NIM : 1915051027
SINGARAJA
2020
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Aspek-Aspek menjadi Manusia Hindu yang Baik” yang mana, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Agama
Hindu.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Agama Hindu tentu terkandung butir-butir untuk hidup menjadi lebih
baik, mengajak umatnya untuk terus belajar mengendalikan diri, belajar untuk
mencapai kebahagiaan dan bagaimaan belajar membangun hubungan yang
harmonis antara semua yang ada di bumi. Apa saja aspek-aspek yang terkandung
dalam ajaran Agama Hindu?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui menjadi manusia Hindu yang baik
2. Untuk mengetahui keterkaitan Etika Moralitas.
3. Untuk mengetahui Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada Agama
Hindu
4. Untuk mengetahui bermasyarakat dalam perspektif Agama Hindu
5. Untuk mengetahui kerukunan hidup umat beragama
6. Untuk mengetahui peran budaya ajaran Hindu.
7. Untuk mengetahui politik menurut perspektif Hindu.
8. Untuk mengetahui dalam kerangka penegakan keadilan
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
Secara sederhana, manusia dapat diketahui berdasrakan diri manusia itu sendiri.
Manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan tuhan lainnya.
Manusia memiliki kelebihan berupa akal budi dan kesadaran dalam berbuat yang
cenderung menggunakan hati nuraninya. Menurut Agama Hindu, manusia memiliki
konsep Tri Pramana (Bayu, Sabda, Idep). Pemikiran atau idep hanya dimiliki oleh
manusia yang merupakan bekal sejak ia dilahirkan. Memiliki pikran maka
diharapkan mansuia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.
Di dalam kitab suci Weda dinyatakan bahwa orang yang mengikuti jalan yang
benar atau dharma (rtasya patha) memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan
mencapai surge kelak ketika meninggal dunia. Hal ini terungkap dalam Yajurveda
VII.45 yaitu:
• Tingkat pendidikan
• Tingkat profesi dan sosial ekonomi
• Peran dan kedudukan dalam hidup bermasyarakat
• Keimanan dan ketakwaan hidup beragama
Selain itu, martabat manusia Hindu berdasarkan Catur Warna digolongkan
berdasarkan profesinya. Catur warna digolongkan menjadi 4 bagian, yakni
Brahmana yaitu orang yang profesinya di bidang keagamaan (orang suci),
Ksatira adalah orang yang profesinya memiliki keahlian dalam memimpin
bangsa dan negara, Waisya adalah orang yang profesinya di bidang pertanian
dan perdagangan, dan Sudra adalah orang yang profesinya di bidang pelayanan
atau membantu.
Jika kita mencari tahu arti dari tanggung jawab itu sendiri adalah sebuah
kewajiban dalam melakukan sesuatu. Kita hidup dan terlahir di dunia ini
memiliki tanggung jawab. Secara umum, tanggung jawab manusia sebagai
individu di dunia ini hampir sama. Tanggung jawab manusia Hindu secara
sederhana dapat dibedakan menjadi dua yakni tanggung jawab secara vertikal
dan tanggung jawab secara horizontal.
Tanggung jawab manusia secara vertikal adalah tanggung jawab kepada
sang pencipta yakni Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sedangkan tanggung jawab
secara hozontal adalah tanggung jawab atas sesama manusia dan tanggung
jawab terhadap makhluk hidup lain. Tanggung jawab manusia secara horizontal
difilosofikan dengan Tatwam Asi dan Tri Hita Karana.
1. Menjalankan Dharma
2. Menjalanakan etika dan ajaran-ajaran dalam Agama Hindu
3. Melaksanakan Yadnya
4. Melaksanakan Catur Marga Yoga
5. Melahirkan anak yang suputra
Awatara merupakan Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun
ke dunia, mengambi suatu bentuk dalam dunia material guna menyelamatkan dunia
dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-
orang yang melaksanakan Dharma/kebenaran. Sloka bahagavadgita menjelaskan
bahwa:
Artinya: unukt melindungi orang-orang yang baik dan memusnahkan orang yang
jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuk menegakan Dharma.
a. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan
rasional. Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan
pandangannya sendiri dan dapat dipertanggung jawabkan.
b. Etika dapat mengarahkan masyrakat untuk berkembang menjadi
masyarakat yang tertib, teratur, damai dengan cara mentaati norma-norma
yang berlaku. Dengan mengikuti norma-norma yang berlaku, maka
kelainan-kelainan yang sering terjadi dan mengakibatkan adanya ketidak
tertiban dapat dipulihkan demi untuk tercapainya kedamaian, ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat.
Bila diketahui, Karmaphala merupakan (buah perbuatan) yang terdapat dalam
konsep ajaran Agama Hindu yaitu di dalam Panca Sraddha dimana bahwa setiap
perbuatan pasti akan membawa akibat. “Yadiastun riangen-angen ala masadhana
sarwa ala” artinya, siapa yang tak akan memperoleh kebaikan bila sudah didasari
dengan perbuatan baik.
Artinya :
Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah
yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam
perbuatan yang baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunannya
menjadi manusia.
1. Sancita Karmapahala yang berarti bahwa hasil perbuatan pada masa lalu
akan kita nikmati pada kehidupan sekarang.
2. Prarabda karmaphala yang artinya hasil perbuatan masa sekarang
dinikmati juga pada kehidupan yang sekarang.
3. Kriyamana Karmaphala yang artinya hasil perbuatan kita sekarang akan
kita terima pada kehidupan yang akan datang.
Berdasarkan ketiga hal itulah maka manusia hendak mampu mengendalikan
dirinya dalam segala hal. Ibarat seperti seseorang menaman jagung, pasti hasilnya
akan memetik buah jagung. Implementasi nyata yang sering kita temui yaitu:
1. Sancita Karmaphala
• Pada kehidupan yang terdahulu, seseraong melakukan korupsi milyaran
rupiah, namun karena sedang berkuasa dan pintar bekelit, pahalanya
belum sempat dinikmati, sehingga pada kehidupan sekaranglah
dinikmati buah/hasilnya, misalnya hidup menjadi sengsara atau menjadi
perampok.
• Contoh lain mungkin ada orang yang suka menipu justru akan membuat
hatinya tersiksa karena akan selalu was-was, berprasangka bahwa tipu
dayanya akan ketahuan oleh orang lain. Secara psikis dia menderita.
• Jika seseorang berbuat baik misalnya membantu orang yang jatuh di
jalan, suatu saat ketika dia terjatuh, maka akan ada yang menolongnya.
2. Prarabdha Karmaphala
• Bila kita mencaci seseorang tanpa alasan, saat itu juga kita akan dipukul
atau disakiti.
• Saat kita bekerja keras akan mendapat hasil yang setara juga.
3. Kriyamana Karmaphala
• Saat kita berbohong dan tidak diketahui, maka karmanya akan diperoleh
pada kehidupan selanjutnya.
• Saat kita berbuat baik, maka pada kehidupan selanjutnya kita menjadi
anak yang suputra.
Dari contoh-contoh tersebut sangatlah berkaitan erat dengan ajaran Tri Kaya
Parisudha (tiga hal yang menyangkut kesucian/kebenaran) yakni berpikir yang
baik, berkata yang baik dan berperilaku yang baik, maka kaitan antara etika/moral
di dalam kehidupan dapat menyeimbangkan kebiasaan/perilaku manusia untuk
terarah sesuai ajaran Dharma. Mewujudkan kehidupan yang benar, bijak, penuh
kasih sayang, damai tanpa kekerasan merupakan tanggung jawab umat manusia
tanpa terkecuali usia, gender, derajat, golongan. Hal yang dapat memandu
pelaksanaanya adalah Dharma. Terdapat Dasa Dharma dalam implentasi kehidupan
sehari-hari yaitu:
Kita yakin bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau
buruk akan berakibat atau membuahkan hasil. Boleh dikatakan bahwa tidak ada
perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala baik langsung maupun
tidak langsung pahala itu pasti akan datang. Perbuatan baik (subha karma) pasti
akan mendapatkan pahala yang baik, demikian juga sebaliknya, perbuatan yang
kotor atau perbuatan yang tidak baik (asubha karma) akan mendapat hasil yang
tidak baik juga.
Artinya:
Ada tiga gerbang neraka yang meruntuhkan Atma, yaitu nafsu, sifat pemarah, dan
lobha. Oleh karena itu, orang harus menghindari ketiganya itu.
Dari sloka tersebut dapat kita pahami bahwa sifat Nafsu (Kama) yang tidak
diorganisir atau tidak dikendalikan akan menimbulkan rangsangan yang buruk
menarik dan memengaruhi pikiran. Bila tidak memiliki kemampuan atau
pengetahuan untuk mengatasinya, maka sifat-sifat buruk lah yagn akan muncul.
Contohnya saja jika kita memiliki keingingan untuk kaya tetapi tidak diimbangi
dengan kemampuan, kaan membuat kita melakukan hal-hal negatif seperti mencuri,
korupsi, dan juga sebagainya.
Artinya :
Pada sloka ini sangatlah penting untuk berbahagia apabila seseorang dapat
meminimalisasi terbelenggunya pikiran dan kekuasaan akan sifat kemarahan, sebab
akan berakibat tidak berpahala kepadanya. Demikian juga kemarahan yang
berujung kekerasan rumah tangga yang telah banyak menelan korban. Orang yang
tidak bisa mengendalikan amarahnya akan menyebabkan kerugian pada diri sendiri
maupun orang lain. Bahkan sampai bisa membunuh orang lain.
Dari ketiga sifat yang disebutkan pada sloka tersebut dapat dicermati bahwa
setiap perbuatan nafsu yang kita miliki dan tidak dapat kita kendalikan akan
berdampak pada diri sendiri dan orang lain. Perbuatan-perbuatan yang telah kita
lakukan akan mendapat hasil yang sebanding dengan apa yang kita lakukan sesuai
ajaran Karmaphala. Apapun yang kita lakukan kepada orang lain, maka lambat laun
akan kembali kepada kita yang telah memulai untuk melakukan tindakan tersebut.
Pada hakikatnya Atma telah mengetahui seberapa besar perilaku yang telah
kita lakukan. Filosofi Atma bersifat tunggal melahirkan keyakinan bahwa semua
yang ada di dunia ini dijiwai oleh Atma. Oleh karena itu, timbulah filsafat Agama
Hindu yang berupa keyakinan Tat Twam Asi, dia adalah kamu, kamu adalah dia
yang melandasi serta mendorong etika untuk saling menghargai satu sama lain serta
berusaha mengendalikan diri kita agar tidak menyakiti semua makhluk ada di
sekitar kita.
a. Ilmu pengetahuan
Peringatan hari raya Saraswati tidak lepas pada turunnya ilmu pengetahuan
yang suci kepada umat manusia. Umat Hindu memperingati hari raya ini
setiap 6 bulan sekali (210 hari) tepatnya pada Saniscara Umanis wuku
Watugunung.
Hari Raya Saraswati adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi.
Penggambaran sosok dewi Saraswati sebagai seorang wanita cantic tidak
terlepas dari theologi Weda yang salah satau diantaranya Tuhan beserta
manifestasinya sebagai Personal God.
b. Teknologi
Dalam peran teknoligi sendiri, manusia mampu menciptakan teknologi dan
memanfaatkan teknologi umat mampu membuat sebuah produk seperti televise,
handphone, laptop, dll. Produk-produk tersebut diharapkan tidak hanya
diciptakan untuk memuaskan hasrat semata namun produk diharapkanuntuk
memperkuat rasa keimanan.
Teknologi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah kita
dalam kehidupan sehari-hari yang mana hal tersebut akan membudaya di
masyarakat dan berakulturasi. Seperti contohnya upaya untuk melestarikan
kebudayaan Bali (seni Bali).
c. Seni
Penerapan seni yang telah diterapkan yaitu penggunaan Asta Kosala Kosali
dan Asta Bumi dalam arsitektur bangunan Bali merupakan salah satu
implementasi ilmu pengetahuan di bidang seni. Pada mulanya hal ini dibuat
sebagai pedoman dalam membuat pura di Bali, namun kehidupan masyarakat
Hindu Bali tidak bisa dilepaskan dari aktivitas di pura
Di dalam kehidupan, kita mengenal adanya bhuana Agung dan Bhuana Alit,
Macrocosmos dan Microcosmos. Bhuana Agung adalah satuan terbesar yang
mencakup seluruhnya termasuk planet bumi, ruang angkasa (ether), pertiwi, gas,
sedangkan bhuana Alit adalah alam kecil atau dunia kecil (isi dari alam semesta)
seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
Artinya:
Rudra setelah menciptakan bumi dan segala isinya lalu memberi tangan
kepada manusia dan memberi sayap kepada burung-burung, beliau juga menjadi
mata dari semua makhluk hidup menjadi wajah/muka semua makhluk, bahkan
menjadi kaki dari semua makhluk.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita pahami bahwa, setelah Ida Sang
Hyang Widhi menciptakan Bhuana Agung, beliau berkehendak untuk menciptakan
isi dari alam semesta ini yang dapat digolongkan menjadi isi alam semesta seperti
Manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Setiap makhluk di bumi pastinya
memiliki kekuatan yang menjadi ukuran berdasarkan eksistensi dan
kemampuannya yang disebut sebagai “pramana”.
b. Kelompok Dwi Pramana adalah mahluk hidup yang memiliki dua kekuatan
hidup yaitu Bayu dan Sabda. Mahluk ini dikenal dengan nama Satwa atau
Sato. Adapun yang tergolong dalam Sato adalah:
• Swedaya yaitu binatang bersel satu.
• Andaya yaitu binatang bertelur.
• Jarayuja yaitu binatang menyusui.
c. Kelompok Tri Pramana adalah mahluk hidup yang memiliki tiga kekuatan
hidup yaitu: Bayu, Sabda dan Idep. Mahluk ini disebut juga Manusya.
Bayu adalah kekuatan nafas, Sabda adalah kekuatan suara dan Idep
kekuatan pikiran. Diantara mahluk hidup hanya manusialah yang memiliki
semua unsur ciptaan Tuhan secara lengkap. Baik unsur terhalus sampai
unsur paling kasar.
Yang membedakan antara manusia yang satu dengan yang lain adalah
komposisi dan perimbangan unsur-unsur pembentukannya serta
karmawasana yang telah dibentuknya. Manusia sebagai mahkluk Tuhan
yang paling sempurna diklasifikasikan menjadi:
• Nara Merga (manusia binatang) “Nara Simba” mahkluk hidup yang
berbadan manusia dan berkepala Binatang “Singa’’.
• Wamana (manusia kerdil) memiliki postur tubuh lebih kecil daripada
manusi-manusia biasanya.
• Jatma “manusya” manusia yang lebih sempurna dari dua tadi diatas, dan
telah memiliki sikap mental; beriman, terpelajar, berbhudi luhur, cakap
dan terampil, berkepribadian mandiri dan mantap serta bertanggung
jawab.
Artinya:
“Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zinah, ketiganya
itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapa pun, baik secara berolok-olok,
bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat, dalam
khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketigannya itu”
Perbuatan atau hawa nafsu ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan
kemerosotan moral, dapat menjatuhkan diri sendiri dan pastinya kita akan menyesal
seumur hidup karena telah melanggar ajaran agama. Jika hal ini dianggap biasa saja,
maka akan banyak terjadi pelacuran atau tuna susila.
Artinya:
Oleh karena itu laksanakanlah segala kerja sebagai kewajibanmu tanpa terikat pada
hasil (sebagai hak), sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukannya
maka orang itu akan mencapai tujuan yang tertinggi.
Dengan demikian sudah jelas bahwa dalam menuntut hak tidak dapat
dilakukan tanpa adanya kewajiban yang dipenuhi. Kata lainnya, saat kita
melaksankan swadharma pasti akan secara otomatis hak kita dapat terpenuhi. Hal
ini sangat berkaitan erat dengan ajaran Tat Twam Asi, karena dengan kita
melakukan swadharma, kita sendiri dapat menikmati kewajiban yang kita telah
lakukan yaitu berupa hak.
Beranjak pada hal tersebut, tentu setiap individu bergantung dengan orang
lain, dengan hal tersebut teramalkan pula sebuah interaksi yang dapat mencakup
hubunga harmonis (baik secara vertikal maupun horizontal) dengan menciptakan
keamanan, kemakmuran, dan keadaan selamat yang selanjutnya keadaan ini disebut
dengan sejahtera.
Agar hubungan harmonis ini berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah
pemahaman yang mendalam dalam upaya penerapan konsep Tri Hita Karana yaitu
Prahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Prahyangan adalah hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat diwujudkan
dengan melaksanakan Panca Yadnya yaitu persembahan umat manusia kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasinya. Pada konsep yang kedua
yaitu pawongan konteksnya hubungan antara sesama umat manusia. hal ini dapat
dikatikan dengan filosofi Tat Twam Asi yang dapat digunakan sebagai pedoman
menuju masyarakat sejahtera (lokasamgraha). Bersumber dari filosofi ini maka
akan dihasilkan kesadaran bersama bahwa yang membuat rasa empati bersumber
dari hal ini. Salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera sesuai
dengan filosofi Tat Twam Asi yaitu dengan meningkatkan Dana Punia. Dana Punia
dikumpulkan dari umat yang lebih mampu melalui pemerintah, kemudian
disalurkan kepada masyarakat atau umat yang kurang mampu. Selain Dana Punia,
kegiatan matetulung juga salah satu contoh dari implementasi pawongan. Hal ini
merupakan landasan dari rasa menyama beraya.
Jika disimpulkan lebih jauh, maka makna yang sebenarnya terkandung pada
kerukunan adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk memberikan
kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan
tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
Pada cerita tersebut dapat dipetik bahwa ketaan pada negara berarti cinta kasih
kepada negara. Kumbakarna berperang demi negara dan juga membela rakyat
Alengka. Cinta seperti ini tertuang dalam ajaran Agama Hindu sebagai Dharma
Negara, dalam Catur Guru, negara dan pemerintahannya sebagai Guru Wisesa yang
mana tidak boleh melanggar segala peruandang-undangan yang dibuat oleh
pemerintah bai kut formal maupun non formal.
Manusia dalam hidup bermasyrakat antara adat atau budaya dan agama
sering terlihat kabur, bahkan sering tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang
suatu adat-budaya dipraktekan dalam kehidupan masyrakat daigngap merupakan
suatu kegiatan keagamaan.
Perbedaan antara budaya dan agama yaitu tampak jika dilihat dari segi
berlakunya, dimana perwujuan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta
keadaan (desa, kala, dan patra) sedangnkan agama bersifat universal. Jika
diperhatikan, maka agama dengan jarannya itu mengatur rohani manusia agar
tercapai kesempurnaan hidup.
Pada kitab Wrehaspati Tattwa, mengenai Tri Premana yang merupakan tiga
cara, ataupun cara mendapatkan ilmu pengetahuan salah satu dari padanya disebut
Anuana Pramana yang mengandung pengertian berpkir secara logis akademis,
menggunakan akal. Cara berpikir serupa ini diungkapkan dalam kalimat “Yatra
Yatra Dhuma Tatra Tatra Wahnih” (dimana ada asap, disana ada api).
Kerja keras dan tidak malas merupakan kewajiban dan kebajikan yang patut
dilakukan. Tuhan Yang Maha Esa hanya menyayangi mereka yang suka bekerja
keras dan memiliki ketekunan.
Kata politik dapat diasumsikan dengan kata Nitisastra yang mana berasal dari
kata Niti dan sastra. Niti berarrti kemudi, pimpinan, politik, sosial, etik,
pertimbangan dan kebiakan. Sastra berasal dari kata perintah, ajaran, nesihat,
aturan, tulisan ilmiah. Ditinjau dari perspektik agama Hindu, politik disamakan
dengan pengetahuan utnuk menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara
yang mana Politik dan agama sangat berpeganng erat.
Di dalam ajaran kitab suci Weda sendiri terkandung ajaran ilmu tentang
politik.
Akan saya nyatakan dan perlihatkan tentang kewajiban Raja (Raja Dharma)
bagaiaman raja seharusnya berbuat untuk dirinya sendiri, bagaimana ia dijadikan
dan bagaimana ia dapat mencapai kesempurnannya yang tertinggi. Berdasarkan
sloka tersebut dapat dipahami bahwa agama Hindu dalam ajaran Nitisastra mampu
menuntun umatnya untuk menjadi seorang pemimpin yang berlandaskan Dharma,
baik dalam memimoin dirinya sendiri, memipin orang lain maupun mampu
mengendalikan diri seperti yang tercantum dalam Kitab Manawa Dharmasastra
(IV.52).
Sistem pemerintahan negara yang dianut oleh Veda adalah berlandaskan atas
Dharma (Hukum) atau Dharma Negara dan tidak hanya berdasarkan kekuasaan,
melainkan juga sebagai kewajiban bagi semuanya. Berdasarkan hal tersebut,
sebagai negara hukum, maka pemerintah wajib enjadikan hukum sebagai sumber
yang mengikat, wajib dipatuhi, dan selalu dijadikan pedoman atau pertimbangan
dalma kerangka mengatur masyarakat.
Dharma merupakan landasan dari ajaran Karma Phala dimana Rta mengatur
tingkah laku manusia sebagai sebuah kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh
manusia. Sesuai dengan konsep Agama Hindu tentu manusia harus berbuat baik
sesuai ajaran dharma, membayar karma yang telah dilakukannya yang dulu untuk
mencapai kebahagiaan di akhirat. Keyakinnan tersebut bersfiat absolute yang mana
pada keagamaan menimbulkan sebuah keyakinan. Sehingga Rta selalu menjadi
dasar pemikiran yang ideal dan diharapkan dapat terwujud dalam kehidupan dunia
ini. Berdasarkan anjuran agama yaitu: Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, yang
mana memiliki arti untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maak
dharmalah sebagai panutannya.
Terkait masalah tersebut tentu pada kehidupan saat ini tidak tergantung pada
setiap kasta yang telah dibentuk oleh kolonial, melainkan dengan setiap profesi
yang telah digeluti oleh masing-masing masyrakat ataupun penurunan atas karma
yang telah ditentukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Terdpat swadharma
masing-masing yang mana setiap kewajiban yang dijalkan dengan sebaik-baiknya
barulabh mencapai “Moksartham Jagadhita” terwujud. Swadaharma dibedakan
menjadi 4 disebut dengan Catur Warna. “Kok ada Sudra menjadi sulinggih? “, tentu
hal ini tidaklah dapat dikatikan dengan sistem perkastaan, namun terbagi atas
swadharma masing-masing.