Anda di halaman 1dari 10

Makalah Etika Public Relations

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1998, Effendy menyebutkan istilah etika mempunyai dua pengertian, secara
luas dan secara sempit. Secara luas, dilihat dari istilah bahasa Inggris yakni ethics. Secara
etimologi berasal dari bahasa Yunani ethica yang berarti cabang filsafat mengenai nilai-nilai
dalam ikatannya dengan perilaku manusia, apakah tindakannya itu benar atau salah, baik
atau buruk; dengan kata lain itu benar atau salah, baik atau buruk, dengan kata lain etika
adalah filasafat moral yang menunjukkan bagaimana seseorang harus bertindak.
Etika dalam pengertian sempit atau dalam bahasa Inggris ethic (tanpa”s”) secara etimologis
berasal dari bahasa Latin “ethicus” atau bahasa Yunani “ethicos” yang berarti himpunan
asas-asas nilai atau moral.

Pendapat Kenneth E. Andersen, yang disitir Effendy (1998), mendefinisikan etika sebagai
suatu studi tentang nilai-nilai dan landasan bagi penerapannya. Ia bersangkutan dengan
pertanyaan-pertanyaan mengenai apa itu kebaikan atau keburukan dan bagaimana
seharusnya. Ia menyebutkan pula istilah-istilah etika (ethics, ethic), etis (ethical) moralitas
dan moral acapkali dipergunakan secara tertukar sehingga membingungkan. Tetapi etika
hanya berkaitan dengan tingkah laku atau perbuatan, suatu tindakan yang dilakukan secara
sengaja dalam keadaan sadar, sehingga patut dihukum. Bagaimana jenis hukuman dan
berat tidaknya hukuman yang dikenakan bergantung pada tindakan yang dilakukan.
Banyak perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja atau atas kehendaknya, seperti
mencangkul kebun, membersihkan mobil, mendirikan rumah, atau membunuh seseorang
yang direncanakan. Dalam kasus pembunuhan, penilaian terhadap perbuatan seperti itu
bergantung apakah direncanakan atau tidak. Itu semua berkaitan dengan hukuman yang
dijatuhkan kepada si pembunuh tersebut. Tetapi etika tidak membuat seorang menjadi baik,
menunjukkan kepadanya baik buruknya perbuatan itu. Meskipun demikian, etika turut
mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik dalam arti kata melakukan kewajiban
sebagaimana mestinya dan menjauhi larangan sebagaimana seharusnya.

Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama
halnya dengan berbicara moral. Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara
kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan
antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk didalamnya
membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika (Keraf, 1991 : 23).
Kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya
memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang
itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu
perbuatan.

Pengertian etiket menurut pendapat ahli yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik
dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain berkaitan dengan etiket
adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma
serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan
menyenangkan.

Menurut K. Bertens, dalam buku berjudul Etika, 1994 Penerbit Gramedia Jakarta, selain ada
persamaannya, ada empat perbedaan antara etika dan etiket yaitu secara umumnya
sebagai berikut:
• Etika adalah niat. Apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai pertimbangan
niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket adalah menetapkan cara, untuk melakukan
perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan.
• Etika adalah nurani (bathiniah). Bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari
sikap luarnya penuh dengan sopan santun dan kebaikan.
• Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi.
• Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan daerah
tertentu, tetapi belum tentu di daerah lainnya.
• Etika berlakunya tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket
hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu
tidak berlaku.
Manfaat etika dan etiket dalam PR sebagai landasan dan pedoman dalam melakukan
pekerjaan, karena pekerjaan PR yang berhubungan dengan tanggung jawab moral.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian etika.


2. Mengetahui pengertian public relations secara umum.
3. Untuk mengetahui etika apa saja yang ada dalam kegiatan public relations.
4. Mengetahui prinsip-prinsip etika dalam public relations.
5. Mengetahui hubungan etika dengan citra (image) dalam public relations.
6. Perihal etiket serta hubungannya dengan public relations.
7. Etika dalam kegiatan public relations.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika

Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dan dalam bentuk jamaknya
mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan) dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari -hari terdapat
perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang
identic dengan etika adalah sebagai berikut:

a. Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih
baik (su).
b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Sesungguhnya Etika tersebut merupakan studi tentang “benar atau salah” dalam tingkah
laku atau perilaku manusia (Right or wrong in human conduct). Pengertian etika menurut
beberapa pengamat, tokoh masyarakat, atau filsuf yaitu pendapat dari. I.R. Poedjawijatna,
dalam bukunya Etika, mengemukakan bahwa etika merupakan cabang dari filsafat. Etika
mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan benar yang sedalam-
dalamnya. Tugas etika adalah mencari ukuran baik-buruknya tingkah laku manusia. Etika
hendak mencari tindakan manusia manakah yang baik.
Menurut Ki Hajar Dewantara (1962), etika ialah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan
dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik
pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai
tujuan yang dapat merupakan perbuatan.

Menurut Austin Fogothey, dalam bukunya Rights and Reason Ethic (1953), etika
berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai
antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan hukum. Perbedaan terletak pada
aspek keharusan. Etika berbeda dengan teologi moral karena bersandar pada kaidah-
kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang dilahirkan tenaga manusia
sendiri. Etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang praktis mengenai “kelakuan benar dan
tidak benar” manusia dan dapat dimengerti oleh akal murni.

Definisi etika menurut William Lillie, dalam bukunya An Introduction to Ethics adalah “The
normative science of conduct of human beings living in societies is a science which judge
this conduct to be right or wrong to be good or bad, or in some similar way. This definition
says, first of all, that ethics is a science, and a science may be defined as a systematic and
more or less complete body of knowledge about a particular set of related events or objects.”

Pengertian dan definisi etika dari para filsuf atau ahli tersebut di atas berbeda-beda pokok
perhatiannya, antara lain:
a. merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak
(The principles of morality, including the science of good and the nature of the right);
b. pedoman perilaku yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari
kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human
actions);
c. ilmu watak manusia yang ideal dan prinsip-prinsip moral sebagai individual (The science
of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual);
d. merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).
Berkaitan dengan definisi atau pendapat para tokoh tersebut di atas tentang etika, dapat
ditarik suatu kesimpulan secara umum bahwa “etika merupakan kumpulan tata cara dan
sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab”. Pendapat lain berkaitan dengan
etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi
norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan
menyenangkan.

B. Pengertian Public Relations

Istilah “Public Relations” lahir di Amerika Serikat. Thomas Jefferson telah menggunakan
istlah ini dalam pesannya yang disampakan pada kongres ke-10 dalam tahun 1807. Tapi
apa yang dimaksud oleh Thomas Jefferson pada waktu itu dengan istlah “Public Relations”
adalah dihubungkan dengan “foreign relations” dari Amerika Serikat.
Seorang ahli dalam bidang public relations, Edward L. Bernays, ketika ia berkunjung ke
London pada akhir tahun 1966, telah mengemukakan pada suatu wawancara, bahwa ia
berhak untuk mendapat julukan “the father of publc relations” dan ia dapat mengklaim hak
ini, karena ia telah berjasa mempopulerkan istlah itu pada bukunya Crystalizing Public
Opinion, yang dterbitkan pada tahun 1923.

Tetapi sebagian orang menganggap, bahwa penemu public relations modern adalah ivy
Lee, karena pada tahun 1921 ia sudah mulai dengan secara regular menerbitkan sebuah
buletin yang berjudul Public Relations di New York. Sebelumnya nama ivy Lee sudah
terkenal juga dalam kalangan luas, karena jasa-jasanya yang dberikan pada suatu
perusahaan Kereta Api, yaitu Pennsylvania Railroad. Dalam perusahaan itu ia menjabat
sebagai “Excutive Assistant to The Presdent” dan ini merupakan, pengangkatan yang
pertama kali didunia bagi seorang Kepala Public relations pada tingkat policy making.
Dengan masuknya ivy Lee ke Pennsylvania Railroad, perusahaan itu mendapat sukses
yang besar sekali.

Seperti telah dikemukan, bahwa Public Relations dapat dikatakan sebagai “two-way-
communication”. Yang dimaksud dengan communication menurut William Albig dalam
bukunya “Public Opinion” adalah proses pengoperan lambang-lambang yang berarti
diantara individu-individu.
Dengan adanya reaksi publik, maka seluruh proses komunikasi akan terjadi didalam Public
Relations. Komunikasi selanjutnya akan meliputi response sebagai message yang
disampaikan komunikan tadi kepada si pengirim message (komunkator).

Berikut beberapa pengertian Public Relation:


1. Menurut J.C. Seidel, Public Relations Director, Division of Housing, State of New York.
Public Relation adalah proses yang kontinu dari usaha-usaha management untuk
memperoleh keuntungan dan pengertian dari para pelanggannya, pegawainya dan publik
umumnya.
2. W. Emerson Reck, Public Relation Director, Colgate Unversity
Public Relations adalah kelanjutan dari proses penetapan kebijaksanaan, penentuan
pelayanan-pelayangan dan sikap yang disesuaikan dengan kepentingan orang-orang atau
golongan agar orang atau lembaga itu memperoleh kepercayaan dan goodwill dari mereka.
3. Howard Bonham, Vice Chairman American National Red Cross
Public Relation adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik yang lebih baik, yang
dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap seseorang atau suatu organisasi.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Public Relations adalah suatu
kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, keuntungan, kepercayaan,
penghargaan pada dan dari publik suatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya.

C. Etika Dalam Kegiatan Public Relations

Telah kita ketahui ciri hakiki manusia bukanlah dalam hal pengertian wujud manusia (human
being), melainkan proses rohaniah yang tertuju kepada kebahagiaan yang menyangkut
watak, sifat, perangai, kepribadian, tingkah laku dan lain-lain, serta aspek-aspek yang
menyangkut kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia (Soekotjo, 1993:102).
Menurut Soekotjo (1993), karena itu dalam konteks hubungan di Indonesia, yang baik
terlebih lagi sebagai insan PR, maka akan tampak betapa pentingnya faktor etika. Disebut
orang penting karena sebelum melaksanakan hubungan manusia, sikap etis harus tercermin
terlebih dahulu pada diri seorang humas yang profesinya banyak menyangkut hubungan
manusia.

Terlebih lagi sebagai manusia Indonesia, yang sifat paternalistiknya masih tampak di mana-
mana, sikap etis seorang pemimpin terhadap bawahannya menjadi sangat penting karena
seorang pemimpin harus mencerminkan sikap seorang panutan yang akan disegani oleh
bawahan dan rekan-rekan sekerjanya. Aturan pertama dan pokok dari segala etika: Do what
you want from others do to you?.

Dalam hubungannya dengan kegiatan manajemen perusahaan sikap etislah yang harus
ditunjukkan seorang humas dalam profesinya sehari-hari. Seorang humas harus menguasai
etika-etika yang umum dan tidak umum antara lain:

1) Good communicator for internal and external public


2) Tidak terlepas dari faktor kejujuran (integrity) sebagai landasan utamanya
3) Memberikan kepada bawahan/karyawan adanya sense of belonging dan sense of wanted
pada perusahaannya (membuat mereka merasa diakui/dibutuhkan)
4) Etika sehari-hari dalam berkomunikasi dan berinteraksi harus tetap dijaga
5) Menyampaikan informasi-informasi penting kepada anggota dan kelompok yang
berkepentingan
6) Menghormati prinsip-prinsip rasa hormat terhadap nilai-nilai manusia
7) Menguasai teknik dan cara penanggulangan kasus-kasus, sehingga dapat memberikan
keputusan, dan pertimbangan secara bijaksana
8) Mengenal batas-batas yang berdasarkan pada moralitas dalam profesinya
9) Penuh dedikasi dalam profesinya
10) Menaati kode etik humas.
Etika Kehumasan atau Etika Profesi Humas merupakan bagian dari bidang etika khusus
atau etika terapan yang menyangkut dimensi sosial, khususnya bidang profesi (Etika Profesi
Humas). Kegiatan Humas atau profesi Humas (Public Relations Professional), baik secara
kelembagaan atau dalam struktur organisasi (PR by Function) maupun individual sebagai
penyandang profesional Humas (PRO by Professional) berfungsi untuk menghadapi dan
mengantisipasi tantangan ke depan, yaitu pergeseran system pemerintahan otokratik
menuju sistem reformasi yang lebih demokratik dalam era globalisasi yang ditandai dengan
munculnya kebebasan pers, mengeluarkan pendapat, opini dan berekspresi yang lebih
terbuka, serta kemampuan untuk berkompetitif dalam persaingan dan pasar bebas,
khususnya di bidang jasa teknologi informasi dan bisnis lainnya yang mampu menerobos
(penetration) batas-batas wilayah suatu Negara (borderless), dan sehingga dampaknya sulit
dibendung oleh negara lain sebagai target sasarannya.

Etika dalam industri PR juga dapat dikatakan dengan etika sosial. Etika sosial adalah
menyangkutkan hubungan manusia yang mempunyai sikap kritis terhadap setiap
pandangan-pandangan dunia dan ideologi-ideologi maupun tanggung jawab umat manusia
terhadap lingkungan hidup. Dalam pengertian etika sosial ini juga berkaitan dengan etika
profesi, etika profesi adalah aturan-aturan yang berkaitan dengan bidang yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap dan
sesuai, tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan dan kejuruan, juga belum
cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek
pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.

D. Prinsip-prinsip Etika Profesi Public Relations

Tuntutan profesional sangat erat dengan suatu kode etik setiap profesi. Kode etik itu
berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi. Di sini akan
dikemukakan empat prinsip etika profesi yang paling kurang berlaku untuk semua profesi
pada umumnya. Tentu saja prinsip-prinsip etika pada umumnya yang berlaku bagi semua
orang, juga berlaku bagi profesional sejauh mereka adalah manusia (Kerap, 1998:44).
Menurut Kerap, ada 4 prinsip etika profesi dalam Public Relation, yaitu :

1). Prinsip tanggung jawab adalah salah satu prinsip bagi kaum profesional. Bahkan
sedemikian pokoknya sehingga seakan tidak harus lagi dikatakan. Karena, sebagaimana
diuraikan di atas, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang yang
bertanggung jawab. Pertama bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap
kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang
dilayaninya.
2). Prinsip kedua adalah prinsip keadilan. Prinsip ini terutama menuntut orang yang
profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan kepentingan
tertentu, khususnya orang yang dilayaninya dalam rangka profesinya.
3). Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh
kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya
menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan konsekuensi dari hakikat profesi itu
sendiri. Hanya saja prinsip otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi
dibatasi oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan
profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. kedua, otonomi itu juga
dibatasi dalam pengertian bahwa kendati pemerintah di tempat pertama menghargai
otonomi kaum profesional, pemerintah tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut
campur tangan, agar pelaksanaan profesi tertentu tidak sampai merugikan umum.
4). Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa
orang yang profesional juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang tinggi.
Karena itu punya komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan
juga kepentingan orang lain atau masyarakat.

E. Etika dan Citra (Image) Dalam Public Relations

Pentingnya pemahaman etika bagi para pejabat humas karena menyangkut penampilan
(profile) dalam rangka menciptakan dan membina citra (image) organisasi yang diwakilinya.
Dua konsep penting dari humas tersebut diidentifikasikan oleh G.Sachs dalam karyanya The
Extent and Intention of PR/Information Activities sebagai berikut: “Citra (image) adalah
pengetahuan mengenai kita sikap-sikap terhadap kita yang mempunyai kelompok-kelompok
kepentingan yang berbeda. Penampilan (profile) adalah pengetahuan mengenai suatu sikap
terhadap kita yang kita inginkan mempunyai ragam kelompok kepentingan”.

Penjelasan G. Sachs, yang disitir Effendy (1998), dapat disimak bahwa citra adalah dunia
sekeliling kita yang memandang kita. Penampilan adalah definisi kita sendiri dari titik
pandang mengenai kita. Sifat penampilan selalu berorientasi ke masa depan, dan citra
menimbulkan efek tertunda serta menjadi subyek berbagai kendala dan gangguan.
Sehubungan dengan informasi dan komunikasi itu, timbul beberapa pertanyaan: informasi
apa yang dikomunikasikannya, siapa yang mengkomunikasikannya, siapa yang menjadikan
sasaran komunikasinya, dan lain sebagainya.

Dalam hubungannya dengan citra penampilan, tampak bahwa citra dan penampilan tidak
pernah serupa dan tidak pernah tepat. Citra menjadi sasaran faktor-faktor yang sama sekali
di luar kontrol kita. Mengenai faktor-faktor yang dapat kita pengaruhi dan yang
mempengaruhi citra kita, jelas bahwa kegiatan pengkomunikasian informasi yaitu cara
menyalurkan penampilan kita sangatlah penting karena merupakan kebijakan informasi.
Citra dan penampilan dalam kaitannya dengan etika dan nilai-nilai moral sudah disadari dan
dipermasalahkan sejak lama, sejak humas dikonseptualisasikan, lebih–lebih setelah
didirikan International Public Relation Association (IPRA). IPRA Code of Conduct, yaitu kode
etik atau kode perilaku dari organisai humas internasional itu, diterima dalam konvensinya di
Venice pada bulan Mei 1961. Berikut ini adalah ikhtisar dari kode etik tersebut.
1). Integritas pribadi dan profesional (standar moral yang tinggi), reputasi yang sehat,
ketaatan pada konstitusi dan kode IPRA.
2). Perilaku klien dan karyawan:
• Perlakuan yang adil terhadap klien dan karyawan.
• Tidak mewakili kepentingan yang berselisih bersaing tanpa persetujuan.
• Menjaga kepercayaan klien dan karyawan.
• Tidak menerima upah, kecuali dari klien lain atau majikan lain.
• Menjaga kompensasi yang tergantung pada pencapaian suatu hasil tertentu.
3). Perilaku terhadap publik dan media:
• Memperhatikan kepentingan umum dan harga diri seseorang
• Tidak merusak integritas media komunikasi
• Tidak menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan
• Memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai organisasi yang dilayani
• Tidak menciptakan atau menggunakan pengorganisasian palsu untuk melayani
kepentingan khusus atau kepentingan pribadi yang tidak terbuka.
4). Perilaku terhadap teman sejawat:
• Tidak melukai secara sengaja reputasi profesional atau praktek anggota lain.
• Tidak berupaya mengganti anggota lain dengan karyawannya atau kliennya.
• Bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi dan melaksanakan kode etik
ini.

F. Perihal Etiket Serta Hubungannya Dengan Public Relations

Istilah etiket sebagai terjemahan dari bahasa Perancis etiquette secara harfiah berarti
peringatan, secara maknawi menurut The Random House Dictionary of The English
Language, berarti persyaratan konvensional mengenai perilaku sosial (conventional
requirements as to social behavior). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etiket diartikan
sebagai tata cara dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antara
sesama manusianya.

Definisi di atas menjelaskan bahwa etiket adalah peraturan, baik secara tidak tertulis
maupun tertulis, mengenai pergaulan hidup manusia dalam suatu masyarakat yang
beradab. Perkataan “beradab” menunjukkan bahwa seseorang merasa dirinya beradab
harus mengenal tata cara hidup dalam pergaulan dengan manusia lain. Apabila ia tidak
peduli akan etiket pergaulan, maka ia akan dinilai tidak beradab. Lalu timbul pertanyaan,
apakah yang dimaksud dengan beradab atau peradaban itu? Peradaban atau sivilisasi
(civilization), menurut kamus di atas berarti sebuah keadaan masyarakat manusia yang
maju yang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu pengetahuan, industri, dan pemerintahan
pada tingkat tinggi (an advance state of human society, in which a high level of culture,
science, industry, and government has been reach).

Etiket berkaitan dengan tata cara pergaulan modern yang biasanya dihubungkan dengan
kehidupan bangsa barat yang memang telah mencapai taraf kebudayaan, ilmu
pengetahuan, industri, dan pemerintahan yang tinggi. Etiket dalam hal tertentu berhubungan
dengan etika, tetapi tidak selalu, sebab etika seperti telah dijelaskan tadi berhubungan
dengan penilaian benar atau salah dan baik atau buruk yang dilakukan secara sengaja.
Seorang yang berperilaku tidak etis dalam arti kata tidak mempedulikan etika adalah
menyinggung perasaan orang lain, kelompok lain, atau bangsa lain, karena tindakannya
dilakukan dengan sengaja. Seseorang yang tidak tahu etiket tidak dapat dinilai tidak etis.
Etiket berfungsi seseorang dinilai beradab sebagaimana disinggung diatas. Demikianlah
dalam pergaulan modern dikenal etiket berpakaian, etiket makan, etiket minum, etiket
bertamu, dan lain sebagainya.

Paparan di atas merupakan isyarat para pejabat humas betapa pentingnya etika dan etiket
bagi para pejabat humas dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, sebab penampilannya
menyangkut citra organisasi yang diwakilinya.
Kolonel William P. Nickols, Direktur Humas Angkatan Darat Amerika Serikat, pernah
menyajikan suatu ilustrasi yang sangat bagus kepada para tarunanya mengenai pentingnya
penjagaan citra organisasi yang menjadi tanggung jawab humas. Dia berucap begini:
“ Humas adalah ibarat cermin yang Anda pegang di depan organisasi Anda, sehingga Anda,
organisasi yang Anda wakili, dan publik, dapat melihat segala sesuatu yang tampak pada
cermin tersebut. Jika cermin itu retak, kotor dan banyak goresan, akan memantulkan
gambaran atau citra yang rusak di wajah organisasi Anda yang sebenarnya. Akan tetapi,
apabila cermin itu bersih cemerlang akan memperlihatkan wajah organisasi Anda yang
sebenarnya pula, terang dan jelas. Misalkan pada wajah organisasi Anda terdapat noda,
apakah karena penampilan Anda, kebijaksanaan Anda, atau kegiatan yang Anda lakukan,
maka itu semua dengan mudah dapat menyentuh perasaan publik Anda. Cermin yang cacat
tidak akan dapat menunjukkan noda-noda tadi. Dan Anda, demikian pula organisasi Anda
dan publik Anda tidak akan mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi. Sebaliknya
cermin yang utuh cemerlang akan membangkitkan perhatian untuk segera menghilangkan
noda-noda tersebut.”

Jadi humas diibaratkan cermin, dan yang bertugas memelihara dan bertanggung jawab atas
kebersihan itu adalah pejabat humas beserta staf yang dipimpinnya dengan cara senantiasa
menjaga etika dan etiket dalam pergaulan hidup sehari-hari, baik dengan publik internal
maupun eksternal.

G. Etika Dalam Kegiatan Public Relations

Sebenarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh PR officer harus beretika karena tujuan
umum dari berbagai kegiatan PR adalah cara menciptakan hubungan harmonis antara
organisasi/perusahaan yang diwakilinya dengan publiknya atau stakeholder. Hasil yang
diinginkan yaitu terciptanya citra positif (good image), kemauan baik (good will), saling
menghargai (mutual appreciation), saling timbul pengertian (mutual understanding), toleransi
(tolerance) antara kedua belah pihak. Jadi program kerja etika PR dilaksanakan melalui
berbagai kegiatan yang diantaranya adalah :
• Special event
• Social marketing public relations
• Marketing public relations
• Press and media relationship
• Business communication public relations
• Advertising public relations
• Crisis management and complaint handling public relations
• Public relations writing
• Public relations campaign
Kegiatan PR tersebut bukanlah pekerjaan yang sangat mudah, akan tetapi harus dikelola
secara profesional dan serius serta penuh konsentrasi, karena berkaitan dengan
kemampuan PR dalam manajemen teknis dan sebagai keterampilan manajerial agar dapat
mencapai tujuan atau sasaran sesuai dengan rencana yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang PR officer harus memiliki prinsip-prinsip :

a. Tanggung jawab
Seorang PR harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap profesi, hasil dan dampak yang
tampak yaitu:
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya artinya keputusan yang
diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan pada standar profesi. Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari
tindakan serta pelaksanaan profesi tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi,
organisasi/perusahaan dan masyarakat umum, serta keputusan atau hasil pekerjaan
tersebut dapat memberikan manfaat dan berguna yang baik bagi dirinya atau pihak lain.
Prinsip sebagai profesional harus berbuat yang baik dan tidak untuk berbuat sesuatu yang
merugikan.
Ketidakterikatan (kebebasan) Para profesional memiliki ketidakterikatan atau keberpihakan
dalam menjalankan profesinya tanpa merasa khawatir atau ragu-ragu, tetapi memiliki
komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan
oleh kode etik sebagai standard perilaku profesional.

b. Kejujuran
Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang dimilikinya, mengakui akan
kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan
diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan,
pelatihan dan pengalaman.

c. Keadilan
Dalam menjalankan profesinya maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak
dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain,
lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Selain itu
harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat dan milik bagi pihak
lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyek dalam kehidupan
masyarakat.

d. Otonomi
Seorang profesional memiliki kebebasan secara otonomi dalam menjalankan profesinya
sesuai dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuannya, organisasi dan departemen
yang dipimpinnya melakukan kegiatan operasional atau kerjasama yang terbebas dari
campur tangan pihak lain. Apapun yang dilakukannya itu adalah merupakan konsekuensi
dari tangggung jawab profesi, kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang
dimiliki bagi setiap profesional.

Anda mungkin juga menyukai