BAB III
_________________________________________
ETIKA
KOMPETENSI DASAR
Memamahi hakikat etika menurut perspektif Hindu
INDIKATOR
(1) Menjelaskan pengertian etika,
(2) Menjelaskan prinsip dasar etika dalam Agama Hindu,
(3) Menjelaskan misi untuk memperbaiki diri menuju manusia ideal (manava
madhava), (4) Menjelaskan implementasi kebenaran, kebajikan, kasih sayang,
kedamaian dan tanpa kekerasan dalam kehidupan bersama sehari-hari.
3.1 Pendahuluan
Agama adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam menujang
keberlangsungan hidup sebagai manusia yang bermartabat. Ajaran tentang nilai nilai
ketuhanan menjadi pokok penting dari ajaran agama itu sendiri sebagai orientasi untuk
menjalani hidup bagi mereka yang mempercayai adanya tuhan. Seperti pernyataan yang
dicetuskan dan dipopulerkan oleh Einstein yaitu ilmu tanpa agama akan buta dan agama
tanpa ilmu akan lumpuh. Jadi terdapat hubungan yang sangat erat antara ilmu dengan
agama. Inilah yang menjadi dasar kenapa ilmu agama diterapkan dalam pendidikan
yaitu untuk membentuk peserta didik menjadi insan manusia terpelajar yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan
potensi spritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral yang sangat
penting.
Ajaran agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan tiga
kerangka dasar Agama Hindu. Antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya
saling melengkapi dan merupakan satu kesatuan yang bulat, sehingga patut dihayati dan
Etika (Moralitas) 51
Pendidikan Agama Hindu
diamalkan untuk mencapai tujuan jagatdhita. Tiga kerangka dasar Agama Hindu, yaitu:
tattwa, susila, dan upacara. Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila
sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa
syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu
berupa upacara atau ritual.
Etika atau Susila yang merupakan unsur kedua dari tiga kerangka dasar Agama
Hindu, sering juga disebut dengan Dharmasastra. Dharma artinya menuntun atau
membimbing, juga berarti hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban manusia.
Sastra berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian Dharmasastra atau etika dapat
diartikan sebagai pedoman atau hukum yang menuntun manusia dalam kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan sosial lainnya. Tanpa pedoman yang jelas untuk
menuntun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, boleh jadi akan mudah sekali
timbul kekacauan.
Dewasa ini banyak orang yang tidak dapat mengamalkan ajaran susila dengan
baik dan benar. Hal ini lebih disebabkan karena perkembangan teknologi dan informasi
yang sangat pesat serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat dengan mudahnya
masuk ke dalam Budaya Indonesia. Terkadang dalam pelaksanaan tiga kerangka ajaran
Agama Hindu komponen kedua yaitu susila diabaikan dibandingkan tattwa maupun
upacara. Buktinya banyak umat hindu yang mengenakan pakaian yang bermodel
kurang sopan saat pelaksanaan upacarasehingga dapat dikatakan umat tersebut
menyalahi susila. Oleh karena itu perlu adanya dasar agama yang kuat agar ajaran susila
tersebut bukan hanya dipelajari saja namun juga harus diimplementasikan sesuai
dengan waktu, situasi dan tempatnya dalam kehidupan sehari-hari
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno , yaitu “ethos” dalam bentuk tunggal
mempunyai arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya
adalah: adat kebiasaan. Jadi etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan “etika” adalah “moral”.
Etika memiliki 3 (tiga) fungsi utama. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas
yang membingungkan.
b. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis.
c. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana
pluralisme.
Etika (Moralitas) 52
Pendidikan Agama Hindu
Terdapat 5 (lima) faktor yang mempengaruhi etika, yaitu (1) kebutuhan individu,
(2) tidak ada pedoman, (3) prilaku dan kebiasaan individu yang terakumulasi dan tidak
dikoreksi , (4) lingkungan yang tidak etis, dan (5) prilaku dari komunitas.
Secara umum, etika memiliki 2 (dua) manfaat. Kedua manfaat tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Etika dapat mendorong dan mengajak orang untuk bersikap kritis dan rasional.
Masyarakat dapat mengambil keputusan berdasarkan pandangannya sendiri dan
dapat dipertanggung jawabkan.
2. Etika dapat mengarahkan masyarakat untuk berkembang menjadi masyarakat yang
tertib, teratur, damai dengan cara mentaati norma-norma yang berlaku. Dengan
mengikuti norma-normayang berlaku, maka kelainan-kelainan yang sering terjadi
dan mengakibatkan adanya ketidak tertiban dapat dipulihkan demi untuk
tercapainya kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.
dikelabuhi. Karena yakin bahwa pada dasarnya Atma semua makhluk adalah
tunggal, tapi berbeda kondisinya karena karmanya dan tubuhnya masing-masing
maka Hindu meyakini konsep “Bhineka - Tunggal” artinya berbdea-beda satu sama
lain namun pada hakekatnya tunggal. Berdasarkan kenyataan bahwa manusia
keadaannya berbeda-beda, ada yang lebih tua, ada yang lebih muda, ada yang lebih
tinggi statusnya, ada yang lebih rendah, maka orang ber-tata krama atau ber-etika;
orang yang lebih rendah statusnya atau lebih muda umurnya patut menghormati
yang lebih tinggi statusnya atau lebih tua umurnya, orang lebih tinggi statusnya atau
lebih patut menghargai yang lebih rendah dan yang lebih muda. Berdasarkan
keyakinan bahwa, pada hakekatnya semua Atma adalah tunggal, melahirkan filsafat
“Tat Twam Asi” artinya dia adalah kamu: melandasi serta mendorong etika untuk
saling menghargai satu sama lain. Tat Twam Asi juga landasan dasar salah satu
ajaran Etika Hindu: “Arimbawa” maksudnya punya pertimbangan kemanusiaan,
punya rasa kasihan, ingin menolong, dapat memaafkan, sehingga dalam
memperlakukan atau menindak orang lain mengukur pada diri sendiri. Sebelum
bertindak tanya dulu kepada diri sendiri “Bagaimana seandainya aku diperlakukan
atau ditindak demikian?” Bila menimbulkan rasa tak enak, menyakitkan, maka
sebaiknya orang tidak diperlakukan demikian: bila menyenangkan atau
membahagiakan (dalam arti positif) sebaiknya dilakukan
c. Etika Moral berlandaskan pada Karma Phala Sraddha. Karena yakin dengan
Hukum Karma Phala (buah perbuatan), bahwa setiap perbuatan pasti akan
membawa akibat, maka orang menjaga sikap dan perilakunya agar selamat
(anggraksa cara rahayu) termasuk menjaga pikiran. “Yadiastun riangen-angen
maphala juga ika” Artinya, walaupun baru hanya dalam pikiran akan membawa
akibat itu. “Siapakari tan temung ayu masadana sarwa ayu, nyata katemwaning
ala masadhana sarwa ala” Artinya, siapa yang tak akan memperoleh kebaikan bila
sudah didasari dengan perbuatan baik? Pastilah hal-hal yang buruk akan dituai bila
didasari dengan perbuatan buruk. Keyakinan pada KarmaPhala jelas menjadi dasar
dan sekaligus kontrol dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Demikianlah keyakinan
pada Hukum Karma Phala menumbuhkan Etika Hindu. Konsep ini sama dengan
hukum sebab akibat (causal law). Selain bernilai etika moralis, juga mempunyai
nilai filosofis yang mendalam. Konsep ini juga merupakan penuntun bagi setiap
orang yang mempercayai hukum alam dan hukum yang dibuat oleh manusia
sendiri. Bila seseorang menanam jagung, pasti akan memetik buah jagung pada
saatnya. Bila seseorang berbuat baik, pasti ada saatnya yang tepat dia akan memetik
hasil perbuatannya tersebut. Oleh karena itu, dalam agama Hindu terdapat konsep
Tri Kaya Parisudha (tiga hal yang menyangkut kesucian/kebenaran), yakni:
‘berpikir yang suci dan benar, berkata yang suci dan benar, dan berperilaku yang
suci dan benar’. Adanya Hukum Karma Phala menuntun kebanyakan pemeluk
Etika (Moralitas) 54
Pendidikan Agama Hindu
agama Hindu untuk berbuat yang tidak merugikan orang lain termasuk pemeluk
agama lain karena ada rasa kurang berani menerima akibat yang buruk bagi pelaku
d. Etika Moral berlandaskan pada Punarbawa Sraddha. Pemeluk agama Hindu
sangat meyakini bahwa ada kehidupan setelah kematian. Setelah beberapa lama di
alam “sana”, mungkin di surga atau neraka, atau sebentar di surga dan selebihnya
di neraka, maka dia akan lahir sesuai karmanya. Sisa perbuatan pada masa
kehidupan yang lalu, akan dinikmati sebagian pada kelahiran berikutnya yang
dikenal dengan istilah wasana karma. Bila orang berperilaku buruk dalam
hidupnya akan lahir menjadi makhluk yang lebih rendah, mungkin menjadi manusia
cacat bahkan mungkin menjadi binatang tergantung derajat keburukan perilakunya,
sebaiknya bila dalam hidupnya didominasi oleh perbuatan-perbuatan baik, maka
kelak ia akan lahir pada tingkat makhluk yang lebih mulia seperti menjadi manusia
yang lebih rupawan, pintar, murah rezeki, memperoleh jalan hidup yang lebih baik,
lebih berwibawa, dsb, maka mesti menjaga tingkah lakunya agar dapat menjelma
dalam tingkat yang lebih tinggi derajatnya, lebih baik dalam segala hal, minimal
tidak jatuh menjadi makhluk yang lebih rendah atau lebih sengsara.
e. Etika Moral berlandaskan pada Moksha. Karena yakin dengan adanya sorga yaitu
alam tempat arwah yang sangat menyenangkan, yaitu alam tempat meinkmati suka
cita bagi arwah yang pada waktu hidupnya banyak berbuat baik, maka manusia
menjalani kewajiban yoga sebagai landasan etika. Moksha diyakini sebagai tempat
yang lebih tinggi daripada surga. Moksa merupakan proses menyatunya Atma
dengan Brahman (Tuhan). Proses ini dapat dicapai bagi mereka yang telah berhasil
melepaskan diri dari belenggu papa, yaitu dengan berbuat baik (Subhakarma)
menikmati “Sat cit ananda” atau “Suka tan pawali dukha”, artinya suka yang tak
akan pernah kembali menemukan duka, dengan kata lain mencapai kebahagiaan
abadi. Seseorang akan dapat lepas dari lingkaran karma dan samsara apabila
sanggup membuat hidupnya betul-betul suci. Itulah yang disebut moksha. Pada saat
itulah seseorang dapat menyatukan diri (siddha) dengan Brahma. Etika atau sila
semakin menjauhkan orang dari neraka dan menghantarkan untuk semakin dekat
dengan sorga dan moksa. Keyakinan ini mendorong orang untuk beretika, lebih
semangat untuk menegakkan sila dalam hidupnya.
Etika (Moralitas) 55
Pendidikan Agama Hindu
Ajaran Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik dan jahat atau surga dengan
neraka melainkan memiliki etika-etika yang berdasar karena kebutuhan untuk
menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan ambisi untuk mengarahkannya pada
sebuah kehidupan yang harmonis di bumi dengan tujuan mutlak dari agama Hindu
untuk menyadari keberadaan kita sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu
adalah kesadaran pada diri kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari
keberadaan manusia dan kebebasannya. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap
individu yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan
diri (atman). Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian
(artha) untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan
keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek, kebutuhan
untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau penyatuan dengan
Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat, bangsa,
dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan sosial dan bertindak
sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Sehingga
dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama,
dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang menandakan bahwa ketiganya tidak
dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban dharma. Moksa adalah tujuan yang terakhir
karena keterikatan adalah memungkinkan ketika dari ketiga bagian lain sudah
terpenuhi. Walaupun dharma memiliki arti yang berbeda dari sudut pandang etika,
dharma adalah sistem moral dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh
faktor yang membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk
perbuatan dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),
keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan egoisme
(ahankara). Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena pengaruh ketujuh
faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh kebajikan, yang dikenal
dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab "Manu Smrti" yaitu sebagai
berikut.
1. Akrodha (tidak marah), yaitu kemarahan yang menutupi alasan, menghasilkan
perbedaan antara benar dan salah, serta kebajikan dan keburukan. Ketika pemikiran
yang dapat membedakan itu dirusak maka orang tersebut akan kehilangan identitas
diri. Seseorang yang marah akan menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan tiga
cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata
kasar), dan secara mental (melalui keinginan yang buruk). Pengendalian kemarahan
dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri.
2. Asteya (tidak mencuri), yaitu Secara umum mencuri dapat didefinisikan sebagai
mengambil dengan paksa atau dengan tidak adil barang/benda milik orang lain.
Dalam etika Hindu, mencuri juga termasuk didalamnya ingin menguasai
Etika (Moralitas) 56
Pendidikan Agama Hindu
Etika (Moralitas) 57
Pendidikan Agama Hindu
9. Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran): Kemurnian itu terbagi dalam dua jenis yaitu
fisik dan mental. Kemurnian fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari luar
maupun dalam. Kebersihan diri dari dalam dapat diperoleh dengan menjalankan
hukum kesehatan yang baik dan memakan makanan yang "sattvika" (makanan yang
menyehatkan, kekuatan metal, kekuatan, panjang umur, dan yang bergizi serta
mengandung nutrisi). Kebersihan luar artinya mengenakan pakaian yang bersih dan
menjaga kebersihan tubuh. Kemurnian mental berarti bebas dari pemikiran yang
negatif dari nafsu, ketamakan, kemarahan, kebencian, rasa bangga, kecemburuan,
dan lain-lain.
10. Vidya (pengetahuan): Kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua
jenis yaitu pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang
lebih tinggi (para-vidya). Pengetahuan yang lebih rendah artinya pengetahuan yang
bersifat keduniawian dalam bidang ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan
untuk kehidupan di dunia. Pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan
spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi kesengsaraan yang tidak
diharapkan, menggapai tujuan yang bukan halangan, serta mencapai kekuatan
mental dan spiritual untuk dapat mengatasi perjuangan hidup. Pengetahuan spiritual
dapat diperoleh melalui belajar kitab yang berhubungan dengan orang suci, dan
dengan melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri (niskama).
Pengetahuan spiritual juga dapat membantu seseorang untuk menjalankan
kehidupan yang berarti, yang menguntungkan secara sosial. Tujuan pengetahuan
spiritual ini adalah untuk mencapai penyatuan yang mutlak dengan Tuhan.
Etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai,
tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia (Subha Karma/Daiwi Sampad, dan
Asubha Karma/Asuri Sampad), mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai
dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih
sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia
mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.
Dasar dari semua etika/susila Hindu adalah Tat Twam Asi. Tat Twam Asi adalah
ajaran tata susila dalam agama Hindu. Di dalam filsafat hindu, dijelaskan bahwa Tat
Twam Asi adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas, yang identik dengan
prikemanusiaan dalam pancasila. Tat Twam Asi berrasal dari tiga kata yaitu Tat yang
berarti dia atau itu, Twam yang berarti engkau,dan Asi yang artinya adalah atau juga.
Sehingga Tat Twam Asi memiliki makna dia atau itu adalah engkau juga dan saya
adalah kamu juga. Ajaran yang menjadi dasar dan pedoman ajaran Tat Twam Asi adalah
ajaran Tri Kaya Parisudha, Catur Paramita, dan Tri Parartha.
Etika (Moralitas) 58
Pendidikan Agama Hindu
Salah satu tugas suci bagi umat beragama Hindu ialah untuk menata dirinya
sendiri, masyarakat, serta umat manusia untuk mengenal jati dirinya untuk berusaha
menjadi manusia yang berperikemanusiaan yang secara ideal disebut manusia
“Dharmika” (Manava Madhava). Ajaran etika di dalam Weda mencakup bidang yang
sangat luas meliputi: kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan,
kemurahan hati, keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi,
menjalankan kebajikan, percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan
persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan, pergaulan dengan
orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan manis, sejahtera, damai,
bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka (kemampuan membedakan
sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak lagi yang lainnya tidak dapat
disebutkan.
Ajaran Etika (Moralitas), Tata Susila, serta pengendalian diri untuk menjadikan
diri serta umat manusia lainnya menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudhi
pekerti dan berpribadi mulia, manusia Manava Madhava (Dharmika), berdasarkan
ajaran Agama Hindu dimuat dalam Veda, Itihasa, Purana, Bhagawad Gita, Sara
Samuccaya, Slokantara, dan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan dalam
Sarasamuccaya, Sloka 4. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh
utama; sebabnya demikian karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara
(lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya
dapat menjelma sebagai manusia.
Bhagavad Gita menjelaskan mengenai sifat-sifat keraksasaan (Asuri Sampat)
sebagai lawan sifat-sifat kedewaan (Daiwi Sampat). Sehingga kecenderungan-
kecenderungan sifat manusia dibedakan menjadi dua bagian, sebgai berikut.
1. Daivi Sampad, adalah kecenderungan-kecenderungan sifat kedewataan yang
menyebabkan manusia memiliki budi luhur sehingga dapat menghantarkan
seseorang mendapatkan kerahayuan/kebahagiaan.
2. Asuri Sampad, adalah kecenderungan-kecenderungan sifat keraksasaan yang
menyebabkan manusia memiliki budi yang rendah sehingga dapat menyebabkan
manusia jatuh ke jurang neraka.
Sifat Daivi Sampad dan Asuri Sampad itu ada pada diri semua orang dengan
kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat baik (subha
karma) dan sifat buruk (asubha karma). Saramuscaya menyebutkan bahwa hanya
manusialah yang dapat mengenal perbuatan yang salah dan benar, ataupun baik dan
buruk. Hanya manusialah yang dapat menjadikan sesuatu yang tidak baik menjadi baik,
Etika (Moralitas) 59
Pendidikan Agama Hindu
karena manusia diberikan kemampuan yang lebih dari makhluk hidup lainnya yaitu
berupa idep (pikiran). Daiwi Sampad bermaksud menuntun manusia kearah keselarasan
antara sesama manusia. Sifat-sifat ini perlu dibina, seperti di ungkapkan dalam tiga ayat
Bhagavad Gita sebagai berikut.
Artinya, tidak mengenal takut, berjiwa murni, bergiat untuk mencapai kebijaksanaan
dan yoga, berderma, menguasai indria, berkorban, mempelajari ajaran-ajaran kitab
suci, taat berpantang dan jujur.
Artinya: Kuat, suka memaafkan, ketawakalan, kesucian, tidak membenci, bebas rasa
kesombongan, ini tergolong pada orang yang lahir dengan sifat-sifat dewata, oh Arjuna.
Artinya: Keliharan yang bersifat Ketuhanan dikatakan memimpin kearah moksa dan
yang bersifat setan kearah ikatan. Jangan bersedih hati, oh Arjuna, engkau dilahirkan
dengan sifat-sifat dewata.
Kemudian mengenal sifat-sifat Asuri Sampad (sifat-sifat yang buruk) yang harus
kita hindari dijelaskan dalam enam ayat Bhagavad Gita sebagai berikut.
Etika (Moralitas) 60
Pendidikan Agama Hindu
Artinya: Keinginan yang tak habis-habisnya, yang hanya berakhir pada kematian,
dengan menganggap kepuasan nafsu keinginan sebagai tujuan utama, dengan keyakinan
bahwa itulah semuanya.
Artinya: Dibelenggu oleh ratusan ikatan harapan, menyerahkan diri kepada nafsu dan
kemarahan, mereka berusaha mengumpulkan kekayaan demi kepuasan nafsu dengan
jalan tidak halal.
Usau maya hatah satrur, Hanisye ca paran api,
Isvaro ham aham bhoi, Siddho ham balavan sukhi
(Bhagavad Gita Bab XVI. 14)
Artinya: Musuh ini telah aku bunuh dan yang lainnya juga akan aku bunuh, akulah
penguasa, akulah penikmat, akulah yang berhasil, yang perkasa dan yang berbahagia.
Artinya: Ada tiga gerbang neraka yang meruntuhkan Atma, yaitu nafsu, sifat pemarah,
dan lobha. Oleh karena itu, orang harus menghindari ketiganya itu.
Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari pustaka suci
Bhagawad Gita. Amanat Sri Krishna untuk menjadi manusia Manava Madhava
(Dharmika). Seperti yang diungkapkan dalam Sarassamuscaya sebagai berikut.
Inilah brata Sang Brahmana, dua belas banyaknya, perinciannya: dharma, satya,
tapa, dama, wimarsaritwa, hrih, titiksa, anusuya, yajna, dana, dhrtih, ksama,
itulah perinciannya sebanyak dua belas.
(Sarasamuccaya, 57)
Etika (Moralitas) 61
Pendidikan Agama Hindu
Dharma artinya kewajiban, Satya artinya setia akan ucapan, Tapa artinya ”Carira sang-
cosana” pensucian jiwa raga, yaitu dapat mengendalikan jasmani dan mengurangi
nafsu, Dama artinya tenang dan sabar, tahu menasehati dirinya sendiri, Wimasaritwa
artinya tidak dengki, iri hati, Hrih artinya malu, mempunyai rasa malu, Titiksa artinya
jangan terlalu gusar(marah), Anayusa berarti tidak berbuat dosa, Yajna artinya
mempunyai kemauan mengadakan pujaan, Dana artinya memberikan sedekah, Dhrti
artinya penenangan dan penyucian pikiran, dan Ksama artinya tahan sabar dan suka
mengampuni; itulah brata sang brahmana.
Inilah brata sepuluh banyaknya yang disebut niyama, perinciannya ; dana, ijya,
tapa, dhyana, swadhyaya, upasthanigraha, brata, mona, snana itulah yang
merupakan niyama; dana yaitu pemberian makanan, minuman, dan lain-lain;
ijya yaitu pujaan kepada dewa, kepada leluhur dan lain-lain sejenis itu; tapa
yaitu pengekangan nafsu jasmaniah, badan yang seluruhnya kurus-kering, layu,
berbaring di atas tanah, di atas air, dan di atas alas-alas sejenis itu; dhyana
yaitu tepekur, merenungkan Dewa Ciwa; swadhyaya yaitu mempelajarai
Weda; upasthanigraha yaitu pengekangan upastha, singkatnya pengendalian
nafsu seks; brata yaitu puasa, pengekangan nafsu terhadap
makanan/minuman; mona yaitu wacangyama, berarti menahan, tidak
mengucapkan kata-kata, sama sekali tidak bersuara; snana yaitu trisandhya
sewana, mengikuti Trisandhya, mandi membersihkan diri pada
waktu pagi, tengah hari dan petang hari.
(Sarasamuccaya, 260)
Etika (Moralitas) 62
Pendidikan Agama Hindu
Selain itu, terdapat pula beberapa pedoman etika dalam Agama Hindu untuk
menuju manusia yang ideal (Manava-Madhava). Salah satunya adalah Tri Kaya
Parisuda yang berasal dari kata tri artinya tiga, kaya berarti tingkah laku dan parisuda
mulia atau bersih. Tri Kaya Parisuda dengan demikian berarti tiga tingkah laku yang
mulia (baik). Adapun tiga tingkah laku yang baik termaksud adalah:
a. Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang dapat dikatakan manacika apabila
dia dapat (1) tan egin tan adengkia ri drywaning len, artinya, tidak menginginkan
sesuatu milik orang lain, (2) tan kroda ring sarwa satwa, artinya, tidak berpikir buruk
terhadap semua makhluk, (3) manituhwa ri hananing karma phala, artinya, yakin
dan percaya terhadap hukum karma.
b. Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dinyatakan sebagai wacika,
apabila dia dapat melakukan (1) tan ujar ahala, artinya, tidak mencaci maki orang
lain, (2) tan ujar apungas, artinya, tidak berkata-kata yang kasar, (3) tan misuna,
artinya, tidak memfitnah atau mengadu domba, (4) tan nitya, artinya, tidak
berbohong/ingkar janji.
c. Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan kayika, apabila dia
dapat melakukan (1) tan amati-mati, artinya, tidak menyiksa, menyakiti atau
membunuh, (2) tan angakal-akal, artinya, tidak berbuat curang, mencuri atau
merampok, (3) tan paradara, artinya, tidak berzina atau memperkosa.
2.4.1 Kebenaran
Sabda suci weda mengatakan bahwa kebenaran/kejujuran (satyam) merupakan
prinsip dasar hidup dan kehidupan. Bila seseorang senantiasa mengikuti kebenaran
maka hidupnya akan selamat, sejahtera, terhindar dari bencana, memperoleh
kebijaksanaan dan kemuliaaan. Kebenaran/kejujuran dapat dilaksanakan dengan
Etika (Moralitas) 63
Pendidikan Agama Hindu
“Tak berjauhan bisa (racun) itu dengan amrta: disinilah di badan sendirilah
tempatnya: keterangannya, jika orang itu bodoh, dan senang hatinya kepada
Adharma, bisa atau racun didapat olehnya; sebaliknya kokoh berpegang kepada
kebenaran, tidak goyah hatinya bersandar kepada Dharma,
maka amrtalah diperolehnya”.
(Sarasamuccaya, 128)
“Maka yang harus anda perhatikan, jika ada hal yang ditimbulkan oleh perbuatan,
perkataan, dan pikiran yang tidak menyenangkan dirimu sendiri, malahan
menimbulkan duka yang menyebabkan sakit hati, jangan tidak mengukur baju
dibadan sendiri, perilaku anda yang demikian itulah Dharma namanya:
penyelewengan ajaran dharma, jangan hendaknya dilakukan”.
(Sarasamuccaya, 41)
“Bahwa segala perilaku orang bijaksana, orang yang jujur, orangsatya wacana,
pun orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya dan tulus ikhlas lahir bathin,
pasti berlandaskan dharma segala lasksana beliau, laksana beliau itulah patut
dituruti, jika telah dapat menurutinya, itulah yang dinamai laksana dharma”.
(Sarasamuccaya, 42)
2.5.2 Kebajikan
Dalam ajaran Hindu kata Dharma mempunyai arti yang luas, antara lain:
kebenaran, bebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur dan sebagainya.
Artinya: Tuhan Yang Maha Esa yang pemurah memberkahi orang yang penuh
kebajikan.
“Pada hakekatnya jika artha dan kama dituntut, maka seharusnya Dharma
hendaknya dilakukan lebih dahulu, tak tersangsikan lagi, pasti akan diperoleh
artha dan kama itu nanti; tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu
diperoleh menyimpang dari Dharma”.
(Sarasamuccaya, 12)
Etika (Moralitas) 64
Pendidikan Agama Hindu
“Bagi sang pandita (orang arif bijaksana) tak lain hanya orang yang bijak
yang melaksanakan Dharma, dipuji dan disanjung olehnya, karena ia telah
berhasil mencapai kebahagiaan, beliau tidak menjunjung orang yang kaya dan
orang yang selalu birahi cinta wanita, sebab orang itu tidak sungguh
berbahagia, karena adanya pikiran angkara dan masih dapat digoda oleh
kekayaan dan hawa nafsu itu.
(Sarasamuccaya, 13)
Artinya: Dia yang tidak membenci segala makhluk, Bersahabat dan cinta kasih, bebas
dari keakuan dan keangkuhan, sama dalam duka dan suka, pemberi maaf.
b. Kasih sayang
Kasih sayang adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan diberikan dengan
penuh kesadaran tanpa keterikatan. Ada lima aspek kepribadian manusia, sebagai
berikut.
(1) Intelek atau kecerdasan, memungkinkan manusia menganalisa dan menentukan
apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang palsu dan mana yang sejati.
(2) Fisik, semua mahluk terbentuk dari unsur fisik yang sama. Fisik sebagai aspek
kepribadian yang dimaksud di sini adalah pengembangan kebiasaan memimpin dan
mengendalikan hasrat.
Etika (Moralitas) 65
Pendidikan Agama Hindu
(3) Emosi, tingkat emosi menggambarkan penggunaan panca indera secara benar.
Emosi hendaknya dipahami dan dikendalikan agar menjadi alat yang berguna bagi
kesejahteraan hidup individu dan masyarakat.
(4) Psikis atau kejiwaan adalah aspek kepribadian manusia yang paling sulit dilukiskan,
karena merupakan kualitas diri kita yang menjadi sumber kasih.
(5) Spiritual, dalam spiritualitas seseorang menghayati kesatuan yang mendasar dan
kemanunggalan segala ciptaannya.
Artinya: Semoga masa lalu, masa kini, dan masa akan datang penuh kedamaian dan
amat ramah kepada kami.
Etika (Moralitas) 66
Pendidikan Agama Hindu
4.6 Implementasi
Mewujudkan kehidupan yang benar, bajik, penuh kasih sayang, damai tanpa
kekerasan merupakan tanggung jawab semua manusia tanpa terkecuali usia, gender,
derajat, golongan. Hal yang dapat memandu pelaksanaannya adalah Dharma dalam
skup kecilnya adalah Dasa Dharma. Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dhiriti ( bekerja dengan sungguh- sungguh). Seseorang yang ditugaskan untuk
melakukan sesuatu pekerjaan hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan
penuh rasa tanggung jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-
sungguh. Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan memuaskan baik
bagi dirinya maupun orang lain. contohnya sebagai mahasiswa yang diwajibkan
untuk membuat tugas maka harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh guna
mendapatkan nilai dan tecapainya tujuan pembelajaran. Maka dari itu timbul
pemahaman hak dan kewajiban dimana hak dituntut setelah pelaksanaan kewajiban.
2. Ksama (mudah memberikan maaf). Ksama merupakan tindakan yang sangat terpuji
bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput dari khilaf. Setiap
orang pasti pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin
dimaafkan pula oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.
3. Dama (dapat mengendalikan nafsu). Manusia diharapkan agar selalu bisa
mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan keinginan
karena akan dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut
berupa nafsu sexual, amarah, dan lain-lain.
4. Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain atau mencuri
adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh nafsu
duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita karena tidak
pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin mengambil hak
orang lain. diberlakukannya human bagi para pencuri merupakan jalan yang dapat
membantu manusia dalam pelaksanaan hal ini.
5. Sauca (berhati bersih dan suci). Bersih dan suci bukan hanya badannya saja, tetapi
juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka ketentraman
dan kedamaian serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
6. Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia diharapkan selalu bisa
mengendalikan semua indra keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian
manusia akan lebih mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang
tenang dan tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan
kebenaran.
Etika (Moralitas) 67
Pendidikan Agama Hindu
7. Dhira (berani membela yang benar). Manusia harus berani membela kebenaran
dimuka bumi ini. Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa
pandang bulu dan tidak takut pada siapapun.
8. Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut untuk bisa
mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan lebih
cepat tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat yang
maju, dan tidak bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
9. Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran). Manusia harus mempunyai sifat setia,
jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang benar pula. Disamping itu juga harus
berani bertanggung jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada
teman, dan harus menepati janji.
10. Akrodha (tidak cepat marah). Berusahalah agar tidak marah dan cepat marah.
Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat
mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan
terhadap orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada
kita. Dalam kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan cepat
tua.
4.6.1 Kebenaran
Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah berbuat sesuatu berdasarkan
kebenaran akan berbuah kepada keselamatan. Hal ini sejalan dengan konsep Karma
Phala. Contohnya adalah ketika seorang siswa yang selalu mengerjakan tugas, ulangan,
pembelajaran dengan mentaati aturan maka saat dilaksanakan ujian siswa tersebut akan
mendapat keselamatan berupa prestasi yaitu nilai yang bagus dan kemungkinan
mendapat kemudahan dalam mencari sekolah yang diinginkan. Setiap hal yang
dilakukan harus memenuhi ajaran Tri Kaya Parisudha yaitu berfikir, berkata, dan
berbuat yang baik. Contoh pikiran yang baik, misalnya ketika Udin yang kurang
berbakat dalam kalkulus mendapat nilai tertinggi saat UTS atau UAS, kita selalu
berpikir bahwa perolehan itu karena Udin belajar banyak sebelum UTS atau UAS,
sehingga dia mampu mendapat nilai bagus.
Perkataan merupakan hal yang sangat riskan karena berkat perkataan dapat
menghantarkan mejuju bahagia, ajal, kesusahan, dan sahabat. Perkataan yang baik yaitu
perkataan yang tidak menghina kekurangan orang lain, berkata yang dapat melukai
perasaan orang yang mendengarnya, berkata sesuai hal yang ada bukan melebih-
lebihkan bahkan memfitnah orang lain. Misalnya saat Made mendapat remidial maka
jangan berkata mencela atau menjatuhkannya dengan kata-kata ejekan tapi berkata yang
dapat memberinya motivasi untuk lebih giat lagi dalam belajar.
Etika (Moralitas) 68
Pendidikan Agama Hindu
Perbuatan yang baik yaitu tidak menyakiti (menyiksa), merampas milik orang lain,
dan berzinah.
4.6.2 Kebajikan
Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang mampu
mengutamakan Dharma dibandingkan hal lainnya maka orang tersebut akan mendapat
kebahagiaan. Contohnya, sebagai seorang guru yang merupakan insan terpelajar
dengan tugas mulia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan serta menyalurkannya
kepada siswa harus terlebih dahulu mementingkan bagaimana ia bisa menjalankan
kewajibannya sebagai seorang guru yaitu mendidik siswanya sampai menjadi tau dan
mengerti bukan terlebih dahulu mementingkan seberapa gaji yang bisa didapat,
kedudukan yang bisa diperoleh serta predikat yang bisa ia sandang. Contoh yang lain
adalah ketika seseorang melaksanakan Bhakti atau hormat kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, Orang tua, Guru, dan Pemerintah sebagai wujud atau ungkapan trimakasih
atas semua yang telah diberikan baik keselamatan, perlindungan , penghidupan, kasih
sayang, jasa, pengetahuan dan lain sebagainya. Maka orang tersebut sudah dapat
dikatankan telah mendekatkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui jalan
Bhakti Marga. Sujud bhakti pada Sang Hyaang Widhi Wasa dapat melalui pelaksanaan
Tri Sandhya, persembahyangan, Melakukan Tirta Yatra, memelihara kesucian tempat
suci, mengamalkan ajaran agama. Kemudian bhakti pada orang tua melalui patuh pada
nasehatnya, meringankan pekerjaannya,dan menjamin kehidupannya dihari tua. Bhakti
pada guru dapat dengan belajar dengan tekun apa yang diajarkan guru, hormat terhadap
guru, taat pada tata tertib sekolah. Bahkti kepada pemerintah dapat dengan cara
menghormati pemerintah, mengikuti kebijakan yang ditentukan, dan mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Etika (Moralitas) 69
Pendidikan Agama Hindu
teman yang kurang mampu, menyumbang kepada fakir miskin, melaksanakan panca
yadnya.
Etika (Moralitas) 70
Pendidikan Agama Hindu
RANGKUMAN
• Etika merupakan sebuah kajian tentang moralitas (the study of morality) yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan, bentuk perintah-perintah dan
larangan-larangan yang mengandung suatu nilai serta menjadi pedoman dalam
tingkah laku seseorang .
• Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, susila hendaknya selaras dengan
kedudukan dan kedudukan memerlukan nilai tertentu dari tata susila. Sehingga
tata susila merupakan peraturan tingkah laku yang baik untuk dapat
menyelaraskan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
hubungan harmonis antar manusia dan peraturan tingkah laku antara manusia
dengan lingkungan dengan dasar yang kuat yaitu adalah ajaran-ajaran agama.
• Tata Susila, serta pengendalian diri untuk menjadikan diri serta umat manusia
lainnya menjadi manusia yang berperikemanusiaan, berbudhi pekerti dan
berpribadi mulia, manusia Manava Madhava (Dharmika), berdasarkan ajaran
Agama Hindu
• Pengaplikasian atau implementasi etika yang dalam Agama Hindu disebut Susila
bertujuan untuk mencapai kebenaran, kebajikan, kasih sayang, kedamaian dan
tanpa kekerasan.
Etika (Moralitas) 71