Paska belum terjadi); padahal ada arti lain yang
merujuk ke masa lalu dan bisa diterjemahkan dengan “baru saja lewat” (“Paska baru saja
lewat”, berarti Paska sudah terjadi). Apakah makna kedua ini bisa diterapkan pada Paska II
(6:4)? Tampaknya demikian! Santo Ireneus, pada abad ke-2, sudah mengusulkan hal ini.
Mari kita mundur ke belakang, ke 5:1. Bila pesta anonim itu adalah Paska; maka
banyak teka-teki terpecahkan. Pada 4:35 ada isyarat akan datangnya musim panen “empat
bulan lagi”. Ucapan itu kerap ditafsirkan oleh para ahli tafsir bukan sebagai pernyataan
faktual berdasarkan situasi saat itu (bahwa memang saat Yesus mengatakan hal itu, saat itu
benar-benar panen akan terjadi 4 bulan lagi), namun hanya peribahasa yang dikutip oleh
Yesus. Apakah ucapan Yesus itu dapat ditafsirkan sebagai pernyataan faktual? Mungkin saja!
Musim panen di Israel berlangsung dari pertengahan Mei sampai pertengahan Juni, dirayakan
dalam pesta Pentakosta, yaitu 50 hari setelah pesta persembahan buah bungaran. Maka bila
ucapan Yesus itu dianggap sebagai pernyataan faktual, maka Yoh 4:35 diucapkan sekitar
Januari/awal Februari; dan pesta berikut setelah ucapan pada 4:35 itu adalah pesta Paska,
yaitu sekitar akhir Maret/awal April.
Bila pesta pada 5:1 adalah pesta Paska, maka anggapan selama ini, yang dipopulerkan
oleh R. Bultmann, bahwa dalam naskah Yoh yang kita miliki sekarang ini, Yoh 5 dan Yoh 6
itu terbalik (diandaikan pada naskah asli Yoh kisah bab 6 terletak sebelum bab 5!), tak
Martin/Yohanes/hlm. 34

diperlukan lagi. Pada Yoh 4 memang Yesus berada di Galilea; 2 atau 3 bulan kemudian
Yesus ke Yerusalem dalam rangka Paska (Yoh 5) dan pada Yoh 6 ia sudah berada di Galilea
lagi karena Paska baru saja lewat, bukan "sebentar lagi datang" seperti biasa dimengerti
selama ini.
Urutan pesta-pesta Yahudi dalam satu tahun dapat dilihat dalam daftar berikut ini.
Seperti tanggal pesta Paska Kristiani yang selalu berubah pada kalender internasional, karena
didasarkan pada penanggalan Yahudi yang lebih mengikuti siklus lunar daripada siklus solar
tarikh internasional, demikian pula pesta-pesta Yahudi lainnya.
- Tahun Baru (Maret)
- Paska (mencakup Perjamuan, Roti Tak Beragi, Buah Pertama; April)
- Pentakosta (Mei)
- Puasa Duka (Juli)
- Sangkakala (September)
- Hari Penebusan (September)
- Pondok Daun (Oktober)
- Pentahbisan Bait Allah (Desember).

Beberapa ahli tafsir heran bahwa, pada Pesta Pondok Daun (Yoh 7), Yesus masih
menyebut penyembuhan orang lumpuh yang terjadi pada pesta anonim itu (Yoh 5) seakan
baru saja terjadi dan ternyata orang banyak pada pesta Pondok Daun (7:25) juga masih ingat
akan niat orang Yahudi untuk membunuh Yesus (semua terjadi pada Yoh 5). Logika mereka,
bagaimanakah mungkin hal itu terjadi, bukankah waktu sudah lama berlalu, sejak pesta
anonim (5:1) berlangsung, menjelang Paska (6:4), lalu tentunya pesta Paska itu sendiri
(meskipun tak disebut dalam Siklus Kedua ini), pesta-pesta lain sebelum akhirnya datang
Pondok Daun? Karena itulah Yoh 5 diletakkan oleh banyak ahli tafsir sesudah Yoh 6!
Namun bila pesta anonim pada Yoh 5:1 dimengerti sebagai pesta Paska (April), maka
tak lama waktu berselang sebelum akhirnya tiba pesta Pondok Daun (Oktober). Dari banyak
pesta Yahudi, hanya tiga pesta yang dapat disebut sebagai “Hari Raya” (Yunani: he heortê),
yaitu Paska, Pentakosta, Pondok Daun. Dari ketiga Hari Raya ini, hanya pesta Paska yang
paling mungkin terjadi pada Yoh 5:1. Andaikata pesta anonim pada 5:1 dianggap bukan pesta
Paska, dan keterangan waktu pada 6:4 menunjuk ke masa depan pesta Paska, maka lihat saja:
akibatnya, Pondok Daun pada bab 7 bukanlah pesta pada tahun yang sama melainkan pada
tahun berikut, terlalu lama waktu berlalu untuk menerangkan adanya rujukan Yesus di 7:23-
25 ke penyembuhan di bab 5. Sedangkan bila 5:1 adalah Paska, dan 6:4 diartikan “Paska baru
Martin/Yohanes/hlm. 35

saja lewat”, maka 7:2 adalah Pondok Daun di tahun itu juga, hanya empat lima bulan
kemudian!
Bila memang Yoh 5:1 dimaksudkan oleh Yoh sebagai merujuk ke pesta Paska,
mengapa tidak terus terang saja dikatakan demikian? Tehnik bercerita memang
mengandaikan pengarang memberikan informasi yang relevan pada saat yang tepat. Pada
kisah penyembuhan orang lumpuh di Yoh 5 itu, keterangan waktu yang relevan bagi kisah itu
sendiri bukanlah bahwa peristiwa itu terjadi pada pesta Paska, melainkan bahwa itu terjadi
pada hari Sabat (5:9). Sedangkan kedekatan dengan pesta Paska baru disebutkan pada 6:4
justru karena baru saat itulah keterangan waktu tersebut menjadi relevan bagi peristiwa yang
dibeberkan pada bab 6. Jadi tampaknya penting bagi Yoh bahwa bab 6 itu diletakkan pada
konteks temporal “post-Paska”!
Secara tematis kerangka waktu post-Paska memang tepat juga. Umum diakui bahwa
perbanyakan roti dan jalan di atas air merupakan resonansi pengalaman orang Israel melewati
Laut Merah dan makan manna di padang gurun. Dan itu semua terjadi setelah Pesta Paska
yang terburu-buru dilakukan di Mesir, bahkan sampai mereka harus makan roti tak beragi dan
sayur pahit karena tergesa-gesa (Kel 12:11). Sinagoga di Kafarnaum secara simbolis sejajar
dengan gunung Sinai; kedua ruang ini adalah tempat hubungan vertikal manusia-Allah
dijalin. Dalam konteks ini, maka bab 6 memang harus datang setelah bab 5 karena merupakan
aktualisasi ungkapan pada akhir bab 5 bahwa Musa menulis tentang Yesus (5:46).
Bila dimengerti dalam konteks post-Paska, maka tanda roti dan kotbah tentang “tubuh
Yesus” tentu punya makna yang lebih dalam lagi bagi pembaca Yoh yang mungkin sudah
mengenal perjamuan pemecahan roti (Ekaristi). Umum diakui juga bahwa gambaran Yesus
yang berjalan di atas laut di malam hari lebih merupakan antisipasi akan situasi Yesus yang
telah bangkit dan mengalahkan kematian; laut dan malam melambangkan kuasa kematian.
Ketika sampai pada akhir Injil Yoh, pembaca akan lebih mendalami lagi makna periode post-
Paska ini ketika berhadapan lagi dengan danau Tiberias dan para rasul yang bergulat
sepanjang malam dan kehadiran Yesus di pagi hari dengan lagi-lagi “roti dan ikan” (bab 21).
Bila Siklus Kedua ini berawal dari Yoh 5:1, di manakah Siklus berakhir? Apakah
pesta Pondok Daun (7:2) dan Pentahbisan Bait Allah (10:22) termasuk dalam Siklus Kedua
ini? Memang demikian. Dari tema-tema yang ada dan juga dari
analepsis/retrospeksi/flashback maupun prolepsis/antisipasi/flashforward, tampak bahwa
memang bab 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 disatukan secara erat. Sudah disebutkan bahwa 7:23-25
merujuk pada penyembuhan orang lumpuh di bab 5; jadi bab 7 dihubungkan dengan bab 5.
Bab 8 dihubungkan dengan bab 6 dan 5 melalui tema cahaya: Yesus sebagai cahaya dunia
Martin/Yohanes/hlm. 36

(8:12) dan Pembaptis sebagai pelita (5:35). Tema cahaya dan air (tema pesta Pondok Daun)
mengikat bab 9 (orang buta) ke bab 8, 7, 6, dan 5: kolam Siloam (Yoh 9) mengingatkan
pembaca akan Kolam Betesda (Yoh 5), hari Sabat dan Yerusalem; di bab 6 Yesus menang
atas kegelapan dan air. Bab 10 diikat dengan bab-bab sebelumnya lewat retrospeksi ke
usaha-usaha orang Yahudi untuk membunuh Yesus (10:20, 31, 39; bdk. 7:20; 8:48; 8:59;
7:30, 32, 44; 8:20), perpecahan (skisma: 10:19; bdk. 7:43; 9:16), lebih-lebih karena
disebutkan kata “lagi” (10:19, 31, 39) yang merujuk pada kejadian sebelum itu. Bab 11 pun
diikat ke bab-bab sebelumnya lewat retrospeksi: ancaman atas hidup Yesus (11:8), Yesus
sebagai kebangkitan dan hidup (bab 11) membawa pembaca ke janji kebangkitan pada 5:21,
28; 6:39. Akhirnya, ada suatu inklusio: niat untuk membunuh Yesus pada awal siklus (5:18)
akhirnya pada akhir siklus sudah menjadi keputusan resmi lembaga Sanhedrin (11:53)!
Inklusio lain adalah pada bab 5 orang lumpuh dibangkitkan sedangkan pada bab 11 orang
mati dibangkitkan. Tak disebutkan berapa lama Yesus tinggal di Efraim (11:54), jadi periode
di Efraim ini jelas-jelas memisahkan episode sebelumnya dengan Paska III (11:55);
bandingkan dengan keterangan waktu di Kafarnaum ketika ditegaskan bahwa Yesus tinggal
di sana hanya sebentar saja 2:12 karena periode itu disatukan dengan Paska pada 2:13.

Struktur Siklus Paska ke-II


Bila Siklus Pertama dapat diberi judul “Dari Kana ke Kana”, Siklus Kedua dapat disebut
“Dari Yerusalem (5:1) ke Yerusalem (11:46)”. Sedangkan gabungan Siklus Pertama dan
Kedua bisa disebut “Dari Betania 1 (1:28: seberang Yordan) ke Betania 2 (11:18: dekat
Yerusalem)". Baik kerangka waktu maupun tempat yang selalu membentuk suatu siklus
dalam Yoh jelas-jelas menyiratkan perjalanan Yesus sebagaimana diungkapkan dalam 16:28:
Yesus yang berasal dari Bapa, datang di dunia, dan kembali kepada Bapa.

A. Yerusalem (Yoh 5:18: Niat bunuh Yesus)


B. Tepi Danau (Yoh 6: tanda 'roti')
C. Danau
B'. Kafernaum (Yoh 6: penjelasan tanda 'roti')
A' Yerusalem (Yoh 7, 8, 9, 10)
D. Betania 1 (seberang Yordan)
E. Yordan
D' Betania 2 (Yoh 11: dekat Yerusalem)
A''. Yerusalem (Yoh 11:53: Keputusan resmi bunuh Yesus)
Martin/Yohanes/hlm. 37

A-A’-A’’: Yerusalem: diwarnai oleh intensitas permusuhan yang makin besar kepada Yesus.
B-B’: tanda di tepi danau dan penjelasan tanda di Kafarnaum.
C: Yesus mengatasi kuasa kematian (kegelapan/laut; antisipasi akan Yesus yang bangkit).
D-D’: Betania 1 (10:40: seberang Yordan) menunjuk pada baptis Yohanes (hanya dengan air)
sedangkan Betania 2 (dekat Yerusalem) pada hidup baru (Lazarus) karena iman akan Yesus.
Poros-poros stuktur ganda di atas berpusat pada tindakan Yesus yang menyeberang:
pada C, Yesus menyeberangi Danau Tiberias, dan pada E, Yesus (diandaikan) menyeberangi
Yordan dari Betania seberang Yordan ke Betania dekat Yerusalem. Dan A’ (Yerusalem)
menjadi poros Siklus Kedua: Pondok Daun, Orang buta dan Pentahbisan Bait Allah (bab 7, 8,
9, 10).
Dalam Siklus Pertama, ritme narasi diwarnai oleh gerak serba cepat dan cerita
“doyong” ke depan dengan banyaknya antisipasi, maka pada Siklus Kedua ini cerita
“doyong” ke belakang dengan banyaknya retrospeksi terlebih lagi karena gerak Yesus seperti
dihambat dengan adanya banyak ancaman atas hidupnya yang memuncak di 11:53 dengan
keputusan resmi untuk membunuh dia.
Dalam Siklus Pertama, begitu luas daerah dicakup oleh gerak Yesus padahal hanya
dalam “time of narrating” (waktu berkisah) yang singkat (sekitar 138 ayat atau 2975 kata),
sedangkan pada Siklus Kedua, dengan waktu berkisah lebih lama (355 ayat, atau 7341 kata),
gerak Yesus hanya terbatas sekali. Selain tema air, roh (7:39) dan kehidupan, dimunculkan
pula tema cahaya (bdk. Prolog). Sabda Yesus yang hanya sedikit saja pada Siklus Pertama,
kini dalam Siklus Kedua menduduki porsi yang lumayan besar: Yesus mulai melancarkan
kotbah-kotbah panjang!

3. SIKLUS PASKA KETIGA

Setelah Yoh 2:13 dan 6:4, ungkapan khas Yohanes "dekat Hari Raya Paska" ada lagi pada
Yoh 11:55. Dalam analisa naratif mengenai pengolahan waktu dapat dibedakan seturut
Gérard Genette (dalam Figures I-III), antara temps raconté (narrated time; atau menurut
Alan Culpepper dalam Anatomy of the Fourth Gospel: story time), "waktu yang dikisahkan",
dan temps racontant (time of narrating; menurut Culpepper, narrative time), "waktu untuk
berkisah". Waktu yang dikisahkan adalah waktu berlangsungnya suatu peristiwa atau
tindakan yang dikisahkan dalam cerita; ini adalah waktu nyata dalam arti dihitung dalam
Martin/Yohanes/hlm. 38

tahun, bulan, hari, jam dll. Waktu untuk berkisah adalah waktu yang digunakan untuk
mengisahkan suatu peristiwa atau tindakan; ini adalah waktu semu dalam arti dihitung secara
“spasial”, berapa bab, baris kalimat, kata yang digunakan untuk mengisahkan peristiwa itu.
Berdasarkan kategori-kategori di atas, maka dapat diamati bahwa dari 1:19
(menjelang Paska II) sampai 11:55 (menjelang Paska III), waktu yang dikisahkan (narrated
time) dalam Yoh sudah berjalan selama genap dua tahun, padahal waktu untuk berkisah (time
of narrating) hanya mencakup selama 11 bab! Jadi dua tahun dikisahkan dalam bab 1-11.
Kini dalam Siklus Ketiga ritme waktu akan semakin diperlambat dalam arti: narrated time
makin pendek tapi time of narrating makin panjang! Jadi momen berikut ini adalah momen
yang amat sangat penting!
Episode pengurapan kaki di Betania terjadi “enam hari” sebelum Paska (12:1),
kemudian lewat sehari penuh dan datanglah “keesokan harinya” (12:12) ketika Yesus masuk
Yerusalem dan disambut dengan meriah. Tampaknya, pengurapan kaki pada Yoh 13 terjadi
juga pada hari Sabat malam. Bila demikian, maka “keesokan harinya” (12:12) merupakan
hari Minggu; dari sinilah rupanya kita mendapat tradisi Minggu Palem. Jadi bab 12
mencakup 2 hari narrated time.
Menurut 19:31 Paska III jatuh pada hari Sabat. Maka bila dalam 19:14, 31, 42
disebutkan bahwa hari Yesus wafat itu adalah hari persiapan Paska, tentunya Yesus wafat
pada hari Jumat. Pada 13:1 disebutkan perjamuan pembasuhan kaki terjadi “sebelum Pesta
Paska”, dan mengingat ungkapan “malam” pada 13:30 (saat Yudas keluar dari ruang
perjamuan), maka pembasuhan kaki terjadi sebelum malam Perjamuan Paska Yahudi. Dalam
Yoh malam Perjamuan Paskah Yahudi ini terjadi pada Jumat malam Sabtu; pagi itu orang
Yahudi diberitakan takut masuk pretorium agar tak menjadi najis sehingga bisa makan Paska
(lih 18:28). Itu berarti malam perjamuan terakhir menurut Yoh terjadi pada Kamis malam.
Bagi Injil-injil Sinoptik, yang menekankan peresmian perjamuan Ekaristi, perjamuan malam
itu sudah merupakan perjamuan Paska Yahudi. Sedangkan Yoh lebih mau menekankan
Yesus sebagai Anak Domba Paska; sehingga ketika orang Yahudi menyantap perjamuan
Paska mereka, Sang Anak Domba Paska memang sudah disembelih!
Jadi time of narrating bab 13 s/d. 19 itu mencakup narrated time kurang dari 24 jam!
Menurut Yoh, sungguh inilah satu hari yang mengubah nasib seluruh jaman, satu hari yang
punya dampak keabadian! Waktu seakan berhenti, masuk dalam keabadian, khususnya pada
bab 15-17.
Namun anehnya, hari Paska itu sendiri yang disebut dengan gelar khas Yoh “Hari
Sabat yang Agung” (19:31) sama sekali tak dikisahkan dalam teks! Padahal saat itulah terjadi
Martin/Yohanes/hlm. 39

pertarungan antara kegelapan dan cahaya, antara kematian dan kehidupan, antara kuasa maut
dan kuasa Bapa! Pembaca langsung diajak melompat ke periode Post-Paska yang ditandai
selalu dengan hari pertama dalam pekan (20:1 “pagi”, 19 “malam”; 20:26 “delapan hari
kemudian”). Tampaknya mau ditekankan bahwa ini adalah suatu periode yang mutlak baru.
Apakah komunitas Yoh sudah merayakan hari tersebut sebagai hari Tuhan? Mungkin juga
(bdk. Wahyu 1:10).
Kapan peristiwa-peristiwa dalam bab 21 terjadi tak jelas dari sudut waktu, hanya
disebutkan secara umum “sesudah ini” (21:1). Ketakjelasan waktu seperti sudah kita lihat
dalam awal kuliah ini akan ditutup dengan ketidakjelasan tempat (21:20-23). Kembali
periode Post-Paskalah yang ditekankan oleh Yoh dalam bab 21; murid-murid/pembaca
dengan demikian dibawa kembali pada periode Post-Paska II ketika mereka sendirian dalam
kegelapan malam dan di tengah laut dalam (Yoh 6).

Struktur-struktur episode:
Sulit menstrukturisasikan seluruh kisah sengsara secara ketat. Semua terjadi di satu tempat,
Yerusalem. Namun bisa diamati suatu inklusio: diawali dengan Maria dari Betania (bab 12)
dan diakhiri dengan Maria dari Magdala (bab 20). Semuanya ditutup dengan tiga
penampakan Yesus kepada murid-muridNya (lih. 21:14). Atau ada pula unsur dari Taman
(Getsemani) ke Taman (Kubur; dekat Golgota). Orang melihat di situ suatu isyarat akan
Taman Firdaus di awal mula alam semesta. Taman Yesus menjadi Taman Firdaus yang baru.
Kita lihat tadi bahwa siklus ketiga diwarnai oleh tujuh hari juga (12:1 - 19:42). Jadi
Injil Yoh dimulai dengan kisah tujuh hari dan diakhiri dengan kisah tujuh hari juga.
Skema di bawah ini dapat ditemukan dalam berbagai tafsir atas Injil Yohanes (mis.
tafsir Mark Stibbe, John).

Bab 13-17:
A. Bab 13: Tema pemuliaan dan cinta
B. Bab 14: Tema kepergian Yesus dan penghiburan bagi para murid
C.15:1-11: Tema tinggal dalam dan kegembiraan
D. 15:12-17: Perintah Cinta
C’.15:18-16:3: Tema kebencian dan pengucilan
B’.16:4-33: Tema kepergian Yesus dan peringatan bagi para murid
A’. Bab 17: Tema pemuliaan dan cinta
Martin/Yohanes/hlm. 40

18:1-27:
A. 18:1-11: Penahanan Yesus dan Kegagahan Petrus
B. 18:12-14 Yesus dibawa ke Hanas
A’. 18:15-27 Interogasi Yesus dan Penyangkalan Petrus:
a. ayat 15-18: Penyangkalan Petrus yang pertama
b. ayat 19-24: Interogasi Yesus yang pertama
a’. ayat 25-27: Penyangkalan Petrus yang kedua dan ketiga

Komentar narator pada 18:28 bahwa orang Yahudi tak mau masuk halaman istana
kafir (pretorium) karena takut menjadi najis sehingga tak bisa makan Domba Paska
merupakan suatu ironi. Mereka sendiri justru sedang merencanakan untuk membunuh Sang
Domba Paska! Kenajisan itu bisa ditahirkan dengan mudah: dengan mandi atau pun dengan
terbenamnya matahari. Komentar itu tampaknya berfungsi untuk membagi episode menjadi
panggung “luar” dan “dalam” (lihat struktur R.E. Brown di bawah ini).

A.18:28-32 Di luar: Orang-orang Yahudi menyerahkan Yesus ke Pilatus


Orang-orang Yahudi menuntut kematian Yesus
B. 18:33-38a Di dalam: Pilatus menanyai Yesus tentang jabatan raja
C. 18:38b-40 Di luar: Pilatus menyatakan Yesus tak salah. Barabbas dipilih.
D.19:1-3 Di dalam: para serdadu menghina Yesus
C’. 19:4-8 Di luar: Pilatus menyatakan Yesus tak salah. “Lihat manusia itu!”
B’. 19:9-11 Di dalam: Pilatus bicara dengan Yesus ttg. otoritasnya.
A’. 19:12-16a Di luar: Orang-orang Yahudi menegaskan hukuman mati Yesus
Pilatus menyerahkan Yesus ke Orang-orang Yahudi.
Bab 19:16b-42:
A. 16b-18: Introduksi; Penyaliban; Yesus ditinggikan di salib
B. 19-22: Episode 1: Papan Nama (Yesus sbg. Raja);
Pilatus menolak permohonan orang-orang Yahudi
C. 23-24: Episode 2: Jubah tanpa jahitan (Yesus sebagai Imam?)
Serdadu membagi-bagi pakaian Yesus
D. 25-27: Episode 3: Ibu Yesus dan Murid yang Dikasihi
Warisan Yesus bagi masa depan
C’. 28-30: Episode 4: Yesus haus; menyerahkan Roh
Serdadu menawarkan anggur
B’. 31-37: Episode 5: Darah dan air mengalir (Roh Kudus)
Pilatus menerima permohonan orang-orang Yahudi
A’. 38-42: Konklusi: Penguburan; Yesus diturunkan dari salib
Martin/Yohanes/hlm. 41

VII. TUJUH HARI DI AWAL DAN AKHIR

Awal Yoh, "En Arche" (Pada Permulaan), membawa pembaca Yoh pada bab pertama
Kitab Kejadian, saat Allah menciptakan langit dan bumi. Sama seperti pada kisah penciptaan
itu, narasi Yoh pun digulirkan dengan rentetan tujuh hari pada awal penampilan Yesus di
muka umum (1:19-51). Bukan itu saja, sesuai dengan kecenderungan Yoh untuk kembali lagi
ke awal dalam suatu perputaran siklus seperti tampak pada beberapa struktur konsentris yang
sudah kita lihat, akhir hidup Yesus pun ditutup dengan rentetan tujuh hari (12:1 "Enam hari
sebelum Paska"). Tinggal bersama Yesus merupakan awal hidup baru bagi para murid Yesus.
Dan akhir perjalanan hidup Yesus merupakan awal hidup baru bagi para pembaca! Dalam
awal penampilan Yesus itu dapat ditelusuri tujuh hari sbb.:
Hari 1: Kesaksian Pembaptis (1:19-28): Anak Domba Allah
Hari 2: Kesaksian Pembaptis: Roh Kudus turun dan menetap pada Yesus (1:29-34).
Hari 3: Dua rasul pertama mengikuti dan tinggal dengan Yesus; menurut sistem
Yahudi, “pukul kesepuluh” (1:39) berarti jam empat sore; mereka saat itu lalu menginap.
Hari 4: Andreas menemukan dan mengajak Petrus ke Yesus (1:40-42). Ungkapan
“mula-mula/pertama-tama” pada 1:40 bisa berarti orang paling pertama yang dijumpai oleh
Andreas, bisa juga berarti hal paling pertama yang dilakukan oleh Andreas setelah menginap
di tempat Yesus; mungkin karena ada pengandaian bahwa ini suatu hari yang baru, beberapa
manuskrip memuat kata “pagi-pagi benar” [prôi] dan bukan “pertama-tama” [prôton] atau
“orang pertama” [prôtos] seperti biasa diterjemahkan.
Hari 5: Filipus dipanggil oleh Yesus; Filipus membawa Natanael ke Yesus (1:43-51).
Hari 6: Perjalanan ke Galilea; tak dikisahkan oleh narator.
Hari 7: Perkawinan di Kana (2:1-11); merupakan “hari ketiga” bila dihitung dari hari
kelima, seperti juga wafat dan kebangkitan Yesus: wafat hari Jumat, bangkit hari Minggu.

Sabat:
Mengenai kapan perkawinan di Kana, ada ahli KS yang berpendapat itu terjadi pada hari ke-
6, karena perkawinan cocok dengan tema hari keenam, yaitu manusia pertama (Adam dan
Hawa) diciptakan. Selain itu, ada 6 tempayan air. Ada juga yang menduga itu hari kedelapan,
karena dugaan bahwa umat kristen purba merayakan hari Minggu kebangkitan Kristus
sebagai hari kedelapan. Hal ini dikuatkan oleh ungkapan “delapan hari kemudian” (20:26).
Namun tak ada bukti kuat untuk dugaan seperti itu. Ungkapan “hari pertama dalam pekan”
(20:1, 19) lebih merupakan petunjuk bahwa hari itu sungguh-sungguh merupakan suatu
Martin/Yohanes/hlm. 42

Awal. Ungkapan “delapan hari kemudian” merujuk pada hari pertama dalam pekan
berikutnya: delapan hari setelah Minggu adalah Minggu juga. Kemungkinan lain, perkawinan
di Kana itu jatuh hari Sabat petang. Saat itu merupakan situasi ambang, setengah-setengah,
masih masuk pekan sebelumnya tapi sudah termasuk pekan berikut. Ungkapan “hari ketiga”
merupakan idiom untuk konsep “awal” atau sesuatu yang istimewa terjadi (Kej 22:4; 40:12;
Kel 19:11; Hos 6:2 dll.)
Dalam mistik Yahudi (Kabbalah), perayaan Sabat merupakan hal yang sentral dalam
kehidupan orang Yahudi. Inilah satu-satunya hari yang dikuduskan oleh Allah (Kej 2:3).
Yang dipersoalkan bukanlah sekedar masalah legalisme sebagaimana sering ditampilkan
dalam Injil. Hari itu dirayakan perkawinan suci (hieros gamos) antara aspek maskulin Allah
(Raja, Pengantin Pria) dengan aspek feminin Allah (Shekinah, Pengantin Wanita Sabat,
Israel). Hasil perkawinan itu adalah kosmos diperbaharui/diciptakan kembali. Hari Sabat
sering diumpamakan sebagai “jendela” antara yang abadi dan yang fana. Pada hari itulah Roh
Sabat ditiupkan dan dianugerahkan kepada mereka yang pantas menerimanya.

Tujuh Tanda:
Ada alasan lain mengapa perkawinan di Kana (Yoh 2) kemungkinan besar jatuh pada hari
Sabat. Perlu diperhatikan kedudukan hari ketujuh ini dalam Yoh, atau paling tidak kedudukan
angka “tujuh”. Ketujuh tanda Yesus dalam Yoh masing-masing ditandai oleh bilangan
“tujuh”. Penyembuhan orang lumpuh (Yoh 5) dan orang buta (Yoh 9) terjadi pada hari
Sabat. Kebangkitan Lazarus pun tampaknya dijatuhkan dalam narasi pada hari ketujuh: dua
hari Yesus tetap tinggal di Betania seberang Yordan meski mendengar berita Lazarus sakit
(11:6) dan ketika akhirnya datang ke Betania dekat Yerusalem, Lazarus sudah empat hari
meninggal; jadi enam hari telah lewat (11:17-18). Wafat dan kebangkitan Yesus, Paska
terakhir pun ditandai dalam narasi dengan hari ketujuh: 12:1 (“enam hari sebelum Paska”),
Paska itu jatuh pada “hari Sabat .. hari yang besar” (sekaligus Paska dan Sabat). Anak
pegawai istana sembuh pada (harafiah Yunani) “jam ketujuh” (atau pukul 1 siang; 4:52).
Perbanyakan roti ditandai oleh “lima roti dan dua ikan” (5 + 2 = 7).
Wafat dan kebangkitan Yesus merupakan Tanda juga, Tanda paling utama. Namun
beberapa ahli tafsir KS tak menggolongkan wafat dan kebangkitan Yesus sebagai tanda; bagi
mereka tanda ketujuh adalah pembangkitan Lazarus. Dan peristiwa Yesus berjalan di atas air
digolongkan sebagai salah satu dari tujuh tanda Yoh. Namun, tampaknya dalam Yoh,
berjalan di atas air merupakan mukjizat, sama seperti fakta bahwa perahu “seketika itu juga”
(6:21) sampai ke tujuan; sebelum itu diandaikan perahu masih di tengah danau, 6:19: “dua
Martin/Yohanes/hlm. 43

tiga mil mendayung”), atau fakta bahwa penangkap-penangkap Yesus jatuh terjerembab
mendengar kata Yesus “Aku ini Dia” (18:6); namun semua itu tampaknya tidak dimaksudkan
oleh Yoh sebagai salah satu dari “tanda” yang ingin diwartakan oleh Yoh. Yoh membedakan
antara “tanda” (Yun. sêmeion) dan “mukjizat” (Yun. teras), lih. 4:48: “Jika kamu tak melihat
tanda dan mukjizat kamu tidak percaya!”.
Martin/Yohanes/hlm. 44

VIII. KRISTOLOGI YOHANES

Yoh mengungkapkan siapa Yesus lewat konsep-konsep yang sudah dimaklumkan


sejak awal, yaitu dalam Prolog (1:1-18), Firman, Allah, Hidup, Terang, Anak Tunggal Bapa,
dan Anak Tunggal Allah. Dan kemudian juga dalam perjumpaan para murid pertama dengan
Yesus (1:19-51), Anak Domba Allah, Anak Allah, Mesias, Dia yang disebut oleh Musa,
Anak Allah, Raja Orang Israel, dan Anak Manusia.
Selain itu siapa Yesus diungkapkan pula lewat pengakuan yang diletakkan dalam
mulut Yesus "EGO EIMI" (Yunani, dalam bahasa Inggris: "I AM"). Ada tujuh buah Ego
Eimi yang absolut, dalam arti berdiri sendiri tanpa diikuti predikat apa pun, yaitu dalam Yoh
8:24, 28, 58; 13:19; 18:5, 6, 8. Ungkapan ini merujuk pada Nama Ilahi (Kel 3:6, 14). Kitab
PL Septuaginta menerjemahkan ungkapan Ibrani ani hu (Inggris: I am He) dalam Ul 32:39;
Yes 41:4; 43:10; 46:4 dengan ungkapan Yunani ego eimi ("I am") dan diikuti dengan
manifestasi kemuliaan Allah dalam PL, misalnya orang jatuh terjerembab (Yes 5; 2 Taw
5:13-14). Selain yang absolut, ada juga ungkapan Ego Eimi yang diikuti oleh predikat
nominatif yang menunjuk pada sesuatu hakekat/fungsi. Ada tujuh Ego Eimi dengan predikat
nominatif: Aku adalah Roti Hidup (6:35), Terang Dunia (8:12), Pintu Domba (10:7),
Gembala Baik (10:11), Kebangkitan dan Hidup (11:25), Jalan, Kebenaran, dan Hidup (14:6),
Pokok Anggur (15:1), sejajar dengan pemakaian dalam PL, misalnya Pemelihara (Kej 22:14),
Gembala (Mzm 23:1), Panji-panji (Kel 17:5), Kebenaran kita (Yer 23:6), Penebus (Yes 54:8),
Allah Balatentara (2 Sam 6 dst), Penyembuh (Kel 15:26).
Umum diakui bahwa setelah suatu tanda dilakukan Yesus kemudian diberikan
penjelasan mengenai tanda itu oleh tokoh Yesus sendiri atau diungkapkan kepada pembaca
secara tersamar. Dapat dilihat adanya kaitan erat antara Tujuh Tanda dan ucapan "Ego Eimi"
yang diikuti oleh predikat nominatif; satu ucapan menerangkan satu tanda. Ada pula struktur
paralel konsentris dalam urutan kronologis tanda-tanda tsb.

A. Air menjadi Anggur (Yoh 2) ---> 15:1: "Akulah Pokok Anggur"


B. Penyembuhan Anak Pegawai Istana (Yoh 4) ---> 14:6: "Akulah Jalan, Kebenaran, Hidup"
C. Penyembuhan Orang Lumpuh (Yoh 5) ---> 10:7: "Akulah Pintu bagi Domba"
D. Perbanyakan Roti (Yoh 6) ---> 6:35 "Akulah Roti Hidup"
C'. Penyembuhan Orang Buta (Yoh 9) ---> 8:12: "Akulah Terang Dunia"
B'. Lazarus Hidup Kembali (Yoh 11) ---> 11:25: "Akulah Kebangkitan dan Hidup"
A'. Wafat/Kebangkitan Yesus (Yoh 20) ---> 10:11: "Akulah Gembala Baik"
Martin/Yohanes/hlm. 45

A dan A': Tanda air diubah menjadi anggur dan wafat/kebangkitan Yesus sama-sama
ditandai oleh kehadiran Ibu Yesus, di Kana dan kemudian di bawah salib. Ada pula
simbolisme air/anggur dan air/darah. Di Kana Yesus mengatakan bahwa "saat-Nya" belum
tiba, sedangkan di Golgotha "saat Yesus" itu tiba. Di Kana ada pernikahan dan wafat Anak
Domba kerapkali pula dilambangkan sebagai pernikahan Anak Domba (mis. dalam Kitab
Wahyu).
B dan B': Penyembuhan anak pegawai istana yang hampir mati dan penghidupan
kembali Lazarus sama-sama ditandai oleh kemenangan Yesus atas kuasa kematian. Tindakan
Yesus didorong oleh perantaraan orang lain: ayah anak itu dan saudara-saudara Lazarus.
C dan C': Penyembuhan orang lumpuh dan orang buta sama-sama ditandai oleh
keterangan waktu "Sabat" dan keterangan tempat "kolam" di Yerusalem. Kedua tanda itu
dikerjakan atas inisiatif Yesus sendiri, tanpa didahului oleh suatu permohonan.
D: Pusat struktur konsentris itu adalah Tanda Roti Hidup. Inilah yang disajikan oleh
Injil yang digerakkan oleh keprihatinan akan hidup manusia yang terarah menuju kematian.
Yesus ditampilkan sebagai yang dapat memberikan hidup kekal.

Kesesuaian antara tanda dan penjelasan tanda paling jelas adalah antara Tanda
Perbanyakan Roti (D) dan penjelasan mengenai Roti Hidup (6:35), Tanda Penyembuhan
Orangbuta (C') dan ucapan bahwa Yesus adalah Terang Dunia (8:12), Tanda Lazarus hidup
kembali (B') dan ucapan bahwa Yesus adalah Kebangkitan dan Hidup (11:25). Uraian
mengenai Yesus sebagai Gembala yang baik, yang diberi kuasa oleh Bapa untuk
menyerahkan hidup dan mengambilnya kembali (10:18), baru terlaksana kemudian dengan
wafat dan kebangkitan Yesus. Dapat dilihat adanya hubungan antara penyembuhan orang
lumpuh dan ucapan bahwa Yesus adalah Pintu bagi Domba karena penyembuhan itu terjadi
di dekat Pintu Gerbang Domba (5:2). Hubungan antara tanda air diubah menjadi anggur dan
ucapan bahwa Yesus adalah Pokok Anggur disebabkan oleh karena keberlimpahan anggur di
Kana dan keberlimpahan buah yang dihasilkan oleh ranting yang bersatu dengan pokok
anggur. Penyembuhan anak pegawai istana ditandai oleh tiga ungkapan "jalan", "kebenaran"
dan "hidup": penyembuhan terjadi selagi sang ayah masih di tengah jalan (5:51), iman sang
ayah akan kebenaran kata-kata Yesus (5:50) dan anugerah kehidupan yang dianugerahkan
pada anak yang hampir mati itu (5:50).
Martin/Yohanes/hlm. 46

Menarik juga melihat pola paralelisme konsentris pada urutan kronologis ucapan "Ego
Eimi" yang predikatif:
A.Yoh 6:35: "Akulah Roti Hidup"
B.Yoh 8:12: "Akulah Terang Dunia"
C. Yoh 10:7: "Akulah Pintu bagi Domba"
D.Yoh 10:11: "Akulah Gembala yang Baik"
C'.Yoh 11:25: "Akulah Kebangkitan dan Hidup"
B'.Yoh 14:6: "Akulah Jalan, Kebenaran, Hidup"
A'. Yoh 15:1: "Akulah Pokok Anggur"

A dan A': Menunjuk pada keutuhan lambang Roti dan Anggur dalam diri Yesus, yang
terwujud dalam Perayaan Ekaristi.
B dan B': Menunjuk pada kesatuan antara tema Yesus sebagai Terang Dunia dan
mereka yang berjalan mengikuti Dia tak akan melalui jalan gelap melainkan akan memiliki
terang kehidupan.
C dan C': Menunjuk pada keberlimpahan hidup yang didapatkan oleh domba yang
melewati Pintu Domba (10:10) dan mereka yang percaya kepada Yesus (11:25-26).
D: Pusat struktur ini adalah ucapan bahwa Yesus adalah Gembala yang Baik.
Tentunya ada hubungan erat antara pusat struktur konsentris Tujuh Tanda (Tanda
Perbanyakan Roti) dan pusat struktur ucapan Ego Eimi predikatif ini, karena hanya dengan
memberikan nyawa sebagai Gembala yang Baik inilah Yesus menyediakan dirinya menjadi
santapan Roti Hidup bagi mereka yang percaya kepada-Nya.
Martin/Yohanes/hlm. 47

IX. WAFAT DAN KEBANGKITAN KRISTUS

Berbeda dengan pengisahan sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus pada Injil-Injil
Sinoptik yang menekankan penderitaan dan perendahan Yesus, Yoh memberi penekanan
pada tema-tema pemuliaan Yesus.

1. Wafat Yesus:

Wafat Yesus ditampilkan oleh Yoh lewat beberapa simbolisme, sbb.

* Air dan darah:


Simbolisme ini kerap dianggap mencerminkan “baptis” dan “ekaristi”; “air” dilihat
juga sebagai lambang Roh Kudus (Yoh 7:39). Selain itu, “air dan darah” merupakan dua hal
cairan yang menyertai kelahiran bayi. Tampaknya Yoh melihat kematian dari aspek kelahiran
kembali lewat simbolisme wanita yang melahirkan (16:21). Tak mengherankan bahwa
episode Ibu Yesus dan Murid yang Dikasihi Yesus (19:25-27) menjadi poros struktur
konsentris kisah Sengsara dan Wafat Yesus (lihat hal 37): inilah kelahiran kembali bagi para
murid Yesus, kelahiran kepada kehidupan kekal, kepada kehidupan illahi! Masuk akal bahwa
para “wanita” menduduki posisi pengapit: Maria dari Betania menandai kematian dan Maria
dari Magdala menandai kebangkitan. Ibu Yesus hadir pada awal (Kana) dan akhir karya
Yesus (Salib).

* Penahtaan Raja:
Berbeda dari Mk Mt Lk, Yoh tidak menampilkan kematian sebagai sesuatu yang
menyengsarakan Yesus. Ia ditampilkan tegar, ahli dalam menjawab interogasi, sampai saat
akhir tetap sadar, berkata “aku haus” pun sekedar untuk memenuhi nubuat KS, tak mau
berdoa untuk minta agar piala itu berlalu (12:27-28), sungguh-sungguh bagai gembala, yang
sekaligus menjadi domba yang disembelih, ia berkuasa untuk menyerahkan dan mengambil
kembali nyawanya (10:18), dan akhirnya menyatakan “telah selesai (terpenuhi)” (19:30).
Ungkapan “menghembuskan nafas terakhir” (19:30: Yunani, “menyerahkan Roh”)
bisa ditafsirkan sebagai Roh yang dihembuskan kepada para murid Yesus, khususnya Murid
yang Dikasihi yang berdiri di bawah salib. Roh dicurahkan karena Yesus dimuliakan (bdk
7:39). Penyaliban Yesus dalam Yoh ditampilkan sebagai “penahtaan” Yesus sebagai Raja.
Martin/Yohanes/hlm. 48

Dalam konteks ini tampaknya kata kerja “duduk” (19:13: Yun. kathizein) harus
ditafsirkan sebagai kata kerja transitif, dengan Yesus sebagai obyek dan Pilatus sebagai
subyek, yaitu Pilatus mendudukkan Yesus di tahta pengadilan, dan bukan sebagai kata kerja
intransitif seperti umum dimengerti, dalam arti Pilatus yang duduk di atas tahta. Posisi Yesus
yang didudukkan di atas tahta merupakan klimaks dari seluruh proses “peninggian” Yesus
sebagaimana tercermin dalam penghinaan serdadu yang mengolok-olok Yesus sebagai Raja
(19:3): Yesus kini duduk di tahta dan diproklamasikan oleh Pilatus yang menunjuk
kepadanya: “Inilah Rajamu!” Tindakan Pilatus mendudukkan Yesus di atas tahta dan
ucapannya itu menimbulkan reaksi dramatis pada orang banyak. Orang-orang Yahudi
menjadi makin beringas dan bernafsu untuk menyalibkan Yesus. Puncaknya nanti akan
terjadi di kayu salib dengan gelar dalam tiga bahasa.

* Anak Domba Paska: lihat keterangan Siklus Paska Pertama.

* Akhir Zaman: Ada beberapa ungkapan yang merujuk pada tema-tema akhir zaman. Jubah
tetap utuh tak terbagi, ucapan bahwa Yesus menarik semua orang ketika Ia ditinggikan
(12:32), nubuat Kayafas bahwa kematian Yesus menyelamatkan seluruh bangsa Yahudi dan
tambahan komentar narator bahwa bukan hanya itu, melainkan semua anak Allah yang
tercerai berai akan disatukan kembali (11:52), semua ini menunjuk pada peristiwa pemulihan
dan penyatuan kembali yang akan terjadi pada akhir zaman. Dengan itu Yoh menggambarkan
bahwa semua itu telah terjadi pada saat wafat Yesus.

2. Kebangkitan:

Mereka yang mengalami penampakan Yesus tak langsung mengenali Dia. Tubuh yang
bangkit itu tak sama lagi dengan tubuh sebelum kematian. Narasi tampaknya mau
menunjukkan suatu kebenaran yang kontradiktoris: ada Kontinuitas antara Yang Disalibkan
dan Yang Dibangkitkan, maka masih ada bekas luka, bisa makan dll, tapi ada juga
Diskontinuitas antara keduanya, maka Yesus yang bangkit tak langsung dikenali, bisa hadir
di ruangan tertutup.
Injil-injil Sinoptik bicara soal "Makam Kosong", jelas di sana pun bukan
dimaksudkan sebagai bukti kebangkitan. Tak ada orang yang melihat Yesus keluar dari
makam. Kekosongan makam hanya menjadi tanda bahwa Yang Hidup itu tak bisa ditemukan
di antara Yang Mati, seperti dikabarkan oleh malaikat kepada para wanita yang mendatangi
Martin/Yohanes/hlm. 49

makam Yesus (Lk 24:5). Yoh tidak bicara soal Makam Kosong, tapi Makam dengan Kain
kafan dan Kain peluh. Ada yang menduga bahwa fakta adanya kain kafan berarti mayat
Yesus tak dicuri. Tapi mengapa Petrus tak sampai pada kepercayaan, padahal dia juga sama
seperti Murid yang Dikasihi melihat kain kafan dan kain peluh itu.
Kemungkinan lain, iman Murid yang Dikasihi tampaknya diakibatkan bukan sekedar
oleh fakta adanya kain kafan dll, tapi justru oleh posisi kain kafan dan kain peluh. Ada
dugaan bahwa kain kafan mengempis karena banyaknya rempah-rempah, sedangkan kain
peluh tetap membentuk kepala Yesus seperti kepompong kosong! Yoh 20-7 sebaiknya
diterjemahkan: ".... kain kafan tergeletak rata di tanah, sedangkan kain peluh tidak bersama
kain kafan [dalam arti tidak dalam keadaan yang sama] melainkan tergulung di satu tempat
[menjadi satu]". Jadi mayat Yesus hilang tanpa bekas, lumer, menguap dan meninggalkan
kain kafan dan kain peluh dalam posisi seperti itu.
Jadi tubuh Yesus yang bangkit itu tak identik dengan tubuh Lazarus yang hidup
kembali. Tubuh Yesus yang bangkit itu bisa menembus tembok dll.
Banyak yang membayangkan mungkin terjadi suatu proses dematerialisasi total atau
pemusnahan total dari mayat Yesus dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, seperti benda
yang kena proses radiasi, sinar laser, atau foto sintesis, dan digantikan dalam sekejap mata
oleh tubuh kebangkitan (bdk. I Kor 15). Tubuh rohani itu dapat memateriasasi, mengambil
wujud wadag, begitu masuk dalam ruangan untuk kemudian menghilang kembali.
Injil-injil mengisahkan tergulingnya batu dari kubur, tapi tak pernah mengisahkan
bahwa orang melihat Yesus yang bangkit itu sedang keluar dari kubur (spt. kisah Lazarus).
Tampaknya batu digulingkan, bukan agar Yesus yang bangkit itu bisa keluar, tapi agar para
wanita / murid dapat melihat bahwa Yesus sudah tak berada di antara yang mati lagi!
Catatan narator di 21:12 : murid-murid tak berani bertanya “siapa Engkau” karena
mereka tahu itu Tuhan; ini berarti wujud fisiknya tak begitu jelas, tapi secara intuitif mereka
mengenali siapa Dia. Penunjukan luka-luka merupakan petunjuk bahwa tubuh yang bangkit
itu, yang tak jelas rupanya, memang dulu adalah Dia yang disalibkan.
Dari kisah Injil saja tak ada bukti definitif bahwa tubuh Yesus yang bangkit itu bukan
tubuh yang dikuburkan dulu, namun ada petunjuk kuat bahwa tubuh Yesus yang bangkit itu
berbeda secara hakiki dari tubuh yang dulu mati. Pendapat ekstrem adalah: atau tubuh yang
bangkit itu adalah mayat yang dulu mati (beginilah biasanya “kebangkitan badan” diartikan)
atau itu semua hanya legenda belaka (paling-paling halusinasi para rasul).
Martin/Yohanes/hlm. 50

3. Kesatuan antara Wafat, Kebangkitan, Kenaikan, Pentakosta, dan Parousia:

Mk (akhir 16:8) tak bicara soal penampakan dan kenaikan Yesus ke sorga, Mt mengisahkan
penampakan dan kenaikan Yesus tapi tak bicara berapa lama Yesus menampakkan diri
sampai akhirnya Dia naik ke sorga. Lk bicara soal penampakan dan sekaligus juga
mengisahkan bahwa ada tenggang waktu 40 hari sampai Kenaikan. Rupanya tenggang waktu
antara kebangkitan dan kenaikan itu bukan hal yang hakiki. Ternyata ada macam-macam
versi. Menurut kitab apokrif Pistis Sophia 12 tahun, ada yang mengatakan 9 bulan dll.
Bagaimana Yoh?
Yoh menyatukan Lima Momen Kristologis (R.E. Brown), Wafat, Kebangkitan,
Kenaikan, Pentakosta dan Parousia dalam wafat Yesus. Kematian Yesus dibahasakan sebagai
"Pemuliaan, Peninggian" (3:14; 7:39; 12:32 dll.) dan dengan demikian disatukan langsung
dengan Kebangkitan dan Kenaikan. Roh Kudus langsung diberikan kepada para murid saat
Yesus menampakkan diri kepada mereka. Wafat Yesus dikisahkan dalam simbolisme Akhir
Zaman atau Parousia / kedatangan Kristus kembali di akhir zaman. Yesus mengatakan bahwa
sesaat lagi mereka tak akan melihat Yesus, sesaat lagi mereka akan melihat Dia lagi (16:16).
Eskatologi Sinoptik kerap dipandang bersifat futuristik, yaitu: Parousia masih
dinanti-nantikan (Mk 13; cf. I Tes). Sedangkan eskatologi Yoh dilihat bersifat present, yaitu:
Akhir Zaman dihayati sebagai sudah terjadi sekarang ini (present eschatology), atau "sudah
direalisasikan" (realized eschatology). C.H. Dodd sendiri, pencetus istilah "realized
eschatology", kurang suka dengan istilah itu dan lebih memilih ungkapan Jerman "sich
realisierende Eskatologie" (Eskatologi yang sedang merealisasikan diri).
Martin/Yohanes/hlm. 51

X. PROLOG

Pengarang Yoh biasa dilambangkan sebagai elang yang terbang tinggi menjangkau kediaman
yang ilahi sebagaimana ditampilkan dalam ayat pertama Yoh pada Prolog (1:1-18). Banyak
ahli menduga bahwa Prolog yang puitis ini merupakan madah liturgis kuno yang kemudian
ditambahkan pada Injil Yohanes untuk meringkaskan seluruh Yoh, bagaikan madah di awal
drama Yunani. Apa yang dikidungkan pada Prolog akan dipentaskan oleh drama kehidupan
dalam narasi Yoh.
Jelaslah bahwa dengan kata pertama "pada permulaan" (Yun. en arche) yang
membawa pembaca langsung pada awal Kitab Kejadian, Yoh mengaitkan seluruh kisah
Yesus ini dalam konteks Penciptaan Baru, sebagaimana nanti juga tujuh hari penciptaan
dihadirkan kembali dalam narasi langsung sesudah Prolog, yakni kisah pembentukan murid-
murid di sekeliling Yesus (1:19-51). Arche dimengerti bukan hanya sebagai "permulaan"
dalam waktu, melainkan juga sebagai "prinsip dasariah" keberadaan segala sesuatu.
Gagasan mengenai Sabda (Yun. Logos) dalam Prolog dulu kerap dilihat dalam
konteks pemikiran Yunani, tapi kini lebih dilihat berkaitan erat dengan latarbelakang Yahudi
dalam PL, khususnya sastra kebijaksanaan mengenai Kebijaksanaan (Yun. Sophia, Ibr.
Hokmah) yang ada bersama Allah, peranan pada penciptaan, kedatangan di tengah manusia
(Amsal 2:22-31; Keb 7:22-28; 9:9-12; Sir 24:1-22) dan khususnya Yes 55:10dst tentang
firman yang keluar dari mulut Allah dan tak akan kembali sebelum menuntaskan misinya di
dunia. Ide-ide pokok dalam Prolog akan dibeberkan dalam narasi: Sabda, hidup, cahaya,
kegelapan, saksi, Yoh Pembaptis, percaya, sejati, dunia, mengenal, anak-anak Allah, lahir,
daging, kemuliaan, kebenaran, hukum dll. Bila Kitab Kejadian melatarbelakangi 1:1-8, maka
Kitab Keluaran melatarbelakangi 1:14-18: Shekinah (Kehadiran Ilahi yang memasang tenda
di tengah umatNya di padang gurun), Kemuliaan Allah, Hukum, dan Perjalanan menuju
Tanah Perjanjian; semua ini ditampilkan sebagai telah terwujud dalam Yesus, Sang Putera
Tunggal yang "menuntun sampai pada Bapa" (1:18). Hanya saja, bahwa Yoh memilih Sabda
dan bukan Kebijaksanaan sebagai identitas ilahi Yesus tentunya amat penting bagi pembaca.
Sabda mengandaikan komunikasi dinamis antara dua pihak, sudah sejak awal mula antara
Allah dan Sabda-Nya (1:1), antara Bapa dan Putera (1:18), dan antara Allah dan dunia.
Prolog merupakan kunci tafsir bagi pembaca mengenai siapakah Yesus itu; sejak awal
ia diperkenalkan pada asal-usul dan identitas Yesus: siapa Dia, dari mana Ia berasal, misiNya
di dunia, dan kemana Ia kembali. Hanya pada Prolog saja Yesus disebut sebagai "Sabda
Allah", dalam narasi Yoh hal ini tak akan disebutkan lagi, namun pembaca dihadapkan secara
Martin/Yohanes/hlm. 52

langsung pada tokoh Yesus dan diharapkan dapat mengenali Dia sebagai "Sang Sabda yang
menjelma manusia", Sabda Hidup yang mengucapkan "perkataan-perkataan yang
merupakan roh dan hidup" (6:63) dan menerima bersama Petrus bahwa perkataan-Nya
adalah "perkataan hidup kekal" (6:68). Lewat narasi Yoh pembaca diharapkan sampai pada
iman dan pengenalan siapakah Yesus itu dan dengan demikian sampai pada hidup abadi
(20:30-31). Keabadian difahami sebagai wilayah hidup ilahi ("dari Atas") dan bukan sekedar
rentang waktu kronologis sesudah kematian sebagaimana kerap difahami umum.

Struktur literer Prolog:


Umum dilihat adanya gerakan konsentris parabolis Sang Sabda dari keabadian (1:1) turun
dalam inkarnasi (1:13-14) dan kembali naik ke keabadian (1:18); tampak inklusio pada awal
dan akhir Prolog (1:1 dan 1:18) yang merujuk pada hubungan erat antara Sabda dan Allah.
Dalam narasi dinamika ini akan diungkapkan oleh tokoh Yesus sebagai "Aku datang dari
Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada
Bapa" (Yoh 16:28).
Dapat dilihat beberapa kemungkinan struktur chiastik, misalnya:
A. Sabda (1-2) A. Sabda, Allah, manusia (1-5) A. Sabda & Allah (1-2)
B. Ciptaan (3) B. Yoh. Pembaptis (6-8) B. Peranan Sabda (3-5)
C. Cahaya (4-5) C. Sabda & Dunia (9-11) C. Yoh Pembaptis (6-8)
C'. Cahaya (6-9) D. Iman pd Sabda (12-13) D. Cahaya Dunia (9-11)
B'. Ciptaan (10-13) C'. Sabda & Dunia (14) E. Anak-anak Allah (12-13)
A'. Sabda 14-18) B'. Yoh Pembaptis (15) D'. Sabda & Dunia (14)
A'. Yesus, Allah, kita (16-18) C'. Yohanes Pembaptis (15)
B'. Peranan Yesus (16-17)
A'. Putra Tunggal & Bapa (18)
Ambiguitas Sabda:
1:1: a. En arkhê ên ho logos
In beginning was the word
b. kai ho logos ên pros ton theon
and the word was (towards) with the God
c. kai theos ên ho logos
and God was the word
Posisi Sabda ambigu: sama tapi beda dengan Allah, satu tapi lain dari Allah meski dalam
keterarahan dinamis (pros ton theon). Dari sudut lain bisa dilihat juga bagaimana Sabda itu
diungkapkan lewat kategori Waktu (Kapan? Ada pada awal mula), Tempat (Di mana? Ada
bersama Allah), Hakekat (Bagaimana hakekatnya? Allah, atau Ilahi).
Martin/Yohanes/hlm. 53

XI. PERSPEKTIF WAKTU DALAM YOHANES

Kini akan diberikan suatu perspektif untuk lebih memahami Yoh. Kita kenal adanya tiga
perspektif waktu yang merupakan satu kesatuan: masa lampau, masa kini, dan masa datang.
Ketiganya juga merupakan perspektif pengarang Yoh. Setiap kali kita berhadapan dengan
episode apa pun dalam narasi Yoh, kita bisa melihat suatu pola berpikir sirkuler, selalu
kembali ke belakang, ke masa lampau yang dimengerti oleh Yoh sebagai “awal mula” bukan
dalam arti temporal saja, melainkan sebagai “prinsip dasar” (Yun. archê) yang merupakan
sebab (causa) formal, sebab kausal, sebab final dari segala sesuatu. Ini bisa dirumuskan
dengan satu kata khas Yoh: Bapa.
Narasi Yoh selain digerakkan oleh “retrospeksi” digerakkan juga oleh “antisipasi”,
terarah ke depan, ke pada suatu akhir yang disebut sebagai “pemenuhan” (19:30). Saat akhir
itu dalam rangka kisah Yesus diarahkan ke saat kematianNya, yang diistilahkan sebagai suatu
“pengangkatan”, “peninggian”, “pemuliaan”. Saat itu ditampilkan dalam narasi sebagai
kepenuhan kedatangan Hari Akhir, misalnya lewat tema pengumpulan kembali mereka yang
tercerai berai (11:52; 12:32:). Saat-saat Kematian, Kebangkitan, Kenaikan, dan
Dicurahkannya Roh Kudus (Pentakosta), dan bahkan Parusia (kedatangan Kristus kembali)
dalam Yoh dilebur menjadi satu saat saja: saat Yesus di hari Paska III. Semua terpenuhi pada
salib Yesus. Karena itu eskatologi Yoh kerap disebut eskatologi yang sudah terealisasikan
(C.H. Dodd, “realized eschatology” atau bhs. Jerman “sich realisierende”, “yang sedang
merealisasikan diri”) untuk dipertentangkan dengan eskatologi futuristik dari Sinoptisi.
Konstruksi bahwa 40 hari setelah Kebangkitan ada Kenaikan Yesus merupakan versi
Lukas dalam Kisah Para Rasul (1:3). Sedangkan menurut Injil Lk (24:13-53) tampaknya
Kenaikan terjadi pada hari pertama minggu itu. Banyak yang menduga bahwa konstruksi 40
hari pada awal hidup Gereja perdana (Kis atau disebut juga Lk jilid 2) dibuat demikian agar
sejajar dengan 40 hari di awal hidup Yesus (menurut Lk jilid 1). Dan turunnya Roh Kudus
pada hari Pentakosta itu karena dulu Taurat diturunkan di Sinai, menurut tradisi Yahudi, juga
pada hari Pentakosta (ingat lidah api, angin ribut dll). Pada Mt 28:16-20 tak jelas apakah ada
kenaikan ke sorga; Yesus malah mengatakan bahwa akan menyertai kita sampai akhir jaman!
(28:20). Pada akhir pendek Mk (16:8) tak ada penampakan dan tak ada kenaikan; akhir
panjang memberi kesan kenaikan itu terjadi pada hari pertama minggu itu juga (16:9-20).
Dan dalam akhir Yoh, Yesus pergi dengan Petrus (Murid yang Dikasihi ikut atau tidak?)
entah ke mana!
Martin/Yohanes/hlm. 54

Dalam Yoh (7:39 dan sabda perpisahan Yesus bab 14-16), orientasi ke masa depan ini
dikaitkan dengan kehadiran Roh Kudus.
Perspektif masa kini lebih dikaitkan dengan Yesus. Ungkapan “sekarang” (Yun. nyn)
atau “dan kinilah saatnya” (Yun. kai nyn estin) bukan berarti sekedar temporal (biasa
diterjemahkan: saatnya “sudah tiba sekarang”), melainkan mengacu pada kehadiran total
Yesus yang mengalahkan segala macam kategori waktu, lebih harus diterjemahkan sebagai
“Inilah dia!”. Lih. 2:8; 4:23; 5:25. Ini lebih bisa dirumuskan oleh Yesus sendiri dalam
ungkapan Yun. egô eimi (harafiah: Aku adalah, “I am”) yang kerap dianggap merupakan
ungkapan pewahyuan diri Allah dalam PL (Kel 3:4 dll). Lihat 4:26; 6:20; 8:48; 13:19; 18:5.
Perspektif waktu inilah (dengan Paska sebagai poros hidup) yang dikonfigurasikan
dalam narasi Yoh dan diharapkan dapat direfigurasikan atau ditransfigurasikan oleh para
pembacanya (ingat teori Ricoeur!). Hanya dengan demikian anda sampai pada HIDUP!
Pengarang Yoh sadar bahwa teksnya hanyalah suatu kesaksian (21:24-25), dalam arti
itu suatu medium. Namun bisa diamati bagaimana ia mencoba untuk mengatasi ke-medium-
annya itu agar pembaca dapat sampai langsung pada Yesus: lewat banyaknya footnote,
berlimpahruahnya kata-kata langsung Yesus dalam dialog atau monolognya. Tokoh utamanya
datang sebagai saksi (18:37) dan ia juga berusaha keras agar orang tak berhenti pada dirinya
sendiri melainkan agar orang melalui Dia sampai pada Bapa (14:9). Yesus itu perlu pergi,
menghilang, agar dengan demikian orang dapat sampai pada Bapa yang lebih besar daripada
Yesus (lih. bab 14-17). Pengarang Yoh berusaha agar teksnya “menghilang” dan orang
sampai pada Yesus.
Yesus berkata “Kamu menyelidiki Kitab-kitab suci ...yang memberi kesaksian tentang
Aku ... namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu” (5:39-40).
Siapa akan menyangkal bahwa kata-kata Yesus itu berlaku juga bagi mereka yang mendekati
teks Injil Yoh? Dengan kata lain, teks Injil Yoh sendiri sudah men-dekonstruksi-kan dirinya
sendiri! Dunia tekstual itu meniadakan dirinya agar pembaca melalui itu dapat sampai pada
dunia riil!
(Disarikan dari Martinus E. Suhartono, A Quest for Time in the Gospel of John
(unpublished PhD Dissertation, Faculty of Divinity, Cambridge University, 1994).

Anda mungkin juga menyukai