Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan
umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan
suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Pendidikan Agama
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta
peningkatan potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan
moral yang sangat penting.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal
dengan tiga kerangka dasar Agama Hindu. Antara bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya saling mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat,
sehingga patut dihayati dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut
Moksa. Tiga kerangka dasar Agama Hindu, yaitu: tattwa, susila, dan upacara.
Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana
ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur
kepada Ida Sang Hyang Widhi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu
berupa upacara atau ritual.
Etika atau Susila yang merupakan unsur kedua dari kerangka
dasar Agama Hindu, sering juga disebut dengan Dharmasastra. Dharma
artinya menuntun atau membimbing, juga berarti hukum yang mengatur
tentang hak dan kewajiban manusia. Sedangkan sastra berarti ilmu
pengetahuan. Dengan demikian Dharmasastra atau etika dapat diartikan
sebagai pedoman atau hukum yang menuntun manusia dalam kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan sosial lainnya. Tanpa pedoman yang jelas untuk
menuntun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, boleh jadi akan mudah
sekali timbul kekacauan.

Tetapi dewasa ini orang-orang tidak dapat mengamalkan ajaran


susila dengan baik dan benar, hal ini dikarenakan akibat dari perkembangan
teknologi dan informasi serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat
dengan mudahnya masuk ke dalam budaya kita. Oleh karena itu perlu adanya
dasar agama yang kuat agar ajaran susila tersebut bukan hanya dipelajari saja
namun juga harus diimplementasikan sesuai dengan waktu, situasi dan
tempatnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta suatu hubungan
yang harmonis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, adapun rumusan
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian etika?
1.2.2 Bagaimana prinsip dasar etika dalam Agama Hindu?
1.2.3

Bagaimanakah misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal


(manava madhava)?

1.2.4

Bagaimanakah implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,


kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama seharihari?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagao berikut:
1.3.1

Untuk menjelaskan pengertian etika.

1.3.2 Untuk menjelaskan prinsip dasar etika dalam Agama Hindu.


1.3.3

Untuk menjelaskan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia


ideal (manava madhava).

1.3.4

Untuk menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih


sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama
sehari-hari.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu
sebagai berikut:

1.4.1

Memperoleh pengetahuan tentang pengertian etika.

1.4.2

Memperoleh pengetahuan tentang prinsip dasar etika dalam Agama


Hindu.

1.4.3

Memperoleh pengetahuan tentang misi untuk memperbaiki diri


menuju manusia ideal (manava madhava).

1.4.4

Memperoleh

pengetahuan

tentang

implementasi

kebenaran,

kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam


kehidupan bersama sehari-hari.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode kajian pustaka, yaitu penulis mengumpulkan literatur-literatur yang
dapat mendukung penulisan ini. Literatur tersebut sebagian berasal dari buku
maupun artikel yang tersedia di media internet.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Etos yang mempunyai
bentuk jamak sebagai etika. Etos merupakan suatu kebiasaan dan kelakuan
yang bersifat nyata dan berasal dari motivasi. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, etika mempunyai tiga arti, antara lain:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta hak dan
kewajiban moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai yang membahas mengenai benar dan salah yang dianut oleh
suatu golongan masyarakat.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata
moral yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masingmasing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata etika, maka secara etimologis, kata etika
sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai
arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, kalau arti kata moral sama
dengan kata etika, maka rumusan arti kata moral adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Secara sederhana, etika merupakan sebuah
kajian tentang moralitas (the study of morality).
Jadi, etika merupakan pengetahuan tentang kesusilaan yang
berbentuk perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengandung suatu
nilai serta menjadi pedoman dalam tingkah laku seseorang . Setiap perbuatan
itu berdasarkan atas kehendak atau buddhi seseorang. Sehingga manusia
dihadapkan pada dua pilihan yaitu baik dan buruk.
4

2.2 Prinsip Dasar Etika dalam Agama Hindu


Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang merupakan
pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan kepercayaannya sehari-hari.
Semua ajaran tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda dan
Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya.
Tata susila Hindu berangkat dari ajaran agama bahwa pada
hakikatnya jiwatma setiap makhluk adalah sama, demikian pula jiwatma
setiap manusia. Penjelasan ini bersumber dan Upanisad yang menyatakan
Brahma Atma Aikyam, artinya Brahma dan Atma pada hakikatnya tunggal,
demikian pula uraian dalam Chandogya Upanisad Tat Twam Asi, artinya
engkau adalah itu, semua makhluk adalah engkau. Seseorang tidak dapat
mengingkari akan segala perbuatannya terhadap dirinya sendiri, karena di
dalam dirinya ada sesuatu yang tidak dapat dibohongi yaitu Sang Hyang
Atma. Atma akan tetap menjadi saksi segala yamg dipikirkan, dikatakan dan
dilakukan seseorang.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua
suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Di dalam kitab Wraspati tattwa, 26 dinyatakan
mengenai arti kata sila dalam kalimat : Sila ngaranya angraksa acara
rahayu. Kata susila mengandung pengertian perbuatan baik atau tingkah
laku yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan
sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun
dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa
cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan
melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai
orang lain.
Konsep dasar dari tata susila adalah sasana manut linggih dan
linggih manut sasana. Jadi, etika atau susila hendaknya selaras dengan
kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila.
Sehingga tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk dapat

menyelaraskan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi


Wasa, hubungan harmonis antar manusia dan peraturan tingkah laku antara
manusia dengan lingkungan. Bagaikan sebuah bangunan yang kuat perlu
didirikan di atas dasar yang kuat, demikian pula dengan tata susila perlu
didirikan di atas dasar yang kuat. Dasar yang kuat itu adalah ajaran-ajaran
agama.
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava
Madhava)
Salah satu tugas suci bagi umat beragama Hindu ialah untuk
menata dirinya sendiri, masyarakat, serta umat manusia untuk mengenal jati
dirinya untuk berusaha menjadi manusia yang berperikemanusiaan yang
secara ideal disebut manusia Dharmika (Manava Madhava). Ajaran etika di
dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi: kebenaran, kasih,
tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati, keluhuran budhi
pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan kebajikan,
percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan,
kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan, pergaulan dengan
orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan manis, sejahtera,
damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka (kemampuan
membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak lagi yang
lainnya tidak dapat disebutkan (Winawan, W., 2002).
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadikan diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang
berperikemanusiaan, berbudhi pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava
Madhava (Dharmika), berdasarkan ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sara Samuccaya, Slokantara, dan yang
lainnya.
Dalam Kitab Suci Sara Samuccaya: Sloka 4, disebutkan sebagai
berikut:
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya
demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir

dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah


keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia.
Selanjutnya dalam Bhagavad Gita yang menjelaskan mengenai
sifat-sifat keraksasaan (Asuri Sampat) sebagai lawan sifat-sifat kedewaan
(Daiwi Sampat) yang terdapat dalam Bhagavad Gita Bab XVI. 11, 12, 14,
17,21.
Keinginan yang tak habis-habisnya, yang hanya berakhir pada
kematian, dengan menganggap kepuasan nafsu keinginan sebagai tujuan
utama, dengan keyakinan bahwa itulah semuanya (Bhagavad Gita Bab XVI.
11)
Dibelenggu oleh ratusan ikatan harapan, menyerahkan diri kepada
nafsu dan kemarahan, mereka berusaha mengumpulkan kekayaan demi
kepuasan nafsu dengan jalan tidak halal. (Bhagavad Gita Bab XVI. 12)
Musuh ini telah aku bunuh dan yang lainnya juga akan aku bunuh,
akulah penguasa, akulah penikmat, akulah yang berhasil, yang perkasa dan
yang berbahagia (Bhagavad Gita Bab XVI. 14)
Dengan memuji diri, benar sendiri, bangga dan mabuk akan harta,
mereka mengadakan bermacam-macam upacara kurban sebagai pulasan
belaka, tanpa mengindahkan aturan (Bhagavad Gita Bab XVI. 17)
Tiga pintu gerbang ke neraka, menuju jurang kehancuran diri,
yaitu kama, krodha,dan lobha, oleh karena itu ketiganya harus ditinggalkan
(Bhagavad Gita Bab XVI. 21)
Sehingga kecenderungan-kecenderungan sifat manusia dibedakan
menjadi dua bagian yaitu:
1. Daivi Sampat
Daivi Sampat adalah kecenderungan-kecenderungan sifat kedewataan
yang menyebabkan manusia memiliki budi luhur sehingga dapat
menghantarkan seseorang mendapatkan kerahayuan/kebahagiaan.
2. Asuri Sampat

Asuri Sampat adalah kecenderungan-kecenderungan sifat keraksasaan


yang menyebabkan manusia memiliki budi yang rendah sehingga dapat
menyebabkan manusia jatuh ke jurang neraka.
Sifat Daivi Sampat dan Asuri Sampat itu ada pada diri semua orang
dengan kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat
sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma). Saramuscaya
menyebutkan bahwa hanya manusialah yang dapat mengenal perbuatan yang
salah dan benar, ataupun baik dan buruk. Hanya manusialah yang dapat
menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, karena manusia diberikan
kemampuan yang lebih dari makhluk hidup lainnya yaitu berupa idep
(pikiran).
Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari
pustaka suci Bhagawad Gita. Amanat Sri Krishna untuk menjadi manusia
Manava Madhava (Dharmika).
Sara Samuccaya Sloka 57, menyatakan sebagai berikut:
Inilah brata Sang Brahmana,dua belas banyaknya, perinciannya:
dharma, satya, tapa, dama, wimarsaritwa, hrih, titiksa, anusuya, yajna,
dana, dhrtih, ksama, itulah perinciannya sebanyak dua belas; dharma dari
Satyalah sumbernya; tapa artinya Carira sang-cosana pensucian jiwa
raga, yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi nafsu; dama
artinya tenang dan sabar, tahu menasehati dirinya sendiri; wimasaritwa
artinya tidak dengki, iri hati; hrih artinya malu, mempunyai rasa malu;
titiksa artinya jangan terlalu gusar(marah); anayusa berarti tidak berbuat
dosa; yajna artinya mempunyai kemauan mengadakan pujaan; dana
artinya memberikan sedekah; dhrti artinya penenangan dan penyucian
pikiran; ksama artinya tahan sabar dan suka mengampuni; itulah brata
sang brahmana.
Sara Samuccaya Sloka 63, menyatakan sebagai berikut:
Inilah perilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan:
arjawa artinya jujur dan terus terang; ancangsya artinya tidak ncangsya;
yaitu tidak mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan kesusahan
orang lain, tidak mementingkan segala sesuatu yang menimbulkan bagi

kesenangan dirinya; dama artinya dapat menasehati diri sendiri, dan


indriyanigraha yaitu mengekang hawa nafsu; keempat perilaku itulah yang
harus dibiasakan oleh sang catur warna; demikian sabda bhatara Manu.
Sara Samuccaya Sloka 259, menyatakan sebagai berikut:
Inilah brata yang disebut yama, perinciannya demikian:
ancangsya, yaitu harimbawa, tidak mementingkan diri sendiri saja; ksama,
tahan akan panas dan dingin; satya yaitu tidak berkata bohong(berdusta);
ahingsa yaitu berbuat selamat atau bahagianya sekalian makhluk; dama
yaitu sabar serta dapat menasehati dirinya sendiri; arjawa yaitu tulus hati
dan berterus terang; pritti yaitu sangat welas asih; prasada yaitu
kejernihan hati; madhurya yaitu manisnya pandangan (muka manis) dan
manisnya perkataan (perkataan yang lembut); mardhawa yaitu kelembutan
hati.
Sara Samuccaya Sloka 260, menyatakan sebagai berikut:
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama, perinciannya ;
dana, ijya, tapa, dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, mona, snana
itulah yang merupakan niyama; dana yaitu

pemberian makanan,

minuman, dan lain-lain; ijya yaitu pujaan kepada dewa, kepada leluhur
dan lain-lain sejenis itu; tapa yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, badan
yang seluruhnya kurus-kering, layu, berbaring di atas tanah, di atas air,
dan di atas alas-alas sejenis itu; dhyana yaitu tepekur, merenungkan
Dewa Ciwa; swadhyaya yaitu mempelajarai Weda; upasthanigraha yaitu
pengekangan upastha, singkatnya pengendalian nafsu seks; brata yaitu
puasa, pengekangan nafsu terhadap makanan/minuman; mona yaitu
wacangyama, berarti menahan, tidak mengucapkan kata-kata, sama sekali
tidak bersuara; snana yaitu trisandhya sewana, mengikuti Trisandhya,
mandi membersihkan diri pada waktu pagi, tengah hari dan petang hari.
Selain itu, terdapat pula beberapa pedoman etika dalam Agama
Hindu untuk menuju manusia yang ideal (Manava-Madhava). Salah satunya
adalah Tri Kaya Parisuda yang berasal dari kata tri artinya tiga, kaya berarti

tingkah laku dan parisuda mulia atau bersih. Tri Kaya Parisuda dengan
demikian berarti tiga tingkah laku yang mulia (baik).
Adapun tiga tingkah laku yang baik termaksud adalah:
a. Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan
manacika apabila ia:
1. Tan egin tan adengkia ri drywaning len. Artinya, tidak
menginginkan sesuatu milik orang lain.
2. Tan kroda ring sarwa satwa. Artinya, tidak berpikir buruk terhadap
semua makhluk
3. Manituhwa ri hananing karma phala. Artinya, yakin dan percaya
terhadap hukum karma.
b. Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dinyatakan
sebagai wacika, apabila ia:

Tan ujar ahala. Artinya, tidak mencaci maki orang lain.

Tan ujar apungas. Artinya, tidak berkata-kata yang kasar.

Tan misuna. Artinya, tidak memfitnah atau mengadu domba

Tan nitya. Artinya, tidak berbohong/ingkar janji.

Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan


kayika, apabila ia:
1

Tan amati-mati. Artinya, tidak menyiksa, menyakiti atau


membunuh.

Tan angakal-akal. Artinya, tidak berbuat curang, mencuri atau


merampok.

Tan paradara. Artinya, tidak berzina atau memperkosa.

2.4 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan


Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-Hari
2.4.1

Kebenaran
Sabda suci weda mengatakan bahwa kebenaran/kejujuran
(satyam) merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang
senantiasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat, sejahtera,
terhindar dari bencana, memperoleh kebijaksanaan dan kemuliaaan.
Kebenaran/kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang
10

memiliki keyakinan (Sraddha). Dengan keyakinan seseorang akan mantap


bertindak dijalan yang benar menuju kebenaran.
Atharva Veda XIV.1.1
Kebenaran, kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit.
Hukum-hukum alam menyangga matahari. Tuhan Yang Maha Esa,
meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi bumi (atmosfer).
Sara Samuccaya Sloka 128
Tak berjauhan bisa (racun) itu dengan amrta: disinilah di badan
sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan
senang hatinya kepada Adharma, bisa atau racun didapat olehnya;
sebaliknya kokoh berpegang kepada kebenaran, tidak goyah hatinya
bersandar kepada Dharma, maka amrtalah diperolehnya.
Sara Samuccaya Sloka 41.42
Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan
oleh perbuatan, perkataan, dan pikiran yang tidak menyenangkan
dirimu sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit
hati, jangan tidak mengukur baju dibadan sendiri, perilaku anda yang
demikian itulah Dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma,
jangan hendaknya dilakukan.
Bahwa segala perilaku orang bijaksana, orang yang jujur, orang
satya wacana, pun orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya
dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala
lasksana beliau, laksana beliau itulah patut dituruti, jika telah dapat
menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma.
2.4.2

Kebajikan
Dalam ajaran Hindu kata Dharma mempunyai arti yang luas,
antara lain: kebenaran, bebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur dan
sebagainya.
Dalam Rgveda VII.32.8
Prnan itprnate mayah
Artinya:

11

Tuhan Yang Maha Esa yang pemurah memberkahi orang yang penuh
kebajikan
Sara Samuccaya Sloka 12.13
Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya
Dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersangsikan lagi,
pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak akan ada
artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari
Dharma.
Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang
yang bijak yang melaksanakan Dharma, dipuji dan disanjung
olehnya, karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau
tidak menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi
cinta wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena
adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan
dan hawa nafsu itu.
2.4.3

Kasih Sayang (Cinta Kasih)


Dalam agama Hindu konsep tentang Cinta kasih dan Kasih
sayang dijelaskan sebagai berikut:
a. Cinta Kasih.
Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan kata Snih
yang artinya cinta bukan harus dimiliki melainkan apa yang sudah ada
patut dipelihara. Sedangkan menurut cendikiawan Hindu abad ke 19
yaitu Svami Vivekanandha menyebutkan bahwa Cinta Kasih adalah
daya penggerak, karena cinta kasih selalu menempatkan dirinya
sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan penuh kesadaran
cinta dan kasih kepada Tuhan maka kebenaran yaitu kemahakuasaan
Tuhan akan datang karena daya penggerak atau cinta kasih-Nya. Jadi
dari uraian tersebut maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah
perasaan rindu, sayang yang patut dibina dengan penuh kesadaran
tanpa keterikatan.
Dalam Bhagavad Gita XII.13, disebutkan tentang orang yang
telah memahami dan mengaplikasikan cinta kasih:
12

Advesta sarva-bhutanam, Maitrah karuna eva ca


Nirmamo niraham karah, Sama dukha-sukhah ksami
Artinya
Dia yang tidak membenci segala makhluk, Bersahabat dan cinta kasih
Bebas dari keakuan dan keangkuhan, Sama dalam duka dan suka,
pemberi maaf.
b. Kasih sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan
diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan. Ada lima aspek
kepribadian manusia yaitu:
1) Intelek atau kecerdasan, memungkinkan manusia menganalisa dan
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang palsu dan mana yang sejati.
2) Fisik, semua mahluk terbentuk dari unsur fisik yang sama. Fisik
sebagai aspek kepribadian yang dimaksud di sini adalah
pengembangan kebiasaan memimpin dan mengendalikan hasrat.
3) Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan panca indera
secara benar. Emosi hendaknya dipahami dan dikendalikan agar
menjadi alat yang berguna bagi kesejahteraan hidup individu dan
masyarakat.
4) Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia yang paling
sulit dilukiskan, karena merupakan kualitas diri kita yang menjadi
sumber kasih.
5) Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati kesatuan yang
mendasar dan kemanunggalan segala ciptaan.
2.4.4

Kedamaian dan Tanpa Kekerasan


Kedamaian atau ketentraman batin adalah dambaan setiap
makhluk. Kedamaian yang sejati sumbernya adalah bersatunya atman,
sumber hidup setiap makhluk dengan Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Pada doa puja Trisandhya, bait ke-5 mantra ke-2 menyatakan Sarvaprani
Hitangkarah yang artinya semoga semua makhluk sejahtera. Doa ini
merupakan doa yang universal, tidak hanya untuk manusia tetapi semua

13

makhluk ciptaan-Nya. Berikut kutipan dalam pustaka suci mengenai


kedamaian dan tanpa kekerasan.
Atharva Veda: XIX.9.1
Semoga langit penuh kedamaian. Semoga bumi bebas dari gangguangangguan. Semoga suasana lapisan udara yang meliputi bumi
(atmosfir) yang luas menjadi tenang. Semoga perairan yang mengalir
menyejukkan dan semoga semua tanaman dan tumbuhan menjadi
bermanfaat untuk kami.
Yayur Veda: XXXVI.17
Semoga ada kedamaian di langit, di udara yang meliputi bumi
(atmosfir) dan atas bumi, semoga air, tumbuh-tumbuhan dan tanamtanaman menjadi sumber kedamaian untuk semuanya. Semoga semua
para dewa dan TuhanYang Maha Esa menganugrahkan kedamaian
kepada kami. Semoga terdapat kedamaian (ketentraman) dimanamana. Semoga kedamaian itu datang kepada kami.
Atharva Veda: XIX.9.2
Santam bhutam ca bhavyam ca,
Sarvam eva sam astu nah.
Artinya:
Semoga masa lalu, masa kini, dan masa akan datang penuh kedamaian
dan amat ramah kepada kami.
2.4.5

Implikasi Etika dan Moralitas dalam Kehidupan Sehari-hari


Salah satu Dharma kita yang sangat mulia adalah hormat kepada
ibu dan bapak. Demikian pula kepada ibu dan bapak guru di sekolah. Ibu
dan bapaklah yang menyebabkan kita ada, yang merawat dan membiayai
hidup kita sejak kecil. Betapa besarnya pengorbanannya kepada anak tak
dapat dihitung dan dibayar. Tiada kasih yang dapat menyamai kasih ibu.
Lalu apakah yang kita pakai untuk membalas jasa ibu? Hanya bakti kita
mempersenang mereka, dan ibu akan memberkati kita. Demikian pula
hormat kepada bapak dan ibu guru di sekolah (Sura, G., 1991).

14

Jasa orang tua tidak dapat dibalas dengan harta yang


melimpah yang diberikan seorang anak. Banyak hal yang dapat kita
lakukan sebagai seorang anak yang dapat menunjukkan bakti kita kepada
orang tua selain dengan harta. Orang tua yang memiliki anak yang
sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi bebannya tidaklah ringan.
Orang tua bekerja keras agar dapat membiayai semua kebutuhan
anaknya, baik itu untuk biaya makan, sewa kos, biaya fotocopy buku,
pulsa, bensin, dan lain-lain. Sebagai mahasiswa, kita bisa membuat
mereka bangga dengan cara belajar yang rajin, menggunakan uang yang
diberikan orang tua dengan tepat sasaran, berusaha sebisa mungkin
mendapatkan nilai maksimal dalam ujian, dan bisa wisuda tepat waktu.
Dengan nilai dan prestasi yang bagus, sudah membuat orang tua bangga
dan tidak menyesal menyekolahkan kita.
2.4.6 Ethika dalam Mahabharata
Mahabharata adalah salah satu kitab Itihasa. Mahabharata
mengajarkan agar orang menaruh kasih sayang, rasa bersahabat, simpati
dan beritikad baik terhadap semua makhluk. Ini semuanya akan
mengantarkan orang kepada kedamaian, dan dengan kedamaian orang
akan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup, kebahagiaan hidup,
kebahagiaan hidup sehat lahir batin. Seperti kutipan dalam kitab
Mahabharata (dalam Sura, G., 1991).
Yadanyesain hitam nasyat atmanah karma purusam
Srapatrapeta va yena na tat kuryat katamcana
Artinya :
Perbuatan

yang

tidak

mengantarkan

orang

kepada

kerahayuan, atau membawa malu kepada kita, janganlah itu dilakukan


kepada siapapun.
Implementasi: Berpacaran tidaklah dilarang, namun bagi orang yang
memiliki pacar, kasihilah dan sayangilah pacar sebagaimana mestinya,
dengan selalu menujukkan rasa bersahabat, simpati, dan itikad baik.
Sekarang ini sering kita temukan kasus remaja yang hamil di luar nikah
karena melakukan sex bebas, padahal remaja tersebut telah mengetahui

15

bahwa sex bebas itu adalah perbuatan yang tidak mengantarkan orang
pada kerahayuan, bahkan dampaknya bisa membawa malu kita dan
keluarga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah, disinilah peran
seorang pacar sangat diperlukan. Seorang pacar hendaknya dapat
mengendalikan dirinya sendiri bahkan kalau bisa mengendalikan nafsu
pasangannya agar hal-hal demikian tidak terjadi.

16

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ,
etika merupakan sebuah kajian tentang moralitas (the study of morality).
Sehingga etika merupakan pengetahuan tentang kesusilaan yang berbentuk
perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengandung suatu nilai serta
menjadi pedoman dalam tingkah laku seseorang . Setiap perbuatan itu
berdasarkan atas kehendak atau buddhi seseorang. Sehingga manusia
dihadapkan pada dua pilihan yaitu baik dan buruk.
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua
suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Etika atau susila hendaknya selaras dengan
kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila.
Sehingga tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk dapat
menyelaraskan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, hubungan harmonis antar manusia dan peraturan tingkah laku antara
manusia dengan lingkungan. Tata susila perlu didirikan di atas dasar yang
kuat. Dasar yang kuat itu adalah ajaran-ajaran agama.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadikan diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang
berperikemanusiaan, berbudhi pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava
Madhava (Dharmika), berdasarkan ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda,
Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sara Samuccaya, Slokantara dan yang
lainnya. Kecenderungan sifat Daivi Sampat dan Asuri Sampat ada pada diri
semua orang dengan kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri

17

seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma).
Saramuscaya menyebutkan bahwa hanya manusialah yang dapat mengenal
perbuatan yang salah dan benar, ataupun baik dan buruk. Hanya manusialah
yang dapat menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, karena manusia
diberikan kemampuan yang lebih dari makhluk hidup lainnya yaitu berupa
idep (pikiran).
Ajaran etika hendak diimplementasikan dengan kebenaran,
kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan
bersama sehari-hari. Komponen-komponen tersebut akan membentuk suatu
keharmonisan yang mendasari kerukunan hidup menuju manusia yang
manava madhava sehingga segala apapun halangan serta rintangan yang
dihadapi, akan bisa dilewati dengan baik. Implementasi ajaran etika juga
terdapat dalam kisah mahabaratha yang sudah tak asing lagi untuk umat
Hindu. Nilai-nilai etika banyak tersurat dan tersirat dalam cerita tersebut yang
menggugah hati manusia untuk selalu berpegang teguh kepada ajaran dharma.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, seseorang hendaknya
selalu bertindak dengan berpegangan teguh pada ajaran agamanya,
memahami serta mengerti segala sesuatu yang dilarang maupun yang patut
dilaksanakan sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
yang akan mewujudkan kehidupan yang harmonis antara semua makhluk
ciptaan Tuhan.

18

Anda mungkin juga menyukai