Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, kita sebagai umat manusia
tentunya tidak terlepas dari berbagai masalah yang datang silih berganti.
Ditambah

dengan

perkembangan

globalisasi

yang

sangat

pesat,

mengakibatkan berbagai pengaruh dapat dengan mudah masuk dalam


kehidupan umat manusia, sehingga masalah yang dihadapi oleh umat manusia
semakin kompleks. Selain itu, sebagai umat beragama khususnya umat Hindu,
ketika dilhirkan ke dunia ia telah membawa sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat
keduniawian tersebut diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya, namun sifat-sifat tersebut dapat membuat seseorang melakukan
perbuatan yang menyimpang dari jalan dharma.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan

tersebut

dan

untuk

menghindarkan diri dari perbuatan adharma, meningkatkan iman dan takwa


merupakan salah satu caranya. Dalam hal ini, Agama memiliki peranan yang
sangat penting dalam meningkakan hal tersebut. Dengan mempelajari Agama
kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Agama dapat dijadikan sebagai
pedoman hidup sehingga tercipta kehidupan yang bermakna, rukun, dan
bermartabat. Pendidikan Agama diberikan baik pada jenjang Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, maupun pada
Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk membantu peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
memiliki akhlak yang mulia. Akhlak mulia tersebut mencakup bidang etika,
moral, dan budi pekerti.
Dalam konsep ajaran Agama Hindu terdapat dari tiga kerangka dasar
Agama Hindu. Tiga kerangka dasar Agama Hindu tersebut terdiri dari tattwa,
susila, dan upacara. Ketiganya adalah satu kesatuan integral yang tak
terpisahkan serta mendasari tindak keagamaan umat Hindu. Tattwa adalah
aspek pengetahuan agama atau ajaran-ajaran agama yang harus dimengerti dan
dipahami

oleh

masyarakat

terhadap

aktivitas

keagamaan

yang

dilaksanakan. Susila adalah aspek pembentukan sikap keagamaan yang

menuju pada sikap dan perilaku yang baik sehingga manusia memiliki
kebajikan dan kebijaksanaan (wiweka jnana). Sementara itu upacara adalah
tata

cara

pelaksanaan

ajaran

agama

yang

diwujudkan

dalam

tradisi upacara sebagai wujud simbolis komunikasi manusia dengan Tuhan


Yang Maha Esa. Jadi, tattwa merupakan inti dari ajaran Agama, sedangkan
susila merupakan pelaksanan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep susila terkait dengan pengendalian diri dalam bersikap. Agar
dapat mengendalikan diri dalam bersikap, diperlukan tuntunan yang disebut
dengan etika atau Dharmasastra. Dharmasastra berasal dari dua kata yaitu
dharma dan sastra. Dharma berarti tuntunan atau bimbingan dan sastra artinya
ajaran atau ilmu pengetahuan. Jadi Dharmasastra atau etika dapat diartikan
sebagai pedoman atau ajaran yang menuntun manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanpa adanya pedoman yang menuntun, dapat dimungkinkan
terjadinya kekacauan yang timbul dalam kehidupan bersama.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
makalah yang berjudul Etika sebagai pedoman dasar dalam menjalani
kehidupan beragama khususnya Agama Hindu, sehingga diharapkan dapat
meminimalkan kemerosotan etika (moral) umat manusia di zaman globalisasi
ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah diatas, adapun rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
a) Apakah makna dari etika atau moralitas ?
b) Bagaimanakah etika dalam Agama Hindu ?
c) Bagaimanakah misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal
(manava madhava) ?
d) Bagaimanakah implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang (cinta
kasih), kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama seharihari ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a) Dapat menjelaskan makna dari etika atau moralitas.
b) Dapat menjelaskan etika dalam Agama Hindu.
c) Dapat menjelaskan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal
(manava madhava).

d) Dapat menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang


(cinta kasih), kedamaian, dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama
sehari-hari.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penyusunan makalah ini adalah :
a) Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini dapat menambah pengalaman penyusun dalam
menyusun makalah, serta dapat memperoleh pengetahuan tentang etika.
Selain itu, pembuatan makalah yang akan dipresentasikan ini dapat
meningkatkan mental berbicara dan kepercayaan diri didepan umum
b) Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai etika, yang
nantinya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama, khususnya
Agama Hindu, sehingga dapat meminimalkan kemerosotan etika (moral)
umat manusia di zaman globalisasi ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Etika atau Moralitas
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata
'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah
yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles
dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika mempunyai tiga arti,


antara lain :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, serta hak dan kewajiban
moral (akhlak).
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai yang membahas mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu
golongan masyarakat.
Agar kita memperoleh gambaran serta makna dari etika yang
mempunyai implementasi arti sebagai ilmu, adat kebiasaan, filsafat moral,
dan sistem nilai, lebih jelasnya dapat kita lihat penjelasan berikut :
1. Etika adalah sebuah tindakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola
perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.
2. Etika merupakan suatu ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana seharusnya manusia hidup dalam masyarakat dan mengenai apa
yang baik dan apa yang buruk.
Kata moral berasal dari Bahasa Latin mos (jamak : mores) yang berarti
: kebiasaan, adat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mores
digunakan dalam arti yang sama dengan kata etika. Menurut Suseno (1987:
19), kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai
manusia, jadi bukan baik buruknya begitu saja sebagai profesi tertentu.
Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya
sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan
benar salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya
sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Dari penjelasan diatas banyak sekali kita mendapatkan makna tentang
etika dan moral, baik secara bahasa maupun secara istilah dan definisi. Pada
intinya etika atau moralitas merupakan tatanan pergaulan yang melandasi
tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang harus bersikap, berprilaku,
serta bertanggung jawab, untuk dapat mencapai hubungan yang harmonis
dalam kehidupan bersama maupun dalam kehidupan beragama.
Kita telah ketahui bersama bahwa etika atau moralitas merupakan
tatanan yang melandasi tingkah laku manusia, oleh karena itu etika

mempunyai banyak peranan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peranan


etika atau moralitas dalam kehidupan bersama yaitu sebagai petunjuk dan
sebagai suatu norma. Sebagai petunjuk, etika memberikan arahan suatu
perbuatan apakah itu perbuatan baik atau buruk, sehingga apakah perbuatan
itu boleh dilakukan atau tidak. Sebagai suatu norma, etika menjadi patokan
tentang suatu perbuatan yang dilarang, sehingga masyarakat tentu harus
mengikuti norma-norma yang berlaku tersebut. Tujuannya adalah agar
masyarakat dapat hidup dengan tertib, teratur, aman dan tentram demi
tercapainya kehidupan yang sejahtera, bahagia, dan memperoleh ketenangan
hidup bersama.
Seperti halnya dengan peranan, etika juga mempunyai manfaat bagi
manusia secara individu maupun kelompok. Manfaat etika antara lain :
1. Etika dapat mendorong seseorang untuk bersikap kritis dan rasional.
2. Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya
sendiri akan tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan.
3. Etika dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi
masyarakat yang tertib, teratur, damai dengan cara menaati norma-norma
yang telah ditetapkan.
Selain memiliki peranan dan manfaat, etika atau moralitas

juga

memiliki beberapa fungsi yang perlu diperhatikan oleh setiap masyarakat agar
tercipta kehidupan yang bermakna, rukun, dan bermartabat. Adapun fungsi
etika dalam kehidupan sosial yaitu sebagai pembimbing tingkah laku manusia
dalam mengelola kehidupan. Sedangkan dalam dunia pendidikan, fungsi etika
atau moralitas yaitu sebagai pembentuk karakter siswa agar menjadi orang
yang berbudi pekerti dan berkarakter.
Sebagai umat manusia, makna etika atau moralitas penting untuk
dicermati dengan seksama, baik dari segi pengertian, peranan, manfaat,
maupun fungsinya. Jika setiap umat manusia telah memaknai hal tersebut
dengan baik, pastinya akan dapat tercipta kehidupan bersama maupun
kehidupan beragama yang bermakna, rukun, dan bermartabat.
2.2 Etika dalam Agama Hindu

Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat kuat,


hal ini dijadikan sebagai pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan
kewajiban beragamanya sehari-hari. Semua ajaran tentang kerangka dasar ini
bersumber dari Kitab Suci Weda dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya.
Adapun kerangka dasar agama Hindu tersebut ialah Tattwa (Filsafat Agama
Hindu), Susila (Etika Agama Hindu), dan Upacara (Ritual Agama Hindu).
Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana
ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur
kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci
yaitu berupa upacara atau ritual.
Susila (Etika Agama Hindu) berasal dari dua suku kata, yaitu su yang
berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia.
Di dalam Kitab Wrehaspati Tattwa, 26 dinyatakan mengenai arti dari kata sila
dalam kalimat : Sila ngaranya mangrakascara rahayu. Jadi, kata susila
mengandung pengertian tingkah laku atau perbuatan manusia yang baik.
Susila atau etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia,
mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan,
sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai
dalam kehidupan beragama. Konsep dasar dari tata susila adalah sasana
manut linggih dan linggih manut sasana. Sehingga tata susila atau etika
hendaknya selaras dengan kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai
tertentu dari tata susila. Sehinggga tata susila merupakan tingkah laku yang
baik untuk dapat menyelaraskan hubugan antara manusia dengan Ida Shang
Hyang Widhi Wasa , hubungan harmonis antar umat manusia, dan peraturan
tingkah laku antara manusia dengan lingkungan.
Adapun tujuan etika dalam Agama Hindu, yaitu :
1. Untuk membina agar umat Hindu dapat memelihara hubungan baik, hidup
rukun dan harmonis di dalam keluarga maupun masyarakat.
2. Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah laku yang
baik, kepada setiap orang tanpa pandang bulu.

3. Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang baik dan
berbudi luhur.
4. Untuk menghindarkan adanya hukum rimba di masyarakat, dimana yang
kuat selalu menindas yang lemah.
Dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan umat Hindu menjadi
manusia yang berbudi luhur, cinta kedamaian, dan hidup rukun dalam
kehidupan beragama.
2.3 Misi untuk Memperbaiki Diri Menuju Manusia Ideal (Manava Madhava)

Dalam Agama Hindu, ia yang lahir kedunia telah dibekali dengan


sifat-sifat keduniawian. Sifat-sifat keduniawian tersebut diperlukan untuk
mempertahankan kehidupannya di dunia, namun dalam menjalankan hal-hal
keduniawian tersebut, setiap manusia harus bertindak sesuai dengan
batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Perlu disadari
bahwa dalam menjalankan hal-hal keduniawian tersebut, setiap umat Hindu
tentunya takkan bisa terlepas dari faktor-faktor yang dapat membuat
seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah pada perbuatan
dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),
keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan
egoisme (ahankara). Untuk menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan
tersebut, maka kita perlu untuk meningkatkan iman dan takwa serta perlu
untuk menata diri menuju manusia ideal Dharmika (Manava Madhava).
Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah
satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta
masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi manusia yang
berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatan-perbuatan adharma. Untuk
dapat memperbaiki diri menuju manusia ideal maka diperlukan pemahaman
dan pengimplementasian dari ajaran Etika (Tata Susila). Ajaran etika di dalam
Weda mencakup bidang yang sangat luas meliputi antara lain : kebenaran,
kebajikan, kasih sayang (cinta kasih), tanpa kekerasan, ketekunan, kemurahan
hati, percaya diri, membangun hubungan yang serasi, mementingkan

persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyuran, moralitas, wiweka,


persahabatan, dll.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk
menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudi pekerti luhur, manusia
Dharmika berdasarkan ajaran Agama Hindu termuat dalam kitab

Weda,

Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sarasamuccaya, Slokantara, dan yang


lainnya.
Dalam Kitab Sarasamuccaya sloka 2-3-4, dijelaskan mengenai
keagungan menjadi seorang manusia. Pada sloka 4 disebutkan bahwa :
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya
demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan
mati terulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya
dapat menjelma sebagai manusia.
Bhagavad Gita Bab XVI yang berjudul Daivasura Sampad Vibhaga
Yoga juga membahas tentang hakikat tingkah laku manusia yang dikenal
sebagai perbuatan baik dan buruk. Dalam Bab XVI ini Sri Krsna
menggambarkan sifat-sifat kedewaan yang disebut Daiwi Sampat dan sifatsifat keraksasaan yang disebut Asuri Sampat. Salah satu slokanya yaitu pada
sloka 11 : Keinginan yang tak habis-habisnya, yang hanya berakhir pada
kematian, dengan menganggap kepuasan nafsu keinginan sebagai tujuan
utama, dengan keyakinan bahwa itulah semuanya . Sifat Daiwi Sampat dan
Asuri Sampat itu ada pada diri manusia dalam porsi yang berbeda-beda.
Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat baik (subha karma) dan sifat
buruk (asubha karma). Seperti yang disebutkan dalam Saramuccaya sloka 2,
bahwa diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi
manusia sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk,
karena manusia diberikan kelebihan berupa pikiran (idep). Selain itu, terdapat
pula garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari Bhagavad Gita. Tuntunan
tersebut merupakan amanat dari Sri Krsna, agar kita dapat menjadi manusia
Manava Madhava (Dharmika). Salah satu tuntunan yang kita dapat dari
amanat Sri Krisna yaitu Gerbang menuju neraka ini yang menghantar pada
kemanusiaan sang rokh ada tiga

jenis yaitu : nafsu, kemarahan, dan

ketamakan. Oleh karena itu seseorang harus melepaskan ketiganya ini (21).
Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang dapat kita petik dari amanat Sri
Krsna dalam Bahagavad Gita.
Banyak lagi kitab-kitab ajaran Hindu yang mengajarkan etika
(moralitas) serta pengendalian diri bagi manusia, diantaranya Sara Samuccaya
S. 57, Sara Samuccaya S. 63 yang memuat Catur Prawerti yang terdiri atas
Arjawa (kejujuran), Ancangsya (tidak mementingkan diri sendiri), Dama
(dapat menasehati dirinya sendiri, dan Indriyanigraha (mengekang hawa
nafsu), Sarasamuccaya sloka 259, dan Sarasamuccaya sloka 260.
Selain itu, terdapat pula pedoman etika dalam Agama Hindu untuk
menjadi manusia yang ideal (Manava Madhava). Diantaranya, Tri Kaya
Parisudha, Catur Paramita, Dasa Dharma, Dasa Niyama Brata, Panca Niyama
Brata, Dasa Yama Brata, dan Panca Yama Brata. Tri Kaya Parisudha yaitu tiga
perbuatan yang disucikan. Tri Kaya Parisudha terdiri dari Manacika (berpikir
yang baik dan suci), Wacika (berkata yang baik dan benar), dan Kayika
(berbuat yang baik dan jujur). Ketiga hal tersebut perlu untuk disucikan agar
kita menjadi manusia yang beretika dan berbudi pekerti luhur, agar tercipta
kehidupan beragama yang harmonis.
2.4 Implementasi Kebenaran, Kebajikan, Kasih Sayang, Kedamaian dan
Tanpa Kekerasan dalam Kehidupan Bersama Sehari-hari
Setelah mempelajari ajaran etika (moralitas) dalam Agama Hindu, kita
sebagai umat Hindu mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan
ajaran-ajaran serta pedoman-pedoman etika yang ada dalam Kitab Suci Hindu
tersebut. Berikut ini akan diungkapkan petikan inti sari ajaran yang penting
kita jadikan perilaku kita sehari-hari dimasyarakat diantara sesama manusia
dan contoh pengimplementasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.4.1 Implementasi Kebenaran
Sabda suci weda menyatakan bahwa kebenaran/kejujuran
(Satyam),

merupakan

Menjalankan

setiap

prinsip
perbuatan

dasar
dengan

hidup

dan

kehidupan.

berlandaskan

dharma

(kebenaran). Sebelum berbuat kita harus berfikir terlebih dahulu


apakah perbuatan itu benar atau salah (wiweka). Ini berkaitan dengan

konsep Tri Kaya Parisudha, dimana pikiran, perkataan, dan perbuatan


harus disucikan (harus berlandaskan dharma). Jika seseorang
senantiayasa mengikuti kebenaran maka hidupnya akan selamat,
sejahtera dan terhindar dari berbagai macam masalah, memperoleh
kebijaksanaan

dan

kemuliaan.

Kebenaran/kejujuran

dapat

dilaksanakan dengan mudah, jika melakukannya dengan memiliki


keyakinan (Sraddha).
Atharva Veda XIV.1.1
Kebenaran, Kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit.
Hukum-hukum alam menyangga matahari. Tuhan Yang Maha Esa,
meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi bumi (atmosfir).
Sara Samusccaya Sloka 128
Tak pernah bisa (racun) itu dengan amat: disinilah di badan
sendirilah tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang
hatinya kepada adharma, bisa atau racun didapat olehnya. Sebaliknya
kokoh berpegangan kepada kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar
kepada Dharma, maka amatlah diperolehnya.
Sara Samuccaya Sloka 41
Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh
perbuatan, perkataan dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu
sendiri, malahan menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati,
jangan tidak mengukur baju di badan sendiri, perilaku anda yang
demikian itulah dharma namanya: penyelewengan ajaran dharma,
jangan hendaknya dilakukan.
Sara Samuccaya Sloka 42
Bahwa segala perilaku orang yang bijaksana, orang yang jujur, orang
satyam wacana, pun orang yang dapat mengalahkan bahwa nafsunya
dan tulus ikhlas lahir bathin, pasti berlandaskan dharma segala laksana
beliau, laksana beliau itulah yang patut dituruti, jika telah dapat
menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma

10

Adapun contoh pengimplementasian (penerapan) kebenaran dalam


kehidupan sehari-hari, yaitu :
1. Seorang pejabat negara haruslah memiliki kejujuran dan kebenaran
dalam menjalankan setiap tugas kenegaraan yang telah dibebankan
kepadanya. Ia yang tidak memiliki kejujuran dan tidak berpegang
teguh pada prinsip kebenaran (Dharma), imannya akan cepat sekali
tergoyahkan oleh uang maupun kekuasaan. Dari ketamakannya
tersebut awalnya memang yang ia rasakan adalah kebahagiaan dan
kepuasan, namun dibelakang kesedihan dan kesengsaraan telah
menunggunya. Ketika waktu itu telah tiba, maka ia akan ditangkap
oleh KPK dan merasakan hukuman di balik jeruji besi. Ia tak bisa
lagi menghirup udara luar yang bebas dan kebahagiaan bersama
keluarga maupun orang-orang terdekat. Inilah hasil dari perbuatan
yang menyeleweng dari dharma, pastilah kesesngsaraan akan
menantinya.
2. Sebagai seorang hakim dalam menentukan keputusan haruslah
berpegang teguh pada prinsip kejujuran/kebenaran serta tidak
boleh memihak. Entah yang bermasalah itu orang besar maupun
orang kecil dalam penentuan keputusannya hakim harus melihat
dari jenis kasusnya, bukan dari kedudukannya. Bukan karena ia
orang yang berkuasa ia bisa mendapat hukuman yang lebih ringan
dari seharusnya, dan baru ia masyarakat biasa yang melakukan
kasus lebih ringan dari korupsi malah mendapatkan hukuman yang
lebih berat. Contohnya para pejabat yang melakukan kasus korupsi
bisa mendapatkan hukuman yang lebih ringan dari seharusnya,
selain itu kita juga ketahui bersama dari media bahwa walaupun
mereka sudah mendapatkan hukuman namun mereka masih bisa
menghirup udara luar bahkan sampai berlibur. Kasus ini sangat
bertolak belakang dengan kasus seorang nenek yang hanya
mencuri sandal bisa mendapatkan hukuman yang yang lebih berat
dari koruptor tersebut. Dari kasus ini kita lihat bahwa hakim
terkesan tidak adil dalam memberikan hukuman, mereka yang
berduit terkesan dapat membeli hukum itu sendiri. Padahal
11

seharusnya dalam menjalankan tugas menentukan hukuman


tersebut ia harus berpegang teguh pada prinsip kejujuran dan
kebenaran, ia tidak boleh menerima suap atau hal apapun itu yang
dapat membuat ketidakadilan tersebut.
3. Sebagai seorang anak kita harus jujur kepada orang tua dalam
segala hal, jangan pernah berbohong kepada orang tua, karena itu
akan membawa kita pada kesengsaraan atau duka yang merugikan
diri kita sendiri. Contoh kasusnya dalam kehidupan sehari-hari
yaitu, misalkan Anton adalah anak dari keluarga yang tidak
mampu. Ia meminta uang kepada orang tuanya dan mengatakan
bahwa uang tersebut akan digunakan untuk membayar les
(bimbingan belajar). Walaupun orang tuanya tidak mampu, namun
mereka berusaha keras untuk mendapatkan uang agar anaknya bisa
membayar les, orang tuanya tersebut merasa sangat senang karena
anaknya

rajin belajar. Tetapi kenyataannya

uang tersebut

digunakannya untuk hal yang tidak-tidak. Ia menggunakan uang


tersebut untuk membeli narkoba. Ia telah membohongi orang
tuanya yang telah berusaha keras demi pendidikannya. Seringkali
ia sampai memarahi orang tuanya karena ia tidak diberikan uang.
Buah dari ketidakjujuran ini akan menghasilkan kesengsaraan
untuk dirinya sendiri. Ia akan kecanduan narkoba sehingga ia sakit
dan tidak dapat melaksanakan kegiatan seperti orang-orang yang
lainnya. Ia juga telah membuat kecewa orang tuanya karena
perbuatannya tersebut. Pastilah timbul penyesalan dan kedukaan
yang mendalam, mulai dari kedukaan karena sakit yang dideritanya
dan penyesalan karena telah mengecewakan orang tuanya. Inilah
buah dari perbuatan yang menyeleweng dari dharma (kebenaran),
kedukaan akan menghampirinya.
2.4.2 Implementasi Kebajikan
Dalam ajaran Hindu, kata Dharma mempunyai arti yang luas,
antara lain : kebenaran, kebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur,
dan lain sebagainya.
12

Dalam kehidupan sehari-hari ini kita harus mendahulukan setiap


kewajiban ataupun perbuatan dengan berlandaskan dharma, tidak
berlandaskan keinginan untuk mengejar hasil berupa artha dan kama.
Kita harus menanamkan dalam diri bahwa dalam hidup ini artha dan
kama tidak perlu dikejar, karena artha dan kama akan datang
sendirinya setelah kita melaksanakan dharma tersebut dengan tulus
ikhlas. Percuma kita memperoleh artha dan kama tetapi dengan jalan
yang tidak berlandaskan dharma. Satu hal yang perlu kita ingat bahwa
dharma merupakan kewajiban.
Dalam RgVeda VII.32.8
Tuhan Yang Maha Esa yang murah memberkahi orang yang
penuh kebajikan
Sara Samuccaya Sloka 12.13.
Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya
dharma hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersanksikan lagi, pasti
akan diperoleh artha dan kama itu nanti; tidak aka ada artinya, jika
artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma.
Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang
yang bajik yang melaksanakan dharma, dipuji dan disanjung olehnya,
karena ia telah berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak
menjunjung orang yang kaya dan orang yang selalu birahi cinta
wanita, sebab orang itu tidak sungguh berbahagia, karena adanya
pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh kekayaan dan hawa
nafsu.
Adapun

pengimplementasian

(penerapan)

kebajikan

dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu :


1. Sebagai anggota DPR, ia seharusnya mendahulukan tugas dan
kewajibannya sebagai orang yang telah dipercaya oleh rakyat untuk
duduk di kursi pemerintahan agar suara-suara ataupun aspirasi
rmereka dapat terealisasikan. Dalam menjalankan kewajiban
tersebut, ia harus mendasarinya dengan dharma, bukan karena

13

keinginannya untuk memperoleh artha (kekayaan) yang melimpah.


Jika ia telah menjalankan tugasnya dengan berlandaskan dharma,
tentunya

hidupnya

akan

diliputi

dengan

ketenangan

dan

kebahagiaan. Masyarakat akan senang dengan kerjanya, sehingga


untuk periode selanjutnya kemungkinan besar ia akan terpilih
kembali. Sehingga artha akan diperolehnya dengan sendirinya.
Namun jika ia melaksanakan kewajiban tersebut dengan tidak
berlandaskan dharma, ia hanya akan mengejar artha dan kama
tersebut. Jika hal ini sudah terjadi, maka praktik korupsi akan
dijalankan olehnya untuk mendapatkan artha (kekayaan) tersebut.
Di awal ia memang merasakan kepuasan dari artha (kekayaan)
yang diperolehnya , namun ketika ia tertangkap KPK, hidupnya
tidak akan bahagia dan tenang. Inilah hasil dari perbuatan yang
tidak berlandaskan dharma namun berlandaskan pengejaran akan
artha dan kama.
2. Sebagai mahasiswa, apabila mengikuti kepanitiaan dalam suatu
kegiatan, harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab,
keikhlasan dan berlandaskan dharma. Janganlah mengikuti
kepanitiaan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat semata,
yang nantinya berguna untuk kehidupan duniawi saja. Ketika kita
melakukan sesuatu dan hanya memikirkan hasilnya terlebih dahulu,
maka apapun yang kita dapatkan tidak akan berguna bagi
kehidupan kita, karena ketika kita melakukan suatu hal yang paling
penting yaitu proses ketika kita melakukannya, ketika proses sudah
terlaksana dengan baik maka hasilnya pun akan baik dan akan
berguna.
2.4.3 Implementasi Kasih Sayang
Kitab Suci Sara Samuccaya : Sloka 135-136-146.
Oleh karenanya usahakanlah kesejahteraan mutlak, karena
kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjamin tegaknya catur
warga, yaitu: Dharma, Artha, Kama dan Moksa; jika mau mencabut
nyawanya makhluk, betapa itu tidak musnah olehnya; demikianlah
14

orang yang menjaga kesejahteraan makhluk itu, ia itulah yang disebut


menegakkan catur marga, dinamakan abhutahita, jika sesuatunya itu
tidak terjaga atau terlindungi olehNya.
Catatan: Abutahita: Abhu + hita, berarti tidak ada (mempunyai)
kebaikan, kebijaksanaan, tidak menghiraukan kesejahteraan makhluk,
kebalikannya, bhutahita-kesejahteraan makhluk.
Bila orang itu saying akan hidupnya apa sebabnya ia itu ingin
memusnahkan hidup makhluk orang lain, hal itu sekali- kali tidak
memakai ukuran diri sendiri, segala sesuatu yang akan dapat
menyenangkan kepada dirinya.
Dalam ajara Agama Hindu konsep kasih saying dan cinta kasih
akan dijelaskan sebagai berikut:

1.

Cinta Kasih
Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan
kata Snih yang artinya cinta bukan harus dimiliki
melainkan apa yang sudah ada patut dipelihara. Sedangkan
menurut cendikiawan Hindu abad ke19 yaitu Svami
Vivekanandha menyebutkan bahwa Cinta Kasih adalah
daya penggerak, karena cinta kasih selalu menempatkan
dirinya sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan
penuh kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan maka
kebenaran yaitu kemahakuasaan Tuhan akan datang
karena daya penggerak atu cinta kasihnya-Nya. Jadi dari
uraian maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah
perasaan rindu, sayang yang patut dibina dengan penuh
kesadaran tanpa keterikatan.
Dalam Bhagavad gita X II.13, disebutkan tentang
orang yang telah memahami dan mengaplikasikan cita
kasih:
Advesta sarva-bhutanam Maitrah karuna eva ca

15

Nirmamo niraham karah, Sama Dhuka-Shuka


ksami
Artinya : dia yang tidak membenci segala makhluk,
bersahabat dan cinta kasih. Bebas dari keakuan dan
keangkuhan. Sama dalam duka dan suka, pemberi maaf.
2.

Kasih Sayang
Kasih saying adalah perasaan yang lahirr dari cinta kasih
dan diberikan dengan penuh kesadaran tanpa keterikan. Ada
lima aspek kepribadian manusia yaitu:
a. Intelek

atau

kecerdasan,

memungkinkan

manusia

menganalisa dan menentukan apa yang benar dan apa


yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana
ang palsu dan mana yang sejati.
b. Fisik, semua makhluk terbentuk dari fisik yang sama.
Fisik sebagai aspek kepribadian yang dimaksud disini
adalah

pengembangan kebiasaan memimpin dan

mengendalikan hasrat.
c. Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan
panca indera secara benar. Emosi menggambarkan
penggunaan panca indera secara benar. Emosi hendaknya
dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang
beguna

bagi

kesejahteraan

hidup

individu

dan

masyarakat.
d. Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadan manusia
yang paling sulit dilukiskan, karena merupakan kualiatas
diri kita yang menjadi sumber kasih.
e. Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati
kesatuan yang mendasar dan kemanunggalan segala
ciptaan.

16

Implementasi kasih sayang dan cinta kasih dalam kehidupan


sehari-hari, yaitu :
1. Kasih sayang dan cinta kasih orang tua terhadap anaknya yang
tak pernah lekang oleh waktu. Disaat kapanpun dan dalam
keadaan apapun orang tua akan selalu menyayangi anaknya.
Contoh kasih sayang orang tua tersebut, yaitu : Misalkan Anton
terjerumus narkoba bahkan sampai masuk penjara karena
tertangkap basah oleh polisi menggunakan narkoba tersebut.
Orang tuanya tidak meninggalkan Anton dalam keterperukuan
tersebut, walaupun perbuatan tersebut membuat mereka
kecewa, namun mereka tetap berada di belakang untuk
memberi dukungan dan motivasi agar anaknya dapat menjalani
masa keterpurukan tersebut.
2. Kasih sayang seorang lelaki kepada pacarnya. Seorang lelaki
tersebut benar-benar tahu tentang konsep kasih sayang, ia akan
bersikap dengan menunjukan rasa bersahabat, simpati, itikad
baik, dan tidak mengajak pacarnya untuk melakukan hal yang
diluar dharma. Misalkan Deva berpacaran dengan Devi.
Mereka sudah pacaran cukup lama, mereka sudah saling
mengenal satu sama lain. Suatu ketika, mata kuliah A memberi
tugas kelompok, dimana setiap kelompok terdiri atas dua orang
dan harus berlawanan jenis. Saat itu Deva dan Devi menjadi
satu kelompok. Tugas yang diberikan mengharuskan mereka
lebih menghabiskan waktu bersama. Seperti yang kita ketahui,
bahwa di zaman sekarang banyak sejkali kasus sex bebas yang
dilakukan oleh remaja zaman sekarang. Namun karena mereka
tahu betul tentang arti kasih sayang yang sebenarnya dan
karena mereka berpegang teguh pada etika maka mereka tidak
melakukan hal tersebut.
3. Melakukan gerakan sejuta pohon. Ini menandakan rasa cinta
kasih kepada lingkungan. Lingkungan yang telah rusak karena
banyaknya pohon yang hilang karena pembangunan gedung-

17

gedung membawa dampak yang buruk baik bagi lingkungan itu


sendiri maupun manusia itu sendiri. Menjaga lingkungan agar
tetap lestari dengan melakukan gerakan sejuta pohon
merupakan salah satu wujud cinta kasih kepada lingkungan.
4. Membersihkan lingkungan pura ataupun sanggah juga
merupakan salah satu implementasi dari cinta kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan membersihkan lingkungan pura
tersebut

kita menjaga tempat Beliau agar tetap bersih dan

nyaman, ini merupakan bentuk dari rasa terimakasih kita


kepada Beliau dan sebagai perwujudan cinta kasih kita karena
berkah-Nya.

2.4.4 Implementasi Kedamaian dan Tanpa Kekerasan


(Kedamaian juga mengandung pengertian: tenang, tentram)
Jangan menyakiti hati siapapun, jangan mengganggu, jangan
merugikan orang lain, apalagi mereka yang pernah berjasa. Setiap
umat manusia dianjurkan untuk tidak membunuh binatang, terutama
bagi manfaat untuk kehidupan (berjasa bagi manusia)
Pada doa Puja Trisandya, matram ke-2, mengatakan : Sarvaprani
Hitangkara, (semoga semua makhluk sejahtera), menunjukkan doa
kita yang universal , tidak hanya untuk manusia, tetapi semua
makhluk ciptaanNya.
Hal ini banyak diungkapkan oleh pustaka suci: Weda, ltihasa,
Puruna, dll.
Atharva Veda : XIX9.1.
Semoga langit penuh damai. Semoga bumi bebas dari gangguangangguan. Semoga suasana lapisan udara yang meliputi bumi
(atmosfer) yang luas menjadi tenang. Semoga perairan yang mengalir
menyejukan dan semoga semua tanaman dan tumbuh-tumbuhan
menjadi bermanfaat untuk kami.
Yayur Veda XXXIV.17.

18

Semoga ada kedamaian dilangit, diudara yang meliputi bumi


(atmosfer) diatas bumi, semoga air, tumbuh-tumbuhan dan tanamtanaman menjadi sumber kedamaian untuk semuanya. Semoga semua
para dewa dan Tuhan Yang Maha Esa menganugrahkan kedamaian
kepada kami. Semoga terdapat kedamaian (ketentraman) diman-mana.
Semoga kedamaian itu datang kepada kami.
Atharva Veda XIX.92.
Semoga masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang penuh
kedamian dan amat ramah kepada kami.
Setelah membaca ungkapan-ungkapan dalam pustaka suci weda
maka sebagai umat Hindu kita wajib berusaha lahir batin untuk
menerapkan, melaksanakan sifat luhur seperti : kebenaran, kebajikan,
kedamaian, tanpa kekerasan, seperti yang dijelaskan dalam Daiwi
Sampad (sifat-sifat kedewaan).
Implementasi perdamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan
sehari-hari contohnya pada peristiwa yang terjadi diperbatasan antara
Israel dan Palestina tepatnya di jalur Gaza merupakan peristiwa
peristiwa yang seharusnya bisa diselesaikan secara damai dan tanpa
kekerasan. Kedua belah pihak sama-sama tidak mau mengalah. Kita
sebagai umat beragama

seharusnya mampu menyelesaikan masalah

tersebut dengan baik dan dengan pikiran terbuka, agar menemukan


solusi dari masalah tersebut. Jika menyelesaikan masalah tersebut
dengan kekerasan, maka solusi yang baik tidak akan pernah didapat.
Kita sebagai makhluk hidup yang memiliki akal budi yang paling baik
diantara makhluk hidup lainnya, seharusnya mampu betindak baik
untuk melakukan suatu perbuatan. Pada peristiwa Gaza ini begitu
banyak korban yang berjatuhan, mulai dari anak kecil sampai orang
tua. Mereka mati dengan begitu saja, tanpa dapat melawan sedikitpun.
Seharusnya kita sebgai umat beragama tidak boleh sikap kekerasan
seperti itu. kita sebagai umat beragama harus memiliki sikap yang
beretika sesuai ajaran agama. Semua agama mengajarkan etika dalam
melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari. Jadi jika kita dapat

19

melaksanakan ajaran etika yang telah diajarkan pada setiap agama


yaiyu menyelesaikan suatu masalah dengan sikap damai dan tanpa
kekerasan, maka kejadian yang terjadi di jalur Gaza dapat dihindari.
2.4.5 Implementasi Etika atau Moralitas dalam Agama Hindu
Dalam Agama Hindu, terdapat beberapa pedoman

dalam

melaksanakan etika atau moralitas dalam kehidupan sehari-hari.


Adapun pedoman dan pengimplementasiannya, yaitu :
1. Tri Kaya Parisuda
b. Manacika (berpikir yang baik dan suci).
1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal.
2. Tidak berpikir buruk terhadap sesama manusia atau
mahluk lainnya.
3. Yakin dan percaya terhadap hukum karma.
c. Wacika (berkata yang baik dan benar).
1.
Tidak mencaci maki orang lain.
2.
Tidak berkata-kata yang kasar kepada orang
lain.
3.
Tidak memfitnah atau mengadu domba
4.
Tidak ingkar janji.
d. Kayika (berbuat yang baik dan jujur).
1. Tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh.
Contohnya : tidak menyakiti hewan hingga mati
dan tidak meracuni hewan hingga mati dengan
2.

pikiran jahat.
Tidak berbuat curang, mencuri atau merampok.
Contohnya : tidak menjambret, tidak korupsi, tidak
mngeksploitasi alam demi memuaskan kepentingan

3.

pribadi dll.
Tidak berzina. Contohnya : tidak memperkosa

seorang wanita.
2. Panca Yama Brata
Panca Yama Brata berasal dari tiga suku kata, yaitu panca
berarti lima, yama artinya pengendalian dan brata yang berarti
keinginan. Panca Yama Brata ialah lima keinginan untuk
mengendalikan diri dari godaan-godaan nafsu yang tidak baik.
Adapun implementasinya yaitu :

20

1.

Ahimsa

(tidak

menyakiti

atau

membunuh).

Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita tidak


boleh membunuh atau tidak menyakiti orang (mahluk) lain.
Menyakiti apalagi membunuh merupakan perbuatan dosa yang
besar dan dilarang oleh Agama Hindu. Namun, membunuh
makhluk lain (binatang) yang mengancam keselamatan kita
2.

dalam ajaran Agama Hindu dibenarkan.


Brahmacari (berpikir suci, bersih dan jernih). Implementasi
brahmacari dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita sebagai
seorang siswa harus selalu berpikir bersih dan jernih serta hanya
memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja dan tidak

3.

memikirkan masalah-masalah keduniawian.


Satya
(kebenaran,
kesetiaan
dan
Pengimplementasian dari satya ini yaitu :
a. Jujur dalam berkata-kata, tidak

kejujuran).

sombong,

tidak

mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak berkatakata yang menyakitkan serta tidak memaki orang lain
ataupun merendahkan orang lain.
b. Konsisten atau berpendirian teguh dalam mengambil
ataupun menjalankan keputusan.
c. Bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang

4.

dilakukan.
d. Setia kepada sahabat dan tidak berkhianat.
e. Selalu ingat akan janji dan tidak pernah mengingkarinya.
Awyawahara (tidak terikat keduniawian). Implementasinya
dalam kehidupan sehari-hari adalah kita dalam melaksanakan
setiap pekerjaan ataupun perbuatan tidak boleh menginginkan
hasil yang yang didapat. Karena dharma lebih penting dari artha

5.

dan kama.
Asteya atau Asteneya (tidak mencuri). Implementasinya
dalam kehidupan sehari-hari yaitu walaupun kita tidak
mempunyai uang untuk makan, kita tidak boleh mencuri. Kita
tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan hak milik kita

sendiri.
3. Dasa Yama Brata

21

1.

Anrsamsa (tidak kejam). Dalam kehidupan sehari-hari, kita


tidak boleh kejam jadi orang. Misalkan orang tua tidak boleh
memarahi apalagi sampai memukuli anaknya yang masih kecil
karena berkelahi di sekolah. Sebagai orang tua seharusnya

menasehati bukannya kejam seperti itu.


2.
Ksama (pemaaf). Dalam kehidupan sehari-hari kita harus
saling maaf memaafkan, karena sebagai manusia biasa kita tak
luput dari kesalahan. Misalkan dalam kehidupan sehari-hari,
tetangga kita yang sedang bermain voli tidak sengaja bolanya
sampai masuk ke rumah kita hingga mengenai kaca jendela,
sehingga mengakibatkan kaca jendela menjadi pecah. Jika ia
meminta maaf dengan baik-baik, kita sebagai umat beragama
yang beretika, kita harus mengamalkan ajaran Ksama. Kita
harus memaffkan perbuatannya dan menasehatinya agar tidak
berbuat ceroboh seperti itu lagi
3.
Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran). Sebagai umat
beragama yang beretika, kita harus menanamkan kebenaran,
kesetiaan dan kejujuran. Dalam kehidupan sehari-hari misalkan
kita harus jujur dan setia dengan setiap perkataan yang telah
diucapkan.
4.
Ahimsa

(tidak

menyakiti

atau

membunuh).

Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu, kita tidak


boleh mengeksploitasi hewan langka sepeti penyu. Penyu
seharusnya dilindungi kelestariannya, bukannya diburu dan
5.

dieksploitasi demi kepentingan pribadi.


Dama (mengendalikan hawa nafsu). Dalam kehidupan
sehari-hari sebagai seorang remaja, kita tidak boleh melakukan
sex bebas diluar pernikahan. Kita harus dapat mengendalikan

6.

hawa nafsu agar tak terjerumus ke dalam hal yang buruk.


Arjawa (tetap pendirian). Implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari misalnya sebagai seorang remaja yang
beriman kita tidak boleh goyah pendiriannya baru di sodori
narkoba oleh seorang teman. Kita harus tetap teguh pendirian
untuk tetap berada di jalan dharma.

22

7.

Priti (welas asih). Implementasi welas asih dalam


kehidupan sehari-hari misalnya memberikan bantuan kepada
mereka yang mengalami bencana, baik itu berupa dukungan

moril maupun materil asalkan dengan tulus iklas.


8.
Prasada (berpikir jernih dan suci). Implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari adalah dalam mengambil keputusan
apapun itu kita harus pikirkan terlebih dahulu dengan pikiran
yang jernih, jangan mengambil keputusan dengan pikiran yang
kacau. Contohnya dalam mengambil keputusan rapat, ketika
terjadi perbedaan pendapat yang sengit, kita tidak boleh emosi,
9.

kita harus memikirkan dengan jernih hal tersebut.


Madhurya (ramah tamah). Implementasinya

dalam

kehidupan sehari-hari yaitu kita harus murah senyum dan ramah


kepada orang lain. Misalkan sebagai pegawai bank haruslah
10.

selalu tersenyum dan ramah dalam melayani setiap nasabahnya.


Mardawa (lemah lembut). Orang yang lemah lembut akan
disukai

oleh

berperilaku

kawan-kawannya.

kasar

akan

dijauhi.

Sebaliknya

orang

Implementasinya

yang
dalam

kehidupan sehari-hari misalkan ketika dimintai untuk membayar


iuran kelas, Anton dan Dima sama-sama tidak membawa uang.
Anton adalah orang yang lembut, ia mengatakan dengan baikbaik kepada bendahara kelas bahwa ia tidak membawa uang,
sedangkan Dima berkata dengan kasar bahwa ia tidak membawa
unag. Hal ini membuat bendahara tersebut memaklumi Anton,
namun ia merasa kesal kepada Dima, sehingga si bendahara
tersebut enggan untuk berkomunikasi dengan Dima lagi.
4. Panca Niyama Brata
Panca Niyama Brata adalah lima cara pengendalian diri lanjutan
(tahap

kedua)

untuk

dapat

tercapainya

ketenangan

dan

ketentraman batin. Kelima cara dimaksud adalah :


1. Akrodha (tidak marah). Akrodha berasal dari kata a yang
berarti tidak, dan krodha berarti marah. Jadi Akrodha berarti
tidak marah. Contohnya, suatu ketika seorang adik meminta
diajarkan oleh kakaknya. Namun saat intu kakaknya sedang
23

sibuk membuat tugas, kakaknya sangat lelah. Adiknya terus


meminta kakaknya agar segera mengajarinya, si kakak sudah
mulai kesal dengan sikap adiknya yang tidak mengerti keadaan
kakaknya saat itu. Namun sang kakak dengan sabarnya
menahan amarah, karena ia tahu bahwa marah itu menyimpang
dari ajaran Panca Niyama Brata yaitu akrodha, tidak ada
gunanya marah. Jika dia marah dia hanya membuangmembuang waktu dan tenaga serta mengajarkan tindakan yang
salah kepada adiknya. Contoh lain perilaku akrodha di bawah
ini.
1. Mengendalikan keinginan
2. Mengendalikan pikiran
3. Berusaha menghadapi masalah dengan tenang
2. Guru Susrusa (hormat kepada guru). Setiap orang ataupun
murid haruslah menghargai dan menghormati gurunya.
Pengertian guru disini adalah dalam pengertiannya yang luas,
yakni: Guru Rupaka, orang tua (ibu dan bapak); Guru
Pengajian, yaitu guru yang memberikan pendidikan dan
pengajaran di sekolah; dan Guru Wisesa, yaitu Pemerintah
yang mengayomi rakyatnya, yang beusaha mensejahterakan
dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Contohnya,
1. Berbhakti kepada orang tua
2. Melaksanakan perintah dan ajaran guru
3. Taat terhadap peraturan tata tertib sekolah
4. Mematuhi peraturan dan Undang-Undang yang berlaku
5. Rajin berdoa
6. Menjaga lingkungan agar tetap bersih
7. Mau memahami dan melaksanakan ajaran agama
3. Sauca (bersih atau suci). Manusia seyogyanya berhati bersih
atau suci baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.
Contoh prilaku Sauca Sauca adalah suci lahir bathin. Cara
berprilaku agar lahir bathin kita suci adalah sebagai berikut:
1. Mandi dengan teratur ,
2. Rajin bersembahyang
3. Selalu bersikap jujur
4. Selalu bersikap tenang dan bijaksana
5. Rajin berlatih memusatkan pikiran seperti melakukan
pranayama dan semadhi
24

4.

Aharalaghawa (makan makanan sederhana). Aharalaghawa


berasal dari kata ahard yang berarti makan, dan taghawa yang
berarti ringan. Dengan demikian Aharalaghawa berarti makan
makanan yang ringan-ringan, yang sederhana atau makan
seperlunya dan tidak berlebihan.
Contoh prilaku Aharalaghawa Aharalaghawa adalah makan
secukupnya

dan

tidak

berlebihan.

Contoh

prilaku

Aharalaghawa adalah sebagai berikut:


1. Selalu merasa nikmat dengan apa yang dimakan
2. Makan-makanan yang bergizi
3. Makan secukupnya sesuai dengan kebutuhan tubuh
5.

Apramadha (tidak mengabaikan kewajiban). Apramada berarti


tidak mengabaikan kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan
tugas kewajiban.

Contoh prilaku Apramada


a. Melaksanakan kewajiban dengan baik dan ikhlas
b. Selalu taat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
c. Tidak pernah lalai dan takabur
5. Dasa Niyama Brata
Dasa Niyama Brata merupakan suatu etika lanjutan dalam agama
Hindu yang lebih tinggi lagi tingkatannya. Dasa Niyama Brata terdiri
dari :
1. Dana (bersedekah). Dana diartikan sebagai harta benda, yaitu
berupa pemberian sedekah kepada masyarakat miskin, masyarakat
yang kekurangan, dan yang memerlukan bantuan. Dalam
memberikan sedekah harus dilandasi dengan tulus ikhlas dan tanpa
pamrih atau tanpa harapan adanya balas jasa.
2. Ijya (memuja dan memuji Tuhan). Manusia sebagai mahkluk yang
lemah harus senantiasa ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan memuja dan memuji Tuhan akan selalu mengingatkan
manusia, bahwa Tuhan maha pencipta dan pemberi hidup kepada
manusia, dan karena itu manusia berhutang budi kepada-Nya.
Memuja dan memuji Tuhan harus dilandasi dengan jiwa yang tulus,
sembah sujud, khidmat, dan penuh rasa pengabdian.

25

3. Tapa (menjauhi kesenangan duniawi). Manusia diharapkan agar


selalu berusaha melakukan pengendalian diri terhadap kesenangan
dunia, karena dapat membuat celaka. Mengendalikan diri dengan
Tapa yaitu berusaha mengurangi kebiasaan sehari-hari, sepert
makan yang berlebihan, tidur terlalu lama, berbicara yang tidak
bermanfaat,

dan

lain-lain.

Mengurangi

kebiasaan

berarti

mengendalikan keinginan, dan pada akhirnya manusia akan


memperoleh ketenangan dan ketentraman lahir batin.
4. Dhyana (memusatkan pikiran). Sangat dianjurkan sekali apabila
seseorang sewaktu-waktu dapat memusatkan pikirannya. Ini
bertujuan supaya manusia dapat mengendalikan pikirannya agar
tidak memikirkan yang aneh-aneh (negative thinking), tetapi
terpusat hanya kepada Tuhan semata. Dengan demikian, manusia
akan dapat menyadari kebesaran Tuhan, dan memperoleh
kebahagiaan lahir batin.
5. Swadhyaya (belajar sendiri). Swa artinya sendiri, dan adhyaya
artinya guru atau berguru. Dengan demikian swadhyaya berarti
belajar sendiri, berusaha sendiri untuk mencapai suatu kemajuan.
Disini ditekankan agar seseorang tidak malas, mau berusaha sendiri
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus menunggu orang
lain mengajarinya.
6. Upasthanigraha (mengendalikan hawa nafsu). Kebiasaan menuruti
nafsu dapat membawa manusia kepada akibat yang buruk, dan
dapat mencelakakan manusia itu sendiri. Hawa nafsu yang
dimaksud disini yaitu nafsu birahi (sexual). Dengan senantiasa
menuruti nafsu sexual akan membuat manusia terjerumus
kelembah kemaksiatan, apalagi jika nafsu tersebut diumbar diluar
rumah akan menyebabkan timbulnya penyakit kotor, seperti HIV,
AIDS, dan lain-lain. Untuk itu agama mengajarkan agar mansuia
selalu berusaha mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian
akan terpelihara lingkungan yang sehat, serta kehidupan yang baik.

26

7. Brata (melaksanakan pantangan). Manusia dapat melaksanakan


pengendalian

diri

dengan

melakukan

berbagai

pantangan.

Pantangan yang dimaksud seperti pantangan makan, pantangan


tidur, pantangan berbicara, dan lain-lain. Dengan terbiasa
melakukan pantangan akan meningkatkan mutu pengendalian diri,
dan dapat menambah ketenangan hidup.
8. Upawasa (puasa). Dengan berpuasa seseorang akan lebih mudah
mengendalikan dirinya, mengekang keinginan atau menahan hawa
nafsu agar memperoleh pikiran yang bersih, jernih dan suci.
Berpuasa yang dilakukan secara berkala juga dapat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh manusia.
9. Mona (tidak berbicara). Pengendalian diri dengan cara ini akan
membuat seseorang mudah berkonsentrasi, memusatkan pikiran
hanya kepada Tuhan semata. Mona dilakuakan dengan cara tidak
berbicara sepatah katapun, atau diam diri.
10.Snana (membersihkan diri). Badan serta pakaian juga tidak luput
dari kebersihan, karena dengan badan bersih dan pakaian bersih,
maka pikiranpun akan menjadi jernih dan suci. Dengan demikian
jalan menuju Tuhan akan menjadi terbuka lebar.
6. Dasa Dharma
Dasa Dharma ialah sepuluh macam perbuatan baik yang patut
dilaksanakan oleh umat Hindu. Dengan melaksanakan ajaran dharma
ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tentram dan
damai. Sepuluh dasa dharma tersebut ialah:
1. Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh). Seseorang yang
ditugaskan

untuk melakukan

sesuatu

pekerjaan hendaknya

menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab,


mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-sungguh.
Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan
memuaskan baik bagi dirinya maupun orang lain.
2.

Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan


yang sangat terpuji bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak

27

pernah luput dari khilaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah
dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin dimaafkan pula
oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.
3.

Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar


selalu bisa mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah
menuruti nafsu dan keinginan karena akan dapat menyulitkan diri
sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut berupa nafsu sexual,
amarah, dan lain-lain.

4.

Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang


lain atau mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan
selalu terjebak oleh nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini
pada akhirnya akan menderita karena tidak pernah merasa puas
dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin mengambil hak
orang lain.

5.

Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya
badannya saja, tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan
pikiran yang bersih maka ketentraman dan kedamaian serta
ketenangan hidup akan mudah didapatkan.

6.

Indrayanigraha

(dapat

mengendalikan

keinginan).

Manusia

diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra keinginannya


atau nafsunya. Dengan demikian manusia akan lebih mudah
mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan
tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan
kebenaran.
7.

Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani


membela kebenaran dimuka bumi ini. Menjunjung tinggi
kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak
takut pada siapapun.

8.

Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut


untuk bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar
dan mengajar akan lebih cepat tercipta masyarakat yang

28

berpendidikan dan berbudaya, masyarakat yang maju, dan tidak


bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
9.

Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran). Manusia harus


mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang
benar pula. Disamping itu juga harus berani bertanggung jawab
terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman, dan
harus menepati janji.

10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan
cepat marah. Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati
orang lain, dan dapat mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan
dapat menimbulkan kekecewaan terhadap orang lain, dan pada
gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita. Dalam
kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan
cepat tua.
7. Catur Paramita
Catur paramita berasal dari kata catur yang berarti empat dan
paramita yang berarti perbuatan luhur. Dengan demikian catur
paramita berarti empat perbuatan luhur, yang harus dilaksanakan oleh
seluruh umat Hindu. Catur paramita terdiri dari:
1. Maitri

(bersahabat).

Manusia

harus

mempunyai

sifat-sifat

bersahabat terhadap sesamanya. Manusia adalah ciptaan Tuhan,


jadi manusia berasal dari sumber yang satu yaitu tuhan dan karena
itu

manusia

semuanya

bersaudara.

Dengan

tercapainya

persaudaraan maka akan tercipta hidup tenang, tentram, dan damai.


2. Karuna (cinta kasih). Karuna merupakan perbuatan luhur atau
belas kasih terhadap orang yang kesusahan dan menderita. Sebagai
mahkluk ciptaan Tuhan manusia harus saling tolong menolong rela
berkorban demi orang lain, negara dan bangsa. Cinta kasih juga
harus

ditimbulkan

terhadap

binatang, tubuh-tumbuhan

dan

mahkluk tuhan yang lain. Dengan cara tidak memburu dan


merusaknya.

29

3. Mudhita (simpati). Simpati artinya turut merasakan kesusahan


maupun kebahagiaan orang lain. Dengan sifat mudhita ini, manusia
akan terhindar dari rasa iri hati, dengki, dan kebencian terhadap
sesamanya.
4. Upeksa (toleransi). Toleransi merupakan perbuatan luhur dalam
agama Hindu yang berarti manusia harus toleran dan senantiasa
memperhatikan keadaan orang lain. Sedangkan jiwanya dipenuhi
dengan rasa kesetia kawanan, simpati terhadap sesamanya, dan
tidak menaruh rasa dendam terhadap orang yang bermaksud jahat
kepadanya.
8. Tri Hita Karana
Tri Hita Karana berasal dari kata tri yang berarti tiga, hita yang berarti
kebahagiaan, dan karana yang berarti penyebab. Dengan demikian Tri
Hita Karana dapat di artikan dengan tiga penyebab kebahagiaan. Tiga
penyebab kebahagian itu adalah:
1. Hubungan baik manusia dengan Tuhan. Manusia merupakan
ciptaan tuhan, sedangkan Atman yang ada dalam diri manusia
merupakan percikan sinar suci kebesaran tuhan yang menyebabkan
manusia tetap hidup. Oleh karena itu manusia wajib berterima
kasih, berbakti, dan selalu sujud kepadanya.
2. Hubungan baik manusia dengan manusia. Manusia didunia ini
tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan bantuan dan kerja
sama kepada orang lain. sehingga dikatakan dengan mahkluk
sosial. Karena itu hubungan antara sesama manusia baik
perorangan, keluarga, dan masyarakat harus selalu baik dan
harmonis. Masyarakat yang aman dan damai akan menciptakan
negara yang tentram dan sejahtera.
3. Hubungan baik manusia dengan lingkungannya. Sebagai mahkluk
hidup, manusia selalu dipengaruhi oleh lingkungan, baik dari
perkembangan maupun pertahanan diri manusia tersebut. dengan
demikian lingkungan harus dijaga dengan rapi dan sehat, tdak

30

menebang pohon sembarangan (illegal logging), pencemaran


udara, pencemaran air dan lain-lain.
2.4.6

Etika dalam Mahabharata


Mahabhabrata

adalah

salah

satu

kitab

Itihasa.

Mahabharata

mengajarkan agar orang menaruh kasih saying, rasa bersahabat, simpati


dan beritikad baik terhadap smua makhluk. Ini semuanya akan
mengantarkan orang kepada kedamaian, dan dengan kedamaian orang
akan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup, kebahagiaan hidup,
kebahagian hidup sehat lahir batin. Seperti kutipan dalam kitab
Mahabharata (dala Sura,G.,1991).
Yadanyesain hitam nasyat atmanah karma purusam
Srapatrapeta yena na tat kuryat katamcana
Artinya:

perbuatan yang tidak mengantarkan orang kepada

kerahayuan, atau membawa malu kepada kita, janganlah itu dilakukan


kepada siapapun.
Sarve bhavantu sukhina,
Sarve santu niramayah,
Sarve bhadrni payantu,
M kacid duhkha bag bhavet
Artinya : semoga semua bahagia, semoga semua seat dan jujur,
semoga semua menjumpai kebahagiaan, semoga tidak ada yang sengsara.
Implementasi: berpacaran tidaklah dilarang, namun bagi orang memiliki
pacar, kasihilah dan sayangilah pacar sebagaimana mestinya, dengan
selalu menunjukan rasa bersahabat, simpati dan itikad baik. Sekarang ini
sering kita temukan kasus remaja yang hamil si luar nikah karena
melakukan sex bebas, padahal remaja tersebut telah mengetahui bahwa sex
bebas itu adalah perbuatan yang tidak mengantarkan orang pada
kerahayuan, bahkan dampaknya bisa membawa malu kita dan keluarga
jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Nah disinilah peran seorang
pacar sangat diperlukan. Seorang pacar hendaknya dapat mengendalikan

31

dirinya sendiri bahkan bisa mengendalikan hawa nafsu pasangannya agar


hal-hal demikian tidak terjadi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Etika atau moralitas merupakan tatanan pergaulan yang melandasi
tingkah laku manusia seperti bagaimana seseorang harus bersikap,
berprilaku, serta bertanggung jawab, untuk dapat mencapai hubungan
yang harmonis dalam kehidupan bersama maupun dalam kehidupan
beragama.

32

2.

Etika dalam Agama Hindu disebut dengan Susila yang merupakan


salah satu bagian dari tiga kerangka dasar Agama Hindu. Susila atau
etika dalam Agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari
tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia,
mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan,
sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan
damai dalam kehidupan beragama. Konsep dasar dari tata susila

3.

adalah sasana manut linggih dan linggih manut sasana.


Misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal merupakan salah
satu tugas suci bagi umat Hindu untuk menata dirinya sendiri serta
masyarakat dan untuk mengenal jati dirinya agar dapat menjadi
manusia yang berperikemanusiaan serta terhindar dari perbuatanperbuatan adharma. Untuk menjalankan misi tersebut maka umat
Hindu wajib untuk memahami dan mengimplementasikan pedoman-

4.

pedoman Etika Hindu yang termuat dalam berbagai Kitab Suci Hindu.
Implementasi kebaikan, kebajikan, kasih sayang, perdamaian dan
tanpa kekerasan inti sari ajarannya termuat dalam beberapa sloka
Sarasamuccaya, Atharva Weda, Bhagavad Gita, dan yang lainnya. Inti
sari ajaran tersebut memberikan ajaran tentang perilaku sehari-hari
yang seharusnya kita lakukan.

3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penyusun sampaikan adalah,
sebagai umat Hindu yang baik dan taat beragama kita seharusnya
memahami makna etika atau moralitas, bagaimanakah etika dalam
Agama Hindu, bagaimana misi untuk memperbaiki diri menjadi
manusia yang ideal (Manava Madhava), dan yang terpenting yaitu
menjalankan implementasi dari kebaikan, kebajikan, kasih sayang,
perdamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
Alangkah harmonisnya, apabila komponen-komponen tersebut dapat
dilakukan

dengan

bersungguh-sungguh.

Keharmonisan

dalam

kehidupan bermasyarakat akan dapat didapatkan serta rintanganrintangan atau masalah-masalah yang ada di kehidupan sehari-hari
akan dapat terselesaikan dengan mudah tanpa adanya menyimpangan

33

dari ajaran dharma. Sehingga tercipta kehidupan yang bermakna,


damai, dan bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA
Winawan,

W.2003.Materi

Susbtansi

Kajian

Matakuliah

Pengembangan

Kepribadian Pendidikan Agama Hindu.Jakarta: Trisakti.


K.M. Suhardana, K.M.2006.Pengantar Etika dan Moralitas Hindu Bahan Kajian
Untuk Memperbaiki Tingkah Laku.Surabaya: Paramita. Dalam http://dimassigit.blogspot.com/2011/12/ajaran-hindu-dharma-tentang-etika.html
pada 15 November 2014.
Bertens, K. Etika. Jakarta:

Gramedia,

2004.

Dalam

Diakses

http://dimas-

sigit.blogspot.com/2011/12/ajaran-hindu-dharma-tentang-etika.html

Diakses

pada 15 November 2014.

34

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Prama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantan

Ya Tuhan semoga pikiran baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Prama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya,
Hanya atas Anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik.

OM SANTIH SNATIH SANTIH OM

35

Anda mungkin juga menyukai