Anda di halaman 1dari 3

nama : Bima

Nim : 2100006
Prodi : pendidikan agama hindu
Fakultas: dharma acarya
Mk : acara agama hindu
SEMESTER 2

Soal:
Konsep sumber dharma dan penjelasannya?

Jawaban serta penjelasan nya:

Om Swastystu. Om Awignmastyu Namosidham. Semoga pikiran yang baik datang dari segala
penjuru
Umat Hindu yang berbahagia. Agama Hindu bagi banyak masyarakat juga dikenal dengan nama
Sanatana Dharma (kebenaran yang abadi). Ajaran kebenaran yang telah ada ribuan tahun yang lalu
ini banyak mengandung ilmu pengetahuan, baik pengetahuan tentang materi hingga pengetahuan
tentang rohani. Ajaran ini juga mempunyai pandangan yang luas akan hukum dan aturan moralitas
sehari-hari yang berdasar pada karma, dharma, dan norma kemasyarakatan. Oleh karena itu,
ajaran agama Hindu dikenal sebagai ajaran pengetahuan yang sangat lengkap.
Selain mengajarkan banyak hal, agama Hindu memiliki banyak kitab suci, baik Sruti maupun
Smriti (smerti). Weda adalah salah saat kitab suci umat Hindu yang
merupakan kumpulan wahyu dari Tuhan. Pada awal turunnya wahyu, Weda
diajarkan dengan sistem lisan dari mulut ke mulut. Weda juga diyakini sebagai sastra tertua
dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini.
Tujuan agama Hindu adalah mencapai kebahagian rohani dan kesejahteraan jasmani. Dalam Weda,
hal ini disebut Mokshartham Jagathitaya Ca Iti Dharma. Untuk mencapai hal tersebut, agama
Hindu menjabarkan menjadi tiga kerangka dasar. Tiga kerangka dasar tersebut terdiri dari
Tattwa (Filsafat), Susila (Etika), dan Upacara (Yadnya).
Tattwa (filsafat) adalah cara kita melaksanakan ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan
filsafat agama. Tattwa sebagai dasar keyakinan Hindu mencakup lima hal yang disebut Panca
Sradha, yaitu: Widhi Tattwa atau Brahman, Karmapala Tattwa, Punarbhawa Tattwa, Karmaphala
Tattwa, dan Moksha Tattwa.
Susila (Etika) adalah cara kita beragama dengan mengendalikan pikiran, perkataan, dan perbuatan
sehari-hari agar sesuai dengan kaidah agama. Susila memegang peranan penting bagi tata
kehidupan manusia sehari-hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti manusia itu sendiri. Ia akan
memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan
ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi-sendi
kesusilaan.
Upacara adalah kegiatan keagaman dan karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran
jiwa atau rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma sesuai ajaran sastra suci Hindu yang
ada. Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, dan penyerahan dengan
penuh kerelaan berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama
dan kemahamuliaan Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk ritual Yadnya
yang dikenal dengan Panca Yadnya.
Ketiga bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Ketiganya harus dimiliki, dipahami, dan dilakasanakan oleh umat Hindu semuanya.
Dari tiga kerangka ajaran agama Hindu ini, apabila umat Hindu mampu melaksanakan
dengan sebaik-baiknya, maka akan mempunyai dampak kehidupan yang luar biasa, baik untuk
diri pribadi, keluarga, alam sekitar, serta seluruh dunia dan isinya. Keseimbangan alam dan
keharmonisnnya dapat dengan mudah terwujud. Dengan memaknai Tattwa sebagai bentuk
keyakinan bahwa Tuhan adalah maha segalanya, maka secara otomatis akan membuat manuasia
untuk hidup berdampingan saling menjaga, saling mengasihi, hidup rukun, asah asih dan asuh, baik
kepada manusia maupun sesama ciptaanNya.
Dalam konsep ajaran Hindu, kebahagiaan hanya akan terwujud jika adanya hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Ajaran ini disebut Tri Hita Karana (tiga faktor penyebab terwujudnya kebahagiaan). Manusia
memiliki peranan utama dalam mewujudkan keharmonisan antara ketiga faktor tersebut.
Dalam kehidupan ini semua aktivitas memiliki aturan/etika/susila. Semua yang ada di alam bebas
maupun di dunia harus mengikuti aturan dalam pergerakannya. Jika aturan ini tidak diikuti maka
pasti akan terjadi kekacauan.
Dalam mewujudkan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia memiliki kelebihan
dalam menerima ajaran-ajaran susila/etika dalam menghubungkan diri dengan Tuhan
(sembahyang). Ada etika/aturan yang harus diikuti dalam melakukan hubungan dengan Tuhan,
baik hubungan secara pribadi, maupun secara kolektif (bersama-sama), misalnya
persembahyangan di pura (tempat ibadah).
Etika persembahyangan pribadi tidak dapat diterapkan pada persembahyangan bersama, demikian
juga sebaliknya. Untuk jenis-jenis persembahyangan tertentu juga memiliki aturan yang berbeda.
Jika aturan/etika ini dilanggar, maka dipastikan keharmonisan tidak akan terwujud.
Sedangkan hubungan manusia dengan alam jelas yang paling menentukan adalah manusia itu
sendiri. Alam secara kodrati hanya akan memberikan reaksi terhadap segala perlakuan manusia
kepada alam itu sendiri. Dewasa ini banyak terjadi bencana alam, seperti banjir bandang,
pemanasan global, angin puting beliung, dan sebagainya, jika ditelusuri maka
semua itu adalah akibat ulah manusia sendiri yang tidak mengikuti aturan/etika dalam
mengelola alam. Penggundulan hutan dengan ilegal loging mengakibatkan terjadinya banjir
bandang. Membuang sampah pada aliran sungai, merusak sempadan sungai, serta pembangunan
gedung/perumahan tanpa memperhatikan penyerapan dan saluran sanitasi yang baik
mengakibatkan terjadi banjir di setiap musim penghujan.
Alam semesta memiliki aturan/hukum tersendiri dalam pergerakannya yang disebut RTA (hukum
alam). Contohnya bumi berputar pada porosnya dan mengitari matahari. Planet-planet berputar
mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari. Tuhan menciptakan RTA (hokum
alam) untuk kehidupan. Jika salah satu bagian alam ini tidak mengikuti aturan maka akan terjadi
kehancuran dan tentunya kita tidak menghendaki demikian.
Sejatinya agama diturunkan Tuhan adalah untuk manusia. Sehingga penerapannya lebih kepada
usaha memanusiakan manusia agar menjadi manusiawi. Prinsip dasarnya adalah bagaimana
melalui ajaran agama kehidupan manusia selalu dalam keadaan sejahtera dan bahagia, diliputi
suasana aman, nyaman, rukun, dan damai. Sehingga, kalua ada pertanyaan, agama apa yang baik,
sebenarnya bukan pada agamanya tapi pada manusia beragamanya. Kalau agama, apapun namanya
sudah pasti baik dan benar, karena merupakan ajaran Tuhan. Hanya saja, ketika ajaran agama
diperilakukan umat-Nya, seringkali tampil tidak manusiawi alias melanggar atau bertentangan
dengan nilai-nilai ajaran agama itu sendiri.
Paling mendasar, keberadaan agama yang berbeda-beda bagaikan pelangi warna-warni, justru
acapkali dilumuri warna gelap hingga menutupi kecemerlangan pikiran, membutakan hati dan
membekukan nurani umat, menjadi seakan-akan tidak beragama. Padahal agama adalah ajaran
Tuhan, apapun label namanya bertujuan sejalan, mengangkat derajat dan martabat manusia menjadi
lebih terhormat, selama hayat mengemban amanat sebagai umat, memperoleh pahala nikmat di
akhirat.
Jika saja pernyataan di atas merasuk dalam pemahaman, meresap dalam penghayatan bathiniah
umat, sepertinya dunia ini benar-benar akan menjelma menjadi surga di dunia nyata (swarga).
Persoalannya, sebagaimana hukum rwabhineda berlaku, selalu mencul dua kutub pandangan
yang bisa jadi mempertajam perbedaan, bukan menyelaraskan misi keagamaan yang bertujuan
melahirkan umat berkarakter religis spiritualis, sekaligus humanis, dicirikan dengan penerapan
ajaran keagamaan berdasar nilai kemanusiaan. Demikianlah di dalam pustaka suci Veda dinyatakan
sebuah kalimat: "Tat Tvam Asi" yang bermakna: "Itu adalah Engkau, Dia adalah Kamu, Aku
adalah Dia, Engkau adalah Aku, dan seterusnya..."
bahwa setiap manusia adalah saudara dari manusia lainnya dan teman dari insan ciptaan-Nya.
Sesanti 'Tat Tvam Asi' ini menjadi landasan etik dan moral bagi umat Hindu di dalam menjalani
hidupnya sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya di dunia ini dengan harmonis.

Anda mungkin juga menyukai