Anda di halaman 1dari 16

ETIKA BERAGAMA

Oleh
Dr.Abu Bakar, M.Pd
jambuair58@gmail.com
abu.bakar@uin-suska.ac.id

Dosen
Prodi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin
UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Tahun Pelajaran 2020-2021

Semester VII A-B


Pengetian Etika Beragama
Etika.
Etika dikenal dengan istilah ilmu normative, di dalamnya
berisikan berbagai ketentuan atau norma-norma dan beberapa nilai
yang dapat dipergunakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Etika secara secara etimologi dalam bahasa latin yakni Ethicos
(Kebiasaan)
Oleh karena itu menurut pengertian aslinya, yang dikatakan baik,
ialah apabila sesuai kebiasaan masyarakat.
Dengan perkembangan pemikiran manusia, maka pengertian etika
mengalami perubahan, bahwa etika merupakan suatu ilmu yang
membicarakan tentang perbuatan atau tingkah laku manusia,
maka nilainya mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Dalam hal ini Aristoteles menyampaikan, bahwa istilah etika
mencakup ide (karakter) dan disposisi (kecondongan) atau
memihak.
Kata moralis diperkenalkan ke dalam kosa kata filsafat oleh
Cirero. Menurutnya kata ini mirip dengan kata ethikos Kedua
istilah itu mengambarkan ada hubungan yang erat dengan
kegiatan secara praktis.
Kemudian secara terminologi, para ahli menyampaikan
definisi etika sebagai berikut:
1. Etika merupakan filsafat moral atau ilmu akhlak, tidak
berbeda dari ilmu atau Seni hidup (the art of living) yang
mengajarkan bagaimana cara hidup bahagia, atau bagaimana
memperoleh kebahagiaan. Etika sebagai seni hidup etika
sebagai pengobatan spiritual. Menurut Mulyadhi Kartanegara
2. Etika merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia
kepada yang lainnya, menyatakan tujuannya guna menunjukkan
apa yang harus diperbuat. Menurut Ahmad Amin.
3. Etika merupakan satu tindakan juga dinilai baik dan buruknya.
Kalau tindakan manusia dinilai baik-buruknya, tindakan itu
seakan-akan keluar dari manusia, dilakukan dengan sadar atas
pilihan, dengan satu perkataan, sengaja. Faktor kesengajaan ini
mutlak untuk penilaian baik-buruk, yang disebut etis atau moral.
Menurut Poedjawiyatna.
4. Etika merupakan ilmu yang membahas perbuatan baik dan
perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Etika disebut pula akhlak atau disebut pula
moral. Apabila disebut “akhlaq” berasal dari bahasa arab.
Apabila disebut “moral” berarti adat kebiasaan, Menurut
Sudarsono:
Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat di dalamnya
mempelajari berbagai pandangan dan berbagai persoalan
yang mempunyai hubungan dengan masalah kesusilaan,
dan terkadang orang menamainya filsafat etika, filsafat
moral atau filsafat susila.
 Etika merupakan pengkajian filosofis tentang berbagai
kewajiban manusia yang baik dan buruk.
 Etika merupakan pengkajian filsafat bidang moral.
 Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas
bagaimana seharusnya manusia berlaku benar.
 Etika juga merupakan filsafat praxis manusia.
 Etika merupakan cabang dari aksiologi, yakni ilmu
tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian
salah dan benar dalam pengertian lain tentang moral.
Agama
 Agama merupakan sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Allah
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
 Kata agama berasal dari bahasa sanskerta āgama yang
berarti tradisi. Istilah lain yang memiliki makna
identik dengan agama ialah religi yang berasal dari
bahasa latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti Mengikat Kembali.
 Mengikat di sini maksudnya adalah dengan ber-religi
maka seseorang akan mengikat dirinya kepada Allah
Definisi Agama Menurut para ahli sebagai berikut:
 Agama merupakan kepercayaan terhadap yang maha
Mutlak atau kehendak yang maha Mutlak sebagai
penguasa dan keperdulian tertinggi, menurut Mehdi
Ha‟iri Yazdi
 Agama diterjemahan dari kata din yang berarti peraturan-yang
terdiri atas berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan
hal-hal suci, menurut Musthafa Abd Raziq
 Agama adalah kebutuhan yang paling esensial bagi manusia
yang bersifat universal. Agama merupakan kesadaran spiritual,
di dalamnya ada satu kenyataan di luar kenyataan yang
tampak, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasih,
bimbingan tangan, serta belaian dari yang maha berkuasa,
yang secara ontologis tidak diingkari, walaupun oleh manusia
yang paling ateis, menurut A.M. Saefuddin
 Agama merupakan sebuah sistem perhubungan yang
bersandarkan pada perhubungan manusia dengan yang
rahasia kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga, dan
dengan demikian memberi arti kepada hidup manusia dan
alam semesta yang mengelilinya, menurut Sutan takdir
Alisyahbana.
 Agama dalam Islam dikenal dengan istilah al-din atau din
al-haqq seperti yang dijumpai dalam Q.S. al-Shaff / 61: 9,
Q.S. al-Fath/48: 28 dan Q.S. al-Maidah/5: 3.
Din dalam ayat tersebut berlaku bagi agama Islam yang
meliputi aspek Islam, Iman, dan Ihsan.
Akan tetapi, din juga dapat diartikan sebagai lembaga ilahi
(wadh’lahiy) yang memimpin manusia untuk keselamatan di
dunia dan di akhirat.
Manusia merupakan mahluk beragama, maka ia mencari yang
transenden dalam dirinya, kemudian manusia mendapatkannya
dalam nilai-nilai agama.
Jika agama tidak lagi mampu membuat manusia berefleksi
terhadap hidupnya, maka agama pun ditinggalkan oleh manusia
dan manusia mulai mencari akan agama dalam bentuk yang lain.
Agama memberi doktrin kebenaran yang tidak mungkin
diubah oleh manusia. Agama menganggapnya wahyu yang absolut,
tetapi bisa ditafsirkan, karenanya ketika agama bersentuhan dengan
etika, maka ajaran agama sebagai yang absolut tidak mungkin
diubah, tetapi dalam keabsolutannya etika mempunyai peran untuk
menjaga para penafsir untuk tidak menjadi bias.
Dengan racionalitas etika maka agama dapat dipahami dalam
konteksnya. Untuk lebih memahami hubungan antara etika dan
agama maka mengetahui secara mendalan tentang hubungan
etika dan agama secara lebih mendalam.
Etika dan agama merupakan dua hal yang tidak
harus dipertentangkan. Antara etika dan agama
merupakan dua hal yang saling membutuhkan, dan
keduanya saling melengkapi satu sama lain.
Agama membutuhkan etika untuk secara kritis
melihat tindakan moral yang mungkin tidak rasional.
Sedangkan etika sendiri membutuhkan agama agar
manusia tidak mengabaikan kepekaan rasa dalam
dirinya.
Etika menjadi berbahaya ketika memutlakan racio,
karena racio bisa merelatifkan segala tindakan moral
yang dilihatnya termasuk tindakan moral yang ada pada
agama tertentu.
Hubungan etika dan agama akan membuat keseimbangan,
di mana agama bisa membantu etika untuk tidak bertindak
hanya berdasarkan racio dan melupakan kepekaan rasa dalam
diri manusia, sebaliknya etika dapat membantu agama untuk
melihat secara kritis dan rasional tindakan-tindakan moral.
Agama merupakan salah satu hal yang membuat kita juga
menjadi sadar betapa pentingnya etika dalam kehidupan
manusia. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan
manusia yang berbeda agama tanpa etika di dalamnya.
Kebenaran mungkin justru akan menjadi sangat relatif,
karena kebenaran moral hanya akan diukur dalam pandangan
agama. Diluar agama tidak ada kebenaran. Etika dapat
dikatakan telah menjadi jembatan untuk mencoba
menghubungkan dan mendialogkan antara agama-agama.
Seseorang dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi
hal yang sangat penting dalam kehidupan agama-agama, khusunya
bagi negara-negara yang majemuk seperti Indonesia. Etika secara
rasional membantu untuk memahami dan secara kritis melihat
tindakan moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan
doktrin agama kita untuk melihat dan menganalisis agama tertentu.
Sebuah pertanyaan menarik akan muncul, jika sekiranya agama hanya
satu apakah dengan demikian etika tidak lagi dibutuhkan.
Agama akan menjadi moral yang mutlak dalam kehidupan
manusia. Kalau kita tetap memahami bahwa etika hadir untuk secara
rasional membantu manusia memahami tindakan moral yang
dibuatnya, maka tentu etika tetap menjadi penting dalam kehidupan
manusia.
Sebab etika tidak akan terikat pada agama ada atau tidak etika
akan tetap ada dalam hidup manusia selama manusia masih
menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam kehidupannya.
Sekalipun manusia menjadi ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh
mereka yang tidak mengenal agama.
Sebuah pertanyaan apakah cukup kita ber-etika tanpa
ber-agama. Jika kita mencoba memahami secara filosofis,
maka dapat dikatakan bahwa etika tanpa agama
merupakan sesuatu kering dan gersang,
sebaliknya agama tanpa etika hambar. Bahwa manusia
tidak hanya diciptakan sebagai mahluk rasional, tetapi
melekat dalam dirinya mahluk religius yang membuat dia
mampu berefleksi terhadap kehidupannya.
Karena itu agama akan membantu manusia untuk
bertindak tidak hanya berdasarkan rasionya tetapi juga
berdasarkan rasa yang ada dalam dirinya. Satu kesatuan
antara rasio dan rasa yang melekat dalam diri manusia.
Manusia bukanlah mahluk egois yang harus
mengandalkan rasionya semata-mata.
Hubungan Agama dan etika dalam konteks etika Global
Sebuah pertanyaan menarik bagaimana etika Global melihat
hubungan Agama dan Etika.
Jika melihat konsep yang disampaikan oleh Hans Kung dalam
Etic Global. Maka pertama–tama harus ada kesadaran setiap
pemeluk agama tertentu, bahwa dalam perbedaan doktrin kita tetap
mempunyai persamaan-persamaan etis yang bisa mempersatukan.
Untuk mempersatukan persamaan ini, maka etika mempunyai
peran sangat penting didalamnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa
ketika agama-agama berbeda dalam doktrin, maka etika telah
menjadi pemersatu.
Perbedaan keyakinan bisa terjadi pada setiap agama, tetapi rasio
melalui etika telah menjadi sarana dialog. Tidak dapat disangkal
bahwa etika telah mempunyai peran sangat penting dalam mencoba
untuk mendialogkan agama-agama.
Peran etika global dalam konteks agama-agama,
sangatlah dibutuhkan. Semua orang menyadari bahwa etika
tidak akan dapat menganti peran dari agama.
Etika global seperti yang disampaikan oleh Hans Kung
bahwa dia tidak akan pernah menggantikan Taurat, Khotbah
di Bukit, Alquran, Bhagavadgita, Wacana dari Buddha atau
para ungkapan Konfusius.
Etika global hanya mencoba mencari titik temu diantara
agama-agama dalam nilai-nilai tertentu dengan
menggunakan pendekatan etika.
Dengan demikian keterhubungan etika dan agama dalam
etika global sangat nampak dalam pencarian nilai bersama
dengan menggunakan nilai yang logis dan dapat diterima
oleh semua manusia.
Kesimpulan dan Refleksi
Dilihat dari berbagai sudut pandang, bahwa hubungan etika dan
agama merupakan hubungan timbal balik yang saling membutuhkan.
Etika tidak dapat berjalan sendiri dengan rasionalitasnya, Dengan hal
agama tidak dapat berjalan sendiri dengan doktrinnya. Etika tanpa
agama menjadi kering dan agama tanpa etika menjadi hambar.
Etika yang baik adalah etika yang memberi ruang terhadap kepekaan
rasa dan tidak hanya mengandalkan rasio dalam bertindak. Etika yang
hanya mengandal rasio atau sebaliknya etika yang hanya mengadal
rasa hanya akan mendatangkan sebuah kebenaran subjektif yang tidak
bernilai, dan cenderung melupakan hakekat manusia sebagai mahluk
religius.
Kepekaan rasa itu terdapat dalam agama. Sebaliknya agama pun harus
mengakui pentingnya etika dalam kehidupan bersama. Bahwa tanpa
etika maka agama-agama akan sulit untuk mencari nilai bersama, karena
masing-masing agama mempunyai doktrin sendiri-sendiri.

Anda mungkin juga menyukai