Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

URGENSI AGAMA UNTUK MANUSIA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kapita Selekta Agama

Dosen Pengampu : Mohamad Romdon, M.Ag.

Disusun oleh :

Ami Mi’raj Zakiyah

(22843078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS PENDIDKAN ILMU SOSIAL, BAHASA DAN SASTRA

INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nanti kan syafaatnya di
akhirat nanti.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat schat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “URGENSI AGAMA UNTUK
MANUSIA.”

Semoga makalah ini bisa berguna untuk kedepannya nanti dan saya
memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.

Garut, Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3


A. Pengertian Agama Dilihat dari Berbagai Perspektif ....................................3
B. Konsep Klasifikasi Agama...........................................................................7
C. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia ................................................10
D. Urgensi Agama untuk Manusia..................................................................14
E. Dinamika Agama pada Masa Kini .............................................................21

BAB III PENUTUP ..............................................................................................24


A. Kesimpulan ................................................................................................24
B. Saran...........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ketika sesorang mulai menyadari eksistensi dirinya, maka timbullah tanda
tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal. Dalam lubuk hati yang dalam,
memancar kecenderungan untuk tahu berbagai rahasia yang masih merupakan
misteri yang terselubung. Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain; dari mana saya ini,
mengapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan bisikan lainnya.
Dari arus pertanyaan yang mengalir dalam bisikan hati itu, terdapat suatu
cetusan yang mempertanyakan tentang Penguasa Tertingi di alam raya ini yang
harus terjawab. Ketika pandangan di arahkan ke hamparan langit biru, maka hatipun
bergetar, siapa yang menata dan membangunnya sedemikian kekar dan indahnya.
Begitu pula ketika malam kelam membelam, langit dihiasi dengan pesta cahaya
bulan dan bintang, mengalirlah perasaan romantis mengaguminya. Tetapi dibalik
kekaguman akan romantika itu, hati mencoba menelusuri siapa Dia yang
menempatkan letak-letak bintang itu begitu permai, serasi dan memukau. Agama
merupakan hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Manusia membutuhkan
agama karena lemah dan memiliki banyak keterbatasan.
Demikian pentingnya pengetahuan dan eksistensi agama dalam kehidupan,
sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama.
Tidak saja di massa primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang
tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian
maju dan berkembang. Untuk memahami tingkat urgensi agama bagi manusia
kiranya perlu diketahuai lebih dulu eksistensi manusia dan kebutuhan-
kebutuhannya di satu pihak, dan kemudian dikaitkan dengan peran yang bisa
difungsikan oleh agama terhadap pemenuhan kebutuhan itu pada pihak lain.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Agama jika Dilihat dari Berbagai Perspektif?
2. Bagaimana Konsep Klasifikasi Agama ?

1
3. Apa Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia ?
4. Bagaimana Urgensi Agama untuk Manusia ?
5. Bagaimana Dinamika Agama yang Terjadi pada Masa Kini ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Agama jika Dilihat dari Berbagai Perspektif.
2. Mengetahui Konsep Klasifikasi Agama.
3. Mengetahui Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia.
4. Mengetahui Urgensi Agama untuk Manusia.
5. Mengetahui Dinamika Agama yang Terjadi pada Masa Kini.

D. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, agar dalam pembahasan terfokus pada pokok
permasalahan dan tidak melebar ke masalah lain, maka penulis membuat
sistematika penulisan makalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang pengertian agama dilihat dari
berbagai perspektif, konsep klasifikasi agama, fungsi agama dalam kehidupan
manusia, urgensi agama untuk manusia, dan dinamika agama yang terjadi pada
masa kini.
BAB III PENUTUP
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama Dilihat dari Berbagai Perspektif


Agama mempunyai definisi berbagai bentuk dan beragam, sebagaimana
diungkapkan oleh Quraish Shihab, agama adalah satu kata yang mudah diucapkan
dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya (bagi orang awam), tetapi sangat
sulit memberikan batasan (definisi) yang tepat lebih-lebih bagi para pakar.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang Maha Kuasa, tata
peribadatan dan tata kaidah yang bertalian erat dengan pergaulan antara manusia
dengan sesama manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu.
Definisi lain menyebutkan bahwa kata “agama” berasal dari bahasa Sanskrit
“a” yang berarti "tidak" dan “gama” yang berarti "pergi", tetap ditempat, diwarisi
turun temurun dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, ternyata agama memang
mempunyai sifat seperti itu. Siti Galzaba memberikan definisi bahwa agama ialah
kepercayaan kepada Yang Kudus, menyatakan diri berhubungan dengan Dia dalam
bentuk ritus, kultus, dan permohonan dan membentuk sikap hidup berdasarkan
dokrin tertentu. Selanjutnya, definisi dari agama yaitu suatu peraturan tuhan yang
mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal dengan kehendak dan pilihannya
sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Karena terlalu banyaknya pengertian tentang agama yang dikemukakan oleh
para ahli, maka Harun Nasution dalam bukunya menyampaikan terkait definisi
agama sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang
harus dipatuhi,
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia,
3. Mengikat diri kepada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi
perbuatan-perbuatan manusia,

3
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup
tertentu,
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib,
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini sumber
pada suatu kekuatan gaib,
7. Pemujaan terhadap kekuatan yang gaib yang timbul dari perasaan yang
lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dari
dalam alam sekitar manusia,
8. Agama yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, dapat diambil karakteristik agama
sebagai berikut:
1. Unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat
mengambil bentuk yang bertacam-macam. Dalam agama primitif kekuatan
gaib tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan
misterius, ruh atau jiwa yang terdapat dalam bendabenda yang memiliki
kekuatan misterius (dewa). Kepercayaan akan adanya Tuhan adalah dasar
yang utama sekali dalam paham agama. Tiap-tiap agama kecuali Budaisme
yang asli dan beberapa agama yang lain berdasar atas kepercayaan pada
suatu kekuatan gaib, dan cara tiap-tiap hidup manusia yang percaya pada
agama di dunia ini amat rapat hubunganya dengan kepercayaan tersebut,
2. Unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini
dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan
kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan yang baik itu
kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang pula. Hubungn baik
ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingatnya,
melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya.
3. Unsur respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon tersebut dapat
mengambil rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau
perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama monoteisme.
Selanjutnya respon tersebut dapat pula mengambil bentuk dan cara hidup
tertentu bagi masyarakat yang bersangkutan.

4
4. Unsur paham adanya yang kudus (sacred)s dan suci, dalam bentuk kekuatan
gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengajarkan ajaran agama yang
dersangkutan, tempat-tempat tertuntu, peralatan untuk menyelenggarakan
ibadah dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa agama
merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang
terkandung dalam kitab suci yang turun-temurun diwariskan oleh suatu generasi ke
generasi berikutnya dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup
bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yang di dalamnya
mencakup unsur kepercayaan dan kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan
respon emosional dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung
pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai lima aspek yang terkandung dalam
agama, yaitu :
1. Aspek asal-usul, yaitu yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi, dan
ada yang berasal dari hasil pemikiran manusia seperti agama ardi atau
agama kebudayaan.
2. Aspek tujuan, yaitu untuk memberi tuntunan hidup agar bahagia di dunia
dan di akhirat.
3. Aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib,
keyakinan manusian bahwa kesejahteraan di dunia ini dan kehidupan di
akhirat tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan dengan
kekuatan gaib, respon yang bersifat emosional dan adanya yang dianggap
suci.
4. Aspek pemasyarakatanya, yaitu disampaikan secara tutun-temurun dan
diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya
5. Aspek sumbernya, yaitu kitab suci.
Selain kata agama, ada term lain yang umumnya dipandang sebagai padanan
dari kata agama yakni religi dan din. Atau dengan kata lain, dalam literatur kajian
keagamaan di Indonesia, khususnya, setidaknya ditemukan tiga istilah yang
menunjuk pada pengertian agama yakni: religi, din, dan kata agama itu sendiri.

5
Kata religi secara etimologis berasal dari bahasa latin. Menurut satu pendapat,
asal kata religi adalah religere yang berarti membaca dan atau mengumpulkan.
Agaknya penjelasan ini berdekatan dengan pemaknaan agama dengan “jalan”
sebagaimana diuraikan di atas, yakni menunjuk muatan yang terkandung dalam
agama berupa aturan-aturan hidup, yang tercantum di dalam kitab suci yang harus
dibaca dan dipegangi oleh setiap pengikut suatu agama. Sementara itu pendapat lain
mengatakan bahwa kata religi berasal dari kata religare yang berarti ikatan, yang
maksudnya adalah ikatan manusia dengan Tuhan, sehingga manusia terbebaskan
dari segala bentuk ikatanikatan atau dominasi oleh sesuatu yang derajatnya selevel,
atau bahkan lebih rendah dari manusia sendiri. Yang dimaksudkan dengan ikatan-
ikatan itu, sebagaimana dikatakan oleh Harun Nasution, tidaklah hanya berupa
kepercayaan-kepercayaan atau keyakinan melainkan juga ajaran-ajaran hidup
(doktrin) yang telah ditetapkan oleh Tuhan.
Adapun istilah ad-din, yang berasal dari bahasa Arab, secara kebahasaan
berarti hutang, yakni sesuatu yang mutlak harus dipenuhi. Di dalam tradisi bahasa
Semit, induk bahasa Arab, kata ad-din diartikan sebagai undang-undang atau
hukum. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa din secara bahasa dapat diartikan
undang-undang atau hukum yang harus dipenuhi oleh manusia, dan pengabaian
atau pelanggaran terhadapnya menjadikan hutang baginya, yang jika hutang itu
tidak dipenuhi atau dilunasi maka akan berakibat datangnya hukuman terhadap
dirinya. Kemudian dalam aplikasinya, din mengalami perluasan makna yakni
menguasai, menundukkan, patuh, balasan dan kebiasaan. Dalam konteks ini, M.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseluruhan kata (Arab) yang menggunakan
huruf-huruf dal, ya’ dan nun—semisal dengan ad-din—semua maknanya adalah
menggambarkan adanya dua belah pihak yang melakukan interaksi, yaitu antara
manusia dengan Tuhan, dimana pihak yang disebutkan belakangan (Tuhan)
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pihak pertama (manusia).
Lebih jauh, Abu A’la al-Maududi menyampaikan perincian lebih detail lagi arti
dasar kata din dalam bahasa Arab tersebut. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu A’la
al-Maududi, sesungguhnya kata din merangkum sejumlah pengertian yang
rinciannya adalah sebagai berikut ini: pertama, kekalahan dan penyerahan diri

6
kepada pihak yang lebih berkuasa; kedua, ketaatan, penghambaan dari pihak yang
lebih lemah kepada pihak yang lebih berkuasa; ketiga, undang-undang, hukum
pidana dan perdata, peraturan yang berlaku dan harus ditaati; dan keempat,
peradilan, perhitungan atau pertanggung-jawaban, pembalasan, vonis dan lain
sebagainya.
Dari uraian makna kebahasaan kata agama, religi dan din di atas, sungguh
selanjutnya dapatlah ditegaskan bahwa makna umum dan arti mendasar dari tiga
istilah tersebut dapat disarikan sebagai berikut ini.
1. Agama (dan tentu juga religi dan din) adalah merupakan suatu jalan hidup,
atau suatu jalan yang harus ditempuh oleh setiap manusia di dalam hidup
dan kehidupannya di dunia ini, untuk mendapatkan kehidupan yang aman,
tenteram dan sejahtera.
2. Sebagai wujud dari jalan hidup itu adalah ajaran atau doktrin yang berupa
aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-norma.
3. Ajaran yang berupa aturan-aturan atau norma-norma itu diyakini sumber
asalnya adalah berasal dari Tuhan Yang Maha mutlak dan bersifat mengikat,
yang wujud riilnya sebagai tergelar di dalam kitab suci.
4. Ajaran yang berupa aturan-aturan atau tata nilai tersebut tumbuh dan
berkembang sesuai dengan sifat dinamika masyarakat dan budayanya.

B. Konsep Klasifikasi Agama


Ada berbagai teori klasifikasi atau kategorisasi agama yang telah disampaikan
oleh para ahli. Pada umumnya keragaman teori klasifikasi agama itu lebih
disebabkan oleh adanya perbedaan titik tekan dalam melihat agama. Teori
klasifikasi agama adalah teori yang lebih melihat agama dari sumber ajarannya, di
mana agama diklasifikasikan atas agama wahyu (revealed religion) dan agama
bukan wahyu atau agama budaya (non-revealed religion). Jika agama wahyu biasa
pula disebut sebagai agama samawi (agama langit) atau agama profetik, maka
agama non-wahyu atau agama budaya kadangkala dinamakan dengan agama ardli
(agama bumi). Memperhatikan sebutan dua kategori agama dalam teori klasifikasi
tersebut dapat ditegaskan bahwa agama wahyu mesti bersumber dari Allah,

7
sehingga dapat dikatakan bahwa agama wahyu adalah agama yang menghendaki
iman kepada Allah, kepada para Rasul-Nya, kepada kitab-kitab-Nya dan pesan-Nya
untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia. Sedangkan agama non-wahyu atau
agama budaya mestilah hasil kreasi manusia atau diciptakan oleh manusia, sehingga
agama budaya ini tidak mengandung ajaran esensial penyerahan diri kepada tata
aturan ilahi. Apabila dirujukkan kepada sejumlah agama yang telah ada, maka yang
termasuk agama wahyu adalah agama Islam (dalam pengertian luas). Mengingat
Islam dimaksud dalam hal ini adalah dalam pengertian luas, maka Yahudi, Kristen
dan Nasrani jelas masih termasuk agama samawi, dengan catatan agama-agama
tersebut sepanjang masih asli atau orisinil; dan di dalam sejumlah ayat al-Qur’an,
agama-agama tersebut sebenarnya disebut pula sebagai agama Islam, karena agama
yang disampaikan oleh para nabi sejak Adam as hingga Muhammad saw adalah
agama Islam. Sedangkan agama-agama selain Islam merupakan agama non-wahyu
atau agama budaya, dan bahkan termasuk tiga nama agama tersebut, dalam
pengertian yang telah dirubah oleh para penganutnya. Dalam rangka
menghantarkan pemahaman yang lebih detail, masih-masing jenis agama tersebut
mempunyai sejumlah karakteristik.
Adapun karakteristik agama wahyu adalah sebagai berikut :
1. Mesti bersumber dari wahyu Allah, bukan hasil kreasi manusia;
2. Doktrin ketuhanannya mesti bersifat monoteisme atau tauhid
(Memahaesakan Allah);
3. Ajarannya disampaikan oleh para nabi atau Rasul Allah;
4. Mempunyai kitab suci orisinil (asli) sebagai sumber ajarannya;
5. Ajaran atau doktrinnya bersifat tetap, terkecuali tafsir atau interpretasi atas
doktrin itu yang bisa mengalami perubahan.
Sedangkan karakteristik agama non-wahyu atau agama budaya yaitu :
1. Mesti merupakan hasil kreasi akal fikiran manusia;
2. Doktrin ketuhanannya bukan monoteisme, melainkan mengambil bentuk
dinamisme, animisme, politeisme, dan kalau toh mengakui tuhan yang satu
hanyaklah dalam batas monoteisme nisbi;
3. Tidak disampaikan melalui para nabi atau Rasul Allah;

8
4. Umumnya tidak mempunyai kitab suci asli (orisinil), jika memiliki kitab
maka keberadaannya telah berubah dari keasliannya;
5. Ajarannya senantiasa mengalami perubahan seiring dengan selera keinginan
akal manusia penganutnya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa karakteristik agama wahyu meliputi :
1. Secara pasti dapat dipastikan sejarah lahirnya, dan tentu bukan tumbuh dari
kreasi manusia-masyarakat;
2. Disampaikan oleh para nabi atau Rasul Allah, di mana mereka hanya
sebatas penyampai ajaran dan sama sekali bukan pencipta ajaran itu;
3. Mempunyai kitab suci orisinil sebagai sumber ajaran;
4. Doktrin atau ajarannya bersifat tetap, terkecuali tafsir dari dotrin itu boleh
berubah;
5. Doktrin ketuhanannya bersifat monoteisme atau tauhid (memahaesakan
Allah);
6. Kebenarannya bersifat universal, dapat diberlakukan untuk siapa pun,
dimana pun dan kapan pun.
Sedangkan karakteristik agama non-wahyu atau agama budaya adalah :
1. Tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya, karenanya mesti
merupakan hasil kreasi manusia semata;
2. Tidak disampaikan oleh para nabi atau Rasul Allah;
3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalau punya kitab maka
keberadaannya sudah tidak asli lagi;
4. Ajaran atau doktrinnya senantiasa berubah-ubah;
5. Doktrin ketuhanannya berbentuk dinamisme, animisme, politeisme, dan
kalau ada yang menyebut sebagai monoteisme maka hanyalah sebatas
dalam pengertian monoteisme nisbi;
6. Kebenaran ajarannya tidak bersifat universal.
Memperhatikan ketarangan dari dua sumber mengenai karakteristik atau ciri
khusus agama wahyu (samawi) dan agama non-wahyu (budaya) di atas dapatlah
disimpulkan beberapa karakteristik agama wahyu (samawi) berikut ini :

9
1. Agama wahyu atau samawi mesti bersumberkan dari wahyu Allah, bukan
hasil kreasi atau ciptaan manusia (masyarakat).
2. Agama wahyu (samawi) mesti berasaskan tauhid (monoteisme), meyakini
Tuhan Yang Mahaesa. Sejalan dengan ini, Yunasril Ali mengatakan: Tauhid
(monoteisme) merupakan fondasi agama-agama wahyu; ajaran paling
fundamental dan menjadi inti semua ajaran agama samawi (wahyu) adalah
hanya meyakini satu Tuhan (tauhid, monoteisme)”.
3. Agama wahyu mesti disampaikan oleh Nabi atau Rasul. Dalam konteks ini,
Rasul berpisisi sebagai utusan Tuhan dan hanya berperan sebagai
penyampai ajaran atau risalah, sekali-kali bukan sebagai pencipta ajaran
atau risalah itu sendiri.
4. Sebagai kelanjutan dari karakteristik sebelumnya, keberadaan agama wahyu
atau agama samawi mesti bersumber dari kitab suci yang kehadirannya
beriringan dengan para Rasul penyampai agama samawai atau agama
wahyu itu.
5. Keberadaan agama samawi, ajaran-doktrinalnya mesti bersifat tetap, meski
dalam batas tertentu tidak menutup adanya peran akal dalam memberikan
interpretasi atas ajaran khususnya yang mesih bersifat global.
Selain ditinjau dari sumber ajarannya, klasifikasi atau kategorisasi agama juga
bisa didasarkan pada konsep ketuhanannya. Menurut Harun Nasution, ditinjau dari
konsep ketuhanannya agama dapat diklasifikasikan menjadi agama dinamisme,
animisme, politeisme dan monoteisme. Lebih jauh dikatakan oleh Harun Nasution
bahwa konsep ketuhanan dinamisme, animisme dan politeisme merupakan agama
masyarakat primitif, sedangkan agama monoteisme dianut oleh masyarakat yang
sudah maju, meninggalkan fase keprimitifannya.

C. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia


Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang Maha Kuasa
(adi kodrati) menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan manusia baik dalam
kehidupan individu, masyarakat, materil, spiritual, duniawi, ukhruawi. Tidak ada
satu ruangpun dalam kehidupan manusia yang tidak dijamah oleh ajaran agama.

10
Meski manusia ditujukan pada dunia yang tidak dapat dilihat akhiratnya, namun
agama juga melibatkan diri dalam masalah-masalah kehidupan sehari hari.
1. Fungsi Agama dalam Kehidupan Individu
a. Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan. Dalam ajaran
agama terdapat nilai-nilai bagi kehidupan manusia, nilai ini dijadikan
acuan dan sekaligus sebagai petunjuk. Agama menjadi kerangka acuan
dalam berfikir, bersikap dan berperilaku agar sejalan dengan keyakinan
yang dianutnya.
b. Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi. Manusia memerlukan
kebutuhan hidup seperti makan, pakaian dan istirahat dan seks sampai
kebutuhan psikis, keamanan ketenteraman, persahabatan, penghargaan
dan kasih sayang, maka seseorang akan memuaskan kebutuhan tersebut,
namun apabila tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kekecewaan
yang tidak menyenangkan, kondisi atau keadaan yang disebut prustasi.
c. Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan. Ketakutan ini sangat
penting dalam psikologi agama. Ketakutan tanpa objek tentu akan
membingungkan manusia, sedangkan yang ada objek mudah diatasi
dengan memberantas atau memerangi objek tersebut, tetapi biasanya
ketakutan yang tidak mempunyai objek ini sulit diteliti namun biasa
dilihat dari gejala-gelanya, umpamanya gejala malu, rasa bersalah, takut
kecelakaan, rasa bingung dan takut mati. Untuk mengatasi ketakutan
tersebut orang biasanya menbutuhkan tempat perlindungan, dari rasa
takut, misalkan disaat terjadi gempa atau tsunami, di mana sebagian
orang berduyun-duyun pergi rumah ibadah untuk minta pertolongan dan
perlindungan kepada yang Maha Kuasa.
d. Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan. Agama mampu
memberikan kesukaran intelektual-kognitif, sejauh kesukaran itu
diresapi oleh keingininan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh
keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan yaitu
dari mana manusia datang dan apa tujuan manusia hidup, dan mengapa
manusia ada dan kemana manusia kembali setelah mati. Kebanyakan

11
orang tidak dapat menerima bahwa sesungguhnya kehidupannya tanpa
tujuan hanya sia-sia saja. Ketidaktahuan manusia akan segala persoalan
orientasi kehidupan itu dapat ditemukan jawabannya dalam agama yang
tegasnya lebih tegas dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian dipandang dari segi psikologi dapat dikatakan agama
memberikan sumbangan istimewa kepada manusia dengan mengarakan
diri pada Tuhan. Agama dapat menjadikan manusia merasa aman dalam
hidupnya, kesadaran akan hal seperti itu dapat menimbulkan tingkah laku
keagamaan.
2. Fungsi Agama dalam Kehidupan Masyarakat
Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan
bermasyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain
sebagai berikut:
a. Berfungsi edukatif. Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran
agama yang mereka anut memberikan ajaran yang harus dipatuhi, ajaran
agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur
tersebut mempunyai latar belakang mengarahkan, bimbingan agar
pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang terbaik
menurut ajaran bagama masing-masing.
b. Berfungsi penyelamat. Dimanapun manusia berada, selalu menginginkan
dirinya selamat, keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah
keselamatan yang diajarkan agama. Keselamatan yang diberikan agama
meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat, dan dalam hal ini penganut
haruslah mengenal sesuatu yang di sebut supernatural.
c. Sebagai perdamaian. Seseorang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama, rasa bersalah dan
berdosa dapat hilang dari batin apabila seseorang yang bersalah telah
menebus dosanya dengan cara bertaubat.
d. Berfungsi sebagai sosial control. Para penganut agama, sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya terkait batin dalam tuntunan baik secara

12
bindividu maupun kelompok dan ajaran agama dianggap penganutnya
sebagai normanorma dalam kehidupan, sehingga dalam hal ini agama
dapat berfungsi sebagai pengawas baik secara individu maupun
kelompok.
e. Berfungsi sebagai pemupuk solidaritas. Para penganut agama yang sama
secara psikologis akan memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam
iman dan kepercayaan, rasa kesatuan ini dapat menimbulkan solidaritas
dalam kelompok maupun perorangan, kadang dapat membina
persaudaraan yang kokoh, pada beberapa agama dapat diwujudkan dalam
bentuk harga menghargai dalam agama.
f. Berfungsi tranformatif. Ajaran agama dapat merubah kehidupan
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai ajaran agama
yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran
agama yang dipeluknya itu kadang kala mampu mengubah kesetiaannya
kepada adat dan norma yang dianutnya sebelum itu.
g. Fungsi kreatif. Ajaran agama mendukung segalah usaha manusia bukan
saja bersifat ukhrawi melainkan juga bersifat duniawi. Segala usaha
manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan dengan ikhlas karena Allah, tentu merupakan ibadah. Ibadah
tersebut ada yang bercorak ritual seperti shalat, puasa dan sebagainya dan
ada juga yang bercorak non ritual seperti gotongroyong, menyantuni
fakir miskin, membangun rumah sakit dan lain sebagainya.
Dengan demikian, fungsi agama bagi manusia merangkap fungsi dalam
kehidupan individu yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga
kesusilaan, sarana untuk mengatasi prustasi, mengatasi ketakutan dan untuk
memuaskan keingintahuan. Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan masyarakat
meliputi fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial kontrol, pemupuk
solidaritas, tranformatif dan fungsi kreatif binaan dan pengembangan potensi yang
dimiliki siswa secara optimal.

13
D. Urgensi Agama untuk Manusia
Manusia terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani dan secara otomatis
kedua unsur tersebut memiliki kebutuhan sendiri. Kebutuhan jasmani dipenuhi oleh
sains dan teknologi, sedangkan kebutuhan rohani dipenuhi oleh kebutuhan agama
dan moralitas. Apabila kedua kebutuhan tersebut telah terpenuhi, menurut agama,
ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bahkan agama menekankan
bahwa kebahagiaan rohani itu lebih penting dari kebahagiaan materi. Kebahagiaan
materi menurut agama, bersifat sementara dan akan mudah hancur, sedangkan
kebahagiaan rohani bersifat abadi. Maka terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi
perlunya manusia terhadap agama, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Latar Belakang Fitrah Manusia
Fitrah manusia dalam bentuknya yang murni, selaras dengan hukum
alam. Ia mempersembahkan diri, parsah dan tunduk kepada Tuhannya,
sepasrah dan setunduk segala sesuatu dan setiap yang bernyawa. Maka setiap
orang yang menyimpang dari hukum illahi, bukan saja ia bertabrakan dengan
alam, melainkan juga dengan fitrah yang ada dalam dirinya. Akibatnya ia akan
sengsara, gelisah, galau dan bingung. Manusia kini dihadapkan dengan
kekosongan jiwa. Jiwanya kosong akan hakikat iman serta aturan illahi. Dan
fitrahnya yang murni tidak dapat bertahan lama dengan sesuatu yang hampa.
Aturan illahi inilah yang sanggup mengharmonisasikan gerakannya dengan
gerak alam tempat ia hidup. Nabi diutus untuk mengingatkan manusia kepada
perjanjian yang telah diikat kepada fitrah mereka, yang kelak mereka akan
dituntut untuk memenuhinya. Perjanjian itu tidak tercatat di atas kertas, tidak
pula diucapkan dengan lidah, melainkan terukir dengan penciptaan Allah yang
terukit dalam kalbu dan lubuk fitrah manusia, dan di setiap permukaan hati
murni serta di dalam perasaan batiniah. Adanya setiap manusia dilahirkan atas
dasar beragama Islam, karena Allah telah mengadakan dialog dengan semua
roh manusia sejak manusia pertama sampai manusia yang bakal lahir diakhir
zaman kelak. Sebelum diciptakanya jasad, Allah telah meminta kesaksian roh
di dalam alam arwah. Dan semua roh manusia itu Kesaksian dan pengakuan

14
rohroh semacam itu dapat di baca dalam al-Qur'an surat Al-A’raf ayat 172,
yaitu:
َ ‫ع ٰلْٓى ا َ ْنفُ ِس ِه ْۚ ْم اَلَسْتُ بِ َربِ ُك ْۗ ْم قَالُ ْوا بَ ٰل ۛى‬
‫ش ِه ْدنَا ۛا َ ْن‬ ُ ‫َواِ ْذ ا َ َخذَ َربُّكَ مِ ْۢ ْن بَنِ ْْٓي ٰادَ َم مِ ْن‬
َ ‫ظ ُه ْو ِر ِه ْم ذُ ِريَّت َ ُه ْم َوا َ ْش َهدَ ُه ْم‬
َ ‫تَقُ ْولُ ْوا يَ ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا‬
َ‫ع ْن ٰهذَا ٰغ ِف ِليْن‬
Artinya: “Dan ingatah tatkala Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
roh-roh mereka seraya Allah berkata: Bukankah aku Tuhanmu?
mereka menjawab: Ya, (Engkau Tuhan kami) kami bersaksi (kami
lakukan yang demikian itu) agar nanti dihari kiamat kami tidak
mengatakan: sesungguhnya kami lupa tentang hal ini (tidak diberi
peringatan)”. (QS. Al-'Araf: 72)
Mengapa Allah meminta kesaksian lebih dahulu terhadap roh-roh atas
dirinya sebelum diciptakan?. Terdapat dua alasan untuk menjawab pertanyaaan
tersebut, yaitu :
a. Agar manusia tidak beralasan dan lupa, karena Roh suci itu, tidak bisa
lupa
b. Agar manusia tidak melemparkan kesalahan kepada nenek moyangnya
yang telah mempersekutukan Allah dengan Tuhan lainya. Karena Roh
nenek moyangnya, cucu, dan anaknya itu sudah sama-sama memberi
kesaksian di hadapan Allah. Roh itulah yang di tiupkan oleh Allah
kedalam jasad manusia setelah sempurna kejadianya setelah berumur 4
bulan dalam kandungan ibunya.
Terdapat tiga bukti bahwa Roh manusia itu sudah pernah mengadakan
perjanjian dengan Allah, yaitu:
a. Adanya rasa takut dan harap,
b. Adanya rasa estetika, dan
c. Adanya rasa berTuhan.
Menurut ilmu sosiologi, fitrah tersebut dinamakan hasrat bergaul. Di
antara hasrat-hasrat tersebut, yaitu:
a. Hasrat ingin bergaul,
b. Hasrat ingin mengetahui,

15
c. Hasrat ingin memberi tahu,
d. Hasrat ingin patuh, dan Hasrat ingin dihormati.
Adanya hasrat itulah setiap manusia, bagaimana jeleknya, tetap akan
merasa malu bila dikatakan jelek. Manusia bagaimana kecil dan hinanya dalam
pandangan masyarakat pasti tidak mau dihina dan direndahkan. Bukti bahwa
manusia merupakan mahluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat
melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti historis dan antropologis
diketahui pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi
mengenai Tuhanya, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun
Tuhan yang mereka sembah itu terbatas pada data hayalan. Mereka misalnya
memperTuhankan pada benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius
atau mengagumkan. Pohon kayu yang usianya sudah ratusan tahun tidak
tumbang dianggap memiliki kekuatan misterius dan selanjutnya mereka
perTuhankan. Kepercayaan demikian itu kemudian dinamakan agama
dinamisme. Kekuatan misterius tersebut diganti istilah ruh atau jiwa yang
memiliki karakter dan kecenderungan baik dan buruk yang selanjutnya
dinamkan agama animisme. Ruh yang memiliki karakter tersebut mereka
personofikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak dan selanjutnnya
dianamakan agama politeisme.
Kenyataan ini menunjukan bahwa manusia memiliki potensi berTuhan.
Namun karena potensi tersebut tidak diarahkan, maka mengambil bentuk
bermacam-macam yang keadaanya serba relatif. Dalam keadaan itulan diutus
para Nabi kepada mereka untuk menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka
cari itu adalah Allah yang memiliki sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan
dalam agama yang di sampaikan Nabi. Untuk itu, jika manusia ingin
mendapatkan keagamaan yang benar haruslah melalui bantuan para Nabi. Para
Nabi menginformasikan bahwa Tuhan yang menciptakan mereka dan wajib di
sembah adalah Allah. Dengan demikian sebutan Allah adalah Tuhan, bukanlah
hasil karya ciptaan manusi dan bukan pula hasil seminar, penelitian dan lain
sebagainya. Sebutan nama Allah bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan
sendiri.

16
Melalui beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa latar
belakang perlunya manusia terhadap agama adalah karena dalam diri manusia
sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi ini tentunya memerlukan
bimbingan, pengarahan dan pengembangan dan seterusnya mengenalkan
agama kepadanya.
2. Kelemahan dan Kekurangan Manusia
Manusia adalah mahluk berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya
adalah mencari jawaban, mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Jadi
manusia adalah makhluk mencari kebenaran. Manusia terdiri dari dua unsur,
jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu roh
dan jasad. Roh bisa diartikan nyawa atau jiwa, jasad berarti tubuh atau raga,
sehingga bisa disebut jiwa raga. Masalah jasad tubuh atau raga, sudah diketahui
oleh manusia. Sedangkan masalah roh, nyawa atau jiwa, ilmu pengetahuan
belum berhasil mengetahui hakikatnya. Allah sendiri telah menyatakan
ketidakmampuan manusia untuk mengetahui masalah roh tersebut. Surat al-
Isra’ ayat 85 yaitu ;
‫الر ْو ُح مِ ْن ا َ ْم ِر َر ِب ْي َو َما ْٓ ا ُ ْو ِت ْيت ُ ْم ِمنَ ْالع ِْل ِم ا ََِّّل قَ ِلي ًْل‬
ُّ ‫ح قُ ِل‬
ِ ْۗ ‫الر ْو‬ َ َ‫َو َيسْـَٔلُ ْونَك‬
ُّ ‫ع ِن‬
Artinya: "Mereka menanyakan engkau tentang roh. Katakanlah: Roh itu
termasuk urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit
sekali. (QS. Al isra': 85)
Berdasarkan ayat tersebut terkandung pengertian bahwa :
a. Hakikat roh, hanya diketahui oleh Allah,
b. Manusia sejak dulu, belum mengetahui hakikat roh tersebut, dan
c. Ilmu pengetahuan tersebut belum/tidak akan mampu menyingkap rahasia
roh itu.
Berarti, manusia belum mampu menyingkap hakikat dirinya. Atau
dengan kata lain, manusia belum mengetahui hakikat manusia itu sendiri.
Namun yang harus diketahui hakikat manusia adalah masalah rohnya. Maka
roh akan dihadapkan dengan pengetahuan agama apa yang seharusnya dianut
oleh manusia ini. Apabila tidak memiliki pegangan maka akan hanyut dibawa
gelombang propaganda.

17
Dalam Islam terdapat ajaran bahwa manusia dilahirkan atas dasar fitrah.
Fitrah dalam artian mamiliki sifat-sifat yang baik, sifat-sifat ketuhanan atau
beragama. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi yang diraiwayatkan dari
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, yaitu:
ْ ‫علَى ْالف‬
‫ِط َر ِة‬ َ ُ‫ ُك ُّل َم ْولَ ْو ٍد ي ُْولَد‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ قا َ َل النَّ ِبى‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬
َ ُ‫ى هللا‬ ِ ‫ع ْن ا َ ِبى ه َُري َْر ِة َر‬
َ ‫ض‬ َ
)‫َص َرانِ ِه أ َ ْويُ َما ُج ِسنِ ِه (رواه البخارى‬
ِ ‫فَأَبْو َاهُ يَ ُه ْو ِد ْينِ ِه أ َ ْو يُن‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: bersabda Nabi Saw. Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari)
(Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul
Bukhari, Juz I. (Mesir: Maktabah al Husaini tt) hal. 240.)
Setelah Abu Huraira menbacakan hadits tersebut, beliau mengatakan
bacalah firman Allah yaitu:
‫الديْنُ ْالقَيِ ُم َو ٰلك َِّن ا َ ْكث َ َر‬
ِ َ‫ّٰللا ٰذلِك‬ ِ ‫علَ ْي َه ْۗا ََّل ت َ ْب ِد ْي َل ِلخ َْل‬
ِ ْۗ ‫ق ه‬ َ ‫اس‬ َ َ‫ّٰللا الَّتِ ْي ف‬
َ َّ‫ط َر الن‬ ْ ‫فَاَقِ ْم َوجْ َهكَ ل ِِلدي ِْن َحنِ ْيفً ْۗا ف‬
ِ ‫ِط َرتَ ه‬
َ‫اس ََّل يَ ْعلَ ُم ْون‬
ِ َّ‫الن‬
Artinya: “Fitrah Allah, yang di atas fitrah itulah Allah menciptakan manusia
tidak ada perubahan bagi ciptaan Allah tersebut”. (Ar-Rum: 30)
Sesungguhnya kita diilhami oleh potensi agar manusia melalui jiwa
menangkap makna kebaikan dan keburukan. Namun diperoleh pula isyarat
bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia labih kuat dari pada isyarat
negatifnya. Sifat-sifat yang cenderung kepada keburukan yang ada pada diri
manusia itu antara lain berlaku dzalim (aniaya), dalam keadaan susah payah
(kabad), suka melampaui batas (anid), sombong (kubbar), ingkar dan lain
sebagainya. Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian jiwanya
dan tidak mengotorinya. Untuk dapat menjaga kesucian jiwanya, manusia
harus mendekatkan diri kepada Tuhannya dengan bimbingan dan disinilah
letak kebutuhan manusia terhadap agama.
3. Tantangan Manusia
Latar belakang perlunya agama adalah karena manusia dalam
kehidupanya selalu dihadapkan dengan tentangan, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar. Tantangan dari dalam adalah hawa nafsu yang

18
mempengaruhi jasad dan berpengaruh pada tugas jiwa dalam menguasai emosi,
perasaan dan sikap sentimentilnya. Semua perbuatan yang dilakukan bersifat
kehendak, pasti akan dilakukan dengan proses berfikir. Proses tersebut
biasanya disertai beberapa langkah strategi dan terkadang strategi itu harus
dilaksanakan secara keseluruhan. Akan tetapi dalam sebuah keadaan, strategi
itu dilaksanakan hanya sebagian saja.
Terdapat beberapa langkah dalam berfikir; Langkah pertama; dalam
berfikir adalah merasakan bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Langkah
kedua; menentukan masalah yang sedang dihadapi. Langkah ketiga;
memikirkan langkah-langkah yang akan ditempuh sebagai strategi untuk
diselesaikan. Langkah keempat: menimbang solusi yang tepat. Langkah
kelima; mengambil satu dari sekian banyak solusi yang ada untuk dijadikan
solusi akhir. Langkah-langkah tersebut akan berjalan di dalam jiwa manusia
seakan ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
Banyak unsur yang masuk ketika terjadi dialog dalam diri manusia,
kemudian jiwa akan mementukan kehendaknya dalam nenentukan pilihan
tertentu sehingga dalam diri manusia terdapat keinginan yang sangat kuat
untuk mendapatkan kehendaknya tersebut. Semua ini akan berlalu dengan
sangat cepat malalui rangkayan fisiologi, yaitu melalui rangkayan otak dan
jasad manusia, lalu lahirlah sebuah perbuatan. Perbuatan yang tidak didasari
oleh pemahaman agama tentu akan membawa manusia melebihi sikap hewani,
karena didasari oleh hawa nafsu dan bisikan syaitan.
Di samping keterangan di atas, disampaikan pula penjelasan lain mengenai
urgensi atau pentingnya agama bagi umat manusia. Penjelasan ini menyebutkan
secara lebih terinci mengenai urgensi agama bagi manusia. Adapun pentingnya
agama bagi manusia karena berbagai alasan, yaitu sebagai berikut :
1. Agama merupakan Sumber Moral
Manusia sangat memerlukan akhlak atau moral, karena moral begitu
penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan
manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakikatnya adalah binatang.
Dan manusia yang membinatang ini sangat berbahaya. Ia akan lebih jahat dan

19
buas dari pada bintang buas sendiri. Dalam kehidupan seringkali moral
melebihi peranan ilmu, sebab adakalanya ilmu merugikan. “kemajuan ilmu dan
teknologi mendorong manusia kepada kebiadaban", demikian dikatakan oleh
Prof. Dr. Alexis carrel, seorang sarjana Amerika penerima hadiah Nobel 1948
(Idris 1979). Untuk memperoleh moral yang notabene sangat penting dalam
kehidupan manusia dapat digali dalam agama, karena agama adalah sumber
moral, bahkan moral paling tangguh dalam kehidupan manusia. Nabi
Muhammad SAW diutus tidak lain juga untuk berdakwah tentang moral, yaitu
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Agama sebagai sumber moral
tidak hanya mengajarkan iman kepada Allah dan kehidupan di akhirat,
melainkan juga adanya perintah dan larangan dalam kehidupan manusia. Dan
merupakan kewajiban manusia untuk taat terhadap perintah dan larangan
tersebut.
2. Agama merupakan Petunjuk Kebenaran
Manusia adalah makhluk berakal, bahkan juga makhluk tukang bertanya.
Apa saja yang dipertanyakan oleh manusia oleh akalnya, untuk di ketahui. Dari
sinilah manusia selalu berusaha mencari tahu dan mencari kebenaran atas apa
yang dipertanyakan. Tampaknya sampai kapanpun masalah kebenaran akan
tetap menjadi misteri bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan
akal, atau ilmu atau juga filsafat. Para Nabi dan Rasul diberi wahyu untuk
disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah agama islam, dan ini
pilar sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala,
yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Tinggalah manusia untuk beriman
dan patuh terhadap agama kebenaran ini.
3. Agama merupakan Sumber Informasi Mengenai Masalah Metafisika (Gaib)
Menurut ahli sejarah inggris kenamaan Prof Arnold Toynbee, bahkan
tabir rahasia alam semesta ini juga ingin disingkap oleh manusia. Dalam
bukunya "An historian's approach to religion" dia menulis. "Tidak ada satu jiwa
pun akan melalui hidup ini tanpa mendapat tantangan-rangsangan untuk
memikirkan rahasia alam semesta". Lebih dari itu bahkan rahasia metafisika
juga ingin disingkap oleh manusia. Padahal masalah metafisika adalah masalah

20
gaib seperti hidup sesudah mati(akhirat), surga, neraka. Tuhan, atau hal hal lain
di balik alam nyata ini. Tetapi kenyataan menujukan bahwa manusia hanya
mengandalkan akalnya (bahkan dengan di tambahkan ilmu dan filsafat
sekalipun) semua persoalan metafisika tersebut tidak akan dapat diketahui.
Herbert Spencer, seorang filosuf (1903), berkata: "Timu alam memberitahu
kepada kita ada batas yang ditentukan, yang tidak boleh kita lampui dalam soal-
soal ilmu. Kita tidak boleh melewati batas itu untuk mengenal sebab-sebab
yang pertama (yang dimaksud ialah tuhan) dan bagaimana hakikatnya".
Dengan demikian agama adalah sumber informasi tentang metafisika, dan
karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan
metafisika. Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan
karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dangan akal, dengan ilmu atau
filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat
diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang
metafisika.
4. Agama memberikan Bimbingan Rohani kepada Manusia
Manusia hidup di dunia yang fana ini kadang suka maupun duka.
Kenyataan menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari suka dan
duka yang silih berganti. Firman Allah SWT: "Setiap jiwa pasti akan
merasakan kematian, dan Kami coba kalian dengan keburukan dan kebaikan
sebagai suatu ujian." (Al-Anbiya:35). Menurut ayat diatas manusia di beri
cobaan Tuhan "dengan keburukan dan kebaikan". Dan hal itu dimaksudkan
sebagai ujian manusia dalam menghadapi cobaan tersebut.

E. Dinamika Agama pada Masa Kini


Agama bagi manusia sangat urgen dalam kehidupannya, sebagaimana yang
telah penulis paparkan di atas. Namun, dengan pergantian zaman dan perputaran
wakut, manusia hidup di zaman modern maka cara pandang kehidupan pun
berbeda. Orang modern yang jauh dari agama melihat kebahagiaan dengan harta,
fisis, materil, dan mengalami krisis spiritual. Menurut Haidar BaSgir seorang
penulis yang concern dalam bidang pemikiran, mengatakan kekeliruan dalam

21
memahami agama karena pemeluk agama tidak mempunyai wawasan tentang
agama itu sendiri. Membatasi agama hanya dalam hal syariat dalam makna aspek
hukum yang semata-mata verbal, fisik, dan keimanan yang selalu rasional. Ada hal
yang justru paling esensial dari agama yang dilupakan, yaitu sumber spiritualitas
dan moralitas.
Agama tidak bisa dilepaskan dari spiritualitas (kerohanian), dari spiritualitas
lahir moralitas dan rahmat (cinta kasih) bagi alam semesta. Boleh jadi
bersinggungan dengan politik, agama tidak boleh dijadikan ideologi karena
dijadikan ideologi maka front-front konflik akan terbuka: baik dengan pengikut
agama yang sama, apalagi pengikut agama dan kelompok lain. Agama sebagai
panduan kegiatan pembersihan hati secara terus-menerus, panduan moral, dan
pendorong amal-amal shaleh sebagai rahmat atas semesta alam. Kekeliruan dalam
memahami agama, seperti yang dikatakan oleh Haidar Bagir di atas karena tidak
mempunyai wawasan tentang agama dapat menimbulkan hiruk-pikuk di tengah-
tengah kehidupan masyarakat yaitu kekerasan atas nama agama, seperti
radikalisme, terorisme dan menebar kebencian yang tidak sepaham dengan
pemikiran atau kelompoknya.
Agama yang seharusnya menjadi sumber pencerahan kepada manusia dan
menebarkan rahmat bagi alam semesta, justru para pemeluk agama yang membawa
konflik ke tengah-tengah kehidupan. Oleh karena itu, perlunya pemahaman agama
yang baik dan wawasan sejarah agama yang luas sehingga bisa menelaah secara
mendalam fungsi dari agama-agama di dunia. Sebagaimana Albert Einstein pernah
mengatakan bahwa “Ilmu tanpa agama adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah
lumpuh.” Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa agama dapat dilihat secara
doktrinal dan fakta sosial. Secara doktrinal, agama bersifat permanen yang tidak
bisa berubah sekalipun terjadi perubahan sosial. Sementara dari fakta sosial, agama
dalam persepsi manusia adalah suatu subsistem sosial di antara sekian banyak
subsistem sosial lainnya, seperti politik, ekonomi, pendidikan dan hukum. Dalam
kaitan tersebut, karena agama telah larut berinteraksi dalam berbagai kehidupan
sosial, maka agama juga tidak bisa dihindari terlibat dalam proses interaksi dengan
berbagai subsistem tersebut. Sebagai hasil dari interaksi tersebut, maka tidak bisa

22
dihindari terjadinya berbagai realitas saling memengaruhi antarsubsistem sosial. Di
antara wujud dari proses interaksi tersebut muncul gagasan untuk melakukan
pemurnian dan pembaruan terhadap interpretasi agama. Pemurnian agama
diperlukan untuk menyaring laten agama dari manifes agama, sedangkan
pembaruan diperlukan untuk mendorong posisi agama sebagai landasan etos kerja
menuju kehidupan beragama yang dinamis, kreatif, dan inovatif.
Manusia modern menjauhi agama karena terlalu rese, terlau banyak larangan
terlalu mengekang kebebasan dan akhirnya menghambat kemajuan. Betapa banyak
peluang yang tersia-siakan gara-gara larangan demi larangan yang dibuat atas nama
agama.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
mengenai Urgensi Agama untuk Manusia, sebagai berikut :
1. Dari banyaknya perspektif mengenai definisi agama, bisa dikatakan bahwa
agama merupakan ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan
manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun-temurun diwariskan
oleh suatu generasi ke generasi berikutnya dengan tujuan untuk memberi
tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan dan
kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosional dan
keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut tergantung pada adanya
hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut. Dalam literatur kajian
keagamaan di Indonesia, khususnya, setidaknya ditemukan tiga istilah yang
menunjuk pada pengertian agama yakni: religi, din, dan kata agama itu
sendiri.
2. Teori klasifikasi agama adalah teori yang lebih melihat agama dari sumber
ajarannya, di mana agama diklasifikasikan atas agama wahyu (revealed
religion) dan agama bukan wahyu atau agama budaya (non-revealed
religion). Jika agama wahyu biasa pula disebut sebagai agama samawi
(agama langit) atau agama profetik, maka agama non-wahyu atau agama
budaya kadangkala dinamakan dengan agama ardli (agama bumi).
Memperhatikan sebutan dua kategori agama dalam teori klasifikasi tersebut
dapat ditegaskan bahwa agama wahyu mesti bersumber dari Allah, sehingga
dapat dikatakan bahwa agama wahyu adalah agama yang menghendaki
iman kepada Allah, kepada para Rasul-Nya, kepada kitab-kitab-Nya dan
pesan-Nya untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia. Sedangkan
agama non-wahyu atau agama budaya mestilah hasil kreasi manusia atau
diciptakan oleh manusia, sehingga agama budaya ini tidak mengandung

24
ajaran esensial penyerahan diri kepada tata aturan ilahi. Menurut Harun
Nasution, ditinjau dari konsep ketuhanannya agama dapat diklasifikasikan
menjadi agama dinamisme, animisme, politeisme dan monoteisme. Lebih
jauh dikatakan oleh Harun Nasution bahwa konsep ketuhanan dinamisme,
animisme dan politeisme merupakan agama masyarakat primitif, sedangkan
agama monoteisme dianut oleh masyarakat yang sudah maju, meninggalkan
fase keprimitifannya.
3. Fungsi agama bagi manusia merangkap fungsi dalam kehidupan individu
yang meliputi agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan,
sarana untuk mengatasi prustasi, mengatasi ketakutan dan untuk
memuaskan keingintahuan. Sedangkan fungsi agama dalam kehidupan
masyarakat meliputi fungsi edukatif, penyelamat, perdamaian, sosial
kontrol, pemupuk solidaritas, tranformatif dan fungsi kreatif binaan dan
pengembangan potensi yang dimiliki siswa secara optimal.
4. Terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap
agama; Yang pertama, latar belakang fitrah manusia karena dalam diri
manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi ini tentunya
memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengembangan dan seterusnya
mengenalkan agama kepadanya; Yang kedua, karena kelemahan dan
kekurangan manusia. Sesungguhnya manusia diilhami oleh potensi agar
manusia melalui jiwa menangkap makna kebaikan dan keburukan. Untuk
dapat menjaga kesucian jiwanya, manusia harus mendekatkan diri kepada
Tuhannya dengan bimbingan dan disinilah letak kebutuhan manusia
terhadap agama; dan latar belakang perlunya agama yang ketiga adalah
karena manusia dalam kehidupanya selalu dihadapkan dengan tentangan,
baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam adalah
hawa nafsu yang mempengaruhi jasad dan berpengaruh pada tugas jiwa
dalam menguasai emosi, perasaan dan sikap sentimentilnya. Adapun
pentingnya agama bagi manusia karena berbagai alasan, yaitu agama
merupakan sumber moral, agama merupakan petunjuk kebenaran, agama

25
merupakan sumber informasi mengenai masalah metafisika (ghaib) dan
agama memberikan bimbingan rohani kepada manusia.
5. Agama bagi manusia sangat urgen dalam kehidupannya. Namun, dengan
pergantian zaman dan perputaran waktu, manusia hidup di zaman modern
maka cara pandang kehidupan pun berbeda. Agama yang seharusnya
menjadi sumber pencerahan kepada manusia dan menebarkan rahmat bagi
alam semesta, justru para pemeluk agama membawa konflik ke tengah-
tengah kehidupan. Manusia modern menjauhi agama karena menganggap
agama terlalu rese, terlau banyak larangan terlalu mengekang kebebasan
dan akhirnya menghambat kemajuan. Oleh karena itu, perlunya pemahaman
agama yang baik dan wawasan sejarah agama yang luas sehingga bisa
menelaah secara mendalam fungsi dari agama-agama di dunia.

B. Saran
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang Maha Kuasa
(adi kodrati) menyertai seluruh ruang lingkup kehidupan manusia baik dalam
kehidupan individu, masyarakat, materil, spiritual, duniawi, ukhruawi. Agama
menjadi sumber pencerahan kepada manusia dan menebarkan rahmat bagi alam
semesta. Oleh karena itu, perlunya pemahaman agama yang baik dan wawasan
sejarah agama yang luas sehingga bisa menelaah secara mendalam fungsi dari
agama-agama di dunia agar kita sebagai pemeluk agama tidak membawa konflik
ke tengah-tengah kehidupan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya.


Syarif, Muhammad. 2023. Rasionalitas Urgensi Beragama Bagi Manusia. Diakses
dari https://ojs.serambimekkah.ac.id/AULAD/article/view/5691/4171 pada
04 Oktober 2023.
Anisha. 2020. Urgensi Agama. Diakses pada 04 Oktober 2023 dari
https://id.scribd.com/document/477913750/makalah-urgensi-agama.
Sylviana, Intan (dkk). 2012. Urgensi Agama Dalam Kehidupan. Diakses pada 04
Oktober 2023 dari https://docplayer.info/72979062-Presentasi-agama-
danurgensiagamabagimanusia.html#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=169
64238139880&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&ampshare=ht
tps%3A%2F%2Fdocplayer.info%2F72979062-Presentasi-agama-dan-
urgensi-agama-bagi-manusia.html.
Algayoni, Husaini. 2021. Urgensi Agama Bagi Manusia. Diakses dari
https://www.academia.edu/49326144/URGENSI_AGAMA_BAGI_MANU
SIA pada 04 Oktober 2023.
Miswanto, Agus. 2015. Agama : Klasifikasi dan Pembagian Agama-Agama Dunia.
Diakses dari http://agusnotes.blogspot.com/2015/04/agama-klasifikasi-dan-
pembagian-agama.html?m=1 pada 04 Oktober 2023.
Magfiroh, Gina. 2016. Urgensi Agama Dalam Kehidupan Manusia. Diakses pada
04 Oktober 2023 dari https://id.scribd.com/document/326427426/Urgensi-
Agama-Dalam-Kehidupan-Manusia.

Anda mungkin juga menyukai