Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Problematika ketuhanan merupakan persoalan metafisika yang paling kompleks. Pada


mulanya, orang memecahkan secara wajar, yang kemudian mulai diperdebatkan dan
difilsafatkan. Probematika ini kemudian menjadi objek kajian dari tokoh agama dan moral,
dari ilmuan dan filosof. Didalam ide ketuhanan manusia menemukan diri sendiri maupun
penciptanya, dalam ide ini kita bisa mengetahui sumber kebaikan dan kesempurnaan,
sumber eksistensi, dan gerak karena Allah adalah sumber yang segala yang ada, sebab dari
segala-gala dan tujuan puncak. Sementara itu dalam islam, masalah ketuhanan juga
menempati masalah dasar utama keimanan dan keislaman. Keimanan terhadap Tuhan
menjadi standar keabsahan seseorang dalam memeluk agama.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Konsep spiritualitas sebagai landasan kebertuhanan


1.2.2 Alasan spiritualitas diperlukan
1.2.3 Sumber psikologis, sosilogis, filosofis, dan teologis konsep ketuhanan
1.2.4 Argumen cara mengimani Tuhan

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep berketuhanan serta sumber


psikologis, sosiologis, filosofis, dan konsep ketuhanan. Mengintrepretasikan konsep
pemahaman materi yang dipelajari.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep spiritualitas sebagai landasan kebertuhanan

Spiritualistas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan nonfisik yang lebih besar
daripada kekuatan kita sendiri.

Tuhan menepatkan roh,roh adalah suci yang berdiam di dalam hati, sehingga untuk
merasakan kehadiran Tuhan maka berawal dari penyucian hati.

Roh membentuk karakter yang terpuji, nasib manusia ditentukan oleh karakter. Karakter di
pengaruhi budaya<-> kebiasaan <->sikap<->paradigmA

Doe (dalam Montohar, 2010: 36) mengartikan bahwa spiritualitas adalah dasar bagi
tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spritualitas memberi arah dan arti
pada kehidupan. Spritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non-fisik yang lebih
besar daripada kekuatan diri kita, suatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung kepada
Tuhan atau sesuatu unsur yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.

Spritual, spritualitas, spritualitasme mengacu kepada kosa kata


latin spirit atau spiritus yang berarti napas. Adapun kerja spirare yang berarti untuk bernapas.
Berangkat dari pengertian etimologis ini, maka untuk hidup adalah untuk untuk bernapas, dan
memiliki napas artinya memiliki spirit (Aliah B. Purwakania, 2006: 288). Spirit dapat juga
diartikan kehidupan, nyawa, jiwa, dan napas (Hasan Shadily, 1984: 3278).

Dalam pengertian yang lebih luas spirit dapat diartikan sebagai: 1) kekuatan kosmis yang
memberi kekuatan kepada manusia (yunani kuno); 2) makhluk immateril seperti peri, hantu dan
sebagainya; 3) sifat kesadaran, kemauan, dan kepandaian yang ada dalam alam menyeluruh; 4)
jiwa luhur dalam alam yang bersifat mengetahui semuanya, mempunyai akhlak tinggi,
menguasai keindahan, dan abadi; 5) dalam agama mendekati kesadaran ketuhanan; 6) hal yang
terkandung dalam minuman keras, dan menyebabkan mabuk (Hasan Shadily, 1984: 3278).

Selanjutny dalam Ensiklopedi Indonesia spiritual adalah: 1) bentuk nyanyian rakyat yang
bersifat keagamaan, dikembangkan oleh budak-budak Negro dan keturunan mereka di Amerika
Serikat bagian selatan; 2) yang berhubungan dengan rohani dan eksistensi kristiani yang
berdasarkan kehadiran dan kegiatan roh kudus (s. spiritus) dalam setiap orang beriman dan
seluruh gereja. Adapun spiritualitas adalah kehidupan rohani (spiritual) dan perwujudannya
dalam cara berfikir, merasa, berdo’a dan berkarya (Hasan Shadily: 3279).

2
Memang spiritualitas memiliki ruang lingkup dan pengertian yang luas. Aliah B.
Purwakania Hasan (2006) mengungkapkan hasil penelitian Martsolf dan Mickey tentang
sejumlah kata kunci yang mengacu kepada pengertian spiritualitas, yakni makna (meaning),
nilai-nilai (values), transendesi (transcendency), bersambungan (connecting), dan menjadi
(becoming).

Memang tampaknya pengertian spiritualitas merangkum sisi-sisi kehidupan rohaniah


dalam dimensi yang cukup luas. Secara garis besarnya spiritualitas merupakan kehidupan rohani
(spiritual) dan perwujudannya dalam cara berfikir, merasa, berdoa, dan berkarya (Hasan Shadily:
3728). Seperti yang dinyatakan William Irwin Thomson, bahwa spiritual bukan agama. Namun
demikian ia tidak dapat dilepaskan dengan nolai-nilai keagamaan. Maksudnya ada titik singgung
antara spiritual dan agama

Inti spiritualitas :

Jika kita bisa menerima bahwa kita adalah makhluk spiritual yang hidup dalam tubuh
fisik, maka ;spiritualitas adalah tentang persatuan, kebenaran, tanggung jawab pribadi,
pengampunan, kehendak bebas, cinta dan kedamaian. Yang paling penting, spiritualitas adalah
tentang menciptakan realitas kita sendiri, mengalami realitas-realitas menjadi kebijaksanaan
yang hidup dalam hukum alam semesta sehingga kita dapat berkembang secara rohani dan
kembali ke Penciptaan Allah SWT.

Spiritual diri kita adalah diri sejati, bukan tubuh kita. Tubuh hanya sebagai kendaraan
bagi jiwa kita. Pengalaman-pengalaman negatif dan positif dapat membantu jiwa kita
berkembang, kearah mana yang akan di tempuh dalam perjalanan hidup ini.

Relasi spiritualitas dengan agama

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa spiritualitas memang bukan agama.
Akan tetapi, ia memiliki hubungan dari segi nilai-nilai keagamaaan yang tidak dapat dipisahkan.
Titik singgung antara spiritualitas dan agama tampaknya memang tak dapat dinafikan
sepenuhnnya. Keduanya menyatu dalam nilai-nilai moral. Adapun nilai-nilai moral itu tergolong
pada katagori nilai utama (summum bonum) dalam setiap agama.

Dorongan untuk berpegang pada nilai-nilai moral ini sudah ada dalam diri manusia.
Menurut Murthada Muthahhari, dorongan tersembunyi dalam diri manusia. Dalam konsep ajaran
islam, nilai-nilai moral itu disebut akhlak yang baik atau husn al-akhlaq (Muthada Muthahhari:
55).

Pemahaman ini menunjukkan, bahwa sebenarnya spiritualitas adalah potensi batini


manusia. Sebagai potensi yang memberikan dorongan bagi manusia untuk melakukan kebajikan.
Dengan demikian, tidak mengherankan bila, spiritualitas ini senantiasa diposisikan sebagai nilai
utama dalam setiap ajaran agama.

3
Spiritualitas mengacu kepada kepedulian antar sesama. Sisi-sisi spiritualitas itu
digambarkan: “ Berusaha untuk menyelasaikan permasalahan orang lain bukan saja merupakan
kewajiban setiap orang itu adalah salah satu kesenangan yang paling baik dan luhur dalam
kehidupan. Jangkauan cinta seseorang harus sedemikian luas dan inklusif, sehingga ada ruang di
dalamnya bagi setiap orang. Cinta semacam itu dapat membuat orang merasa, bahwa segala
sesuatu yang ada di dunia ini adalah indah dan cantik.

Gambaran ini paling tidak menunjukkan kandungan nilai-nilai spiritualitas. Nilai-nilai


agung ini harus dibentuk dalam rangkain proses yang cukup panjang. Langkah awala adalah
bagaimana menghargai dan memuliakan orang lain di luar diri. Dalam konteks ini dijumpai
sejumlah pesan-pesan suci yang termuat dalam Al-qur’an, antara lain: “ Hai orang-orang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka
(yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)….(QS 49: 11). “ Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dengki dan prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…..” (QS 49: 12).

Lebih dari itu manusia juga didasarkan akan latar belakang historis kejadiannya.
Didasarkan akan posisi, fungsi, serta perannya sebagai makhluk sosial. Makhluk hidup
bermasyarakat. Bukan makhluk individu yang hanya menggambarkan egoismenya. Al-qur’an
mengingatkan: “ Hai manusia, kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal..”(QS 49:13).

Dalam pandangan islam, nilai-nilai yang terkandung dalam spirituallitas tidak hanya
terbatas dalam hubungan antar manusia saja, melainkan mencakup kawasan yang lebih luas.
Meliputi hubungan antar makhluk. Dijelaskan oleh sang Maha Pencipta: “ Dan tiadalah
binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat-umat juga seperti kamu..” (QS 6: 36). Rasulullah saw. bersabda: “ Kasih-
sayangilah segala (apa) yang ada di bumi, maka yang di langit akan mengasih-sayangimu..”

Pemikiran filsafat mengacu kepada upaya untuk mengungkapkan nilai-nilai hakiki.


Padahal nilai-nilai hakiki yang mutlak itu termuat dalam ajaran agama. Spiritualitas itu sendiri
berada pada hati nurani agama. Oleh sebab itu, menurut Nurcholis Madjid: “ jika seorang
memahami hati nurani agama, dialog antar agama menjadi mudah,”. Dengan nilai-nilai
spiritualitas sejatinya kedamaian hidup bisa diwujudkan. Spiritualitas hakekatnya adalah
kepedulian lintas agama, lintas ras, lintas bangsa, maupun lintas geografis. Jelasnya, spiritualitas
merupakan kepedulian paripurna yakni kepedulian lintas makhluk.

4
2.2 Alasan manusia memerlukan spiritualitas

Pada modernosasi dan globalisasi membuat ruang spiritual krisis dan akhirmua
menghilangnya realitas ilahi, yang berakibat adanya kehampaan spiritual dan akhirnya tidak
mempunyai pegangan hidup/tujuan hidup. Maka dari itu diperlukannya pelatihan jiwa (olah
pikir, olah rasa, olah jiwa, dan olahraga)

Sayyed Hosen Nasr memyarankan agar bertassawuf hal itu bersifat positif,dapat
mengerem keegoisan dan dorongan hawa napsu. Bagi mereka yang mempunyai lecerdasan
spiritual dunia merupakan pijakan untuk menuju ke akhirat, bekerja lebih tulus dan jauh dari
egois,memiliki integritas moral yang tinggi dan saleh.

2.3 Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis konsep Ketuhanan

2.3.1 Bagaimana tuhan di rasakan (perspektif psikologis)

Manusia secara alami dapat merasakan hal gaib. Rohlah yang membuat manusia
memgenal Tuhan dan kehadiran-Nya.

Dalam bagian otak dianggap terkait demgam kecerdasan spiritual

 Osilasi 40hz kemudian melahirkan kecerdasam spiritualnya


 Alam bawah sadar yang melahirkan teori tentang suara hati & EQ
 Penemuan god spot dalam temporal disekitar pelipis
 Kajian somatic maker

Menurut Andrew Newberg & Mark Waldman

"manusia dilahirkan tidak membawa kepercayaan khusus kepada Tuhan. Sistem kepercayaan
dibangun oleh gagasan yang diajarkan secara intens sehingga tertanam secara neurologis di
dalam memori dan akhirnya memengaruhi prilaku & pemikira"

Menurut hadis nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan
menyebut orang yang dicintainya (Man ahabba syai'an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga
bisa diperbudak oleh cintanya (Man ahabba syai'an fahuwa abduhu), kata nabi, juga ciri dari
cinta sejati ada 3.

1) lebih suka berbicara dengan yang dicintainya dibanding dengan yang lain

5
2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain dan
3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain atau
diri sendiri. Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala, maka ia lebih suka berbicara dengan Allah subhanahu wa ta'ala, dengan
membaca FirmanNya, lebih suka bercengkrama dengan Allah subhanahu wa
taala dalam itikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah subhanahu wa ta'ala
daripada perintah yang lain saat itulah kehadiran Allah dapat kita rasakan.

2.3.2 Bagaimana Tuhan disembah (perspektif sosiologis)

Manusia itu lemah, sehingga ia mencari pertolongan juga kepada kekuatan


kekuatan Spiritual.

Menurut pakar sosiologi kebertuhanan manusia yaitu:

 Animisme (semua benda memiliki roh yang dapat memberi pertolongan)


 Politeisme (manusia mulai menyembah masing masing tuhan mereka
 Monoteisme (manusia mulai memiliki konsep Tuhan esa)

Suku indian primitif manusia merasakan tuhan->proses kapitalisme->mengutamakan halhal


bersifat simbol dan terjadilah berhala dan simbol agama

Masyarakat primitif srtiap permasalahan dikaitkan oleh tuhan. Masyarakat modern


menjelaskan segala fenomen dengan rasionalisme dan perkembangan iptek.

Berbeda dengan perspektif teologis, sosiologis memandang agama tidak berdasarkan teks
keagamaan (baca kitab suci dan sejenisnya), tetapi berdasarkan pengalaman konkret pada masa
kini dan pada masa lampau. hingga kini agama menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dalam
setiap sendi kehidupan manusia. bahkan manusia yang menganggap dirinya sebagai manusia
yang paling modern sekalipun tak lepas dari agama. Hal ini membuktikan bahwa agama tidaklah
sesempit pemahaman manusia mengenai kebenarannya. agama tidak saja membicarakan hal-hal
yang sifatnya eskatologis, malahan juga membicarakan hal-hal yang logis pula. agama juga tidak
hanya membatasi diri terhadap hal-hal yang kita anggap mustahil. karena pada waktu yang
bersamaan agama juga menyuguhkan hal-hal yang riil. begitulah agama sangat kompleks

6
sehingga betul-betul membutuhkan mata yang sanggup "melek" (keseriusan) untuk
memahaminya.

Dalam sosiologis, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam
perilaku sosial tertentu. berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Oleh karena itu, setiap perilaku yang diperankan akan terkait dengan sistem
keyakinan dari ajaran agama yang dianut. perilaku individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan
dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginternalisasi sebelumnya.
manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara dialektik. ketiganya berdampingan
dan berhimpit saling menciptakan dan meniadakan.

2.3.3 Bagaimana tuhan dirasionalkan (perspektif filosofis)

Tuhan adalah pencipta dari alam yang menjadikan sebab pertama segala akibat yang di
lihat ini,Allah adalah wujud yang ada dengan sendirinya dan tidak membutuhkam sesuatu
apapun untuk mengaktualkannya

Menurut Ibn Rusyd (al-inayah)

Argumen ini didasari oleh alam semesta yang mengikuti ayat ayat al-quran. Membuktika.
Tuhan dengan dua Penjelasan:

 fasilitas dibuat untuk kepentingan manusia dan menjadi bukti akan adanya rahmat
Tuhan
 Keserasiam alam timbul karna ada kesengajaan dengan tujuan tertentu dan bukan
kebetulan

Filsafat ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, yaitu
memakai Apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis. bagi orang yang menganut agama
tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan pendekatan Wahyu di
dalam usaha memikirkannya. jadi filsafat ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan
pendekatan akal budi tentang Tuhan. usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk
menemukan Tuhan secara Absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-
kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.

7
Penelaahan tentang Allah dalam filsafat lazimnya disebut teologi filosofi. hal ini bukan
menyelidiki tentang Allah sebagai obyek, namun eksistensi dalam semesta, yakni makhluk yang
diciptakan, sebab Allah dipandang semata-mata sebagai Kausa pertama, tetapi bukan pada diri-
Nya sendiri, Allah Sebenarnya bukan dari materi ilmu, bukan pula pada teodise. jadi
pemahaman Allah di dalam agama harus dipisahkan Allah dalam filsafat. namun pendapat ini
ditolak oleh para agamawan, sebab dapat menimbulkan kekacauan berpikir pada orang beriman.
maka ditempuhlah cara ilmiah untuk membedakan dari teologi dengan menyejajarkan filsafat
Ketuhanan dengan filsafat lainnya (filsafat manusia, filsafat alam, dan lain-lain), maka para filsuf
mendefinisikannya sebagai usaha yang dilakukan untuk menilai dengan lebih baik, dan secara
refleksif, realitas tertinggi yang dinamakan Allah itu, ide dan gambaran Allah melalui sekitar diri
kita.

2.3.4 konsep tentang Tuhan dalam perspektif teologis

Dalam perspektif teologis, masalah ketuhanan, kebenaran, dan keberagamaan harus


dicarikan penjelasan dari sesuatu yang dianggap sakral dan dikultuskan karena dimulai dari atas
(dari Tuhan sendiri melalui wahyu-Nya). artinya, kesadaran tentang Tuhan, baik-buruk, cara
beragama hanya bisa diterima kalau berasal dari Tuhan sendiri. Tuhan memperkenalkan diri-
Nya, konsep baik buruk, dan cara beragama kepada manusia melalui berbagai pernyataan, baik
yang dikenal sebagai pernyataan umum, seperti penciptaan alam semesta, pemeliharaan alam,
penciptaan semua makhluk, maupun pernyataan khusus, seperti yang kita kenal melalui Firman-
Nya dalam kitab suci, penampakan diri kepada nabi-nabi, bahkan melalui inkarnasi menjadi
manusia dalam dogma Kristen.

Pernyataan-pernyataan Tuhan ini menjadi dasar keimanan dan keyakinan umat beragama.
melalui Wahyu yang diberikan tuhan, manusia dapat mengenal Tuhan; manusia mengetahui cara
beribadah; dan cara memuji dan mengagungkan Tuhan. dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
tentang tuhan, baik buruk, dan cara beragama dalam perspektif teologis tidak terjadi atas
prakarsa manusia, tetapi terjadi atas dasar Wahyu dari atas. tanpa inisiatif Tuhan melalui wahyu-
Nya, manusia tidak mampu menjadi makhluk yang bertuhan dan beribadah kepada-Nya.

8
2.4 Membangun Argumen tentang Cara Manusia Meyakini dan Mengimani
Tuhan

Orang yang beriman kepada tuhan adalab orang yang berkarakter berketuhanan yang meyakini
tuhan sebagai sumber kebenaran.
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam
rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka
keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika
iman kepada Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut
kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya,
rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak
ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara
beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut mengaku
beragama Islam.

Ada dua cara beriman kepada Allah SWT :a.Bersifat IjmaliCara beriman kepada Allah
SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai Allah SWT secara umum
atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pokok Islam telah memberikan
pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang
Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha
Sempurna.b.Bersifat TafshiliCara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya
adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah
SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah
adanya “Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta
menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di
dalamnya.Selain itu kita juga harus menaati semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya .

9
BAB III

PENUTUPAN

KESIMPULAN

Pada pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa pentingnya manusia bertuhan, Ibnu Sina
dan Ibnu Rusyid. Dan tuhan merupakan substansi yang tidak ada batasnya, tidak beruang, dan
tidak bertempat, kita sebagai makhluk ciptaannya diberi kemampuan yang terbatas dalam
berpikir oleh karenanya kita diperbolehkan berikhtiar dalam mengkonsepsikan Tuhan. Tuhan
merupakan kebenaran yang mutlak, terkonsep, melalui persepsi yang berwujud ibadah dan
akhlakul karimah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ref: https://www.cram.com/flashcards/agama-bagaimana-manusia-bertuhan-8110690

Ref: http://miemande.blogspot.com/2019/03/makalah-lengkap-bagaimana-manusia.html

Ref: https://www.coursehero.com/file/p6155hr/Tuhan-memperkenalkan-diri-Nya-konsep-
baik-buruk-dan-cara-beragama-kepada/

Ref: https://www.slideshare.net/mobile/chusnaqumillaila/bagaimana-manusia-bertuhan-
materi-kuliah-agama-islam

11

Anda mungkin juga menyukai