Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

AGAMA BUDDHA, SEJARAH DAN PAKAR AGAMANYA


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Perbandingan Agama
Dosen Pengampu: Moh. Dzawinnuha, S.Hum., M. Pd.

Disusun oleh :
Nurkhakiki (23010170077)
Alip Bagas Subekti (23010170087)
Yavia Dwita Apria D. (23010170336)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini tentu seseorang membutuhkan agama. Untuk
memperoleh keyakinan ataupun pengetahuan tentang suatu agama dapat dilakukan
melalui penelaahan terhadap informasi yang ada. Selain itu, suatu informasi agama
tersebut juga dapat digunakan sebagai pembanding antar satu agama dengan agama
lainnya, salah satunya yaitu mengenai agama Buddha. Untuk umat Buddha sangat
dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, sedangkan bagi umat non Buddha dapat
mengenal ajaran Buddha di dalam meningkatkan nilai-nilai toleransi keberagamaan.
Agama Buddha mempunyai kaitan erat dengan agama Hindu. Sebagai agama,
ajaran Buddha tidak lepas dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam dan seluruh
isinya. Pada mulanya ajaran ini bukan merupakan agama melainkan hanya suatu
ajaran untuk melepaskan diri dari sangsara (samsara) dengan tenaga sendiri,
sebagaimana dilakukan sang Buddha. Tetapi ajaran ini kemudian berubah menjadi
agama yang banyak penganutnya dan mempengaruhi daya piker banyak orang.
Berdasarkan uraian di atas, maka kami akan membahas mengenai hal-hal
yang terkait dengan sejarah agama Buddha dan tokoh-tokoh yang berperan di
dalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah agama Buddha?
2. Siapa tokoh pendiri dan penyebar agama Buddha?
3. Apa saja ajaran dari agama Buddha?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah agama Buddha.
2. Untuk mengetahui pendiri dan penyebara agama Buddha.
3. Untuk mengetahui ajaran-ajaran dari agama Buddha.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Agama Buddha


Sejarah agama Buddha mulai abad ke-6 SM hingga abad ke-2 M dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu mulai abad ke-6 SM hingga abad ke-3 SM, dan mulai abad
ke-3 SM hingga abad 2 M.1
1. Tahap Pertana (abad ke-6 SM hingga abad ke-3 SM)2
Tahap ini ditentukan oleh dua muktamar besar yang besar, yaitu muktamar di
Rajgraha pada tahun 383 SM, dan muktamar di Waisali pada tahun 283 SM. Ketika
Buddha Gautama wafat pada tahun 483 SM agaknya sudah ada banyak biara di
sebelah timur laut India. Tidak ada orang yang dapat menggantikan kedudukan
sang Buddha, yang tinggal hanya ajarannya atau Dharmanya, yang pada waktu itu
belum dibukukan. Ajaran-ajaran ini kemudian berkembang menjadi bermacam-
macam tradisi. Selain munculnya tradisi juga banyak terjadi permasalahan
sepeninggal wafatnya Gautama, seperti keinginan merubah peraturan-peraturan
yang telah dibuat sebelumnya karena mereka merasa bahwa peraturan-peraturan
tersebut terlalu berat.
Timbulnya persoalan-persoalan tersebut yang menyababkan diadakannya
muktamar besar di Rajgraha pada tahun 383 SM. Muktamar ini dipimpin oleh
Kasyapa yang Agung. Selain pemimpin dalam muktamar ini terdapat dua orang
penting yang dianggap mengingat segala ajaran dari Gautama. Dalam muktamar ini
diputuskan bahwa tidak ada peraturan yang diubah, semua tetap berpegang pada
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Gautama.
Seratus tahun setelah diadakan muktamar tersebut kemudian muncul kembali
masalah seperti tentang penyimpanan garam yang melebihi dari yang sudah

1
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008), hlm.
87.
2
Ibid., hlm. 87-88.
2
ditentukan, makan dua kali di dua desan yang berlainan, menerima dan memiliki
emas dan perak, dan sebagainya. Karena hal-hal tersebut kemudian diadakan
kembali muktamar yang kedua di Waisali. Kejadian ini menyebabkan adanya
perpecahan antara pengikut Gautama. Orang-orang yang berpegang teguh pada
peraturan-peraturan Gautama menyebut dirinya Sthawirawada (jemaat para murid),
dan golongan yang menyetujui adanya perubahan menyebut dirinya Mahasanghika
(anggota jemaat yang besar). Perpecahan inilah yang kemudian menjadi awal
adanya perpecahan yang lebih besar lagi.
2. Tahap Kedua (abad ke-3 SM hingga abad ke-2 M)
Pada tahap kedua ini agama Buddha dipimpin oleh Asoka yaitu pada tahun
269 sampai 233 SM. Namun, sebelum memimpin ia mulanya memusuhi agama
Buddha. Agama Buddha mengalami perkembangan yang sangat pesat di bawah
pemerintahan Asoka dan menyebarkan ajarannya hingga ke Langka, Baktria, dan
China.3
Selain terjadi masa kejayaan di bawah pemerintahannya tetap ada
perselisihan dan perpecahan yang diakibatkan karena adanya perbedaan pendapat
tentang upacara-upacara keagamaan dan ajaran-ajarannya. Sehingga pada tahap ini
diadakan lagi muktamar di Pataliputra yang menetapkan kitab Abbidharma Pitaka
dan kanonisitas kitab-kitab yang lain diteguhkan.4

B. Pendiri dan Penyebar Agama Buddha


Agama Buddha didirikan oleh seseorang yeng bernama Siddharta. Menurut
cerita umat Budha dalam diri Sidharta tersebut hidup makhluk bernama Sumeddha
yang sudah hidup lama hingga mengalami reinkarnasi dan hidup di tubuh seorang
mampunyai derajat kebudhaan.5
Sidharta dilahirkan tahun 563 sebelum Masehi di daerah Kapilawastu, di kaki
pegunungan Himalaya. Dia merupakan putra mahkota Raja Suddhana dari Nepal.6

3
Ibid.
4
Ibid., hlm. 89.
5
Faridi, Agama Jalan Kedamaian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), hlm. 97.
6
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha… , hlm. 86.

3
Menjelang kelahirannya banyak peristiwa yang luar biasa, seperti dunia menjadi
terang, yang sakit menjadi sembuh dan sebagainya. Sedangkan tatkala wafatnya
terjadi gempa bumi, alam semesta tampak berduka, dan sebagainya. Itu merupakan
suatu pertanda bahwa akan muncul anak yang yang kelak menjadi pemimpin yang
besar serta sangat penting bagi alam semesta.7
Saat berumur 29 tahun, muncullah rasa keinsyafannya terhadap keduniawian
dalam suasana kemewahan istana tidaklah dapat memberi ketentraman batinnya. Lalu
dia memulai perjalanan sebagai pertapa. Awalnya dia berguru pada 2 orang Brahmana,
namun dia tidak puas atas ilmunya sehingga memutuskan untuk bertapa, dan akhirnya
memperoleh 5 murid yang mengikuti jejaknya sebagai pertapa.
Dan ketika ia mengembara untuk belajar dari alam dan manusia, pada suatu
malam di bawah suatu pohon rimbun rempak (yang terletak dalam kota Goya saat ini).
Mendadak ia pun memiliki kunci hikmat tentang kehidupan. Pohon itu dipandang suci
oleh agama Buddha sampai sekarang, yang dinamakan dengan pohon Boddhi. 8
Peristiwa malam itu dipandang sebagai kejadian besar dalam agama Buddha, sehingga
diperingati sebagai dengan malam Waisak. Pada malam itu, Sidharta melakukan
meditasi dan mendapat 4 ilmu tinggi, antara lain:

1. Pubbenivasanussati, yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran


kembali.
2. Dibacakkhu, yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin.
3. Cuti Upapana, yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk- bentuk
kehidupan, baik atau buruk, bergantung pada perilaku masing- masing.
4. Asvakkhyanana, yaitu penegtahuan tentang padamnya semua kecenderungan
dan Avidya, tentang menghilangkan ketidaktahuan.9

7
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 87.
8
Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), hlm.75.
9
Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1993), hlm. 211.
4
Dengan pengetahuan tersebut dia mendapat penerangan yang disebut “Empat
Kasunyatan Mulia”, antara lain:
1. Penderitaan.
2. Sumber penderitaan.
3. Lenyapnya penderitaan.
4. Delapan cara melenyapkan penderitaan
Dengan pencapaian itu, Siddharta Gautama telah menjadi Buddha pada umur 35
tahun. Bhaluka dan Tapusa adalah pengikut pertamanya, setelah itu dia menyebarkan
dharmanya pada kelima bekas muridnya. Meskipun mula- mula ia ragu menyebarkan
pengetahuannya kepada manusia. Setelah menghadap dewa Brahman, ia pun
menyebarkan pengetahuannya. Sejak itulah Siddharta menjadi Buddha.10
Setelah peristiwa tersebut, Siddharta Gautama menyebarkan ajarannya ke
seluruh India yang dikenal dengan “Empat Kebajikan-Kebenaran”, antara lain:
1. Kehidupan Manusia pada dasarnya tidak bahagia.
2. Sebab bahagia adalah karena terbelenggu nafsu.
3. Hawa nafsu dapat ditiadakan dengan ajaran budha yaitu “Nirwana”.
4. Menimbang, berpikir, berbuat, mencari nafkah, berusaha, mengingat serta
meditasi yang benar.
Selama 45 tahun sang Buddha menyebarkan ajarannya dan dia wafat pada
umur 80 tahun di Kusiwara dan jenazahnya dibakar. Pada saat meninggal dunia
terjadi gempa bumi, seolah-olah alam ikut berduka. 11 Ketika dibakar, yang hangus
hanya pembungkus dan dagingnya saja, sedangkan tulangnya utuh. Lalu tulang-tulang
itu dibagi menjadi delapan, satu bagian ditinggal di Kusiwara sedangkan tujuh bagian
lainnya dibagi-bagikan kepada para raja yang mengikuti ajarannya.
C. Ajaran-ajaran Agama Buddha
Penyampaian ajaran agama Buddha dilakukan dengan menggunakan bahasa
sehari-hari. Ajaran tersebut di sampaikan berulang-ulang dengan cara yang berbeda-
beda sesuai dengan waktu, tempat, dan orang yang mendengarkannya.

10
Muhammad Rifa’i, Perbandingan Agama, (Semarang: Wicaksana, 1984), hlm. 94.
11
Jirhanuddin. Perbandingan Agama…, hlm. 90.
5
1. Etika dalam Hubungan dengan Tuhan12
Hubungan manusia dengan Tuhan dalam agama Buddha dilakukan ketika
seseorang bermeditasi yang hanya memusatkan pikirannya pada satu titik untuk
mendapatkan pencerahan yang telah dilakukan. Dalam agama Buddha kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa diperoleh melalui Bodhi atau penerangan
sempurna. Dalam menjalani kehidupan yang terarah dalam mengenal Tuhan umat
Buddha menggunakan Tisarana (Tiga perlindungan) sebagai panduan:
a. Buddha saranam gacchami: Aku berlindung kepada Buddha;
b. Dhammam saranam gacchami: Aku berlindung kepada Dhamma;
c. Sangham saranam gacchami: Aku berlindung kepada Sangha.
Rumusan tersebut ditetapkan bukan hanya bagi mereka yang akan dihabiskan
menjadi samanera dan bhikkhu, tetapi juga untuk umat Buddha yang masih awam.
Buddha, Dhammam, dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian tertinggi
yang dapat ditangkap oleh pemikiran manusia biasa.
2. Etika Sosial dalam Hubungan dengan Manusia13
Hubungan manusia dengan manusia diatur dalam 5 sila dalam Pancasila
Buddhis, yaitu:
a. Pannatipata veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya
bertekad akan melatih diri untuk menghindari pembunuhanmakhluk hidup.
b. Adinnadana veramani sikkhapadang sammadiyammi, yang artinya saya
bertekad akan melatih diri untuk menghindari mengambil sesuatuyang tidak
diberikan.
c. Kamesu micchacara veramani sikkhapadang sammadiyammi, artinya saya
bertekad akan melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
d. Musa vadha veamani sikkhapadang sammadiyammi, saya bertekad akan melatih
diri untuk menghindar perkataan tidak benar.

12
Toharuddin, Konsep Ajaran Buddha tentang Etika, Vol. 5, No. 2, 2016, hlm. 191-199.
13
Ibid.
6
e. Sura meraya majjapamadatthana veramani sikkhapadang samadiymmi, artinya
saya bertekad akan melatih diri untuk menghindari mengonsumsi segala zat yang
dapat menyebabkan hilangnya kesadaran.
Selain dari 5 sila tersebut agama Buddha juga mengajarkan perilaku pengasih
yang khidmat dan cermat, yaitu:
a. Berperilaku antun dan khidmat dan setiap perilaku harus terkendali.
b. Bersikap senang dan wajar serta tidak malu-malu.
c. Ketika berjalan diajarkan untuk mengatur nafas dengan tenang.
d. Ketika berjalan melangkahlah dengan ringan, berpijak tanpa meninggalkan
suara sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.
e. Jika berjalan dijalan raya maka patuhi lalu lintas.14
3. Ajaran yang dijelaskan di atas Merupaka Ajaran tentang Etika, Masih Ada
Lagi Ajaran dalam Agama Buddha, yaitu:
a. Ajaran Hinayana
Ajaran hinayana mewujudkn suatu perkembangan yang logis dari dasar-
dasar yang terdapat dalam kitab kanonik. Di antaranya yaitu:
1) Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja.
2) Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau realitas yang kecil dan pendek,
yang berkelompok sebagai sebab dan akibat.
3) Tujuan hidup ialah Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan.
4) Cita-citayang tertimggi ialah menjadi arhat .
b. Ajaran Mahayana
Dalam Mahayana cita-cita tertinggi ialah untuk menjadi Bodhisattwa,
berbeda dengan ajaran hinayana yang bercita-cita menjadi arhat. Dalam
perjalanan hidupnya seorang Bodhisattwa tidak akan dilahirkan kembali ke
dalam tempat penyiksaan atau dalam keadaan yang tidak menyenangkan di
dunia.15

14
Toharuddin, Konsep Ajaran Buddha tentang Etika, Vol. 5, No. 2, 2016, hlm. 191-199.
15
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha…, hlm. 91-93.
7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah agama Buddha mulai abad ke-6 sebelum Masehi hingga abad ke-
2. Hal ini dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu mulai abad ke-6 sebelum
Masehi hingga ke-3 sebelum Masehi, dan abad ke-3 sebelum Masehi hingga
abad ke-2 Masehi.
Agama Buddha didirikan oleh seseorang yeng bernama Siddharta.
Menurut cerita umat Buddha dalam diri Sidharta tersebut hidup makhluk
bernama Sumeddha yang sudah hidup lama hingga mengalami reinkarnasi dan
hidup di tubuh seorang mampunyai derajat kebuddhaan.
Ajaran-ajaran dalam agama Buddha beberapa di antaranya yaitu etika
dalam hubungan denga Tuhan, etika sosial dalam hubungan dengan manusia,
dan ajaran lainnya yaitu ajaran hinayana dan ajaran Mahayana.

B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi bahasa, dari segi penyusunan kalimatnya, maupun dari
segi isi yang masih kurang lengkapnya penjelasan dan pemaparan. Oleh karena
itu, kami dari pembuat makalah ini sangat mengharapkan pembaca untuk dapat
memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun agar ke depannya kami
dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Faridi 2002. Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropologi Agama. Bandung: Citra Aditiya Bakti.

Hadiwijono, Harun. 2008. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia.

Jirhanuddin. 2010. Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rifa’i, Muhammad. 1984. Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana.

Sou’yb, Joesoef. 1983. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Toharuddin. 2016. “Konsep Ajaran Buddha tentang Etika”. Vol. 5, No. 2. hlm. 191-
199.

Anda mungkin juga menyukai