Anda di halaman 1dari 2

Miskonsepsi Konsep Ketuhanan Agama Hindu Secara Visualisasi

Oleh : Mahesha Al Mubarak

Pada dasarnya dari kecil hingga dewasa, kita disajikan berbagai macam tontonan publik
yang mencitrakan agama hindu adalah agama yang memiliki ribuan tuhan. Salah satu yang
paling terkenal adalah kartun krisna yang di mana pada kartun ini ada 3 sosok tuhan yang
dijadikan pemeran utama dalam beribadah kepadanya yakni dewa wisnu, dewa brahma, dan
dewa siwa. Ketiga dewa tersebut juga memiliki tuhan tersendirinya yang di mana dewa wisnu
bertugas untuk memelihara, dewa brahma bertugas untuk menciptakan, dan dewa siwa bertugas
untuk membinasakan. Dari ketiga dewa beserta tugasnya tersebut muncullah konsep Trimurti.
Namun setelah saya melakukan observasi serta wawancara langsung di Pura Giri Natha bertemu
dengan salah satu tokoh agama di sana sekaligus staff bimas Hindu Kanwil Kemenag Provinsi
Sulawesi Selatan yakni Bapak I Ketut Mundra, saya lebih tercerahkan mengenai konsep Trimurti
yang dijual oleh beberapa kartun maupun film kehinduan yang tersebar di masyarakat. Konsep
Trimutri agama Hindu dalam artian ini berbeda dengan konsep Trinitas agama Kristen yang di
mana agama Kristen menyebutkan 3 nama tuhan yang berbeda dalam doanya yang
mengindentifikasikan mengklasifikasikan tuhan menjadi 3 bentuk nama, sedangkan kalau agama
Hindu dalam kepercayaannya hanya memiliki satu Tuhan yang bernama Ida Sang Hyang Widhi
Wasa.

Dewa maupun dewi yang biasanya kita sebagai masyarakat umum mengenalnya
sangatlah banyak dalam agama Hindu tersebut hanya menjadi panggilan “nama” Tuhan yang lain
dalam menjalankan tugasnya dalam mengatur segala segi lini kehidupan di alam semesta dengan
analogi seperti Bapak Mundra di rumah dipanggil ayah, di lingkungannya dipanggil bapak
dosen, sedangkan di pura dipanggil bapak pemangku. Yang di mana ini orangnya satu, tapi
panggilannya banyak. Sebenarnya hal ini yang harus diluruskan juga dalam berbagai mata
pelajaran dipersekolahan yang dari dulu belum mampu membangun citra ketuhanan Hindu
adalah Esa, konsep nama-nama dewa yang ada merupakan sifat alamiah yang tercipta dari
kesempurnaan Sang Hyang Widhi semata. Begitupula dengan berbagai kontroversi yang tersebar
di masyarakat akibat banyaknya tuhan di agama Hindu muncullah berbagai macam bentuk
patung untuk visualisasinya. Sehingga muncul pertanyaan bahwa agama Hindu memercayai
bahwa tuhan hanya Sang Hyang Widhi semata lantas mengapa banyak bentukan patung dewa di
Pura Giri Natha misalnya, foto Patung Ganesha. Beliau pun menjawab bahwa agama hindu
secara yang tertulis di kitab Weda tidak membenarkan menjadikan patung sebagai tuhan, patung
maupun relief dalam pura tersebut hanya hiasan saja terkecuali patung yang telah disucikan
sehingga menjadi arca suci, penggunaan patung tersebut semata-mata hanya untuk memperdalam
kekhusyukan dalam beribadah kepada Sang Hyang Widhi sehingga perlu bantuan visualisasi
dalam mencapai tingkatan tersebut karena jikalau kita berdoa dengan menutup mata berbagai
pikiran akan mencoba menggangu doa kita karena otak kita tidak mengenal kata tidak, apabila
kita memikirkan untuk tidak memirkirkan sesuatu hal pastinya otak kita akan merespon hal
tersebut menjadi iya. Sedangkan berbagai macam bentukan patung yang berbeda wujudnya
sebagai penyaluran fokus doa saja, misalnya ingin berdoa agar mendapatkan ilmu yang
bermanfaat bisa langsung ke patung Ganesha yang merupakan dewa terkenal akan
kecerdasannya. Intinya hal tersebut hanya agar memperoleh tingkatan kekhusyukan dalam
berdoa saja serta menjadi pelindung dari berbagai kejahatan seperti halnya ilmu sihir yang sangat
amat dipercayai oleh kaum Hindu, itulah mengapa disetiap rumah diwajibkan memiliki pura.

Miskonsepsi juga berkembang dalam peryataan di masyarakat umum bahwasanya agama


Buddha adalah adek kandung dari agama Hindu. Perlu digaris bawahi bahwasanya kedua agama
ini memiliki banyak persamaan mulai dari konsep karma, konsep peribadatan, dan konsep
kehidupan. Menurut Bapak I Ketut Mundra Buddha itu merupakan salah satu ikon avatar dari 22
avatar dalam agama Hindu. Sehingga berbagai ajarannya ditemukan banyak sekali persamaan
namun terjadi perbedaan pada konsep kematian dan konsep kasta. Konsep kasta merupakan
budaya turun temurun agar terciptanya keseimbangan ekosistem manusia yang adil dan
bermartabat, di mana setiap segi lini kehidupan tidak boleh dicampuradukkan seperti politik-
agama. Hal ini dilakukan agar setiap manusia hidup sesuai porsi kerjanya masing-masing tanpa
mencampuri porsi kerja orang lain sehingga muncul ekosistem kehidupan yang makmur dan
sejahtera. Hal ini juga mengenai sistem kasta ditampilkan oleh orang tua zaman dahulu melalui
relief-relief pahatan di pura hal ini mengidentifikasikan bahwasanya kehidupan di masa depan
adalah terjadinya ketidakstabilan dalam berhidupan bermasyarakat dalam hal ini juga saya dapat
menarik kesimpulan bahwa relief yang ada merupakan bentuk pesan yang ingin disampaikan
orang tua dahulu melalui visualisasi guna memberikan petuah yang berguna di masa depan dan
bukan menampilkan konsep tuhan secara visualisasi dalam hal ini bentuk dan gambarannya.

Anda mungkin juga menyukai