OLEH :
DRA. NI KADEK MULIATI
KATA PENGANTAR
Om, Swastiastu
Puji syukur penyusun panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, diktat Mata Kuliah
Agama Hindu ini, bisa diselesaikan sesuai dengan rencana. Mata Kuliah Agama
Hindu merupakan mata kuliah dasar umum yang wajib diajarkan di seluruh
perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Sementara, literatur dan buku-buku
pegangan untuk mata kuliah itu, masih sangat kurang, dalam hal ini kiranya diktat
yang sederhana ini dapat dimanfaatkan.
Maksud dan tujuan penulisan diktat ini adalah untuk menanamkan dan
meningkatkan rasa percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membangkitkan
kesadaran bahwa agama merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan dan
kepuasan bathin baik di dunia maupun di akhirat. Di samping itu dengan
mempelajari ajaran agama, juga memberikan motivasi dan dorongan bagi umat
manusia untuk berbuat baik, selain sebagai penunjang ilmu yang diperoleh di
bangku kuliah.
Seiring dengan banyak dan luasnya materi mata kuliah agama yang patut
diketahui, sedangkan waktu perkuliahannya hanya satu semester, jadi materimateri yang bersifat ulangan yang telah diberikan di Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas tidak disajikan lagi. Materi yang
akan dipergunakan di perguruan tinggi hanya bersifat praktis agar dapat
menunjang ilmu dan pekerjaan setelah menamatkan sekolah.
Penyusun menyadari sesuai dengan perkembangan pembangunan agama,
bahwa materi kuliah ini banyak kekurangannya sehingga memerlukan tambahan
dan penyempurnaan. Penyusun mengharapkan kepada pembaca agar memberikan
kritik dan saran-saran untuk penyempurnaan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN....................................................................
A. Sejarah Agama Hindu di India ...........................................
B. Masuknya Agama Hindu ke Indonesia ..............................
C. Penyebaran Agama Hindu di Indonesia .............................
D. Penyebaran Agama Hindu di Bali ......................................
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
YADNYA ................................................................................
A. Pengertian Yadnya .............................................................
B. Panca Maha Yajna .............................................................
C. Upakara Dalam Upacara Agama Hindu .............................
D. Hubungan Agama Dengan Kebudayaan ............................
BAB VI
BAB I
PENDAHULUAN
Sasaran Belajar
-
pengajaran weda kepada umatnya. Sejak munculnya jaman Itihasa dan Purana
pemujaan Tuhan dalam wujud Trimurti menjadi sangat populer di India yang
kemudian menyebar ke pelosok dunia yang diantaranya ke Indonesia
Sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuna yang berangka tahun 682 saka
diketahui bahwa pada tahun 760 Masehi raja Simha dari kerajaan Kanjuruhan
mengadakan upacara besar yang dilaksanakan oleh para ahli veda, para
Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Bangunan suci sebagai
peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa timur ialah candi Badut di daerah
Malang. Dengan berakhirnya Kanjuruhan muncullah dinasti Isana Wansa yang
mengemban tugas kehidupan tugas kehidupan agama Hindu dengan Mpu
Sindok (929-947) sebagai peletak dasar kerajaan. Mpu Sindok bergelar Sri
Isanottunggadewa Wijaya yang artinya raja yang sangat memuliakan
pemujaan terhadap Dewa Ciwa setelah Mpu Sindok wafat diganti oleh
Dharma Wangsa pada masa pemerintahan raja ini disusun sebagai kitab
Hukum Hindu yang bernama Purwadigama
Wamsa
Isana
berakhir
muncullah
kerajaan
Kediri
sebagai
pengembang agama Hindu (1042 - 1222) pada jaman ini banyak karya sastra
Hindu yang dihasilkan oleh pujangga seperti Kitab Smaradhana, Bharatayuda
dan Kresnayana. Perkembangan agama Hindu selanjutnya adalah pada masa
kerajaan Singosari dari tahun 1222 1292 sebagai raja pertamanya adalah Ken
Arok yang bergelar Bhatara Guru sekaligus membuktikan Ken Arok memeluk
agama Hindu dan peninggalan yang lain dibuktikan dengan didirikannya
Candi Kidal, Candi Jago dan Candi Singosari. Pada abad ke 13 kekuasaan
Singosari berakhir kemudian muncullah kerajaan kerajaan Majapahit dengan
bukti didirikannya candi Panataran yang merupakan bangunan suci agama
Hindu terbesar di Jawa Timur dan kitab negara kertagama yang menguraikan
tentang kerajaan Majapahit.
tahun 1959 di
BAB II
SUMBER AJARAN AGAMA HINDU
Sasaran belajar
-
A. Sruti
Semua agama mempunyak kitab suci. Kitab suci adalah kitab yang
dipandang suci oleh umat agama itu. Kitab ini dianggap suci dan dinyatakan
kitab suci karena di dalamnya memuat sabda-sabda suci. Sabda ini dapat
berupa wahyu atau sruti dapat pula merupakan gubahan kembali yang
maksudnya adalah tulisan ulang yang isinya merupakan bagian-bagian yang
penting. Setiap agama mempunyai kitab suci yang menjadi sumber keyakinan
dan kepercayaan kepada Tuhan disamping sumber etika dari tingkah laku
seseorang. Kitab suci agama Hindu adalah Weda yang memuat wahyu yaitu
suara Tuhan yang diterima secara gaib melalui Maharesi-maharesi. Karena
kesucian bathin beliau mampu melihat apa yang tidak kelihatan dan
mendengar suara-suara gaib yang tidak dapat didengar oleh manusia biasa dan
telinga biasa. Wahyu di dalam bahasa sansekertanya dinamakan sruti, jadi
tidak sembarangan sabda dapat dikatakan wahyu, ini harus diuji kebenaranya
misalnya kita harus mengetahui dan siapa penerimanya, bagaimana
riwayatnya, sifat-sifatnya dan banyak lagi yang harus kita ketahui terlebih
dahulu menguji keberannya. Ada ribuan wahyu yang diturunkan melalui
berbagai orang-orang yang telah diuji kebenarannya dan tempat wahyu
diturunkan tidak sama, wahyu diturunkan di berbagai tempat di dunia ini dan
umumnya memberikan keterangan dan petunjuk kepada manusia agar berbuat
baik. Bahkan kadang-kadang wahyu itu memuat tentang penjelasan apa yang
belum dialami oleh manusia. Karena wahyu amat banyak dan tersebar maka
yang secara garis besarnya isi Weda itu dijabarkan dalam 3 sifat, yaitu :
-
Upanisad adalah ajaran yang memuat soal teori mengenai Tuhan dan
ciptaannya.
B. Smerti (Wedangga)
Disamping kitab suci yang tergolong Sruti Agama Hindu juga
mempunyai kitab suci pelengkap yang disebut kitab Smerti (Wedangga), kitab
ini dinamakan pelengkap yang disebut kitab pelengkap dari kitab Sruti agar
mudah dimengerti. Pada umumnya sebagai pelengap memuat bagian-bagian
saja. Kitab Smerti Weda tersebut memuat bagian-bagian antara lain : Ilmu
Ponetika (Siksa), bahasa (Wyakarana), guru lagu (Chanda), arti kata yang
sama atau lawan kata (Nirukta), ilmu astronomi (Jyotikasa) dan Kalpa (tata
cara melakukan yajnya, penebus dosa dan lain-lain).
Dari pembagian itu jelas betapa luasnya bidang smerti karena isinya bersifat
kuhusus maka pembahasannya lebih terarah dan terbatas. Umumnya kitab
pelengkap ini memuat tafsir umum mengenai apa yang terdapat pada para
maha Resi yang telah mendalami kitab Sruti. Karena itu melihat dari
penulisannya kitab ini disebut kitab Smerti yang memuat apa yang diingat
oleh para maha Resi. Adapun Kitab Smerti yang paling menonjol adalah
Manawadharmasastra.
C. Upaweda
Istilah Upadewa terdiri dari dua kata yaitu Upa yang berarti dekat atau
sekitarnya dan Weda berarti kitab suci Weda jadi kitab Upaweda adalah kitab
yang ada kaitannya dengan Weda. Adapun kitab-kitab itu seperti :
1. Itihasa, adalah kitab epos yang memuat sejarah yang sifatnya masih umum
dan mitologis karena disini diceritakan hubungan kehidupan dunia dan
alam sorga.
2. Purana adalah kitab yang memuat cerita kuno.
3. Dharmasastra adalah kitab yang memuat tentang empat tujuan hidup
manusia yang antara lain dharma, arta, kama dan moksa.
4. Kamasastra adalah kitab yang membahas tentang aestika dalam kehidupan
manusia.
5. Ayurweda adalah kitab yang isinya menyangkut bidang ilmu kedokteran.
6. Gandarwaweda adalah kitab yang isinya membahas tentang ilmu seni.
BAB III
SRADDHA (KEIMANAN)
Sasaran belajar
Tidak ada satu garis yang dijadikan ukuran keimanan seseorang beragama
Hindu. Kitab suci weda yang menjadi pegangan dan pedoman dasar bagi umat
Hindu memuat banyak hal penting termasuk keimanan atau sraddha. Kata sraddha
berarti kepercayaan dan juga berarti upacara pemujaan kepada arwah leluhur yang
diwajibkan bagi setiap umat Hindu. Kepercayaan atau keimanan di dalam ajaran
agama Hindu dikenal dengan istilah :
A. Panca Sraddha
Panca Sraddh adalah lima macam kepercayaan atau lima macam
keimanan yang antara lain :
1. Keyakinan Terhadap Adanya Tuhan (Widhi Tattwa)
Yang menyebabkan timbulnya keyakinan di dalam diri terhadap
adanya Tuhan melalui tiga cara yaitu :
a. Agama Pramana yaitu keyakinan yang timbul berdasarkan
petunjuk-petunjuk atau ucapan dari orang yang dapat dipercaya
seperti Maha Resi dan tokoh agama. Dalam hal ini keyakinan
timbul berdasarkan dengan membaca kitab-kitab suci Weda dan
mendengarkan petuah-petuah dari orang yang wajar dipercaya.
Oleh karena itulah Weda yang merupakan wahyu Tuhan maka
kesaksian Wedalah yang sempurna. Ada sloka yang menyatakan
keyakinan berdasarkan agama pramana seperti :
-
adaNya.
Beliau
dirasakan
secara
gaib
dan
Artinya :
Sebagian besar umat biasa yakin berdasarkan agama atau sabda pramana
dan anumana pramana serta sebagian kecil saja yang yakin berdasarkan
pratyaksa pramana.
Ekam Evadvityam Brahman (hanya ada satu Tuhan Brahman, tiada
duanya), Ekam sat viprah bahuda vadanti (hanya ada satu hakekat Yang
Artinya :
Oh Tuhan (yang memenuhi) dunia (bhur), udara (bvah) dan akasa
(svah), Tuhan yang Maha Agung dan Maha cemerlang semoga kami
menerima suciMu yang gemilang semoga dikau membimbing pikiran
kami untuk mencapai kebenaran.
Artinya :
Dari narayana, seluruh (isi alam semesta) ini muncul baik yang telah
ada maupun yang akan terjadi. Dia Maha Gaib, tiada ternoda, tidak
dapat dibayangkan, tidak terungkapkan (dengan kata-kata wujudNya).
Narayana, Tuhan Yang Maha Suci dan Maha Esa, tiada duanya.
Demikian sebagian dari doa pujian para pendeta atau umat Hindu
mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa, pelindung kerohanian dan
kesusilaan atau dharma, Yang Maha Pengasih, penyayang dan
pengampunan, namun dewa-dewa bukanlah dewa tetapi perwujudan atau
personifikasi dari sifat-sifat kemahakuasaan atau keagungan Tuhan yang
mengatur alam semesta, dunia dan akhirat dengan segala isinya.
Tuhan hanya satu tetapi umat Hindu memberi gelar atau menyebutkan
Tuhan (Hyang Widhi) itu dengan berbagai nama sesuai dengan fungsinya
atau swabawanya masing-masing seperti :
a. Tri Murti adalah tiga manifestasi atau perwujudan dari Tuhan, seperti :
-
Brahman
Brahman adalah sebutan Tuhan dalam Upanisad sebagai pencipta
alam semesta ini. Di dalam Weda disebut Icwara dalam Whraspati
Tattwa disebut Parama Ciwa dan lontar Puwa Bhumi Kamulan
disebut Sang Hyang Widhi Wasa. Adapun namaNya tetapi yang
dimaksud adalah Beliau yang merupakan asal mula, pencipta dan
tujuan
akhir
dari
seluruh
alam
semesta
ini.
Di
dalam
kondratnya).
Kedelapan sifat keagungan Tuhan Yang Maha Esa ini disimpulkan
dengan singasana teratai yang berdaun delapan (astadala) lambang
delapan sifat kemahakuasa Tuhan yang menguasai dan mengatur
alam semesta dan mahluk semua.
Selain hal tersebut di atas Tuhan adalah sebagai pelindung Dharma
atau agama demi untuk mencapai kesempurnaan berupa Dharma
atau budi luhur yang memberi kesejahteraan umat manusia,
kedelapan roh dari samsara Tuhan mewahyukan ajaran kerohanian
kedunia. Bagi umat yang menempuh jalan bhakti marga Tuhan
memegang peranan penting karena Tuhan dipergunakan sebagai
kiblat pujaan sebagai Icwara catur bhuya, Tuhan yang bertangan
empat yang melambangkan pengampunan, keadilan, kasih sayng
dan pelindung, untuk memohon restu kepadaNya hendaknya Ia
merahmati umatNya yang lemah dengan laksana dan budi yang
tinggi dan melindungi mereka dari dosa dan malapetaka. Selain itu
di dalam agama Tuhan menjadi saksi Agung pelindung keadilan
rohaniah yang bergelar Yamadipati atau Dharma dan yang dapat
mengetahui segala gerak langkah semua makhluk mengadili roh
manusia dengan menjatuhi hukuman niskala terhadap yang
berdosa, di akhirat, kini dan penjelmaan yang akan datang dan
mengampuni yang tobat serta merahmati yang beramal dengan
kebahagiaan lahir bathin. Hyang Widhi Wasa sebagai pelindung
Dharma adalah pengendali kalbu semua makhluk mengendalikan
hati umat manusia untuk menempuh jalan yang lurus guna
b. Dewa
Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa dan perkataan Dewa
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu urat kata Div yang artinya sinar
(nur). Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi yang
memberikan kekuatan suci guna untuk mengendalikan alam semesta.
Dewa-dewa dihubungkan untuk satu aspek tertentu dan khusus
phenomena alam semesta ini. Tiap-tiap aspek dikuasai oleh satu dewa
atau lebih dengan ciri-ciri dan lambang khusus pula. Tiap-tiap dewa
mempunyai
kekuatan
yang
tidak
terpisahkan
dari
padanya
c. Dewata
Istilah dewata dipegunakan Dewa yang lebih tinggi kedudukan dari
dewa yang lain. Dewata adalah Dewa dari para dewa di dalam agama
Hindu dewa-dewa itu merupakan sinar-sinar sucinya Hyang Widhi
yang banyak sekali jumlahnya. Hyang Widhi diumpamakan sebagai
Matahari sedangkan dewa itu merupakan sinar matahari tidak ada
secara otomatis sinar-sinar tersebut tidak ada. Kita dapat mengatakan
matahari itu panas tetapi matahari belum pernah menyentuh secara
langsung sedangkan yang langsung menyentuh adalah hanya sinarsinar.
d. Bhatara
Bhatara adalah prabhawa atau manifestasi dari kekuatan Hyang Widhi
untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya. Kata Bhatara
berasal dari kata bhatr yang artinya pelindung dan kadang-kadang
Bhatara sebagai Raja atau yang dipertuan. Istilah Bhatara sebagai
pelindung sering timbul pengertian baru dalam masyarakat Hindu
dimana kadangkala raja-raja jaman dahulu yang berkuasa penuh diberi
gelar Bhatara karena bersifat melindungi antara kata dewa dengan
Bhatara sering pemakaiannya diartikan sama. Misalnya dewa Wisnu
disebut juga Bhatara Wisnu, dewa Ciwa juga disebut Bhatara Ciwa
karena Beliau juga melindungi makhluk. Jadi jelaslah dewa dan
Bhatara itu adalah merupakan sinar suci atau manifestasi dari Tuhan.
e. Awatara
Yang dimaksud awatara adalah Tuhan yang turun kedunia yang
menjelma sebagai manusia. Beliaulah inilah Guru dari segala Guru.
Apakah tanda-tanda yang memungkinkan kita untuk mengenal seorang
awatara ?. Yang jelas adalah sidhi yang kekuatannya adikodrati atau
luar biasa tidak bisa diikuti oleh pikiran.
Beliau bisa membuat apa saja semuanya tanpa belajar tanpa
menggunakan mantra. Seorang Maha Rsi yang sudah tinggi
tingkatannya bisa juga membuat keajaiban tetapi kalau sering
dipertunjukkan akan punah lama-kelamaan akan hilang. Seorang
awatara tidak demikian seorang awatara tidak perlu belajar yoga
kekuatannya sudah dibawa sejak lahir dan tidak punah karena sidhi itu
adalah alamnya walaupun sering digunakan. Sidhi seorang awatara
tidak bermotif pamer dan mencari keuntungan materi maupun nama
dan selalu digunakan untuk yang bermanfaat.
Awatara yang dikenal dalam agama Hindu adalah sepuluh awatara
Wisnu yang terkenal adalah Rama dan Sri Kresna. Seorang awatara
bisa melihat masa lalu masa sekarang dan masa yang akan datang bisa
kemudian memasuki saguna yang disebut Perdana atau Prakerti yang biasa
kita sebut jiwa raga atau badan jasmani. Atman disebut juga jiwa karena ia
memberikan hidup raga itu. Jiwa yaitu sesuatu yang hidup dan memberi
nama rupa. Jiwatma disebut nama, raga disebut rupa tegasnya jiwatma
itulah yang diberi nama si A, B, C dan lain-lainnya. Apabila jiwatma itu
hilang dari raganya disebut mati. Yang mati itu bukan si A, B C melainkan
raga itu karena ditinggal oleh Atmanya. Ramuan raga (tubuh) terdiri dari
Zat Panca Maha Bhuta yaitu :
a. Zat padat/pertiwi seperti tulang belulang dan daging,
b. Zat apah seperti darah, lemak, kelenjar-kelenjar dan air
c. Teja atau geni seperti panas.
d. Bayu seperti napas.
e. Aksara seperti rambut dan badan.
Sel darah putih perkembangan dari jiwatma dan sel darah merah dari zat
Predana sari-sari Panca Maha Bhuta.
terkurung dalam tiap-tiap makhlukj maka Atman itu luput pada lahir, mati,
sakit dan lain-lain akan tetapi jiwa dapat kena hal tersebut karena dapat
digelapkan oleh bada rohani. Jika badan wadag mati Atman tersebut akan
kembali kepada asalnya atau berpindah kepada wadag yang baru. Kitab
suci Weda mengajarkan bahwa Atman / jiwatman yaitu roh pada tiap-tiap
makhluk sama wujud dan sifatnya dengan nirguna. Ajaran tersebut
menandaskan Brahma Atma itu dapat berpisah disebabkan oleh sifat
Avidya dan karena Avidya itu orang mudah terpengaruh oleh maya yang
mengakibatkan kesenangan, akan tetapi orang yang sadar akan berusaha
untuk menghindarkan diri dari belenggu maka ia akan mencapai
kebebasan yang agung dan hidup kembali.
bersenyawa
lagi
dengan
sthula
sarira
Tuhan
akan
adalah terjadi secara kebetulan saja. Di dunia ini tidak ada yang terjadi
secara kebetulan, kalau tanpa sebab ada yang menyebabkan inilah yang
susah dipikirkan oleh orang yang hanya mempunyai kemampuan pikiran
yang biasa karena hal-hal itu terjadi pada kehidupan jauh di dalam
kehidupan yang sekarang dan kehidupan yang dahulu. Proses kelahiran
atau penjelmaan dari satu bentuk kehidupan dalam bentuk kehidupan yang
lainnya itulah yang dinamai Punarbhawa.
B. Diksa (Inisiasi)
Diksa berarti pensucian atau penyucian. Di dalam kita Atharwa Weda
XII. 1.1. Diksa dianggap merupakan salah satu daripada Sraddha. Diksa juga
disebut Abhiseka. Sebagai unsur dalam pokok keimanan diksa, tapa dan
yadnya dianggap merupakan satu rangkaian pengertian yang arti dan
fungsinya sama sebagai alat untuk sampai pada kesucian oleh karena itu di
dalam kitab yayur weda XX.25. dinyatakan :
Dari penjelasan itu diksa adalah dapat dilakukan melalui brata. Dengan brata
itulah seseorang itu didiksa ia menjadi seseorang diksa yang berwenang untuk
melakukan upacara yaitu ngeloka palasraya.
Dengan wewenang untuk melakukan ngeloka paalsraya itu seorang diksita
akan memperoleh atau menerima daksina. Diksa adalah cara untuk melewati
dari satu fase kehidupan kepada fase kehidupan yang baru dari yang belum
sempurna ke dalam dunia yang lebih sempurna. Dengan diksa itulah seseorang
akan dapat mendekatkan manusia kepada Tuhan dengan melalui diksa itu ia
dapat mempelajari sifat Tuhan. Yang merupakan fungsi dari diksa adalah
sebagai dasar keimanan yang harus diyakini kebenarannya. Dengan keyakinan
akan diksa itu seseorang akan dapat memulai mempelajari ilmu pengetahuan
yang terdapat di dalam weda dan dapat pula mengajarkannya. Sedangkan
tujuan dari diksa adalah untuk menyucikan diri seseorang secara lahir dan
bathin sehingga dengan upacara diksa itu ia akan dapat melakukan tugas
ngeloka palasraya dan mengajarkan weda serta belajar weda.
dengan baik karena keenam jenis alat itu mampu akan menjatuhkan manusia
dan menimbulkan penderitaan. Oleh karena itu pengendalian atas keenam
jenis itu disamakan seperti pengendalian atas keenam itu disamakan dengan
seperti pengendalian atas musuh (ripu) yang dianggap mampu mencelakakan
diri orang itu. Adapun yang merupakan keenam musuh yang ada pada diri
manusia itu adalah kroda, moha, lobha, mana, mada, dan rasa yang artinya
masing-masing artinya marah, nafsu, lobha, kesombongan, mabuk, dan
bersenangan yang berlebihan. Di dalam kitab Dharmasastra dijelaskan bahwa
seseorang yang melakukan perbuatan dosa atau mereka yang sadar bahwa
mereka berdosa berkewajiban untuk selalu membersihkan diri. Membersihkan
diri ini disebut wisudha atau melakukan parisudha dengan melakukan tapa
atau brata. Di dalam weda telah dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia
mempunyai kesadarna akan dosa. Hidup mereka tidak luput dari dosa. Dosa
yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan atau tingkah laku
yang dilakukan secara disengaja maupun tidak disengaja. Semua itu mampu
menimbulkan penderitaan yang menyiksa lahir bathin manusia dan menjadi
hambatan untuk dapat mendekatkan diri mereka kepada Tuhan. Tuhan yang
maha suci hanya dapat didekati melalui kesucian. Untuk mensucikan pikiran
dan indria inilah dilakukan dnegan melakukan tapa (brata). Tapa dapat
dilakukan dengan berbagai cara tergantung maksud daripada tapa itu dan besar
kecilnya dosa yang akan disucikan. Ada yang melakukan tapa dengan cara
berpuasa tidak makan dan minum pada hari-hari tertentu ada yang melakukan
dengan cara tidak tidur selama waktu tertentu, ada yang melakukan
mengurangi makan dan minum lain-lainnya. Yang penting di dalam hal ini
bahwa pada dirinya ada niat dan ketetapan untuk dapat memperbaiki dirinya.
Dari uraian di atas bahwa mempunyai arti yang sangat penting dalam
pembentukan watak manusia dan untuk menyempurnakan sifat manusia
supaya menjadi makhluk yang baik tingkah lakunya, kata-kata dan
perbuatannya.
BAB IV
CATUR MARGA
Sasaran Belajar.
Catur Marga adalah empat buah jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai
tujuan Mokshartham Jagadhita, keempat jalan itu sama utamanya. Yang disebut
Catur Marga. Setiap orang bebas memilih salah satu dari keempat jalan ini sesuai
dengan kondisi masing-masing. Keempat marga ini hendaknya digerakkan secara
harmonis seperti seekor burung, sayap kanannya adalah bhakti marga, sayap
kirinya adalah jnana marga, sedangkan ekornya burung adalah raja marga dan
kekuatan pendorongnya adalah karma marga. Seekor burung akan bisa melayang
dengan baik kalau sayap kiri dan kanannya seimbang. Burung tidak akan
mencapai tujuan yang dikehendaki kalau tidak mempunyai daya dorong yang
kuat. Kemudian sayap ekor yang berfungsi sebagai kemudi mengarahkan sebaikbaiknya supaya jangan terbangnya menyimpang dari tujuan.
A. Bhakti Marga
Bhakti artinya cinta kasih istilah itu digunakan adalah untuk pernyataan
cinta kasih kepada sesuatu yang lebih dihormati seperti : Ida Sang Hyang
Widhi, Negara, serta pribadi-pribadi yang mesti dihormati. Bhakti dibagi atas
dua tingkat yaitu :
1. Aparabhakti adalah cinta kasih yang perwujudannya lebih rendah dan
dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kerohanian
yang lebih tinggi.
2. Parabhakti adalah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi
dan kerohaniannya lebih meningkat.
Ajaran Bhakti adalah ajaran yang langsung mencari Tuhan yang mudah
diterima dan dilaksanakan oleh orang awam, baik orang miskin, kaya, petani,
orang pandai, pejabat dapat menempuh jalan ini. seorang Bhakta (penganut
bhakti marga) adalah orang yang penuh cinta kasih cinta kepada Tuhan, cinta
kepada alam semesta ciptaan Tuhan. Bagi seorang Bhakti tidak perlu tahu
apakah Tuhan itu baik atau buruk, besar atau kecil, kuasa atau tidak kuasa
yang penting bagi mereka Tuhan adalah dicintai.
Seorang Bhakta mencintai Tuhan karena ingin mendapat imbalan supaya
masuk sorga maupun moksa, karena bagi mereka kebahagiaan tertinggi itu
adalah bercinta kepada Tuhan. Bhakti Marga menggunakan rasa sebagai
sarana, rasa cinta yang alamiah tetapi meluap-luap, rasa cinta yang seperti
aliran sungai yang bergerak dengan deras karena rindunya bertemu dengan
laut. Hampir semua agama besar yang ada di dunia adalah berdasar kepada
cinta kasih atau Bhakta Marga, jalan ini disamping mudah juga wajar bagi
semua lapisan masyarakat bisa melaksanakan dan bahayanyapun kurang.
Adapun gejala-gejala bhakti dalam kehidupan sehari-hati adalah :
kalau ada keperluan upacara mereka rela untuk mengeluarkan uang demi
upacara.
Inilah
ciri
dari
seorang
bhakti
keinginan
untuk
ditepi
laut
mereka
kunjungi,
persiapan-persiapan
yang
Hindu
dipersembahkan
itu
sama
sajen-sajen
dengan
yang
manusia
terdiri
sehingga
dari
kepadanya
bermacam-macam
Indonesia itu?, Bendera Merah Putih itu hanya secarik kain yang terdiri
dari warna merah dan warna putih apakah kita menghormati kain? Yang
merupakan ciptaan manusia. Apakah kita menghormati binatang seperti
burung garuda semua itu hanya merupakan simbul keinginan manusia
yang ingin menvisualisasikan bentuk-bentuk yang abstrak, untuk lebih
mudah dimengerti atau dihayati oleh orang awam. Demikianlah Tuhan
dalam agama Hindu seperti yang terdapat dalam weda bahwa Tuhan tidak
dapat digambarkan, dipikirkan juga tidak. Tetapi kalau orang sembahyang
tidak menggambarkan bentuk yang disembah maka konsentrasinya tidak
akan sempurna. Meskipun tidak berwujud patung orang sembahyang tentu
menggambarkan Tuhan itu di dalam hatinya dalam bentuk pikiran,
namapun juga sebuah simbul, nama baru ada kalau ada bentuk walaupun
bentuk yang bersifat abstrak. Istilah Tuhan adalah simbul untuk menamai
bentuk pikiran yang tidak dapat dilukiskan karena sebenarnya,
kecenderungan ingin melukiskan Tuhan dalam bentuk patung adalah
cetusan rasa cinta.
4. Persembahkan
Jika kita melihat Hindu membawa sajen ke Pura penuh dengan buahbuahan dan makanan yang lezat tentu orang berpikir apakah Tuhan agama
Hindu seperti manusia suka makan yang enak-enak.
Demikian pula jika pura dihias dan diukir demikian indah mungkin
orang berpikir Tuhan umat Hindu suka dengan seni dan suka pula dengan
nonton tari-tarian. Secara filosopis kita bisa mengatakan bahwa Tuhan
Maha Esa, Beliau menciptakan alam semesta ini semua, Tuhan tidak
memerlukan semua ini hanya manusialah yang menganggap ini perlu,
semua sajen dan kesenian ini hanyalah sebagai alat untuk rasa bakti atau
cintanya kepada Tuhan. Seperti seorang ibu yang mencintai bayinya yang
berumur tiga bulan, si ibu membuatkan baju bagus untuk anaknya di
buatkan kalung emas buat bayinya padahal bayinya tidak meminta bahkan
tidak mengerti apa arti daripada kalung tersebut dan baju yang bagus itu.
Semua pemberian dari si ibu yang lahir dari dorongan rasa cinta kasih itu
membikin bahagia si ibu karena dia merasa telah berbuat sebaik-baiknya
untuk bayinya yang dikasihinya. Demikianlah sajen dan kesenian yang
disuguhkan pada waktu ada upacara agama Hindu,secara spiritual
memberikan kebahagian kepada orang yang melaksanakan karena semua
alat ini mereka bisa mencurahkan rasa bhakti atau rasa cinta kasihnya.
Tuhan tidak minta untuk dipja tetapi manusialah yang mencurahkan rasa
bhaktinya. Bagi orang awam persembahan itu diyakini akan membikin
Tuhan menjadi senang. Cetusan rasa cinta yang suci terwujud dalam
keinginan untuk memberi dan berkorban, tetapi sebaliknya jika cinta telah
dihinggapi oleh keserakahan maka lahirlah keinginan untuk memiliki dan
menuntut dengan penuh nafsu.
balikan dan tempat tidur saja bisa sembahyang? Cara yang paling mudah
dan indah untuk mendekati Tuhan adalah melalui rasa. Untuk
membangkitkan rasa agama, rasa cinta kepada Tuhan maka diperlukan
suatu kondisi tertentu, kondisi yang bisa menggiring agar rasa ketuhanan
muncul dan bergelora dengan mantap. Hal inilah yang menyebabkan umat
Hindu membuat pura mereka ditempat-tempat yang indah, tempat-tempat
bersejarah atau tempat-tempat yang bisa membangkitkan kekaguman akan
kebesaran Tuhan disamping dekat dan mudah dicapai oleh umatnya. Purapura Sad Kahyangan di Bali merupakan pura-pura inti seperti pura
Besakih, Batur, Lempuyang, Uluwatu, Watukaru, Puncak mangu dan lainlainnya semua penuh dengan ketenangan. Keindahan dan keagungan.
Ditempat-tempat ini orang dirinya kecil ditengah-tengah kebesaran dan
keindahan alam yang diciptakan oleh Ida Sanghyang Widhi. Dalam
kondisi yang demikian maka orang akan mudah mengagumi dan
menghormati Tuhan, di tempat yang demikian rasa ego mulai melenyap
diganti rasa kagum dan hormat maka konsentrasi pikiran kepada Tuhanpun
akan lebih mantap dan terpusat. Bahan dan bentuk purapun tidak dibuat
menyerupai
rumah
tempat
tinggal
ataupun
menyerupai
gedung
perkantoran. Bagi umat Hindu pura itu dengan bentuk dan bahan yang lain
dari yang lain, sehingga bila kita masuk pura maka perasaanpun seperti
masuk Kahyangan dan Tuhan rasanya disana. Gunung dan matahari adalah
merupakan kiblat (arah) dimana umat Hindu menundukkan kepala
kehadapan Ida Sang
Gunung yang dikenal dengan nama Acala Lingga yang berarti tempat
Tuhan yang tidak bergerak, karena kenyataannya gunung tidak bisa
dipindahkan namun, umat Hindu yakin gunung adalah sebagai linggih Ida
Sang Hyang Widhi. Mengapa Tuhan dipuja dipuncak gunung bukanlah
Tuhan ada dimana-mana? Meskipun Tuhan ada dimana-mana tetapi pada
saat umatnya memujanya Beliau didudukkan ditempat yang ketinggian.
Makin tinggi suatu tempat maka makin mulialah yang dipujannya. Itu pula
sebabnya gunung Mahameru yang tertinggi di India dianggap sebagai
linggih Ciwa. Di pulau Jawa gunung gunung semerulah yang merupakan
gunung Mahamerunya umat Hindu pada jaman dahulu. Sedangkan di Bali
gunung Tolangkir atau gunung Agung adalah merupakan linggih Ida Sang
jika matahari tidak ada maka bumipun akan mati. Dalam Niti Castra
disebutkan :
Jika tidur kearah matahari terbit menyebabkan panjang umur, jika tidur
dengan kepada di arah utara (gunung) akan menyebabkan murah rejeki.
Jika Utara berasal dari urat kata Ud yang artinya menonjol atau menjulang
yang dimaksud dalam hal ini ialah tanah yang menjulang tinggi yaitu
gunung.
Dalam kenyataannya matahari memang mempunyai pengaruh terhadap
keselamatan,
sedangkan
gunung
mempunyai
pengaruh
terhadap
8. Doa
Doa adlaha salah satu cara yang paling mudah, tepat dan alamiah
dalam menghubungkan diri dengan Tuhan. Doa adalah cetusan hati yang
lugu dari kerendahan hati seseorang. Dalam Agama Hindu Gayatri
Mantram adalah doa yang paling mendalam dan setiap Trisandya,
sembahyang tiga waktu, pagi, siang, dan sore bagi umat Hindu. Doa yang
umum yang bersifat spiritual tidak mengandung permohonan yang bersifat
pemuasan kebutuhan indrawi dan duniawi. Cobalah camkan dan rasakan
serta hayati dengan arti dari mantram gayatri itu akan terkandung tiga
unsur pokok yaitu :
9. Bersyukur
Suka dan duka adalah seperti riaknya lautan yang datang silih
berganti, nikmatilah semua dengan tabah dan rasa syukur, orang bisa
bersyukur dalam keadaan yang paling menyedihkan adalah orang yang
optimis yang merupakan dasar kekuatan hidup. Orang yang pesimis,
dalam pertempuran orang pesimis sudah kalah sebelum dia berperang,
orang bisa bersyukur adalah orang yang percaya kepada takdir dan
mengakui bahwa itu ditentukan oleh Tuhan. Penyerahkan diri secara total
kepada Tuhan adalah penting seperti emas jika bisa meleleh sampai cair
akan mempermudah si tukang emas untuk memberikan bentuk yang
diinginkan. Demikian hati seorang Bhakta yang pasrah kepada Tuhan
seperti emas yang meleleh mudah dituntun dan diarahkan oleh Tuhan.
10. Pengampunan
Dalam Kitab Bhagawadgita disebutkan :
Ye tu sarvani karmani
Mayi samyasya matparah
Ananyenai va yogena
Man dhayayanta upasale Bhag. XII.6
Artinya :
Tetapi sesungguhnya mereka yang menumpahkan segala kegiatan hidup
mereka kepadaKu, memikirkan bermeditasi hanya padaKu dengan
kebaktian yang terpusatkan.
Dalam sloka ini jelaslah bahwa kebaktian kepada Tuhan dengan sepenuh
hati dan pikiran dapat membebaskan karma tidak baik atau dosa, disinilah
peranan bhakti yang bisa melonggarkan karma dan pengampunan Tuhan
bisa masuk kedalamnya. Dalam setiap doa disamping berisi pengakuan
hampir selalu diikuti dengan permohonan ampun. Apakah dengan
pengampunan ini orang akan bertambah berani berbuat dosa karena setelah
mohon ampun dosanya akan hapus. Dalam masalah pengampunan marilah
kita ambil banding keringanan hukuman yang diberikan oleh pengadilan.
Jika ada seseorang membunuh orang tetapi setelah membunuh dia
menyatakan penyesalan dan penyerahan diri pada polisi akhirnya
diproseslah di pengadilan. Di pengadilan pemuda itu mengaku terus terang
disertai dengan penyesalannya. Menurut hukum mestinya si pembunuh
dijatuhi
hukuman
20
tahun
penjara,
tetapi
karena
menyatakan
B. Jnana Marga
Di muka sudah dijelaskan bahwa weda menurut isinya dibagi dalam
tiga bagian yaitu : Mantra, Brahman, dan Upanisad. Dalam membicarakan
jnana marga maka kita akan banyak mengambil sumber dari upanisad dan
Tattwa. Apakah bedanya antara weda, upanisad dan tattwa, weda adalah
sumber tetapi sangat sukar untuk dimengerti oleh karena itu weda dijelaskan
secara filosofis dan penjelasannya ini disebut Upanisad. Tattwa adalah inti
agama, tidak merupakan teori lagi tetapi sepenuhnya harus dipercaya, namanama yang dipergunakan adalah nama dewa-dewa yang dipuja, demikianlah
Brahman dalam Upanisad disebut Parama Ciwa atau Sang Hyang Widhi
Parama Ciwa disebut juga Cetana atau Purusa yang dalam istilah umumnya
kita sebut Tuhan, keadaannya tanpa aktifitas, kekal abadi tiada awal dan akhir
ada dimana-mana dan maha tahu diberi gelar Nirguna Brahman.
Sada Ciwa adalah Brahman yang sudah berkrida yang sudah kena imbas dari
prakerti atau Acetana (sumber materi) sehingga mempunyai sifat, fungsi dan
aktifitas dan diberi gelar Saguna Brahman.
Ciwa atau Ciwatama adalah Parama Ciwa juga tetapi dalam keadaan yang
telah banyak terpengaruh oleh prakerti sehingga sifat kemahakuasaanNya
berkurang. Ciwatma inilah yang memberikan hidup (jiwa) kepada semua
makhluk hidup.
1. Pencipta Alam Semesta
Mama yonir mahad Brahma
Tasmin garban dadhamy aham
Sambhawah sarvabhutanam
Tato bhavati bharata Bhag. VIV.3.
Artinya :
Kandungan Ku adalah Brahmayoni yang esa
Di dalamnya Aku letakkan benih
Dan dari sanalah terlahir
Semua makhluk wahai Barata
Esa tidak lain adalah alam sesesta ini. Brahmayoni ini di dalam filsafat
Samkhya disebut juga Prakerti. Isi kandungan Brahman ini diisi benih
kehidupan sehingga alam semesta ini menjadi tempat terlahirnya semua
makhluk termasuk manusia sendiri. Di dalam Bhrihadaranyaka Upanisad
digambarkan hanya seperempat bagian dari badan Brahman yang berkrida
jadi kalu dihubungkan ulasan Bhagawadgita maka seperempat bagian dari
tubuhnya Brahman inilah kandungan Brahman. Dengan demikian dapatlah
kita bayangkan bagaimana terbatasnya Brahman itu. Kalau mata
memandang ke langit di waktu malam dimana terhampar jutaan planetplanet yang tidak dapat dihitung jumlahnya, tetapi juga yang belum kita
lihat jauh lebih banyak maka betul-betul belum terpikirkan rahasia Tuhan
yang maha hebat ini. Umat Hindu boleh bangga karena abad ke 7 sebelum
masehi di India telah lahir tokoh terkenal dibidang filsafat yang mengulas
tentang rahasia terjadinya alam semesta dengan teori evolusinya dengan
teori-teori yang dikagumi sampai sekarang. Beliau itu tidak lain dari Resi
Kapla yang terkenal dengan filsafat sankhyanya. Pokok-pokok yang
menonjol dari teori Kapila adalah :
a. Sesuatu yang tidak mungkin lahir dari yang tidak ada, dengan
demikian Brahman atau Tuhan itu memang betul ada meskipun
tidak dapat dilihat dan mata lahiriah.
b. Teori sebab akibat yang dikenal dengan hukum karmapala, bahwa
terjadinya
perkembangan
ini
karena
sebab
akibat
yang
berksinambungan.
c. Kehancuran berarti pengembalian kebentuk asal.
d. Bahwa hukum alamini tertib dan teratur.
e. Terbentuknya cosmos ini adalah hasild ari evolusi Prakerti, evolusi
mulai apabila keseimbangan benda-benda terganggu, kepadatannya
menjadi tidak seimbang dengan bagian-bagian lain dan prakerti itu.
Proses mencari keseimbangan yang terus menerus menyebabkan
terjadinya evolusi.
Phase pertama dan evolusi energi cosmos ini adalah terciptanya aksa bila
aksa ini digetarkan oleh prana yang dikeluarkan oleh Purusa maka
teciptalah angin. Bila angin digetarkan oleh prana yang dikeluarkan oleh
purusa maka terjadilah panas atau teja (timbul pergesekan angin).
Perputaran ini menyebabkan terjadinya pusat-pusat panas yang akan
menimbulkan radiasi sehingga temperatur menjadi turun bagian luar inti
panas ini dan gas yang membungkus inti panas lalu berubah menjadi
benda cair. Prana dari purusa terus menggetarkan lagi zat cair ini dan
akibat dari turunnya panas yang terus-menerus maka terjadilah proses
kimiawi antara benda cair dan gas ini sehingga terjadi benda padat yaitu
pertiwi dan tanah. Demikianlah bumi kita tercipta mulai dari Tuhan yang
terpikirkan yang juga disebut purusa, Brahman, Sang Hyang Widhi yang
menciptakan prana dan akasa. Dari akasa dan prana inilah terjadi Panca
Mahabhut yang masing-masing mempunyai sifat yang jumlahnya lima
disebut Panca Tan Matra (rasa, suara, sentuhan, bentuk dan bau).
Ether hanya memiliki suara gerakannya begitu halus tak terbatas
sanggup menembus segala zat dengan perantaraan ether inilah gelombang
radio disalurkan, angin hanya mempunyai dua sifat yaitu suara dan
sentuhan, kita dapat merasakan sentuhan angin yang mendesir dan dapat
mendengar suara berkobarnya api dapat merasakan panasnya api dan dapat
melihat bentuk dan rupa air. Zat cair mempunyai empat sifat yaitu kita
mendengar suara air yang mengalir dapat merasakan sentuhan air dapat
dilihat bentuknya dapat merasakan rasa air kalau diminum. Pertiwi
memiliki kelima unsur di atas yaitu punya suara kalau bergerak punya rasa
kalau dicicipi punya bau kalau dicium punya rasa kalau disentuh punya
bentuk dapat dilihat. Teori penciptaan benda-benda alam ini sesuai dengan
teori-teori penemuan para ahli modern sekarang seperti teori dari Prof.
Setevens. Dr. Lewes dan Dr. Jeans, perkembangan evolusi dari benda alam
melahirkan tumbuh-tmbuhan kemudian binatang dan akhirnya manusia.
Manusia adalah tingkatan tertinggi dari makhluk ciptaan Tuhan, perbedaan
manusia dan binatang serta tumbuh-tumbuhan sebenarnya bersifat gladual
dasar dan asal-usul bahannya sama yaitu Purusa (jiwa) dengan Panca
Mahabhuta hanya tingkatan kwalitasnya yang berbeda. Kalau binatang
hanya punya instink, instink itu telah meningkat menjadi pikiran sehingga
pada manusia dikenal moral etik serta budaya. Semua makhluk yang
berbeda-beda bentuk dan jenisnya hanya mempunyai satu jalan untuk
bebas dari penjara kelahiran di dunia ini melalui lahir sebagai manusia.
Dewa-dewapun untuk mencapai moksa harus lahir sebagai manusia utama
terlebih dahulu. Tujuan utama dari evolusi dari kehidupan makhluk alam
semesta ini adalah kesempurnaan spiritual dan itulah yang disebut moksa.
2. Manusia
Ditinjau dari arti kata maka manusia itu berasal dari kata manushya
yang berarti makhluk yang mempunyai pikiran, pikiran inilah yang
membedakan manusia dengan binatang serta tumbuh-tumbuhan. Tumbuhtumbuhan hanya mempunyai satu kemampuan yaitu untuk tumbuh dan
bergerak (bayu), binatang mempunyai kemampuan yang lebih dari
tumbuh-tumbuhan yaitu bergerak dan berbicara (bayu dan sabda) dan
manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari ciptaan Tuhan karena
manusia memiliki kemampuan bergerak, berbicara dan berpikr (bayu,
sabda dan idep). Manusia memiliki kesempurnaan peralatan untuk
mengantarkan dirinya menemui ciptaannya yaitu Tuhan. Dengan memiliki
pikiran manusia bisa merubah nasibnya dan memperbaiki dirinya seperti
apa yang disebutkan dalam Sarascamuscaya sebagai berikut :
Manusah sarwa bhutesu wartate wal cubhachubhe
acubhesu sawasitam cublieswewa wakaryet
Artinya :
Dari demikian banyaknya makhluk hidup yang dilahirkan sebagai manusia
itu saja yang dapat berbuat baik dan buruk kemampuan melebur perbuatan
buruk ke baik demikianlah pahalanya menjadi manusia.
Disinilah peranan kita sangat penting karena dengan pikiran bisa
membedakan
baik
dan
buruk
karena
manusia
bisa
melakukan
akan menenggelamkan dunia ini. Oleh karena itu buatlah sebuah perahu
taruhlah masing-masing sepasang dari semua jenis binatang dan tumbuhtumbuhan bersama keluargamu di dalam perahu itu. Bila air naik
ikatkanlah tali dari perahumu disiripku, bila air telah surut barulah kamu
turun kembali kedaratan.
Berdasarkan cerita ini maka Manu bukanlah manusia pertama ada, tetapi
adalah manusia yang selamat dari banjir besar dan menjadi cikal bakal
manusia sekarang. Rupanya air besar yang menenggelamkan sebagian dari
dunia ini adalah lukisan peristiwa pada waktu mencairnya es batu di
kutub-kutub dunia kita ini akibat dari bertambahnya suhu panas dari bumi.
3. Tri Guna
Prilaku seseorang ditentukan oleh dua hal yaitu :
Dari
guna
inilah
muncullah
kecenderugan-kecenderungan
prilaku
seseorang, apapun macamnya guna ini begitulah sifat dari pikiran, prilaku
seseorang akan ditentukan oleh intensitas pengalaman salah satu dari tri
guna itu. Bila sifat sattwa yang mengusai pikiran orang itu akan bijaksana
tahu benar dan salah hormat dan sopan lurus hati dan kasih sayang suka
membantu orang menderita, setia dan bakti serta tidak mementingkan diri
sendiri. Bila guna rajas yang menguasai pikiran orang itu akan mempunyai
pribadi yang keras, kasar, cepat, tersinggung suka mengagung-agungkan
diri sendiri kurang belas kasihan pemarah angkuh, egois, loba, bengis,
kata-katanya menyakitkan hati. Bila guna tamas menguasai pikiran orang
itu akan menjadi pribadi pemalas, pengotor, suka makan, suka tidur,
dungu, besar birahinya, iri hati. Dari uraian di atas jelas bahwa sattwa
mempunyai sifat tenang, rajas mempunyai sifat dinamis dan tamas
5. Moksa
Mengapa kelahiran sebagai manusia dianggap sebagai tingkat
terakhir dari usaha mencapai kebebasan? Kelahiran sebagai adalah
merupakan pintu gerbangnya moksa karena dewa-dewapun akan lahir
menjadi manusia untuk dapat meningkatkan diri agar bisa moksa. Moksa
adalah suatu istilah untuk menyebutkan kalau roh manusia telah kembali
dan menjadi satu dengan Tuhan. Dimana roh tidak mengalami kelahiran
kembali artinya bebas dari inkarnasi serta mencapai kebahagiaan tertinggi
yaitu kebahagiaan tanpa wali duka. Sebenarnya manusia dengan atmanya
ini telah pernah bersatu dengan Brahman dan telah pernah merasakan
kenikmatan dari suka tanpa wali duka. Dengan kridanya Brahman maka
dia terlempar lagi kegelombangnya maya. Di dalam maya ini segala
kebahagiaan dan kesukaan itu selalu disertai dengan kedudukan atau
dimana kesukaan tentu ada penderitaan yang mengikuti. Jadi Atma rindu
kembali kepada asalnya yaitu Tuhan, seperti halnya titik-titik air lain yang
menjadi embun dan kemudian jatuh menjadi hujan serta mengalir menjadi
sungai melaju dengan derasnya karena rindu bertemu lagi dengan laut
(sumbernya). Ajaran agama Hindu mengajarkan orang agar melalui
kehidupan di dunia secara bertahap melepaskan keterikatan terhadap
benda-benda duniawi. Catur Asrama adalah contoh tahap-tahap hidup
yang harus ditempuh mulai dari Brahmacari sampai dengan Biksuka hal
ini bukan berarti umat Hindu tidak mementingkan dunia, justru dunia
merupakan alat untuk mencapai moksa, melalui pengenalan terhadap dunia
orang baru bisa membebaskan diri dari dunia. Dunia adalah tempat praktek
untuk melepaskan diri dari ikatan dunia moksa hanya akan bisa dicapai
melalui kelahiran di dunia sebagai manusia.
Dalam Brahman Purana 228.45 disebutkan :
Djharmarthakamamokshanam sariram sadhanam, yang artinya bahwa
tubuh adalah alat untuk mendapatkan dharma arta, kama dan moksa.
itu
sebanyak-banyaknya
untuk
kemudian
diabaikan
demi
kepentingan umat manusia. Demikianlah artha itu dicari dengan jalan yang
halal dan dipergunakan untuk kepentingan mereka yang membutuhkan
tanpa mementingkan diri sendiri. Usaha yang demikian merupakan jasa
yang bisa mengantarkan seseorang mencapai moksa. Janganlah di salah
artikan melepaskan kepentingan duniawi ini dimaksud tidak boleh
mencari artha, ajaran agama Hindu tampaknya kontradiktif. Untuk Mosak
orang harus lahir ke dunia dan bergulat mengatasi dunia. Untuk bisa
membebaskan diri dari ikatan artha orang harus mencari artha.
Sebagaimana halnya untuk naik menjadi pemimpin yang baik, orang harus
menuju moksa.
C. Karma marga
Karma Marga adalah ajaran yang menekankan pada pengabdian yang
berwujud kerja tanpa pamrih untuk kepentingan diri sendiri.
Dalam kitab Bhagawadgita disebutkan :
Na chi kascity ksanam api jatatisthaty akarmakrit
Karyate hy awasah karma sarwah prakrituair gunaih
Artinya :
Walau sesaat juga tidak seorangpun untuk tidak berbuat karena manusia
tidak berdaya oleh hukum alam yang memaksa bertindak.
Kenyataannya memang benar demikian tiada orang yang bisa menghindarkan
diri untuk bekerja walaupun waktu tidur karena jantung tetap berdetak darah
selalu mengalir dan selalu bekerja walaupun kita tidak sadari. Pikiran yang
menjadi motivasi dari kerja menentukan hasil suka dalam karma sebab
berpikir saja melahirkan karma, lebih-lebih kalau pikirkan itu dituangkan
dalam bentuk ucapan atau perbuatan maka sempurnalah karma yang
dibuatnya. Supaya hidup kita yang singkat ini tidak sia-sia dan banyak waktu
yang tidak dapat dimanfaatkan maka bekerjalah dengan giat sebab berbuat
lebih baik daripada tidak berbuat, janganlah kita takut keliru atau salah asal
jangan sengaja berbuat kesalahan. Kekeliruan atau kesalahan akan
memberikan hikmah tidak berani mencoba karena takut salah tidak beda
halnya seperti anak kecil yang taku mencob berjalan karena khawatir akan
jatuh, akhirnya lama dia baru bisa berjalan oleh sebab itu jangan takut coba
terus biar jatuh akhirnya akan bisa berlari. Kerja adalah simbul hidup dengan
bertambahnya pengalaman dan ilmu pengetahuan. Walaupun demikian
manusia berkemampuan yang terbatas perlu bekerja dengan seefesien
mungkin (tepat guna) catur Asrama adalah pembagian tugas kewajiban
berdasarkan umur yang erat sekali kaitannya dengan kemampuan. Manusia
adalah ciptaan dan juga gambaran Tuhan dalam pengertian Bhuana Agung dan
Bhuana Alit, jika Tuhan diumpamakan sungai yang mengalir maka manusia
adalah titik air yang ikut dalam arus sungai tersebut. oleh karena itu maka
manusia hendaknya meniru geraknya Tuhan jika menginginkan seperti apa
yang disebutkan dalam :
Bhagawadgita III.23.24.
Yadi hy aham na wateyam
jatu karmany atandritah
mama wartn nuwartante
mansyah partha sarwasah
Utsideyur ime loka
na kuryam karma ced aham
samkarasya ce karta syam
upahanyam imah prajah
Artinya :
Sebab kalau aku tidak selalu bekerja, aku jadi pencipta kekacauan itu,
dalam segala bidang apapun juga.
Dunia ini akan hancur jika Aku tidak bekerja, Aku jadi pencipta
kekacauan itu,memusnahkan manusia itu semua.
Dengan demikian jika orang tidak bekerja dia akan dilindas oleh harus
berputarannya dunia dan menderita. Penderitaan akan menjadikan kehancuran
diri sendiri dan dia sendiri sebagai pencipta kehancuran dirinya. Untuk
mengatur alam semesta ini agar tidak hancur Tuhan telah menurunkan hukum
karma atau hukum sebab akibat.
Karma Phala
Istilah karma phala berarti hasil dari perbuatan, karena setiap perbutan
pasti ada akibatnya, berwujud baik dan buruk, suka atau duka, penderitaan
atau kebahagiaan. Tidak ada perbuatan yang sia-sia semua akan membuahkan
hasil disadari atau tidak disadari. Dalam bayangan kebanyakan orang hasil
atau akibat dari perbuatan itu bentuknya seperti apa yang menjadi sebab,
misalnya jika saya memukul orang maka saya akan menerima balasan
pukulan, kalau saya menanam padi hasilnyapun padi. Jika demikian jalannya
karma maka orang akan takut untuk berbuat, seorang tentara tidak akan berani
maju kemedan perang membunuh musuh karena takut kena karma
pembunuhan. Proses karma phala sungguh rumit sekali, sifatnya komplek
wujudnya bisa kongkret atau abstrak, walaupun demikian karma phala adalah
suatu kebenaran suatu yang nyata-nyata ada. jika kita berdiri di pantai maka
kita akan mendengar deburan ombak yang menakutkan menerjang batu
karang, dari mana datangnya suatu yang begitu hebat? Tidak lain adalah
akibat dari titik-titik air dengan sesamanya dan sentuhan titik-titik air dalam
jumlah yang banyak menghantam pantai. Bayangkan kalau hanya setitik air
yang menghantam pantai karang tidak akan terdengar suara yang besar.
Demikian pula karma yang banyak kita perbuat secara sadar maupun secara
tidak sadar karma baik dan karma buruk semuanya tercatat dalam otak
ditampung dalam pikiran di bawah sadar. Demikian pula waktu dan situasi
pada waktu karma itu dibuat. Marilah kita lihat jalannya karma yang dibuat
oleh Dewi Drupadi dalam cerita Mahabrata. Dewi Drupadi menerima karma
malu, karena secara kasar ditelanjangi oleh Dussasana ata perintah Duryodana
setelah Panca Pandawa kalah main dadu. Sebaliknya Dewi Drupadi menerima
karma pertolongan dari Sri Kresna yang membantunya dari jauh dengan kain
yang berlapis-lapis tidak habis-habisnya sampai Dussasana kehabisan tenaga
tidak mampu menelanjanginya.
Karma apa yang diperbuat oleh Drupadi? Pada waktu istana Indra
Prasta telah selesai dibangun dan akan dilangsungkan upacara Rajasuya,
Kaurawapun diundang. Duryodana dan Dussasana dengan saudara-saudaranya
datang, ditengah gedung istna ada kolam yang airnya sangat jernih sehingga
dasar kolam kelihatan jelas. Pada waktu itu Duryodana dan Dussasana sedang
terheran-heran kekaguman melihat indahnya istana tidak melihat ada kolam di
depannya sehingga Duryodana dan Dussasana terperosok ke dalam kolam
sampai pakaiannya basah kuyup, kejadian ini dilihat oleh Dewi Drupadi dan
secara tidak sadar ia tertawa. Duryodana dan Dussasana memang menaruh hati
kepada Dewi Drupadi dan sekarang ditertawai oleh orang yang dipujanya
bukan main malunya. Dendampun tertanam pada diri mereka kejadian inilah
yang merupakan karma pada Dewi Drupadi sehingga patut mendapat malu
dan ditertawai oleh mereka. Malu dibalas dengan malu pertolongan yang
diterima bisa berbeda dengan bentuk malu dan pertolongan ketika Drupadi
membuatnya. Karma phala ini adil obyektif dan tidak memihak, namun karena
kebanyakan orang tidak mengetahui proses terjadinya sehingga ada tanggapan
yang keliru. Hubungan karma orang mempunyai kebebasan sepenuhnya
menentukan langkah berikutnya tergantung pada reaksi yang ditimbulkan oleh
langkah pertama itu. Demikianlah selanjutnya sampai permainan selesai,
langkah selanjutnya adalah merupakan jawaban dari langkah sebelumnya.
Semua sebab menimbulkan akibat dari akibat itu menimbulkan akibat baru.
Karma phala yang kita terima sekarang sebagian besar merupakan hasil dari
perbuatan yang lampau dan adanya hasil karma yang baru saja dibuatnya. Ada
beberapa jenis karma phala yang didasarkan atas waktu karma phala itu
diterima yaitu :
1. Prarabda karma pahala yaitu perbuatan yang dibuat pada waktu hidup
sekarang dan diterima dalam waktu hidup sekarang juga. Orang Bali
menyebut karama semacam ini karma cicih umumnya pada jaman
kaliyuga dan saat-saat kekacauan prarabda karma itu sering terjadi.
2. Kryamana Karma Phala yaitu perbuatan yang diperbuat sekarang ini
tetapi hasilnya akan diterima di alam baka setelah mati, jika perbuatan
baik yang dilakukan maka akan menikmati sorga dan begitu pula
sebaliknya karmanya buruk dia akan mendapat siksaan di neraka.
3. Sancita Karma Phala yaitu perbuatan yang dibuat sekarang di dunia ini
yang hasilnya akan diterima pada kelahiran yang akan datang.
D. Raja Marga
Raja Marga adalah salah satu jalan dari empat jalan yang dikenal di
dalam Agama Hindu untuk mencapai moksa, tiga diantaranya yaitu bhakti,
karma dan jnana marga telah diuraikan dimuka. Raja Marga menggunakan
pikiran sebagai alat karena itu pengenalan terhadap pikiran itu sangat penting,
tergantung dari tidaknya kita mengendalikan/mengalahkan pikiran.
Di dalam kitab Bhagawadgita ada disebutkan beberapa cara melakukan
meditasi :
Biarlah yogi memusatkan pikirannya
Terus menerus pada atman ditempat yang aman
Sendirian menguasai jiwa dan raganya
Bebas dari nafsu keinginan dan harta benda. (Bhag.G.VI.10).
Kalau kita perhatikan bait-bait diatas telah disebutkan pokok-pokok tata cara
orang utuk melaksanakan meditasi adalah sebagai berikut :
Pertama-tama carilah tempat suci yang tentang ada suci jauh dari keramaian
yang pada hakekatnya hal itu bisa dilakukan dimana saja yang suasananya bisa
mengiring ketenangan. Setelah temapt didapatkan berubah duduk dengan
sikap Padmasana yaitu kaki kanan diletakkan di atas kaki kiri, kaki kiri
diletakkan di atas kaki kanan.
Pada mulanya posisi ini memang sukar tetapi kalau sudah sering dilatih
dan dibiasakan akan terasa enak dan stabil, jari-jari harus bersentuhan erat satu
dengan yang lainnya dan kedua jari tangan harus diletakkan di depan. Mata
bisa dipejamkan sepenuhnya tetapi sebaiknya setengah terbuka. Apabila
semua hal tersebut telah terlaksana baru kita mengkonsentrasikan pikiran. Di
dalam mengkonsentrasikan pikiran ada dua arah yang bisa ditempuh :
a. Pemusatan pikiran Tuhan dianggap di luar diri sendiri seperti di
Padmasana, Pratima, Gambar Ciwa atau Guru pada Daksina Pelinggih,
semua hal tersebut bukan saja dianggap sebagai alat untuk memusatkan
pikiran tetapi dipercaya Tuhan berada di dalamnya.
b. Pemusatan pikiran bahwa Tuhan berada di dalam diri sendiri, umumnya
sebagian besar dari pemeluk agama mencari Tuhan di luar dirinya sendiri
tetapi para yogin sebaliknya Tuhan dicari di dalam dirinya sendiri sebagai
rumah Tuhan (pura) adalah badan sendiri. Di dalam Upanisad disebutkan
bahwa di dalam diri kita bertahta Atma dan Paramatma dilukiskan seperti
dua ekor burung yang bertengger pada sebuah dahan yang satu dari
padanya aktif menikmati buah yang ada di dahan itu sedangkan yang
lainnya lainnya hanya menonton hanya menyaksikan apa yang dilakukan
oleh temannya tetapi kedua burung itu adalah burung yang sama. Meditasi
adalah pertemuan atma dengan Patamatma antara jiwa dengan jiwa seru
sekalian alam antara titik air dengan samudra.
Pemusatan pikiran dengan tujuan mencari Tuhan di dalam diri sendiri
memang sulit dan berbahaya sebab itu tuntunan guru sangat diperlukan.
Adapu dasar-dasarnya yang diperlukan dalam pemusatan pikiran adalah
sebagai berikut :
1. Kesucian Pikiran
Pikiran dapat disucikan dengan peningkatan guna sattwa mula-mula
dengan mengatasi pengaruh rajas dan tamas lama kelamaan menggantikan
keseluruhannya dengan guna sattwa. Penyucian pikiran secara garis
besarnya dapat dilaksanakan melalui :
a. Peningkatan Kesucian Melalui Makanan. Chandogya Upanisad
VI.5.4. menyebutkan :
Makanan yang kita makan dirubah menjadi tiga hal yaitu : sebagian
besar daripadanya menjadi kotoran bagian yang lainnya akan menjadi
daging dan yang terhalus akan menjadi pikiran. Makanan yang bersifat
suci akan menambah kesucian pikiran sedangkan pikiran yang bersifat
buruk akan menambah kekotoran pikiran. Bagi para yogi makan daging
binatang
memang
dipantangkan
karena
kebanyakan
daging
Makanan yang kita makan harus didapat dengan cara baik dengan
memperoleh makanan secara halal dan juga tempat menghidangkan
atau waktu menghidangkan atau waktu menghidangkan serta pada saat
membuatnya alat-alat yang dipergunakan harus bersih.
b. Peningkatan Kesucian Melalui Kebersihan Jasmani
Hubungan jasmani dan rohani sangat erat dan bersifat timbal balik bila
pikiran sedang sedih maka nasipun rasanya tidak enak dan nafsu makan
berkurang serta pikiranpun tidak terasa enak.
Kebersihan rohani bisa dirangsang dengan kebersihan jasmani bila baru
habis mandi maka badanpun terasa enak/segar serta pikirannya menjadi
jernih. Orang tidak akan merasa nyaman melakukan persembahyangan
kalau badan masih penuh dengan lumpur baru datang dari sawah. Oleh
karena itu sebelum melakukan persembahyangan hendaknya mandi atau
paling sedikit mencuci muka terlebih dahulu.
c. Japa, Dhayan dan Smara menyucikan pikiran kita dari semua
kemelaratan duniawi. Japa yaitu selalu menyebutkan nama Tuhan atau
selalu mengucapkan Om, Dhyana yaitu memusatkan pikiran kepada
Tuhan dan Smara yaitu ingatan selalu membayangkan Tuhan.
Ketiganya ini adalah alat yang ampuh dalam menyucikan pikiran
sebagaimana halnya sabun yang digunakan untuk membersihkan
kotoran jasmani.
d. Mengunjungi tempat suci, selalu bergaul dekat dengan orang suci
adalah lebih utama dari dirumah sendiri. Pura adalah rumah Tuhan
yang disucikan oleh umatnya pada waktu upacara penyucian
bangunan Pura tersebut. Oleh karena itu pancaran kesucian Tuhan
yang keluar dari tempat suci ini akan hebat dari rumah kita sendiri
yang kita sering pergunakan untuk memenuhi kebutuhan duniawi.
Namun walaupun demikian arti suci itu tidak sama dengan bersih,
dalam arti suci terkandung lahiriah dan kebersihan rohaniah.
BAB V
YADNYA
Sasaran Belajar
Pengertian Yadnya
Yajna berasal dari bahasa Sansekerta dengan urat kata yaj yang artinya
memuja atau memberi pengorbanan atau menjadi suci. Kata ini juga diartikan
mempersembahkan bertindak sebagai perantara. Dari urat kata itu timbul kata
yajna yang berarti pemujaan, doa dan persembahan yang kesemuanya berarti
sama dengan Brahma. Di dalam Rg. Weda VIII 40.4 kata yajna berarti kurban
atau pemujaan. Dari istilah yayus yang bersumber dari urat kata yaj, timbul
pula istilah yajur Weda yaitu himpunan Weda Mantra yang menguraikan
mengenai pokok-pokok ajaran tentang berayajna atau hubungan antara
manusia yang disembah. Disamping itu juga yajna adalah cara atau acara
dalam persembahyangan yang dilakukan berdasarkan ketentuan Weda.
Disamping penjelasan diatas terdapat pula keterangan lain yang dapat kita
ungkapkan dari berbagai sumber Weda yang menyebutkan makna yajna secara
umum yang dapat dipergunakan untuk menambah penjelasan tentang makna
atau arti kata yajna antara lain :
a. Yajna sebagai cara pelaksana ajaran agama. Dengan ajaran yajna sabdasabda suci dalam Rg. Weda akan dikembangkan jadi yajna adalah salah
satu sistim penerapan dan pengembangan dalam mengamalkan ajaran
Weda.
b. Yajna merupakan pengorbanan lahir bathin. Di dalam Rg. Weda X.13.4
dan Atharwa Weda XVII 3.49 diungkapkan bahwa bentuk yajna yang
tertinggi adalah pengorbanan lahir bathin.
Dari pengertian diatas dapat diungkapkan yajna ialah berkorban demi Tuhan
dan kemanusiaan dalam menegakkan kebenaran maupun untuk melindungi
kemanusiaan adalah merupakan jalan yang paling utama bagi orang yang
imam dalam menjalankan ajaran agama atau mengamalkannya.
Di dalam kitab Rg, Weda menjelaskan teori penciptaan dunia melalui yajna
dikemukakan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan jalan Yajna
dimana untuk keperluan yajna itu ia telah menjadi dirinya sebagai dasar yajna.
Ide yang terkandung didalamnya adalah perantara kedudukan yajna sebagai
lembaga kurban untuk kepentingan kemanusiaan. Dengan melakukan yajna
saja bukan merupakan jaminan mutlak bahwa orang itu akan dapat mencapai
moksa atau Brahma Nirwana.
Menurut sumber-sumber tertulis sebagaimana disebut dalam Kitab Sruti
maupun Smerti sebagai sumber ajaran yajna dasar hukum berlakunya yajna
bersumber pada kaedah etika sosio moral religius yang dapat dibedakan dalam
dua macam, yaitu :
a. Yajna berdasarkan Teori Rna atau hutang, manusia pada hakekatnya
dinyatakan sejak lahir terikat oleh adanya hutang. Ada tiga macam hutang
yang diajarkan di dalam Agama Hindu yaitu :
-
Rna artinya hutang yang menurut azas hukum setiap hutang harus dibayar.
Apabila orang tidak membayar hutangnya sendiri selama hidupnya dan
demikian pula ketenangannya atau anaknya sebagai penurun keluarga
tidak dapat membayar hutangnya itu maka selamanya orang itu terikat
oleh hutang yang menyebabkan pada suatu saat ia harus turun menjelma
atau
turun
kembali
ke
dunia
ini
agar
supaya
mereka
dapat
Lembaga yajna sebagai acara bersifat publik (umum) yang dapat dibedakan
menjadi lima macam yajna atau Panca Maha Yajna. Perbedaan kelima macam
bentuk yajna itu didasarkan pada cara pelaksanaannya dan obyek
pelaksanaannya.
Baik obyek maupun cara pelaksanaannya pada garis besarnya akan
melakukan lima macam bentuk tata cara yajna yang disebut Panca Maha
Yajna.
Menyampaikan hormat dan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rakhmat dan nikmat yang diberikan yang disampaikan setiap
hari dalam bentuk Trisandhya dan pada hari-hari tertentu.
Kesucian
Sikap mental serta dan niat yang belum siap menyatu, tidak boleh ragu
atau setengah-setengah kita harus yakin dan percaya kepada Tuhan
Yang bersifat insidentil misalnya dalam hal melakukan tirta yatra pergi ke
tempat-tempat suci dan Pura-Pura.
2. Resi Yajna
Resi Yajna juga disebut Brahma yajna, intinya adalah yajna yang
ditujukan kepada Resi atau Brahmana yang dianggap sebagai penerima
wahyu dan pengubah Weda. Menurut Agama Hindu berpegang pada Weda
pandangan hidup Hindu berdasar Weda. Hindu menjadi manusia yang
berbudaya dan berbudi pekerti luhur adalah karena Weda. Karena itu
setiap umat Hindu menganggap dirinya dan dianggap berhutang pula
kepada para Maha Resi atau Brahmana.
Brahmana adalah Dewa yang dianggap berkuasa atas Weda. Ia dianggap
menyampaikan ajaran itu melalui Maha Resi. Karena itu baik Brahma maupun
Resi dianggap sangat berjasa terhadap umat manusia. Dengan demikian wajib
hukumnya untuk membayar hutang kepada mereka sebagai balas budi. Untuk
balas budi itu diwajbikan melakukan yajna kepada para Maha resi atau
Brahma itu. Inilah yang menjadi dasar pelaksanaan Resi Yajna itu.
Pelaksanaan Resi Yajna secara garis besarnya dapat dibagi beberapa cara
antara lain :
1. Melakukan Swadhyaya atau belajar sendiri kitab-kitab suci Weda.
2. Memperingati hari turunnya Weda.
3. Menyebar luaskan ajaran Weda.
4. Melakukan punia dan daksina kepada para pandita pada hari-hari
tertentu sesuai dengan ketentuan kitab Suci Weda.
Dinyatakan bahwa mereka yang rajin melakukan punia dan tidak lupa
memberi daksina kepada para pendeta karyanya pasti berpahala. Bahkan
pengisian sarin canang pada waktu upacara itupun merupakan Brahma
yajna pula. Karena itu bila menyampaikan sesajen berupa canang sari atau
lainnya jangan lupa mengisi sarinya canang berupa uang sebagai daksina
atau yajna. Yang penting adalah kesadaran dan tanggung jawab kita untuk
memenuhi keawjiban itu. Agama Hindu akan bertambah kuat dan baik
apabila setiap umat sadar dan terpanggil untuk beryajna termasuk Resi
Yajna.
3. Manusya Yajna
Salah satu yajna panca yajna adalah manusya yajna. Di dalam
berbagai kitab ajaran agama, manusya yajna dapat dibedakan dalam dua
macam yaitu :
1. Untuk manusia itu sendiri yang umum disebut manusya yajna.
2. Untuk manusia tetapi bukan diri sendiri yaitu untuk orang lain dan
umum disebut dengan Ahtiti yajna.
Jadi atithi dan manusa yajna itu keduanya disebut manusya yajna pula.
Untuk menekankan perbedaan kedua jenis yajna itu sering dipergunakan
istilah samskara untuk mengganti manusa yajna. Kata Samskara sering
dipakai kata sangaskara tetapi kata sangaskara itu sendiri sering diartikan
dalam pengertian yang lebih sempit yaitu upacara pensucian atau
prayascita.
Yang merupakan tujuan dari upacara manusa yajna adalah :
a. Untuk menjadikan lahir dan bathin agar manusya itu menjadi suci.
b. Untuk mendidik secara lahir dan bathin agar manusia itu menjadi
sempurna lahir dan bathin.
c. Untuk meningkatkan status manusia dari satu tingkat ke tingkat yang
lebih tinggi.
d. Untuk menjadikan manusia itu sempurna sehingga dapat berhubungan
dengan Tuhan.
e. Untuk memberi perlindungan secara spiritual sehingga luput dari
segala gangguan.
f. Untuk meningkatkan budhi daya manusia sehingga lebih mulia.
Dari pokok pengertian itu jelas kepada kita bahwa upacara manusa yadnya
adalah merupakan yajna yang amat penting. Penting dalam arti kita harus
selalu membuat badan pikiran dan ucapan itu suci. Bagi mereka yang
belum mampu menyucikan dirinya itu mereka perlu dibantu dan dalam hal
ini
kewajiban
setiap
orang
tua
terhadap
keturunannya
untuk
mensucikannya.
Hidup dalam kesucian merupakan dambaan mereka itu jalan kesucian
harus ditempuh. Dinyatakan bahwa Tuhan bersifat suci dan mulia dan
karena itu yang suci dan yang mulia itu. Ini terutama dirasakan perlu
karena pada hakekatnya orang yang iman mereka mempunyai kesadaran
dosa yang tinggi atau selalu berusaha mensucikan diri lahir dan bathin.
melukat
(ngelukat)
atau
Prayascita
adalah
upacara
d. Upacara
Muspa
(sembahyang)
intinya
adalah
pada
upacara
e. Brata atau tapa pada umumnya ditentukan sebagai cara pensucian lahir
bathin sebagai akibat perbuatan dosa.
g. Pengucapan mantra-mantra
Mantra adalah lafal-lafal yang dianggap sangat penting. Yajna tanpa
mantra dan doa dianggap belum sempurna, oleh karena itu dalam setiap
yajna peranan dan fungsi pedanda atau pemangku amat penting. Akan
lebih baik apabila setiap orang mempelajari dan menghafalkan mantramantra tertentu. Jaman Kaliyuga seperti sekarang ini bantuan pedanda
memang amat perlu. Ini tidak berarti mutlak karena apabila setiap orang
dapat memantra sudah cukup. Mantra diucapkan berkali-kali dan
bentuknya singkat dinamakan japa. Melakukan japa berkali-kali disebut
Prajapala. Untuk membantu dalam prajalpa dipergunakan aksamala.
Disamping itu masing ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
acara manusa yajna yaitu tentang waktu-waktu yang tepat untuk melakukan
manusa yajna. Sebagaimana berbagai macam yajna memerlukan landasan
yang kuat dan rational demikian pula manusa yajna itu. Di dalam
Dharmasastra dan Purana dibedakan antara :
1. Nitya Karma (setiap hari)
2. Naimitika Karma (kandangkala)
3. Kamya Karma (upacara wajib)
a. Nitya Karma yaitu ritus-ritus yang wajib dilakukan setiap harinya dan
yang bersifat mutlak. Sifat wajib karena telah ditetapkan demikian.
Adapun yang bersifat rutin harian misalnya puja Tri Sandhya pemuja
setiap hari melalui Ista Dewata dan Kula Dewata, di samping itu
termasuk ewajib adalah Panca Mahayana.
b. Naimitika Karma yaitu upacara atau ritus yang dilakukan secara
khusus dan bersifat sukarela. Upacara ini dilakukan karena untuk
tujuan tertentu misalnya upacara hari ulang tahun atau piodalan
upacara untuk minta hujan, upacara hari ulang tahun atau untuk
keselamatan dari wabah, karena habis sakit, setelah melakukan pitra
yajna. Melakukan Tapa Brata seperti puasa pada hari-hari tertentu
dapat pula berarti Naimitika karma walaupun dalam pelaksanaan
tertentu tapa brata itu adalah merupakan Naimitika Karma. Tapa
berarti pengendalian panca indrya dan lahir bathin sedangkan brata
artinya melakukan puasa untuk tidak makan makanan tertentu atau
tidak makan sama sekali pada hari tertentu.
c. Kamya Karma adalah upacara keagamaan atau ritual yang bersifat
mutlak atauwajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Hindu. Bila ia
tidak melakukannya ia dianggap berdosa, adapun diantara berbagai
upacara yang bersifat wajib adalah Panca Maha Yajna.
Pada garis besarnya upacara manusya yajna dibedakan antara lain yaitu :
Oleh karena itu ada dua jenis banten yang diperlukan yaitu tataban dan
beakala. Di samping itu ada beberapa pantangan yang harus dilakukan
oleh calon ibu dan calon ayah dari calon bayi yang intinya agar tidak
terkena pengaruh buruk atau jahat. Maksudnya adalah untuk
menjauhkan pengaruh sifat-sifat karena apa-apa yang diperkirakan dan
yang dikerjakan oleh orang tuanya, cenderung akan menimbulkan
akibat seperti yang diperlukan dan menurun kepada calon bayi itu.
tumbuh
gigi.
Tujuan
upacara
adalah
memohon
keselamatan.
Pada saat ketus (lepas gigi) si anak tidak lagi dibawah asuhan
Dewa Kumara dan karena itu Dewa Kumara tidak lagi diadakan.
Yang penting si anak telah mulai siap untuk mempelajari berbagai
macam ilmu dan karena itu tidak Weda pada saat umur ini
dianggap saat paling baik untuk memulai melakukan Brahmacari
dengan upacara Upanayana. Kadang kala upacara ini tidak
dilakukan tepat pada waktu lepas itu tetapi dipilih saat bersamaan
dengan otonan, hari ulang tahun menurut kalender pawukon.
Upacara upanayana sama tujuannya dengan upacara mawinten
karena dengan upacara mawinten ini seseorang diperbolehkan
membaca Weda mantra. Inti upakara lepas gigi adalah pabiakalaan
dan sesayut tetebasan.
9. Upacara Meningkat Dewasa
Upacara ini dimulai sejak hasil pertama dan perubahan suara pada
anak pria sebagai ciri meningkat dewasa dan bagi anak yang
perempuan biasanya ditandai dengan datang bulan pertama.
Upakaranya sederhana saja yaitu pebiakalaan dan prayascitra atau
dilengkapi sesuai dengan tujuan yaitu untuk keselamatan dan
perlindungan.
10. Upacara Potong Gigi (Mepanes)
Upacara potong gigi atau mepanes adalah upacara bersamaan pula
dengan telah meningkat dewasa. Karena itu tujuan upacara ini
sering digabung. Potong gigi sebagai upacara bertujuan untuk
mengurangi sad ripu yang ada pada diri seseorang yang secara
simbolis dilakukan dengan cara memotong gigi seri dan taring.
Pada jaman dahulu pemotongan gigi sampai tampak rata dan rapi,
dewasa ini hanya proform atau simbolis saja. Adapun sad ripu
yang dimaksud adalah sifat loba, suka menipu, suka dipuji, suka
marah, suka menyakiti mahluk dan suka memfitnah.
Sesuai dengan tujuan upacara maka upakaranya adalah jenis-jenis
yang menunjang seperti pabekalaan, prayascita, panglukatan dan
tataban, yang lebih besar ditambah dengan pulagembal dan berarti
minta perlindungan dari Dewa Gana. Upacara ini tampak merah
dan megah karena sering dilengkapi dengan berbagai tambahan
upacara dan pemakaian berbagai sarana untuk membantu
pelaksanaannya.
11. Upacara Mawinten
Upacara Mawinten adalah upaca inisiasi untuk dapat diperbolehkan
mempelajari Weda. Latar belakang upacara ini adalah pada upacara
Ipanayana yaitu upacara untuk seseorang yang direstui menjadi
Brahmacari atau belajar pada perguruan.
12. Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan atau pawiwahan adalah merupakan upacara
manusya Yajna paling akhir yang wajib dilakukan oleh orang tua
terhadap para sentananya. Wiwaha atau pewiwahan sebagai
upacara kesaksian dan meresmikan ikatan lahir bathin sebagai
suami istri sehingga terjadi kesatuan yang selaras seperti
Ardhanareswari. Mengenai tata cara terjadinya perkawinan diatur
di dalam kitab suci dan pengesahannya ditentukan di dalam UU
No. 1 Tahun 1974. Apabila telah disahkan secara agama maka
resmi dan sah sebagai suami istri. Perkawinan yang sah harus
dicatat pula pada Kantor Catatan Sipil atau yang ditunjuk menurut
UU. Adapun urutan upacaranya seperti :
belum
disucikan
disebut
Preta.
Selama
belum
Pitara. Sebagai Pitara, Roh atau Atmanya masih selalu berhubungan dan
cenderung akan datang kembali. Untuk meningkatkan status Pitra ketingkat
yang lebih tinggi yaitu setingkat dengan Dewa dapat dilakukan dengan
upacara Atma Wedana. Upacara ini ada beberapa macam seperti maligia,
ngeroras, nyekah dan mukur. Tujuan upacara terakhir ini adalah meningatkan
status pitara ke tingkat para Dewa. Pitara menjadi Dewa Hyang dan diarcakan
atau disucikan dengan berbagai jenis padharman atau dadia. Yang merupakan
dasar hukum berlakunya Upacara Pitra Yajna adalah karena kewajiban
seorang anak adalah :
1. Untuk membayar hutang yaitu salah satu hutang yang disebut Pitri
Rna.
2. Sebagai seorang anak yang baik dan berbudi luhur yang merasa
terpanggil secara moral atau rohaniah berkewajiban mengangkat
derajat serta menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka.
Secara garis besarnya Upacara Pitra Yajna dapat dibagi dalam beberapa
tahap seperti :
a. Sawa Prateka (Sawa Wedana)
Sawaprateka atau sawa wedana adalah tata cara dan upacara perawatan
dan penyelesaian jenasah. Upacara ini dilakukan sesaat setelah orang
itu meninggal dunia. Orang yang meninggal perlu dirawat dengan baik
sebagai penghormatan kepadanya. Menurut ajaran agama Hindu
sesungguhnya orang itu tidak mati karena roh atau jiwa atau Atmanya
tetap hidup. Badan raganya yang terdiri dari Panca Maha Bhuta perlu
dirawat dan disimpan atau dikembalikan ke alam asalnya. Ada
beberapa cara ynng disebut dalam Weda yaitu :
a. Dibakar (disimpan dalam api)
b. Ditanam di tanah
c. Ditaruh di peranginan
d. Disimpan di rumah
e. Dikubur di dalam air
b. Asti Wedana
Asti Wedana adalah upacara perawatan tulang orang yang telah
meninggal. Upacara ini merupakan upacara memperabukan tulang dan
lebih umum disebut ngaben atau memperabukan. Jenasah yang telah
dikubur diangkat tulangnya dan kemudian diupacarakan dalam upacara
pengabenan. Dapat pula upacara ini ditempuh langsung setelah orang
itu meninggal tanpa dikubur terlebih dahulu. Upacara ini disebut
Swasta. Sebelum upacara pembakaran terlebih dahulu diadakan
upacara yang intinya sama seperti orang yang baru saja meninggal.
Ada tiga macam bentuk upacara Asti Wedana yaitu :
-
c. Atma Wedana
Atma Wedana adalah upacara yang ditujukan pada penyempurnaan Atma
orang yang telah diaben. Tujuan Atma Wedana adalah untuk
menyeberangkan Atma dari alamnya sekarang di surga menuju alam
Ngeroras
Mukur
Maligia
sarana. Jadi yang dimaksud dengan upakara adalah segala macam peralatan
yang diperlukan untuk melaksanakan upacara terutama dalam melaksanakan
panca maha yajna sarana ini adalah simbol atau lambang-lambang sebagai
pengganti untuk menyampaikan ekspresi antara pemuja dengan yang dipuja.
Agama Hindu adalah agama yang penuh dengan simbul dengan simbolisma.
Simbul adalah salah satu repleksi atau pantulan pemikiran yang dipergunakan
sebagai pengganti seakan-akan yang dimaksud adalah seperti sebenarnya.
Simbol atau tanda pengganti sebagai syarat yang amat penting adalah sebagai
saran komunikasi antara penyampai dengan penerima atau antara komunikator
dengan diajak berkomunikasi. Penggunaan simbol dalam dunia kehidupan ini
cukup banyak. Simbol adalah ibarat bahasa perasaan dari orang yang bisu.
Makin tinggi filsafatnya makin rumit pula bahasanya dalam teknologi modern
bahasa simbol itu makin sulit pula.
Kadang-kadang hanya berbentuk gambar titik-titik gerakan tangan nada-nada
tertentu dan berbagi kata sandhi yang bersifat rahasia. Agama adalah salah
satu bentuk kehidupan spiritual dimana terdapat hubungan antara pemuja
dengan yang dipuja. Yang diajak berkomunikasi yaitu Tuhan Yang Maha Esa,
Dewa-Dewa, Dewa Resi, Pitara Bhuta yang kesemuanya merupakan hakekat
yang tak dapat dilihat dengan mata. Bahasannya pun kita tidak mengerti dan
karena itu kita selalu ia yang mengetahui sebagai yang maha tahu mengerti
segala bahasa dan mengerti segala makna dan judul simbol. Ada pun Dewa,
Resi Pitara dan Bhuta kadang kala kita mengukur pada diri kita sendiri.
Bahasannya adalah bahasa sehari-hari yang kita ketahui. Apabila sulit maka
simbol adalah sarana pengganti dalam komunikasi.
Upacara yajna adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan karya
itu selesai sempurna. Di dalam Upacara agama urutan dalam melaksanakan
ritual kita memerlukan sarana penunjang yang disebut upakara atau sadhana
atau sarana. Jadi yang dimaksud dengan uparaka adalah segala macam
peralatan yang diperlukan untuk melakukan upacara terutama dalam
melaksanakan Panca Maha Yajna. Sarana ini adalah simbol atau lambang-
berarti memersulit diri kita sendiri justru untuk lebih memperoleh ketatapan
dan kejujuran atau ketulusan dari seorang dalam melakukan yajnya.
Dari sekian banyak sarnaa atau uparaka yang umum dan khusus kita jumpai di
dalam Weda disebutkan antara lain : Api, air, wangi-wangian, bunga, daun,
buah, biji, uang, benda-benda logam, barang pecah belah, sesajen, gambar,
mudra, mantra, dan lain-lain. Semua benda-benda yang disebut di atas
mengandung arti simbolis dan sakral. Untuk singkatnya perhatikan makna dan
fungsi serta penggunaannya dalam upacara menurut ajaran agama Hindu baik
satu persatuan maupun dirangkai sebagaimana terurai dalam uraian berikut :
1. Api (Ageni)
Api adalah sarana yang paling penting dalam pelaksanaan ajaran agama
Hindu terutama fungsi sembahyang. Fungsi api dalam Weda disebut
sebagai berikut :
a. Api berfungsi sebagai Dewa yang paling utama.
b. Api berfungsi sebagai saksi dalam sumpah dan persembahyangan.
c. Api berfungsi sebagai pendeta yang akan melakukan tugas-tugas
kependetaan dalam upacara yang dilakukan oleh manusia.
d. Api sebagai akhli upacara, akhli Weda yang memberi inspirasi kepada
para pendeta dan para resi mengubah mantram.
e. Api berfungsi sebagai duta atau utusan yang siap menerima perintah
untuk mendatangkan para Dewa yang dikehendaki hadir dalam
upacara.
f. Api berfungsi sebagai mulut para Dewa dan semua kekuatan yang
tidak kelihatan untuk menerima sesajen yang dipersembahkan untuk
disantap.
g. Api sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan bagi orang
berumbah tangga karena fungsinya didapur.
h. Api berfungsi sebagai penjaga dan mengusir roh-roh yang jahat dan
akan mengganggu jalannya upacara.
Jadi sangat banyak fungsi dan tugas api sehingga menempati tempat yang
amat penting di dalam upacara. Karena api selalu dipakai dalam setiap
upacara api dikenal sebagai Dewa yang selalu muda artinya dihidupkan
setiap hari setiap rumah tangga. Karena itu agama Hindu kita selalu
menghormati api karena fungsi dan kedudukannya. Hanya sekarang
tergantung kepada manusia apakah kita dapat memanfaatkan kedudukan
dan fungsi api secara terarah. Bila tidak apipun dapat menjadi bencana,
membakar habis semua yang terkena. Ada beberapa jenis api yang disebut
dalam ajaran agama Hindu adalah :
1. Api yang ada di dapur
2. Api yang terdapat dalam diri manusia
3. Api yang ada pada matahari
Di dalam upacara ritual kita jumpai istilah Agni Homa yaitu api yang
dinyalakan sebagai sarana pengantar semua sesaji seperti api takep dan api
pasepan.
2. Air
Agama Hindu melihat kedudukan air amat penting bagi keidupan
manusia dan seluruh makhluk hidup termasuk pohon-pohonan. Bila tidak
ada air maka matilah semua kehidupan ini. Kita mengenal banyak istilah
untuk air seperti : toya, tirta, banyu, nara apah dan lain-lain. Fungsi airpun
amat banyak dalam upacara maupun dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi
air dalam upacara ritual dipergunakan sebagai berikut :
1. Sebagai alat penyuci segala sarana upacara (tirta pabersih)
2. Sebagai tirtha amrta atau ambrosia
3. Sebagai wasuh pada disebut ancamannya dan padyargha
4. Sebagai air penyuci roh orang meninggal (tirtha pengentas)
5. Sebagai air minum tarpana atau keperluan minum sehari-hari.
Oleh karena itu berfungsi bermacam-macam cara pembinaanpun
bermacam-macam pula yang jelas air yang dipakai adalah air bersih baik
sumur ledeng atau ditempat-tempat khusus seperti mata air, air dari
pertemuan dua sungai atau campuhan. Apabila air itu diambil dengan tata
cara upacara ritual maka fungsi dan arti air itu berubah mengandung aspek
magis. Air yang telah diastrani dengan mantra-mantra dicampur dengan
kembang harum telah merubah arti air biasa menjadi air suci dan langsung
dapat dipergunakan untuk tujuan upacara misalnya menyucikan segala alat
upacara dengan memercikannya. Apabila air atau toya itu diletakkan di
Padmasana yaitu altar untuk Pemujaan Tuhan Yang Maha Esa maka
fungsi air sebagai tirtha bisa berubah menjadi Tirtha Amrta yang
mempunyai nilai amat tinggi dalam agama Hindu. Disamping tirtha amrta
terdapat pula air wasuh pada yaitu air suci sebagai penyapa sewaktu
upacara kepada Yang Maha Esa san para Dewa yang tidak kelihatan.
Pembudayaan itu berakar tata cara menerima tamu menghormati tamu
yang dimulyakan yaitu untuk menyapa dengan menyuguhkan air bersih
untuk cuci tangan, berkumur, minum dan mencuci kaki sebelum
dipersilahkan duduk dan menyantap hidangan. Kedua ir itu umum dalam
semua upacara keagamaan terutama dalam persembahyangan umum. Tirta
Amrta dan wasuh pada dicampur sebagai rakhmat yang dibagi-bagi dan
dipercikkan kepada para peserta dalam upacara untuk kesucian dan
rakhmat.
3. Wangi-wangian
Dalam setiap upacara kita memerlukan wangi-wangian baik
berbentuk kayu cendana, minyak wangi, bunga-bunga yang wangi
kemenyan dan lain-lain. Intinya adalah segala yang berbau harum karena
itu disebut pengharum-haruman.
4. Bija (biji-bijian)
Biji-bijian dapat dipergunakan beras dan kacang-kacangan, bijibijian ini adalah biji dan lambang sebagai Ganapati. Di dalam berbagai
upacara pemakaian tepung tawar wujudnya berupa berbagai biji-bijian
terdiri dari beras kuning yang diberi warna kuning yang dicampur dengan
daun dapdap dan areng sebagai lambang pensucian.
5. Daun-daunan (Lawa)
Penggunaan daun dalam upacara yajna sangat banyak tidak saja
berfungsi sebagai sarana alas atau taledan tetapi juga sebagai hiasan dan
simbol. Diantara berbagai daun tersebut yang sering dipergunakan antara
lain : Daun beringin, daun dapdap, daun enau, daun kelapa dan lain-lain.
Dinatara berbagai daun tersebut yang sering dipergunakan antara lain
adalah : daun beringin adalah daun yang paling umum dipergunakan
sebagai lambang kesucian lambang Agni dan sebagai alas untuk kesucian
dalam upacara dewa yajna.
6. Puspa (bunga-bungaan)
Bunga atau kembang adalah merupakan sarana yang penting
hampir dalam setiap yajna kita memerlukan kembang baik sebagai bunga
rampai atau kembang-kembang tertentu. Pemakaian bunga yang baik
adalah untuk keharuman baunya dan warnanya (merah, putih, ungu, atau
hitam, kuning dan warna campuran).
7. Wastu (benda-benda)
Dalam upacara sering diperlukan benda-benda tertentu seperti
kayu, batu, besi, tembaga, emas, perak, kaca dan lain-lain. Benda itu
dipergunakan dalam berbagai upacara tertentu. Batu sebagai simbol
keteguhan dan ketetapan iman agama seperti bata. Kayu cendana atau garu
untuk bangunan agama dan untuk mendapatkan bau yang baik. Besi dan
logam merupakan lambang kekuatan.
9. Canang
Canang adalah persembahan yang sederhana berupa buah-buahan
dan kue, ada beberapa macam jenis canang dan dibedakan menurut
kelengkapan dan tujuan penggunaannya seperti : cangn genten, canang
tubungan, canang burat wangi/lenge wangi, canang tadah pawitra, canang
sari, canang oyodan, canang rebong, canang meraka dan canang gebongan.
10. Daksina
Daksina adalah sesajen yang dibuat untuk tujuan kesaksian
spiritual, Daksina adalah lambang Hyang Guru dan karena itu
dipergunakan sebagai saksi Dewata sedangkan isi daripada daksita antar
lain : beras, kelapa, uang, telur itik, benang putih, bijaratus, gantusan,
pisang mentah dan kemiri, pangi, daun sirih dan canang genten. Ada
beberapa jenis daksina antar alain : daksina alit, daksina pekala-kalaan,
daksina krepa, daksina gede dan daksina gulahan.
12. Peras
Peras yaitu sesajen untuk upacara dan dipergunakan untuk tujuan
keberhasilan upacara (sidha karya), dinyatakan apabila tidak ada peras
tujuan upacara tan prasida (tidak tercapai). Peras adalah merupakan simbol
Triguyna Sakti. Isi peras tersebut antara lain : beras, daun sirih, tumpeng
dengan lauk pauknya, buah-buahan, tebu, canang genten dan sampian
peras.
13. Kewangen
Kewangen adalah sarana sembahyang dan fungsinya sama seperti
bunga. Yang dibuat dalam bentuk kojong terdiri dari : daun pisang, daun
sirih, kapur sirih, gambir, pinang, bunga, uang dan pelawa. Kewangen
banyak dipergunakan pada upacara Pitra Yajna dan Dewa Yajna sebagai
lambang Ardhanareswari. Karena itu penggunaannya akan sangat tepat
apabila diikuti dengan pemakaian mantra.
a. Seni Bangunan
Bangunan-bangunan rumah adat di Bali baik untuk pura-pura
maupun bale-bale pada mula membuatnya maupun setelah selesainya
selalu diupacarai dengan secara agama.
Umat Hindu percaya bahwa rumah itu merupakan buana alit
ciptaan manusia, oleh sebab itu ia meniru sifat-sifat dan hakekat buana
agung yang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi. Kalau buana agung
terdiri dari bhur, bwah dan swah loka maka suatu bangunanpun dibuat
sedemikian rupa. Dimana dasar bangunan adalah bhur loka ruangannya
adalah bwah loka sedangkan atapnya adalah swah loka setelah itu
diadakan upacara-upacara pengurip-urip. Sebagaimana kita ketahui semua
alat bangunan itu adalah berbeda-beda mati seperti kayu, alang-alang,
kapur, pasir dan lain-lain, sebab itu benda-benda itu harus dihidupkan
secara ritual upacara. Fungsi dan namanya harus dirubah kalau
sebelumnya bernama alang-alang maka setelah menjadi bangunan berubah
bernama atap. Nama baru ini disertai dengan hidup baru. Untuk memberi
hidup baru ini diupacarailah dengan bakang-bakang atau sasar yaitu
sejenis sampan seprti orang-orangan yang mempunyai mata dan lainlainnya. Sebab itu bangunan yang sudah selesai diisi secarik aksa dengan
bertuliskan Ongkara Padma Acintya atau naga. Tetapi kalau bangunan itu
untuk memohonkan kemakmuran dan kesejahteraan diluksikan gambar
naga sebagai simbul Naga Basuki dan Naga Anatabhoga. Sebagai
dimaklumi Naga Basuki adalah simbul keselamatan dan Ananta artinya
tidak habis-habis sedangkan bhoga, upabhoga dan pabhoga artinya
makanan, pakaian dan perlengkapan. Jadi suatu bangunan bagi umat
Hindu bukan sekedar tempat tidur melainkan sifat dan jiwa.
b. Seni Tari
Sebagaimana telah diputuskan di dalam seniman seni sacral maka
tari-tarian Bali dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Tari Wali
2. Tari Bebak
3. Tari Balih-balihan
Dari ketiga jenis tari ini maka tari Wali dan Bebali yang paling erat
hubungannya dengan agama Tari Wali berfungsi sebagai pelaksanaan
upacara baik dia maupun semuanya erat sekali kaitannya dengan jalannya
upacara seperti tari rejang berfungsi menuntun Ida Bhatara pada waktu
meleasti atau tedun ke pasekang. Uang bolongnya berfungsi sebagai
ngayai para Dea dan roh-roh suci untuk memberkahi upacara itu Topeng
Sidakarya dengan peras dengan beras kuning dan uang bolongnya sebagai
pupuk karya dengan disimbulkan dengan beras kuning dan uang boloang.
Wayang Mpu Leger dan wayang Sapu Leger duan-duannya berfungsi
sebagai penyucian bayi atau anak lahir pada tumpek wayang. Sedangkan
tari bebali berfungsi lebih ringan dari wali karena setengahnya bersifat
hiburan dan setengahnya menunjang succesan upacara.
Disamping fungsi-fungsi dari tari wali dan bebali ini telah ditetapkan
sedemikian rupa juga untuk menguatkan dan memantapkan keyakinan dan
umat maka dikuatkanlah mytologi-mytologi yang memuat asal-usul dan
tarian tersebut hampir semua tari-tarian Bali menggunakan sajen-sajen
baik dan balih-balihan, tan wali dan bebali. Tujuannya tidak lain adalah
memohon kehadapan Ida Bhatara agara tari-tarian ini succes. Disamping
penggunaan sajen secara umum di Bali dikenal upacara Mamasupam
dimana alat-alat seperti topeng, rangda, barong atau gelungan dan juga
orang yang menarikan itu dipasupasi. Dibuatkan sesajen khusus untuk
memohon kekuasaan supermater material power untuk menurun dan
mengarahkan peran tersebut secara gaib sehingga menarik atau
menakutkan. Kata Pacupati berasal dari kata pacu yang berarti hewa dan
pati berarti raja. Maksudnya yaitu dimana di penari diumpamakan sebagai
hewan gembalaan dimana Ida Bhatara sebagai pengembalanya maka gaya
tarik yang ditimbulkan oleh si penari ini bukanlah semata-mata disebabkan
c. Seni Tabuh
Gambelan dianggap mempunyai Dewa sebab itu ada upacara untuk
memperingati atau memohon kekuatan pada gong itu yaitu pada hari
tumpek klurur. Kata klurur berarti cinta kasih mungkin hal ini ada
hubungannya dengan mytologi-mytologi terciptanya gong atau bunyibunyian dimana Sang Hyang Semara menciptakan bunyi-bunyian yang
pertama yang dinamai smarapegulingan. Kemudian Bhatara Siwa Bhatara
Wisnu dan Bhatara Indra meniru ciptaan Sang Hyang Semara ini maka
terciptalah Semara Aruru, Semara Wungu, Semara Ngadeg, Para bhutakala
tidak mau ketinggalan dan ikut juga meniru ciptaan Sang Hyang Semara
dibuatlah gegambelan Bebonangan oleh para Bhutakala.
d. Seni Sastra
Seni sastra lama lebih-lebih yang berbahasa Bali boleh dikatakan
hampir semuanya berbau etik mengandung tutur yang berpankal pada
ajaran agama. Kidung-kidung dan kekawinan yang sering sekali anomynya
tidak disebut nama pengarangnya menunjukkan suatu etika ketimuran
yang tidak menonjolkan namanya sendiri. Bahkan isinya dihubungkan
dengan tokoh-tokoh Dewa atau orang yang terkenal pada jaman dahulu.
Mereka beranggapan kalau namanya ditonjolkan nilai sastranya akan
berkurang. Sebagian lagi pengarang-pengarang Bali ini akan menyebutkan
namanya tetapi bukan nama asli melainkan nama samaran. Apa sebabnya
orang Bali tidak mau menonjolkan diri karena ini merupakan watak orang
timur yang kemudian dibenarkan lagi oleh etika agama Hindu dianjurkan
Anresangsya hak yang Dharma artinya tidak mementingkan diri sendiri
adalah kebajikan yang tertinggi. Selain itu juga pada waktu upacara
dinyanyikan kidung-kidung dan pembacaan kekawinan yang baik biasanya
diambil dari ceritera-ceritera ramayana dan Mahabarata. Kidung dan
kekawin itupun disesuaikan dengan jenis upacara/jalannya upacara.
BAB VI
SAD DHARSANA
Sasaran belajar
Pndangan Hindu yang Ortodok disebut juga astika secara garis besarnya dapat di
bagi menjadi enam antara lain :
adalah
pengetahuan
yang
dengan
menurunkan
atau
Obyek ilmu pengetahuan yang diuraikan dalam ilmu filsafat Nyaya adalah
mengenai : Atman, tentang tubuh, Panca Indria, Budhi Manas, Pravrtti,
Dosa, Prethyabhava (lahir kembali), Phala, Dunkha dan Apavarga (bebas
dari pengetahuan).
Samahalnya dengan filsafat-filsafat India lainnya filsafat Nyaya juga
mencari pandangan-pandangan dari ilmuwan yang diyakini tentang dir kita
sendiri. Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa atman merupakan sinar dari
tubuh dan pikiran. Tubuh kita merupakan adonan dari benda-benda yang
terbuat dari benda-benda yang terbuat dari bahan-bahan tertentu sedangkan
manas merupakan bagian yang sangat halus yang tidak dibagi yang
merupakan bagian yang kekal abadi yang sering disebut dengan Ana,
demikian pula mengenai jiwa merupakan sifat dari perasaan sedih dan lainlainnya. Atman merupakan bagian yang unik antara pikiran dan tubuh dan
atman memperoleh kontak kesadaran ketika atman tersebut berhubungan
dengan suatu obyek melalui indra. Tetapi kesadaran belum dapat dikatakan
inti yang penting dari atman akan tetapi hal tersebut merupakan
pengalaman atau kejadian yang nantinya dapat membawa atman ke alam
kebebasan yang disebut dengan istilah Mukti. Pikiran merupakan sesuatu
yang tiada terbatas dan sangat kecil seperti
atom
demikian
pula
B. Vaisasika Dharsana
Peletak dasar dari filsafat Vaisasika adalah Maha Resi Kanada yang
sering juga beliau dijuluki Rsi Uluka. Dalam pandangan umum filsafat
Vaisasika ini hampir kebebasan dari jiwa setiap individu.
Pandangan filsafat ini terhadap ilmu pengetahuan tentang dunia dibagi 9 atas
tujuh bagian :
Dravya : Zat yang berada pada dunia.
Guna
Karma
: Perbuatan.
: Keistimewaan, inti.
Tenaga untuk melakukan gerakan seperti sifat yang hanya dimiliki oleh zat
dasar jumlahnya ada lima seperti :
1
Utsepana
Akuncana
Prasarana
Gamana
Samavaya adalah sifat yang kekal yang terdapat pada masing-masing bagian
dari benda sifat umum maupun sifat istimewa mengenai mutu gerak kerja dari
suatu benda.
C. Sankhya Dharsana
Sankhya adalah filsafat yang serba dua, diturunkan oleh Maha Rsi
Kapila. Keistimewaan dari filsafat ini adalah pemecahan serba dua yang
disebut dengan nama Purusa dengan prakerti, serta adanya sangat netral.
Purusa adalah suatu prinsip kesadaran yang sangat tinggi yang tidak
berbentuk tetapi merupakan suatu yang sangat penting dimana Purusa ini
merupakan sinar ketenangan dari tubuh termasuk panca indria dan pikiran.
Purusa ini berada diantara dunia dan obyek dari itu merupakan kesadaran
yang kekalpun pula ia merupakan saksi dari segala perbuatan di dunia,
namun ia menunjukkan ke jalan yang besar. Bentuk dari suatu benda
seperti kursi dipan dan lain-lainnya adanya benda ini bertujuan untuk
menyenangkan diri sendiri dan makhluk lainnya. Walaupun Purusa ini
merupakan sinar cahaya dari prakerti sehingga timbul hubungan antara
beberapa jenis purusa pada beberapa benda yang nanti dapat menimbulkan
ada orang senang dan sedih, mati dan lahir. Prakerti adalah penyebab dari
terbentuknya dunia. Sifat prakerti adalah ketidak sadaran yang selalu
berubah-ubah dan tidak pernah diam yaitu sattwa, rajas dan tamas. Dengan
adanya guna itu dapat membuat sifat yang senang, sedih yang kita jumpai
pada semua benda di dunia.
Hal yang sangat menarik seperti suka tidak suka kepada apa yang
menyenangkan atau tidak senang yang dirasakan oleh setiap orang di
dalam kondisi yang berada seperti menikmati selada, pada beberapa orang
rasanya nikmat dan yang lainnya tidak. Kondisi-kondisi yang demikian
akan terwujud seperti minyak wangi merupakan perubahan dari bibit
minyak yang ada. Demikian pula benda-benda di dunia mempunyai sifat
menghasilkan senang, sedih, dan sesuatu yang tidak satwam, rajas dan
tamas yang berada pada wilayah senang, sedih dan bosan yang nantinya
dapat membawa pengaruh yang aktif dan pasif. Perubahan-perubahan yang
ada dalam akibat dari pertemuan purusa dan pradana yang nantinya dapat
menimbulkan perubahan pada ketenangan yang sejati dari seseorang yang
kemudian dapat menimbulkan gerakan untuk berbuat. Proses timbulnya
perubahan itu adalah sebagai berikut : adalah dari Prakerti yang
menimbulkan gerakan-gerakan yang dimaksud dengan nama Mahat sifat
kesadaran pada diri seseorang secara reflek akan bangkit dan timbul sadar
pada dirinya, yang kemudian bangkitlah secara alami yaitu alam pikir
seseorang yang diberi nama budhi, budhi kemudian berkembang menjadi
pemikiran yang sangat kreatif. Ahankara muncul kemudian yang
merupakan hasil kedua dari budhi.
D. Yoga Dharsana
Maha rsi Patanjali adalah peletak ajaran filsafat Yoga. Filsafat Yoga
ini sebagian besar mengambil atau menitikberatkan ajaran Epistimologi
dan Metha phisis dari filsafat Yoga hanya ditambahkan adanya Tuhan.
Yang sangat menarik dalam filsafat ini adalah praktek dari latihan yoga
untuk mencapai VIVEKA JNANA atau pengetahuan untuk membedabedakan yang merupakan penunjang pada filsafat Sankhya mengenai
kebebasan. Tentu saja dalam filsafat ini dipraktekkan cara pengertian
mengenal fungsi-fungsi yang berhubungan dengan jiwa yang disebut Cita
Vrtiniroda.
Dalam filsafat yoga ini terdapat lima tingkatan dari fungsi jiwa
antara lain :
Ksipa : Pikiran untuk pengumbaraan nafsu bercumbu rayu dengan suatu
obyek.
Mudha : Kondisi bodoh seperti orang tidur.
Vrksipta : Adalah kondisi yang tenang tidak menentu.
Ukraga : Pemusatan pikiran pada suatu obyek dan renungan.
E. Mimamsa Dharsana
Filsafat Mimamsa terkenal dengan sebutan Purwa Mimamsa yang
ditulis oleh Maha Rsi Jaimini. Obyek yang utama dalam filsafat ini adalah
keyakinan akan kebenaran dari upacara-upacara dalam weda. Dalam
filsafat ini akan dijumpai suatu pendangan dunia yang ditinjau dari segi
upacara. Penulis dari ajaran ini memepergunakan dasar dari upacaraupacara dalam weda dimana dalam rumusan mengenai pandangan filsafatfilsafat mimamsa terhadap weda, bahwa weda tersebut bukan dibuat oleh
manusia. Weda adalah kekal abadi dan penulis weda adalah para Maha Rsi
yang diturunkan hanya pada saat tertentu saja. Mengenai kumurnian Weda
maka filsafat Mimamsa beranggapan bahwa pengetahuan yang terdapat
pada weda merupakan pengerjaan dari Maha Rsi dengan sangat teliti
sehingga pemecahan terhadap suatu obyek adalah benar karena setiap
pengetahuan merupakan Wahyu Tuhan. Konsep dari ajaran Mimamsa
tentang kebebasan hanya bersifat negatif yaitu tidak lahir kembali dan
bebas dari semua penderitaan. Jiwa adalah sesuatu zat yang kekal abadi,
apabila jiwa tersebut meninggalkan kematian dan telah mengikuti ajaranajaran atau suruhan-suruhan weda mengenai upacara maka jiwa tersebut
akan menuju sorga walaupun tidak tahu sama sekali. Filsafat Mimamsa
juga memberikan argumantasi yang bebas seperti halnya filsafat Jaina
dimana jiwa itu adanya kekal abadi dan filsafat ini menolak pendangan
metrealsitis pada diri manusia. Tetapi filsafat ini tidak membicarakan
tentang kesadaran yang merupakan hal yang hakiki dari jiwa sebab
kesadaran itu akan tumbuh hanya dengan adanya kesatuan antara atman
tubuh dan obyek ilmu pengetahuan yang terdiri dari lima indra dan manas.
Kebebasan untuk melakukan perbuatan inilah yang terpenting dan filsafat
mimamsa. Jiwa yang terdapat dalam tubuh berbeda dengan ilmu
pengetahuan salah satu aliran dari filsafat Mimamsa yang dipimpin oleh
Maha Rsi Prabhakara beliau mengatakan adanya lima sumber pramana
antara lian :
Pratiaks
: penglihatan langsung
: pembuktian
Arthapati : perempuan
Aliran lain dari filsafat Mimamsa yang diajarkan oleh Maha Resi Kumarila
Bhatta beliau menjelaskan mengenai pengamatan yang
merupakan
tambahan dari lima teori di atas yang disebut anupalabi yang berarti tanpa
pengamatan. Antara lain dijelaskan seseorang yang masuk kedalam salah
satu kamar dan melihat berkeliling dalam kamar tersebut bahwa di kamar
itu tidak kipas, kita mengatakan tidak ada kipas karena kita tidak melihat
kipas. Penglihatan itu timbul terhadap suatu obyek apabila indra tersebut
dirangsang oleh suatu obyek dan tidak adanya obyek yang diketahui karena
indra tidak dirangsang olehnya demikianlah ilmu pengetahuan yang dapat
melalui Anupalabdhi yaitu kita memberi pertimbangan tentang kipas tadak
ada karena kita tidak melihat kipas melalui pengamatan.
Filsafat Mimamsa percaya akan kenyataan dari dunia phisik melalui
kekuatan dan penglihatan walaupun filsafat ini adalah realistis namun
filsafat ini percaya juga mengenai keberadaan dan jiwa akan tetapi filsafat
ini tidak percaya bahwa Brahman atau Tuhan sebagai pencipta alam
semesta. Bahan penciptaan dunia dibentuk dari bahan-bahan luar yang
sesuai dengan karma dari jiwa-jiwa oleh sebab itu hukum karma
merupakan penguasa dunia. Filsafat Mimamsa lebih jauh menjelaskan bila
setiap orang melaksanakan sedikit saja mengenai upacara maka jiwa
tersebut diangkat oleh suatu kekuatan yang diberi nama Apurwa yang
kemudian hari dapat menghasilkan buah yang dikerjakan dengan baik.
Perhitungan dari Apuwa secara menyeluruh terhadap jiwa hendaknya
dilakukan dengan bentuk upacara yang nantinya dapat memberikan hasil
yang sangat memuaskan.
F. Vedanta Dharsana
Teori dari filsafat vedenta ini diambil dari Upanisad yang
merupakan titik terakhir ilmu weda, itulah sebabnya filsafat ini diberi nama
wedanta yang berarti akhir dari weda, sebagai telah kita perhatikan bahwa
Vedanta ini berkembang melalui dasar-dasar kebenaran dari ajaran
suatu
pengalaman
yang
biasa
saja
kemudian
beliau
muncullah bahwa dunia adalah nyata dan Tuhan adalah Maha Kuasa
maha tahu sebagai pencipta pemelihara dan pelebur sehingga Tuhan
muncullah sifatnya yang disebut Saguna dan jumlahnya banyak oleh
Sankara. Tuhan dalam hal ini disebut Saguna Brahma.
Kita hendaknya belajar ilmu Vedanta di bawah asuhan Guru dan berusaha
untuk mempergunakan Meditasi. Setelah tiba saatnya yang tepat guru akan
memberikan bisikan terakhir kepadanya bahwa jiwa adalah Brahman.
Tuhan memiliki semua sifat kemaha tahuan dan kemaha kuasaan sebagai
laba-laba yang membuat sarangnya keluar dari tubuhnya demikian halnya
dengan Tuhan menciptakan alam semesta ini keluar dari dirinya juga
mengenai jiwa yang digambarkan sebagai hal yang tak terbatas kecilnya
dan kekal adanya mereka terwujud dari kesadaran sifat alam dan
kecermelangan sifat jiwa. Setiap jiwa ia berada dibawah dari tubuh dan
didalamnya menyesuaikan diri dengan hukum karma. Semua ciptaan baik
dunia maupun yang lainnya berasal dari Tuhan yang satu akan tetapi
monismennya Ramanuja adalah Visistadvaita yaitu satu Tuhan namun
adanya
beraneka
ragam.
Tuhan
memiliki
kesadaran
jiwa
dan
BAB VII
RAJADHARMA
Sasaran belajar
perencanaan,
kemampuan
menggerakkan
serta
dapat
orang-orang.
Berdasarkan
pengertian
diatas
dapatlah
2. Karakter adalah sifat-sifat kepribadian yang berhubungan dengan nilainilai karakter meliputi segala pada seseorang yang dilihat dari
pandangan benar tidaknya, baik buruknya. Gelaja ini dilihat dari
kesungguhan kejujuran dan kepercayaan.
3. Kesiapsiagaan adalah selalu awas dan waspada terhadap suatu
kemungkinan yang terjadi dengan memelihara fisik dan memelihara
kesadaran jiwa.
4. Satya adalah kesetiaan. Kesetiaan adalah merupakan kode etik dan
semua dari semua umat Hindu. Hal ini ditegaskan dengan kata-kata
seperti :
a. Satya Hradaya adalah jujur terhadap diri sendiri.
b. Satya Wacana adlah jujur terhadap ucapan/perkataan.
c. Satya Semaya adalah setia kepada janji, harus konsekwen yakni
selalu menepati atau memenuhi segala janji yang pernah diucapkan.
d. Satya Mitra adalah setia terhadap sahabat, walaupun sudah
mendapatkan kedudukan yang baik.
e. Satya Laksana adalah jujur dalam perbuatan (tidak pernah berbuat
curang).
D. Sifat-sifat Kepemimpinan
Pada umumnya seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
baik.
Inisiatif
itu
dapat
dikembangkan
dengan
cara
tentang
memperhatikan
fakta-fakta
atau
kenyataan-
a. Indra Brata
Seorang pemimpin harus bertindak seperti sifat Dewa Indra yaitu
dapat memberikan kesenangan dapat memenuhi kebutuhan anak
buahnya akan sandang dan pangan. Pemimpin mempunyai
kewajiban untuk kebenaran dan keadilan. Pemimpin yang
menjalankan Indra Brata akan berusaha memberikan kecukupan
kebutuhan hidup kepada pengikutnya bagaikan Ida Sang Hyang
Indra memberikan hujan dan ari yang menyebabkan hidupnya
tumbuh-tumbuhan dan makhluk lainnya di dunia ini. Sebagai
kesimpulan bahwa Indra Brata mengajarkan seorang pemimpin
untuk memikirkan nasib anak buahnya selalu bekerja untuk
mencapai kemakmuran masyarakat secara menyeluruh tidak boleh
mementingkan dirinya sendiri saja.
b. Yama Brata
Dewa Yama dalam myuthologi Hindu adalah sifat Tuhan sebagai
penyabut nyawa atau dalam Asta Brata ini menjadi penghukum
segala bentuk kejahatan tanpa pandang bulu. Setiap orang yang
melakukan perbuatan jahat harus dijatuhi hukuman sesuai dengan
kesalahannya. Pemimpin harus bertindak tegas.
c. Surya Brata
Dalam Surya Brata tersimpul ajaran seorang pemimpin harus dapat
memberikan kekuatan kepada anak buahnya baik jasmani dan
rohani. Pimpinan harus dapat memberikan kesadaran akan tanggung
jawab kepada anak buahnya. Seperti matahari yang Memancarkan
sinar sucinya keseluruh pelosok penjuru demikinlah hendaknya
seorang pemimpin tidak jemu-jemunya mengadakan hubungan
dengan bawahannya sehingga pemimpin mengetahui benar keadaan
anak buahnya.
d. Candra Brata
Candra adalah rembulan yang memberikan penerangan sejuk dan
nyaman di malam hari. Pemimpin yang mempunyai sifat candra itu
akan menyenangkan anak buahnya.
Casi brata hunar sukang rat katon, ulah ta merdu komala yan katon,
guyun ta mamanis ya tulya marta, asing matuha pandi zat swagaten.
Artinya :
Kalau Dewa Bulan adalah memberikan kegembiraan, hendaknya
tingkah lakumu kelihatan lemah lembut. Semua orang tua yang
cerdik pandai hendaknya engkau jamu dengan selayaknya.
e. Bayu Brata
Seorang pemimpin harus dapat mengetahui segala hal ihwal dan
pikiran anak buahnya. Bayu menunjukkan pendirian yang teguh
tidak dapat mengembalikan semangat kerja jika diketahui anak
buahnya mengalami krisis mental
f. Dhana/Kuwera Brata
Adalah dewa kekayaan. Ajaran yang dalam Kuwera Brata ini adalah
seorang pemimpin itu harus berpakaian rapi. Sebelum mengatur
orang lain, pemimpin hendaknya dapat mengatur diri sendiri
terlebih dahulu.
g. Paca Brata
Pada adalah Dewa Baruna yang memiliki senjata Nagapasa.
Kesakitan seorang pemimpin adalah ilmu pengetahuan yang luas
untuk membimbing anak buahnya, seorang pemimpin harus
bijaksana. Seorang pemimpin hendaknya dapat mendengarkan dan
memperhatikan pendapat anak buahnya seingga mendorong
kegairahan kerja karena sesuai dengan hati nurani bawahannya.
h. Agni Brata
Dalam Agni Brata terdapat ajaran yang mengatakan bahwa dalam
menghadapi kesukaran hendaknya diatasi dengan sebaik-baiknya
sampai tuntas. Seorang pemimpin harus mempunyai semangat anak
buahnya yang diarahkan melaksanakan tugas. Secara keseluruhan
dikatakan bahwa Asta Brata memuat faktor-faktor hubungan antar
manusia yang sesuai dengan prinsip demokrasi Pancasila oleh
karena itu dapat kita terapkan dewasa ini dalam bidang
kepemimpinan karen bagaimanapun juga kita sebagai ahli waris
daripada kebesaran umat Hindu jaman dahulu sudah selayaknya kita
mengetahui tentang tehnik-tehnik kepemimpinan yang tidak
mengenal diri kita sendiri.
Disamping
Asta
Brata
seorang
pemimpin
harus
juga
a. Sama
Seorang pemimpin harus bertindak dan berbuat sama terhadap anak
buahnya atau anak didiknya setiap orang mempunyai kesempatan
yang sama untuk maju dan berkembang. Seorang pemimpin tidak
boleh pilih kasih ia harus memandang pengikutnya secara adil dan
menyeluruh sesuai dengan dharma buktinya. Jasa dan nama baik
harus dituntut dengan cepat jangan ditangguhkan. Jasa orang
membikin telaga sama dengan membikin sebuah sumur. Jasa orang
yang membikin seratus buah telaga sama dengan orang yang
melaksanakan tugas dengan baik. Ini semua dengan seorang yang
mempunyai putra yang baik sebagai alat untuk mencapai sorga loka.
b. Beda
Pemimpin harus dapat menilai anak buahnya dengan mencurahkan
perhatian yang tidak berbeda-beda. Bagi mereka yang rajin dan
tekun diberikan penghargaan yang lebih besar dibandingkan denga
mereka yang malas. Pemimpin harus menunjukkan keadilan
walaupun dalam hal ini harus dibedakan antara yang rajin dengan
yang malas. Setiap bawahannya hendaknya dapat menerima apa
yang menjadi haknya. Sendi keadilan itu bersumber pada ajaran
karma phala yang mengatakan bahwa setiap orang berhak
mendapatkan phala sesuai dengan karmanya. Pemimpin harus dapat
membedakan antara hubungan dinas dan hubungan pribadi.
Pemimpin harus membedakan mana hal yang penting yang perlu
segera dikerjakan dan mana yang dapat ditanggungkan dan
pemimpin harus ambeg paramarta (tidak mementingkan diri
sendiri).
c. Dhana
Pemimpin hendaknya senantiasa rela mengeluarkan tenaga untuk
menolong orang yang benar-benar memerlukan pertolongan
demikian pula terhadap anak buahnya senantiasa dapat memberikan
bantuannya apabila bawahannya mengalami kesukaran sesuai
dengan kemampuannya dan fasilitas yang ada.
Bagaikan air yang menggenangi pohon tebu tidak hanya pohon tebu
itu saja tergenangi oleh air, tetapi juga rumput-rumputnya, pohonpohon kecil lainnya, serta segala yang dekat kepada tebu itu turut
mendapat Genangan. Demikianlah orang yang melaksanakan
dharma turut bawahannya mendapat kebahagiaan sesuai dengan
kewajiban. Ajaran ini mengajarkan bahwa seorang pemimpin tidak
hanya memikirkan nasibnya sendiri, melainkan harus pula
memikirkan nasib anak buahnya. Hal ini sangat besar pengaruhnya
d. Denda
Seorang pemimpin harus berani bertindak tegas yaitu berani
memberikan sangsi kepada setiap bawahan yang melanggar
ketentuan-ketentuan
yang
berlaku.
Pemimpin
harus
dapat
DAFTAR PUSTAKA
17. Punytamadja, Drs. Ida Bagus Oka, 1992. Panca Sradha, Upaca Sastra.
18. Purwita, Ida Bagus, 1989/1990. Upacara Potong Gigi.
19. Pemda Tingkat I Bali, 1983. Catur Yadnya, Proyek Pengembangan
Penyuluhan dan Penerbitan Buku Agama.
20. Oka, I Gusti Agung, Lambang Swastika.