Anda di halaman 1dari 15

AJARAN DHARMA DAN DOKTRIN AGAMA BUDDHA

KELOMPOK 1 :

FRISA ANDINI 1830301029

DOSEN PENGAMPU: HERWANSYAH

STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT zat yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan begitu banyak karunia – Nya, sehingga kami dapat meyelesaikan
makalah ini yang bertema tentang Agama Budha. Kami ucapkan terima kasih
kepada bapak Dsr. Bashori yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini. Tdak lupa juga kami sampaikan terima kasih kepada rekan – rekan
yang telah memberikan saran dan masukan dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini tertuju pada Studi Agama yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana ajaran dharma dan doktrin dalam agama Buddha. Kami sebagai
penyusun makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya dalam
pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik.

Semoga makala ini memberikan kemanfaatan bagi pembaca. Dan berguna


untuk menambah wawasan kita.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Palembang, Mei 2020

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu agama besar di dunia, sebagaimana diakui oleh para pakar
adalah agama Budha atau Buddha. Penilaian tersebut dari perspektif
etimologis, istilah Budha atau Buddha berakar dari kata kerja Budah yang
berarti “bangun”. Sehingga orang Buddha adalah “orang yang bangun” dari
kesesatan dan sekarang telah berada di tengah-tengah cahaya kebenaran”.
Pendapat lain menyatakan, Buddha berasal dari kata Bua yang berarti
“mengetahui, sadar” dan kata Dha yang artinya “sempurna”. Sebutan agama
Buddha itu sendiri sebenarnya merujuk pada sebuah gelar yang diberikan
kepada orang yang telah mendapatkan pengetahuan langsung mengenai kodrat
sejati dari segala hal.
Budhisme selama berabad-abad telah menjadi tradisi spiritual yang
dominan ai sebagian besar wilayah asia, termasuk di negara-negara Indocina,
kuga di Sri Lanka, Nepal, Tibet, Cina, dan Jepang. Buddhisme memiliki
pengaruh kuat pada kehidupan intelektual, budaya, dan seni di negara-negara
ini tersebut.
A.G. Honig Jr., ISejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai
sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini
adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia.
Agama Buddha biasanya lebih dikenal dengan nama Buddha Dhamma.
Seluruh ajaran dari sang Buddha Gautama dapat disarikan dalam satu kata
saja, yang dalam bahasa pali disebut Dhamma atau dalam bahasa sansekerta
disebut Dharmma. Namun pada dasarnya, dhamma atau dharma adalah
sebutan untuk inti keseluruhan dari apa yang telah diajarkan sang Buddha
kepada umatnya
Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia atau
Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani), yang merupakan aspek yang
sangat penting dari ajaran Buddha. Sang Buddha telah berkata bahwa karena
kita tidak memahami Empat Kebenaran Ariya, maka kita terus menerus
mengitari siklus kelahiran dan kematian.

2
Di dalam agama Buddha juga terdapat doktrin-doktrin mengenai
ajarannya. Terdapat enam doktrin dalam agama Buddha yaitu catur
aryasatyani, nirwana, arahat, tri ratna, karma, dan tiga corak umum.

B. Rumusan Masalah

A. Apa saja ajaran dharma dalam agama Buddha?

B. Bagaimana doktrin –doktrin agama Buddha ?

C. Tujuan

A. Untuk mengetahui ajaran dharma dalam agama Buddha

B. Untuk mengetahui bagaimana doktrin –doktrin agama Buddha

3
PEMBAHASAN

1. Ajaran Tentang Darma atau Dhamma


Dharma ialah doktrin atau pokok ajaran. Inti ajaran agama Buddha
dirumuskan di dalam empat kebenaran yang mulia atau empat arya satyani,
yaitu ajaran yang diajarkan Buddha Gautama di Benares, sesudah ia mendapat
pencerahan. Arya satyani atau kebenaran yang mulia itu terdiri dari empat
kata, yaitu: dukha, samudaya, nirodha, dan marga.
Dukha adalah penderitaan. Hidup adalah menderita. Kelahiran adalah
penderitaan, umur tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan, mati
adalah penderitaan, disatukan dengan yang tidak dikasihi adalah penderitaan,
tidak mencapai yang diinginkan adalah penderitaan; dengan singkat, kelima
pelekatan pada dunia ini adalah penderitaan.
Samudaya adalah sebab. Penderitaan ada sebabnya. Yang menyebabkan
orang dilahirkan kembali adalah keinginan pada hidup, dengan disertai nafsu
yang mencari kepuasan di sana-sini, yaitu kehausan pada kesenangan,
kehausan pada yang ada, kehausan pada kekuasaan. Nirodha ialah
pemadaman. Pemadaman kesengsaraan terjadi dengan penghapusan keinginan
secara sempurna, pembuangan keinginan itu, penyangkalan terhadapnya,
pemisahannya dari dirinya, dan tidak memberi tempat kepadanya Marga
adalah jalan kelepasan. Jalan menuju pemadaman penderitaan ada delapan,
yaitu: percaya yang benar, maksud yang benar, kata-kata yang benar,
perbuatan yang benar, hidup yang benar, usaha yang benar, ingatan yang
benar, dan semadi yang benar.
Pokok ajaran Buddha Gautama adalah bahwa hidup adalah menderita.
Seandainya di dalam dunia tiada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di
dunia. Orang dilahirkan, menjadi tua, dan mati; tiada hidup yang tetap. Sedang
manusia hidup, ia menderita sakit; dipisahkan dari yang dikasihinya, dan
sebagainya; semua itu adalah penderitaan.

4
Penderitaan ini disebabkan karena kehausan atau keinginan yang pada
hakikatnya disebabkan oleh ketidaktahuan atau awidaya. Ketidaktahuan ini adalah
semacam ketidaktahuan yang kosmis, ketidaktahuan yang menjadikan orang
dikaburkan pandangannya. Ketidaktahuan ini mengenai tabiat asasi alam semesta,
yang memiliki 3 Ciri yang mencolok, yaitu bahwa alam semesta penuh dengan
penderitaan (dukha), bahwa alam semesta adalah fana (anitya atau anicca), dan
bahwa Tiada jiwa di dalam dunia ini (anatman atau anatta).1

1) Ajaran tentang Anitya atau Anicca


Kata anitya berarti tidak kekal. Doktrin ini mengajarkan bahwa di dalam dunia
tiada sesuatu yang kekal, semuanya adalah fana. Demikianlah hidup ini adalah
suatu arus yang mengalir tanpa awal, tanpa sebab pertama, dan tanpa akhir.
Tiada saat yang statis. Oleh karena itu maka makhluk hidup sebenarnya hanya
hidup sebentar saja, hanya selama suatu gagasan yang timbul di dalam pikiran.
Hidup ini dapat digambarkan seperti roda kereta yang berputar. Setiap saat
hanya ada sebagian kecil dari roda itu yang menyentuh tanah. Demikian juga
halnya dengan hidup segala makhluk. Hidup itu hanya sebentar saja, lalu
lenyap lagi.2 Ajaran tentang Anatman atau Anatta
Kata anatman berarti tiada jiwa. Ajaran ini tak dapat dipisahkan dari ajaran
tentang anitya, yang mengajarkan bahwa tiada sesuatu yang tidak berubah.
Jika tiada sesuatu yang tidak berubah maka juga tiada jiwa yang kekal.
Manusia sebenarnya tidak berjiwa, manusia adalah suatu kelompok yang
terdiri dari unsur-unsur jasmani dan rohani. Di dalamnya tiada suatu pribadi
yang tetap. Kelima indera manusia, budi serta perasaannya sebenarnya tidak
didiami oleh suatu pribadi. Keadaan mental manusia sebenarnya adalah
gejala-gejala, sama seperti gejala-gejala yang lain. Di belakang gejala-gejala
mental itu tiada tersembunyi suatu pribadi atau ego.3
1 HARUN HADIWIJONO , AGAMA HINDU DAN BUDDHA , (J AKARTA : PT BPK G UNUNG
M ULIA , 2001), H.70-71.
2 HARUN HADIWIJONO, AGAMA HINDU DAN BUDDHA, (J AKARTA: PT BPK G UNUNG
M ULIA , 2001), H. 73.

3 HARUN HADIWIJONO , AGAMA HINDU DAN BUDDHA , (J AKARTA : PT BPK G UNUNG


M ULIA , 2001), H. 74-75.

5
2) Ajaran tentang Karma
Agama Buddha juga mengajarkan, bahwa karma menyebabkan kelahiran
kembali. Tetapi yang dilahirkan kemali bukanlah jiwa bukan “aku” manusia,
sebab tiada “aku” yang tetap. Yang dilahirkan kembali adalah watak atau
sifat-sifat manusia, atau boleh juga disebut “kepribadian”nya, namun
kepribadian yang tanpa pribadi, yang tanpa “aku”. Ajaran ini meneguhkan,
bahwa suatu perbuatan tentu diikuti oleh akibatnya.4
4) Jalan Kelepasan
Bagian aryasatyani yang ketiga mengajarkan tentang kelepasan, yang terdiri
dari pemadaman keinginan (nirodha) dan di dalam bagian aryasatyani yang
keempat diajarkan tentang jalan kelepasan atau marga. Agar orang dapat lepas
dari penderitaan ia harus melalui jalan yang terdiri dari delapan tingkatan atau
delapan tahap, yaitu percaya yang benar, maksud yang benar, kata-kata yang
benar, perbuatan yang benar, hidup yang benar, ingatan yang benar, dan
semadi yang benar. Delapan tingkatan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
Sraddha atau iman, yang terdiri dari tingkat pertama; sila, yang terdiri dari
tingkat kedua hingga tingkat ketujuh, dan akhirnya semadi, yang terdiri dari
tingkat delapan.5
5) Ajaran tentang Kelepasan (Nirwana)
Secara harfiah kata nirwana berarti pemadaman atau pendinginan. Apa yang
padam, tiada lagi yaitu apinya. Apa yang menjadi dingin bukan musnah,
melainkan hilang panasnya. Kedua arti ini dapat disebut dua segi dari satu
kenyataan, yaitu segi yang positif dan segi yang negatif. Yang dipadamkan
ialah keinginan, api nafsu, kebencian dan sebagainya ditiadakan. Sekalipun
demikian sukar sekali untuk merumuskan nirwana. Ada banyak sekali ayat di
dalam Kitab-kitab Buddhis yang menggambarkan nirwana sebagai keadaan
bahagia.

4 HARUN HADIWIJONO , AGAMA HINDU DAN BUDDHA , (J AKARTA : PT BPK G UNUNG


M ULIA , 2001), H. 76.
5 HARUN HADIWIJONO , AGAMA HINDU DAN BUDDHA , (J AKARTA : PT BPK G UNUNG
M ULIA , 2001), H. 77.

6
Nirwana dibedakan menjadi dua macam, yaitu Upadhisesa dan Anupadhisesa.
Upadhisesa adalah status orang yang sudah mendapat kelepasan atau nirwana,
tetapi yang hidup lahirnya masih terus berjalan dan Anupadhisesa adalah status
orang yang mendapat kelepasan, yang hidup lahirnya sudah tidak ada lagi. Jadi
Anupadhisesa dicapai sesudah mati. Di dalam hidup segala sesuatu terus menjadi
atau mengada. Tetapi di dalam nirwana segala yang terjadi berhenti. Di dalam
nirwana gerak hidup yang tanpa awal; perubahan yang terus-menerus tanpa
ketenangan, berhenti. Proses yang terus-menerus itulah yang berhenti. Orang yang
masuk ke dalam nirwana bukan dilarutkan ke dalam jiwa yang maha agung,
melainkan ia mendapat ketenangan sebagai lautan yang tanpa ombak.6
2.  Doktrin-Doktrin Agama Buddha
1. Catur Arya Satyani
a. Dukkha Ariya Sacca  (Kebenaran Ariya tentang Dukkha)
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke
dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
1. Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut,
sakit gigi, dan sebagainya.
2. Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya
berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak
tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan
sebagainya.
3. Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu
penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa
mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.
b. Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula
Dukkha)
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi
karena ada sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan
SEBAB, maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan

6 HARUN HADIWIJONO , AGAMA HINDU DAN BUDDHA , (J AKARTA : PT BPK G UNUNG


M ULIA , 2001), H. 81-83

7
itu adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin,
sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari
satu alam ke alam berikutnya.
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua
bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan
melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan
makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan
menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan
baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal,
menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia
ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan
kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia,
yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi
sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.
c. Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya
Dukkha)
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui
dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat
dihentikan dengan mempraktikkan cara-cara yang benar dan berlaku secara
universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu.
Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, di mana tidak akan diketahui kemana
perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah
kebahagiaan Nibbana. Kebahagiaan yang dapat dicapai bukan setelah meninggal
dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini.
Nibbana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan di mana seseorang
mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah,
benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan
jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan
keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka
seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis
sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya,

8
mengikis habis nafsu-nafsu indra, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi
dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci
meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat
luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang
mengetahui kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat.
Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui
kemana perginya api setelah padam.
Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian,
keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka
ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar,
saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui
oleh siapapun. Inilah gambaran Nibbana secara sederhana. Jadi sangat mungkin
Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi juga
ketika masih hidup.
d. Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga (Kebenaran Ariya tentang
Jalan yang menuju Terhentinya Dukkha)
Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan memiliki 8 unsur berikut
(disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
1) Pengertian Benar
2) Pikiran Benar
3) Ucapan Benar
4) Perbuatan Benar.
5) Mata Pencaharian Benar (Penghidupan Benar bagi bhikku/ bhikkuni/
samanera/ samaneri)
6) Usaha Benar
7) Perhatian Benar
8) Konsentrasi Benar

2. Nirwana

9
Nirwana merupakan tujuan terakhir setiap pemeluk agama Buddha adalah
mencapai nirwana, di mana seseorang telah terlepas dari samsara, yang berarti ia
lepas dari penderitaan, dan selanjutnya ia akan merasakan kebahagiaan yang
abadi. Dalam Agama Budha nirwana adalah merupakan suatu keadaan yang lebih
baik dari segala keadaan yang dapat di nikmati di dunia. Tidak mudah untuk
mencapai nirwana, karena untuk mencapai nirwana harus hidup suci dan mampu
melenyapkan tanha sama sekali. Jika seseorang telah dapat melakukan hidup suci
dan melenyapkan tanha secara maksimal, maka akan sampailah ia ke Nirwana,
sebelum mencapai tingkat yang maksimal, maka ia harus mengalami reinkarnasi
yang berulang-ulang.
Bagi orang yang ingin mencapai nirwana, maka pokok-pokok etika ini
yang harus di taati:
a. Nirwana yang dapat di capai oleh seseorang pada waktu itu ia masih hidup yaitu
pada saat lenyapnya tanha, yang berarti ia telah mencapai arahat. Keadaan ini di
sebut Upadhisesa
b. Nirwana dalam arti berhentinya segala hal proses hidup.
3. Arahat
Seseorang arahat adalah seseorang yang telah melenyapkan segala hawa
nafsu dan keinginannya, sehingga ia tidak teringat oleh apapun.
Sebelum seseorang mencapai tingkat Arahat maka keadaan yang
mendekatinya dapat di bagi 3 yaitu :
1. Sotapatti ,yaitu tingkatan di mana seseorang harus menjelma tujuh kali lagi
sebelum mencapai nirwana
2. Sekadagami  magga, yaitu tingkat seseorang tinggal satu kali lagi menjelma
sebelum mencapai nirwana
3. Anagami , yaitu tingkatan di mana seseorang sudah tidak akan menjelma lagi.7
4. Tri ratna

Dalam syahadat (ucapan kesaksian) agama Buddha yang di sebut tri ratna,
berbunyi :

7 DRS. MUDJAHID ABDUL M ANAF,SEJARAH AGAMA- AGAMA,J AKARTA:PT


R AJA GRAFINDO ,1994, HAL 31-34.

10
“Aku berlindung kepada Budha “
“Aku berlindung kepada Dharma “
“Aku berlindung kepada Sangha “
Dalam susunan kalimat ini kesaksian tersebut tidak di sebut nama Tuhan.8
5.  Karma
Menurut apa yang di lukiskan sang Budha, karma adalah hukum tanpa
pengadilan dan konsekuensi yang tak memihak, atau secara lebih sederhana
adalah hukum tentang akibat yang mengikuti sebab.
6. Tiga corak Umum
Pengajaran pertama yang di berikan Sang Buddha adalah kepada para
pertapa yang telah berada bersamanya selama tahun-tahun pertapaannya. Sang
Buddha menjelaskan kesalingketerkaitan dari tiga corak yang menentukan semua
keberadaaan.
a.       Semua yang di ciptakan dan tercipta selalu berubah dan tidak kekal ( Anicca)

b.      Semua yang di ciptakan dan tercipta selamanya tidak memuaskan dan menderita
( dukkah)

c.       Semau yang di ciptakan dan tercipta tidak ada diri atau jiwa abadi (anatta).9

PENUTUP

Kesimpulan
Dharma ialah doktrin atau pokok ajaran. Inti ajaran agama Buddha
dirumuskan di dalam empat kebenaran yang mulia atau empat arya satyani, yaitu
8 DRS. MUDJAHID ABDUL M ANAF,SEJARAH AGAMA- AGAMA,J AKARTA:PT
R AJA GRAFINDO ,1994, HAL 28.
9 GILLIAN STOKES,SERI SIAP DIA ? BUDHA. JAKARTA : PENERBIT
E RLANGGA.2001.HAL 59-61.

11
ajaran yang diajarkan Buddha Gautama di Benares, sesudah ia mendapat
pencerahan. Pokok ajaran Buddha Gautama adalah bahwa hidup adalah
menderita.
Doktrin-doktrin agama Buddha
1. Catur Arya satyani atau kebenaran yang mulia itu terdiri dari empat kata,
yaitu: dukha, samudaya, nirodha, dan marga.
2. Nirwana
Nirwana merupakan tujuan terakhir setiap pemeluk agama budha adalah
mencapai nirwana, di mana seseorang telah terlepas dari samsara, yang
berarti ia lepas dari penderitaan, dan selanjutnya ia akan merasakan
kebahagiaan yang abadi.
3. Arahat
Seseorang arahat adalah seseorang yang telah melenyapakan segala hawa
nafsu dan keinginannya, sehingga ia tidak teringat oleh apapun.
4. Tri Ratna
Dalam syahadat (ucapan kesaksian) agama budha yang di sebut triratna,
berbunyi : “Aku berlindung kepada Budha “, “Aku berlindung kepada
Dharma “, dan “Aku berlindung kepada Sangha “
5. Karma
Menurut apa yang di lukiskan sang Budha, karma adalah hukum tanpa
pengadilan dan konsekuensi yang tak memihak, atau secara lebih
sederhana adalah hukum tentang akibat yang mengikuti sebab.
6. Tiga corak umum
a. Semua yang di ciptakan dan tercipta selalu berubah dan tidak kekal
( Anicca)
b. Semua yang di ciptakan dan tercipta selamanya tidak memuaskan
dan menderita ( dukkah)
c. Semau yang di ciptakan dan tercipta tidak ada diri atau jiwa abadi
(anatta)

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, 1991, Perbandingan Agama, Jakarta : PT.RINEKA CIPTA.

Stokes Gillian , 2001, SERI SIAP DIA ? BUDHA. Jakarta : Penerbit Erlangga.

13
Hadiwijono Harun , 2001, AGAMA HINDU DAN BUDDHA, Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia.

Sou’yb Joesoef , 1983, Agama-agama besar di dunia. Jakarta: Pustaka Alhusna.

Manaf Mudjahid Abdul, 1994, SEJARAH AGAMA- AGAMA, Jakarta: PT Raja


Grafindo.

Rifa’I Moh , 1980, Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana.

14

Anda mungkin juga menyukai