Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PANDANGAN AGAMA HINDU

DISUSUN OLEH:

Aurelia Swastika Michael Putra


Vince Laurensi Verawati Anggelina Tonapa
Decies Disla Allo SARDIS
Harry Rafael liling Agustina Gola Kabelen
Libra Palembangan Djeliana Saputri
Arlin Rante Kembang Katherine Vivien Ernestine
Christiadi Fernando

UNIVERSITAS BOSOWA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama katolik di Fakultas ilmu sosial dan politik universitas bosowa Selain itu, makalah
inijuga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pandangan agama hindu bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya saran dan
kritik yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah. Terima kasih .

MAKASSAR, 31 OKTOBER 2022

2
DAFTAR ISI

MAKALAH...............................................................................................................................................i
PANDANGAN AGAMA HINDU.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
PANDANGAN AGAMA HINDU................................................................................................................2
2.1 Siapakah Manusia Itu...................................................................................................................2
2.2 Kemana Ia akan Pergi...................................................................................................................3
2.3 Dimana Dia Berasal......................................................................................................................4
2.4 Untuk Apa Dia Didunia.................................................................................................................6
2.5 Perkawinan dalam Ajaran Agama Hindu......................................................................................7
2.6 Kematian dalam Agama Hindu....................................................................................................9
2.7 Perceraian..................................................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mempelajari tentang banyak hal mengenai pandangan dan kepercayaan agama
hindu juga membahas cara pandang agama hindu mengenai
manusia,dunia,perkawinan,kematian,dan perceraian .yang merupakan hal penting agar
dapat diketahui bayak orang tentang agama hindu
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendangan agama hindu tentang manusia?
2. Kemana manusia akan pergi setelah mati?
3. Darimana manusia berasal ?
4. Untuk apa manusia berada di dunia ?
5. Bagaimana perkawinan menurut pandangan agama hindu ?
6. Kematian dalam pandangan agama hindu .
7. Pandangan agama hindu tentang perceraian.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep dasar mengenai pandangan agama hindu
2. Untuk mengetahui urgensi pemahaman tentang agama hindu
3. Untuk mengetahui sumber historis dan filosofis konsep pandangan dalam
agama hindu.
4. Untuk mengetahui uraian-uraian ajaran agama hindu
1.4 Manfaat
Ada pun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar menambah wawasan
pembaca mengenai pandangan agama hindu.

4
BAB II.
PANDANGAN AGAMA HINDU

2.1 Siapakah Manusia Itu


Manusia secara harpiah, berasal dari kata manu yang artinya mahluk yang berpikir.
Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu kelebihan dibandingkan
mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri Pramana, yang terdiri dari Bayu,
Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu atau tenaga untuk tumbuh, sedangkan
binatang memiliki bayu dan sabda dimana binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh,
berkembang dan mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya. Pikiran
hanya dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki pikiran
maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik dan
buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan.
Manusia juga dengan pikirannya diharapkan mengetahui asal, tujuan dan tugas serta
kewajibannya. Dengan mengetahui hal ini maka pola hidup serta cara pandangnya
terhadap kehidupan akan mampu mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada
pada jalur yang benar, sesuai etika dan ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan
dalam ajaran agama. Namun manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak
seperti binatang yang lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa
memerlukan bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami terlebih dahulu untuk
mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang terpisah dengan atman yang
sejati.
Konsep manusia dalam Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 unsur, yaitu
jasmani dan rohani. Jasmaninya adalah badan, tubuh manusia sedangkan rohani
merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman. Manusia
memiliki 3 lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang terdiri dari Stula Sarira, Suksma
Sarira, dan Anta Karana Sarira. Stula Sarira atau raga manusia dalam konsep Hindu terdiri
dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, Akasa.
Tubuh manusia merupakan Bhuana Alit atau Bhuana Sarira. Proses terbentuknya pun
sama seperti proses terjadinya Bhuana Agung atau alam semesta. Sedangkan Suksma
Sarira yaitu badan halus yang terdiri 3 unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari
manas atau alam pikiran, Buddhi atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan
Ahamkara atau keakuan atau ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca
Maha Bhuta yang disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa, Gandha
membentuk berbagai indra ( Panca Buddhindriya dan Panca Karmendriya). Sedangkan
Anta Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu jiwatman sendiri yang sifatnya sama
seperti paramaatman, kekal abadi.

5
2.2 Kemana Ia akan Pergi
Kemana manusia akan pergi setelah kematian menurut pandangan agama hindu,
tergantung pada banyak faktor beberapa di antaranya tercantum di bawah ini:
1. perbuatan sebelumnya; Jika seseorang telah melakukan banyak perbuatan buruk
dalam hidupnya, ia akan dilahirkan ke alam yang lebih rendah dan mendapatkan
penderitaan sebagai konsekuensi dari tindakannya yang jahat. Sebaliknya jika ia
berbuat baik, ia akan pergi ke alam yang lebih tinggi dan menikmati kebahagiaan.
2. Kondisi pikiran pada saat kematian; pada saat pikiran dan keinginan-keinginan
yang dominan dalam kesadaran pada saat kematiannya, mengarahkan kemana jiva
akan menuju dan bentuk apa pada kelahiran selanjutnya. Misalnya jika seseorang
memikirkan keluarga dan anak-anaknya pada saat kematiannya, sangat mungkin
ia akan pergi dunia leluhur dan akan dilahirkan kembali dalam sebuah keluarga.
Jika seseorang berpikir masalah uang pada saat kematiannya, sangat mungkin ia
akan melakukan perjalanan ke Wisnu Loka dan akan lahir sebagai pedagang atau
pedagang dalam kelahiran berikutnya. Jika seseorang berpikir kejahatan dan
negatif ia akan pergi ke dunia yang lebih rendah dan menderita dalam kejahatan.
Jika dia memikirkan Tuhan pada saat kematiannya, ia akan pergi ke dunia
tertinggi.
3. Saat kematiannya; Waktu dan keadaan yang terkait dengan kematian juga penting.
Misalnya diyakini bahwa jika seseorang meninggal di medan pertempuran ia akan
mencapai vira-svargam. Jika seseorang meninggal pada hari raya atau hari baik,
sementara melakukan beberapa puja atau bhajan di rumah, ia akan masuk surga
terlepas dari karma sebelumnya.
4. Kegiatan anak-anaknya; yaitu apakah mereka melakukan upacara pemakaman
dengan cara yang ditentukan dan memenuhi perintah kitab suci. Ada keyakinan
bahwa jika upacara pemakaman tidak dilakukan sesuai dengan tradisi atau aturan
kitab suci, itu akan menunda perjalanan jiwa ke dunia masing-masing.
5. kasih karunia Tuhan; Tuhan menentukan dan mengubah setiap kehidupan kita.
Misalnya seseorang terselamatkan dari bahaya, semua itu karena karunia Tuhan.
6. Keyakinan Surga dan Neraka; Umat Hindu percaya pada keberadaan dua dunia
yang terpisah dari kita, dunia nenek moyang dan dewa-dewa. Mereka disebut tiga
dunia; bhur (bumi), Bhuva dan svah. Dunia yang menduduki lebih rendah,
menengah dan daerah yang lebih tinggi dari alam semesta.
Dalam Rgveda tidak disebutkan kelahiran kembali atau reinkarnasi. Setelah jiwa-jiwa
lepas dari raga kita, mereka bisa tinggal di alam leluhur atau dewa-dewa untuk
selamanya. Tradisi Veda menganjurkan bahwa kita harus melakukan persembahan
kepada leluhur untuk mendukung keyakinan kita bahwa nenek moyang kita akan
bahagia tinggal di alam leluhur atau naik ke dunia surgawa melalui pengorbanan
keturunannya sehingga tidak kembali ke bumi lagi (tidak mengalami reinkarnasi).
Sesuai dengan perkembangan tradisi baru ke dalam agama Veda, kosmologi Hindu
tumbuh dalam kompleksitas dan begitu pula penjelasan ke-tuhanan tentang akhirat dan
kelahiran kembali. Purana dan Veda memjelaskan tentang keberadaan neraka dan surga
yang tidak hanya satu tapi banyak. Selain ini, masing-masing dari Dewa Tri Murti

6
memiliki alamnya sendiri, yang akan dicapai oleh pengikut mereka setelah kematian.
Vaikunth adalah alam Wisnu, Kailash adalah alam Siva dan Brahmaloka adalah alam
Brahma. Indraloka, Surga (svar) sebagai tempat peristirahatan sementara bagi jiwa-jiwa
murni. Pitraloka adalah dunia sementara para leluhur. Yamaloka adalah neraka tempat
dewa Yama.
2.3 Dimana Dia Berasal
ASAL USUL MANUSIA MENURUT AGAMA HINDU
Penciptaan dalam agama Hindu dijelaskan dalam Prasna Upanishad sebagai
berikut: "Pada awalnya Sang Pencipta (Tuhan) merindukan kegembiraan dari proses
penciptaan. Dia lalu melakukan meditasi. Lahirlah Rayi, jat atau materi dan Prana, roh
kehidupan, lalu Tuhan berkata: "kedua hal ini akan melahirkan kehidupan bagiku".
Demikianlah mahluk hidup diciptakan, melalui suatu perkembangan perlahan dari dua
unsur yang mula-mula diciptakan Tuhan sehingga mencapai bentuk-bentuknya
sekarang.
Bagaimanakah alam semesta diciptakan? Mundaka Upanishad menyebutkan :
"Seperti laba-laba mengeluarkan dan menarik benangnya, demikianlah alam semesta
ini muncul dari Tuhan Yang Maha Esa". laba-laba mengeluarkan jaringnya secara
perlahan-lahan dari perutnya. Menurut penelitian ilmiah modern, alam semesta kita
sampai sekarang masih berkembang secara perlahan-lahan. menurut teori ledakan
besar (big bang) alam semesta ini dari titik kecil perlahan-lahan berkembang makin
membesar seperti balon karet yang ditiup.Dari pernyataan di atas jelaslah menurut
agama Hindu kehidupan pada alam seme sta ini berkembang melalui evolusi.
JIWA DAN RAGA
Pasangan dua kata di atas sering kita temukan dalam lagu-lagu kebangsaan
kita. bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Padamu negeri, kupersembahkan jiwa
dan ragaku. Dalam percakapan sehari-hari kita mengatakan "badanku terasa ngilu dan
sakit". kalau kita dikhianati oleh seseorang kita mengatakan "hatiku sakit sekali". Aku
hidup dalam kelimpahan harta, tapi jiwaku gersang", demikian mungkin yang
dikatakan seseorang yang secara materi berlebihan namun miskin secara spiritual.
Badanku, hatiku, jiwaku! Jadi siapa "aku" yang memiliki badan, hati dan jiwa?
Manusia terdiri dari badan dan jiwa. Badan tanpa jiwa ibarat mobil yang
lengkap badan dan mesinya tapi tanpa aki. mobil ini tidak bisa bergerak, karena tidak
ada panas atau api yang menghidupkan mesinnya. Jiwa tanpa raga ibarat aki tanpa
mobil, panas atau tenaga yang tersimpan dalam aki menjadi tenaga yang tidur karena
tidak ada mesin untuk digerakkan.
Jiwa dan raga itu merupakan satu kesatuan. Tanpa Jiwa tidak dapat melakukan
aktivitasnya.
Pengandaian diatas mengikuti pengandaian dalam Katha Upanishad yang
mengatakan badan adalah kereta, akal(ilmu pengetahuan) adalah kusirnya, pikiran
adalah kendali, dan indriya adalah kuda-kudanya. Sedangkan jiwa adalah pemilik
kereta.Dikatakan selanjutnya, mereka yang mengetahui hakikat dan tujuan hidup

7
ibarat kusir yang cakap dengan kuda terlatih baik, akan mencapai tujuan perjalanan.
Tapi meeka yang tidak mengetahui hakikat dan tujuan hidup, ibarat kusir bodoh
dengan kuda liar, tidak akan mencapai tujuan perjalanan, akan mengembara dari satu
kematian kepada kematian yang lain.

DARI MANA DATANGNYA BADAN


Badan datang dari orang tua kita, Percampuran sperma dan ovum dari bapak dan Ibu
kita membentuk badan dalam rahim ibu.
DARI MANA DATANGNYA JIWA
Agama-agama rumpun Yahudi mengatakan jiwa atau roh itu ditiupkan oleh Tuhan
kepada janin ketika masih dalam kandungan ibu. Ketika itu Tuhan juga menetapkan nasib
atau jalan hidup bayu ini setelah ia lahir. Menurut agama Hindu, jiwa kita sudah ada
sebelumnya dan ia masuk ke tubuh bayi dengan membawa "karma wasana" atau hasil-
hasil perbuatan dalam hidupnya sebelumnya.
TUBUH YANG TAK KEKAL
Badan merupakan bagian yang tidak kekal dari manusia. Karena ia berubah. Dari
setetes cairan ia tumbuh menjadi janin, lahir sebagai bayi berkembang menjadi manusia
dewasa. Badan yang tegap ketika remaja berubah menjadi bungkuk ketika tua. Kulit yang
halus dan kencangketika remaja, berobah menjadi kisut dan layu ketika tua. Ketia sudah
mati badan hancur. badan disebut stula sarira.
JIWA YANG KEKAL
Jiwa merupakan bagian yang kekal dari manusia. Ia tak pernah berobah. Ia tidak mati
ketika badan mati. Iatidak terluka oleh senjata, tidak terbakar oleh api. Ia ada selamanya.
Jiwa disebut sukma sarira.
Jiwa berasal dari Tuhan. Atman adalah jiwa dari mahluk. Brahman adalah jiwa alam
semesta. Atman merupakan bagian dari Brahman. Seperti setitik air hujan yang berasal
dari samudera luas. Mengenal Raja Bunu sebagai leluhur atau cikal bakal dari umat
manusia yang ada di bumi, belum merupakan pemahaman menyeluruh bagi umat Hindu
Kaharingan. Perjalanan Raja Bunu sebagai cikal bakal umat manusia belum sepenuhnya
terungkap secara gambaing, sehingga umat Hindu Kaharingan masih banyak yang kurang
mengetahui bagaimana proses penciptaan manusia menurut kitab suci Panaturan atau
berdasarkan ajaran Hindu Kaharingan. Oleh karena itu akan sangat “nyambung” apabila
kita mulai menggali bagaimana sebenarnya proses penciptaan manusia menurut Panaturan
atau ajaran Hindu Kaharingan.
Menurut konsep keyakinan Kristen maupun Islam manusia pertama adalah Adam dan
Hawa, kedua orang inilah yang diyakini sebagai cikal bakal manusia di bumi ini. Namun
doktrin itu berbeda dengan ajaran atau konsep Hindu Kaharingan mengenai proses
penciptaan manusia serta serta siapa yang merupakan cikal bakal umat manusia di bumi.
Proses penciptaan manusia menurut Hindu Kaharingan dijelaskan dalam kitab suci
Panaturan.

8
Dalam Weda asal muasal alam semesta dikatikan langsung dengan Hyang Widhi yang
diuraikan seperti dengan penjelasan sains modern. Davies menyatakan bahwa saat ini
mayoritas ahli kosmologi dan astrologi menyatakan bahwa terjadinya penciptaan terjadi
sekitar delapan belas milyar tahun yang lalu, akibat dari sebuah “dentuman dahsyat” (Big
Bang). Agama dipandang menyajikan sebuah pengetahuan yang didapat dari orang suci
melalui intuisinya.
Dalam ajaran kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni: tanah
(zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut
disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi. Alam semesta merupakan penggabungan
dari kekuatan Purusa dan Prakerti(kecerdasan dari kekuatan tertinggi yang mengendalikan
kekuatan material). Alam dipandang sebagai sosok suatu mahluk hidup yang sangat besar
yang merupakan perwujudan dari kekuatan kosmis.
Artinya: Yang Satu (yaitu sang Maha Prakerti) adalah bahkan lebih kecil dari pada
anak kecil dan yang lain(yaitu jiwatman atau jiwa individu)tidak dapat dilihat. Tetapi dari
yang lebih halus dan dewata yang meliput semua(Jiwa Agung) adalah satu-satunya
objek(tujuan)dari cinta. Dari sloka ini secara tidak langsung dinyatakan bahwa Hyang
Widhi sebenarnya adalah sosok kekuatan kosmis dimana ciptaan merupakan bagian dari
kekuatan kosmos itu sehingga dikatakan Tuhan meliputi semuanya. Pernyataan ini
diperkuat oleh ayat.
Artinya: Alam semesta yang sempurna berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang Maha
Sempurna. Alam semesta yang sempurna ini diberikan makanan(energi untuk tetap
bertahan) oleh Tuhan yang Maha Esa Yang Maha Sempurna.
2.4 Untuk Apa Dia Didunia
Setiap manusia telah menentukan sendiri jalan hidupnya sehingga itu bukan alasan
untuk berpaling dari jalan yang telah diyakininya. Seseorang tidak bisa ikut campur tangan
atas karma orang lain sehingga kita hendaknya berusaha melepaskan keterikatan tersebut.
Kesenangan duniawi hanya memberikan kebahagiaan sementara bagi indra-indra manusia.
Itu bukanlah kebahagiaan yang sejati karena yang sejati itu tak dapat dilukiskan dengan
kata-kata semata .
Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan
petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk
melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya.
tujuan Hidup Manusia Menurut Agama Hindu Setiap kelahiran jika dipahami,
sesungguhnya manusia membawa perannya masing-masing. Manusia yang telah
melakukan perenungan secara mendalam dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa
sesungguhnya yang menjadi tujuan hidupnya. Ada 2 macam tujuan hidup manusia yaitu
tujuan duniawi dan spiritual.Tujuan duniawi berupa keinginan untuk mengejar harta,
kekayaan dan keinginan. Sedangkan tujuan spiritual yaitu keinginan untuk bersatu kepada
yang hakekat dan asal yang sesungguhnya. Dalam Hindu, tujuan hidup manusia terdapat
dalam Catur Purusartha. Yang terdiri dari 4 bagian yaitu : Dharma, Artha, Kama Moksa.
Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup manusia.
Artha yaitu kekayaan yang berupa materi. Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu
bersatunya sang diri atau jiwatman dengan yang lebih tinggi atau Paramaatman.

9
Jadi jelas dalam hidup manusia selalu mengejar artha, kama dan moksa. Namun
dalam mengejar artha dan kama harus berdasarkan dharma, kebajikan dan kebenaran,
bukan dengan cara-cara yang tidak baik. Penyatuan kepada yang hakekat merupakan
tujuan yang harus dicapai manusia dengan berdasarkan etika keagamaan dan dharma yang
telah ditentukan. Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan salah satu bagian dari
pada esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai agar pikiran dapat terbuka,
menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut dapat terwujud dengan
mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka suci Hindu telah disebutkan bahwa
menjelma menjadi manusia merupakan suatu keberuntungan dan hal yang utama. Dengan
manas atau pikiran yang dimiliki, maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari
keadaan samsara dengan jalan berkarma yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan
pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi
2.5 Perkawinan dalam Ajaran Agama Hindu
Ajaran Hindu yang dihimpun dalam Pustaka Suci Veda, menegaskan bahwa
perkawinan (wiwaha) hanya dapat dilakukan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
dengan tujuan membentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia untuk memperoleh
keturunan. Sebagaimana dinyatakan dalam Rg Veda Mandala X Sukta 85 Mantra 42, sebagai
berikut:
Ihaiva stam ma vi yaustam,
Visvam ayur vyasnutam,
Kridantau putrair naptribhih,
Modamanau sve grhe.
Maksudnya:
Wahai pasangan suami istri, tetaplah kalian bersatu tak terpisahkan,
Hidup harmonis dalam keselamatan dan kebahagiaan,
Melahirkan dan merawat putra-putri dengan baik,
Serta tinggal di rumah sendiri dalam kebersamaan.
Bahwa perkawinan (wiwaha) berfungsi meneruskan keturunan, ditegaskan kembali dalam
Kitab Manawa Dharmasastra (Kompendium Hukum Hindu) antara lain dalam Adhyaya III
Sloka 42, sebagai berikut:
Aninditaih stri wiwahair,
Anindya bhawati praja,
Ninditairnindita nrirnam,
Tasmannindyan wiwarjayet.
Maksudnya:
Dari perkawinan yang terpuji,

10
Akan lahir putra putri yang terpuji,
Dari perkawinan yang tercela,
Akan lahir keturunan yang tercela.
Tentang kemuliaan seorang istri sebagai bagian dari pasangan suami istri, Kitab Manawa
Dharmasastra Adhyaya IX Sloka 8, menyatakan:
Patirbharyam samprawisya,
Garbho bhutweha jayate
Jayayastaddhi jayatwam,
Yadasyam jayate punah.
Maksudnya:
Setelah suami membuahi istrinya,
Kemudian menjadi jabang bayi (embrio) di dalam kandungannya,
Lalu sang istri melahirkan,
Itulah kemuliaan seorang istri (mengandung dan melahirkan).
Terkait fungsi laki-laki dan perempuan dalam lembaga perkawinan (keluarga) yang
suci, ditandai dengan dilaksanakannya upacara perkawinan (wiwaha samskara) dengan tri
upasaksi (tiga saksi) yakni Dewa Saksi (Tuhan Yang Maha Esa), Manusa Saksi (Manusia),
dan Bhuta Saksi (alam semesta). Pentingnya upacara perkawinan (wiwaha samskara)
dinyatakan dalam Manawa Dharmasastra Adhyaya IX Sloka 96, sebagai berikut:
Prajanartha striyah srstah,
Samtanartham ca manawah,
Tasmat sadharano dharmah,
Srutau patnya sahaditah.
Maksudnya:
Untuk menjadi ibu seorang wanita diciptakan,
Untuk menjadi ayah seorang laki-laki diciptakan,
Karena itu telah ditetapkan upacara keagamaan (perkawinan),
Yang wajib dilakukan oleh sepasang suami istri.
Mengacu kepada beberapa mantra dan sloka yang terdapat dalam Pustaka Suci Veda
tersebut di atas, sangat jelas bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan
guna melanjutkan eksistensi umat manusia di atas muka bumi. Tujuan perkawinan tersebut
hanya dapat diwujudkan bila perkawinan dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan.Terlebih lagi, jika tujuan perkawinan dikaitkan dengan salah satu sraddha
(keyakinan) dalam agama Hindu yakni Punarbhawa (reinkarnasi). Dengan melaksanakan

11
perkawinan antara laki-laki dan perempuan, akan memberi peluang kepada para leluhur untuk
menjelma kembali ke dunia dalam rangka memperbaiki karma (perbuatannya). Hal ini tak
mungkin terjadi bila perkawinan dilakukan antara pasangan dengan jenis kelamin yang sama.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perkawinan dalam ajaran agama Hindu merupakan sebuah lembaga suci, ditandai
dengan dilaksanakannya upacara perkawinan (wiwaha samskara) dengan disaksikan
oleh tri upasaksi yaitu: Dewa saksi (Tuhan), Manusa saksi (manusia), dan Bhuta saksi
(alam semesta).
2. Perkawinan menurut ajaran agama Hindu bertujuan untuk menghasilkan (krido)
keturunan (kreasi/creation) dan bukan untuk kenikmatan semata (rekreasi/recreation).
Untuk tujuan tersebut, perkawinan hanya dapat dilakukan antara seorang laki-laki
dengan seorang perempuan. Sehubungan dengan hal tersebut angka 1 dan 2, maka
agama Hindu dengan tegas menolak adanya perkawinan sejenis, baik antara laki-laki
dengan laki-laki maupun antara perempuan dengan perempuan.

2.6 Kematian dalam Agama Hindu


Dalam agama Hindu, Jiwa (atman) adalah kekal tidak mengalami kematian, dia abadi.
Kematian hanya dialami oleh badan fisik ini. Kematian adalah penghentian sementara
aktivitas fisik dan merupakan sarana bagi sang atman untuk meningkatkan tingkatannya lalu
kemudian lahir kembali dalam badan yang lain.
Pada waktu mati namanya, hanya berarti berpisahnya Panca Maha Bhuta dengan
Atman yang ada pada badannya. Hanya badan kasarnya yang lenyap, sedangkan Atmanya
tetap tak berubah, sebab alam ini penuh disusupi Atman. Setiap orang yang lahir pasti
akhirnya meninggalkan dunia ini. Hal itu disebut mati atau meninggal. Dalam Bhagawad Gita
XIII.8 dinyatakan ada enam hal yang wajib kita renungkan setiap saat. Janma dan Mrtyu
yaitu lahir dan mati.
Jara dan Wiyadhi artinya tua dan sakit. Duhkha dan Dosa artinya pernah sedih dan
pernah salah berdosa. Demikian juga Canakya Niti IV. 1 menyatakan nasib manusia sudah
ditetapkan saat masih dalam kandungan termasuk Nidahana atau kapan manusia itu mati.
Lima hal itu ditetapkan oleh Tuhan berdasarkan karma-karma pada penjelmaan sebelumnya.
Karena siapapun yang lahir ke dunia ini pasti akan mati. Karena itu tidak perlu berani mati
atau takut mati, karena mati itu bukan urusan kita. Mati itu urusan Tuhan yang menentukan.
Pertanyaan selanjutnya bagaimana konsep mati menurut ajaran Hindu. Mati menurut
ajaran Hindu ada dua konsep yaitu berdasarkan Tattwa dan berdasarkan Upacara Yadnya.
Mati menurut Tattwa seperti dinyatakan dalam pustaka Wrehaspati Tattwa yang dikutip di
atas. Kalau sudah lepas Sang Hyang Atma dari badan sariranya yang dibangun oleh Panca
Maha Bhuta itu sudah meninggal secara Tattwa. Jangan hal itu dianggap tidur saja. Tidur dan
mati itu kan tidak sama. Jangan sampai orang miskin dianggap kaya. Orang sakit dianggap
sehat. Anggapan seperti itu tentunya berbahaya. Seperti rumah yang sudah selesai secara
fisik, sudah lengkap segala-galanya. Tetapi kalau belum diupacarai seperti di-pelaspas

12
dengan upacara yadnya keagamaan Hindu, belumlah rumah itu selesai namanya menurut
tradisi Hindu di Bali.
Demikian juga orang yang meninggal, meskipun secara tattwa sudah meninggal,
namun kalau belum diupacarai yang disebut Atiwa-tiwa belum tuntas meninggalnya.
Meninggal secara Tattwa pegangan kita sebagai umat Hindu adalah Wrehaspati Tattwa
tersebut. Sedangkan kalau meninggal secara upacara yadnya pegangan umat Hindu
semestinya Lontar Pretekaning Wong Pejah. Kalau meninggal secara Tattwa belum nyaluk
sebel. Tetapi kalau sudah meninggal secara upacara menurut Lontar Pretekaning Wong Pejah
saat itulah umat baru nyaluk sebel atau cuntaka.
Hukum negara juga mengatur orang meninggal saat otak dan batang otak sudah tidak
berfungsi, secara hukum itu sudah meninggal. Tetapi dalam ilmu kedokteran ada yang
disebut mati sel, di mana seluruh sel sudah tidak berfungsi. Mati sel itu membutuhkan waktu
yang lebih panjang: Ini artinya ajaran Hindu menentukan adanya konsep mati menurut Hindu
yaitu: mati menurut tattwa dan mati menurut upacara yandya. Ini artinya menurut penerapan
ajaran Hindu di Bali menentukan meninggal berdasarkan tattwa dan upacara yadnya itulah
yang disebut meninggal yang sudah tuntas. Selanjutnya bagaimana proses upacara yadnya
untuk menentukan orang meninggal berdasarkan upacara yadnya yang dinyatakan oleh
Lontar Pretekaning Wong Pejah.
Lontar ini menguraikan tentang tata cara merawat jenazah bagi umat Hindu di Bali.
Secara umum jenazah itu dimandikan dengan air bersih atau disebut toya anyar. Selanjutnya
dimandikan dengan air bunga disebut Toya Kumkuman. Dirawat dengan bebelonyoh putih
kuning kuning, makeramas, makerik kuku, setiap buku atau persendiannya diletakan
kwangen, seluruhnya dua puluh dua kwangen.
Intinya jenazah itu dirawat layaknya orang masih hidup. Selanjutnya
disembahyangkan dengan memercikkan Tirtha Pangelukatan, Tirtha Pabersihan, Tirtha
Kawitan atau Tirtha Batara Hyang Guru dari Kamulan Taksu dan Tirtha Kahyangan Tiga.
Kalau akan dipendem atau dikubur atau belum ditentukan hari pengabenan dipercikan Tirtha
Pengentas Tanem. Ini semuanya merupakan simbol permakluman tentang kematian Sang
Seda. Puncaknya melangsungkan upacara mapepegat lambang perpisahan dengan seluruh
keluarga umumnya yang satu Sanggah Merajan. Kemudian barulah jenazah digulung dengan
kain kapan dan disemayamkan di Bale Gede. Di Bale Gede umumnya ada Arca Garuda
simbol Dewa yang dapat menuntun orang yang meninggal itu memperoleh tuntunan
pembebasan dari dosa-dosa selama hidupnya.
Acara selanjutnya layon dikubur (di-pendem) di Setra atau diaben. Kalau di-pendem
atau dikubur di Setra dibekali Tirtha Pangentas Tanem. Dengan Tirtha Pangentas Tanem itu
bagaikan kartu pelajar untuk belajar pada Ida Batara Sedahan Setra yang distanakan di Pura
Praja Pati di Hulun Setra. Kalau sudah dengan Tirtha Pangentas Tanem, kapan saja bisa
diaben. Tetapi kalau tidak menggunakan Tirtha Pangentas Tanem harus diaben sebelum
setahun. Kalau tidak, roh yang bernama Preta itu bisa menjadi Butha Diadiu yang dapat
mengganggu ketenangan umat di desa.
Demikian menurut keyakinan umat Hindu di Bali berdasarkan petunjuk Lontar Yama
Tattwa. Menurut Lontar Gayatri saat orang meninggal roh atau atmannya disebut Preta.
Setelah diaben rohnya meningkat menjadi Pitra. Setelah Upacara Atma Wedana sesuai

13
dengan kemampuan Sang Jayamana atau yang punya dan membiayai Yadnya. Atma Wedana
itu ada lima jenisnya. Salah satu bisa diambil misalnya ada yang paling kecil sampai yang
paling utama seperti upacaranya disebut nganggseng, nyekah, mamukur, maligia atau
ngaluwer. Upacara Yadnya Atma Wedana itu meningkatkan status Pitara mejadi Dewa
Pitara. Terus dilangsungkan upacara nyegara gunung dengan tujuan maajar-ajar untuk
mendapatkan tuntunan ajah-ajah dari Ida Batara di Besakih dan di Gua Lawah simbul Ida
Batara di Gunung dan di Segara barulah Sang Dewa Pitara distanakan di Kamulan Taksu.
Tata cara menstanakan Dewa Pitara di Kamulan Taksu dijelaskan sangat rinci di Lontar
Purwa Bhumi Kamulan dan beberapa Lontar lainnya. Adanya Upacara Yadnya saat manusia
lahir, hidup dan mati menurut Lontar Dharma Kauripan itulah ciri perbedaan manusia dengan
makhluk lainnya seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.
2.7 Perceraian
Hindu sebenarnya sangat melarang adanya perceraian antara suami dan istri, kecuali
suami atau istri berkhianat dan tidak setia. Itupun tergantung pada konteksitas terhadap
pelanggaran Satyeng Lhaki atau Satyeng Wadon. Menurut Reg Weda, sudah sangat salah
kalau kita bercerai atau berpisah. Karena sudah melanggar Yadnya yang sangat susah
dilakoni secara materiil, moril, dan spiritual. Perlu Mulat Sarira atau intropeksi diri antara
suami dan istri yang berkhianat dan tidak setia.
Kalau istri membuat kesalahan fatal dan melanggar Dresta { adat }, agama, serta
norma hukum formal, menurut Nitisastra hal itu yang seharusnya dibuang, justru dipelihara
kita akan semakin berdosa. Masa lalu dan hari ini adalah sebuah kenyataan akumulasi dari
Karma { perbuatan } sebagai pelajaran. Hari esok adalah harapan. Jangan kau hancurkan
ladang harapan dengan benih masa lalu yang sudah usang. Kasihan anak-anak, sekarang
sudah dapat pelajaran, bukan? Maka harus berhati-hati menjawab soal ujian supaya lulus
dalam mencari pengganti.
Perceraian sangat merugikan beberapa pihak diantaranya anak jadi terlantar karena
akan diasuh oleh ibu tiri. Dalam ajaran Hindu menyarankan jangan bercerai karena saat
melangsungkan perkawinan, kita telah berjanji pada orang tua, leluhur, dewa dan pada guru
sebagai saksi. Karena sebelum melangsungkan perkawinan, kita juga harus mencari hari baik
dengan seksama dan memadukan dengan beberapa Wariga [ hari baik } Dalam ajaran Hindu
juga ada konsep Catur Asrama, Perkawinan { Grahasta } salah satunya. Kalau bercerai
artinya mereka gagal dalam tahafan tersebut.Hindu sangat fleksibel, Mereka yang memilih
Brahmacari sampai tua juga dihormati. Tidak ada yang salah, manusia sepenuhnya memilih
dan menerima akibatnya. Adil, bukan? Di Bali, perceraian merupakan pilihan terakhir. Jika
bisa, sedapat mungkin harus dihindari karena kesan dan akibatnya kurang baik. Grahasta
sudah anda lakoni, soal berhasil atau tidak, itu urusan lain. Asalkan bukan anda penyebabnya.
Sama seperti orang kuliah, tidak semua yang berhasil menjadi sarjana.

14
BAB III.
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
PANDANGAN AGAMA HINDU
Siapakah manusia itu Manusia secara harpiah, berasal dari kata manu yang artinya
mahluk yang berpikir. Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu
kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri Pramana, yang
terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu atau tenaga untuk tumbuh,
sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda dimana binatang memiliki tenaga untuk
bertumbuh, berkembang dan mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya.
Pikiran hanya dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki
pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik
dan buruk.
Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Manusia juga
dengan pikirannya diharapkan mengetahui asal, tujuan dan tugas serta kewajibannya. Dengan
mengetahui hal ini maka pola hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu
mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar, sesuai etika dan
ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran agama. Namun manusia juga
termasuk makhluk yang lemah, karena tidak seperti binatang yang lahir begitu saja langsung
bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa memerlukan bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini
dipahami terlebih dahulu untuk mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang
terpisah dengan atman yang sejati. Konsep manusia dalam Hindu mengatakan bahwa
manusia terdiri dari 2 unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmaninya adalah badan, tubuh
manusia sedangkan rohani merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan
Atman.

15
DAFTAR PUSTAKA
Wayan. 2014.hakekat manusia menurut hindu.denpasar:blogspot.com
pasraman ganesha brahmachari Ashram.2015.kematian dan setelah kematian menurut
hindu.www.pasramanganesha.sch.id
i komang putra sentana.2017.Asal usul manusia menurut agama hindu.blogspot.com
mayjen TNI (purn)S.N.suwisma.2015.perkawinan sejenis menurut perspektif
hindu.Denpasar:www.pasramanganesha.sch.id
Ketut wiana.2015.konsep mati menurut hindu .Koran post bali :www.phdi.or.id
by admin.2017.perceraian menurut hindu.kalender bali:kbtmd.com

16
i

Anda mungkin juga menyukai