Anda di halaman 1dari 3

AJARAN “HINDU BALI” BUKAN AJARAN “HINDU INDIA”

Oleh : HG Sutan Adil

Tulisan di adalah sub bab dari isi Buku “Kadatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya” karya saya sendiri ,
yang merupakan revisi dari buku sebelumnya dengan judul yang sama. Buku ini akan terbit dan mulai
dipasarkan awal bulan Juni 2022 ini dan sudah dapat dipesan terbatas di no WA 0815 9376 987 (HG
Sutan Adil)

Tulisan ini juga adalah tulisan dari hasil paparan Bp Surya Anom, seorang praktisis ajaran Hindu Bali
dalam acara Zoominar di Komunitas True Back History. pada kuliah umum "Dharmic Original", 11/09/21
lalu, dimana saat ini ajaran Hindu Bali ini sedang di intervensi oleh ajaran luar nusantara, yang dibawa
oleh kelompok yang disebut Sampradaya, seperti organisasi transnasional Iskcon, Sai Baba dan lainnya.

Beliau tidak mau menjelaskan dengan berbagai pandangan flsafat, yang tidak jelas kebenarannya, dan
bukan itu pula acuan Agama Hindu Bali yang ajarannya diakui sebagai Agama di Indonesia. Sejarah
Agama Hindu Bali, sudah jelas alurnya, dan bisa dipahami melalui berbagai rontal asli Nusantara.
Keyakinan ini adalah apa yang dijalankan masyarakat Bali yang diawal kemerdekaan tidak serta merta
diakui sebagai Agama di Indonesia.

I Gusti Bagus Sugriwa dkk, ketika itu memperjuangkan, keyakinan orang bali untuk diakui sebagai
Agama. Dimana ajaran yang diambil oleh beliau untuk memback up penjelasan beliau tidak merefer
kepada ajaran India, atau yang diperdebatkan , yaitu ajaran filsafat dari Sankara maupun Madhva yang
membantah filsafat Sankara.

Kemudian perbedaan ini dijalankan jalan tengah oleh seorang profesor Hinduism dari Oxford, yang
membenarkan keduanya. Artinya Agama Hindu Bali yang kemudian setelah diakui sebagai Agama di
Republik ini, menjadikan diri dengan nama Agama Hindu saja untuk menghilang kesan balisentris, tidak
berdasarkan diskusi orang orang India tersebut.

Apa yang dikemukan I Gusti Bagus Sugriwa adalah ajaran yang ada di Nusantara yg sejak kerajaan Pra
Islam sudah memiliki Dharma Asli Nusantara yang dikenal sekarang disebut sebagai “Dharmic Original”
dan bukan ajaran dari India.

Kemudian di zaman Panca Tirta, beliau juga merefresh ajaran Dharma Nusantara yang merupakan ajaran
yang telah diyakini sebelumnya. Sebagai orang siddhi (sakti, suci dan mulia) memang kewajiban beliau
itu untuk tetap ngajegang ajaran leluhur nusantara.

Apakah ada Panca Tirta (Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Gana, Mpu Kuturan dan Mpu Bharadah) yang
belajar ke India atau mengadopsi ajaran dari India. Kalau ada yang bilang ada, atau ajaran beliau dari
India, mari tunjukkan kitab atau prasasti ataupun situs yang menunjukkan itu.

Beliau semua itu adalah orang siddhi yang sudah mencapai batin Bhiksuka, dimana beliau sudah mampu
Nyruti, artinya dengan kemampuan praktiyasa bisa memahami ajaran yang diturunkan Ida Sang Hyang
Widdhi secara langsung.

Mpu Gnijaya dengan putra tujuh orang siddhi, yang kemudian menurunkan para soroh atau klan Pasek
di Bali, dimana orang ICHI yang menyatakan penganut filsafat India ini adalah mengaku dari klan pasek,
maka akan sangat murtad bila menyatakan ajaran Hindu Bali dari India, karena ajaran Hindu Bali adalah
ajaran Nusantara yang dijaga oleh Mpu Gnijaya.

Dengan kemampuan beliau Nyruti beliau mampu secara praktiyasa memahami ajaran Dharma Asli
Nusantara ini yang kemudian beliau semaikan kepada putra putra beliau, yang kemudian dipakai seluruh
oleh warga pasek di Bali saat ini. Apakah tidak murtad, mengingkari ajaran leluhur sendiri, malah mau
menghilangkan atau mengganti dengan pemikiran ahli filsafat dari India zaman dulu itu.

Mpu Kuturan yang pada abad kesebelas telah kembali menegaskan bahwa sekte sekte yang banyak itu
tidak ada dalam Dharma Nusantara ini, sehingga dengan konsep Tri Murti dari Dharma Nusantara yang
disebut Dharma Siwa Budha atau ajaran Siwa Budha ini, yaitu utpeti dilambangkan dalam Brahma, Stiti
dilambangkan dalam Wisnu dan Prelina dilambangkan dalam Siwa, dimana ketiganya adalah
Kemahakuasaan Yang Esa ini.

Dalam ajaran India tidak ada Tuhan Yang Maha Esa ini, yang ada adalah Tuhan dari para Dewa yang
dipuja oleh masing masing sekte yang selalu dianggap satu satunya Tuhan dan paling benar oleh
pemeluk sekte. Sehingga kalau sekte itu mengaku sebagai Hindu di India, maka di Hindu India ada
banyak Tuhan. Malahan Tuhan Tuhan tersebut seperti Sri Krsna, Sai Baba adalah Tuhan Yang Turun ke
Bumi, dan beliau itu Tuhan di Bumi.

Mpu Bharadah yang terkenal sebagai purohito Prabu Airlangga ini, adalah orang Siddhi yang
menurunkan keturunan yang menulis candi sastra yang sangat monumental yang juga menekankan
tentang monoteisme dari Dharma Nusantara ini, yaitu Mpu Tantular . Dimana Mpu Tantular adalah cucu
dari Mpu Bharadah dan Mpu Kuturan.

Candi sastra yang Mpu Tantular tulis adalah kakawin Sutasoma, dimana disana beliau menegaskan
bahwa Hyang Siwa dan Hyang Budha adalah satu, itu adalah kebenaran, sehingga tidak ada kebenaran
yang mendua. Coba bandingkan dengan ajaran India yang banyak Tuhan dimana satu dan lain sekte
menyatakan Tuhannya yang paling tinggi. Nah apakah pantas kita sekarang menyatakan bahwa ajaran
Hindu Bali dari India…!?

Ajaran dari India tidak pernah mengakui keberadaan rontal rontal suci yang ada di Nusantara yang
dipakai referensi oleh I Gusti Bagus Sugriwa ketika meyakinkan menteri Agama RI ketika itu tentang
dasar Agama Hindu Bali. Kata "Hindu" ini memang dari India, yang dipakai oleh penjajah Inggris di India
untuk menamai keyakinan yang ada di India yang bukan Islam, bukan Jainisme dan bukan Buddha pada
tahun 1830 M.

Jadi jelas bahwa kesamaan yang dipakai I Gusti Bagus Sugriwa ketika itu adalah kesamaan nama saja,
bukan ajarannya. Karena berdasarkan sejarah ini, artinya ajaran India tersebut dulunya juga tidak
memakai nama “Hindu”. Dan dari sini ada benang merah yang membenarkan bahwa ajaran Hindu di
setiap tempat adalah ajaran yang berbeda beda, bahkan berlawanan. Dan itu juga yang bisa
menguatkan bahwa Hindu Bali atau Hindu yang ada di Indonesia bukanlah ajaran dari India.

Ajaran Hindu Bali adalah ajaran Dharma Asli Nusantara, yang ketika majapahit runtuh, ajaran ini tetap
dipakai oleh masyarakat Bali. Malahan Bali adalah tempat menyelamatkan rontal Nusantara, yang mana
saat ini ada puluhan ribu judul rontal di Belanda. Dan tiga ribu judul rontal Nusantara di Gedong Kirtya,
dan ribuan lagi yang tersebar di gria, pedukuhan, Puri, dan tempat lain di Bali.
Itu semua yang mendasari ajaran Siwa Budha ini, yang merupakan Dharma aseli dari Nusantara. Karena
Dharma ini sifatnya abadi atau langgeng, yang artinya sudah sempurna dari sejak diturunkan oleh Ida
Sang Hyang Widhi, maka dalam bahasa sansekerta disebut sebagai "Sanatana Dharma".

Semua keyakinan aseli Nusantara berasal dari Dharma yang sama, dimana dalam perkembangannya ada
adat, tradisi dan budaya yang mungkin berbeda. Dan saya yakin saudara kita Sunda Wiwitan,
Kaharingan, Jawa dll tentu tidak akan mau dikatakan berasal dari ajaran India, kecuali yang sudah
murtad kepada leluhurnya.

Jadi ajaran Siwa Budha yang asli nusantara ini tidak ada kaitannya dengan debat Sankara dan Madhva,
atau filsafat kedua intelektual India tersebut. Beliau itu juga kalau masih hidup akan tertawa melihat
kebodohan kita mengkaitkan ajarannya ke Nusantara. Karena semua orang siddhi tidak mungkin
menyebarkan ajarannya. Karena orang siddhi selalu berjalan sesuai dengan ajarannya dan tidak pernah
berfikir mencari pengikut. Beliau beliau tersebut adalah pencerah batin, bukan penyebar ajaran.

Didalam tataran beragama di Republik ini ada difinisi, kreteria dan scope yang jelas. Dimana semua
Agama yang diakui di republik ini, memiliki Nama Tuhan dan Theologi yang tidak boleh bertentangan
dengan ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Kemudian ada kitab suci, yang tentunya isinya sudah pasti dan
jelas, tidak ada multitafsir. Memliki hari suci keagamaan, memiliki tempat suci yang pasti, dan memiliki
orang orang suci. Bila hal ini berbeda, maka itu namanya keyakinan yang beda.

Persoalan dengan Sampradaya luar nusantara seperti Here Khrisna, Sai Baba dan lainnya bukan masalah
menganggap Agama Hindu di Indonesia yang paling benar. Bukan pula mengatakan keyakinan Here
Khrisna, Sai Baba dll itu sesat. Bukan pula mempertekarkan kucing hitam ataupun kucing putih untuk
menangkap tikus. Bukanlah seperti itu adanya.

Tapi persoalan yang ada adalah rekan rekan penganut sampradaya, telah menyebarkan ajarannya yang
berbeda kepada umat Hindu di Indonesia, dengan cara berkamuflase sebagai penganut Hindu di
Indonesia. Jangan kemudian kita menololkan diri bahwa perbedaan itu indah. Bukan itu yang dimaksud.
Di Indonesia justru Bhineka Tunggal Ika itu menjadi way of life bangsa. Tapi Negara menjaga kerukunan,
dimana setiap agama tidak boleh menyebarkan agama kepada orang yang berbeda agama.

Nah samparadaya yang memiliki ajaran keyakinan yang berbeda dan bahkan berlawanan dengan Agama
Hindu di Indonesia, tentu tidak boleh membenarkan diri menyatakan Hindu hanya untuk mengkonversi
atau merubah keyakinan yang sudah dianut oleh umat Hindu di Indonesia sejak dari zaman kerajaan pra
Islam, dan bahkan jauh sebelum itu.

Mari berfikir dengan wiweka yang benar, sehingga memahami Agama dan beragama dalam tatanan
negara dan bangsa Indonesia. Dan juga memahami apa itu spiritual yang sejati.

*) Penulis adalah pemerhati sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 15 Mei 2022

Anda mungkin juga menyukai