Anda di halaman 1dari 4

Nama :Ilfi Rahmi

NIM : 11940320056

Kelas : Public Relation 3D Ilmu Komunikasi

Paper Etika Filsafat Komunikasi

Etika Filsafat Komunikasi

A. Pengertian Etika Filsafat Komunikasi

Secara etimologi (bahasa) “etika” berasal dari kata bahasa yunani ethos. Dalam bentuk
tunggal “ethos” berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam
istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-
asas akhlak (moral). Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa
yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dalam
pembahasan ini, maka etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Secara etimologi atau asal usul bahasa, kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani,
“philosophia”, yang merupakan penggabungan dua kata yakni “philos” atau “philein” yang
berarti “cinta”, “mencintai” atau “pecinta” serta kata “sophia” yang berarti “kebijaksanaan”
atau “hikmat”. Dengan demikian, secara bahasa, Filsafat memliki arti “cinta akan
kebijaksanaan”. Cinta artinya hasrat yang besar atau berkobar-kobar atau yang sungguh-
sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.

Sedangkan secara epistimologi (istilah), terdapat ratusan rumusan pengertian filsafat.


Namun secara mendasar, Filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh untuk
menemukan kebenaran sejati.

Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara
mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika
membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus
menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia
seharusnya berbuat atau bertindak.

B. Etika Komunikasi

Etika komunikasi mencoba untuk mengolaborasi standar etis yang digunakan oleh
komunikator dan komunikan. Setidaknya ada 7 perspektif etika komunikasi[4] yang bisa
dilihat dalam perspektif yang bersangkutan, yaitu:

1. Perspektif politik. Dalam perspektif ini, etika untuk mengembangkan kebiasaan


ilmiah dalam praktek berkomunikasi, menumbuhkan bersikap adil dengan memilih
atas dasar kebebasan, pengutamaan motivasi, dan menanamkan penghargaan atas
perbedaan.
2. Perspektif sifat manusia. Sifat manusia yang paling mendasar adalah kemampuan
berpikir dan kemampuan menggunakan simbol. Ini berarti bahwa tindakan manusia
yang benar-benar manusiawi adalah berasal dari nasionalitas yang sadar akan apa
yang dilakukan dan dengan bebas untuk memilih melakukannya.
3.  Perspektif biologis. Komunikasi adalah proses transaksi dialogal dua arah. Sikap
dialogal adalah sikap setiap partisipan komunikasi yang ditandai oleh kualitas
keutamaan, seperti keterbukaan, kejujuran, kerukunan, intensitas, dan lain-lainnya.
4. Perspektif situasional. Faktor situasional adalah relevansi bagi setiap penilaian moral.
Ini berarti bahwa etika memperhatikan peran dan fungsi komunikator, standar
khalayak, derajat kesadaran, tingkat urgensi pelaksanaan komunikator, tujuan dan
nilai khalayak, standar khalayak untuk komunikasi etis.
5. Perspektif religious. Kitab suci atau habit religious dapat dipakai sebagai standar
mengevaluasi etika komunikasi. Pendekatan Al Kitabiyah dalam agama membantu
manusia untuk menemukan pedoman yang kurang lebih pasti dalam setiap tindakan
manusia.
6. Perspektif Utilitarian. Standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan
komunikasi dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesenangan, dan kegembiraan.
7. Perspektif legal. Perilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan peraturan
yang berlaku dan dianggap sebagai perilaku yang etis.
C. Etika dan Etiket
Menurut Ki Hajar Dewantara, etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal
kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai
gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan,
sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan.
Istilah etiket berasal dari etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu
kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan
pertemuan resmi, pesta, dan resepsi untuk kalangan para elit kerajaan atau bangsawan.
Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau
tata karma yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian, cara duduk, cara bersalaman,
cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh dengan
sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.
Pengertian etiket dan etika sering kali dicampuradukkan, padahal kedua istilah
tersebut memberikan arti yang berbeda walaupun ada persamaannya. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata
etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata karma dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya,
memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya
seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.[
Ada beberapa perbedaan pokok antara etika dan etiket, yaitu:
1. Etika menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang atau
kelompok tertentu. Etiket memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam
bertindak. Sementara itu, etika memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri.
Ketika menyangkut apakah suatu perbuatan bisa dilakukan antara ya dan tidak.
2.   Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial. Jadi, etiket selalu berlaku jika ada
orang lain. Sementara itu, etika tidak memperhatikan orang lain.
3. Etiket bersifat relatif. Dalam arti bahwa terjadi keragaman dalam menafsirkan
perilaku yang sesuai dengan etiket tertentu. Etika jauh lebih bersifat mutlak,
prinsip etika bisa sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar.
4. Etiket hanya menyangkut segi lahiriah saja. Sementara, etika lebih menyangkut
aspek internal manusia. Dalam hal etiket, orang bisa munafik. Tetapi dalam hal
dan perilaku etis, manusia tidak bisa bersifat kontradiktif.
D. Hubungan Filsafat dan Etika
Filsafat ialah seperangkat keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap, cita-cita, aspirasi-
aspirasi dan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan norma-norma, aturan-aturan dan prinsip etis.
Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan
pertimbangan-pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan-hubungan kemanusiaan
secara benar dan juga berbagai pengetahuan tentang apa yang buruk atau baik untuk
memutuskan bagaimana seseorang harus memilih dan bertindak dalam kehidupannya.
Hubungan etika dengan filsafat menurut Ibnu Sina adalah seperti indera bersama,
estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan
ide-ide dari alam sekelilingnya.
Etika filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu
mengenai kewajiban manusia, perbuatan baik-buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang
perbuatan manusia.  Immanuel kant berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika
yang tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai
kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika filsafat
merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada
pengertiannya mengenai baik dan buruk.
Etika sebagai cabang ilmu filsafat sebenarnya ialah yang membedakan manusia
daripada makhluk tuhan lainnya dan menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat
diatas mereka.

Sumber :

Google Book Muhammad Mufid- Etika dan Filsafat Komunikasi

Internet :

https://aurahastimulianda.blogspot.com/2019/12/makalah-filsafat-etika-dan-komunikasi.html

Anda mungkin juga menyukai