Anda di halaman 1dari 2

Nama : Laura Septifanny Putrianasari

Nim. : 11190321000048
Kelas : 5A SAA

1. Tuhan dalam agama Buddha bukanlah Siddharta Gautama. Buddhisme juga menolak


adanya sosok maha kuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta
diatur oleh lima hukum kosmis (Niyama Dhamma), yakni Utu Niyama, Bija Niyama,
Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama. Hal ini dipandang oleh banyak
orang sebagai perbedaan utama antara Buddhisme dan agama-agama lain.

2. Seiring berjalanya waktu dan karena luasnya daerah tempat Budha berkembang
apalagi karena lalulintas pada zaman dahulu amat sederhana dan kurang maka lambat
laun timbul beberapa dalam agama budha. Tambahan lagi corak dan tingkat
peradaban bangsabangsa di bagian asia yang lain amat berbeda dari peradaban orang
india, sehingga bangsa-bangsa itu tidak mungkin menrima pengajaran tadi begitu
saja.maka agama budha juga memiliki aliranaliran dalam keyakinanan para
pemeluknya. Aliran-aliran itu ialah Mahayana dan Hinayana
1. Aliran hinayana
Aliran hinayana berarti kendaraan kecil yaitu nama dari budhisme yang asli, terdapat
di ceylon, birma dan siam. Mahzab ini lebih mendekati pelajaran budha yang semula.
Dalam hinayana ada anggapan bahwa kelak akan ada budha gautama dengan
maitrenya beribu-ribu tahun, hinayana menanggap bahwa Budha Gautamaitu melebihi
para dewa. Menurut mahzab ini, hidup harus menurut petunjuk-petunjuk yang
diberikan budha untuk mencapai nirwana.Tiap-tiap orang harus berusaha sendiri
dengan tidak mengharap pertolongan dari siapapun, jadi dalam hinayana ini titik berat
di letakkan kepada usaha sendiri untuk mencapai nirwana, dengan tidak
mengharapkan bantuan orang lain. Oleh karena itu hanya beberapa orang yang dapat
memasuki nirwana. Aliran ini berpendapat bahwa orang yang menjadi budha
(manusia budha) itu sepanjang sejarahnya tidak banyak jumlahnya, diantaranya yang
di ketahui ialah Sidharta Gautama.
2. Aliran mahayana
Aliran mahayana berarti kendaraan besar yang di maksudkan suatu
kepercayaan yang menuju kearah bahagia yang kekal. Aliran ini berkembang di tibet,
tiongkok dan jepang, mahzab ini amat berbeda dengan mahzab pertama. Ajarannya
ialah bahwa asal segala yang ada sumber segala makhluk ialah budha. Seterusnnya,
aliran mahayana ini sudah amat berbeda dengan pelajaran yang di ajarkan semula,
sekarang yang menjadi perhatian ialah budha sendiri di anggap dewa. Perkataan
budha tidak lagi untuk menyebut orang yang di namakan budha, tapi di pakai untuk
menyebut jenis dewa yang ada beberapa jumlahnya. Imam mahayana sebagai berikut
budha pertama merupakan sumber segala makhluk. Atas kehendak sendiri budha
pertama menjelma dalam lima dhyania budha yang tetap tinggal di syurga. Lima
dhyanta ini masing-masing punya budha manusia. Budha gautama menjadi seorang
diantara lima oran yang kelak akan turun kedunia.
3. Adi Buddha
Dharmakaya yang merupakan sumber perwujudan Panca-Dhyani-Buddha dinamakan
Adi Buddha. “Buddha tanpa awal dan akhir adalah Adi Buddha” (Namasangiti).
Sebutan Adi Buddha berasal dari tradisi Aisvarika (Isvara, Tuhan, Maha Buddha)
aliran Mahayana di Nepal yang kemudian waktu berkembang hingga ke pulau Jawa.
Adi Buddha sering diidentifikasikan sebagai Buddha mistis, berbeda-beda tiap sekte.
Dengan demikian dengan memahami arti dari tiap sebutan yang dimaksud adalah
sama. Konsep Adi Buddha di Indonesia dikenal dalam Kitab Namasangiti versi
Chandrakirti dari Kerajaan Sriwijaya dan Sanghyang Kamahayanikan dari jaman
pemerintahan Empu Sindok. Bagi umat Buddha di Indonesia secara umum menyebut
Tuhan Yang Maha Esa, namun dari tiap-tiap sekte yang berkembang memiliki
penyebutan yang berbeda-beda. Dalam UU RI No.43 Tahun 1999 (Perubahan atas
UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian) sebagaimana
Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun 1975 (tentang Sumpah/janji Pegawai
Negeri Sipil), menyatakan dalam pengucapan sumpah/janji mereka yang beragama
Buddha, kata-kata “Demi Allah” diganti dengan “Demi Sang Hyang Adi Buddha”.
Manifestasi keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda dalam
penyebutannya memberikan konsekuensi kepada kita sebagai umat Buddha untuk
dapat berperilaku dan bersikap saling tolong-menolong, saling menghormati, saling
menghargai, mampu bekerja sama menciptakan
kerukunan hidup. Termasuk juga mampu bekerja sama dengan penganut agama
lainnya. Brahmavihara dalam ajaran Buddha sebagai kediaman luhur merupakan
pengembangan manifestasi dan pengejawantahan Tuhan Yang Maha Esa dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu diharapkan dengan memahami hakikat
Ketuhanan Yang Maha Esa, umat Buddha mampu memahami adanya kebenaran
umum dan kebenaran mutlak. Dilihat dari pandangan umum segala sesuatu di alam
fenomena ini nyata, ada dan benar. Tetapi dilihat dari kebenaran akhir hal ini adalah
relatif, karena segala sesuatu berubah tanpa inti yang kekal. Tentu saja pengertian
terhadap kebenaran akhir sangat sulit. Sedangkan kita lebih tertarik pada hal-hal yang
sementara sifatnya.

4. Bhakti artinya cinta kasih. Istilah bhakti itu digunakan untuk pernyataan cinta kepada
sesuatu yang lebih dihormati, misalnya ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, kepada
Negara, ataupun pribadi-pribadi yang dihormati. Puja sebenarnya adalah menghormati
dan menyembah dengan perbuatan, karena puja merupakan perwujudan dari rasa
bhakti dan keyakinan. Sedang bhakti-puja sendiri berarti sembah sujud, sembahyang
umat Buddha Maitreya untuk mengingat Tuhan dan memuliakan Buddha Maitreya.
Bhakti-puja pada Buddha Maitreya bukanlah seuatu yang baru dalam sejarah
Buddhisme. Tradisi tersebut telah lahir dan menyebar luas di India kurang lebih pada
abad 2 SM. Kemunculan tradisi ini erat sekali hubungannya dengan kebangkitan
gerakan Buddhisme Mahayana. Sebelumnya dalam kurun waktu kurang lebih 300
tahun setelah parinirwananya Sang Buddha Sakyamuni, namun setelah kemunculan
gerakan Mahayana dan berdirinya sekte-sekte yang sejalan dengan tuntunan zaman
maka lahirlah ide-ide bhakti-puja pada Buddha dan Bodhisatva selain kepada Buddha
Sakyamuni dan pada masa itu lahirlah tradisi bhakti-puja kepada Buddha Maitreya.

Anda mungkin juga menyukai