Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang dalam mengatur tingkah lakunya (Menurut K. Bertens dalam Saondi &
Suherman, 2010). Etika disebut juga filsafat moral merupakan cabang filsafat
yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak mempersoalkan keadaan
manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Tindakan manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma, diantaranya
norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan santun. Norma
hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari
agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari
kehidupan sehari-hari.
Etika dan moral sendiri sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat
karena manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat dipungkiri manusia tidak
bisa terlepas dari manusia yang lain. Hal tersebut memiliki arti yaitu mutlak
membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Manusia tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan bertetangga dan bermasyarakat. Kebiasaan yang benar dalam
berkehidupan di masyarakat kunci utamanya yaitu penerapan etika seperti
memperlihatkan sikap penuh sopan santun, rasa hormat terhadap keberadaan
orang lain dan mematuhi tata krama yang berlaku pada lingkungan tempat kita
berada (Nurdin, 1995).
Dalam melakukan hubungan sosial di masyarakat diperlukan etika sebagai
pedoman hidup dan kebiasaan yang baik untuk dianut dan diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Fakta tersebut menguatkan anggapan bahwa
masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang berbudaya dan memiliki
etika luhur dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Maka dari itu,
pemahaman akan etika dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat sangat
penting untuk dalam mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat (Oemar, 2012).

1
Etika dalam perkembangannya sangat memengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita. Dengan demikian, etika
ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya (Oemar, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Etika?
2. Bagaimana Etika Dalam Bidang Agama?
3. Bagaimana Etika Dalam Bidang Alam?
4. Bagaimana Etika Dalam Bidang Sosial?

1.3 Tujuan
1. Dapat memahami definisi dari Etika
2. Dapat memahami Etika Dalam Bidang Agama
3. Dapat memahami Etika Dalam Bidang Alam
4. Dapat memahami Etika Dalam Bidang Sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Etika


Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak
arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof
Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 322 SM ). Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki
mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya, etika
membahas tentang tingkah laku manusia (Srijanti, 2007).
Menurut K. Bertens, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya. Menurut
Martin (dalam Saondi & Suherman, 2010) Etika didefinisikan sebagai the
discipline which can act as the performance index or reference for our control
system. Dengan demikian etika akan memberikan semacam batasan maupun
standar yang akan mengatur pergaulan manusia dalam kelompok sosialnya yang
dapat dianggap sebagai sebuah pedoman. Maksud pedoman pergaulan tidak lain
untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang,
tenang, tenteram, terlindungi tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar
perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku
dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu
ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut

3
pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk
(Syaiful, 2009).
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran
baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika
membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari
sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.
Guru adalah salah satu profesi penting dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah. Oleh karena itu meningkatkan mutu pendidikan, berarti juga
meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi
kesejahteraan, tetapi juga profesionalnya. UU N0. 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat
(1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama adalah
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menulai, dan
mengevaluasi siswa pada pendidikan siswa usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar , dan pendidikan menengah. Sebagai siswa profesional guru
harus memiliki kompetensi kebelajar yang cukup. Kompetensi kebelajar itu
tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas belajar sebagai
guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan yang
menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten (Sinaga, 2004)
2.2 Etika Dalam Bidang Agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Agama merupakan hal yang tepat
untuk memberikan orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar
kehidupan dalam agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika
agar dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi (Al-Jazairi, 2003).
Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak
puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu, tetapi ia juga
ingin mengerti mengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat
membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan
interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat
maka agama menghadapi masalah moral yang secara langsung tidak

4
disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung, reproduksi
manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri
pada argumentasi rasional semata-mata sedangkan agama pada
wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka pada
mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang
dari semua agama dan pandangan dunia.
Islam adalah agama yang hadir di muka bumi ini untuk menyampaikan
ajaran-ajaran tentang kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia.
Ajaran-ajaran Islam perlu dipahami melalui jalan praksis karena fungsi agama ini
adalah untuk memberikan solusi-solusi yang terbaik atas segala problem sosial
yang ada dalam masyarakat. Tulisan ini membahas persoalan etika dan kaidah
agama dalam Islam yang ditinjau dari segi kesehatan. Sekiranya, persoalan etika
dan kaidah beragama adalah tema penting yang menarik untuk dibahas (Al-
Jazairi, 2003). Etika dan kaidah agama menjadi bahasan penting dalam wacana
pemikiran filsafat kontemporer. Namun, pembicaraan tentang etika kurang begitu
berkembang dalam Islam. Justru yang berkembang adalah kajian tentang
moralitas melalui sudut pandang fiqih Islam jadi etika berhubungan dengan
moralitas dan moralitas berhubungan dengan mental karena mental berhubungan
erat dengan kesehatan jiwa. Moralitas yang menjadi obyek kajian etika Islam
masih berbicara seputar etika secara individual, yaitu bagaimana memperbaiki diri
dan kepribadian dalam bekata, bersikap, dan berbuat. Sedang etika sosialnya
masih kurang mendapat tempat yang luas dalam kajian Islam yang berhubungan
dengan banyak sisi kehidupan antara lain kesehatan (Fakhry, 1996).
Seseorang yang mempunyai etika yang berlandaskan kaidah agama akan
memiliki mental yang baik akan bersikap dan bertingkah laku dengan baik dan
benar. Sehat dalam kaidah agama yang berhubungan dengan etika berhubungan
juga dengan mental, seseorang yang bermental baik akan memiliki etika yang baik
pula, berarti orang itu berfikiran dan berjiwa sehat, etika berhubungan dengan
sikap dan jiwa, seseorang yang berbadan sehat, belum tentu berjiwa sehat, jadi
etika berhubungan erat dengan kesehatan (Fakhry, 1996).

5
Secara psikologis Kaidah agama dapat saja dan secara faktual memang tidak
jarang mendorong manusia untuk hidup bermoral, sesuai dengan kaidah-kaidah
moralitas. Demikian pula, dalam kenyataannya orang yang beragama dengan
benar-benar akan membuahkan hidup bermoral yang baik. Menurut Sudarminta
(2003), walaupun logika di atas bisa dipahami, tapi sesungguhnya prinsip-prinsip
dasar moralitas dapat pula dikenali dan dipraktikkan oleh manusia yang tidak
beragama yang menggunakan pemikiran atau akal budinya. Bahkan, kita pun
sebenarnya sering melihat perilaku orang yang mengaku beragama tapi
perbuatannya sering tidak mengindahkan kaidah-kaidah moral yang diajarkan
dalam agama itu sendiri.Islam adalah agama moral yang memiki fungsi sebagai
jalan kebenaran untuk memperbaiki kehidupan sosial umat manusia.
Memahami Islam secara substantif akan menjadi panduan universal dalam
tindakan moral. Memahami Islam tidak hanya sebatas ritual ibadah saja, tapi perlu
juga dimaknai secara lebih luas, yaitu bagaimana usaha kita menjadikan Islam
sebagai panduan moral yang murni.
2.2.1. Memelihara Etika Manusia Berlandaskan Kaidah Agama
Manusia tanpa etika seringkali memiliki kelakuan yang abnornal yang
sering kita sebut gangguan mental. Gangguan mental dapat dikatakan sebagai
perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan
maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan
mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan
mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya
pada ketidak wajaran dalam berperilaku ini sesuai dengan Al-Quran (QS. Al-
Baqoroh 2:10)

Artinya: Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan
bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. yakni keyakinan
mereka terdahap kebenaran nabi Muhammad s.a.w. lemah. Kelemahan keyakinan
itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap nabi s.a.w., agama
dan orang-orang Islam. Adapun gangguan mental yang dijelaskan oleh
(Teichman, 2003) meliputi beberapa hal : Salah dalam penyesuaian sosial, orang

6
yang mengalami gangguan mental perilakunya bertentangan dengan kelompok
dimana dia ada. Ketidak bahagiaan secara subyektif
Kegagalan beradaptasi dengan lingkungan. Sebagian penderita gangguan
mental menerima pengobatan psikiatris dirumah sakit, namun ada sebagian yang
tidak mendapat pengobatan tersebut. Seseorang yang gagal dalam beradaptasi
secara positif dengan lingkungan nya dikatakan mengalami gangguan mental.
Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif lebih aktif
dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya. Atas
dasar pengertian ini tentu tidak mudah untuk mengukur ada tidaknya gangguan
mental pada seseorang, karena selain harus mengetahui potensi individunya juga
harus melihat konteks sosialnya.
2.2. Etika Dalam Bidang Alam atau Lingkungan
Manusia umumnya bergantung pada keadaan lingkungan sekitar (alam)
yang berupa sumber daya alam sebagai penunjang kehidupan sehari - hari, seperti
pemanfaatan air, udara, dan tanah yang merupakan sumber alam yang utama .
lingkungan yang sehat dapat terwujud jika manusia dan lingkungan dalam kondisi
yang baik. Krisis lingkungan yang terjadi pada saat ini adalah efek yang terjadi
akibat dari penggelolaan atau pemanfaatan lingkungan manusia tanpa
menghiraukan etika. dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi oleh
manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Manusia kurang peduli
terhadap norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya
dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern
menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam dieksploitasi
begitu saja dan mencemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan
kualitas sumber daya alam seperti pinahnya sebagian spesies dari muka bumi,
yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun
akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
manusia (Hargrove, 1989).
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi,
dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau

7
buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu
tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada
di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam
bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan
yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga
keseimbangan lingkungan tetap terjaga (Hargrove, 1989).
Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan
sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga
perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
emnjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan
energy.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.
2.3.1. Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya
dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal.
Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika
pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada
mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan
untuk kepentingan semua makhluk (Hargrove, 1989).

8
1. Ekologi dangkal (Shallaw ecology)
Merupakan paradigma yang menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan
manusia. Konsep ini mendudukkan lingkungan sebagai sarana yang dimanfaatkan
demi kebutuhan manusia. Dengan demikian, ekologi dangkal bersifat
antroposentris dalam artian mendudukkan manusia sebagai makhluk superior
yang punya wewenang bebas dalam melakukan eksploitasi dan pemanfaatan
lingkungan demi kebutuhannya.
Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam.
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya
dinegara miskin.
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
2. Ekologi dalam (Deep ecology)
Merupakan etika yang memandang bahwa manusia merupakan bagian
integral dari lingkungannya. Konsep ini menempatkan sistem etika baru dan
memiliki implikasi positif dalam kelestarian alam.
Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan
memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan
karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah
bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan
komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah
komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam.
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.

9
3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan
sewenang-wenang.
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7. Menghargai dan memelihara tata alam.
8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif
yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
Kedua Etika Lingkungan memiliki beberapa perbedaan-perbedaan seperti
diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab
langsung atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling
tidak dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan
norma-norma mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan
terhadap alam ini. Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi
sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
2.3.2. Masalah yang Berkaitan Dengan Lingkungan Hidup
Pencemaran dan kemerosotan mutu lingkungan hidup manusia karena
ulah manusia itu sendiri yang merusak habitatnya sendiri. Pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat manusia terkadang tanpa
disertai dengan wawasan lingkungan yang benar dan kesadaran yang cukup dalam
memanfaatkan sumberdaya alam, hal tersebut tentu akan menyebabkan
kemerosotan mutu lingkungan. Dalam proses produksi misalnya diperlukan
proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan. Perusahaan hendaknya
memperhatikan limbah yang dihasilkan. Jadi pada dasamya manusia itu harus
memiliki komitmen moral untuk menciptakan solidaritas kemanusiaan agar lebih
peduli terhadap penciptaan keharmonisan hidup sesama manusia dengan
lingkungannya secara serasi dan seimbang (Herimanto, 2010). Setidaknya ada
enam masalah yang timbul berkaitan dengan lingkungan, yaitu:

10
(1) Limbah Beracun
Seringkali perusahaan membuang limbahnya ke sungai di
sekitarnya, tanpa terlebih dahulu mengolahnya menjadi tak beracun.
Akibatnya air sungai menjadi tercemar sehingga tidak layak dipakai, ikan-
ikan menjadi mati, bahkan limbah tersebut merembes ke air tanah
mengakibatkan air tanah tidak layak untuk dikonsumsi, dan tentu hal ini
dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
(2) Efek Rumah Kaca
Naiknya suhu permukaan bumi disebabkan karena panas yang
diterima bumi terhalang oleh partikel-partikel gas yang dilemparkan dalam
atmosfer karena ulah manusia, sehingga tidak bisa keluar. Penyebabnya
diantaranya adalah karena pembakaran produk-produk minyak bumi dan
batu bara. Hal ini akan berdampak negatif yaitu memperluas padang pasir,
melelehkan lapisan es di kutub serta meningkatkan permukaan air laut.
(3) Perusakan Lapisan Ozon
Lapisan ozon berfungsi untuk menyaring sinar ultraviolet. Namun
sekarang lapisan ozon semakin rusak, hal ini dapat terjadi karena
pelepasan gas klorofluorokarbon (CFC) ke udara, pengaruh terbesar
disebabkan karena penyemprotan aerosol, lemari es, dan AC.
(4) Hujan Asam
Asam dari emisi industri bergabung dengan air hujan, yang
nantinya akan masuk ke dalam tanah, danau ataupun sungai. Tentunya hal
ini dapat mengakibatkan kerusakan hutan, merusak gedung, dan bahkan
bisa menghancur-kan logam-logam beracun karena derajat keasamannya.
(5) Penebangan Hutan
Penebangan hutan secara liar tanpa menghijaukannya kembali tentu
berakibat sangat buruk.Hal ini sudah dibuktikan dengan bencana yang
terjadi akhir-akhir ini, dimana longsor dan banjir bandang telah menelan
korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.
(6) Pencemaran Udara
Polusi udara bukanlah barang baru, udara telah bersama kita
semenjak terjadinya Revolusi industri dunia, saat cerobong-cerobong asap

11
pabrik mulai berdiri. Terutama dikeluarkan dari pembuangan kendaraan
bermotor dan proses industri. Ditambah lagi dengan kebakaran hutan yang
asapnya sangat mempengaruhi kesehatan dan juga mengganggu jarak
pandang kita.
2.3.4. Teori Etika Lingkungan
Terdapat 3 (tiga) pandangan teori mengenai etika lingkungan menurut
(Soeriaatmadja, 2003), sebagaimana diuraikan sebagai berikut:
1. Teori Antroposentrisme
Teori ini memandang manusia sebagai pusat dari system alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitannya dengan alam, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat
perhatian dan nilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Bagi teori ini etika
hanya berlaku bagi manusia, segala tuntutan terhadap kewajiban dan
tanggungjawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sesuatu yang
berlebihan, kalaupun ada itu semata-mata demi memenuhi kepentingan sesama
manusia. Teori semacam ini dinilai bersifat instrumentalistik (karena menganggap
pola hubungan manusia dan alam dilihat hanya dalam relasi instrumental,
kalaupun peduli demi memenuhi kebutuhan manusia) dan egoistis (karena hanya
mengutamakan kepentingan manusia).
2.Teori Biosentrisme
Teori ini menganggap alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas
dari kepentingan manusia. Ciri etika ini adalah biocentric, karena menganggap
setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya
sendiri. Alam perlu diperlakukan secara moral terlepas dari apakah ia berguna
atau tidak bagi manusia. Sehingga etika tidak lagi dipahami secara terbatas pada
komunitas manusia, namun berlaku juga bagi seluruh komunitas biotis, termasuk
komunitas makhluk hidup lain.
3.Teori Ekosentrisme
Etika ini memusatkan pada seluruh komunitas ekologis baik yang hidup
maupun tidak, karena secara ekologis makhluk hidup dan benda-benda abiotis

12
lainnya saling terkait satu sama lain. Salah satu versi yang terkenal dari teori ini
adalah Deep Ecology. Teori ini memusatkan perhatian pada kepada semua
spesies, termasuk spesies bukan manusia, dan menekankan perhatiannya pada
jangka panjang, dan tak kalah pentingnya merupakan gerakan diantara orang-
orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung suatu gaya
hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan
dan politik.
2.3.4. Prinsip Etika Lingkungan Hidup
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam
berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun
perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam (Keraf,
2002):
(1) Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)
Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam
semesta perlu untuk dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia
mem-punyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia
maupun makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Hormat terhadap
alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya.
(2) Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan
tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan
manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta
bertanggungjawab pula untuk menjaganya. Tanggung jawab ini bukan saja
bersifat individual tetapi juga kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam merupakan
tanggungjawab bersama seluruh umat manusia. Semua orang harus bisa
bekerjasama bahu membahu untuk menjaga dan meles-tarikan alam dan
mencegah serta memulihkan kerusakan alam, serta saling mengingatkan,
melarang dan menghukum siapa saja yang merusak alam.

13
(3) Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib sepenanggungan
dengan alam dan sesama makhluk hidup lain. Prinsip ini bisa mendorong manusia
untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan di alam ini. Prinsip ini
berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmonisasikan manusia dengan
ekosistemnya dan untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-bats
keseimbangan kosmis. Solidaritas ini juga mendorong manusia untuk mengutuk
dan menentang setiap tindakan yang menyakitkan binatang tertentu atau bahakn
memusnakan spesies tertentu.
(4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring for Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi
semata-mata demi kepentingan alam. Dengan semakin peduli terhadap alam,
maka manusia menjadi semakin matang dengan identitas yang kuat.
(5) Prinsip No Harm
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan
tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk
hidup lain di alam semesta ini (no harm). Jadi kewajiban dan tanggung jawab
moral dapat dinyatakan dengan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan
alam, dan tidak melakukan tindakan seperti membakar hutan dan membuang
limbah sembarangan.
(6) Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan
menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada batas untuk hidup secara layak
sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
(7) Prinsip Keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua
kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan
pengelplaan dan pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.Dalam prinsip
ini kita perlu memerhatikan kepentingan masyarakat adat secara lebih khusus,
karena dalam segi pemanfaatan sumber daya alam dibandingkan dengan
masyarakat modern akan kalah dari segi permodalan, teknologi, informasi dan
sebagainya, sehingga kepentingan masyarakat sangat rentan dan terancam.

14
(8) Prinsip Demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan
pluralitas. Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan,
keanekaragaman dan pluraritas.
Prinsip ini sangat relevan dengan pengam-bilan kebijakan di bidang lingkungan,
dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan hidup.
(9) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai sikap dan
perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang
mengamankan kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang
lingkungan.
Prinsip-prinsip etika lingkungan perlu diupayakan dan diimplemen-tasikan
dalam kehidupan manusia karena krisis, persoalan ekologi dan bencana aiam yang
terjadi pada dasamya diakibatkan oleh pemahaman yang salah. Yaitu bahwa alam
adalah obyek yang boleh diperlakukan dan dieksploitasi sesuai kehendak kita.
Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah dan
diimplementasikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata hanya
pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu memberikan bobot yang
setara pada aspek-aspek sosial, budaya dan lingkungan. Kerusakan yang terjadi
pada masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh kita sekarang ini, namun juga
akan dirasakan pula oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang
dilakukan harus merupakan pembangunan membumi yang selalu selaras dengan
keseimbangan alam. Pembangunan membumi dapat dikatakan identik dengan
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
2.4. Etika Bidang Sosial
Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku
manusia sebagai anggota umat manusia terhadap manusia lainnya. Etika sosial
menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun
secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangana dunia dan ideologi-ideologi, maupun tanggung jawab
umat manusia terhadap lingkungan hidupnya bersama orang lain.

15
Pada makalah ini, kami memusatkan etika sosial ke dalam dunia
pendidikan yang akan membahas mengenai etika pendidikan dan etika profesi
pendidik/guru.
2.4.1 Etika Pendidikan
Etika pendidikan merupakan sebuah proses pendidikan yang berlangsung
secara etis dan terus-menerus dalam kehidupan seseorang melalui pengajaran dan
penekanan terhadap etika itu sendiri sehingga kemampuan, bakat, kecakapan dan
minatnya dapat dikembangkan seimbang dengan etika yang baik dan benar dalam
kehidupannya. Hampir semua orang dikenali pendidikan dan melaksanakan
pendidikan. Pendidikan tidak terpisah dari etika dalam kehidupan manusia. Anak-
anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah
dewasa dan berkeluarga, mereka juga akan mendidik anak mereka dengan baik
dan sopan sesuai dengan etika yang baik (Pidarta, 2007).
Etika dan pendidikan merupakan dua pokok yang saling berkaitan,
seseorang yang memiliki pendidikan akan dilihat dari cara dan gaya hidupnya
yang menunjukkan sifat-sifat serta perkataan yang sopan dan santun. Hal ini
dibentuk untuk landasan etika, karena menurut Tirtaraharja (2005) Pendidikan
bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi
kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan benih untuk menjadi manusia
seutuhnya, dan pendidikan yang berlangsung dengan lancar dan berhasil, ketika
seorang pendidik dapat memahami dan menerapkan konsep keteladanan yang
baik berdasarkan etika dan moral yang baik.
Etika pendidikan didasarkan pada sebuah kajian nyata bahwa manusia
harus melakukan sesuatu dalam tindakan yang beretika, termasuk di dalamnya
proses belajar mengajar dalam dunia pendidikan. Proses pendidikan harus
dijalankan dengan etika yang baik dan benar, karena pendidikan bukan saja
berbicara dari sisi penanaman nilai yang baik melalui pembelajaran tetapi juga
berbicara dari sisi penerapan etika, baik kepada pendidik maupun peserta didik.
Kemudian dalam kaitan etika pendidikan dan pembelajaran sebagai proses dari
pendidikan itu sendiri, tugas pendidik adalah sebagai perencana, pelaksana dan
sebagai penilai keberhasilan belajarpeserta didik. Tugas tersebut bertujuan untuk
membantu peserta didik mendapatkan pengetahuan, kemahiran dan keterampilan,

16
serta nilai dan sikap tertentu. Agar peserta didik mempunyai nilai dan sikap yang
diharapkan, sesuai standar yang berlaku di masyarakat, guru atau pendidik harus
melaksanakan tugasnya berdasarkan standar moral dan etika yang baik dan benar.
2.4.1.1 Etika Profesi Guru
Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih
umum. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma
ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma terebut sudah
tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem
norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa
yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa
yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara
atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan
kedalam standaart perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah
keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Kode etik dijadikan
standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai pedoman
(guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan
mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi
merupakan monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak
istimewa yang melindungi kepentingan pribadi yang betentangan dengan
masyarakat. Asmani (2009) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang
memaksa perilaku etis anggota profesi.
Dalam pembahasan ini akan diterangkan secara singkat tentang sejarah
lahirnya Kode Etik Guru Indonesia. Adapun untuk menelusuri sejarahnya terlebih
dahulu kita melihat ke belakang istilah adanya kode etik yang digunakan secara
formal. Istilah kode etik tenaga kependidikan yang dirumuskan secara tertulis
untuk pertama kalinya oleh The National Education Association (NEA) pada
tahun 1929, yaitu A Code Ethics for The Teaching Profession. Kemudian
kode etik ini mengalami perbaikan dan revisi pada tahun 1941, 1953 dan terakhir
tahun 1963. The National Education Association (NEA) ini merupakan organisasi
professional dalam bidang pendidikan di Amerika. Sedangkan Kode Etik Guru

17
Indonesia dalam perumusannya/waktu kelahirannya mengalami 4 (empat) tahap
yaitu :
a. Tahap pembahasan/ perumusan (tahun 1971/1973)
b. Tahap pengesahan (kongres XIII, November 1973)
c. Tahap penguraian (kongres XIV, Juni 1979)
d. Tahap penyempurnaan (kongres PGRI XIV, Juli 1989)
Sedangkan materi Kode Etik Guru Indonesia secara spesifik adalah berisikan
beberapa butir-butir dan penjelasannya telah disempurnakan dan ditetapkan oleh
Kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta. Pada prinsipnya guru Indonesia
menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, Bangsa dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia
berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945 turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh karena itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan dengan mempedomani dasar-dasar sebagai berikut (Soetomo, 1993) :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik
masingmasing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi
tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memlihara hubungan
dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak
didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama, mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru beik
berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.

18
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan
organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Demikianlah konsep dari Kode Etik Guru Indonesia yang harus
ditaati, dihormati dan diamalkan selama ini dan digunakan sebagai pedoman
hidup, tuntunan sikap dan perbuatan serta berkarya oleh guru Indonesia dalam
melaksanakan kependidikan disuatu sekolah keluarga dan masyarakat. Artinya
bahwa setiap guru baik dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan di dalam
sekolah maupun berperilaku sehari-hari di luar sekolah harus sesuai dengan
kaidah atau garis etika tersebut. Sehingga guru akan menjadi profesional di dalam
kelas dan teladan yang baik (digugu dan ditiru) di luar aktivitas belajar mengajar
di sekolah.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut
sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran. Pada dasarnya, etika membahas tentang tingkah laku manusia (Srijanti,
2007). Seseorang yang mempunyai etika yang berlandaskan kaidah agama akan
memiliki mental yang baik akan bersikap dan bertingkah laku dengan baik dan
benar. Prinsip etika lingkungan dapat menjadi pegangan dan tuntutan bagi
perilaku kita dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara
langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu
terhadap alam karena seorang pendidik harus menanamkan prilaku yang baik
kepada siswa mengenai lingkungan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia
dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga,
masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangana dunia dan
ideologi-ideologi, maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan
hidupnya bersama orang lain. Etika sosial berisi etika pendidikan yang
mengandung kode etik profesi guru yang berisi nilai-nilai professional suatu
profesi, sehingga guru akan menjadi profesional di dalam kelas dan teladan yang
baik (digugu dan ditiru) di luar aktivitas belajar mengajar di sekolah.
3.2 Saran
Sebagai calon guru, hendaknya kita mengetahui berbagai macam etika,
sehingga calon guru dapat berperilaku baik serta dapat menanamkan berbagai
nilai positif kepada peserta didik yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa yang
berbudi luhur.

20
Daftar Pustaka
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta :
Lentera
Asmani, Jamal Mamur. 2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan
Profesional. Jakarta : Rineka Cipta
Fakhry, Majid. 1996. Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hargrove, Eugene C.1989.Etika Lingkungan Dasar. New Jersey : Prentice Hall
Herimanto, Winarto.2010.Ilmu Sosial & Budaya Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
Nurdin, Muslim, dkk. 1995. Moral dan Kognisi Islam. Bandung : CV Alvabeta.
Oemar, Akbar. 2012. Teori-teori Etika. Semarang; Universitas Pandanaran
Pidarta, Made.2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Saondi, dan Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengatar Studi Akhlak. Jakarta : PT
Raja Grafmdo Persada
Soeriaatmadja, R.E.2003.Ilmu Lingkungan.Bandung: ITB
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya : Usaha
Nasional
Srijanti, Purwanto, & Artiningrum. 2007. Etika Membangun Sikap dan
Profesionalisme Sarjana. Jakarta: Univ. Mercu Buana
Sudarminta, J. 2013. Etika Umum. Yogyakarta : Kanisius
Syaiful, Sagala. 2009. Kemampuan Professional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta
Teichman, Jenny. 2003. Etika Sosial. Yogkayarta : Kanisius
Tirtaraharja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

21
22
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera:
Jakarta Fakhry, Majid. 1996. Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Hargrove, Eugene C.1989.Etika Lingkungan Dasar.Prentice Hall:New Jersey
Herimanto, Winarto.2010.Ilmu Sosial & Budaya Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
Nurdin, Muslim, dkk. 1995. Moral dan Kognisi Islam. Bandung : CV Alvabeta.
Oemar, Akbar. 2012. Teori-teori Etika. Semarang; Universitas Pandanaran
Saondi, dan Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengatar Studi Akhlak. Jakarta : PT
Raja Grafmdo Persada
Soeriaatmadja, R.E.2003.Ilmu Lingkungan.Bandung: ITB
Srijanti, Purwanto, & Artiningrum. 2007. Etika Membangun Sikap dan
Profesionalisme Sarjana. Jakarta: Univ. Mercu Buana
Sudarminta, J. 2013. Etika Umum. Kanisius: Yogyakarta
Syaiful, Sagala. 2009. Kemampuan Professional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta
Teichman, Jenny. 2003. Etika Sosial. Kanisius: Yogkayarta

23

Anda mungkin juga menyukai