Anda di halaman 1dari 5

TUGAS ETIKA

ETIKA DAN KESADARAN MORAL

NAMA KELOMPOK : 1. Lydia K. Bana

2. Margianita P. B Lero

3. Richard J. Fau

KELAS : III B

DOSEN PENGASUH : Pdt. Drs. Maria E. Ratu-Pada

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA KUPANG

FAKULTAS TEOLOGI

TAHUN 2019
PERKEMBANGAN KESADARAN MORAL

Dalam KBBI Kesadaran itu sendiri adalah keinsafan, keadaan mengerti kesadaranakan harga
dirinya timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil.- hal yang dirasakan atau dialami.

 Metode Penelitian Kohlberg

Dalam seluruh karyanya Kohlberg mengakui ketergantungannya pada psikolog Swiss, Jean
Piaget (1896-1980). Jalur pengetahuan Piaget dilanjutkan oleh Kohlberg. Terutama pengertian
“tahap” dalam pertumbuhan moral diambilnya dari Piaget. Kohlberg juga melakukan suatu
penelitian tentang orang yang berumur 6 tahun sampai dengan 28 tahun, yang sebagian besar
telah diikutinya dari masa anak sampai umur dewasa. Artinya, sesudah jangka waktu tertentu ia
menyelidiki orang yang sama, supaya dapat menentukan perkembangan moralnya.Kohlberg
yakin bahwa hasil penelitiannya berlaku secara transkultural dan tidak terbatas pada suatu
kebudayaan tertentu saja.

Menurut Kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama
lain dalam tiga tingkat (levels) demikian rupa sehingga setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga
tingkat itu berturut-turut adalah Tingkat Prakonvensional, Konvensional, dan Pasca
Konvensional.

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini anak mengakui adanya aturan-aturan yang baik serta buruk mulai
mempunyai arti baginya, tapi hal itu semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain.
Penilaian tentang baik buruknya perbuatan ditentukan oleh faktor-faktor dari luar.
Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau
konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak hukuman atau ganjaran, hal yang
pahit atau hal yang menyenangkan. Pada tingkat Prakonvensional ini dapat dibedakan
dua tahap:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan. Anak mendasarkan perbuatannya pada


otoritas konkret (orang tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusun, bila ia tidak
patuh. Ketakutan untuk akibat perbuatan adalah perasaan dominan. Contonya anak ingin
mencuri makanan persoalannya bukan baik atau jahat tetapi persoalannya ialah hukuman
yang ia dapatkan bila ia mencuri makanan itu.

Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental. “alat” atau” instrumen”yaituupaya


mendapatkan sesuatu untuk mencapai kenikmatan. Anak jugadapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Seperti hubungan timbal balik atau
disebut hubungan tukar-menukar di pasar contonya ketika ingin membantu sesama, anak
bertanya apa yang ia akan dapatkan dari bantuannya.

b. Tingkat Konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukan bahwa biasanya (tapi tidak selalu) anak mulai
beralih ketingkat ini antara umur 10 dan 13 tahun. Disini perbuatan-perbuatan mulai
dinilai atas dasar norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi.
Tingkat ini disebut “konvensional” oleh Kohlberg karena disini anak mulai
menyesuaikan penilaian dan perilakunya dengan harapan orang lain atau kode yang
berlaku dalam kelompok sosialnya. Tidak hanya menyesuaikan diri tetapi anak juga
menaruh kepatuhan (loyalitas) serta membenarkan ketertiban yang berlaku.

Tahap 3:Penyesuaian dengan kelompok atau orientasi menjadi “anak manis”.Anak-anak


telah bertumbuh. Dengan sadar, mereka berusaha untuk menjadi anak-anak yang “baik”.
Anak berusaha melakukan apa yang dikatakan pada diri mereka dan menjadi anak yang
taat dan patuh. Contonya anak mencuci tangan sebelum makan dan membantu orang
tuanya membersikan rumah.

Tahap 4:Tahap orientasi hukum dan ketertiban (law dan order). Pada jenjang ini seorang
sudah paham kelompok dengan mana seorang sudah berpegang lebih luas dan merujuk
pad prinsip bahwa hukum berdimensi universal. Seorang mulai menghargai dan
memperhitungkan hak serta kepentingan bukan sja orang-orang dalam kelompoknya
tetapi juga orang-orang yang tidak dikenalnya. Hal ini dilakukan karena seorang sadar
bahwa itu adalah “kewajiban”.

c. Tingkat Pascakonvensional.
Tingkat ini disebut juga “tingkat otonom” atau “tingkat berprinsip” (principled level).
Pada tingkat ini hidup moral dipandang sebagai penerima tanggung jawab pribadi atas
dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin.

Tahap 5:Orientasi kontrak-sosial legalistis.Pada tahap ini orang menyadari bahwa


hukum-hukum yang ada sebenarnya tidak lain adalah kesepakatan-kesepakatan.
Kesepakatan antar manusia yang melahirkan hukum sebab hukum adalah untuk ditaati.
Oleh sebab itu, kesepakatan antar manusia pula yang dapat mengubahnya. Ada 2 hal
penilaian moral dalam jenjan ini yaitu akal dan toleransi.

Tahap 6:Orientasin prinsip etika yang universal. Disini orang mengatur tingkah laku dan
penilaian moral berdasarkan hati nurani pribadi serta moralitas yang pantang
mengkhianati suara hati nurani dan keyakina tentang yang baik dan benar. Yang
mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal.
Orang yang melanggar prinsip-prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang
mendalam (remorse).

CIRI KHAS PERKEMBANGAN MORAL

Beberapa sifat yang menurut penelitian Kohlberg menandai seluruh perkembangan moral
ini yaitu:

a. Sifat pertama ialah bahwa perkembangan tahap-tahap selalu berlangsung dengan cara
yang sama, dalam arti, si anak mulai dengan tahap pertama lalu pindah ke tahap
kedua dan seterusnya. Semua tahap harus dijalani menurut urutan-urutan itu.
b. Sifat kedua ialah bahwa orang hanya dapat mengerti penalaran moral satu tahap di
atas tahap dimana ia berada. Jadi, seorang anak yang berada dalam tahap kedua, sama
sekali tidak mengerti penalaran moral dari mereka yang berada dalam tahap keempat
ke atas.
c. Sifat ketiga ialah bahwa orang secara kognitif merasa tertarik pada cara berpikir satu
tahap di atas tahapnya sendiri. Karena cara berpikir tahap berikutnya dapat
memecahkan dengan memuaskan dilemah moral yang alami.
d. Sifat keempat ialah bahwa perkembangan dari satu tahap ketahap berikutnya terjadi
bila dialami ketidakseimbangan kognitif dalam penilaian moral, artinya, orang sudah
tidak melihat jalan keluar untuk menyelesaikan masala atau dilema moral yang
hadapi. Jika situasi adala sedemikian rupa sehingga ada pemechan yang memadai,
maka ia akan mencari penyelesaian yang lain.

Anda mungkin juga menyukai