Anda di halaman 1dari 5

Peran Agama

1. Menurut Encyclopaedia of Buddism, kata agama berasal dari kata “a-gam” dalam bahasa
Sanskerta dan Pali, “gam” berarti “pergi” atau berjalan”, awalnya a-ditambahkan untuk
menyatakan kebalikannya.

2. Keberadaan dan pengalaman hidup manusia di Tengah semesta ini mengusik keinginam
tahu dan membentuk segala harapan manusia.

3. Manusia memiliki nalar, namun ketika sampai pada batas kemampuan akalnya, saat
menghadapi penderitaan, ketakutan, dan ketidakberdayaan, ia terbuka untuk hal-hal yang
melampaui kenyataan duniawi.

4. Agama merupakan pengungkapan dari iman, juga merupakan sumber dan landasan etika,
moral, dan spiritual.

5. Pada umumnya agama lahir sebagai fenomena social menyangkut persoalan


kemanusiaan.

6. Hanya agama yang dapat memberi jawaban apa tujuan hidup manusia, dan menjelaskan
arti kehidupan.

7. Pendidikan ilmiah dan duniawi jika tidak dimbangi dengan pendidikan agama yang benar
dapat menimbulkan bencana. Banyak orang yang terpelajar, tetap tidak memiliki
kebijaksanaan dan Kewelasan, sehingga kecerdasan mereka menjadi salah guna. Orang
sepert ini sangat mungkin memantaatkan kecerdasannya untuk memikiri cara-cara buruk
menjatuhkan lawan, memenuhi ambisi, dan mengeksploitasi pihak lain demi kepentingan
pribadi.

8. Bagaimana menumbuhkan kewelasan dan kebijaksaan ini? Agama membawa manusia


menjadi lebih manusiawi. Ajaran agama yang benar menitikberatkan pada pengembangan
nilai-nilai moral, kedermawanan, kasih saying, dan kebijaksanaan. Seorang umat
beragama yang benar-benar menjalani ajaran agama yang dianutnya akan menjadi lebih
bajik dan bijak sehingga dalam melakukan apa pun selalu mempertimbangkan manfaat
dan kerugian yang mungkin timbul.

9. Apabila hidup tanpa tujuan, tanpa arah, tanpa bimbingan, biasanya seseorang akan
merasa bingung, jenuh, dan tak terarah.

10. Mungkin kebanyakan dari kita merasa tak mungkin merealisasi Nibbana dalam
kehidupan ini. Namun agama akan melindungi kita untuk menentukan tujuan-tujuan kecil
yang baik dalam hidup ini. Remaja yang beragama tentu tak akan memiliki cita-cita
menjadi perampok, pencuri, dan cita-cita buruk lainnya. Remaja yang terjaga oleh
agamanya pasti akan memiliki cita-cita yang baik yang tidak bertentangan dengan ajaran
agamanya. Dengan demikian hidupnya akan menjadi lebih tenang dan lebih bahagia.

11. Peran agama bagi pribadi adalah memiliki tujuan jelas, meraih tujuan dengan baik,
melindungi dari kesulitan hidup, menjadikan diri lebih diterima dalam masyarakat,
mempertemukan dalam komunitas yang baik.

12. Memahami Dhamma dengan baik akan sangat membantu kita agar tidak mudah
menderita, meskipun kita menghadapi hal yang sulit. Memahami Dhamma akan
membantu kita tidak bereaksi terhadap penderitaan secara salah atau berlebihan.
Memahami Dhamma akan membantu kita melewati masa-masa sulit dengan bijaksana.

13. Bagaimana jika kita sudah beragama Buddha, tetapi ternyata kualitas hidup Kita tidak
meningkat dan kita tidak merasa lebih bahagia? Apakah kita tidak cocok dengan agama
Buddha? Belajar yang dimaksud di sini bukan hanya menghafal teori semata. Jika kita
menghatal namun tidak paham apa yang kita hafal, itu belumlan termasuk belajar dalam
arti sebenarnya. Jika kita menganut agama Buddha, dan kita tidak merasakan manfaat
dari agama tersebut, maka kesalahannya bukan pada agama Buddha, mungkin kita tidak
memahaminya dengan benar, atau tidak menjalaninya dengan benar.

14. Secara umum, agama dalam Masyarakat memiliki fungsi berikut

a. Fungsi Transformatif
b. Fungsi kreatif
c. Fungsi sublimatif
d. Fungsi edukatif
e. Fungsi penyelamat
f. Fungsi kedamaian
g. Fungsi kendali sosial

15. Tri kerukunan hidup beragama tersebut yaitu:


a. Kerukunan internal umat beragama
Yaitu kerukunan yang dibina sesama umat dalam satu agama
b. Kerukunan antar-umat beragama
Yaitu kerukunan antara umat suatu agama dengan umat beragama lain
c. Kerukunan antar-umat beragama dengan pemerintah
Yaitu kerja sama yang baik antara umat beragama dan Lembaga keagamaan dengan
pemerintah.

16. Agama Buddha terdiri dari berbagai tradisi. Tradisi dalam agama Buddha berkembang
karena ajaran Buddha yang menyebar ke berbagai negara mengalami akulturasi atau
bercampur dan melebur dengan budaya setempat, sehingga terbentuklah tradisi Buddhis
yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan sebagai tradisi Theravada, Mahayana, dan
Vajrayana. Tiap tradisi punya ciri yang berbeda dalam bangunan wihara atau jubah
bhikkhu. Demikian juga dengan bahasa dalam doa yang digunakan juga berbeda-beda.

17. Pandangan Buddha terhadap agama lain adalah Buddha tidak memandang guru atau umat
beragama lain sebagai pihak yang harus ditinggalkan, dijauhi, atau bahkan dimusuhi.
Buddha tidak mengajar untuk bersaing menjadikan ajaran-Nya yang paling unggul.

18. Dalam menjalani kehidupan beragama, ada beberapa sikap yang seharusya kita anut,
yaitu: inklusivisme, pluralisme, dan universalisme. Tanpa sikap ini, toleransi dan
kerukunan hidup beragama sulit dipertahankan. Toleransi adalah kesediaan untuk
menerima kehadiran orang yang berkeyakinan lain, menghormati keyakinan yang lain itu
meskipun bertentangan dengan keyakinan sendiri, dan tidak memaksakan suatu agama
atau kepercayaan kepada orang lain.

19. Inklusivisme maksudnya menerima kebenaran tradisi sendiri tapa menyangkal ada pula
kebenaran yang beraneka ragam pada tradisi lain dengan tataran dan sistem pemikiran
yang berbeda. Seseorang dapat menjalani ajaran agamanya sendiri tanpa perlu mencela
yang lain, serta tidak menganggap ajaran yang dianutnya lebih mulia dibanding yang lain.
Sikap ini membuat seseorang tidak hanya berdamai pada dirinya sendiri, tetapi juga
dengan yang lain.

20. Pluralisme adalah sikap yang mengakui dan menerima adanya perbedaan dan tidak
mempertentangkan perbedaan tersebut. Namun pluralisme tidak menyamakan semua
aliran atau agama. Bahkan menyadari bahwa perbedaan dan kemajemukan merupakan
sebuah keniscayaan, yang justru saling melengkapi. Kita menyebutnya "Bhinneka
Tunggal Ika". Sikap pluralisme membangun rasa persatuan, kerja sama, dan pengertian
antar-tradisi Buddhis yang majemuk. Dengan adanya sika pluralisme, maka toleransi
antar-tradisi Buddhis bahkan antar-agama akan terwujud.

21. Universalisme adalah paham yang meliputi segala-galanya. Universal artinya berlaku
umum atau bersifat sama di seluruh dunia. Sebagai suatu cara pandang, universalisme
melihat bahwa pada hakikatnya apa yang disebut kebenaran bersifat umum, berlaku
untuk siapa saja, di mana saja, kapan saja. Kebenaran universal diterima oleh semua
orang, diakui di seluruh dunia. Dengan menganut universalisme berarti memandang
bahwa tap individu seharusya mengejar tujuan kesejahteraan bersama. Universalisme
dalam agama Buddha muncul karena prinsip bahwa hidup yang sama ada pada semua
yang ada, dan tap makhluk punya perasaan menderita Semua makhluk memerlukan
penyelamatan, semua makhluk memiliki kesempatan dan bisa berusaha untuk mengakhiri
penderitaan, bahkan menjadi Buddha.
TUJUAN HIDUP
1. Semua orang pada umumnya memerlukan tujuan hidup. Tanpa tujuan, kita sering
kehilangan arah kemudian menjadi kehilangan semangat dan tertekan. Penelitian
menunjukkan bahwa orang yang memiliki tujuan hidup, cenderung memiliki kehidupan
yang lebih sehat secara mental dan menjadi lebih than menghadapi kesulitan. Tujuan
membimbing kita dalam mengambil keputusan, menentukan arah dan langkah, membuat
hidup kita lebih bermakna.

2. Jika kita ingin Bahagia dalam kehidupan ini maupun kehidupan mendatang, kita harus
memastikan bahwa tujuan hidup kita memiliki ketiga syarat dibawah ini:
a. Bebas dari ketamakan
b. Bebas dari kebencian
c. Disertai kebijaksanaan

3. Memiliki tujuan hidup penuh keserakahan membuat kita tak pernah puas dan tak
Bahagia. Memiliki tujuan hidup penuh keserakahan ibarat seseorang yang minum air laut.
Sebanyak apa pun ia minum air laut, ia tetap akan merasa haus, ia akan terus meminum
air laut dan menjadi bertambah haus.

4. Tujuan hidup harus bebas dari kebencian. Misalnya, ada orang yang memiliki dendam
dan memiliki tujuan hidup untuk membalas dendam dengan penuh kebencian. Atau
seseorang yang memiliki kebencian terhadap orang tertentu, sehingga tujuan hidupnya
adalah untuk menyaingi orang tersebut.

5. Selain memiliki tujuan hidup yang bebas dari ketamakan dan kebencian, kita juga harus
memiliki tujuan hidup disertai kebijaksanaan. Ada orang yang memiliki tujuan hidup
kurang bijaksana. Misalnya, ia hanya ingin hidup berfoya-foya atau bermalasan saja. Kita
juga sebaiknya tidak memiliki cita-cita atau tujuan hidup yang dapat merugikan dirinya
dan orang lain. Misalnya, ingin memiliki pekerjaan yang tidak dianjurkan dalam agama
Buddha, yaitu pekerjaan yang terlibat dalam perdagangan manusia, daging, senjata, zat
memabukkan, dan racun.

6. Cara menetapkan tujuan hidup dalam agama buddha:


a. Kenali dirimu
b. Bayangkan masa depanmu
c. Tentukan tujuan yang spesifik
d. Pikirkan alasannya
e. Tentukan prioritas tujuan
f. Kumpulkan informasi pendukung
g. Buat rencana berisi tahap demi tahap

7. Nibbana adalah akhir duka. Jika kita telah merealisasi Nibbana, maka kita telah
mengakhiri duka, kita tak dapat berduka lagi.
8. Nibbana bukanlah tempat tertentu. Nibbana juga bukan sebuah keadaan yang bisa kita
rasakan setelah meninggal. Nibbana bisa dialami saat kita masih hidup. Nibbana adalah
suatu keadaan di mana sesosok makhluk tidak berduka lagi.

9. Nibbana adalah sebuah kondisi dimana seseorang telah:

a. Bebas dari ketamakan (Aloha)


b. Bebas dari kebencian (Adosa)
c. Bebas dari kekelirutahuan (Amoha)

10. Kerangka utama dari ajaran Buddha adalah Empat Kebenaran Ariya, yaitu:
a. Duka
b. Sebab duka
c. Akhir duka
d. Jalan Menuju Akhir Duka

11. Jalan menuju Akhir Duka disebut juga “Jalan Ariya Delapan Faktor”, yang terdiri dari:
a. Pandangan Benar
b. Perniatan Benar
c. Perkataan Benar
d. Perbuatan Benar
e. Penghidupan Benar
f. Pengupayaan Benar
g. Penyadaran Benar
h. Pengheningan Benar

12. Bebas dari ketamakan artinya puas dengan keadaan apa pun yang ia miliki. Ia akan selalu
bersyukur. Batinnya tenteram karena tak lagi banyak keinginan
13. Bebas dari kebencian artinya mengetahui kebencian membuat seseorang menderita.
Nibbana merupakan akhir dari derita. Jika kita tak lagi menderita, maka kita tidak akan
menderita karena kebencian. Kita akan selalu bahagia karena bebas dari kebencian.
14. Bebas dari kekelirutahuan artinya seseorang yang telah memahami dunia ini apa adanya, ia
tidak mengalami kekelirutahuan. Ia memahami yang baik dan yang buruk. Ia menjadi
bijaksana. Karena memahami dunia apa adanya, ia menjadi bijaksana dalam menyikapi
apapun yang terjadi pada dirinya atau lingkungannya, sehingga ia tetap tetap dan tidak
bertindak salah.
15. Sabda buddha bab 2-3

Anda mungkin juga menyukai