“ ETIKA AGAMA “
Disusun Oleh :
1. Arigoh Muhammad
2. Hilmy Albab Arifan
3. Syamaidzar Shiddiq Ramadhan
TKO Kelas A
Persoalan etika dan agama adalah dua hal yang tidak perlu dipertentangkan.
Bahkan seperti disampaikan oleh Franz Magnis Suseno Etika memang tidak dapat
menggantikan agama, tetapi etika dapat membantu agama dalammemecahkan
masalah yang sulit dijawab oleh agama. Misalnya, bagaimana kita harus mengartikan
sabda Allah yang termuat dalam wahyu? Bagaimana menanggapi persoalan moral yang
belum dibicarakan ketika wahyu diterima, seperti bayi tabung atau pencangkokan
ginjal? Pertanyaan-pertanyaan ini memperlihatkan bahwa bagaimanapun agama
membutuhkan etika dalam memecahkan masalah-masalah tersebut.
Etika dalam pandangan Magnis Suseno adalah “ usaha manusia untuk memakai
akal budi dan daya fikirnya untuk menyelesaikan masalah bagaimana ia harus hidup
kalau ia mau menjadi baik. ...itulah sebabnya mengapa justru kaum agama diharapkan
betul-betul memakai rasio dan metode-metode etika.” Tetapi sebaliknya memutlakkan
etika tanpa agama adalah berbahaya. Ini yang dikatakan A.SudiarjaSJ bahwa etika bisa
merendahkan atau cenderung mengabaikan kepekaan rasa, kehalusan adat
kebiasaan,konvensi sosial dan sebagainya. Bahkan bahaya formalisme bisa terjadi,
berpikir baik buruk secara moral tetapi tidak mampu menjalankannya. Etika bisa
menjadi ilmu yang kering dan mandul yang mempunyai kebenaran tetapi kurang
mampu dilaksanakan.
Akhirnya kita hanya bisa menjadi pejuang moral di mana kita sendiri tidak
memaknai apa yang sedang kita perjuangkan. Kita kritis terhadap tindakan moral tetapi
kita sendiri sulit untuk melakukan apa yang di kritisi. Sebaliknya manusia yang hanya
mengandalkan agama tanpa etika maka merekapun cenderung akan menjadi budak
absolut kebenaran pada agamanya. Nietzsche menyebutnya “Moral Budak-budak”.
melihat sesamanya hanyalah wajah yang tidak bermakna, yang akhirnya hanya
bertindak berdasarkan kebenaran agamanya dan inilah yang terjadi dengan beberapa
kelompok massa di Indonesia seperti FPI (Front Pembela Islam) yang menganggap
kebenaran hanyalah milik satu agama. Atau seperti kelompok teroris yang menganggab
doktrin mereka tidak pernah salah dan telah berada di jalan yang benar, sehingga
membunuh orang tidak berdosa pun menjadi halal bagi mereka.
Sebelum lebih jauh kita membahas tentang hubungan etika dan agama, atau
mencari titik temudiantara keduanya, maka ada baiknya kita memahami apa etika itu.
Memahami etika pertama-tama perlu untuk membedakannya dengan moral. Etika lebih
pada prinsip-prinsip dasar baik buruknya perilaku manusia, sedangkan moral untuk
menyebut aturan yang lebih kongkrit. Ibaratnya ajaran moral merupakan petunjuk
bagaimana kita harus bertindak sedangkan etika adalah bagaimana memberi penilaian
terhadap tindakan kita. A.Sudiarja SJ menyebut “etika sebagai filsafat moral, karena
objek pengamatannya adalah pandangan dan praksis moral.” Sedangkan Sudarminta
menyebut objek material etika adalah tingkah laku atau tindakan manusia; sedangkan
objek formalnya adalah segi baik buruknya atau benar salahnya tindakan tersebut
berdasarkan norma moral.
Secara sederhana etika dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari secara
sistematis tentang moralitas dan memberi penilaian terhadap tindakan moral. Meskipun
demikian etika dalam pandangan Magnis Suseno bahwa dia tidak mempunyai pretensi
untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Dengan demikian
etika dapat juga dikatakan sebagai sebuah pandangan filosofis dalam melihat perilaku
manusia. Perilaku tersebut tercermin dalam tindakan moralnya. Sehingga seseorang
tidak perlu beretika untuk membuat tindakan moral. Moral merupakan tindakan yang
tidak terikat oleh apapun, termasuk agama. Orang bisa betindak moral tanpa harus
beragama dan sebaliknya orang beragama bisa bertindak amoral.
Selain pengertian etika secara umum seperti yang telah dibahas diatas. Ada
banyak lagi definisi etika yang berbeda beda. Para ahli dan pakar berbeda pendapat
dalam mendefinisikan apa itu etika. Untuk lebih jelasnya, simak berikut ini kumpulan
pengertian etika menurut para ahli :
Menurut Aristoteles
Ia mendefinisikan arti etika menjadi 2 pengertian yaitu: Terminius Technicus dan
Manner and Cutom. Terminius Technicus ialah sebuah etika yang dipelajari sebagai
suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan manusia.
Menurut Manner and Cutom
adalah sebuah pembahasan etika yang berhubungan dengan tata cara dan adat
kebiasaan yang melekat dalam diri manusia. Sangat terkait dengan “baik & buruknya”
suatu perilaku, tingkah, atau perbuatan manusia.
Menurut Fagothey
Pengertian Etika adalah studi tentang kehendak menusia yang berhubungan dengan
benar dan salah dalam bertindak.
Menurut K Bertens
Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya .arti ini dapat juga
disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorngan atau hidup bermasyrakat
Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,yang dimaksud disi adalah kode
etik
Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk .arti sini sama dengan
filsafat moral
Menurut Kattsoff
Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran
dalam hubungan tingkah laku manusia.
Menurut W. J. S. Poerwadarminto
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Menurut H. A. Mustafa
Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Menurut Suseno
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Menurut Martin
Mengemukakan jika arti etika adalah satu disiplin pengetahuan yang bertindak sebagai
acuan atau dasar untuk mengontrol perilaku atau tingkah laku manusia.
Menurut Asmaran
Etika adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia, tidak hanya menentukan
kebenaran seperti mereka, tetapi juga untuk menyelidiki manfaat atau keuntungan dari
semua perilaku manusia.
Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruknya
perilaku atau tindakan manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
Mengarahkan perkembangan masyarakat menuju suasana yang harmonis, tertib,
teratur, damai dan sejahtera.
Mengajak orang bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan secara
otonom.
Etika merupakan sarana yang memberi orientasi pada hidup manusia.
Untuk memiliki kedalaman sikap; untuk memiliki kemandirian dan tanggung
jawab terhadap hidupnya.
Mengantar manusia pada bagaimana menjadi baik.
Sebagai norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma
itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang dituntut oleh norma itu
terhadap norma yang dapat berlaku
Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak
dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan
kehilangan haknya Etika mempersolakan pula hak setiap lembaga seperti
orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan
yang harus ditaati
Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional
terhadap semua norma
Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang
ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang ambingkan oleh norma-norma
yang ada.
Jadi kesimpulannya, tujuan untuk mempelajari etika adalah untuk menciptakan nilai
moral yang baik. Etika harus benar-benar dimiliki dan diterapkan oleh setiap manusia,
sebagai modal utama moralitas pada kehidupan di masyarakat. Etika yang baik,
mencerminkan perilaku yang baik, sedangkan etika yang buruk , mencerminkan
perilaku kita yang buruk dan akan menciptakan suatu keluaran yaitu berupa penilaian di
masyarakat.
Agama memberi doktrin kebenaran yang tidak mungkin diubah oleh manusia. Agama
menganggapnya wahyu yang absolut, tetapi bisa ditafsirkan. Karena itu ketika agama
bersentuhan dengan etika, maka ajaran agama sebagai yang absolut tidak mungkin
diubah, tetapi dalam keabsolutannya etika mempunyai peran untuk menjaga para
penafsir untuk tidak menjadi bias. Dengan racionalitas etika maka agama dapat
dipahami dalam konteksnya. Untuk lebih memahami hubungan antara keduanya maka
akan jelas dalam penjelasan selanjutnya.
Bagaimana Hubungan Etika dan Agama
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa etika dan agama adalah dua hal
yang tidak harus dipertentangkan. Antara etika dan agama adalah dua hal yang saling
membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja “agama dan etika saling melengkapi satu
sama lain”. Agama membutuhkan etika untuk secara kritis melihat tindakan moral yang
mungkin tidak rasional. Sedangkan etika sendiri membutuhkan agama agar manusia
tidak mengabaikan kepekaan rasa dalam dirinya. Etika menjadi berbahaya ketika
memutlakan racio, karena racio bisa merelatifkan segala tindakan moral yang dilihatnya
termasuk tindakan moral yang ada pada agama tertentu.
Hubungan etika dan agama akan membuat keseimbangan, di mana agama bisa
membantu etika untuk tidak bertindak hanya berdasarkan racio dan melupakan
kepekaan rasa dalam diri manusia, pun etika dapat membantu agama untuk melihat
secara kritis dan rasional tindakan –tindakan moral. Bahwa kepelbagaian agama adalah
salah satu hal yang membuat kita juga menjadi sadar betapa pentingnya etika dalam
kehidupan manusia. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan manusia yang
berbeda agama tanpa etika di dalamnya. Kebenaran mungkin justru akan menjadi
sangat relatif, karena kebenaran moral hanya akan diukur dalam pandangan agama
kita. Diluar agama kita maka tidak ada kebenaran. Etika dapat dikatakan telah menjadi
jembatan untuk mencoba menghubungkan dan mendialogkan antara agama-agama.
Kita dapat mengatakan bahwa etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat
penting dalam kehidupan agama-agama, khusunya bagi negara-negara yang majemuk
seperti Indonesia. Etika secara rasional membantu kita mampu untuk memahami dan
secara kritis melihat tindakan moral agama tertentu. Kita tidak mungkin menggunakan
doktrin agama kita untuk melihat dan menganalisis agama tertentu. Sebuah pertanyaan
menarik akan muncul, jika sekiranya agama hanya satu apakah dengan demikian etika
tidak lagi dibutuhkan? Karena agama tersebut akan menjadi moral yang mutlak dalam
kehidupan manusia. Kalau kita tetap memahami bahwa etika hadir untuk secara
rasional membantu manusia memahami tindakan moral yang dibuatnya, maka tentu
etika tetap menjadi penting dalam kehidupan manusia. Karena etika tidak akan terikat
pada apakah agama ada atau tidak etika akan tetap ada dalam hidup manusia selama
manusia masih menggunakan akal sehatnya dan racionya dalam kehidupannya.
Sekalipun manusia menjadi ateis, etika tetaplah dibutuhkan oleh mereka yang tidak
mengenal agama.
Pertanyaan berikut yang akan muncul adalah apakah cukup kita ber-etika tanpa
ber-agama? Jika kita mencoba memahami secara filosofis, maka dapat dikatakan bahwa
etika tanpa agama adalah kering, sebaliknya agama tanpa etika hambar. Bahwa
manusia tidak hanya diciptakan sebagai mahluk rasional, tetapi melekat dalam dirinya
mahluk religius yang membuat dia mampu berefleksi terhadap kehidupannya. Karena
itu agama akan membantu manusia untuk bertindak tidak hanya berdasarkan rasionya
tetapi juga berdasarkan rasa yang ada dalam dirinya. Satu kesatuan antara rasio dan
rasa yang melekat dalam diri manusia. Manusia bukanlah mahluk egois yang harus
mengandalkan rasionya semata-mata.
Sebuah pertanyaan menarik bagaimana etika Global melihat hubungan Agama dan
Etika. Jika melihat konsep yang disampaikan oleh Hans Kung dalam Etic Global. Maka
pertama–tama harus ada kesadaran setiap agama, bahwa dalam perbedaan doktrin kita
tetap mempunyai persamaan-persamaan etis yang bisa mempersatukan. Untuk
mempersatukan persamaan ini, maka etika mempunyai peran sangat penting
didalamnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa ketika agama-agama berbeda dalam doktrin,
maka etika telah menjadi pemersatu. Perbedaan keyakinan bisa terjadi pada setiap
agama, tetapi rasio melalui etika telah menjadi sarana dialog. Tidak dapat disangkal
bahwa etika telah mempunyai peran sangat penting dalam mencoba untuk
mendialogkan agama-agama.
Karena itu peran etika global dalam konteks agama-agama, sangatlah dibutuhkan. Pun
kita menyadari bahwa etika tidak akan dapat menganti peran dari agama. Etika global
seperti yang disampaikan oleh Hans Kung bahwa dia tidak akan pernah menggantikan
Taurat, Khotbah di Bukit, Alquran, Bhagavadgita, Wacana dari Buddha atau para
ungkapan Konfusius. Etika global hanya mencoba mencari titik temu diantara agama-
agamadalam nilai-nilai tertentu dengan menggunakan pendekatan etika. Dengan
demikian keterhubungan etika dan agama dalam etika global sangat nampak dalam
pencarian nilai bersama dengan menggunakan nilai yang logis dan dapat diterima oleh
semua manusia.
Dengan penjelasan dari berbagai sudut pandang, maka dapat kita katakan bahwa
hubungan etika dan agama merupakan hubungan timbal balik yang saling
membutuhkan. Etika tidak dapat berjalan sendiri dengan rasionalitasnya, pun agama
tidak dapat berjalan sendiri dengan doktrinnya. Etika tanpa agama menjadi kering dan
agama tanpa etika menjadi hambar. Etika yang baik adalah etika yang memberi ruang
terhadap kepekaan rasa dan tidak hanya mengandalkan rasio dalam bertindak. Karena
etika seperti ini hanya akan mendatangkan sebuah kebenaran subjektif yang tidak
bernilai, dan cenderung melupakan hakekat manusia sebagai mahluk religius. Kepekaan
rasa itu terdapat dalam agama. Sebaliknya agama pun harus mengakui pentingnya
etika dalam kehidupan bersama. Bahwa tanpa etika maka agama-agama akan sulit
untuk mencari nilai bersama, karena masing-masing agama mempunyai doktrin sendiri-
sendiri. Karena itulah etika mempunyai peran besar dalam agama-agama. Etika juga
menjadi penting untuk memahami dan menilai tindakan moral secara kritis dari setiap
perilaku moral manusia baik itu moral dasar,moral agama/etnis dan kesukuan , dan
moral sosial.
Sebagai mahluk religius yang dimampukan berefleksi terhadap hidupnya, maka dia
membutuhkan racio untuk memahami kebenaran. Sebagai mahluk racional yang
membedakannya dari mahluk lain, maka dia membutuhkan spirit religiositas sehingga
dia bertindak berdasarkan rasa sehingga dia ada untuk kebaikan manusia dan tidak
menjadi mahluk yang egois yang melupakan eksistensi sosialnya. Serta tidak hanya
menjadi mahluk yang moralis atau humanis, tetapi benar-benar melekat dalam dirinya
sebagai mahluk religius dan racional.