Definisi “hakikat” menurut KBBI adalah inti sari atau dasar: dia yang menanamkan
-- ajaran Budha di hatiku
Definisi “agama” menurut kbbi adalah system yang mengatur kepercayaan dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Maha esa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dari manusia serta lingkungannya.
Ciri-ciri agama antara lain sebagai berikut:
a) Tumbuh secara evolusi dalam masyarakat penganutnya, tidak dipastikan
waktu tertentu kelahirannya.
b) Tidak disampaikan oleh Utusan Tuhan, tetapi hanya oleh pendeta atau
mungkin ahli fakir/ filosof.
c) Umumnya tidak memiliki kitab suci kalaupun ada kitabnya mengalami
perubahan dalam perjalanan sejarah agama karena ia buatan manusia belaka.
d) Ajaran berubahnya dengan perubahan akal masyarakat penganutnya.
e) Konsep ke-Tuhanan : dinamisme, Animisme, Politaesme, dan paling tinggi
monotheisme nisbhi.
f) Kebenaran prinsip-prinsip ajarannya tak tahan terhadap kritik akal : mengenai
alam nyata satu-satu ketika dibuktikan keliru oleh ilmu dalam perkembangannya:
mengenai alam gaib, tak terjangkau oleh akal.
Ada berbagai klasifikasi yang dibuat para ahli tentang pembagian agama, bahwa
ditinjau dari segi kebudayaan agama itu terbagi dua bagian, yaitu:
1.Agama Budaya (bumi)
Konsep "agama budaya" dapat merujuk pada hubungan erat antara agama dan
budaya dalam suatu masyarakat. Dalam arti yang umum, "agama budaya"
menggambarkan bagaimana agama dan unsur-unsur budaya saling terkait dan
saling memengaruhi. Cth: Agama Yahudi ,Agama Islam
Agama buddha adalah sebuah agama dan filsafat yang meliputi beragama tradisi
kepercayaan dan praktik yang sebagai Sang buddha .Agama juga bisa diartikan
sebagai jalan hidup yakni bahwa seluruh aktivitas lahir dan batin pemeluknya diatur
oleh agama yang dianutnya
Hakikat agama buddha adalah nilai kebenaran mulia yang ditujukan untuk semua
orang tanpa membedakan ras, suku ,agama,dan budayanya serta berlandaskan pada
empat kebenaran mulia, delapan jalan mulia, ketergantungan bersyarat, nirwana
,dan annata
Hakikat agama buddha dapat diuraikan dalam beberapa prinsip utama yaitu:
IV. Nirwana:
Nirwana adalah tujuan akhir dalam Buddhisme. Ini adalah keadaan bebas
penderitaan, kedangkalan, dan siklus kelahiran-mati-kelahiran.
V. Tiada-diri (Anatta):
Mengajarkan bahwa tidak ada entitas tetap atau jiwa yang abadi. Konsep "tiada-
diri" menolak gagasan tentang diri yang tetap atau identitas abadi.
Buddhisme dikenal sebagai ajaran yang menekankan pada pemahaman pribadi
dan pengalaman langsung untuk mencapai pencerahan. Setiap individu
bertanggung jawab untuk mencari kebenaran dan mengatasi penderitaan melalui
praktik spiritual dan moral. Praktik meditasi dan kebijaksanaan hidup yang
diajarkan oleh Buddha menjadi landasan bagi pengikut agama ini.
Dengan pelaksanaan sila, diharapkan kita dapat menjadi seseorang yang baik dan
terkendalidalam perilaku. Pelaksanaan Pancasila Buddhis bagi umat awam
bertujuan untuk memperolehkedamaian dan ketenangan bagi diri sendiri maupun
orang lain. Sila dalam bentuk pasifadalah landasan untuk mengembangkan sila
dalam bentuk positif. Aturan tersebut biladijalankan dalam kehidupan sehari-hari,
bukan hanya akan membawa kemajuan mental danspiritual itu sendiri, tetapi juga
dalam bermasyarakat sebagai umat Buddha
Tujuan dari pelaksanaan sila Buddhisme yang berkaitan dengan kerukunan
kehidupan beragama antara lain:
Salah satu ajaran Buddha yang relevan dengan kerukunan antaragama adalah dari
Dhammapada, yaitu sebuah koleksi dari ajaran-ajaran Buddha. Dalam Dhammapada,
terdapat ayat yang dapat diartikan dalam konteks kerukunan antaragama:
"Seorang yang tidak membenci dengan kebencian, yang mengatasi dengan cinta, akan
menang atas kebencian. Seorang yang menahan diri dengan kasih sayang akan menang
atas kebencian. Ini adalah hukum abadi."
Dalam ayat ini, Buddha menekankan pentingnya mengatasi kebencian dengan cinta dan
kasih sayang. Sikap saling pengertian, toleransi, dan cinta kasih adalah inti dari ajaran
ini, yang dapat diterapkan dalam konteks kerukunan antaragama.
3. Brahmavihara
Brahmavihara adalah empat sifat luhur yang harus dikembangkan dalam Agama
Buddha. Brahmavihara terdiri dari empat pilar, yaitu:
Dalam bahasa Pali, bahasa yang digunakan dalam naskah-naskah Buddhis, empat keadaan
batin ini dikenal juga dengan nama Brahma-vihara. Istilah ini dapat juga diungkapkan sebagai
keadaan batin yang sempurna, luhur atau mulia; atau seperti keadaan batin para Brahma atau
dewa. Empat keadaan batin ini dikatakan sempurna atau luhur karena merupakan cara
bertindak dan bersikap yang benar dan ideal terhadap semua makhluk hidup (sattesu samma
patipatti). Keempatnya menyediakan jawaban terhadap semua situasi yang muncul dalam
kontak sosial. Empat keadaan batin luhur ini merupakan pereda tekanan yang hebat, pencipta
kedamaian dalam konflik sosial, serta penyembuh terhadap luka-luka yang diderita dalam
perjuangan hidup. Empat keadaan batin luhur ini dapat menghancurkan rintangan-rintangan
sosial, membangun komunitas yang harmonis, membangunkan kemurahan hati yang telah
lama tertidur dan terlupakan, menghidupkan kembali kebahagiaan dan harapan yang telah
lama ditinggalkan, serta mendorong persaudaraan dan kemanusiaan untuk melawan kekuatan
egoisme.
Brahma-vihara bertentangan dengan keadaan batin yang penuh kebencian, dan oleh sebab
itulah ia dikatakan bersifat Brahma, pemimpin tertinggi (yang tidak abadi) dari alam-alam
surga tingkat atas dalam gambaran Buddhis tradisional mengenai alam semesta. Akan tetapi,
berbeda dengan banyak gambaran mengenai dewa-dewi, baik di Timur maupun Barat, yang
oleh para pemujanya sendiri dikatakan dapat menunjukkan kemarahan, kemurkaan, iri hati;
Brahma dalam Buddhisme dinyatakan telah terbebas dari kebencian. Oleh sebab itu,
seseorang yang dengan giat mengembangkan empat keadaan batin luhur ini, melalui tindakan
dan meditasi, dapat dikatakan telah menjadi setara dengan Brahma (brahma-samo). Jika
empat keadaan batin luhur menjadi pengaruh yang dominan dalam batin orang tersebut, maka
ia akan terlahir kembali dalam dunia yang sesuai, yaitu alam-alam Brahma. Oleh sebab itu,
empat keadaan batin ini disebut seperti dewa atau Brahma.
Tujuan akhir dari pencapaian Brahma-vihara-jhana ini adalah untuk menghasilkan suatu
keadaan batin yang dapat menjadi landasan kokoh untuk penembusan pemahaman atau
pencapaian pencerahan mengenai sifat sejati dari semua fenomena, yaitu ketidak-kekalan,
dapat mengalami penderitaan, dan tanpa inti. Batin yang telah mencapai pencerapan meditatif
yang dipengaruhi oleh empat keadaan luhur ini akan menjadi murni, damai, teguh, terpusat
dan bebas dari egoisme yang kasar. Dengan demikian, batin akan siap untuk pembebasan
akhir yang hanya dapat dilengkapi melalui pencerahan.
Dalam Agama Buddha terdapat empat sifat luhur yang harus dikembangkan yaitu
Metta, Karuna, Mudita Upekkha. Sifat-sifat luhur tersebut sering disebut dengan
Brahmavihara.
Kesimpulan :
Keempat hal itulah yang sebaiknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengembangkan empat sifat luhur tersebut, seseorang akan hidup bahagia
dan dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Dari semua pemberian,
pemberian Dhammalah yang tertinggi. Semoga semua mahluk berbahagia.
4. Prasasti asoka
Asoka yang Agung (juga Ashoka, Aśoka, dilafazkan sebagai Asyoka) adalah
penguasa Kekaisaran Maurya Gupta dari 273 SM sampai 232 SM. Seorang
penganut agama Buddha, Asoka menguasai sebagian besar anak benua India,
dari apa yang sekarang disebut Afganistan sampai Bangladesh dan di selatan
sampai sejauh Mysore.
Nama "Asoka" berarti 'tanpa duka' dalam bahasa Sanskerta (a – tanpa, soka –
duka). Asoka adalah pemimpin pertama Bharata (India) Kuno, setelah para
pemimpin Mahabharata yang termasyhur, yang menyatukan wilayah yang
sangat luas ini di bawah kekaisarannya, yang bahkan melampaui batas-batas
wilayah kedaulatan negara India dewasa ini.
Gambar di atas adalah prasasti asoka yang berisi dekrit dari raja asoka
Dekrit Asoka tersebut telah dipahatkan di atas prasasti batu cadas yang
berbunyi” Prasasti Raja Asoka” dengan isi sebagai berikut: “ Bila kita
menghormati Agama kita sendiri, janganlah lalu mencemoohkan dan menghina
agama lain. Seharusnya kita menghargai pula agama-agama lainnya. Dengan
demikian agama kita akan berkembang, Disamping kita juga memberikan
bantuan bagi agama agama-agama lainnya. Bila berbuat sebaliknya, berarti kita
yelah menggali liang kibur bagi agama kita sendiri, Disamping kita membuat
celaka bagi agama lainnya. Siapa yang menghormati agamanya tetapi
menghina agama-agama lainnya Dengan pikiran bahwa dengan berbuat
demikian Ia merasa telah melakukan hal-hal yang baik bagi agamanya sendiri,
Maka sebaliknya hali ini akan memberikan pukulan kepada agamanya dengan
serius. Maka karena itu toleransi, kerukunan dan kerjasama sangat diharapkan
sekali dengan Jalan suka juga mendengarkan ajaran-ajaran agama lainnya,
Disamping ajaran agamanya sendiri.”
Dari dekirt asoka berikut adalah intisarinya :
I. Kerukunan antar umat beragama
II. Pengembangan kesejahteraan rakyat
III. Pengembangan ajaran sosial dan moral
IV. Pengembangan tindakan non-kekerasan
V. Pengembangan keteguhan dalam melaksanakan Dharma
5. Saraniyadhamma sutta
Saraniya Dhamma Sutta adalah sutta tentang hal-hal yang dikenang. Dalam sutta ini,
ada enam prinsip Saraniya Dhamma: Mettakaya kamma, Mettavaci kamma,
Mettamano. Saraniya Dhamma Sutta termasuk dalam Sutta Pitaka, Anguttara Nikaya,
Chakka Nipata, Saraniya Vagga, Saraniyadhamma Sutta (AN 6. 12). Dhamma berarti
Kesunyataan Mutlak, Kebenaran Mutlak, atau Hukum Abadi. Dhamma ada dalam
hati sanubari manusia dan pikirannya, serta dalam seluruh alam semesta. Dalam
agama Buddha, ada ajaran nilai kebenaran mulia yang ditujukan untuk semua orang
tanpa membedakan ras, suku, agama, dan budayanya.
Pada waktu Sang Bhagavā berada di ārāma di Jetavana yang didirikan Anāthapiṇḍika
di kota Sāvatthī. Pada kesempatan itu Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu: “O,
para Bhikkhu.”
Para bhikkhu datang menghadap. Sang Bhagavā bersabda:“O, para Bhikkhu, terdapat
enam Dhamma yang bertujuan agar kita saling mengingat, saling mencintai, saling
menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan:
“O, para Bhikkhu, Bhikkhu di dalam Buddha Sāsana (Ajaran Buddha) ini
memancarkan cinta kasih dalam perbuatannya terhadap mereka yang menjalankan
kesucian, baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan
agar saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu, Bhikkhu di dalam Buddha Sāsana ini
memancarkan cinta kasih dalam ucapan terhadap mereka yang menjalankan kesucian,
baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan agar
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu, Bhikkhu di dalam Buddha Sāsana ini
memancarkan cinta kasih dalam pikiran terhadap mereka yang menjalankan kesucian,
baik di depan mau pun di belakang mereka. Hal ini akan menunjang tujuan agar
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, masih ada lagi, satu hal yang telah diperoleh dengan benar, dāna
makanan yang diperoleh dengan menerimanya di rumah perumah tangga atau di
vihāra. Dāna makanan itu diterima sebagai milik bersama, kemudian dibagikan pada
sesama yang menjalankan sīla dan kesucian. Hal ini akan menunjang tujuan agar
saling mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu, mereka yang sama dalam melaksanakan sīla
dengan sesama yang menjalankan kesucian, baik di depan maupun di belakang
mereka, sebagai pelaksana sīla yang tidak terputus- putus, tidak berlubang, tidak
belang, tak ternoda di manapun, yang mengatasi, yang dipuji para bijaksana, yang tak
disertai dengan tanhā dan pandangan salah, yang dilaksanakan demi pengembangan
samādhi. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat, saling mencintai,
saling menghormati, saling menolong, saling menghindari percekcokan yang akan
menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, masih ada lagi, yaitu, mereka yang mempunyai kesamaan dalam
pandangan benar (sammāditthi) dengan sesama yang menjalankan kesucian, baik di
depan maupun di belakang mereka, yang luhur, yang menjadi pembimbing pelaksana
ke pelenyapan dukkha secara benar. Hal ini akan menunjang tujuan agar saling
mengingat, saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling
menghindari percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.
“O, para Bhikkhu, enam Dhamma ini akan menunjang tujuan agar saling mengingat,
saling mencintai, saling menghormati, saling menolong, saling menghindari
percekcokan yang akan menunjang kerukunan, persatuan dan kesatuan.”
Sesudah Sang Bhagavā selesai berkhotbah, para bhikkhu gembira dan bersenang hati.
Sutta Pitaka, Anguttara Nikaya, Chakka Nipata, Saraniya Vagga, Saraniyadhamma
Sutta (AN 6. 12)
Dalam Saraniyadhamma Sutta (AN 6:12), terdapat 6 cara yang dapat menyebabkan
orang-orang bersatu, baik melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan.
6. Toleransi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi adalah sifat atau sikap
toleran. Toleransi berarti: Menghargai, Membiarkan, Membolehkan,
Menenggang. Toleransi juga berarti bersikap toleran terhadap orang lain yang
berbeda pendapat. Kata "toleransi" berasal dari bahasa Latin, tolerare, yang berarti
sabar. Secara etimologi, toleransi adalah: Kesabaran, Ketahanan emosional,
Keluasan dada.
Nilai-nilai Toleransi dalam Perspektif Agama Buddha
Sikap toleransi telah diteladankan oleh Buddha baik melalui tindakan maupun
dalam nasehat melalui kotbah-kotbahnya. Nilai-nilai toleransi bukan hanya
diajarkan, melainkan ditunjukkan langsung dalam sikap dan tindakannya, juga
dilakukan oleh para siswanya. Buddha adalah seorang guru yang cinta damai,
dan sangat toleran terhadap penganut kepercayaan lain. Buddha tidak pernah
menggunakan kekerasan sekecil apapun dalam membabarkan Dhamma, karena
Ia hanya berdasarkan cinta kasih semata dalam mengajar kepada siapa pun. Hal
ini telah ditanamkan oleh Buddha sejak pertama kali Ia mengutus para siswanya
yaitu 60 bhikkhu arahat untuk membabarkan Dhamma ke semua makhluk.
Dalam kitab suci Vinaya Pitaka, Buddha memerintahkan para bhikkhu sebagai
berikut:
(Berjalanlah, para bhikkhu, dalam perjalanan untuk berkah banyak orang,
untuk kebahagiaan banyak orang karena welas asih terhadap dunia, untuk
kesejahteraan, berkah, kebahagiaan para dewa dan manusia).
Dalam ajaran Buddha, terdapat prinsip-prinsip yang mendukung toleransi dan
penghargaan terhadap perbedaan antarindividu dan komunitas. Beberapa konsep
ini termasuk:
I. Metta (Kasih Sayang): Metta adalah konsep cinta kasih atau kasih sayang
yang diajarkan oleh Buddha. Para penganut Buddha diajarkan untuk
mengembangkan rasa kasih sayang terhadap semua makhluk, tanpa
memandang agama, ras, atau latar belakang lainnya.
II. Karuna (Belas Kasihan): Karuna adalah konsep belas kasihan
ataukepedulian terhadap penderitaan makhluk lain. Dengan memahami
penderitaan orang lain, orang Buddha diajarkan untuk merespon dengan
kepedulian dan membantu sesama.
7. Upalli suta
8. Kalama sutta
Kalama Sutta terkenal karena mendorong penyelidikan bebas; semangat sutta
menandakan suatu ajaran yang bebas dari fanatisme, kefanatikan, dogmatisme, dan
intoleransi.
Kālāma Sutta merupakan instruksi kepada suku kalam dan sebuah khotbah Sang
Buddha yang tercantum di dalam Anguttara Nikaya dari Tipiṭaka. Sutta ini berisi
tentang penerapan sikap ehipassiko seperti yang diajarkan sang Buddha di dalam
menerima ajaran-Nya. Sang Buddha dalam sutta ini mengajarkan untuk "datang
dan buktikan" ajaran-Nya, bukan "datang dan percaya".
Sang Buddha memulai khotbahnya dengan meyakinkan para Kalama bahwa
dalam situasi seperti demikian adalah hal yang wajar bagi mereka untuk bimbang,
sebuah ketenangan yang membangkitkan kebebasan menyelidik. Dia selanjutnya
membabarkan pesan berikut, menasihati para Kalama untuk meninggalkan hal-
hal yang mereka ketahui sendiri adalah buruk dan mengambil hal-hal yang
mereka ketahui sendiri adalah baik.