Anda di halaman 1dari 11

PENTINGNYA AJARAN TRI HITA KARANA DALAM MEMBANGUN

POLA PIKIR UMAT HINDU DI KEHIDUPAN SEHARI-SEHARI


Ida Bagus Gede Oka Widiarta
Pariwisata Budaya / 2013081035, Email: gusoka327@gmail.com
Abstrak
Hindu adalah Agama tertua yang ada di dunia dan terbesar di urutan ketiga, lebih dari 1 miliar
orang Hindu tinggal di 150 negara yang berbeda, tapi kebanyakan orang Hindu berada di India.
Diperkirakan 3102 SM sampai 1300 SM merupakan awal munculnya Agama Hindu dan Agama
Hindu merupaan Agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Paman zaman
munculnya Agama Buddha, nama Agama Hindu lebih dikenal dengan sebutan sebagai ajaran
Weda. Agama Hindu masuk pada abad ke-4 yang di bawa oleh para Brahmana dari India
melalui jalur perdagangan maritim . Pulau Bali diberkati oleh Sang Hyang Widhi dengan tanah
yang subur, pantai yang indah , gunung , bukit , sungai, kekayaan biota laut yang indah,
bahkan arsitektur yang boleh dikatakan dikagumi. Adanya konsep Tri Hita Karana yang
menghidupkan spirit kehidupan masyarakat Bali (Hindu) menjadikan Bali harmonis secara
makro dan mikrokosmos.. Istilah Tri Hita Karana saat ini sangat populer dan kontroversial. Tri
Hita Karana terdiri dari tiga kata yaitu Tri, Hita, Karana artinya Tri artinya tiga, Hita
(kaya/beruntung), Karana (penyebab). Jadi, Tri Hita Karana (THK) berarti tiga unsur atau
lapisan kebahagiaan atau tiga sumber kesejahteraan atau kebahagiaan . Pengamalan Tri Hita
Karana dalam kehidupan sehari – hari sangatlah penting dan setiap manusia juga memiliki pola
pikir yang berbeda tentunya jika perbedaan itu disatukan akan tercipta keharmonisa serta
kebahagiaan untuk seluruh umat hindu.
Katakunci: Agama Hindu, , Tri Hita Karana, Pola Pikir, Harmonis

THE IMPORTANCE OF THE TRI HITA KARANA TEACHING IN


DEVELOPMENT THE MINDSET OF HINDUS IN EVERYDAY LIFE

Abstract
induism is the oldest existing religion in the world and the third largest, more than 1 billion
Hindus live in 150 different countries, but most Hindus are in India. It is estimated that 3102
BC to 1300 BC was the beginning of the emergence of Hinduism and Hinduism is the oldest
religion in the world that has survived to this day. Uncle at the time of the emergence of
Buddhism, the name of Hinduism was better known as the teachings of the Vedas. Hinduism
entered in the 4th century brought by Brahmins from India through the maritime trade routes
Bali was bestowed by Sang Hyang Widhi, fertile land, beaches, mountains, beautiful hills,
rivers, abundant sea wealth, even architecture that allowed said to be admired. The existence of
the concept of Tri Hita Karana which enlivens the spirit of Balinese (Hindu) life makes Bali
harmonious in the macro and microcosm. The term Tri Hita Karana is currently very popular
and controversial. Tri Hita Karana consists of three words namely Tri, Hita, Karana meaning
Tri meaning three, Hita (rich/lucky), Karana (cause). So, Tri Hita Karana (THK) means three
elements or layers of happiness or three sources of well-being or happiness. The practice of Tri
Hita Karana in everyday life is very important and every human being also has a different
mindset, of course if these differences are put together there will be harmony and
happiness for all Hindus.
Keywords: Hinduism, , Tri Hita Karana, Mindset, Harmony

I. PENDAHULUAN
Pulau Bali sering dikatakan sebagai paradise island atau pulau surga bagi
pengunjung pulau Bali memberikan keindahan yang sangat menakjubkan pulau bali
terkenal dengan julukan pulau seribu pura, tentunya pulau yang sangat menjanjikan
dimana akan memberikan kemakmuran bagi siapa saja, yang tinggal di Bali dan
penngunjung akan mendapatkan kebahagiaan jika mengujungi pulau Bali. Bali sangat
dikagumi bagi siapapun yang berkujung ke pulau ini bagaimana tidak Bali memiliki
keindahan seperti: tanah yang subur, pantai, gunung, bukit yang indah, sungai,
kekayaan laut yang berlimpah, bahkan arsitektur yang unik yang menjadikan ciri
berbeda dari pulau lainnya Adanya konsep Tri Hita Karana yang meresap dalam
kehidupan orang Bali (Hindu) menjadikan Bali lebih harmonis secara makro kosmos
maupun mikro kosmos. Dalam pertumbuhannya, Bali mengalami banyak sekali proses
sejalan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Pertumbuhan teknologi dan ilmu
pengetahuan membawa orang Bali menjadi manusia intelek di bidang intelektual dan
meningkat budi pekerti, membawa pengaruh terhadap kehidupan darri segi agama,
sosial, dan budaya. Dalam pengimplementasi Agama Hindu Bali yang terwujud dalam
kebiasaan-kebiasaan kepribadian masyarakat baik individu maupun kelompok dalam
kehidupan sehari-hari.
Telah tercantum falsafah hidup berdasarkan Tri Hita Karana yaitu demi
mendapatkan kehidupan yang bahagia dan mecapai kebebasan.Tri Hita Karana
bukanlah sekedar struktur ruangan dan pola ruangan yang di susun secara nasional.
Mendirikan tempat pemujaan seperti pura, marajan, sanggah belum bisa dikatakan
sudah melaksanakan Tri Hita Karana. Demikian juga seorang dagang sembako Bali di
tempat dagangannya telah diisi “Pelangkiran” bukan berarti ia telah melaksanakan Tri
Hita Karana. Hakikatnya Tri Hita Karana merupakan suatu “sikap hidup yang
seimbang antara menyembah Tuhan dengan berbakti pada sesama manusia serta
menebarkan kasih sayang pada sesama manusia serta membangun kasih sayang pada
lingkungan” (Wiana Menuju Bali Jagaditha: 2004:275). Dalam hal ini yang menjadi
masalah dengan konsepsi Tri Hita Karana yang merupakan budaya zaman terdahulu
yang hingga sekarang masih eksis keberadaannya adalah adanya penyimpangan-
penyimpangan di dalam penerapannya. Hal ini diakibatkan karena adanya sistem
kewangsaan yang diskriminatif dengan harkat dan martabat berdasarkan wangsa
(biasa disebut dengan Kasta) yang dapat menggangu hubungan antara manusia dengan
manusia atau bahkan antara wangsa dengan wangsa yang lainnya. Tradisi kewangsaan
sangat kontras dengan Tri Hita Karana khususnya ikatan antara manusia dengan
manusia karena tidak sesuai dengan kebenaran dan keadilan.
Agama merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan upacara
yg di anut oleh suatu grup yang dapat mengatur sistem agama serta keyakinan, serta
peribadatan kepada dewa yang Maha Esa, dengan aturan-hukum yg berafiliasi langsung
menggunakan karakteristik hubungan insan dengan orang lain dan menggunakan
lingkungannya. pada idonesia sendiri terdapat enam kepercayaan yang di anggap resmi
yaitu kepercayaan islam, kristen protestan, kristen katolik budha, Hindu, serta yang
paling baru yaitu konghucu, dari enam agama ini setiap agama memiliki keunikannya
masing masing, baik berasal kawasan persembahyangan juga caranya ber sembahyang.
Tuhan adalah suatau keyakinan terhadap zat atau bentuk yang merupakan sesuatu yang
rumit yang sulit buat pada jelaskan, sedangkan dalam ajaran kepercayaan Hindu konsep
tuhan merupakan satu atau biasa diklaim esa tetapi menjelma menjadi 3 manifestasi
yang kuasa primer yaitu yang kuasa brahma yg bertugas menjadi pencipta asal segala
hal yang terdapat pada dunia, kemudian ilahi wisnu yg bertugas menjadi pemeliharanya
serta yg terakhir ialah tuhan siwa menjadi tuhan pelebur.agama Hindu ialah
kepercayaan tertua yang dimana kepercayaan Hindu di kenal menjadi kepercayaan yg
memunja banyak tuhan Berkaitan seperti apakah konsep keTuhanan dalam kepercayaan
Hindu, mengingat banyaknya penyebutan nama-nama dewa-dewi di pada ritual dalam
upacara juga tempat-tempat umum serta daerah persembahyangan umat Hindu pada
Bali atau yang akrab pada kenal dengan sebutan pura-pura, yang menjelaskan bahwa
banyak adanya penyebutan nama yang kuasa diantaranya dewa brahma, dewa wisnu,
tuhan siwa,dewa maheswara, ilahi iswara, yang kuasa maha ilahi, dewa sangkara, dewi
saraswati, dewi laksmi dan lain sebagainya tentunya hal ini yg menyebabkan orang lain
beranggapan bahwa kita menjadi umat Hindu memuja poly ilahi, sesungguhnya kita
sebagai umat Hindu ialah umat yg memuja satu ilahi hal ini terdapat di dalam Weda
buku kudus kita yaitu antara lain yg pertama artinya (Reg Veda X. 83. tiga)
“Yo nah pita janita yo nidhata, dhanani veda bhuvanani visva, yo devanam namadha
eka eva, tam samprasnam bhuvana yantyanya.”
Artinya : “Oh, Bapa kami, Pencipta kami, pengatur kami yang mengetahui semua
keadaan, semua apa yang terjadi,Dia hanyalah Esa belaka memikul nama bermacam-
macam dewa. Kepada Nyalah yang lain mencari-cari dengan bertanya- tanya, Twitter:
2019).
Begitu juga pada pada kehidupan sehari-hari, kita seringkali mendengarkan bahwa ilahi
itu hanyalah satau atau esa yg terdapat di Tri Sandya bait ke 2 (Tri Sandya bait dua)
“Om Narayana evedam sarvam, yad bhutam yac ca bhavyam, niskalanko niranjano
nirvikalpo, nirakhyatah cuddho deva eko, narayano na dvityo’sti kascit.”
Terjemah: “Om Narayana artinya seluruh ini, apa yang telah terdapat dan apa yang
akan ada, bebas berasal noda, bebas berasal kotoran, bebas asal perubahan tidak dapat
digambarkan, sucilah yang kuasa Narayana ,(Kompas.com : 2021.
Sifat Vidi ia hanya satu tidak ada duanya. Satu sifat tuhan yang Maha Esa ialah
Vidhi yg adalah Mahakuasa. Ialah sifat yg paling dikenal dalam konsep keTuhanan
pada kepercayaan Hindu di Indonesia. kemudian muncullah ungkapan Ida sang Hyang
Vidhi Vasa yg mengadopsi istilah asal bahasa Bali dan bahasa mandarin yg merupakan
beliau Maha memahami dan Mahakuasa.Bali sendiri khususnya umat hindu memiliki
tempat kudus buat pemujaan yang kuasa itu sendiri yang umumnya di sebut
menggunakan pretensi, mirip nama julukan asal pulai Bali itu sendiri yaitu pulau seribu
pura-pura, di Bali mempunyai bermacam-macam tempat pemujanya dari pada
manifestasi Ida Shang Hyang Widhi Wasa, contohya seperti pada setiap desa di Bali
yang sempurna mempunyai pretensi kayangan tiga yg terdiri dari tiga pretensi yaitu
pretensi puseh, pretensi desa, dan pretensi dalaem yg dimana pura-pura kayangan 3 ini
memiliki fungsi menjadi daerah pemujaan manifestasi dari Ida Shang Hyang Widhi
Wasa yaitu ilahi brahma, dewa wisnu, dan yang kuasa siwa,.Insan yang memuja ilahi
umumnya mempunyai keinginan buat mewujudkan tuhan pada dalaam bentuk eksklusif
yang dikarenakan terbatasnya nalar pikiran insan. Hal tersebut memnyebabkan manusia
merefleksikan wujud berasal yang kuasa menjadi berbermacam-macam beragam mirip
nama nama tuhan serta pula arca atau patung. Pemujan tuhan pada setiap wilayah itu
umumnya contohnya pemujaan dewa pada India serta pula di Bali. Hal tadi ialah sebuah
berbeda-bedaan bihineka yang sangat unik jika pada lihat asal sudut pandang
kebudayaannya.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut
Sugiyono (2016) metode penelitian kualitatif adalah metode yang dapat digunakan
untuk menganalisis kondisi objek yang alamiah. Penelitian deskriptif meneliti status
kelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun peristiwa masa sekarang
dengan tujuan untuk membuat deskriptif secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta yang diteliti Nazir (2014) . Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73),
Penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk menguraikan dan menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang
lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber
kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN


2.1 Perkembangan Agama Hindu
Hindu adalah Agama tertua yang ada di dunia dan terbesar di urutan ketiga, lebih
dari 1 miliar orang Hindu tinggal di 150 negara yang berbeda, tapi kebanyakan orang
Hindu berada di India. Diperkirakan 3102 SM sampai 1300 SM merupakan awal
munculnya Agama Hindu dan Agama Hindu merupaan Agama tertua di dunia yang
masih bertahan hingga kini. Agama Hindu mulai berkembang di lembah sungai Shindu
di India. Di lembah sungai ini para Rsi menerima wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dan diabadikan ke dalam bentuk Kitab Suci Weda, pada zaman tersebut Agama
Hindu disebut dengan sebutan Sanātana Dharma yang memiliki arti Kebenaran Abadi,
dan Vaidika-Dharma yang memiliki arti Pengetahuan Atas Kebenaran. Agama Hindu
merupakan lanjutan dari Agama Weda yang merupakan kepercayaan bangsa Ayra, kata
Hindu berakar dari kata Sindhu yang dimana adalah sebutan oleh bangsa Arya untuk
wilayah mereka yaitu di sekitar sungai Shindu. Berawal dari kata Hindu pada
masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu, terbentuknya Hindu sendiri
sebenarnya baru terkenal setelah masehi ketika beberapa kitab dari Weda sempurnakan
oleh para brahmana. Paman zaman munculnya Agama Buddha, nama Agama Hindu
lebih dikenal dengan sebutan sebagai ajaran Weda. Agama Hindu masuk pada abad ke-
4 yang di bawa oleh para Brahmana dari India melalui jalur perdagangan maritim,
Agama Hindu akhirnya menyebar ke pelosok nusantara seperti penyebaran Agama
Islam di Indonesia, kerajaan Majapahit pada saat itu merupakan pengaruh terbesar atas
penyebaran Agama Hindu dan Ekspedisi Gajah Mada ke pulau Bali pada abad ke-13
semakin memperkuat pengaruh Hindu yang sebelumnya dibawa oleh Empu Kuturan.

2.2 Perkembangan Tri Hita Karana


Seiring dengan berkembangnya zaman Bali terkhusus Umat Hindu mengalami
banyak perubahan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
membawa warga Bali menjadi individu yang lebih mengetahui dunia spiritual dan
darmabakti menjadi meningkat, membawa dampak terhadap kehidupan sosial, budaya,
dan keagamaan, bahkan perkembangan ini berdampak terhadap kehidupan adat Bali
yang menerapkan agama Hindu Bali yang terwujud dalam kebiasaan-kebiasaan perilaku
masyarakat baik kelompok maupun peroranganindah

Dalam kehidupan sehari-hari. Bali mendapat keistimewaan dari Sang Hyang


Widhi, tanah subur, pantai, pegunungan, perbukitan yang indah, sungai, kekayaan laut
yang melimpah, bahkan arsitektur yang bisa disebut mengagumkan. Adanya konsep Tri
Hita Karana yang menghidupkan spirit kehidupan masyarakat Bali (Hindu) menjadikan
Bali harmonis secara makro dan mikrokosmos.. Istilah Tri Hita Karana saat ini sangat
populer dan kontroversial. Konsep dasar dari ajaran Tri Hita Karana tercantum dalam
Kitab Suci Bhagavad Gita III. 10 dikatakan bahwa Yadnya merupakan dasar hubungan
antara Tuhan Yang Maha Esa (Prajapati), manusia (Praja) dan alam (Kamaduk) (dalam
Wiana, 2004:264). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa Tri Hita
Karana merupakan dasar untuk mencapai kebahagiaan hidup, bila mampu menjalin
hubungan yang harmonis berdasarkan yadnya (ritual, pengorbanan) dengan Ida Sang
Hyang Widhi dalam bentuk bakti (tulus). ) menyadari kepada sesama manusia dan
terhadap lingkungan alam berupa pelestarian alam dengan cinta kasih. Harmonisasi dan
dinamika didasarkan pada yadnyanya tiga unsur sebagai penyebab (karana) munculnya
kebahagiaan hidup (hita) atau “tiga sebab datangnya kebahagiaan”. Berdasarkan sabda
Bhagawad Gita III.10 di atas, dapat dikatakan bahwa Tri Hita Karana konon secara
filosofis membangun kebahagiaan dengan mewujudkan pendekatan hidup yang
seimbang antara pelayanan kepada Sang Hyang Widhi, pelayanan kepada sesama
manusia dan kecintaan terhadap alam lingkungan. dengan Yadnya.
Menurut Rahayu, Yudi dan Sari (2016) dan Wiana (2007) Tri Hita Karana adalah
sistem budaya yang memadukan unsur Rahyanga (hubungan harmonis antara manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa), Palembangha (hubungan harmonis antara manusia dan
lingkungan) dan Pawonga (hubungan yang harmonis) hubungan antar manusia dan
antar manusia
Tri Hita Karana terdiri dari tiga kata yaitu Tri, Hita, Karana artinya Tri artinya
tiga, Hita (kaya/beruntung), Karana (penyebab). Jadi, Tri Hita Karana (THK) berarti
tiga unsur atau lapisan kebahagiaan atau tiga sumber kesejahteraan atau kebahagiaan.
Kebahagiaan hidup lahir-batin. Dalam TRI HITA KARANA terdiri dari Tiga Unsur
yang menyebabkan lahirnya kebahagiaan hidup, yakni;
1. Parahyangan
Parahyangan adalah hubungan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang
Widi Wasa / Pencipta Brahman / Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai orang yang beragama
berdasarkan konsep teologis yang diyakininya, khususnya umat Hindu, hal pertama
yang harus dilakukan adalah berusaha untuk berhubungan dengan Sang Pencipta sebaik
mungkin melalui kerja keras.
2. Pawongan: Hubungan harmonis dengan sesama
Pawongan adalah hubungan yang harmonis antar manusia. Dalam hal ini
ditegaskan agar orang yang sepaham selalu menjaga keharmonisan komunikasi dan
hubungan melalui Sima Krama Dharma Santhi/persahabatan. Dan kegiatan ini dinilai
penting dan strategis mengingat manusia selalu hidup berdampingan dan tidak bisa
hidup sendiri. Oleh karena itu, ikatan persahabatan dan persaudaraan harus dibina
dengan baik.
3. Palemahan: Hubungan harmonis alam lingkungan
Palemahan merupakan interaksi yg serasi antara insan menggunakan lingkungan
alamnya. Ajaran ini menekankan agar umat manusia menjaga kelestarian lingkungan
alam sekitarnya sehingga terwujud keharmonisan alam dan keseimbangan ekosistem
terjaga.
Konsep hidup ideal ini digunakan pada abad ke-12 dengan tujuan menata
kehidupan umat Hindu di Bali.Pada abad itu Mpu Kuturan bersama raja, menata
kehidupan umat Hindu di Bali. Dalam lontar Mpu Kuturan dinyatakan bahwa Mpu
Kuturanlah yang memberikan saran kepada raja untuk menata kehidupan di Bali,
“Manut Lingih Sang Hyang Aji”, berarti mengatur kehidupan berdasarkan ajaran Kitab
Suci. Kahyangan Tiga untuk catur warna dibangun di setiap desa Pakraman. Kahyangan
Tiga untuk catur warna dibangun di setiap desa Pakraman. Desa Pakraman adalah
tempat/waduk dimana catur dan catur warna dapat memenuhi tujuan hidup mereka
untuk mencapai catur manusia (Dharma, Artha, Kama dan Moksah). ). Sebuah tatanan
tercipta di Desa Pakraman untuk mengembangkan kecintaan terhadap alam dan isinya.
Itu sesuai dengan apa yang dikatakan buku itu “SARASAMUSCAYA (135) dengan
istilah PRIHEN TIKANG BHUTA HITA”, berarti bahwa mengejar kesejahteraan
semua makhluk memastikan pelestarian shaklan, atau empat tujuan hidup yang saling
berkaitan.
2.3 Pengamalan Tri Hita Karana
Tri Hita Karana pada hakikatnya adalah sikap hidup yang seimbang antara
memuja Tuhan dengan menjalin hubungan baik dengan sesama mahluk ciptaanya,serta
meningkatkan rasa kasih sayang pada sesama manusia serta membangun kasih sayang
dengan alam sekitar. Ajaran konsep Tri Hita Karana sangat melekat dalam kehidupan
orang Bali (Hindu) dan menciptakan suasana Pulau Bali yang harmonis baik secara
makro kosmos ataupun secara mikro kosmos.Tri Hita Karana harus dipraktikkan dalam
kehidupan individu dan kolektif. Pada dasarnya, manusia tidak hanya peduli pada
dirinya sendiri, tetapi juga pada masyarakat dan lingkungannya. Konsep Ti Hita Karana
harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Pengamalan dalam Kehidupan Individu
Tri Hita Karana harus diwujudkan dan diwujudkan sebagai kehidupan individu
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menolong dan peduli sesama sesuai
Swadharma (profesi atau kompetensi orang lain) yang dilandasi semangat saling
menghargai dan kasih yang dilandasi Yadnya dan kepedulian. dan menjaga kelestarian
menerapkan secara aktif ajaran Tri Hita Karna.
2. Dalam Kehidupan Keluarga
Setiap anggota keluarga harus percaya pada Ida Sang Hyang Widhi, patuh dan
berbakti, saling melengkapi antar anggota keluarga dan menanamkan rasa cinta
terhadap alam. Untuk mengembangkan sikap ini, tempat tinggal anda harus memiliki
tempat pemujaan khusus yang memadai. Anda sebaiknya meletakkan tanaman hijau
atau taman yang asri di halaman rumah anda untuk menciptakan suasana asri dan
damai. Ini mendorong pengabdian kepada Tuhan. Seperti diketahui, ruang tempat
tinggal umat Hindu terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, atau sering disebut dengan konsep
tiga mandala, yaitu konsep arsitektur tradisional yang banyak digunakan oleh semua
umat Hindu dan terdiri dari sebuah mandala utama, sebuah . adalah tempat pemujaan,
biasanya ditempatkan di Uranus. Madya Mandala adalah ruang investasi untuk
pembangunan rumah dan terakhir, Nista Mandala adalah tempat pembuangan limbah.

3. Dalam Kehidupan Desa Adat / Desa Pakraman


Desa-desa di Bali harus memperhatikan unsur-unsur Tri Hita Karana yaitu
adanya parhyangan sebagai tempat persembahyangan dan yajnya bagi Ida Sang Hyang
Widhi, adanya Pawongan, suatu tata cara yang mengatur keseimbangan dan pedoman
antar warga krama desa dan Pelemahan yaitu wilayah desa seperti batas desa yang jelas.
Oleh karena itu, setiap desa adat memiliki Awig-Awig atau aturan-aturan yang terikat
dan tetap serta memiliki ilmu administrasi keagamaan.
4. Dalam Kehidupan Kerja
Setiap tempat kerja memiliki tempat kerja. Di ruang kerja ini Anda dapat
menggunakan elemen Tri Hita Karana. Sebagai contoh. Tokonya ada tempat untuk
berbisnis, ada Pelangkiran dimana ini salah satu simbol dan tempat ibadah agar mereka
bisa berdoa dan memohon keselamatan dan kelancaran usaha yang mereka rintis. Hal
ini harus selalu diingat, dimanapun kita berada, agar kita dapat memperhatikan ruang
dan alat-alatnya secara seimbang.

2.4 Tri Hita Karana dan Pola Pikir Umat Hindu (belum farafrase)
Berpikir adalah suatu proses yang menghasilkan pengetahuan. Proses ini
merupakan rangkaian pemikiran yang mengikuti cara berpikir tertentu untuk sampai
pada suatu hasil berupa pengetahuan (Suriasumantri, 1997:1) Oleh karena itu, proses
berpikir membutuhkan sarana tertentu untuk menerapkan cara berpikir ilmiah. Alat
berpikir ilmiah merupakan alat yang mendukung kegiatan dalam berbagai tahapan ilmu
yang harus dilalui.
Pola pikir adalah sesuatu yang terjadi dalam pikiran seseorang yang memiliki
kekuatan untuk mengendalikan sikapnya dan kemungkinan untuk mempengaruhi
perilakunya” Fang et al., (2004). Sementara itu, Aloia, Pasquale dan Aloia (2011)
mengatakan bahwa mentalitas adalah pandangan mental atau karakter yang terprogram
dan menentukan respon individu terhadap situasi yang berbeda. Pola pikir penting
dalam menjelaskan penilaian dan pengambilan keputusan manusia, yang dapat
meningkatkan atau memperburuk bias keputusan dalam beberapa keputusan (Hamilton,
Vohs, Sellier, & Meyvis, 2011). Pengertian lain dari mentalitas menurut Triantis (2013)
adalah falsafah hidup, cara berpikir, sikap, pendapat dan mentalitas seseorang atau
kelompok.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mentalitas adalah teori
kehidupan, cara berpikir, sikap, pendapat, dan kepribadian, yang memiliki kekuatan
untuk mempercepat perilaku, dan karena itu memiliki peran penting dalam evaluasi dan
pengambilan keputusan manusia. memainkan detail. reaksi terhadap situasi yang
berbeda.

2.4.1 Jenis – jenis pola pikir


Freitas, Gollwitzer, dan Trope (2004) mencatat ada dua jenis pola pikir yang
sering disebut teori konstruksi, yaitu pola pikir abstrak dan pola pikir konkret.
Berdasarkan Tsai dan Thomas (2011), pemikiran abstrak mendorong seseorang untuk
fokus pada gambaran yang lebih besar atau lebih lengkap. Misalnya alkohol dapat
dikondensasikan menjadi minuman, Suzuki adalah mobil, Samsung adalah smartphone,
dan lainnya. Pada saat yang sama, pemikiran konkret membuat orang fokus pada detail
yang lebih halus dari suatu objek atau aktivitas. Contohnya adalah air adalah aqua atau
smartphone adalah iPhone.

2.4.2 Faktor yang merubah pola pikir


Menurut Iskandar (2008:661) Ada 7 sumber kekuatan yang mempengaruhi
proses berpikir manusia:Orang tua, keluarga, sekolah, teman, media, kata-kata sendiri,
ekspresi, gerakan tubuh, perilaku, norma, keyakinan agama, prinsip dan nilai-nilai
luhur.
Van Bergen (2012) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi cara berpikir abstrak atau konkret seseorang, yaitu:
1. Budaya
Ada perbedaan besar antara budaya Barat dan Asia Timur. Seperti dicatat oleh Kim
dan Markus (1999), budaya Barat terutama berpusat pada diri sendiri, mereka memiliki
kebebasan dan hak individu untuk memilih dan bertanggung jawab atas diri mereka
sendiri. Sebaliknya, dalam budaya Asia Timur, populasi secara aktif dan terbuka
mengikuti kelompok dan norma sosial. Secara umum, penduduk Asia Timur memiliki
cara berpikir yang konkrit, sedangkan penduduknya memiliki cara berpikir yang
abstrak.
Pada dasarnya masyarakat Bali terbuka terhadap masuknya budaya lain, namun
sejarah kedatangan agama Hindu di Bali menunjukkan hal yang sangat berbeda dengan
fenomena Sampradayas. Kedatangan agama Hindu di Bali bersifat dialogis, sehingga
alih-alih menghapus identitas budaya lokal, malah dimuliakan. Ajaran Punarbhawa
dalam agama Hindu melengkapi kepercayaan lokal seperti adanya alam baka. Oleh
karena itu, keagungan Hindu dan budaya Bali adalah dua fenomena dari satu realitas.
Keterkaitan antara kedua fenomena tersebut sulit dipisahkan karena keduanya terjadi
secara bersamaan dalam sistem budaya masyarakat, yaitu dalam tradisi dan adat
istiadat. Artinya, disadari atau tidak, agama Hindu telah menjadi identitas bahkan
kepribadian masyarakat Bali, sehingga budaya Bali tetap bertahan di berbagai aliran.
Dalam rangka membangun identitas keagamaan, penting bagi umat Hindu Bali untuk
mempertahankan eksistensinya dari gempuran budaya global. Eksistensi Hindu Bali
tidak terlepas dari budaya Bali itu sendiri. Dengan menghilangnya Hindu Bali, maka
budaya Bali juga ikut menghilang, mengingat hampir semua kegiatan budaya Bali
terkait dengan kegiatan keagamaan dalam artian ngayah dan kemasyarakatan. Ngayah
dan komunalisme adalah ciri budaya pertanian yang terus memungkinkan
berkembangnya agama Hindu Bali. Mempertahankan Hindu Bali dari serbuan budaya
asing oleh karena itu berarti melestarikan budaya pertanian ini tentunya dengan cara-
cara modern seperti ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ajaran dari Tri Hita Karana secara khusus didasarkan pada konsep Parahyangan
berperan aktif dalam membangun cara berpikir Hindu, konsep ajaran ini secara khusus
bertujuan untuk menjalin hubungan baik dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang
meyakini bahwa dirinya ada. latihan metode latihan. ajaran Yadnya-nya dan selalu
berbakti denganya.
2. Psychological distance
Ada beberapa bentuk jarak psikologis, seperti spasial, temporal, sosial dan
hipotetis, yang mempengaruhi tingkat abstraksi. Semakin besar jarak ini, semakin tinggi
tingkat abstraksinya. Ketika Anda berpikir tentang suatu peristiwa yang akan terjadi di
tahun depan, itu mungkin dalam bentuk abstrak. Misalnya, jika seseorang berencana
mengadakan upacara keagamaan yang akan berlangsung selama dua hari bulan depan,
maka orang tersebut akan mempertimbangkan biaya persiapan, tenaga dan waktu
selama proses persiapan upacara tersebut. Sedangkan pada saat upacara berlangsung
keesokan harinya, umat Hindu memikirkan apa yang tersisa dalam upacara tersebut,
seperti fasilitas yang akan dipersembahkan atau sesaji, yang merupakan pemikiran yang
benar, seperti kelengkapan sesajen dan saran untuk mendukung upacara keagamaan. .
Tidak ada salahnya setiap umat Hindu, baik secara berkelompok maupun perorangan,
berpikir ke depan dan membuat rencana agar apa yang dilakukan sesuai dengan apa
yang diajarkan dalam konsep Tri Hita Karana, umat (Hindu) harus dapat menjalin
hubungan baik. Tri Hita Karana konsep ajaran yang mana ketika pelaksanaan ajaran ini
diterapkan tentu beban yang dirasa akan lebih mudah baik kekurangan, kesulitan atau
keragu-raguan terhadap pekerjaan tersebut.
Sebagai contoh: “Sebagian umat Hindu ragu atau takut bahwa selama proses persiapan
suatu upacara keagamaan segala usul dan saran tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri”,
tentunya ketika pengamalan konsep ajaran Pawongan berjalan dengan baik melalui
terciptanya kerukunan. hubungan dengan orang lain yang akan menjadi akibat
pekerjaan atau hambatan mudah diselesaikan bila dilakukan bersama-sama, atau di Bali
sering dikatakan "mepitulung" (membantu orang selama kegiatan).

3. Mood
Mood adalah perasaan yang bertahan lama, tidak terlalu dalam dibandingkan
dengan emosi, dan seringkali terjadi tanpa adanya peristiwa tertentu yang berperan
sebagai stimulus (Dessler, 2019). Seseorang dengan emosi bahagia lebih cenderung
membentuk pola pikir abstrak daripada orang dengan emosi netral atau sedih. Mereka
lebih cenderung untuk mengeneralisasi, mengelompokkan, dan mengategorisasi sesuatu
ke dalam kategori yang lebih luas. Berdasarkan penjelasan Mayer dan Gaschke (2008)
secara umum ada dua jenis mood atau suasana hati,yaitu:
a) Suasana hati positif, yaitu suasana hati dalam keadaan senang
(bahagia,bersemangat), suasana hati dalam keadaan penuh cinta (penuh
kasih,perhatian),suasana hati dalam keadaan tenang(teduh,puas), suasana hati
dalam keadaan semangat (aktif,segar)
b) Suasana hati negatif, yaitu suasana hati dalam posisi cemas (gelisah,gugup),
suasana dalam keadaan marah (kesal) suasana hati ini dalam keadaan lelah
(letih,ngantuk, suasana hati dalam keadaan sedih (suram,sedu)

Pada dasarnya masyarakat Bali ( umat hindu) memiliki sangat beragam karkter
dan sifat tersendiri didalam pembahasan suasana hati ini jika dikaitkan dengan ajaran
Tri Hita Karana sangatlah menyimpang dari ilmu yang terkadung didalamnya
dikarenakan Konsep ajaran Tri Hita Karana mengajarkan umat hindu sedarma untuk
menjalin hubungan baik dengan tulus ikhlas kesemua mahluk ciptaan tuhan tanpa
membeda bedakan mereka.Sebagai contoh kasus: “ seseorang memiliki mood atau
suasana hati yang negatif, namun ia sampai pada situasi dimana ia harus mepitulung
(menolong) tetangganya yang sedang melakukan kegiatan upacara keagamaan..
Penerapakan ajaran Tri Hita Kirana ini seharusnya bisa terapkan walaupun suasana hati
sedang tidak baik – baik saja tetapi sebagai warga bali yang patuh dengan ajaran agama
hindu sudah seharusnya menjalkan tugassnya sebagai warga bali. Jadi pada dasarnya
apapun kondisi suasana hati sudah seharusnya kita tetap menerapkan ajaran Tri Hita
Karana kapanpun dan dimanapun demi terciptanya keharmonis serta keseimbangan
antara semua umat beragama.

III. SIMPULAN
Umat hindu sudah seharusnya memahami serta mengamalkan ajaran Tri Hita
Karana dalam kehidupan sehari – hari yang tercantum dalam Kitab Suci Bhagavad Gita
III. 10 . Pola berfikir setiap manusia tentunya berbea-beda tidak bisa disamakan satu
dengan lainnya serta perubahan pola pikir (mindset) tidak bisa dihindarkan namun bisa
di antisipasi tentunya hal ini kenapa setiap umat hindu harus memahami serta
mengamalkan ajaran Tri Hita Karana yang terdiri dari,yaitu: Parahyangan (Hubungan
harmonis dengan Tuhan ) , Pawongan ( Hubungan harmonis dengan sesama ) ,
Palemahan ( Hubungan harmonis alam lingkungan) dalam semua ajaran diatas tentunya
pengamalan serta pemahaman umat hindu tentang ajaran Tri Hita Karana akan menjadi
sebuah perubahan bagi umat hindu yang belum berfikir tentang pentingnya ajaran
tersebut dan ajaran ini menjadi sebuah pondasi yang kokoh bagi umah hindu se dharma
demi terciptanya kebahagian serta hubungan yang harmonis kepada semua ciptaan Ida
Sang Hyang Widhi.

DAFTAR PUSTAKA
Redig Wayan. 2016. Peradaban Lembah Sungai Sindhu Dan Keberadaanya Di
Indonesia. Seminar Nasional yang oleh Anand Ashram Foundation. 19,5,2016,
Denpasar, Indonesia. 1-13
Moleong, Lexi J., and P. R. R. B. Edisi. "Metodelogi penelitian." Bandung: Penerbit Remaja
Rosdakarya (2004).

Putra, D., & Nyoman, I. (2004). Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif. Denpasar:
Pustaka Bali Post.
Aryana, I. Made Putra, and Ida Ayu Gde Wulandari. "PETA KONSEP PERKEMBANGAN
AGAMA HINDU: PEMAHAMAN AWAL PENDIDIKAN AGAMA HINDU." Guna Widya:
Jurnal Pendidikan Hindu 8.1 (2021): 11-21.
Ariyanto, D., Sari, M. M. R., & Ratnadi, N. M. D. (2017). Budaya Tri Hita Karana dalam
Model UTAUT. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 8(2), 399-415.
PURANA, I. MADE. "Pelaksanaan Tri Hita Karana dalam Kehidupan Umat Hindu." Widya
Accarya 5.1 (2016).
Wijaya, Fahd Dzaki. "Analisis Emosi Dan Suasana Hati Akibat Ancaman Pandemi Covid-19
Pada Pengambilan Keputusan Manajer." Jurnal Manajemen dan Profesional 1.1
(2020): 23-34.
Pathar, S. Viraswami. Gayatri mantra. Sura Books, 2001.
INTERNET :

(darmawiasa.blogspot., 2016) darma.com: Sloka-Sloka Yang Menyatakan Tuhan Itu


Tunggal/Monoteisme dan Sloka-Sloka Yang Menyatakan Tuhan Itu Banyak/Politeisme
(darmawiasa.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai