Anda di halaman 1dari 10

Agama Buddha

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Untuk kegunaan lain dari Buddha, lihat Buddha (disambiguasi).
Bagian dari serial

Agama Buddha

Sejarah
Garis waktu
Dewan-dewan Buddhis

Konsep ajaran agama Buddha


Empat Kesunyataan Mulia
Delapan Jalan Utama
Pancasila Tuhan
Nirvana Tri Ratna

Ajaran inti
Tiga Corak Umum
Samsara Kelahiran kembali Sunyata
Paticcasamuppada Karma

Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa utama Keluarga

Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi

Wilayah agama Buddha


Asia Tenggara Asia Timur
Tibet India dan Asia Tengah
Indonesia Barat

Sekte-sekte agama Buddha


Theravada Mahayana
Vajrayana Sekte Awal

Kitab Suci
Sutta Vinaya Abdhidahamma

Agama Buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang berasal dari anak benua India dan meliputi beragam tradisi kepercayaan, dan praktik
yang sebagian besar berdasarkan pada ajaran yang dikaitkan dengan Siddhartha Gautama, yang secara umum dikenal sebagai Sang Buddha
(berarti yang telah sadar dalam bahasa Sanskerta dan Pali). Sang Buddha hidup dan mengajar di bagian timur anak benua India dalam
beberapa waktu antara abad ke-6 sampai ke-4 SEU (Sebelum Era Umum). Dia dikenal oleh para umat Buddha sebagai seorang guru yang telah
sadar atau tercerahkan yang membagikan wawasan-Nya untuk membantu makhluk hidup mengakhiri ketidaktahuan/kebodohan (avidy),
kehausan/napsu rendah (ta h), dan penderitaan (dukkha), dengan menyadari sebab musabab saling bergantungan dan sunyatam dan mencapai
Nirvana (Pali: Nibbaa).
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai Referensi utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran Buddha Gautama.
Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Pitaka
(kotbah-kotbah Sang Buddha),
Viaya Pitaka
(peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Pitaka
(ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Daftar isi

1 Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme

2 Moral dalam Buddhisme

3 Aliran Buddha
o 3.1 Buddha Mahayana
o 3.2 Buddha Theravada

3.2.1 Gramatika

3.2.2 Sejarah

3.2.3 Kitab suci Buddhisme

4 Ajaran Buddhisme
o 4.1 Empat Kebenaran Mulia
o 4.2 Jalan Mulia Berunsur Delapan

5 Hari Raya
o 5.1 Waisak
o 5.2 Kathina
o 5.3 Asadha
o 5.4 Magha Puja

6 Penyebaran di Asia dan Indonesia


o 6.1 Penyebaran di India dan Asia Tengah
o 6.2 Penyebaran di Asia Timur
o 6.3 Penyebaran di Asia Tenggara
o 6.4 Penyebaran di Nusantara

6.4.1 Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha

6.4.2 Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Buddha di Nusantara

7 Lihat pula

8 Pranala luar

9 Referensi

Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tuhan dalam agama Buddha
Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana
alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak.
Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka
tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para
bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan
untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang
Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatag Abhutag Akatag Asamkhatag yang artinya
"Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu
yang tanpa aku (aatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya

Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan
(samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan
dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih
banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama
lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan
dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda
dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan
dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan
manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (auttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana
satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya.
Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru
pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenarbenarnya.

Moral dalam Buddhisme


Sebagai mana agama Kristen, Islam, dan Hindu ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang
diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:

Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam

Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami

Yang artinya:

Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.

Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.

Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila

Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perkataan dusta

Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran

Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat.
Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma
buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat
dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh,
ucapan atau pikiran.
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan
(vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama
suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang
ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha
Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
1. Buddha Theravada
2. Buddha Mahayana: Zen
3. Buddha Vajrayana

Buddha Mahayana
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Buddha Mahayana

Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong
Sutra Teratai merupakan Referensi sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau
nama Sansekertanya "Avalokitevara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk
memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya
Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah
menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Surga Barat merupakan tempat
tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana
mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan
Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak
ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah
mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila
mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga
bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada
jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of",
termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

Buddha Theravada
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Buddha Theravada
Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri
Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand)
dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.
Gramatika
Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada
berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi.
Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud
lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha
awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran
Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).
Sejarah
Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga
bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500
orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.
Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam
waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali
mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.

Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan
beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan
Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya
disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah
Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran
lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja
Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran
ini dikenal sebagai Theravada.
Kitab suci Buddhisme
Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab
suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali/Magadhi Kuno, yang terbagi dalam tiga
kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Pit aka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari
tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

Ajaran Buddhisme
Empat Kebenaran Mulia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Empat Kebenaran Mulia
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi:

Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),

Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah
kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.

Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),

Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya
keinginan kepada hidup.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),

Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi
tempat untuk keinginan tersebut.

Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).

Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan
kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan
menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang
dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap
sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya
dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau
diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini
diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan
pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

Jalan Mulia Berunsur Delapan


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Jalan Mulia Berunsur Delapan
Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu:
1. Pengertian Benar (Samm Ditthi) Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan terhadap
a. Empat Kesunyataan Mulia
b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)
c. Hukum Paticca-Samuppda
d. Hukum Kamma
2. Pikiran Benar (Samm Sankappa) Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:
a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).
b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avypda-sankappa)
c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihims-sankappa)

3. Ucapan Benar (Samm Vca) Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musvd), memfitnah (pisunvc), berucap
kasar/caci maki (pharusavc), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalp). Dapat dinamakan Ucapan
Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :
a. Ucapan itu benar
b. Ucapan itu beralasan
c. Ucapan itu berfaedah
d. Ucapan itu tepat pada waktunya
4. Perbuatan Benar (Samm Kammant) Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan melakukan
perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila), perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan
ketagihan dan melemahkan kesadaran.
5. Penghidupan Benar (Samm jiva) Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian
atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:
a. makhluk hidup
b. senjata
c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup
d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,
e. racun
Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya. 117), yaitu:
a. Penipuan
b. Ketidak-setiaan
c. Penujuman
d. Kecurangan
e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)
6. Usaha Benar (Samm Vyama) Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan
baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha memajukan
kebaikan yang telah ada.
7. Perhatian Benar (Samm Sati) Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kynupassan)
- perhatian penuh terhadap perasaan (vedannupassan)
- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassan)
- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassan)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassan Bhvan.
8. Konsentrasi Benar (Samm Samdhi) Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu
keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam.
Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini
maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat bhawana,yaitu: metta
(persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan
upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut
barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya,
menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya
disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang
ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian
Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan
Kebuddhaan (Buddhahood).

Hari Raya
Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak,
sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

Waisak
Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum
menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari
Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand,

dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa
Sanskerta

Kathina
Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat
Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha
juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

Asadha
Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari
Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca
Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan
Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa
menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan
Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha
Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna)
menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat
Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat
Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma
mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha
yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti
Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani )
yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Magha Puja
Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang
Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu:Bhikkhu yang
ditasbihkan sendiri oleh sang Buddha), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu,
Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

Penyebaran di Asia dan Indonesia

Peta penyebaran ajaran Buddha

Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama,
ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan
dunia, khususnya di Asia.

Penyebaran di India dan Asia Tengah


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Buddha di India dan Asia Tengah
Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama
mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah
dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana dan Theravada akibat
perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat,
sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan.
Selain melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada
rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta
kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik
sehingga Sri Lanka menjadi basis agama Buddha.

Penyebaran di Asia Timur


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Buddha di Asia Timur
Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar
karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para
pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka.
Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa
kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok
(sekarang Cina) mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama Buddha. Bentuk awal penyebaran agama
Buddha di Cina adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke
bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan
lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu. Ada pula
biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada
waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme
juga berkembang di kepulauan Jepang.

Penyebaran di Asia Tenggara


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Buddha di Asia Tenggara
Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya
hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara,
tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama
Buddha, tapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia
Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan
kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).

Penyebaran di Nusantara
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama Buddha di Indonesia

Candi Borobudur, monumen Dinasti Syailendra yang dibangun di Magelang, Jawa Tengah.
Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada
akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu
merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang
Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa
waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme.
Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad
ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah
menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.

Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha


Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan
agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang
dikenal dengan sebutan Wali Saga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama
yang dominan di Nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke Nusantara hanya pada abad ke-19, dengan
kedatangan pedagang dan orang-orang Tionghoa, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.
Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Buddha di Nusantara
Informasi lebih lanjut: Candi
Candi-candi peninggalan agama Buddha di Nusantara kebanyakan terdapat di Jawa dan Sumatera, antara lain:

Candi Batujaya, stupa bata di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Diduga mulai dibangun pada abad ke-4 M, salah satu bangunan Buddha
tertua di Nusantara.

Candi Kalasan atau Tarabhavanam, candi ini didirikan oleh Rakai Panangkaran pada tahun 778 M untuk memuja Dewi Tara. Candi ini
terletak di Yogyakarta.

Candi Sari, biara bertingkat dua yang terkait dengan candi Kalasan.

Candi Sewu atau Prasada Vajrasana Manjusrigrha, candi ini terletak di utara dari Candi Prambanan dan menurut Prasasti Manjusrigrha
dibangun sekitar tahun 792 M, dan dipersembahkan untuk memuliakan bodhisatwa Manjusri.

Candi Mendut, terletak pada satu garis lurus ke arah timur dari Candi Borobudur. Di dalamnya terdapat tiga arca batu berukuran 3 meter
yaitu Buddha Wairocana diapit bodhisatwa Awalokiteswara dan Wajrapani.

Candi Pawon, candi ini juga terletak pada garis lurus arah timur antara Candi Borobudur dan Candi Mendut.

Candi Borobudur, candi ini merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Candi Borobudur dibangun oleh raja-raja Wangsa Sailendra pada
abad ke-9 M dan bangunan candi terdiri atas sepuluh tingkat. Candi Borobudur terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Candi Plaosan, candi ini terdiri atas dua candi induk kembar, terletak di arah timur Candi Sewu.

Candi Sojiwan, candi Buddha ini dikaitkan dengan tokoh Rakryan Sanjiwana atau Sri Kahulunnan Pramodhawardhani. Pada bagian
kakinya terukir kisah fabel Jataka.

Candi Banyunibo, candi Buddha terletak dekat kompleks purbakala Ratu Boko.

Candi Muaro Jambi, kelompok candi Buddha dari bata merah ini terletak di tepi utara sungai Batanghari dekat muara, Kabupaten Muaro
Jambi, terkait dengan Kerajaan Malayu di Jambi.

Candi Muara Takus, candi ini terletak di Kabupaten Kampar, Riau.

Candi Bahal di dekat Padangsidempuan, Sumatera Utara merupakan bangunan bercorak Buddha.

Candi Sumberawan, stupa ini terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, terkait kerajaan Singhasari.

Candi Brahu, candi dari bahan bata merah di Situs Trowulan, Jawa Timur. Terkait kerajaan Majapahit

Candi Jabung, candi Buddha berbahan bata merah ini juga terkait kerajaan Majapahit. Terletak dekat Probolinggo, Jawa Timur.

Lihat pula
Portal Agama Buddha

Agama

Buddha

Ajaran Buddha Vajrayana

Gautama Buddha / Siddhartha Gautama

Agama Hindu dan Buddha dari A - Z

Amitabha

Garuda

Bahasa Palguna - Palgunadi

Sejarah Agama Buddha

Vihara

Buddha Maitreya I Kuan Tao

Pranala luar

Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI)

Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi)

Buddha dan DhammaNya

Bhagavant.com (Ajaran Buddha Gautama)

Samaggi Phala (Buddhist Information Network)

Referensi

(Inggris)Religionfacts.com, Buddhisme di Asia Tenggara, diakses 14 April 2011, pk 19.00

(Inggris) Buddhanet.net, Penyebaran Buddhisme, diakses 14 April 2011, pk 19.00

Anda mungkin juga menyukai