Anda di halaman 1dari 4

Nama : Henrico Haloho

NIM : 21.01.1971
Stambuk/Prodi : 2021/Teologi
Mata Kuliah : Ilmu agama Hindu Buddha
Kelas : 1B
Dosen Pengampu : Marhasil Hutasoit, M.Th

AJARAN BUDDHA TENTANG DUKHA

I. Pendahuluan
Penyaji pada kesempatan kali ini akan memaparkan mengenai ajaran Buddha tentang
dukkha. Dukkha adalah penderitaan yang dialami oleh manusia dalam hidupnya dan dapat terjadi
kapanpun dan dimanapun manusia berada. Dalam ajaran Buddha Gautama di banares, dukha
merupakan bagian dari empat kebenaran yang mulia atau empat aryasatyani. Oleh sebab itu,
mari melihat penjelasan penyaji tentang dukkha dalam kehidupan manusia, jenis dukha, sampai
cara menghindari dukha.
II. Pembahasan
II.1. Asal usul ajaran tentang dukkha
Dukha berasal dari ajaran Buddha Gautama. Ketika ia dilahirkan di dalam lingkungan
hidup yang senang dan mencari tahu tentang dunia luar dan penderitaan, ia meninggalkan
semuanya termasuk istri dan anaknya serta segala kenikmatan hidup di dalam istana. 1 Sejak saat
itu Buddha mengetahui orang dilahirkan menjadi tua, dan mati tiada hidup yang tetap. Manusia
hidup, ia menderita sakit; dipisahkan dari yang dikasihinya, dan sebagainya, semuanya adalah
penderitaan. Seandainya di dalam dunia tiada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di
dunia.2
II.2. Pengertian dukha
Dukkha merupakan istilah dalam bahasa Pali yang sering kali diartikan sebagai
penderitaan, kesedihan, kemalangan dan keputus-asaan.3 Dhamma adalah ajaran pokok ajaran-
ajaran pokok dalam agama Buddha. Penganut-penganut agama Buddha ia adalah obat untu
menyembuhkan penyakit akhlak masyarakat. Terdapat empat prinsip di dalam Dhamma yang
dikenali dengan “Empat Kebenaran Mulia”. 4 Aryasatyani atau “Kebenaran yang Mulia” itu

1
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha (Jakarta: Gunung Mulia, 2003), 66.
2
Harun Hadiwijono, 71.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Dukkha, diakses pada 18 Oktober 2021, pukul 18:46.
4
Colin Mc. Dougall, Buddhism in Malaya, (Singapura: Donald moore, 1956), 27.
terdiri dari empat kata, yaitu: Dukha, samudaya, nirodha, dan marga. Yang disebut dukkha
adalah penderitaan. Hidup adalah penderitaan, kelahiran adalah penderitaan, sakit adalah
penderitaan, mati adalah penderitaan, disatukan dengan yang tidak dikasihi adalah penderitaan,
tidak mencapai yang diinginkan adalah penderitaan: dengan singkat, kelima pelekatan pada
dunia ini adalah penderitaan.5

II.3. Jenis-jenis dukha


Adapun jenis-jenis dukkha menurut ajaran Buddha, yaitu:
1. Dukkha-dukkha, yaitu dukkha sebagai penderitaan, seperti usia tua, kematian, berpisah
dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak memperoleh sesuatu yang
diinginkan, kesedihan, keluh-kesah dan kegagalan.
2. Viparinama-dukkha, yaitu dukkha sebagai akibat dari perubahan seperti sesuatu perasaan
yang bahagia pada waktunya akan berubah dan perubahan ini akan menimbulkan
kesedihan, penderitaan, dan ketidak bahagiaan.
3. Sankhara-dukkha, yaitu dukkha sebagai akibat dari keadaan yang bersyarat. Untuk itu
seorang harus memahami manusia sebagai gabungan dari lama khandha yang terdiri atas
badan jasmani, pikiran, perasaan dan kesadaran.
4. Samisa-dukkha, yaitu penderitaan dengan mata kail berumpan, yang berarti penderitaan
yang timbul karna hilangnya objek-objek kesenangan indra. Itu mungkin dapat berupa
penderitaan jasmaniah, seperti kematian dan terluka atau dapat juga berupa penderitaan
batiniah, seperti kesedihan, penyesalan atas hilangnya objek-objek kesenangan indra
tersebut.
5. Niramisa-dukkha, yaitu penderitaan tanpa mata kail berumpan, disebabkan tidak ada
ketenangan batin yang berarti penderitaan yang timbul dari suatu usaha untuk berbuat
baik, seperti kesukaran-kesukaran, gangguan-gangguan, kesakitan dan bahaya yang
timbul dari pelaksanaan kemoralan, mempraktekkan meditasi dan sebagainya.6

II.4. Penyebab adanya dukkha


Inilah hal-hal menyebabkan terjadinya penderitaan, yaitu:
1. Kehausan akan kelahiran kembali
2. Bersatu dengan kegembiraan dan nafsu
3. Mencari kesukaan di mana-mana
4. Kehausan akan pemuasan nafsu
5. Kehausan akan keadaan
6. Kehausan akan kekuasaan7

5
Harun Hadiwijono, 71.
6
Tatang Prajna, Bulir-bulir Ratna Teja Dharma (Jakarta: Sunyata, 1997), 65-66.
7
A. G. Honig Jr, Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005),193-194.
II.5. Cara menghindari dukha
Ada delapan jalan kebenaran menurut Agama Buddha untuk mencapai kelepasan dari
sengsara. Inti dari delapan jalan kebenaran mulia, yaitu:
1. Memandang dengan benar (samma ditthi), tujuan untuk mengembangkan pikiran
dalam memperoleh pandangan yang benar tentang diri sendiri. Jika seseorang
memiliki pandangan yang benar, maka ia dapat mengembangkan pandangan yang
benar.
2. Pikiran yang benar (samma sankappa), tujuan dari pikiran yang benar ini adalah sikap
menjauhi kesenangan duniawi dan keegoisan, memelihara cinta kasih, niat baik dan
kebijakan dalam pikirannya, berpikir untuk tidak menyakiti sesama makhluk.
3. Ucapan yang benar (samma vaca), ucapan yang benar meliputi hormat akan
kebenaran dan kesejahteraan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri, dan
memikirkan kesejahteraan orang lain, berarti menghindari dusta, fitnah, dan berkata
kasar.
4. Perbuatan atau tingkah laku yang benar (samma kammanta), memberikan rasa hormat
pada hubungan perorang mengandung arti bahwa sebaiknya tidak melakukan
penyimpangan seksual, dan membuat semua makhluk menjadi lebih baik.
5. Usaha yang benar (samma vayama), dunia adalah tempat jiwa berlatih disiplin
spiritual dalam mempelajari kebenaran. Supaya upaya dalam mempersiapkan alam
sorgawi.
6. Hidup yang benar (samma ajiva) , mencari nafkah tanpa melanggar prinsip-prinsip
moral seperti tidak melakukan perdagangan manusia, perdagangan narkotika, dll.
7. Pikiran yang benar (samma sati), pikiran yang benar ini terdiri dari pengawasan akal
dan emosi yang merusak kesehatan moral. Rahasia kekuatan keinginan terletak pada
keberhasilan manusia dalam mendisiplinkan diri untuk berkonsentrasi, sehingga
kekuatan keinginan manusia semakin besar dan pada akhirnya dapat mengontrol
ingatan yang baik.
8. Meditasi yang benar (samma Samadhi), jalan ini ditempuh dengan memusatkan
perhatiannya kepada suatu sasaran untuk mengerti akan lahir dan batinnya, agar
lambat laun menjadi gembira. Setelah itu, melepaskan rohnya untuk menjadi satu
dengannya dan mendapatkan kedamaian batin. Tingkatan selanjutnya adalah sukha
dan dukha lenyap, rasa hatinya disucikan.8

III. Refleksi Teologis


Dalam Buddha, hidup adalah penderitaan. Mulai dari kelahiran sampai dengan kematian
adalah penderitaan. Pada ajaran Buddha tentang penderitaan yang dialami oleh manusia selalu
diiikuti oleh hawa nafsu yang mencari kepuasaan dalam hidup. Sehingga manusia sudah
sepatutnya meninggalkan nafsu keduniawian agar mendapatkan pencerahan dalah hidup. Dalam
kekristenan pun terdapat nilai yang serupa misalnya dalam Ulangan 8:2 “jadi Ia merendahkan
8
Tony Tedjo, Mengenal Agama Hindu, Buddha, Konghu cu, (Bandung: Agape, 2011), 85-86.
hati mu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau manna, yang tidak kau kenal dan yang
juga tidak dikenal oleh nenek moyang mu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia
hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan.” Dari ayat
tersebut kita mengetahui bahwa penderitaan dapat dilalui tanpa adanya makanan dan nafsu untuk
dipuaskan agar kenyang tetapi manusia juga dapat dipuaskan oleh perkataan Tuhan yang
membawa kita ke jalan hidup yang lebih baik dan tidak bergantung pada hal-hal duniawi saja.
IV. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, penyaji menyimpulkan bahwa dukha merupakan ajaran yang
penting dalam ajaran Buddha. Dukha menurut agama buddha adalah penderitaan yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan seorang manusia mulai ia dilahirkan sampai meninggal dunia.
Tidak ada manusia yang tidak mengalami penderitaan karena penderitaan berasal dari nafsu
seorang manusia untuk mendapatkan kepuasan. oleh sebab itu agama buddha memberikan solusi
mengatasi penderitaan melalui delapan jalan. Delapan jalan ini merupakan jalan untuk
melepaskan diri dari kesengsaraan menuju kelepasan. Kedelapan jalan tersebut dibangun
berdasarkan prinsip pokok yang berisi kebenaran mulia untuk mengatasi berbagai penderitaan.

V. Daftar Pustaka
Sumber buku:
Dougall, Colin Mc, Buddhism in Malaya. Singapura: Donald moore, 1956.
Hadiwijono, Harun, Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung Mulia, 2003.
Honig Jr, A, G, Ilmu Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Prajna, Tatang, Bulir-bulir Ratna Teja Dharma. Jakarta: Sunyata, 1997.
Tedjo, Tony, Mengenal Agama Hindu, Buddha, Konghu cu. Bandung: Agape, 2011.

Sumber internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Dukkha. diakses pada 18 Oktober 2021, pukul 18:46.

Anda mungkin juga menyukai