Oleh:
Nama : Mandar Mahendra
NIM : 180102104
MK : Etika Bisnis Syariah
Ruang/Jam: 071 03-Hasbi/16:25-18:05
1. Etika
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari
dua kata yaitu “Ethos” dan “ethikos”. “Ethos” berarti sifat, watak kebiasaan,
tempat yang biasa. “Ethikos” berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan
yang baik.
Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang baik dan buruk
atau kata lainnya ialah teori tentang nilai. Dalam Islam teori nilai mengenal lima
kategori baik-buruk, yaitu baik sekali, baik, netral, buruk dan buruk sekali. Nilai
ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhan adalah maha suci yang bebas dari noda apa
pun jenisnya. Etika disebut juga ilmu normatif, karena didalamnya mengandung
norma dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan. Sebagian orang
menyebut etika dengan moral atau budi pekerti. ilmu etika adalah ilmu yang
mencari keselarasan perbuatan-perbuatan manusia dengan dasar yang sedalam-
dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia.
2. Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi)
tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima
apabila norma tidak dilakukan.
1
Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma, yaitu
norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum. Norma agama,
norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum digolongkan sebagai
norma umum. Selain itu dikenal juga adanya norma khusus, seperti aturan
permainan, tata tertib sekolah, tata tertib pengunjung tempat bersejarah dan lain-
lain.
3. Moral
Moral berasal dari kata Latin “mores” yang artinya tata cara dalam
kehidupan, adat istiadat, kebiasaan. Moral pada dasarnya merupakan rangkaian
nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Moral merupakan
kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya
dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk
yang ditentukan bagi individu nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai
anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang
dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang.
Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh
keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
4. Etiket
Pada dasarnya, etiket adalah terjemahan dari bahasa Inggris dan bahasa
Perancis “etuquette” yang berarti persyaratan konvensional mengenai perilaku
sosial. Etiket menyangkut cara melakukan perbuatan manusia atau dapat disebut
sebagai kesopanan Tentunya bila dilihat dari hal itu, etiket terkadang
mengakaburkan makna yang penting dan tidak penting, karena pada dasarnya
etiket hanya menunjukkan cara yang tepat. Artinya apa yang diharapkan serta
ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. Oleh sebab itu, etiket berhubungan
dengan cara atau bagaimana suatu perbuatan itu harus dilakukan. Secara harpiah
etiket memiliki keterkaitan dengan etika, sementara apabila dilihat secara
2
mendalam ternyata konsepsi etika dan etiket tentunya memiliki perbedaan,
meskipun sama-sama berkaitan dengan pengaturan perilaku manusia.
Perbedaan antara etika dengan etiket, yaitu :
a. Etiket selalu berhubungan dengan cara atau bagaimana suatu perbuatan yang
harus kita lakukan, biasanya diharapkan dan ditentukan oleh suatu masyarakat
atau budaya tertentu. Sementara etika, tidak membatasi diri pada soal cara dan
bagaimana suatu tindakan harus dilakukan. Etika dalam hal ini memberi norma
atau tatanan mengenai perbuatan itu sendiri.
b. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan dan sangat bergantung pada kehadiran
orang lain. Artinya etiket hanya berlaku ketika adanya kehadiran orang lain
sedangkan apabila tidak ada saksi atau orang lain, maka etiket tidak berlaku.
Lain halnya dengan etika, ada atau tidak ada orang lain etika tetap berlaku dan
tetap dijadikan sebagai pedoman yang harus dilakukan.
c. Etiket bersikap relatif, tidak mutlak dan tidak permanen. Artinya etiket tidak
bisa diterapkan diberbagai tempat atau dalam semua periode waktu. Sedangkan
etika lebih bersifat absolut atau mutlak, yaitu tanpa memandang tempat, waktu
atau situasi dimanpun dan kapanpun.
d. Etiket hanya memandang manusia dari lahiriah, bukan dari sisi batiniah.
Artinya etiket hanya melihat dari sisi penampilan atau menyoroti hanya dari
pandangan secara fisik dari luar. Disisi lain etika justru lebih melihat dari sisi
batiniah yang lebih pada perilaku etis yang benarbenar sungguh dari dalam hati
tanpa ada kemunafikan.
5. Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” dari kata “philos”
artinya cinta dan “Sophia” artinya pengetahuan yang bijaksana. Kemunculan
filsafat pada abad ke 5 SM merupakan pendobrakan terhadap jaman mitos pada
masa itu. Filsafat mempunyai dua pengertian:
3
a. filsafat sebagai produk, mengandung arti filsafat sebagai jenis ilmu
pengetahuan, konsep-konsep, teori, sistem aliran yang merupakan hasil proses
berfilsafat.
b. filsafat sebagai suatu proses, dalam hal ini filsafat diartikan sebagai bentuk
aktivitas berfisafat sebagai proses pemecahan masalah dengan menggunakan
cara dan metode tertentu.
Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua ciri utama:
1. Islam tidak menentang fithrah manusia.
4
2. Etika Islam amat rasionalistik.
a. Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
b. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang
tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh
yang dapat ditentukan oleh akal.
c. Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya.
5
etika seorang muslim sudah melampui setiap batasan waktu ataupun perilaku bias
dari kemanusiaan. System etika islam bisa ditekankan kapan saja, tidak terikat
dengan satu masa tertentu, karena Allah sebagai Sang Pencipta dan para pencatat
Nya sangat dekat dengan manusia sebagai hamba, dengan kedekatan yang tidak
lebih jauh antara tenggorokan dan urat jakun.
Dari skema di atas, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa Al-Qur’an dan
Hadist sebagai sumber utama, melahirkan sebuah metode yang dapat digunakan
untuk mengkristalkan asumsi hukum yang terkandung di dalamnya. Metode
tersebut diperkenalkan oleh para ulama sebagai bidang kajian ilmu ushul fiqh.
Selanjutnya, dari kaidah kaidah ushuliyah yang sudah dikristalkan tersebut,
lahirlah produk produk ketentuan hukuman akan setiap aktifitas manusia yang
terkandung di dalam Al-Qura’an dan Hadist. Produk ini dikenal sebagai ilmu fiqh
dan dari produk tersebut para sarjana muslim mengembangkan dua kajian besar,
yaitu Ibadah dan Muamalah (bisnis dan transaksi) manusia.