1
DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MASA KUNO
Plato berasal dari keluarga bangsawan dan dalam silsilah nenek moyangnya tedapat raja-raja
Penemu Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA Orang- orang Kristen
pertama dibesarkan dalam negeri yang telah dipengaruhi Kebudayaan Yunani kurang lebih 200
tahun lamanya.
1.1 Guru Plato adalah bernama Sokrates.
Sistim atau gaya mengajar Sokrates kepada murid melalui tiga tingkat fikiran ,yaitu :
1). Yakin yang tiada berdasar
2). Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui yang
sebenarnya.
3). Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang betul.
Tragis, Sokrates dijatuhi hukuman mati ( ia minum racun dalam mangkok dikelilingi murid-
muridnya ), Sokrates dituduh oleh musuh-musuhnya merusak akhlak para pemuda dengan
pendekatan belajarnya.
1.3 Plato kemudian mendirikan sekolah yang dinamakan “ Akademi “, pikiran matang Plato
tentang PENDIDIKAN dimuat dalam bukunya yang berjudul “Republik “ (bukunya
melukiskan bentuk suatu Negara yang sesempurna mungkin) .
1.4 Pendidikan menurut Plato, perlu untuk :
Membimbing orang-orang meninggalkan semua bayang-bayang yang tidak berakar dalam
kenyataan , agar melihat serta menganut Kebenaran
Dalam Proses pendidikan, menurut Plato kita dibimbing “ mengingat” inti abadi dari benda-
benda dalam dunia ini.
Pria dan wanita berhak menerima pendidikan.
Yang termasuk dalam subyek Pendidikan adalah anak-anak dan muda-mudi dari kaum atasan.
B. Pendidikan Agama Yahudi
B.1 Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan Agama Kristen agama
Yahudi adalah pemikiran pedagogis yang dikembangkan dalam kebudayaan Yunani Romawi
seperti yang diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan Quantilianes.
B.2 Para pemikir Kristen mengembangkan struktur dan isi teologi atas kedua dasar kebudayaan,
yaitu Yahudi dan Yunani.
B.3 Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan dengan
penemuan para ahli purbakala di kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3 dan gedung Gereja
Byzantium dari abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi yang jauh lebih tua.
B.4 Sejarah perkembangan Pendidikan Agama yahudi dapat dibagi dalam dua zaman:
1). Zaman Saat terbentuknya bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel
2). Zaman Pembuangan Ke Babel dan permulaan Zaman Masehi
Pengajar - pengajar dalam pendidikan Agama Yahudi , terdiri atas 4 golongan pemimpin,
yaitu :
1). Kaum Imam
2). Para Nabi
3). Kaum Bijaksana
4). Kaum penyair
Kurikulum pendidikan Agama Yahudi
Kurikulum utama Pendidikan agama Yahudi adalah : “Sejarah yang Di ingat” ( yaitu
Keterlibatan Allah dalam kehidupan mereka)
BAB III
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA PURBA ( Abad ke-2 dan ke-5 )
A. Lingkungan Luasnya
B. Tantangan Budaya terhadap
C. Keprihatinan Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
Pendidikan agama Kristen yang dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha untuk
bergumul dengan kebudayaan yang nilai-nilainya bertentangan terhadap lingkungan luas
disekitarnya.
Tantangan pertama yang dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja yang masih
politeisme.
Tantangan kedua adalah terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang bertentangan
dengan Injil, sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk memisahkan diri dari
kebudayaan itu.
Sehingga dari sini muncul seorang Tertulianus yang menjadi tokoh gereja yang berani membuat
garis pemisah antara gereja dan kebudayaan. Dalam hal ini persekutuan Kristen wajib untuk
memisahkan diri secara mutlak dari pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi.
Sebaliknya, ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada pemahaman
untuk memanfaatkan kebudayaan tersebut yang tidak bertentangan secara langsung dengan nilai
Injil. Artinya, tidak semua kebudayaan itu buruk sehingga harus ditolak. Tetapi perlu ada
penyaringan yang baik, sehingga mendapatkan sebuah jalan keluar yang menjembatani keduanya
untuk berguna bagi pelayanan. Pertentangan kedua pendapat ini berlangsung cukup lama, bahkan
ketika 2 abad sesudah mereka wafat, perbedaan sudut pandang ini masih saja dipertentangkan.
Tantangan ketiga yang dihadapi oleh Gereja purba adalah terkait dengan masalah relegiusitas
atau keagamaan.
Dalam hal ini ada beberapa aliran yang menghambat proses perkembangan gereja antara lain, :
Gnostik,
Mitraisme dan
Neo-Platonisme.
Gnostik berasal dari bahasa Yunani “gnosis” yang berarti “pengetahuan”. Tetapi pengetahuan
disini bukan sesuatu yang bisa diperoleh dari mempelajari sesuatu, melainkan sesuatu yang
diterima langsung dan bersumber dari sorga.
Untuk Mitraisme, belum jelas sejauh mana agama Kristen dipengaruhi olehnya, tetapi bila
memperhatikan secara sejarah nampaknya pengaruh dari Mitraisme lahir dalam hal perayaan
dan sakramen. Contohnya adalah perayaan natal pada 25 Desember dan permandian dengan
darah lembu yang sebelumnya pesertanya harus di “sidi” terlebih dahulu.
Tantangan keempat atau yang terakhir adalah tuduhan dari kebudayaan Unani-Romawi yang
mengatakan bila orang Kristen tidak bertuhan. Dalam hal ini mereka mengatakan bila orang
Kristen tidak menyembah dewa-dewi yang berwujud patung, maka dikatakan bila orang Kristen
tidak bertuhan.
Menanggapi semua tuduhan itu, para pendidik Kristen menolak semuanya. Artinya,
memang warga Kristen mengasihi sesamanya, termasuk musuhnya, tetapi mereka tidak berzinah.
Dalam hal ini perilaku mereka sangat susila dimana setiap hari mereka bersyukur pada Tuhan
atas segala keperluan hidup yang diberikan Tuhan pada mereka. Dalam menghadapi semua
tantangan dan tuduhan itu, pendidik Kristen memberikan pembelaan yang baik. Artinya disini
adalah, menjelaskan semua alasan dan fakta kebenaran mengapa mereka melakukan itu bukan
berdasarkan kebencian atau ketidak setiaan kepada Negara, tetapi lebih kepada keputusan untuk
member pada yang prioritas.
Dalam memberikan tentangan terhadap semua tuduhan ini muncul seorang tokoh bernama
Origenes yaitu seorang teolog dari abad ke-3 yang menjawab melalui karyanya yang berjudul
“Contra Celsum” (Melawan Kelsus).
Sedkit terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh gereja diatas, Gereja juga memiliki
keprihatinan terhadap pelayanan pendidikan. Dalam hal ini usaha untuk memperoleh suatu
gambaran yang jelas dan lengkap tentang keprihatinan pedagogis gereja purba itu agak sulit. Hal
ini disebabkan jemaat tidak memiliki Komisi Pendidikan Kristen. Sehingga dari sini muncul
masalah lain yaitu, tidak adanya penerbit Kristen yang mengeluarkankurikulumtertulis.
Keprihatinan selanjutnya juga menyangkut masalah ketidak pastian pengajaran atau dokmatika.
Sebagai akibatnya, mau tidak mau jemaat wajib mengambil keputusan tentang siapa sebenarnya
Yesus, sebab Dialah alasan pokok mengapa jemaat itu berada.
Origenes dalam karyanya dogmatika yang berjudul De Principiis (Asas Dasariah Iman
Kristen) mengajarkan bila Yesus Kristus sudah ada sejak permulaan dunia. Ia tidak hanya
muncul pada titik tertentu dalam sejarah manusia. Dalam hal ini juga Origenes memecahkan
masalah mengenai Inkarnasi Kristus dengan jalan mengemukakan adanya nyawa yang dimiliki
Yesus dan yang tidak boleh diambil dari pada-Nya (Yoh. 10:17-18).
Seorang tokoh lagi yang memberikan solusi pada masa keprihatianan gereja purba terkait
dengan dogmatika adalah Eusebius seorang ahli sejarah gereja Purba yang mengarang sekitar
tahun 325 M. Dalam hal ini Eusebius menegaskan bila Yesus Kristus adalah Anak Allah yang
tidak terbelenggu oleh persyaratan waktu manusia. Ia ada sejak permulaandunia.
Disamping semua usaha diatas, pada umumnya terdapat pula pengajaran melalui dua
macam usaha, yaitu isi nyanyian rohani yang dipelopori oleh Efraim, pendeta di siria, dan
melalui mutu kehidupan para warga Kristen sendiri yang dipupuk melalui
kebaktian umum,doapribadidanpuasa.
Gelar pertama melambangkan kemampuanya sebagai seorang pengkhotbah dan kedua adalah
terkait dengan sumbangannya dalam pendidikan. Sebagai seorang Uskup Agung kota
Konstantinopel (Istambul) ia sangat berani dalam usaha menerapkan peraturan gerejawi,
khususnya atas para pendeta, biarawan juga uskup. Buah pikirannya dalam hal pendidikan
dituangkan dalam judul “jalan yang layak bagi para orang tua untuk mendidik anaknya”. Tujuan
pendidikan Kristen menrutnya adalah menjadi seorang “olahragawan” bagi Kristus. Latihan
menurutnya bukan dilakukan untuk mengisi waktu senggang, tetapi melalui sebuah displin
khusus. Dalam disiplin ini, pendidikan melibatkan panca indra yang ada yaitu, mulut / dengan
pengucapan lisan, telinga/ pendengaran, hidung/ penciuman, mata / penglihatan dan terakhir
adalah indera peraba yang meliputi seluruh badan.
BAB IV
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ABAD PERTENGAHAN
( Dari Abad ke-6 s/d Abad ke – 14 )
A. Lingkungan Luasnya
1. Pendidikan Agama Kristen melalui Bahasa dan Rupa Lambang
Gaya berpikir secara simbolis mempunyai sejarah panjang sekali, khususnya yang
dikembangkan kebudayaan di mana saja untuk menyampaikan kebenaran rohani. Alasannya
ialah karena agama apapun melibatkan para pemeluknya dalam keprihatinan-keprihatinan yang
mustahil dibatasi dengan dunia ini saja. Terdapat keprihatinan yang melampaui kemampuan
bahasa insani untuk menguraikannya sehingga menjangkau ke kedalaman kenyataan.
Keadaan bersejarah dari Gereja abad pertengahan merupakan tanah subur bagi
perkembangan simbol-simbol yang mendobrak hati jemaat.
Tercatat ada enam jenis lambang yag memainkan peranan dalam Pendidikan Agama
Kristen zaman itu, yaitu:
Sakramen Baptisan,
Persyaratan ketat yang dikembangkan Gereja Purba yang wajib dipenuhi oleh setiap calon
baptisan sebelum diterima sebagai anggota sah, diperlemmah bahkan dihapuskan sama sekali
dalam praktek Gereja abad pertengahan. Alasannya berakar dalam perbedaan budaya yang
dialami kedua gereja itu. Bagi Gereja Purba, kebudayaannya menghargai kepentingan
pendidikan. Pada abad pertengahan, gereja mengembangkan tindakan yang cenderung
mengutamakan kesan atau perasaan dalam diri para warga ketimbang menambah sejumlah
pengetahuan, pengertian dan pengabdian diri. Perubahan tersebut dibenarkan berdasarkan
penafsiran teologi Augustinus. Jadi dalam praktek P.A.K pada abad pertengahan boleh diganti
dengan ritus baptisan.
Sakramen Misa,
Selama para warga jemaat beribadah, mereka dididik melalui pancaindera yang menolong
mereka menyerap sebagian dari makna simbolis dari tindakan yang sedang berlangsung.
Walaupun para warga dididik melalui simbolisme Misa namun pendidikan tersebut berat
sebelah, karena para warga tidak diperlengkapi dengan pembinaan melalui sumber iman yang
tertulis.
Drama Agamawi,
Para warga yang tidak dapat membaca masih diberikan kesempatan belajar melalui drama itu.
Meskipun sumber kesempatan tersebut masih terbatas, sama ruang lingkupnya, namun banyak
warga dapat dilibatkan dalam kegiatan yang menghasilkan injil yang tidak kelihatan menjadi
lebih nyata.
Seni luki/patung,
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang
dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap lukisan/gambar yang termuat
dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga yang amat menarik bagi para warga
jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk komunikasi massal yang begitu kaya raya seperti yang
dianggap biasa dalam dunia modern.
Buku naskah yang berhiasan
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang
dipakai gereja untuk mendidik. Dari segi ilmu pendidikan, setiap lukisan/gambar yang termuat
dalam naskah yang berhiasan itu merupakan alat peraga yang amat menarik bagi para warga
jemaat yang tidak dikelilingi oleh bentuk komunikasi massal yang begitu kaya raya seperti yang
dianggap biasa dalam dunia modern.
Seni bangunan bangunan gedung Gereja.
Pengalaman belajar yang dikenal para warga gereja abad pertengahan melalui seni bangunan
gereja adalah:
a. Mereka sedang belajar agar jangan mengorbankan kehidupan rohani demi kehidupan jasmani
saja.
b. Melalui seni bangunan, para warga diajar bagaimana lingkungan luas tempat beribadah apapun
tidak kunjung bebas dari nilai teologis, malahan selalu turut mengkomunikasikan pandangan
terhadap Allah dan hal-hal rohani.
c. Melalui gaya seni freska, mozaik dan kaca cat-bakar serba warna, banyak peristiwa dari Alkitab
menjadi kelihatan kepada para warga yang buta aksara.
d. Penggunaan bahasa simbol sebagai sarana utama untuk membina para warga tuna aksara erat
sekali hubungannya dengan inti agama apa pun dan khususnya agama Kristen.
3. Rabanus Maurus
Rabanus Maurus warga Jerman, lahir di Mainz, dan ia belajar Teologi di kota Paris yang
didirikan oleh para misionaris dari Inggris.
Di Jerman Rabanus Maurus menjadi Guru Pertama di negaranya.
Buku populer yang dikarangnya “Pendidikan Bagi kaum Imam”dan menitik beratkan artes
liberales sebagai dasar untuk pendidikan Teologi.
Pikiran Rabanus Maurus layak dimasukkan ke dalam Sejarah Pendidikan Agama Kristen,
karena : “ Pada pokoknya Pendidikan Agama Kristen di jemaat bergantung kepada mutu
kepemimpinan.
Maurus mendobrak agar dilatih mampu berpikir lebih kritis dan kreatif mengenai masalah-
masalah insani dalam terang Alkitab.
Maurus ingin menghasilkan seorang pelayan Tuhan yang mempunyai pengetahuan yang
berimbang , sehingga ia mempertahankan pokok-pokok seni liberal masuk kedalam kurikulum
pendidikan Teologi.
4. Petrus Abelardus
Kelahiran Petrus Abelardus berasal dari daerah Britanny, lahir di Pallet (Palais), tidak jauh dari
Nantes, Perancis, pada tahun 1079. Dia adalah anak tertua dari rumah Breton mulia. Nama
aslinya adalah Pierre de Palais. Peter Abelardus adalah seorang filsuf dan teolog yang terkenal
pada Abad Pertengahan.
Ia dipandang sebagai pendiri skolastisisme bersama dengan Anselmus dari
Canterbury.Petrus Abelard dan Heloise, ada pada abad ke12, Perancis. Di puncak karir dan
kemahsyurannya Abelard hanya berusia tiga puluh lima tahun.
Petrus Abelardus adalah Teolog dan dosen yang ketika itu merupakan guru dari Heloise .
Heloise adalah keponakan dari salah satu canon (clergyman) di Notre Dame bernama Fulbert
(sementara orang bilang bahwa Fulbert sebenarnya adalah bapak dari Heloise). Abelard sangat
mencintai Heloise muridnya yang baru tujuh belas tahun waktu itu
Fulbert begitu possessive dengan Heloise dan begitu marah dengan Abelard setelah mengetahui
hubungan mereka. Heloise jadi hamil dan Abelard harus menyembunyikan kekasihnya
dikampung halaman Abelard di Britanny. Heloise melahirkan anak laki laki bernama Astralabe
(penghormatan untuk astronomer yang menemukan letak bintang-bintang).
Pokok-pokok Pikiran
Salah satu pemikiran Abelardus yang terkenal di bidang etika adalah tentang kemurnian sikap
batin. Disamping itu dia juga berfikir bahwa peranan akal dapat menundukan iman, iman harus
mau didahului oleh akal. Berfikir itu berada di luar iman. (di luar kepercayan). Oleh sebab itu
berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Peter Ablardus memberikan status yang tinggi
kepada penalaran dari pada iman.
Gagasan Petrus Abelardus
Karangan paling terkenal yang menerapkan isi dan praktek berpikir dialektis berjudul “
Sic et Non “ ( ya atau tidak ). Dalam tulisannya yang berjudul "Kenalillah Dirimu Sendiri"
(dalam bahasa Latin Scito te ipsum), yang ditulis pada tahun 1130, ia mengajarkan bahwa suatu
tindakan lahiriah selalu bersifat netral. Yang membuat suatu tindakan bermoral atau tidak adalah
maksud atau sikap batin dari orang tersebut. Maksudnya, apakah batin orang tersebut menyetujui
tindakan yang diambil itu. Oleh karena itu, suatu hal yang dianggap tidak pantas, belum dapat
dinilai baik atau buruk. Bila batin orang itu di dalam batinnya menyetujui atau mengiyakan
sesuatu yang tidak pantas itu, maka barulah itu dianggap dosa. Eropa membuka kembali
kebebasan berikir yang dipelopori oleh Petrus Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berfikir
dengan membalik diktum agustinus-Anselmus Credo ut
Intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya)
Teori Petrus Abelardus
Semasa hidupnya Petrus Abelardus termasuk orang yang dikenal sebagai konseptualisme dan
sarjana yang dikenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai rasionalistik. memberikan alasan
bahwa berpikir itu berada di luar iman. Karena itu berpikir merupakan sesuatu yang berdiri
sendiri.
Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu
bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam
teologi itu iman hampir kehilangan tempat.
Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti
dalam wahyu Tuhan.
Adapun manfaat dari teori Petrus Abelardus adalah terbebasnya pemikiran-pemikiran yang
dahulunya cenderung terbelenggu oleh ajaran gereja menjadi bebas dalam berfikir. Teknologi
dan ilmu pengetahuan yang dapat kita pelajari sekarang ini adalah tidak lain dari akibat
kebebasan berfikir. Manusia bebas dalam menggunakan penalarannya dalam berfikir.
Beberapa kata mutiara Thomas yang diarahkan baik kepada pengajar maupun pelajar:
Jangan meninggalkan pokok masalah sebelum memecahkannya
Pastikanlah pemahaman anda tentang isi apa saja yang anda baca ataupun dengar
Janganlah banyak bicara banyak tentang pokok yang belum dipahami
Janganlah menggali di depan langkah pelajar parit yang belum ditutupi
(jangan menimbulkan keragu-raguan dalam pikiran sipelajar hanya dengan maksud mengejutkan
saja)
Jangan mengemukakan masalah-masalah terusmenerus tanpa berusaha membimbing para pelajar
memperoleh jawaban yang benar
Asas-asas mengajar Thomos :
Apakah manusia mampu mengajar dan karena itu selayaknya dinamakan seorang guru, atau
sebaliknya gelar itu hanya berlaku bagi allah saja ?
Apakah dengan sendirinya siapa saja yang boleh digelari guru?
Apakah manusia dapat di ajar oleh Malaikat?
Apakah pengalaman mengajar itu merupakan kegiatan dari kehidupan aktif atau sebaliknya,
kehidupan bertafakur ?
Warisan Pemikiran Gerson semua gereja segala abad dan semua tempat ditantang menentukan
prioritas, apakah pelayanan terhadap anak-anak merupakan bagian sambilan dari tugas pastor
atau pendeta?
Mengapa biasanya begitu banyak pelayan Firman Tuhan menyerahkan pelayanan Pendidikan
agama Kristen bagi anak-anak kepada kaum pemuda?
Setiap pelayan Tuhan harusnya mawas diri, jangan melalaikan pelayanan terhadp anak-anak
( tidak mungkin pelayanan terhadap anak-anak akan merendahkan martabat pendeta yang sudah
meraih gelar doktor dan sebagainya ).
BAB V
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENJELANG REFORMASI
BAB VI
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASI PROTESTAN
(4) Firman Allah: dasar teologi ini sudah tersirat dalam ketiga dasar lainnya, karena semuanya
berakar dalam Alkitab, yaitu: Yesus secara pribadi dan ajaran-Nya aalah Firman Allah, Alkitab
sebagai Firman dan Firman sebagai Amanat Allah yang Diberitakan kepada Para Warga
kristen.
Semua penguasa sipil, khususnya mereka yang bekerja di dalam pemerintahan wajib
menyediakan dana dan sarana demi kepentingan pendidikan bagi kaum muda.
Luther memberikan beberapa alasan mengapa para pemimpin pemerintahan wajib
menyediakan kesempatan belajar bagi kaum muda, antara lain:
kalau orangtua tidak mau mendidik anak-anak, atau tidak mampu, atau mampu tetapi
mempunyai waktu atau uang cukup untuk pendidikan, maka terdapat satu lembaga yang
mempunyai keuangan yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan umum.
Walaupun dana yang dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya, namun Luther telah memikirkannya
yaitu melalui kas gereja, para dermawan, dan kas Negara.
(4) Kurikulumnya
Pandangan Luther tentang kurikulum tidaklah sama dengan pandangan pada umumnya.
Pandangan tersebut coba digolongkan oleh Boehlke ke dalam tiga hal. Pertama, membahas
tentang ruang lingkup kurikulum Luther. Kedua, isi Katekismus merupakan kurikulumnya yang
paling lengkap dan teratur. Ketiga, pandangannya tentang isi kurikulum di sekolah-
sekolah.Penjelasan mengenai ketiga akan dijelaskan di bawah ini.
(a) Ruang lingkup Kurikulum yang Luther sebutkan sepintas lalu dalam karyanya
Di dalam ruang lingkup kurikulumnya, Luther memasukkan unsur musik sebagai sarana belajar
bagi semua pelajar.
Menurutnya, musik merupakan salah satu karunia Tuhan yang paling indah. Tetapi Luther tidak
hanya memasukkan vak musik ke dalam kurikulumnya.
Dia sendiri telah menggugah paling tidak sepuluh buah nyanyian rohani, yang di antaranya
termasuk nyanyian Reformasi yang terkenal, yaitu “Allahku benteng yang Teguh” (“Ein Feste
Burg Ist Unser Gott”).
Selain vak musik, Luther juga menerapkan vak sejarah ke dalam keurikulumnya. Luther
berpandangan bahwa sejarah tidak lain daipada kisah yang bersaksi atas pemeliharaan Allah
sepanjang abad terhadap manusia.
Dengan mengetahui serta memahami arti baik buruknya sejumlah peristiwa yang terjadi pada
masa lampau, maka warga diperkaya dalam keperluan mengambil keputusan bermakna pada
zaman sekarang ini.
Selain itu, fakultas ilmu hitung dan olahraga yang menurut Luther juga perlu ada dalam sekolah-
sekolah, di samping semua vak khusus yang berkaitan dengan bahasa Latin. Walaupun semua
vak-vak di atas adalah vak-vak pelengkap yang penting, namun bagi Luther tidak ada pokok
pelajaran yang lebih penting daripada Alkitab. Pembelajaran tentang Alkitab dipermudah dengan
adanya terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Jerman.
(b) Isi Katekismus
Pada tahun 1529, Luther menghasilkan dua buku katekismus, yaitu yang Kecil untuk anak-anak
dan Besar untuk kaum dewasa.
Kedua-duanya berporos pada lima tema, yaitu Dasa Titah, Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa
Kami, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, serta Jabatan Kunci.
Luther berusaha menjelaskan arti setiap tema dengan menyusun suatu seri pertanyaan yang
diajukan kepada anak didik oleh guru/ pendeta, dan jawaban yang hendaknya diungkapkan oleh
setiap pelajar. Sebagai contoh kita dapat melihat beberapa pokok pertanyaan yang termuat
dalam Katekismus Kecil, antara lain tentang: (i) Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya kepada
Allah Bapa yang Mahakuasa, yang menciptakan bumi dan semesta langit”; (ii) Doa Bapa Kami:
“Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”; dan (iii) Sakramen Perjamuan
Kudus.
Luther berpandangan bahwa katekismus itu hendaknya dipakai oleh pendeta sebagai dasar
khotbahnya, tetapi pada pokoknya ia merupakan sumber pendidikan agama Kristen di rumah
tangga. Dengan buku katekismus dalam tangannya, seorang ayah mampu mendidik anak-
anaknya dalam pokok-pokok iman Kristen, walaupun pendidikannya terbatas.
BAB VII
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASIPROTESTAN
A. Riwayat Hidup Calvin
Pemikiran Calvin tentang pendidikan, jarang sekali ia bahas, karena ia mentitik-beratkan
dogmatika bukan pendidikan maupun pembinaan, tetapidengan mutu karyanya yang begitu
tinggi, dia berhak di gelari “Pengajar gereja”
Calvin ditinggal ibu kangdungnya sejak ia berumur tiga tahun, dan tak lama kemudian
setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dan akhirnya calvin tinggal bersama ibu tirinya
dan ayah kandungnya. Semasa itu Calvin hidup dengan kepribadian yang disiplin dan serius
karena ia dididik oleh ayahnya.
Ia mendapatkan gelar doctor hukum di universitas Orléans.
Pada 1536 ia menetap di Jenewa, ketika ia dihentikan dalam perjalannya ke Basel, oleh bujukan
pribadi dari William Farel, seorang reformator.
Ia menjadi pendeta di Strasbourg dari 1538-1541, lalu kembali ke Jenewa. Ia tinggal di sana
hingga kematiannya pada 1564. Yohanes Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap
positifnya terhadap pernikahan daripada kehidupan selibat.
Pada 1539 ia menikah dengan Idelette de Bure, janda seseorang yang dulunya
anggota Anabaptis di Strasbourg. Idelette mempunyai seorang anak laki-laki dan perempuan dari
almarhum suaminya. Namun hanya anak perempuannya yang pindah bersamanya ke Jenewa.
Pada 1542, suami-istri Calvin mendapatkan seorang anak laki-laki yang dua minggu kemudian
meninggal dunia. Idelette Calvin meninggal pada 1549.
1. Kedaulatan Allah
Calvin menjelaskan Allah dinyatakan sebagai Allah yang berdaulat atas dunia, karena Dialah
yang menciptakan segala sesuatu yang ada, tidak ada kekurangan dalam diri Allah.
Hal ini Calvin menjelaskan bahwa setiap manusia yang di pilih oleh Allah harus memiliki
tanggung jawab terhadap hidupnya. Boehlke menjelaskan melalui perumpamaan bayi yang lahir
tanpa apa-apa, dengan dorongan alamiah hingga bertumbuh.
2. Alkitab Sebagai Firman Allah
Sumber pengetahuan yang dimiliki Calvin bersumber dari Alkitab.
Alkitab adalah Firman Allah yang diucapkan demi kemajuan gereja secara rohaniah.
Peranan Alkitab mutlak dalam kehidupan Calvin
Bukan keputusan Gereja yang menyebabkan alkitab diterima sebagai Firman Allah,sebab justru
dalam Alkitablah dapat dibaca bagaimana Gereja dibangun di atas dasar para Rasul dan para
Nabi, dengan Kristus sebagai batu Penjuru ( Efesus2:20).
3. Ajaran Tentang Manusia
Memandang manusia dalam dua sudut :
1).Manusia sebagai makhluk yang diciptakan segambar dengan Allah,
2). kemudian jatuh ke dalam dosa dengan dampak luas yang tersirat di dalamnya.
Dalam pertumbuhan manusia yang semakin dewasa harus diberi pendidikan untuk lebih
mengenal Allah, seperti yang diajarakan Yesus yaitu kasih.
Melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga pertumbuhan rohani
akan dihasilkan oleh mereka yang semakin dalam, pertumbuhan ini menjadikan tindakan-
tindakan kasih terhadap sesamanya.
4. Ajaran Gereja
Calvin bercita-cita Gereja Am yang selalu ada dalam proses pembaharuan kembali.
Pandangan Calvin tentang Gereja, Calvin ingin mengembalikan persekutuan Kristen kepada
Gereja semula.
Pemahaman tentang Gereja sangatlah oikumenis, Calvin ingin berusaha mencari jalan untuk
mempersatukan semua orang percaya kepada Kristus ke dalam satu persekutuan yang esa.
3. Para Pelajar
Calvin menggunakan contoh gereja purba, yaitu keperluan untuk mendidik anak-anak(laki-laki
dan perempuan) dalam ajaran iman.
Jemaat kedua adalah anak muda, mereka harus wajib menghadiri kebaktian minggu maupun hari-
hari lainnya yang sudah terlebih dahulu di beritahukan. Jika terlambat maupun tidak hadir tanpa
izin maka akan di berikan denda, kebaktian sangatlah penting bagi pendidikan Kristen menurut
Luther dan Calvin, karena mereka berdua memandang khotbah sebagai wadah yang disediakan
Tuhan untuk mendidik orang dewasa.
Golongan ketiga adalah golongan pelajar maupun pendeta. Calvin ingin pemimpin gereja
dipimpin oleh orang-orang yang terpelajar, mereka-merekalah yang mengerti akan Alkitab.
4. Siapakah Pendidik Kristen
Pengajaran berawal dari firman Allah yang tertulis dalam Alkitab, karena dalam kehidupan di
Alkitab terdapat pengalaman mengajar dan belajar.
Allah mengajar melalui orang-orang yang menaklukan dirinya kepada Firman Allah.
Menurut Calvin pengajar di bagi menjadi dua yaitu Pendeta dan guru.
Di jenewa Calvin menggabungkan jabatan tersebut, yaitu pendeta yang sebagai gembala Jemaat
dan ia juga mengajar sebagai guru dan melayani jemaat sebagai guru juga.
Selain Allah dan pendeta sebagai pengajar, perlu juga orang lain di ajar untuk dapat menjadi
pengajar, sehingga didirikannya Akademi di Jenewa. Sehingga keteratuaran yang terjadi dalam
pengajaran di gereja akan semakin kuat karena adanya dukungan satu sama lain.
5. Kurikulumnya
Menurut Calvin katekimus sangat penting, katekimus hampir sama dengan ilmu pendidikan.
Terdapat empat tinjauan umum sebelum terbentuknya isinya yaitu,
pertama tugas menyusun katekimus(disusun oleh orang-orang yang terpercaya),
kedua bahan studi bagi anak yang disesuaikan menurut dengan kemampuan anak didik,
ketiga pengalaman pengajaran katekimus menentukan pembentukan kurikulum,
keempat buku kategkismus hendak memupuk hubungan di antara gereja-gereja yang terpisah.
Kurikulum ini mencakup pada empat tema pokok yaitu hukum, iman, doa dan sakramen-
sakramen.
6. Akademi Jenewa
Pada Tahun 1541 Calvin kembali ke Jenewa dalam rangka usahanya untuk
memperbaharui gereja dan masyarakat sesuai dengan asas-asas Alkitabiah.
Mendorong Gereja dan kotapraja jenewa untuk mendirikan suatu akademi yang bermutu yang
mencakup pendidikan menengah dan Perguruan Tinggi.
Pada tahun 1559, tanggal 5 juni berdirilah akademi Jenewa.
Struktur akademi merupakan 2 sekolah, yaitu :
1). Scola Privata, semacam sekolah dasar samapai SMP kelas 1
2) Scola Publica,SMP kelas 2 samapi SMAdan perguruan tinggi.
BAB VIII
IGNATIUS LOYOLA,PENDIDIK JALAN KEHIDUPAN SUCI
Ignatius Loyola pada awal kehidupanya menerima Pendidikan militer, tetapi karena
menderita patah kaki didalam pertempuran dengan tantara Perancis, akhirnya dia menganti
pokok kesetiaan pengajaranya. Dengan demikian juga minatnya berubah bukan lagi pada prestasi
para pahlawan militer dan penyelamatan perempuan cantik dari bahaya, melainkankepada
keprihatinan-keprihatinan ilahi saja. Dia bernazar mengabdikan diri seluruhnya pada pelayanan
Yesus Kristus melalui gerejanya.
Kemudian kompi Yesus di resmikan oleh Paus Paulus III pada tanggal 27 September 1540dan
kemudian ordo itu dikenal dengan nama “Yesuit”.Ada tiga hal yang mendasaru pokok
pandagannya secara umum dan khususnya untuk Pendidikan agama Kristen, yaitu:
Pengalaman militernya
Pengalaman kebatinan Injil dan sumber Iman Kristen,
Gereja itu sendiri Dari pengalaman militernya dia belajar tentang kepentingan tentang
membentuk kesatuan“serdadu” Kristus yang berdisiplin dalam kehidupan pribadi yang
rela menaati perintah aapundari sang atasan.
Berdasarkan penglihatanya, khususnya di gua dekat Manressa yangditeruskan sepanjang
hidupnya. Dia yakin bahwa dia mengenal ketiga oknum dari Trinitasdan Bunda Maria secara
langsung dan bukan dari isi buku apapun. Dalam prosesdikembangkanya perasaan setia kepada
gereja melalui struturnya, berupa bawahan danatasan.
Adapun tujuan dari Pendidikan agama Kristen menurut Loyala adalah sebagai berikut:
Tempat Pendidikan yang pokok adalah Sekolah Menengah Pertama/ Atas danPerguruan Tinggi.
Dengan system persekolahan yang dikembangkan oleh Ordo Jesuit ituPendidikan dipandang
secara utuh. Semua pelajaran yang dipelajari para pelajar Dansuasana hidup mereka serta
pengajar dipersatu-padukan agar semua digembeleng(dibiasakan) menjadi korps terdidik yang
ingin melaksanakan maksud-maksud GerejaKatolik Roma.
Tinggi sekali mutu pendidikannya. Ongkos persekolahan dipikul oleh paradermawan dan
bukan oleh para pelajar. Para pengajar sendiri dilarang menerimahonorarium dari siapapun,
tetapi semua keperluan hidup di bayar oleh kas ordo.Sang pengajar utamanya adalah Tuhan
sendiri, tetapi Tuhan bekerja melalui pengajar dengan status baik awam maupun imam.
Persiapan mereka ketat dan diharapkan pulasupaya mereka bertumbuh terus secara intelektual
dan rohani. Mereka hendaknyawaspada terhadap pendekatan lain dari sumber manapun juga
yang dapat diterapkan demimaksud mereka.
Para pelajarnya adalah siswa laki-laki yang berumur empat belas tahun sampai dua puluh
tiga tahun. Jadi, ordo Jesuit itu tidak bermaksud mendidik anak didik taraf sekolahdasar.
Tamatan universitas Yesuit memperoleh gelar Magister Artes dan Doktor Teologi.
Kurikulumnya berporos pada Bahasa, khususnya Bahasa Latin, Yunani dan Ibrani.Jurusan lain
adalah yang lazimnya dikenal disekolah pada zaman itu. Tetapi untuk memperoleh pengertian
tentang isi kurikulum khas sekolah Yesuit, haruslah kita lihatdalam latihan rohani bagi setiap
pelajar dan dalam luas lingkungan kehidupannya yangditentukan para pemimpin dan para
pengajar. Demikinalah para pelajar belajar hiduosebagai seorang Kristen dengan gaya hidup
sebagai seorang Kristen sebagaimanaditentukan oleh Ordo Yesuit.
Pada umumnya metodologi mengajar yang berlaku di sekolah Yesuit agak serupadengan sokolah-
sekolah lain juga. Terdapat ceramah/kuliah, banyak penghafalan, pertandingan antar kelompok dalam
kelas dan perdebatan antara dua orang pelajar.Refleksi bebas atas isi pelajarannya tidak digiatkan, tetapi
terdapat dua metodologi khasYesuit yang mencap semua tamatan sekolahnya.Latihan rohani yang
dikembangkan Loyala dari pengalamannya cenderungmenanamkan dalam diri pelajar, hasrat mendalam
untuk melayani maksud Kristussebagaimana ditentukan oleh gereja. Latihanya terdiri atas doa,
keterbukaan terhadapmunculnya citra-citra yang berporoskan Alkitab dalam kesadaran, pembicaraan
denganTuhan dan keputusan untuk mewujudkan dalam diriya satu/dua unsur darikeseluruhannya.
Jadi,para pelajar Yesuit tidak hanya belajar tentang isi alkitab secarakognitif saja, malahan mereka turut
terlibat dalam peristiwa-peristiwa alkitabiah melalui proses pencitraan, yakni citra-citra yang dibiarkan
muncul secara bebas dalam pikirantentang pokok perhatian pada hari itu, menurut seri langkah yang
direncanalan pembimbingnya berdasarkan karya Loyala.
Metodologi kedua merupakan latihan dalam belajar menaati kehendak atasansehingga si pelajar
dapat mempertahankan perintah apapun dan menggap si atasan yangmemberikan perintah itu sama
dengan kristus.Dari segi sejarah Pendidikan agama Kristen, prestasi Loyala dan ordonya adalahcontoh
tentang Pendidikan yang dihasilkan oleh kemauan, tenaga, sarana dan dana yangsungguh-sungguh
dimuarakan pada maksud tersebut. Dari sudut lainnya, pengalaman persekolahan Yesuit itu menimbulkan
pertanyaan, apakah terdapat Pendidikan agama Kristen yang mampu mengubah haluan kehidupan para
pelajar apabila ia hanyadilaksanakan sebagai pelayanan gerejawi sambilan saja dengan sikap acuh
takacuhterhadapanya dari pihak warga Kristen?
(ROBERT R BOEHLKE)
Disusun Oleh:
2022/2023