Anda di halaman 1dari 28

AGAMA HINDU

ASPEK-ASPEK MENJADI MANUSIA HINDU YANG BAIK

NAMA : I GUSTI NYOMAN ANTON SURYA DIPUTRA

NIM : 1915051027

PRODI : PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS : FAKULTAS TEKNIK DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Aspek-Aspek menjadi Manusia Hindu yang Baik” yang mana, tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Agama
Hindu.

Dalam penyusunan makalah ini kami berusaha untuk memaparkan tinjauan


terhadap agama Hindu, keterkaitan antara moral, etika, pengetahuan dasar, serta
perspektif Agama Hindu. Kami menyadari, tidak tidak ada manusia yang sempurna,
sehingga bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan atau dalam pembahasan
laporan ini, dimohon kritik dan sarannya., sehingga bila terdapat kesalahan, baik
dalam penulisan atau dalam pembahasan makalah ini, dimohon kritik dan sarannya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacannya. Sebelumnya, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik yang membangun untuk
memperbaiki laporan ini.

Singaraja, 3 Juni 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia mewajibkan bagi seluruh masyarakatnya untuk memeluk
agama sesuai dengan kepercayaan masing-masing karena negara Indonesia
meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 29 ayat (1) yang di dalamnya
memuat bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Keyakinan merupakan sebuah landasan hidup dalam memeluk sebuah


agama. Seperti halnya di dalam ajaran Agama Hindu yang mengenal adanya lima
keyakinan dikenal dengan Panca Sraddha. Keyakinan tersebut mengantarkan hidup
menuju jalan yang senantiasa berbuat dharma dan terdorong melaksakan bhakti
dengan usaha dan saran untuk memuja Tuhan. Berbhakti adalah salah satu cara
untuk menginkatkan keyakinan kepada Tuhan melalui pengorbanan yang tulus
tanpa pamrih dengan landasan kesucian hati. Penerapan sraddha dan bhakti di
dalam Agama Hindu secara representatif terkandung di dalam perayaan hari raya
keagamaan.

Dalam Agama Hindu tentu terkandung butir-butir untuk hidup menjadi lebih
baik, mengajak umatnya untuk terus belajar mengendalikan diri, belajar untuk
mencapai kebahagiaan dan bagaimaan belajar membangun hubungan yang
harmonis antara semua yang ada di bumi. Apa saja aspek-aspek yang terkandung
dalam ajaran Agama Hindu?

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan
masalah dalam makalah ini seperti:

1. Bagaimana menjadi manusia Hindu yang baik?


2. Bagaimaan keterkaitan Etika Moralitas?
3. Bagaimaan Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada Agama Hindu?
4. Bagaimana bermasyarakat dalam perspektif Agama Hindu?
5. Bagaimana kerukunan hidup umat beragama?
6. Bagaiamana peran budaya ajaran Hindu?
7. Bagaiaman politik menurut perspektif Hindu?
8. Bagaimana hukum dalam kerangka penegakan keadilan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui menjadi manusia Hindu yang baik
2. Untuk mengetahui keterkaitan Etika Moralitas.
3. Untuk mengetahui Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada Agama
Hindu
4. Untuk mengetahui bermasyarakat dalam perspektif Agama Hindu
5. Untuk mengetahui kerukunan hidup umat beragama
6. Untuk mengetahui peran budaya ajaran Hindu.
7. Untuk mengetahui politik menurut perspektif Hindu.
8. Untuk mengetahui dalam kerangka penegakan keadilan

1.4 Manfaat

1. Dapat mengaplikasikan bagaimana konsep agama Hindu.


2. Dapat menjalankan petuah dari agama.

1.5 Metode Penelitian

1. Metode Pustaka: Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan


mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan mataeri.
Baik berupa buku maupun informasi di internet.
2. Diskusi: Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung
kepada teman-teman yang mengetahui tentang informasi yang
diperlukan dalam membuat proyek.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Menjadi Manusia Hindu yang Baik

Secara sederhana, manusia dapat diketahui berdasrakan diri manusia itu sendiri.
Manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan tuhan lainnya.
Manusia memiliki kelebihan berupa akal budi dan kesadaran dalam berbuat yang
cenderung menggunakan hati nuraninya. Menurut Agama Hindu, manusia memiliki
konsep Tri Pramana (Bayu, Sabda, Idep). Pemikiran atau idep hanya dimiliki oleh
manusia yang merupakan bekal sejak ia dilahirkan. Memiliki pikran maka
diharapkan mansuia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk.

Karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia, hal ini membuat manusia


lupa diri. Apalagi dipengaruhi oleh Sad Ripu. Setiap manusia memiliki Sad Ripu di
dalam dirinya, dan akan mempengaruhi perilaku serta watak manusia itu sendiri.
Sad Ripu di dalam diri sangat sulit dihilangkan. Manusia sendiri memiliki tugas
untuk mengendalikan Sad Ripu.

Di dalam kitab suci Weda dinyatakan bahwa orang yang mengikuti jalan yang
benar atau dharma (rtasya patha) memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan
mencapai surge kelak ketika meninggal dunia. Hal ini terungkap dalam Yajurveda
VII.45 yaitu:

Orang senantiasa berbuat jujur, berkata benar atau satya memperoleh


perlindungan di dalam hidupnya.”

Hakikat manusia terlahir di dunia berdasarkan kitab suci Sarasamuscaya adalah


manusia terlahir dengan memiliki tujuan hidup. Walaupun manusia memiliki
banyak perbedaan, tetapi hakikatnya manusia hidup adalah untuk menolong dirinya
dari kesengsaraan atau penderitaan melalui jalan dharma. Kelahiran menjadi
manusia hendaknya digunakan dengan sebaik-baiknya untuk melaksanakan
kebaikan yang seusia dengan ajaran Dharma.
Konsep manusia Hindu yang bermatabat menurut Agama Hindu yaitu
pemahaman tentang kehidupan swadharma dari kehidupan masyarakat itu sendiri.
Pada zaman modern ini pemahaman akan tinggi martabat dari manusia hindu
adalah:

• Tingkat pendidikan
• Tingkat profesi dan sosial ekonomi
• Peran dan kedudukan dalam hidup bermasyarakat
• Keimanan dan ketakwaan hidup beragama
Selain itu, martabat manusia Hindu berdasarkan Catur Warna digolongkan
berdasarkan profesinya. Catur warna digolongkan menjadi 4 bagian, yakni
Brahmana yaitu orang yang profesinya di bidang keagamaan (orang suci),
Ksatira adalah orang yang profesinya memiliki keahlian dalam memimpin
bangsa dan negara, Waisya adalah orang yang profesinya di bidang pertanian
dan perdagangan, dan Sudra adalah orang yang profesinya di bidang pelayanan
atau membantu.

Sesungguhnya seorang manusia Hindu yang bermatabat tinggi bukanlah


orang yang terlahir di keluarga kaya atau terpandang, bukanlah orang yang
memiliki harta yang melimpah, bukanlan orang yang memiliki jabatan tinggi,
ataupun dilihat dari warna kastanya, melainkan manusia Hindu yang memiliki
pengetahuan suci agama, terpelajar dan bijaksana akan memiliki martabat yang
jauh lebih tinggi. Sebagai manusia akan bermatabat jika semakin banyak
memiliki sifat-sifat atau perilaku kebaikan. Kelahiran, kekayaan, atauapun garis
keturunan dari seseorang tidak aka nada artinya dibandingkan dengan sifat-sfiat
baik dari seorang yang bermatabat.

Jika kita mencari tahu arti dari tanggung jawab itu sendiri adalah sebuah
kewajiban dalam melakukan sesuatu. Kita hidup dan terlahir di dunia ini
memiliki tanggung jawab. Secara umum, tanggung jawab manusia sebagai
individu di dunia ini hampir sama. Tanggung jawab manusia Hindu secara
sederhana dapat dibedakan menjadi dua yakni tanggung jawab secara vertikal
dan tanggung jawab secara horizontal.
Tanggung jawab manusia secara vertikal adalah tanggung jawab kepada
sang pencipta yakni Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sedangkan tanggung jawab
secara hozontal adalah tanggung jawab atas sesama manusia dan tanggung
jawab terhadap makhluk hidup lain. Tanggung jawab manusia secara horizontal
difilosofikan dengan Tatwam Asi dan Tri Hita Karana.

Tanggung jawab manusia Hindu dalam kehidupan sehari-hari bisa


dilaksanakan dalam bentuk:

1. Menjalankan Dharma
2. Menjalanakan etika dan ajaran-ajaran dalam Agama Hindu
3. Melaksanakan Yadnya
4. Melaksanakan Catur Marga Yoga
5. Melahirkan anak yang suputra
Awatara merupakan Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun
ke dunia, mengambi suatu bentuk dalam dunia material guna menyelamatkan dunia
dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-
orang yang melaksanakan Dharma/kebenaran. Sloka bahagavadgita menjelaskan
bahwa:

Paritranaya sadhunam, vinasaya ca duskrtam,

dharma-samsthapanarthaya, sambhavami yuge yuge

(Bhagavad Gita IV, Sloka 8)

Artinya: unukt melindungi orang-orang yang baik dan memusnahkan orang yang
jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuk menegakan Dharma.

Agama Hindu mengenal 10 awatara yag disebut disebut Dasa Awatara.


Dasa Awatara diyakini sebagai penjelmaan materia dari Dewa Wisnu yang turun
dari zaman ke zaman dalam misi menyelematkan dunia.

2.2 Etika dan Moralitas Agama Hindu


Di dalam konsep Agama Hindu dikenal adanya tiga konsep kerangka dasar
yang meliputi bagian yang satu dengan bagian yang lainnya dan merupakan satu
kesatuan yang bulat sehingga perlu diamalkan untuk mencapai tujuan jagatdhita.
Etika atau Susila merupakan unsur kedua dari tiga kerangkat dasar Agama Hindu
sering disebut juga dengan Dharmasastra.
Jika diperhatikan, Etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “ethos” yang
mempunyai arti tempat tinggal yang baisa, padang rumput, kandang, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Jika diartikan Etika
merupakan ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Kata yang cukup dengan “etika” adalah “moral”. Pada sloka
Wrehaspati Tattwa 25 dijelaskan bahwa, “Sila ngaranya mangrakascara rahayu”,
yang artinya Sila adalah menjaga perialku/kebiasaan agar tidak menyimpang dari
norma-norma kebenaran dan kebaikan

Etika memiliki 3 fungsi utama yaitu:

a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai


moralitas yang membingungkan
b. Etika menampilkan keterampilan intelektual yaitu keterampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
c. Orientasi etis dalam mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.

Etika memiliki 2 manfaat, kedua manfaat tersebut yaitu:

a. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan
rasional. Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan
pandangannya sendiri dan dapat dipertanggung jawabkan.
b. Etika dapat mengarahkan masyrakat untuk berkembang menjadi
masyarakat yang tertib, teratur, damai dengan cara mentaati norma-norma
yang berlaku. Dengan mengikuti norma-norma yang berlaku, maka
kelainan-kelainan yang sering terjadi dan mengakibatkan adanya ketidak
tertiban dapat dipulihkan demi untuk tercapainya kedamaian, ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat.
Bila diketahui, Karmaphala merupakan (buah perbuatan) yang terdapat dalam
konsep ajaran Agama Hindu yaitu di dalam Panca Sraddha dimana bahwa setiap
perbuatan pasti akan membawa akibat. “Yadiastun riangen-angen ala masadhana
sarwa ala” artinya, siapa yang tak akan memperoleh kebaikan bila sudah didasari
dengan perbuatan baik.

Karmaphala merupakan kontrol dari manusia untuk selalu melakukan dan


menamamkan perbuatan-perbuatan yang baik berlandaskan akan Tat Twam Asi.
Seperti yang tersirat di dalam Sarasamuscaya Sloka 2 yaitu:

"Ri sakwehning sarwa bhuta, iking


janma wwang juga wenang
gumawayaken ikang cubhacubha-karma,
kuneng panentasakena ning
cubhakarma juga ikangacubha-karma,
phalaning dadi wwang"

Artinya :

Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah
yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam
perbuatan yang baik, segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah gunannya
menjadi manusia.

Karmaphala sebagai ajaran dasar pengendalian diri untuk memperbaiki moral


mausia dlaam kehidupan sehari-hari dan meyakini bahwa semua karma (perbuatan)
yang kita lakukan tidka bisa terlepas dari pahala yang akan kita dapatkan.
Karmaphala adalah ajaran keadilan tertinggi bagi manusia dimana ajaran ini dibagi
menjadi tiga yaitu:

1. Sancita Karmapahala yang berarti bahwa hasil perbuatan pada masa lalu
akan kita nikmati pada kehidupan sekarang.
2. Prarabda karmaphala yang artinya hasil perbuatan masa sekarang
dinikmati juga pada kehidupan yang sekarang.
3. Kriyamana Karmaphala yang artinya hasil perbuatan kita sekarang akan
kita terima pada kehidupan yang akan datang.
Berdasarkan ketiga hal itulah maka manusia hendak mampu mengendalikan
dirinya dalam segala hal. Ibarat seperti seseorang menaman jagung, pasti hasilnya
akan memetik buah jagung. Implementasi nyata yang sering kita temui yaitu:

1. Sancita Karmaphala
• Pada kehidupan yang terdahulu, seseraong melakukan korupsi milyaran
rupiah, namun karena sedang berkuasa dan pintar bekelit, pahalanya
belum sempat dinikmati, sehingga pada kehidupan sekaranglah
dinikmati buah/hasilnya, misalnya hidup menjadi sengsara atau menjadi
perampok.
• Contoh lain mungkin ada orang yang suka menipu justru akan membuat
hatinya tersiksa karena akan selalu was-was, berprasangka bahwa tipu
dayanya akan ketahuan oleh orang lain. Secara psikis dia menderita.
• Jika seseorang berbuat baik misalnya membantu orang yang jatuh di
jalan, suatu saat ketika dia terjatuh, maka akan ada yang menolongnya.
2. Prarabdha Karmaphala
• Bila kita mencaci seseorang tanpa alasan, saat itu juga kita akan dipukul
atau disakiti.
• Saat kita bekerja keras akan mendapat hasil yang setara juga.
3. Kriyamana Karmaphala
• Saat kita berbohong dan tidak diketahui, maka karmanya akan diperoleh
pada kehidupan selanjutnya.
• Saat kita berbuat baik, maka pada kehidupan selanjutnya kita menjadi
anak yang suputra.

Dari contoh-contoh tersebut sangatlah berkaitan erat dengan ajaran Tri Kaya
Parisudha (tiga hal yang menyangkut kesucian/kebenaran) yakni berpikir yang
baik, berkata yang baik dan berperilaku yang baik, maka kaitan antara etika/moral
di dalam kehidupan dapat menyeimbangkan kebiasaan/perilaku manusia untuk
terarah sesuai ajaran Dharma. Mewujudkan kehidupan yang benar, bijak, penuh
kasih sayang, damai tanpa kekerasan merupakan tanggung jawab umat manusia
tanpa terkecuali usia, gender, derajat, golongan. Hal yang dapat memandu
pelaksanaanya adalah Dharma. Terdapat Dasa Dharma dalam implentasi kehidupan
sehari-hari yaitu:

• Dhiriti (bekerja dengan sungguh-sungguh)


Seseorang yang ditugaskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan
hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan
penuh rasa tanggung jawab. Contohnya sebagai mahasiswa diwajibkan
untuk mengikut mata kuliah dan mengerjakan tugas dengan sungguh-
sungguh guna mendapatkan ilmu yang diharapkan guna memiliki
keterampilan.
• Ksama (mudah memberikan maaf)
Setiap manusia tidak luput dari hilaf dan kesalahan, setiap orang pasti
pernah berbuat salah, untuk itu kita harus memberikan maaf dengan
tulus ikhlas kepada orang lain yang akan memperbaiki kesalahan.
• Dama (dapat mengendalikan nafsu)
Manusia diharapkan agar selalu bisa mengendalikan nafsu atau
keinginannya. Mengendalikan nafsu yang dapat menyulitkan diri sendiri
maupun orang lain, nafsu tersebut berpa nafsu seksual, amarah, dan lain-
lain.
• Asteya (tidak mencuri)
Orang yang menginginkan barang orang lain atau mencuri adalah orang
yang tidak bisa mengendalikan dirinya dan selalu terjebak oleh nafsu
duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita
karena tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan
selalu ingin menbambil hak orang lain.
• Sauca (berhati bersih dan suci)
Bersih dan suci bukan hanya badannya saja, tetapi juga pikiran dan
hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka ketentraman dan
kedamaian serta ketenangan mudah akan didapatkan.

• Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan)


Manusia diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra
keinginannya atau nafsunya, dengan demikian manusi akan lebih mudah
mencapai ketengangan lahir maupun batin.
• Dhira (berani membela yang benar)
Manusia harus berani membela kebenaran dimana menjunjung tinggi
kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu.
• Widya (belajar dan mengajar)
Selain belajar, manusia juga dituntut untuk mengajarkan ilmunya
kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan lebih cepat
tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyrakat yang
memiliki wawasan yang luas.
• Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran)
Manusia harus mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta
berbuat yang benar. Disamping itu, juga harus berani bertanggung jawab
terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman dan hrus
menepati janji.
• Akrodha (tidak cepat marah)
Kita harus berusaha agar tidak cepat marah karena dengan marah kita
dapat menyakitkan hati orang lain dan dapat mencelakai diri kita sendiri.
Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan terhadap orang lain dan
pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita.

Kita yakin bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau
buruk akan berakibat atau membuahkan hasil. Boleh dikatakan bahwa tidak ada
perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala baik langsung maupun
tidak langsung pahala itu pasti akan datang. Perbuatan baik (subha karma) pasti
akan mendapatkan pahala yang baik, demikian juga sebaliknya, perbuatan yang
kotor atau perbuatan yang tidak baik (asubha karma) akan mendapat hasil yang
tidak baik juga.

Trividham naraksye dam, Dvaram nasanam atmanah,

Kamah krodas tatha lobhas, Tasmad etat trayam tyajet


(Bhagavad Gita Bab XVI. 21)

Artinya:

Ada tiga gerbang neraka yang meruntuhkan Atma, yaitu nafsu, sifat pemarah, dan
lobha. Oleh karena itu, orang harus menghindari ketiganya itu.

Dari sloka tersebut dapat kita pahami bahwa sifat Nafsu (Kama) yang tidak
diorganisir atau tidak dikendalikan akan menimbulkan rangsangan yang buruk
menarik dan memengaruhi pikiran. Bila tidak memiliki kemampuan atau
pengetahuan untuk mengatasinya, maka sifat-sifat buruk lah yagn akan muncul.
Contohnya saja jika kita memiliki keingingan untuk kaya tetapi tidak diimbangi
dengan kemampuan, kaan membuat kita melakukan hal-hal negatif seperti mencuri,
korupsi, dan juga sebagainya.

Selanjutnya, sifat pemarah (Krodha), pustaka suci Sarasamuscaya Sloka 102


menyebutkan bahwa:

apan ikang wang yan kawaca dening krodhanya, salwirning pinujakenya


sawakaning pawehnya dana, salwiring tapanya, salwiring hinomakenya, ika ta
kabeh, Bhatara Yama sira umalap phalanika, tan pa phala irya twas nghel,
matangnya kawasa kna tang krodha

Artinya :

Oleh karena orang yang dikuasai oleh kemarahannya, segala yang


dipersembahkannya, segala macam sedekahnya, semua tapanya, segala yang
dikorbankannya di dalam api unggun, Bhatara Yama yang mengambil pahalannya
tidak berpahala pada orang itu, walaupun payah sekali. Untuk itu, kuasailah
kemarahan itu.

Pada sloka ini sangatlah penting untuk berbahagia apabila seseorang dapat
meminimalisasi terbelenggunya pikiran dan kekuasaan akan sifat kemarahan, sebab
akan berakibat tidak berpahala kepadanya. Demikian juga kemarahan yang
berujung kekerasan rumah tangga yang telah banyak menelan korban. Orang yang
tidak bisa mengendalikan amarahnya akan menyebabkan kerugian pada diri sendiri
maupun orang lain. Bahkan sampai bisa membunuh orang lain.

Selanjutnya sifat rakus (lobha), bila seseorang lebih banyak dipengaruhi


oleh sifat rakus, maka dapat merugikan orang lain. Sifat negatif ini akan mendorong
seseorang untuk melakukan kejahatan demi menuruti keinginan sifat tamaknya
karena tidak puas dengan apa yang dimilikinnya. Selalu ingin mendapatkan bagian
yang paling banyak dan kurang akan rasa bersyukur. Tentunya sikap ini akan
membawa manusia menjadi manusia yang egois dan memetingkan diri sendiri.

Dari ketiga sifat yang disebutkan pada sloka tersebut dapat dicermati bahwa
setiap perbuatan nafsu yang kita miliki dan tidak dapat kita kendalikan akan
berdampak pada diri sendiri dan orang lain. Perbuatan-perbuatan yang telah kita
lakukan akan mendapat hasil yang sebanding dengan apa yang kita lakukan sesuai
ajaran Karmaphala. Apapun yang kita lakukan kepada orang lain, maka lambat laun
akan kembali kepada kita yang telah memulai untuk melakukan tindakan tersebut.

Pada hakikatnya Atma telah mengetahui seberapa besar perilaku yang telah
kita lakukan. Filosofi Atma bersifat tunggal melahirkan keyakinan bahwa semua
yang ada di dunia ini dijiwai oleh Atma. Oleh karena itu, timbulah filsafat Agama
Hindu yang berupa keyakinan Tat Twam Asi, dia adalah kamu, kamu adalah dia
yang melandasi serta mendorong etika untuk saling menghargai satu sama lain serta
berusaha mengendalikan diri kita agar tidak menyakiti semua makhluk ada di
sekitar kita.

2.3 Ilmu Pengetahuan, teknologi, dan seni pada Agama Hindu

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni adalah masing-masing bidang yang


memiliki keterkaitan sendiri yang sangat erat. Semua hal tersebut untuk bernyadnya
yaitu melakukan suatu pengorbanan. Dalam pustaka suci Weda, Itihasa, Purana dan
lain-lain disebutkan bahwa:

1. Jnana (ilmu pengetahuan)


Tujuan ilmu pengetahuan sendiri yaitu sebagai ajang mengembanan
wawasan dan kebijaksanaan hidup. Imenpementasi dari ilmu pengetahuan
membawa dampak ke segala bidang sala hsatunya yaitu teknologi dan seni. Hal
ini ditinjau pada:

• Umat mampu menciptakan dan memafnaatkan teknologi


• Umat sadar akan memperingati hari Raya saraswati
• Umat mampu menggunakan konsep Asta Kosala Kosali dan Asta Bumi
dalam Asitektur Bangunan Bali.

a. Ilmu pengetahuan
Peringatan hari raya Saraswati tidak lepas pada turunnya ilmu pengetahuan
yang suci kepada umat manusia. Umat Hindu memperingati hari raya ini
setiap 6 bulan sekali (210 hari) tepatnya pada Saniscara Umanis wuku
Watugunung.
Hari Raya Saraswati adalah hari raya untuk memuja Sang Hyang Widhi.
Penggambaran sosok dewi Saraswati sebagai seorang wanita cantic tidak
terlepas dari theologi Weda yang salah satau diantaranya Tuhan beserta
manifestasinya sebagai Personal God.

b. Teknologi
Dalam peran teknoligi sendiri, manusia mampu menciptakan teknologi dan
memanfaatkan teknologi umat mampu membuat sebuah produk seperti televise,
handphone, laptop, dll. Produk-produk tersebut diharapkan tidak hanya
diciptakan untuk memuaskan hasrat semata namun produk diharapkanuntuk
memperkuat rasa keimanan.
Teknologi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mempermudah kita
dalam kehidupan sehari-hari yang mana hal tersebut akan membudaya di
masyarakat dan berakulturasi. Seperti contohnya upaya untuk melestarikan
kebudayaan Bali (seni Bali).

c. Seni
Penerapan seni yang telah diterapkan yaitu penggunaan Asta Kosala Kosali
dan Asta Bumi dalam arsitektur bangunan Bali merupakan salah satu
implementasi ilmu pengetahuan di bidang seni. Pada mulanya hal ini dibuat
sebagai pedoman dalam membuat pura di Bali, namun kehidupan masyarakat
Hindu Bali tidak bisa dilepaskan dari aktivitas di pura

2.5 kerukunan hidup umat beragama

Di dalam kehidupan, kita mengenal adanya bhuana Agung dan Bhuana Alit,
Macrocosmos dan Microcosmos. Bhuana Agung adalah satuan terbesar yang
mencakup seluruhnya termasuk planet bumi, ruang angkasa (ether), pertiwi, gas,
sedangkan bhuana Alit adalah alam kecil atau dunia kecil (isi dari alam semesta)
seperti manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.

Dalam kitab Svetara Upanisad III. 3 dijelaskan bahwa:

Wiswatas caksur uta wiswato mukho wiswato bahur utawiswatapat,


sambahu-bhayam dhamati saptatatrair tyawa bhumi jana yan dewa ekah

Artinya:

Rudra setelah menciptakan bumi dan segala isinya lalu memberi tangan
kepada manusia dan memberi sayap kepada burung-burung, beliau juga menjadi
mata dari semua makhluk hidup menjadi wajah/muka semua makhluk, bahkan
menjadi kaki dari semua makhluk.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita pahami bahwa, setelah Ida Sang
Hyang Widhi menciptakan Bhuana Agung, beliau berkehendak untuk menciptakan
isi dari alam semesta ini yang dapat digolongkan menjadi isi alam semesta seperti
Manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Setiap makhluk di bumi pastinya
memiliki kekuatan yang menjadi ukuran berdasarkan eksistensi dan
kemampuannya yang disebut sebagai “pramana”.

Terdapat 3 tingkatan pramana yang dapat membedakan antara konsistensi


manusia, hewan, dan tumbuhan yaitu:
a. Kelompok Eka Pramana yaitu makhluk hidup yang hanya memiliki satu
kekuatan dalam hidupnya yaitu Bayu. Makhluk hidup ini juga dikenal
dengan nama Sthawara yaitu makhluk hidup yang tidak berpindah-pindah
seperti tumbuhan. Yang termasuk dalam golongan Sthawara adalah:
• Trana yaitu bangsa rumput baik yang hidup di air maupun di darat
• Lata adalah tumbuhan menjalar di tanah atau di pohon.
• Taru yaitu semak dan pepohonan.
• Gulma adalah bangsa tumbuhan yang bagian luar pohon berkayu keras
dan bagian dalam berongga atau kosong.
• Janggama yaitu tumbuhan yang hidupnya menumpang pada pohon lain.

b. Kelompok Dwi Pramana adalah mahluk hidup yang memiliki dua kekuatan
hidup yaitu Bayu dan Sabda. Mahluk ini dikenal dengan nama Satwa atau
Sato. Adapun yang tergolong dalam Sato adalah:
• Swedaya yaitu binatang bersel satu.
• Andaya yaitu binatang bertelur.
• Jarayuja yaitu binatang menyusui.

c. Kelompok Tri Pramana adalah mahluk hidup yang memiliki tiga kekuatan
hidup yaitu: Bayu, Sabda dan Idep. Mahluk ini disebut juga Manusya.
Bayu adalah kekuatan nafas, Sabda adalah kekuatan suara dan Idep
kekuatan pikiran. Diantara mahluk hidup hanya manusialah yang memiliki
semua unsur ciptaan Tuhan secara lengkap. Baik unsur terhalus sampai
unsur paling kasar.
Yang membedakan antara manusia yang satu dengan yang lain adalah
komposisi dan perimbangan unsur-unsur pembentukannya serta
karmawasana yang telah dibentuknya. Manusia sebagai mahkluk Tuhan
yang paling sempurna diklasifikasikan menjadi:
• Nara Merga (manusia binatang) “Nara Simba” mahkluk hidup yang
berbadan manusia dan berkepala Binatang “Singa’’.
• Wamana (manusia kerdil) memiliki postur tubuh lebih kecil daripada
manusi-manusia biasanya.
• Jatma “manusya” manusia yang lebih sempurna dari dua tadi diatas, dan
telah memiliki sikap mental; beriman, terpelajar, berbhudi luhur, cakap
dan terampil, berkepribadian mandiri dan mantap serta bertanggung
jawab.

Tipe manusia berdasarkan atas sifat dan jenis kelaminnya:

• Manusia laki-laki “Purusa” manusia yang berjenis kelamin laki-laki,


dominan bersifat kelaki-lakian.
• Manusia perempuan “Pradana” manusia yang berjenis kelamin
perempuan, dominan bersifat kewanitaan.
• Manusia banci : manusia yang berjenis kelamin laki-laki tetapi bersifat
perempuan/manusia berjenis perempuan tapi bersifat laki-laki

Dalam tingkatan tersebut, jelas bahwa yang membedakan manusia, hewan


dan tumbuhan adalah masing-masing makhluk memiliki kekuatan. Halnya
tumbuhan hanya memiliki kekuatan Bayu yang berarti hanya memiliki
tenaga/kekuatan bernafas untuk hidup, pada hewan, hanya memiliki kekuatan Bayu
dan Sabda dimana Sabda memiliki arti kemampuan untuk bersuara, sedangkan
manusia dibekali dengan Tri Premana yaitu Bayu, Sabda dan Idep, dimana Idep
memiliki arti kekuatan pikiran yang dapat menentukan jalan hidup. Dengan Idep,
manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mampu
melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik.

Di dalam kitab Sarasamuscaya, 76 dijelaskan bahwa:

Pranatipatam stainyam ca paradaranathapi va, Trini papain kayena sarwatah


parivarjeyet.” Nihan yang tan ulehakena, syamatimati mangahalahal,
siparadara, nahan tan telu tan ulahakena ring asing paribasa, Ring apatkala, ri
pangipyan tuwi singgahana jugeka.

Artinya:
“Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zinah, ketiganya
itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapa pun, baik secara berolok-olok,
bersenda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat, dalam
khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketigannya itu”

Pada kutipan sloka diatas memberikan pengajaran kepada kita bahwa


pentingnya seseorang agar tidak melakukan hal-hal perbuatan yang menyimpang
atau asubha karma dimana terdapat tiga tindakan suci yaitu ahima, asubha karma,
dan aparadara.

Aparadara memiliki arti tidak berzinah yang mana berzinah merupakan


perbuatan yang sangat hina. Adapun perbuatan zinah (aparadara) ini yaitu:

• Melakukan hubungan kelamin dengan suami/istri orang lain.


• Melakukan hubungan kelamin antara pria dan wanita dengan jalan tidak sah.
• Melakukan hubungan kelamin dengan paksa, artinya tidak atas dasar cinta
sama cinta (perkosa)
• Melakukan hubungan kelamin atau seks yang dilarang oleh agama.

Perbuatan atau hawa nafsu ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan
kemerosotan moral, dapat menjatuhkan diri sendiri dan pastinya kita akan menyesal
seumur hidup karena telah melanggar ajaran agama. Jika hal ini dianggap biasa saja,
maka akan banyak terjadi pelacuran atau tuna susila.

Sebagai Warga Negara Indonesia, ajaran Agama Hindu mengajarkan bahwa


kewajiban moral berupba pengabdian kepada negara atau disebut sebagai dharma-
negara dan kewajiban moral mengamalkan ajaran agama “dharma-agama” tidak
dapat dipisahkan. Pengamalan tersebut tidak boleh menyimpang dari petunjuk
pustaka suci Weda karena terdapat inkulturisasi nilai-nilai luhur agama yang
diarahkan agama Hindu dalam pengamalan dharma-negara dengan membudayakan
sikap mental dan jiwa juang yang meliputi menghayati dan mengamalkan ideologi
bangsa serta tundk untuk patuh menjalankan ketentuan konstitusional yang berlaku.

Hal ini sejalan dengan ungkapan Mahatma Gandhi yang mana


mengatakan “Sumber dari seluruh hak yang sejati ialah kewajiban”. Sebagai
masyarakat yang baik, kita semua harus melaksanakan swadharma (kewajiban) kita
masing-masing, tidak usah terlalu mengejar hak yang tinggi. Pandangan Mahatma
Gandhi ini pada dasarnya bersumber dari Bhagavad Gita,

Tasmad asaktah satatam, karyam karma samacara

Asakto hy acaran karma, param apnoti purusah

(Bhagavad Gita III. 19)

Artinya:

Oleh karena itu laksanakanlah segala kerja sebagai kewajibanmu tanpa terikat pada
hasil (sebagai hak), sebab kerja yang bebas dari keterikatan bila melakukannya
maka orang itu akan mencapai tujuan yang tertinggi.

Dengan demikian sudah jelas bahwa dalam menuntut hak tidak dapat
dilakukan tanpa adanya kewajiban yang dipenuhi. Kata lainnya, saat kita
melaksankan swadharma pasti akan secara otomatis hak kita dapat terpenuhi. Hal
ini sangat berkaitan erat dengan ajaran Tat Twam Asi, karena dengan kita
melakukan swadharma, kita sendiri dapat menikmati kewajiban yang kita telah
lakukan yaitu berupa hak.

Yang dimaksud dengan kesejahteraan hidup menurut konsep Agama Hindu


adalah adanya keselarasan antara tujuan pembangunan dengan mencapai
kebahagian di dunia akhirat. Berawal dari masing-masing umat itu sendiri (secara
individu) dengan terpenuhinya sandang, pangan, papan yang membawa dampak
untuk terus melakukan kewajibannya agar hak yang diinginkan dapat terpenuhi.
Melaksanakan swadharma masing-masing agar dapat mencapai kesejahteraan
untuk diri sendiri.

Beranjak pada hal tersebut, tentu setiap individu bergantung dengan orang
lain, dengan hal tersebut teramalkan pula sebuah interaksi yang dapat mencakup
hubunga harmonis (baik secara vertikal maupun horizontal) dengan menciptakan
keamanan, kemakmuran, dan keadaan selamat yang selanjutnya keadaan ini disebut
dengan sejahtera.

Agar hubungan harmonis ini berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah
pemahaman yang mendalam dalam upaya penerapan konsep Tri Hita Karana yaitu
Prahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Prahyangan adalah hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat diwujudkan
dengan melaksanakan Panca Yadnya yaitu persembahan umat manusia kepada
Tuhan Yang Maha Esa dengan segala manifestasinya. Pada konsep yang kedua
yaitu pawongan konteksnya hubungan antara sesama umat manusia. hal ini dapat
dikatikan dengan filosofi Tat Twam Asi yang dapat digunakan sebagai pedoman
menuju masyarakat sejahtera (lokasamgraha). Bersumber dari filosofi ini maka
akan dihasilkan kesadaran bersama bahwa yang membuat rasa empati bersumber
dari hal ini. Salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera sesuai
dengan filosofi Tat Twam Asi yaitu dengan meningkatkan Dana Punia. Dana Punia
dikumpulkan dari umat yang lebih mampu melalui pemerintah, kemudian
disalurkan kepada masyarakat atau umat yang kurang mampu. Selain Dana Punia,
kegiatan matetulung juga salah satu contoh dari implementasi pawongan. Hal ini
merupakan landasan dari rasa menyama beraya.

Ketiga, palemahan. Dalam konteks palemahan ini menekankan kepedulian


umat manusia terhadap lingkungan. Jika tidak menjalin hubungan yang baik dengan
alam maka akan timbul bencana alam yang tidak diinginkan. Hal ini tentu sangat
menganggu bagaimana kehidupan kita sebagai manusia untuk menjaga hubungan-
hubungan yang terkandung dalam Tri Hita Karana dalam mewujudkan
kesejahteraan hidup. Dengan menjaga ekosistem alam dan kebersihan lingkungan,
tentu hal ini membawa dampak yang baik yaitu membawa kenyamanan dan
keharmonisan antara hubungan manusia dengan alam.
2.6 Peran budaya ajaran Hindu

Kerukunan memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi menahan diri


dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia memperlihatkan
sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk kepada sebuah
kondisi dimana kebebasan yang diperbolehkannya bersifat terbatas dan
bersyarat.

Jika disimpulkan lebih jauh, maka makna yang sebenarnya terkandung pada
kerukunan adalah suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk memberikan
kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan
tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.

Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh


suasana yang harmonis dan damai, hidup rukun berarti tidak mempunya
konflik, melainkan Bersatu hati dan sepakat dalam berpikir dan berindak demi
mewujudkan kesejahteraan bersama.

Di Indonesia, terdapat 3 konsep kerukunan umat beragama yang dinamakan


Tri Kerukunan Umat Beragama yaitu:

- Kerukunan internet umat bergama yaitu kerukunan yang terjalin antar


masyarakat penganut agama dalam satu agama itu sendiri
- Kerukunan antar umat beragama yaitu kerunukunan yang terjalin antar
masyarakat yang memeluk agama yang berbeda
- Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah yaitu bentuk
kerukunan semua umat-umat beragama dengan pemerintah.

Berdasarkan konsep mengenai kerukunan tersebut, semua umat beragama wajib


saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain yang dimana menumbuh
kembangkan sikap-sikap plural agar tetap bekerja sama menjaga kerukunan dan
kesejahteraan.

Pada cerita tersebut dapat dipetik bahwa ketaan pada negara berarti cinta kasih
kepada negara. Kumbakarna berperang demi negara dan juga membela rakyat
Alengka. Cinta seperti ini tertuang dalam ajaran Agama Hindu sebagai Dharma
Negara, dalam Catur Guru, negara dan pemerintahannya sebagai Guru Wisesa yang
mana tidak boleh melanggar segala peruandang-undangan yang dibuat oleh
pemerintah bai kut formal maupun non formal.

Kerukunan yang dapat dipetik pada cerita tersebut adalah walaupun


masyarakat plural, namun kita tetaplah satu, tanah air satu, inti yang dicapai
dengan menanam rasa persaudaraan yang tulus dengan semua umat beragama
dan tidak memandang ras, suku, bangsa, jenis kelamin,dsb.

- Tat Twam Asi


Filosofi Tat Twam Asi merupakan ajaran agama hidu yang menjadi
landasan etik dan moral dalam menjalani kehiduapan dimana
menumbuhkan rasa peduli
- Tri Kaya Parisudha
Terdiri dari tiga kata yaitu kaya artinya perilaku, parisudha artinya
semua yang suci, sehingga tri kaya parisudha dapat diartikan sebagai
perilaku yang suci (baik). Ajaran tri kaya parisudha ini merupakan suatu
etika sopan santu dan budi pekerti yang luhur berawal dari pikiran,
perkataan dan perbuatan baik yang dilaksanakan sehari-hari.
- Tri Hita Karana
Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab kebahagiaan yang dimana membina
hubungan yang harmonis antara sewsam manusia, lingkungan dan tuhan
yang maha esa.
Unsur-unsur Tri Hita Karana tidak dapat dipisahkan karena merupakan
penyebab, dimana satu dengan yang lainnya selalu berjalan secara
bersamaan dalam kehidupan manusia.
- Karma Phala
Karma Phala merupakan suatu hukum sebab akibat, dimana segala
karma (perbuatan) akan mengakibatkan karma phala. Perbuatan yang
baik tentu akan mendatangkan hasil yang baik, deikian juga perbuatan
yang buruk, pasti akan mendatangkan hasil yang buruk pula.
2.7 Politik Menurut Perspektif Hindu.

Manusia dalam hidup bermasyrakat antara adat atau budaya dan agama
sering terlihat kabur, bahkan sering tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang
suatu adat-budaya dipraktekan dalam kehidupan masyrakat daigngap merupakan
suatu kegiatan keagamaan.

Perbedaan antara budaya dan agama yaitu tampak jika dilihat dari segi
berlakunya, dimana perwujuan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta
keadaan (desa, kala, dan patra) sedangnkan agama bersifat universal. Jika
diperhatikan, maka agama dengan jarannya itu mengatur rohani manusia agar
tercapai kesempurnaan hidup.

Adat-budaya lebih tampak pengaturannya dalam bentuk perbuatan lahiriah


yaitu mengatur bagaimana sebaiknya manusia itu bersikap , bertindak atau
bertingkah laku dalam hubungannya dengan manusia lainnya

Berpikir merupakan kegiatan abstrak yang sangat penting, dan saling


menentukan dalam segala aspek kehidupan. Keberhasilan seseorang sangat
tergantung pada cara seseorang utnuk mengatur pikirannya karena jalan pikiran
sangat cepat, lebih cepat daripada angin.

Berpikir eilmuan atau berpikir sungguh-sungguh adalah cara berpikir yang


didisplinkan atau diarahkan pada pengetahuan. Berpikir kritis secasra Hindu yaitu
mengembangkan ide adan konsep serta pengembangan, pelaksanaan, pelestarian
tentang ajaran kebenaran Agama Hindu.

“Mano hi mulam sarvesamindrayanam pavartate,


Cubhacubhasvavasthasu karyam tat suvyavasthitam”
Artinya, “Sebab yang disebut pikran itu, adalah sumbernya nafsu, ialah yang
menggerakan perbuatan yang baik ataupun yang buruk, oleh karena itu, pikiranlah
yang segera patut diusahakan pengekangannya/pengendaliannya.

Pada kitab Wrehaspati Tattwa, mengenai Tri Premana yang merupakan tiga
cara, ataupun cara mendapatkan ilmu pengetahuan salah satu dari padanya disebut
Anuana Pramana yang mengandung pengertian berpkir secara logis akademis,
menggunakan akal. Cara berpikir serupa ini diungkapkan dalam kalimat “Yatra
Yatra Dhuma Tatra Tatra Wahnih” (dimana ada asap, disana ada api).

Kerja keras dan tidak malas merupakan kewajiban dan kebajikan yang patut
dilakukan. Tuhan Yang Maha Esa hanya menyayangi mereka yang suka bekerja
keras dan memiliki ketekunan.

2.8 Kerangka Penegakan Keadilan?

Kata politik dapat diasumsikan dengan kata Nitisastra yang mana berasal dari
kata Niti dan sastra. Niti berarrti kemudi, pimpinan, politik, sosial, etik,
pertimbangan dan kebiakan. Sastra berasal dari kata perintah, ajaran, nesihat,
aturan, tulisan ilmiah. Ditinjau dari perspektik agama Hindu, politik disamakan
dengan pengetahuan utnuk menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara
yang mana Politik dan agama sangat berpeganng erat.

Di dalam ajaran kitab suci Weda sendiri terkandung ajaran ilmu tentang
politik.

Rajadharmam pravaksyami yatha vrtto bhaven


Nrpah sambhavasca yatha tasya siddhisca paramayatha

Akan saya nyatakan dan perlihatkan tentang kewajiban Raja (Raja Dharma)
bagaiaman raja seharusnya berbuat untuk dirinya sendiri, bagaimana ia dijadikan
dan bagaimana ia dapat mencapai kesempurnannya yang tertinggi. Berdasarkan
sloka tersebut dapat dipahami bahwa agama Hindu dalam ajaran Nitisastra mampu
menuntun umatnya untuk menjadi seorang pemimpin yang berlandaskan Dharma,
baik dalam memimoin dirinya sendiri, memipin orang lain maupun mampu
mengendalikan diri seperti yang tercantum dalam Kitab Manawa Dharmasastra
(IV.52).

Setiap pemimpin tentu memegang sebuah landasan untuk menjalani


kehidupan bernegara, salah satunya adalah sifat-sifat kepemimpinan seorang
pemimpin berpedoman pada sifat-sifat pengendalinandiri yang memegang control
segala kegiatan untuk mencapai kinerja yang baik dan berhail, utnuk itu setiap
pemimpin pasti memiliki caranya ia untuk memimpin dan menarik simpati
masyarakat sehingga bisa menjadi panutan dengan yang ia pimpin.

2.9 Hukum Kerangka Penegakan Keadilan

Sistem pemerintahan negara yang dianut oleh Veda adalah berlandaskan atas
Dharma (Hukum) atau Dharma Negara dan tidak hanya berdasarkan kekuasaan,
melainkan juga sebagai kewajiban bagi semuanya. Berdasarkan hal tersebut,
sebagai negara hukum, maka pemerintah wajib enjadikan hukum sebagai sumber
yang mengikat, wajib dipatuhi, dan selalu dijadikan pedoman atau pertimbangan
dalma kerangka mengatur masyarakat.

Dharma merupakan hukum yang berlaku untuk emngatur kehidupan manusia


dalam rangka meningkatkan kehiudpan satya dan ahimsa di dunia ini. Secara
umum, hukum adalah peraturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari, baik yang ditetapkan oleh penguasa, pemerintah, maupun
secara alamiah. Tujuan dari hukum sendiri yaitu untuk mencipatakan keadaan yang
damai, adil, sejahtera, dan Bahagia. Sebagai mahasiswa tentu harus mengatahui
jalan yang benar terkait dengan dharma negara. Sumber hukum hindu sendiri
berasal dari Undang-udnang, kebiasaan dan adat, traktat. Sumber hukum lainnya
berasal dari sumber hukum Hindu dalam arti formal yaitu Yurisprudensi dan
pendapat ahli hukum yang terkenal.

Dharma merupakan landasan dari ajaran Karma Phala dimana Rta mengatur
tingkah laku manusia sebagai sebuah kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh
manusia. Sesuai dengan konsep Agama Hindu tentu manusia harus berbuat baik
sesuai ajaran dharma, membayar karma yang telah dilakukannya yang dulu untuk
mencapai kebahagiaan di akhirat. Keyakinnan tersebut bersfiat absolute yang mana
pada keagamaan menimbulkan sebuah keyakinan. Sehingga Rta selalu menjadi
dasar pemikiran yang ideal dan diharapkan dapat terwujud dalam kehidupan dunia
ini. Berdasarkan anjuran agama yaitu: Moksartham Jagadhita ya ca iti dharma, yang
mana memiliki arti untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maak
dharmalah sebagai panutannya.

Terkait masalah tersebut tentu pada kehidupan saat ini tidak tergantung pada
setiap kasta yang telah dibentuk oleh kolonial, melainkan dengan setiap profesi
yang telah digeluti oleh masing-masing masyrakat ataupun penurunan atas karma
yang telah ditentukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Terdpat swadharma
masing-masing yang mana setiap kewajiban yang dijalkan dengan sebaik-baiknya
barulabh mencapai “Moksartham Jagadhita” terwujud. Swadaharma dibedakan
menjadi 4 disebut dengan Catur Warna. “Kok ada Sudra menjadi sulinggih? “, tentu
hal ini tidaklah dapat dikatikan dengan sistem perkastaan, namun terbagi atas
swadharma masing-masing.

2.10 Peran Mahasiswa untuk menerapkan ajaran Agama

Sebagai insan akademisi baik itu sebagai mahasiswa, kita sebaiknya


mengamalkan ajaran agama Hindu, sebagai pelajar yang baik, membaur pada
masyarakat, mengamalkan ajaran dharma negara, dharma agama. Mengamalkan Tri
Hita Karana, yaitu Wacika perkataan yang baik, Pawongan hubungan manusia
dengan dengan manusia saling bermasyrakat, dan Palemahan yaitu menjaga
lingkungan. Tat twam Asi, saling pengertian pada kehidupan masyarakat dan tentu
tetap menjaga moral sebagai brahmacari.
Referensi
Santyasa, I. W. (2016). Pendidikan Agama Hindu. Singaraja.
Tim Penyusun. (2016). Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai