Anda di halaman 1dari 11

A.

SEJARAH AGAMA BUDDHA


Agama Buddha merupakan agama yang mendominasi di India. Agama Ini
ditemukan oleh Siddharta Gautama. Nama aslinya adalah Siddharta, sedangkan
Gautama adalah nama keluarga (marga). Beliau merupakan anak dari seorang
Raja yang bernama Suddhodana. Sebagai seoarang anak raja, sudah tentu ia
hidup dengan penuh kasih sayang dan kesenangan, serta orang tuanya juga
menginginkan anaknya kelak dapat menggantikannnya. Sejarah agama Buddha
mulai abad ke-4 sebelum Masehi hingga abad ke-2.
Hal ini dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu mulai abad ke-6 sebelum
Masehi hingga ke-3 sebelum Masehi, dan abad ke-3 sebelum Masehi hingga
abad ke-2.
a. Tahap Pertama
Tahap ini berlangsung antara abad ke-6 hingga abad ke-3 sebelum
Masehi. Pada masa ini ditentukan oleh dua muktamar besar, yaitu
muktamar di Rajgraha pada tahun 383 sebelum Masehi, dan muktamar
di Waisali pada tahun 283 sebelum Masehi. Ketika Buddha Gautama
wafat pada tahun 483 sebelum Masehi, sudah nampak banyak biara di
sebelah timur Laut India. Tidak ada orang yang dapat menggantikan
kedudukan sang Buddha, dan yang tinggal hanyalah ajaran atau
“Dharma-Nya”, yang pada waktu itu belum dibukukan. Dharma ini
tinggal dalam ingatan para rahib saja. Oleh itu dapat dimengerti, jika
lama-kelamaan timbul bermacam-macam tradisi mengenai Dharma.
Selain itu peraturan-peraturan sang Buddha mengenai hidup para rahib
dipandang terlalu berat, sehingga diinginkan keringanan.
Ada yang berpendapat bahwa tidak ada yang keberatan sedikitpun
untuk mengubah peraturan itu, sebab Buddha sudah tidak ada lagi. Dari
persoalan itu, maka diadakan muktamar yang besar di Rojgraha, yang
diikuti oleh 500 orang rahib. Dalam muktamar ini diputuskan, bahwa
mereka akan tetap berpegang pada peraturan yang diberikan oleh sang
Buddha sendiri, agar kaum awam jangan berpendapat, bahwa sekarang
para biksu meninggalkan peraturan-peraturan sang Buddha. Selanjutnya
dalam muktamar ini dikumpulkan dan ditetapkan redaksi Sutra dan
Winaya Pitaka. Seratus tahun lagi timbul masalah tentang para rahib di
Waisali yang menyimpan garam lebih dari yang dianjurkan. Sehingga
diadakan muktamar lagi yang memutuskan bahwa perbuatan itu
bertentangan dengan Dharma.
Beberapa kejadian inilah yang menyebabkan adanya perpecahan di
antara pengikut sang Buddha. Sehingga golongan yang memegang
teguh pada peraturan-peraturan Winaya yang menyebut dirinya dengan
“Staviravada” (jemaat para murid), sedangkan golongan yang
menyetujui perubahan itu dinamakan “Mahasamghika” (anggota jemaat
yang besar). Perpecahan inilah yang menyebabkan perpecahan yang

1
lebih besar nantinya yakni, dengan dibentuk dua aliran dalam Buddha
yaitu Hinayana dan Mahayana.
b. Tahap Kedua
Tahap ini berlangsung antara abad ke-3 sebelum Masehi hingga
abad ke-2. Pada tahun 269 sebelum Masehi, Asoka memerintah hingga
tahun 233 sebelum Masehi. Mula-mula ia memusihi agama Buddha,
akan tetapi kemudian ia bertaubat. Di bawah pemerintahannya, agama
Budha berkembang dengan cepat, hingga sampai di luar India seperti
Sri Lanka dan China.
Zaman kejayaan ini disertai dengan zaman perpecahan dan
perselisihan. Ada banyak madzhab atau aliran yang berlainan, dalam
hal upacara-upacara keagamaan dan soal-soal ajaran yang pokok.
Berdasarkan itu semua, maka pada tahun 249 sebelum Masehi di
Pataliputra diadakan muktamar lagi. Di dalam muktamar itu ditetapkan
Kitab Abidharma Pitaka, dan kononisitas kitab-kitab yang lain
diteguhkan lagi. Sekalipun demikian perpecahan berjalan terus. Pada
awal abad ke-2 di Jalandhara diadakan muktamar, yaitu pada zaman
pemerintahan Raja Kaniska. Tetapi muktamar ini hanya diikuti oleh
pengikut Mahayana di India Utara. Di sinilah perpecahan antara
Hinayana dan Mahayana digariskan untuk selama-lamanya.

B. ALIRAN-ALIRAN AGAMA BUDHA


a. Aliran Hinayana
Aliran Hinayana adalah aliran ortodoks yang mempertahankan
keaslian ajaran agama Buddha. Mereka tidak menyembah Tuhan,
melainkan cukup mengamalkan ajaran moral yang diajarkan oleh gurunya.
Aliran ini juga menitik beratkan pada kelepasan individual, artinya tiap-
tiap orang berusaha melepaskan dirinya masing-masing dari penderitaan
hidup.
Dalam pokok ajarannya Hinayana mewujudkan suatu perkembangan
yang logis dari dasar-dasar yang terdapat di dalam kitab-kitab kanonik.
Jika ajaran itu diikhtisarkan secara umum, dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat
saja.
b. Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau realitas yang kecil
dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab-akibat.
c. Tujuan hidup ialah mencapai nirwana, tempat kesadaran
ditiadakan.
d. Cita-cita tertinggi adalah menjadi “Arahat”, yaitu orang yang
sudah berhenti keinginannya, ketidaktahuannya, dan

2
sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukkan lagi pada
kelahiran kembali.

Di dalam aliran Hinayana ada dua aliran pokok, yaitu Theravada


yang sekarang berkembang di Sri Lanka, Birma, dan Siam (Muangthai)
serta Sarwastiwada yang berpusan di Mathura, Gandhara dan Kasmir.

b. Aliran Mahayana
Aliran Mahayana adalah aliran yang mengadakan pembaharuan
terhadap ajaran agama Buddha yang asli. Ciri yang menonjol pada aliran
ini adalah timbulnya acara penyembahan kepada Tuhan dalam agama
Buddha. Menurut teologi Mahayana, yang disebut Buddha itu bukan
hanya Buddha Gautama saja, melainkan ada empat orang lagi yang disebut
dengan Buddha sebagai guru dunia, antara lain:
a. Kakusanddha.
b. Konagammana.
c. Kassapa yang datang sebelum Buddha Gautama.
d. Maitreya, yang kelak akan datang setelah Buddha Gautama.

C. AJARAN AGAMA BUDDHA

a. Empat Kebenaran Mulia


Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran
Mulia atau Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani), yang
merupakan aspek yang sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha
telah berkata bahwa karena kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya,
maka kita terus menerus mengitari siklus kelahiran dan kematian. Pada
ceramah pertama Sang Buddha, Dhammacakka Sutta, yang Ia sampaikan
kepada lima orang bhikkhu di Taman Rusa di Sarnath, adalah mengenai
Empat Kebenaran Ariya dan Jalan Ariya Beruas Delapan.
Empat Kebenaran Ariya tersebut adalah:
1. Kebenaran Ariya tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai
penderitaan, ketidakpuasan, beban. Dukkha menjelaskan bahwa ada
lima kemelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima
hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang
tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.
2. Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha (Dukkha Samudaya
Ariya Sacca)
Samudaya adalah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab,
contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah
adanya keinginan kepada hidup.

3
3. Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha
Ariya Sacca)
Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat
dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga
tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.
4. Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya
Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Marga adalah jalan pelepasan. Jalan pelepasan merupakan cara-cara
yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan.
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada jalan atau cara
untuk menghentikan dukkha, yakni melalui Jalan Mulia Berunsur
Delapan. Jalan Menuju Terhentinya dukkha.
b. Jalan Mulia Berunsur Delapan
Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan),
samadhi(konsentrasi), dan panna (kebijaksanaan). Jalan menuju
pemadaman penderitaan ada delapan, antara lain:
1. Pengertian benar.
2. Pikiran benar.
3. Ucapan benar.
4. Perbuatan benar.
5. Pencaharian benar.
6. Usaha benar.
7. Perhatian benar.
c. Karma
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung
tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip hukum sebab
akibat. Secara umum, kamma (bahasa Pali) atau karma (bahasa Sanskerta)
berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi
atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan,
namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman
turunan/hukuman berat dan lain sebagainya.
Umat Buddha memandang hukum karma sebagai hukum universal
tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral yang
impersonal. Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup, yang tidak hidup,
maupun yang abstrak atau yang ada karena kita buat dalam pikiran sebagai
ide) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari
ketidakadaan. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhluk yang
muncul tanpa ada sebab lebih dahulu.
Dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227}, Guru
Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma: "Sesuai dengan benih yang
di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan
mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.

4
Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah
daripadanya".
d. Kelahiran Kembali
Kelahiran kembali (Pali: Punabbhava) merupakan 'suatu
proses menjadi ada/eksis kembali dari suatu makhluk hidup di kehidupan
mendatang (setelah ia meninggal/mati) sehingga lahir (jati), di mana
proses ini merupakan akibat atau hasil dari kamma (perbuatan)nya pada
kehidupan lampau. Proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali atau
punabbhava terjadi pada semua makhluk hidup yang belum pencapai
Penerangan Sempurna, ketika mereka telah meninggal/mati.
Dalam Hukum Paticcasamuppada (Sebab-Musabab yang Saling
Bergantungan), proses menjadi ada/eksis atau punabbhava atau kelahiran
kembali disebabkan oleh Kamma (perbuatan) yang kemudian
menghasilkan kemelekatan kepada segala sesuatu termasuk kemelekatan
pada hidup dan kehidupan. Jadi makhluk hidup apa pun yang mengalami
proses menjadi ada/eksis atau kelahiran kembali (punabbhava), merupakan
makhluk yang masih memiliki kemelekatan pada sesuatu dalam kehidupan
sebelumnya.
Dan seperti yang diuraikan dalam Hukum Paticcasamuppada
kemelekatan timbul karena adanya Tanha (keinginan/kehausan) dan
juga Avijja (ketidaktahuan/kebodohan).

D. RITUS UMAT BUDDHA

Puja bakti/kebaktian dalam agama Buddha dilakukan dengan cara yang


berbeda-beda dan menggunakan doa yang berbeda sesuai dengan aliran
masing-masing karena agama Buddha juga banyak aliran dan banyak sekte.
Dalam kebaktian, ada yang menggunakan bahasa Mandarin, bahasa Sanskerta,
bahasa Pali, bahasa Jepang, Tibetan, dan bahasa yang lain. Meskipun cara dan
doa yang dibacakan ketika kebaktian berbeda-beda, namun memiliki tujuan
yang sama, yaitu seperti berikut.

a. Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha,


Dhamma dan Sangha).
b. Meningkatkan keyakinan (Saddha) dengan tekad (Aditthana)
terhadap TriRatna.
c. Mengembangkan empat sifat luhur (Brahma Vihara), yaitu cinta kasih,
belas kasih, simpati, dan batin seimbang.
d. Mengulang atau membaca dan merenungkan kembali khotbah
khotbah Buddha.
e. Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kepada
makhluk lain.

5
f. Berbagi kebajikan kepada semua makhluk.

Puja bakti yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh


penghayatan akan bermanfaat besar, yaitu seperti berikut:

a. Keyakinan (saddha) dan bakti kepada TriRatna akan bertambah.


b. Empat sifat luhur (brahma vihara) akan berkembang.
c. Indra (samvara) akan terkendali karena pikiran diarahkan untuk
pujabakti.
d. Menimbulkan perasaan puas (Santutthi) karena telah berbuat baik.
e. Menimbulkan kebahagiaan (Sukha) dan ketenangan batin.

Tata urutan dan cara puja bakti disesuaikan dengan Vihara dan aliran yang
dianut oleh umat yang melaksanakan puja bakti. Tata urutan puja bakti yang
sering dilakukan adalah seperti berikut:

a. Puja bakti diawali dengan membacakan Paritta atau Sutra.


b. Meditasi untuk mengembangkan batin .
c. Bhikkhu, Pandita, penceramah atau guru agama memberikan ceramah
atau cerita.
d. Berdana (dana paramita) untuk melatih kemurahan hati .
e. Melakukan pelimpahan jasa kepada leluhur agar para dewa dan naga
yang perkasa memberkati kita semua.
f. Puja bakti ditutup dengan membacakan Paritta atau Sutra penutup.

Makna Paritta yang dibaca ketika puja bakti adalah mengulang khotbah
Buddha, mengembangkan sifat luhur dan mendoakan agar semua makhluk
berbahagia.

Tempat umum melakukan puja bhakti pada umumnya sebagai berikut:

1. Vihara, tempat kebaktian paling umum para umat Buddha. Syarat dan
fasilitas yang harus ada di vihara yaitu : Gedung (tempat kegiatan
Sangha), Tempat Puja Bhakti, Dharmasala, Kuti, Ruang Perpustakaan,
Ruang meditasi, dan Ruang serba guna.
2. Arama, tempat kebaktian yang lebih luas dari Vihara. Arama memiliki
taman luas yang biasanya digunakan untuk latihan meditasi. Fasilitas
lainnya hampir sama dengan fasilitas yang terdapat di Vihara.
3. Cetiya, tempat puja bakti umat Buddha yang lebih kecil dan sarananya
lebih sederhana dibandingkan dengan Vihara.
4. Candi, bangunan suci agama Buddha yang merupakan perbesaran dari
Stupa. Candi biasanya digunakan untuk kebaktian agama Buddha
ketika memperingati hari raya

6
Mengenai ruang tempat puja bakti agama Buddha terdapat meja
sembahyang yang disebut dengan altar yang berfungsi untuk meletakkan alat
sembahyang dan persembahan. Alat sembahyang tersebut seperti lonceng,
genta, dan sebagainya.

Benda persembahan di altar bukanlah dipersembahkan kepada Buddha


karena Buddha bukanlah dewa yang dapat menikmati persembahan tersebut,
dan patung Buddha bukanlah berhala/patung yang dipuja dengan benda
persembahan.

Benda persembahan di altar dan maknanya :

 Buddha Rupang yang berfungsi sebagai lambang penghormatan


terhadap Buddha dan sebagai objek meditasi.
 Lilin melambangkan penerangan bagi batin yang dipenuhi oleh
kekotoran batin.
 Hio/dupa melambangkan keharuman kebajikan.
 Air melambangkan kerendahan hati, kesucian dan penyesuaian diri
terhadap lingkungan.
 Bunga melambangkan ketidakkekalan hidup.
 Buah melambangkan hasil perbuatan dan sebagai ucapan terima kasih
terhadap Buddha.

E. KITAB SUCI UMAT BUDDHA

Tipitaka adalah Kitab Suci Agama Buddha. Kitab Suci ini dikenal dengan
nama Kanon Pali karena tertulis dalam bahasa Pali. Kitab ini adalah Kitab Suci
Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang.

Selain yang berbahasa Pali, Buddha juga memiliki Kitab yang


menggunakan Bahasa Sansekerta yaitu Tripitaka. Tetapi diantara kedua versi
tersebut, hanya Kitab Suci Tipitaka (Pali) yang masih terpelihara secara
lengkap. Kitab ini berisi kumpulan ceramah, keterangan, perumpamaan dan
percakapan Buddha dengan para murid dan pengikutnya.

Kitab Tipitaka ini terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu : Vinaya
Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga
kelompok tersebutlah maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka.

1. Kitab Vinaya Pitaka


Kitab ini berisi aturan-aturan untuk para Bhikku dan Bhikkhuni yang
dibagi lagi dalam tiga Kitab, yaitu Sutra Vibanga, Khandaka, dan
Paravira.

7
2. Sutta Pittaka
Sutta Piṭaka berisikan lebih dari 10.000 sutta (ajaran) berisikan
khotbah-khotbah, dialog dan tanya jawab Buddha Gautama dengan
para siswa, petapa maupun orang lain.
3. Abhidamma Pitaka
Kitab ini berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara
analitis dan mencangkup berbagai bidang, seperti : ilmu jiwa, logika,
etika dan metafisika.

Perbedaan ketiga kitab tersebut terletak pada gaya bahasanya. Kalau Kitab
Abhidhamma Pitaka gaya bahasanya bersifat sangat teknis dan analitis,
sedangkan Kitab Sutta Pitaka dan Vinaya Pitaka gaya bahasanya bersifat
naratif, sederhana dan mudah dimengerti oleh umum.

F. STRUKTUR ORGANISASI

8
I. Kepala Sangha (Sanghapamokha) : Sri Paññavaro Mahathera
II. Wakil Kepala Sangha (Upa-Sanghapamokha) : Sri Subalaratano Mahathera

II Dewan Sesepuh (Therasamagama)


II.1. Theranayaka (Ketua Dewan Sesepuh) : Jotidhammo Mahathera
II.2. Upa Theranayaka (Wk Ketua Dewan Sesepuh) : Saddhaviro Mahathera
II.3. Anggota : Viriyadharo Mahathera
II.4. Anggota : Cattamano Thera
II.5. Anggota : Abhayanando Thera

III. Dewan Pimpinan (Karakasanghasabha)


III.1. Ketua Umum (Sanghanayaka) : Subahapañño Mahathera
III.2. Wakil Ketua Bidang Sosial Budaya : Dhammakaro Mahathera
III.3. Wakil Ketua Bidang Pendidikan : Guttadhammo Thera
III.4. Wakil Ketua Bidang Antar Lembaga : Bhikkhu Jayamedho
III.5. Wakil Ketua Bidang Urusan Luar Negeri : Dhammajato Thera
III.6. Sekretaris I : Cittagutto Thera
III.7. Sekretaris II : Bhikkhu Atthadhiro
III.8. Pengelola Sanghadana I : Dhammiko Thera
III.9. Pengelola Sanghadana II : Hemadhammo Thera

IV. Dewan Kehormatan (Adhikaranasabha)


IV.1. Adhikarananayaka (Ketua Dewan Kehormatan) : Atimedho Mahathera
IV.2. Upa Adhikarananayaka (Wk Ketua Dwn Kehormatan) : Candakaro
Mahathera
IV.3. Anggota : Suvijano Mahathera
IV.4. Anggota : Cittanando Mahathera
IV.5. Anggota : Thitayanno Thera

G. TEMPAT WISATA RELIGI UMAT BUDDHA

Candi borobudur merupakan warisan budaya indonesia yang sudah


terkenal sampai ke seluruh dunia bangunan ini merupakan candi budha terbesar
didunia dan ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh
UNESCO.

Dinasti Sailendra membangun peninggalan Budha terbesar di dunia


antara 780-840 Masehi. Dinasti Sailendra merupakan dinasti yang berkuasa
pada masa itu. Peninggalan ini dibangun sebagai tempat pemujaan Budha
dan tempat ziarah. Tempat ini berisi petunjuk agar manusia menjauhkan
diri dari nafsu dunia dan menuju pencerahan dan kebijaksanaan menurut
Buddha. Peninggalan ini ditemukan oleh Pasukan Inggris pada tahun 1814

9
dibawah pimpinan Sir Thomas Stanford Raffles. Area candi berhasil
dibersihkan seluruhnya pada tahun 1835.

Sesuai dengan arti namanya, Bara yang berarti kompleks biara


dan Budur yang berarti atas, Candi Borobudur terledak di atas sebuah bukit
dengan megahnya. Bangunan C andi Borobudu r terbagi menjadi 10 tingkat
dalam bentuk punden berundak. 10 tingkat bangunan Candi Borobudur tersebut
melambangkan tahapan dan proses hidup manusia

Selain menjadi simbol tertinggi dari agama Buddha, stupa dari Borobudur
adalah replika dari jagad raya. Hal itu menyimbolkan mikro-kosmos, yang
terbagi menjadi 3 tingkat. Tingkat pertama adalah dunia manusia dimana
keinginan dipengaruhi oleh impuls negatif. Tingkat kedua, dunia dimana
manusia telah dapat mengendalikan impuls negatifnya dan menggunakan
impuls positifnya. Dan di tingkat paling tinggi, dimana dunia manusia tak lagi
dibatasi oleh hal-hal fisik dan keinginan-keinginan.

Candi Borobudur menjadi salah satu tempat peribadatan berpengaruh bagi


umat Buddha di dunia. Setiap tahunnya, kompleks candi ini menjadi pusat
perayaan hari raya Waisak dan didatangi oleh umat Buddha dari berbagai
negara seperti Thailand, Kamboja, Cina dan Tibet. Hari raya Waisak dirayakan
pada saat bulan purnama di bulan Mei atau biasa disebut dengan Purnama
Siddhi.

Puncak dari perayaan Waisak ini mengundang banyak wisatawan baik


domestik maupun mancanegara. Pada saat itu dilakukan pelepasan ratusan
lampion ke langit beserta harapan terbaik untuk satu tahun ke depan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jirhanuddin. 2010. Perbandingan Agama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

https://muhammadrofiq1995.files.wordpress.com/2017/04/makalah-budha-dan-
penyebarannya1.pdf

https://www.buddha.id/2015/08/kitab-kitab-suci-agama-buddha.html

http://borobudurpark.com/temple/borobudur/

http://www.anton-nb.com/2015/09/sejarah-candi-borobudur.html

https://samaggi-phala.or.id/sangha-theravada-indonesia/struktur-organisasi-2/

11

Anda mungkin juga menyukai