Anda di halaman 1dari 31

1.

ISU DAN PERMASALAHAN KAUM PEREMPUAN

A. Masalah Kekerasan Pada Permpuan


CATAHU 2022 merekam isu-isu khusus yang muncul dari kasus-kasus yang
ditangani Komnas Perempuan. Di antaranya :
1). KBG terhadap perempuan oleh pejabat publik, ASN, tenaga medis, anggota
TNI, dan anggota Polri. Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang
dilakukan oleh kelompok yang seharusnya jadi pelindung, tauladan dan pihak
yang dihormati ini sekitar 9% dari jumlah total pelaku. Pejabat publik, aparatur
sipil negara
(ASN), tenaga medis, anggota TNI dan Anggota Polri menjadi sorotan karena
memiliki kekhasan terkait kekuasaan berlapis baik kekuasaan patriarkis termasuk
relasi kekeluargaan, ekonomi maupun kekuasaan jabatan dan pengaruh yang
dimiliki oleh pelaku. Terjadi impunitas, korban tidak mendapatkan dukungan
penyelesaian
kasus pada sistem peradilan pidana, kebenaran kekerasan yang dialaminya
disangkal yang mengakibatkan korban bungkam dan meminta mutasi ke kota lain.

2). kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap perempuan


berhadapan dengan hukum (PBH) yang diidentifikasi telah mengalami
penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan
merendahkan martabat manusia dalam proses pemeriksaan. Bentuk penyiksaan
seksual seperti penelanjangan, pemerkosaan, kekerasan verbal termasuk
pelecehan seksual dan kekerasan fisik.

3). Ketiga, kekerasan terhadap PPHAM pada 2021 memperlihatkan pendamping


korban KBG merupakan yang paling rentan mengalami serangan. Para
pendamping pada lembaga layanan berbasis pemerintah seperti UPTD dan
P2TP2A mulai melaporkan serangan yang berkaitan dengan kerja-kerja HAM.

4). Keempat, konflik di Papua dan pandemi Covid 19 yang telah mengakibatkan
menurunnya kualitas hidup perempuan Papua. Angka kekerasan terhadap
perempuan Papua dengan HIV/AIDS di Provinsi Papua dan Papua Barat tercatat
tinggi pada masa pandemi Covid-19, situasi mereka juga nyaris tak terpantau.
Situasi disabilitas mental, yang salah satunya disebabkan KdRT, juga masih
mengalami tantangan. Minimnya layanan terintegrasi antara isu HIV/AIDS dan
kekerasan terhadap perempuan atau disabilitas mental dan kekerasan terhadap
perempuan menjadi salah satu penyebab.
Komnas Perempuan mencatat kemajuan kebijakan tahun 2021, di
antaranya
a) adanya rintisan inisiatif perumus kebijakan di sektor tata kelola pemerintahan,
sumber daya manusia, dan pendidikan terkait upaya pencegahan dan penanganan
kekerasan
terhadap perempuan baik oleh pemerintahan daerah maupun pemerintah pusat;

b) adanya upaya pemenuhan hak atas administrasi kependudukan (adminduk)


yang
nondiskriminatif bagi seluruh WNI tanpa kecuali termasuk transgender, kelompok
disabilitas, dan masyarakat adat wilayah terpencil oleh Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil), didukung pula Layanan
Call
Center SAPA 129 KemenPPPA untuk akses bagi korban atau pelapor dalam
pengaduan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dan anak.

B. Masalah Pendidikan Perempuan


Komitmen internasional terhadap pendidikan anak perempuan dapat dilihat
dari penyusunan
Millennium Development Goals (MDGs) dan Dakar Framework for Action 2000,
yang menempatkan pendidikan perempuan dalam kerangka kerja utama.
Kepedulian internasional juga terlihat dari tujuan pendidikan yang disebutkan
PBB untuk menghindari kekerasan dan
mendukung resolusi damai, demokrasi, dan lingkungan (UNESCO, 2018). Selain
itu, berbagai insentif disediakan untuk memastikan perempuan di sekolah.
Setidaknya ada tiga alasan yang membuat dunia internasional dan nasional
menaruh perhatian pada pendidikan perempuan, yaitu:
1) pendidikan penting untuk memenuhi hak-hak perempuan dan mendukung
agenda pembangunan.
2) meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
3) mengura masalah perubahan iklim.

Seperti dijelaskan sebelumnya, manfaat pendidikan perempuan bervariasi,


hal itu dapat dilihat sebagai berikut:
a). meningkatkan akses perempuan terhadap ekonomi dan pembangunan.
Perempuan dengan pendidikan diyakini mendapatkan kesempatan kerja yang
lebih luas dan pendapatan yang lebih baik karena pendidikan formal
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan individu untuk masuk ke pekerjaan
berpenghasilan lebih tinggi. Dampak jangka panjangnya adalah akses ekonomi
memberdayakan individu untuk mengakhiri pernikahan anak dan memutus siklus
kemiskinan antargenerasi. Di Indonesia, di mana prevalensi pernikahan anak
masih tinggi, anak perempuan tiga kali lebih kecil kemungkinannya untuk
menikah sebelum usia 18 tahun jika kepala rumah tangga tamat universitas
daripada sekolah dasar (Child Marriage Factsheet, 2016). Video yang diterbitkan
oleh Nike Foundation dalam projek Girl Effect, mengungkapkan jika wanita
muda di negara-negara selatan (south global) pergi ke sekolah, mereka akan
menunda pernikahan, menunda kehamilan, berpartisipasi di tempat kerja,
merawat keluarga, berpartisipasi penuh dalam masyarakat, dan akhirnya
membantu masyarakat ke luar dari kemiskinan.

b). Kedua, manfaat pendidikan perempuan terkait kesehatan, misalnya menekan


kemungkinan tertular HIV (PBB, 1995). Perhatian terhadap pendidikan remaja
putri juga akan memberikan manfaat untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak
(Schultz, 2002, dan Thomas et al., 1991). Perempuan yang memiliki akses
pendidikan dianggap memiliki pengetahuan lebih untuk menjaga kesehatan anak
dan keluarga. Terakhir, sejumlah penelitian mengatakan pendidikan membantu
mengurangi kerentanan terhadap bencana dan meningkatkan adaptasi terhadap
perubahan iklim (Patt et al., 2010).

C. Masalah Ekonomi perempuan


Hasil Susenas 2010 menunjukkan bahwa secara nasional jumlah penduduk
Indonesia tahun 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, jumlah penduduk laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan. Persentase penduduk laki-laki sebesar 50,17
persen, sedangkan perempuan sebesar 49,83 persen. Namun kualitas hidup
perempuan masih lebih rendah daripada kaum laki-laki. Potensi kuantitatif dari
SDM perempuan Dilihat menurut jenis kelamin, komposisi penduduk produktif
ternyata lebih banyak penduduk perempuannya dibandingkan lakilaki, yaitu 66,11
persen berbanding 65,36 persen. Walaupun jumlahnya seimbang, namun kualitas
hidup perempuan masih lebih rendah daripada kaum laki-laki.

D. Masalah Rendahnya Kepercayaan Diri Perempuan


Instone, Major, Bungker (dalam Palupi & Nashori, 2009) menyatakan
bahwa perempuan memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah daripada
lakilaki. Hal tersebut disebabkan perempuan lebih cenderung memiliki perasaan
yang tidak berdaya daripada laki-laki. Menurut Lauster (dalam Widyaningtyas &
Farid, 2014) aspek-aspek kepercayaan diri, yaitu: ambisi, mandiri,
optimis, peduli, toleransi. Pada kenyataannya, dalam penelitian Ifdil, Denich dan
Ilyas (2017) mengenai kepercayaan diri yang berjudul hubungan body image
dengan kepercayaan diri remaja putri dengan subjek sebanyak 77 remaja putri,
menunjukkan kondisi kepercayaan diri remaja putri yang berada pada kategori
sedang sebanyak 28 orang dengan persentase 36%, kategori rendah sebanyak 21
orang dengan persentase 27%, kategori tinggi sebanyak 20 orang dengan
persentase 26%, kategori sangat tinggi sebanyak 6 orang dengan persentase 8%,
dan kategori sangat rendah sebanyak 2 orang dengan persentase 3%.
Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor faktor-faktor
yang mempengaruhi kepercayaan diri meliputi: body dissatisfaction (Izza &
Mahardayani, 2012), pola asuh orang tua (Langkutoy, Sinalungan, & Opod,
2015), penampilan fisik (Ifdil, Denich & Ilyas, 2017), dukungan sosial teman
sebaya (Lestari, 2107), dan konsep diri ( Suhardhani & Savira, 2017). Dari
beberapa faktor tersebut, peneliti memilih body dissatisfaction, karena
berdasarkan data hasil penelitian diatas, salah satu faktor kepercayaan diri adalah
body dissatisfaction, kemudian pernyataan tersebut didukung penelitian
sebelumnya namun dengan subjek yang berbeda yaitu dengan judul hubungan
antara body dissatisfaction dengan kepercayaan diri remaja putri di tahun 2014.
Hasilnya ada hubungan negatif antara body dissatisfaction dengan
kepercayaan diri remaja putri dengan sumbangan yang diberikan body
dissatisfaction pada kepercayaan diri yaitu mencapai 8,90%.Menurut Rosen dan
Reiter (1995) body dissatisfaction adalah keterpakuan pikiran akan penilaian yang
negatif terhadap tampilan fisik dan adanya rasa malu terhadap tampilan fisik
ketika berada di lingkungan sosial. Kemudian, menurut Sumali, Sukamto, dan
Mulya (dalam Kartikasari 2013), body dissatisfaction adalah suatu bentuk
ketidakpuasan terhadap tubuh yang merupakan hasil dari pengalaman individu
dan juga merupakan hasil dari lingkungan. Aspek-aspek body dissatisfaction
menurut Rosen & Reiter (1995), antara lain: penilaian negatif terhadap bentuk
tubuh, perasaan malu terhadap bentuk tubuh ketika berada di lingkungan sosial,
body checking, kamuflase tubuh, menghindari aktivitas sosial dan kontak fisik.

E. Perlindungan Hukun Hak Asasi Perempuan Di Indonesia


Diantara Peraturan Perundangundangan yang mengandung muatan
perlindungan hak asasi perempuan adalah: Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-undang Politik
(UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian Inpres Nomor 9
Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG) dan Kerpres No. 181 Tahun
1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005.
1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM UU ini mengartikan
HAM sebagai, “...seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia” (Pasal 1 ayat (1)).
Dengan adanya UU HAM, semua peraturan perundang-undangan harus sejalan
dengan prinsip-prinsip perlindungan HAM seperti diatur dalam UU ini.
Diantaranya penghapusan diskriminasi berdasarkan agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan
keyakinan politik. Pelarangan diskriminasi diatur dalam Pasal 3 ayat (3), yang
berbunyi: “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat
(3) menjelaskan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin telah dilarang oleh
hukum. Aturan hukum lainnya harus meniadakan diskriminasi dalam setiap aspek
kehidupan, sosial, politik, ekonomi, budaya dan hukum. Pasal-pasalnya dalam UU
HAM ini selalu ditujukan kepada setiap orang, ini berarti semua hal yang diatur
dalam UU HAM ini ditujukan bagi
semua orang dari semua golongan dan jenis kelamin apapun.

2). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT


Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pada awalnya tidaklah dianggap sebagai
pelanggaran hak asasi perempuan. Letaknya pada ranah domestik menjadikan
KDRT sebagai jenis kejahatan yang sering tidak tersentuh hukum. Ketika ada
pelaporan KDRT kepada pihak yang berwajib, maka biasanya cukup dijawab
dengan selesaikan dengan kekeluargaan. Sebelum keluarnya UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT), korban tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai. Kasus
KDRT, sebelum keluarnya UU PKDRT selalu diidentikan sebagai sesuatu yang
bersifat domestik, karenanya membicarakan adanya KDRT dalam sebuah
keluarga adalah aib bagi keluarga yang bersangkutan. Sehingga penegakan hukum
terhadap kasus KDRT pun masih sedikit. Penegakan hukum yang minim terhadap
kasus KDRT diakibatkan beberapa hal, diantaranya pemahaman terhadap akar
permasalahan KDRT itu sendiri baik dari perspekti hukum, agama maupun
budaya. Untuk itu upaya diseminasi hak asasi perempuan harus dilakukan secara
efektif untuk mengurangi jumlah korban yang jatuh akibat KDRT.

3). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang (PTPPO) Jumlah kasus perdagangan orang terus bertambah
dari tahun ke tahun. Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Kuala Lumpur pernah
melansir jumlah pengaduan dari warga negara Indonesia (WNI) yang mengalami
kasus perdagangan orang. Selama Maret 2005 hingga Juli 2006, data International
Organization for Migration (IOM) menunjukkan, sebanyak 1.231 WNI telah
menjadi korban bisnis perdagangan orang. Meskipun tidak selalu identik dengan
perdagangan orang, sejumlah sektor seperti buruh migran, pembantu rumah
tangga (PRT) dan pekerja seks komersial ditengarai sebagai profesi yang paling
rentan dengan human
trafficking. Definisi dari perdagangan orang sebagaimana disebutkan dalam Pasal
1 ayat (1)
UU PTPPO adalah: “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan,
pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan
seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan
dan
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan
bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang
lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk
tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

4). Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG)Inpres


Nomor 9 Tahun 2000 ini, memberikan petunjuk adanya keseriusan pemerintah
dalam upaya untuk menghilangkan bentuk diskriminasi dalam seluruh sendi
kehidupan bernegara. Dalam konsideran Inpres ini disebutkan dua hal, yaitu:
a) Bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan,
serta
upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi
pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional;

b) Bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan


merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan
lembaga
pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah;
Inpres ini menjadi dasar adanya berperspektif gender bagi seluruh kebijakan dan
program
pembangunan nasional, tanpa kecuali. Baik kebijakan di pusat maupun di daerah
haruslah
berperspektif gender, apabila tidak maka kebijakan tersebut harus diganti.

2. KETIDAK ADILAN GENDER


A. Pengertian Ketidakadilan Gender
1).Keadilan Menurut Aristoteles
a. Keadilan komutatif adalah perlakuan kepada seseorang tanpa memperhatikan
apa yang sudah di lakukanya.
b. Keadilan distributif adalah perlakuan kepada seseorang sesuai dengan apa yang
telah dilakukanya.
c. Keadilan kodrat alam adalah memberikan sesuatu sesuai dengan yang diberikan
oleh orang lain kepada kita.
d. Keadilan konvensional adalah seseorang yang harus mematuhi semua hukum
dan peraturan yang telah diperlukan.

e. Keadilan menurut teori perbaikan adalah seseorang yang telah mencoba


mengembalikan
reputasi orang lain yang telah terkontaminasi/tercemar nama baiknya.

2). Keadilan Menurut Plato


a. Keadilan moral, yang merupakan suatu tindakan moral adil untuk mengatakan
jika sudah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan
kewajiban.

b. Keadilan prosedural, bahwa jika seseorang telah mampu melakukan tindakan


secara adil di bawah prosedur yang telah diterapkan.

c. Menjelaskan tindakan dianggap adil jika telah berdasarkan dengan perjanjian


yang sudah disepakati.

3). Keadilan Menurut Notonegoro


Keadilan yaitu suatu keadaan yang dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.

4). Keadilan Menurut Panitia Ad-hoc MPRS 1966.


a. Keadilan individu, keadilan yang akan tergantung pada kemauan baik atau
buruk dari masing-masing individu.

b. Keadilan sosial, keadilan yang pelaksanaannya tergantung pada struktur yang


terdapat dalam bidang politik ekonomi, sosial-budaya, dan ideologi.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidak Adilan Gender


1). Pelabelan sifat-sifat tertentu (stereotipe)
Perempuan cenderung mendapat stereotipe yang merendahkan seperti: perempuan
adalah mahkluk yang lemah, emosional, cengeng, tidak tahan banting.

2). Pemiskinan ekonomi terhadap perempuan.


Pemiskinan ekonomi banyak dialami oleh perempuan desa yang berprofesi
sebagai petani, hal ini berawal dari asumsi bahwa petani identik dengan profesi
laki-laki.

3). Subordinasi
Subordinasi pada salah satu jenis kelamin yaitu perlakuan menomorduakan
perempuan. Pemimpin masyarakat hanya pantas dipegang oleh lelaki, perempuan
hanya dapat menjadi pemimpin hanya sebatas pada kaumnya (sesama
perempuan).

4). Tindak kekerasan (violence) terhadap perempuan.


Perempuan dianggap sebagai kaum yang lemah secara fisik sehingga seringkali
mengalami kekerasan dalam bentuk: pemukulan, pemerkosaan dan pelecehan
seksual

5). Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat.Budaya patriarkhi


menganggap kaum laki-laki secara kodrati memiliki superioritas atas kaum
perempuan dalam kehidupan pribadi, keluarga,masyarakat dan bernegara.

Contoh Ketimpangan Gender


1) Bidang Politik
Adanya pandangan bahwa politik itu keras, penuh debat, serta pikiran yang cerdas
yang kesemuanya itu diasumsikan sebagai dunia laki-laki bukan milik perempuan.
Sehingga area public menjadi milik laki-laki sedangkan area domestic menjadi
milik perempuan. Ketercapaian minimal 30% anggota DPR/DPRD di berbagai
daerah tidak terpenuhi.

2) Bidang Ekonomi
Masih sedikit pengakuan pada kaum perempuan ketika mereka sukses dan
berhasil menjadi pelaku ekonomi karena masyarakat menganggap aktivitas
ekonomi yang dijalani perempuan sekedar sampingan bukan kerja yang prestisius
seperti yang dilakukan laki-laki.

3) Bidang Dunia Kerja


Dalam dunia kerja perempuan harus berjuang untuk menunjukkan bahwa mereka
juga dapat menjadi tenaga profesional yang tidak kalah dari laki- laki. Sektor
public belum disiapkan menerima kehadiran perempuan sebagai leader
(pemimpin) sehingga harus bersaing dan mampu menunjukkan bahwa perempuan
tidak hanya pantas sebagai istri dan ibu tetapi bisa menjadi pekerja profesional.

4) Bidang Pendidikan
Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dialami perempuan yang tinggal di
pedesaan, pemikiran bahwa perempuan bersekolah hanya untuk dapat membaca
dan menulis saja karena pada akhirnya perempuan akan menjadi ibu rumah
tangga. Hal tersebut sangat menghambat kesempatan perempuan desa untuk
berpendidikan tinggi. Ketimpangan akses pendidikan juga terjadi di Perguruan
Tinggi, sehingga tanpa disadari telah terjadi pengkotakan jurusan tertentu.
Sebagai contohnya jurusan teknik lebih didominasi mahasiswa laki-laki
sedangkan jurusan sosial atau ekonomi didominasi mahasiswa perempuan.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Ketimpangan


Andrinof A. Chaniago menjelaskan ketimpangan sosial. Menurutnya
ketimpangan sosial terjadi karena hanya berfokus pada aspek sosial dan ekonomi
saja. Kedua aspek ini lalu menimbulkan permasalahan sosial. Faktor Penyebab
Ketimpangan Sosial yaitu :
1). Faktor Internal
Faktor penyebab dari dalam diri sendiri menyebabkan ketimpangan sosial. Faktor
internal berasal dari rendahnya kualitas diri seseorang. Contohnya kemiskinan
yang mengekang masyarakat kelas bawah. Faktor internal menyebabkan individu
kesulitan untuk mengubah diri karena pemikiran dan upaya.

2. Faktor Eksternal
Faktor penyebab dari luar ini karena aturan atau hukum yang berlaku. Aturan ini
berasal dari lingkungan, daerah, atau negara. Faktor eksternal menyebabkan
masyarakat kesulitan untuk mengembangkan diri. Dampaknya terjadi
ketimpangan sosial seperti kemiskinan.

Faktor Lain Pemicu Ketimpangan Sosial


1. Kondisi Demografis
Demografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kependudukan
dan faktor yang mempengaruhi. Kondisi demografi ini menyebabkan perbedaan
masyarakat satu dengan daerah lain. Contohnya jumlah penduduk dan persebaran
penduduk di suatu daerah.

2. Kondisi Pendidikan
Pendidikan menjadi faktor penyebab ketimpangan sosial. Semakin tinggi dan
merata pendidikan di suatu daerah, maka semakin banyak sumber daya manusia
yang memadai. Contoh faktor pendidikan yaitu anak-anak yang sekolah di daerah
terpencil, mendapatkan fasilitas pendidikan kurang. Sedangkan anak yang sekolah
di kota mendapatkan fasilitas yang mencukupi.

3. Kondisi Ekonomi
Penyebab utama ketimpangan sosial karena ekonomi. Contohnya suatu daerah
memiliki pendapatan dan pembangunan ekonomi yang berbeda. Perbedaan ini
sumber daya dan faktor produksi antar wilayah berbeda. Contoh ketimpangan
sosial ekonomi yaitu barang produksi suatu daerah menghasilkan lebih banyak,
dibanding daerah yang kekurangan sumber daya.
4. Kemiskinan
Setelah ekonomi faktor penyebab ketimpangan sosial karena kemiskinan.
Kemiskinan stuktural dari faktor eksternal, menyebabkan masyarakat di suatu
wilayah mengalami kemiskinan.

5. Kesehatan
Ketimpangan sosial terjadi karena kurangnya fasilitas kesehatan. Contohnya
beberapa daerah yang belum mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai.
Padahal puskesmas dan rumah sakit mampu meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan.

6. Letak Geografi
Suatu negara memiliki geografi yang berbeda, contohnya saja Indonesia negara
kepulauan. Pulau-pulau kecil belum dikelola dengan baik sehingga terjadi
ketimpangan.

7. Kurangnya Lapangan Kerja


Ketimpangan sosial terjadi ketika suatu negara memiliki jumlah pengangguran
lebih banyak. Penyebabnya karena kurangnya lapangan kerja, sehingga pencari
kerja harus bersaing. Dampak kurangnya lapangan kerja menyebabkan
pengangguran bertambah, diskriminasi, hingga kriminalitas.

Upaya Mengatasi Ketimpangan Sosial


1). Memperbaiki dan pemerataan kualitas pendidikan di daerah terpencil
2). Meningkatkan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan
menambah jumlah tenaga medis.
3). Memberi pemberdayaan atau penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4). Masyarakat diberi fasilitas kursus dan pelatihan untuk mendapatkan pekerjaan
5). Pemerintah dan perusahaan memberikan lapangan kerja yang menyerap
banyak tenaga
6). Suatu negara meningkatkan sistem hukum dan keadilan untuk mengurangi
korupsi
7). Pemindahan penduduk (Transmigrasi) dari daerah padat penduduk ke daerah
yang jarang penduduk.

3. KONSEP PEMBERDAYAAN PEREMPUAN


A. Pengertian Pemberdayaan perempuan
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang
berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang
kurang atau belum berdaya. Pemberdayaan perempuan adalah suatu proses
kesadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi
yang lebih besar, kekuasaan dan pengawasan pembuatan keputusan yang lebih
besar dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih
besar antara perempuan dan laki-laki (Prijono dan Pranaka, 1996). Pemberdayaan
merupakan transformasi hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan
pada empat level yang berbeda, yakni keluarga, masyarakat, pasar dan negara.
Posisi perempuan akan membaik hanya ketika perempuan dapat mandiri dan
mampu menguasai atas keputusan-keputusan yang berkaitan dengan
kehidupannya (Zakiyah, 2010) Pemberdayaan perempuan menjadi strategi
penting dalam meningkatkan peran perempuan dalam meningkatkan potensi diri
agar lebih mampu mandiri dan berkarya. Kesadaran mengenai peran perempuan
mulai berkembang yang diwujudkan dalam pendekatan program perempuan
dalam pembangunan. Hal ini didasarkan pada satu pemikiran mengenai perlunya
kemandirian bagi kaum perempuan, supaya pembangunan dapat dirasakan oleh
semua pihak. Karena perempuan merupakan sumber daya manusia yang sangat
berharga sehingga posisinya di ikut sertakan dalam pembangunan.

B. Tujuan Pemberdayaan Perempuan


Tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk membangun kesadaran
perempuan tentang kesetaraan gender agar mampu mengembangkan potensi yang
ada pada dirinya, sehingga perempuan dapat mandiri dan ikut berpartisipasi dalam
pembangunan. Menurut Nugroho (2008), tujuan program pemberdayaan
perempuan adalah sebagai berikut:
1). Meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri dalam
program pembangunan, sebagai partisipasi aktif (subjek) agar tidak sekedar
menjadi objek pembangunan seperti yang terjadi selama ini.

2). Meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam kepemimpinan, untuk


meningkatkan posisi tawar-menawar dan keterlibatan dalam setiap pembangunan
baik sebagai perencana, pelaksana, maupun melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan.

3). Meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam mengelola usaha skala


rumah tangga, industri kecil maupun industri besar untuk menunjang peningkatan
kebutuhan rumah tangga, maupun untuk membuka peluang kerja produktif dan
mandiri.

4). Meningkatkan peran dan fungsi organisasi perempuan di tingkat lokal sebagai
wadah pemberdayaan kaum perempuan agar dapat terlibat secara aktif dalam
program pembangunan pada wilayah tempat tinggalnya.
Sedangkan menurut Sumodiningrat (1999), tujuan dari pemberdayaan
perempuan adalah:
1). Membangun eksistensi, dalam hal ini eksistensi perempuan. Perempuan harus
menyadari harus bahwa ia mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Tidak
seharusnya kaum perempuan selalu berada dalam posisi yang terpuruk.
Perempuan mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri.

2). Memotivasi perempuan agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk


menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog. Perempuan
juga berhak menentukan pilihan, tidak selamanya harus menurut pada laki-laki.

3). Menumbuhkan kesadaran pada diri perempuan tentang kesetaraan dan


kedudukannya baik di sektor publik maupun domestik.

C. Strategi Pemberdayaan Perempuan


Pemberdayaan perempuan merupakan cara strategis untuk meningkatkan
potensi perempuan dan meningkatkan peran perempuan baik di domain publik
maupun domestik. Menurut Zakiyah (2010), pemberdayaan perempuan dapat
dilakukan dengan strategi sebagai berikut:

1). Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga.
Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam masyarakat bahwa kaum
perempuan adalah konco wingking (teman di belakang) bagi suami serta
anggapan warga nunut neraka katut (ke surga ikut, ke neraka terbawa). Kata nunut
dan katut dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif,
sehingga nasibnya sangat tergantung kepada suami.

2). Memberi beragam ketrampilan bagi kaum perempuan. Strategi ini bertujuan
agar kaum perempuan juga dapat produktif dan tidak menggantungkan nasibnya
terhadap kaum laki-laki. Berbagai ketrampilan bisa diajarkan, misalnya;
ketrampilan menjahit, menyulam serta berwirausaha dengan membuat kain batik
dan berbagai jenis makanan.

3). Memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan untuk bisa


mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin. Hal ini diperlukan
mengingat masih menguatnya paradigma masyarakat bahwa setinggi-tinggi
pendidikan perempuan toh nantinya akan kembali ke dapur. Inilah yang
mengakibatkan masih rendahnya (sebagian besar) pendidikan bagi perempuan.
D. Langkah-langkah Pemberdayaan Perempuan
Menurut Sulistyani (2004), tahapan atau langkah-langkah dalam
pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut:
1). Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan
peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. Tahap ini
merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan. Pada tahap ini pihak
pemberdaya/aktor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan pra-kondisi,
supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif.
Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat
tentang kondisinya saat itu, dengan demikian akan dapat merangsang kesadaran
mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik.

2).Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan


keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga
dapat mengambil peran di dalam pembangunan Proses transformasi pengetahuan
dan kecakapan keterampilan dapat berlangsung dengan baik, penuh semangat, dan
berjalan efektif jika tahap pertama telah ter-kondisi. Masyarakat akan menjalani
proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang relevan
dengan tuntutan kebutuhan. Pada tahap ini masyarakat dapat memberikan peran
partisipasi pada tingkat yang rendah yaitu sekedar menjadi pengikut atau objek
pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek dalam pembangunan.

3). Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga


terbentuklah inisiatif dan kemampuan inov atif untuk mengantarkan pada
kemandirian Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau peningkatan
kemampuan intelektual dan kecakapan keterampilan yang diperlukan supaya
mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan
ditandai oleh kemampuan masyarakat dalam membentuk inisiatif, melahirkan
kreasi-kreasi dan melakukan inovasi- inovasi dalam lingkungannya. Apabila
masyarakat dapat melakukan tahap ini, maka masyarakat dapat secara mandiri
melakukan pembangunan

E. Program-program Pemberdayaan Perempuan

Menurut Nugroho (2008), terdapat beberapa program yang dapat


ditawarkan untuk pemberdayaan perempuan, yaitu:

1). Penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat mulai dari


kampung hingga nasional. Seperti misalnya PKK (Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga), perkumpulan koperasi maupun yayasan sosial. Penguatan
kelembagaan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lembaga agar dapat
berperan aktif sebagai perencana, pelaksana, maupun pengontrol.

2). Peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan dalam pemasaran sosial
program-program pemberdayaan. Hal ini penting mengingat selama ini program
pemberdayaan yang ada, kurang disosialisasikan dan kurang melibatkan peran
masyarakat.

3). Pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan


monitoring semua program pembangunan yang ada. Keterlibatan perempuan
meliputi program pembangunan fisik, penguatan ekonomi, dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia.

4). Peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan, agar mempunyai posisi


tawar yang setara serta memiliki akses dan peluang untuk terlibat dalam
pembangunan.

5) Peningkatan kemampuan anggota kelompok


perempuan dalam bidang usaha (skala industri kecil/rumah tangga hingga skala
industri besar) dengan berbagai keterampilan yang menunjang seperti kemampuan
produksi, kemampuan manajemen usaha serta kemampuan untuk mengakses
kredit dan pemasaran yang lebih luas.

F. Indikator Pemberdayaan Perempuan


Pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat
tercapainya kualitas hidup dan mitra ke-sejajaran antara laki-laki dan perempuan
yang bergerak dalam seluruh bidang atau sektor. Keberhasilan pemberdayaan
perempuan dapat dilihat adanya indikator-indikator sebagai berikut (Suharto,
2003):
1). Adanya sarana yang memadai guna mendukung perempuan untuk menempuh
pendidikan semaksimal mungkin.

1) Adanya peningkatan partisipasi dan semangat


kaum perempuan untuk berusaha memperoleh dan mendapatkan pendidikan dan
pengajaran bagi diri mereka.

3). Meningkatnya jumlah perempuan mencapai jenjang pendidikan tinggi,


sehingga dengan demikian, perempuan mempunyai peluang semakin besar dalam
mengembangkan karier sebagaimana halnya laki-laki.

4). Adanya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif


dan pemerintahan.
5). Peningkatan keterlibatan aktivis perempuan dalam kampanye pemberdayaan
pendidikan terhadap perempuan.

4. Konsep Pemberdayaan Perempuan


Pengertian Pemberdayaan Perempuan Sulistiyani menjelaskan bahwa
secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti
kekuatan atau kemampuan. Maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan
atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau
belum mempunyai daya. Sementara itu, menurut Tutik Sulistyowati di dalam
jurnalnnya yang dikutip dari Kemen Pemberdayaan Perempuan (Kemen PP)
bahwa pemberdayaan perempuan adalah upaya memampukan perempuan untuk
memperoleh akses dan kontrol terhadap sumberdaya, ekonomi, politik, sosial,
budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri
untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah,
sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.

Terdapat dua ciri dari pemberdayaan perempuan. Pertama, sebagai refleksi


kepentingan emansipatoris yang mendorong masyarakat berpartisipasi secara
kolektif dalam pembangunan. Kedua, sebagai proses pelibatan diri individu atau
masyarakat dalam proses pencerahan, penyadaran dan pengorganisasian kolektif
sehingga mereka dapat berpartisipasi. Adapun pemberdayaan terhadap perempuan
adalah salah satu cara strategis untuk meningkatkan potensi perempuan dan
meningkatkan peran perempuan baik di domain publik maupun domestik. Hal
tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan cara:

1. Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga.


Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam masyarakat bahwa
kaum perempuan adalah konco wingking (teman di belakang) bagi suami serta
anggapan “swarga nunut neraka katut” (ke surga ikut, ke neraka terbawa).
Kata nunut dan katut dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki
inisiatif, sehingga nasibnya sangat tergantung kepada suami.
2. Memberi beragam keterampilan bagi kaum perempuan, sehingga kaum
perempuan juga dapat produktif dan tidak menggantungkan nasibnya terhadap
kaum laki-laki. Berbagai keterampilan dapat diajarkan, diantaranya:
keterampilan menjahit, menyulam serta berwirausaha dengan membuat kain
batik dan berbagai jenis makanan.
3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan untuk bisa
mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin.
Tujuan Pemberdayaan Perempuan Tujuan pemberdayaan perempuan adalah
untuk membangun kesadaran perempuan tentang kesetaraan gender agar mampu
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, sehingga 6 perempuan dapat
mandiri dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut Nugroho (2008),
tujuan program pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan untuk melibatkan diri dalam


program pembangunan, sebagai partisipasi aktif (subjek) agar tidak sekedar menjadi
objek pembangunan seperti yang terjadi selama ini.

2. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam kepemimpinan, untuk


meningkatkan posisi tawar-menawar dan keterlibatan dalam setiap pembangunan
baik sebagai perencana, pelaksana, maupun melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan. 3. Meningkatkan kemampuan kaum perempuan dalam mengelola usaha
skala rumah tangga, industri kecil maupun industri besar untuk menunjang
peningkatan kebutuhan rumah tangga, maupun untuk membuka peluang kerja
produktif dan mandiri. 4. Meningkatkan peran dan fungsi organisasi perempuan di
tingkat lokal sebagai wadah pemberdayaan kaum perempuan agar dapat terlibat
secara aktif dalam program pembangunan pada wilayah tempat tinggalnya.

Sedangkan menurut Sumodiningrat (1999), tujuan dari pemberdayaan


perempuan adalah:

1. Membangun eksistensi, dalam hal ini eksistensi perempuan. Perempuan harus


menyadari harus bahwa ia mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Tidak
seharusnya kaum perempuan selalu berada dalam posisi yang terpuruk.
Perempuan mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri.

2. Memotivasi perempuan agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk


menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog. Perempuan
juga berhak menentukan pilihan, tidak selamanya harus menurut pada laki-laki.

3. Menumbuhkan kesadaran pada diri perempuan tentang kesetaraan dan


kedudukannya baik di sektor publik maupun domestik.

Langkah-langkah Pemberdayaan Perempuan Menurut Sulistyani (2004),


tahapan atau langkah-langkah dalam pemberdayaan perempuan adalah sebagai
berikut:

A. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan


peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri Tahap ini
merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan. Pada tahap ini pihak
pemberdaya/aktor/pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan pra-kondisi, supaya
dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Sentuhan
penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang
kondisinya saat itu, dengan demikian akan dapat merangsang kesadaran mereka
tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih
baik.

B. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan


keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga
dapat mengambil peran di dalam pembangunan 7 Proses transformasi pengetahuan
dan kecakapan keterampilan dapat berlangsung dengan baik, penuh semangat, dan
berjalan efektif jika tahap pertama telah ter-kondisi. Masyarakat akan menjalani
proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan keterampilan yang relevan dengan
tuntutan kebutuhan.

C. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga


terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian
Tahap ini merupakan tahap pengayaan atau peningkatan kemampuan intelektual dan
kecakapan keterampilan yang diperlukan supaya mereka dapat membentuk
kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan
masyarakat dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi dan melakukan
inovasi- inovasi dalam lingkungannya. Apabila masyarakat dapat melakukan tahap
ini, maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan.

Indikator Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan dilakukan


untuk menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas hidup dan mitra ke-sejajaran
antara laki-laki dan perempuan yang bergerak dalam seluruh bidang atau sektor.

Keberhasilan pemberdayaan perempuan dapat dilihat adanya indikator-indikator


sebagai berikut (Suharto, 2003):

1.Adanya sarana yang memadai guna mendukung perempuan untuk menempuh


pendidikan semaksimal mungkin.

2.Adanya peningkatan partisipasi dan semangat kaum perempuan untuk berusaha


memperoleh dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran bagi diri mereka.

3.Meningkatnya jumlah perempuan mencapai jenjang pendidikan tinggi, sehingga


dengan demikian, perempuan mempunyai peluang semakin besar dalam
mengembangkan karier sebagaimana halnya laki-laki.

4.Adanya peningkatan jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, eksekutif dan


pemerintahan.

5.Peningkatan keterlibatan aktivis perempuan dalam kampanye pemberdayaan


pendidikan terhadap perempuan.
Strategi Pemberdayaan Perempuan Strategi pemberdayaan dikenal dengan
konsep pendekatan Gender and Development (GAD). Konsep ini didasarkan pada
suatu pendekatan mengenai pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam
proses pembangunan. Pendekatan ini lebih memusatkan kepada isu gender dan
tidak terfokus pada masalah perempuan semata. Pendekatan GAD merupakan satu-
satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan dengan melihat
semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan
baik kerja produktif, reproduktif, privat maupun publik dan menolak upayaapapun
untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan rumah tangga.

Pendekatan ini dikenal sebagai pemberdayaan. 8 Pemberdayaan menjadi


strategi penting dalam peningkatan peran dan peluang perempuan dalam
meningkatkan ekonominya serta merupakan upaya peningkatan dan
pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri dan berkarya.
Pemberdayaan dapat dilakukan melalui pembinaan dan peningkatan keterampilan
perempuan khususnya dalam penelitian ini adalah di Kelompok Batik Rejomulyo
Kota Kediri. Menurut Delli Maulana menyebutkan strategi yang perlu dilakukan
dalam peningkatan produktivitas perempuan yaitu:

1. Pelaksanaan pemberdayaan melalui sistem kelembagaan atau kelompok.


2. Program pemberdayaan spesifik sesuai kebutuhan kelompok.
3. Pengembangan kelembagaan keuangan mikro di tingkat lokal.
4. Penyediaan modal awal untuk menjalankan usaha ekonomi produktif.
5. Pengembangan usaha yang berkesinambungan.
6. Penyediaan dan peningkatan kemudahan akses terhadap modal usaha.
7. Fasilitas bantuan, permodalan bersifat bergulir untuk pemupukan permodalan.
8. Pemanfaatan serta penandingan untuk kemandirian kelompok.
Program Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi Di bidang ekonomi,
pemberdayaan perempuan lebih banyak ditekankan untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengelola usaha.

Ada 5 langkah penting yang perlu diperhatikan dalam upaya pengembangan


kemampuan berwirausaha bagi perempuan. Menurut IMF yang dikutip oleh Herri,
dkk langkah tersebut yaitu:

1. Membantu dan mendorong kaum perempuan untuk membangun dan


mengembangkan pengetahuan secara kompetensi diri mereka, melalui berbagai
program pelatihan.
2. Membantu kaum perempuan dalam strategi usaha dan pemasaran produk.
3. Memberikan pemahaman terhadap regulasi dan peraturan pemerintah terkait
dengan legalitas dunia usaha.
4. Mendorong dan membantu kaum perempuan untuk mampu menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi secara optimal.
5. Membuat usaha mikro/jaringan usaha mikro perempuan/forum pelatihan usaha.

Adapun program-program pemberdayaan perempuan yang ditawarkan menurut

Riant Nugroho adalah:

1. Penguatan organisasi kelompok perempuan di segala tingkat mulai dari kampung


hingga nasional. Seperti misalnya PKK (pembinaan kesejahteraan keluarga),
perkumpulan koperasi maupun yayasan sosial. Penguatan kelembagaan
ditunjukkan untuk meningkatkan kemampuan lembaga agar dapat berperan aktif
sebagai perencana, pelaksana, maupun pengontrol.
2. Peningkatan fungsi dan peran organisasi perempuan dalam pemasaran sosial
program-program pemberdayaan. Hal ini selama ini program pemberdayaan yang
ada, kurang disosialisasikan dan kurang melibatkan peran masyarakat.
3. Pelibatan kelompok perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
semua program pembangunan yang ada. Perempuan meliputi program
pembangunan fisik, penguatan ekonomi, dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia.
4. Peningkatan kemampuan kepemimpinan perempuan, agar mempunyai posisi
tawar yang setara serta memilih akses dan peluang untuk terlibat dalam
pembangunan.
5. Peningkatan kemampuan anggota kelompok perempuan dalam bidang usaha
(skala industri kecil/rumah tangga hingga skala industri besar) dengan berbagai
keterampilan yang menunjang seperti kemampuan produksi, kemampuan
manajemen usaha serta kemampuan untuk mengakses kreatif dan pemasaran yang
lebih luas.

5. KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN


Teori Kebijakan dan Implementasi Kebijakan Kebijakan adalah suatu
kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik,
dalam usaha memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu (Miriam Budiardjo,
2008:20). Menurut Miftah Thoha (1984:45) kebijakan adalah sikap atau tindakan
lebih lanjut tentang bagaimana caranya mencapai tujuan dalam hal tindakan atau
ketentuan yang mengaturnya, mendasarkan kembali kepada asas pokok
penyelenggaraan pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan kebijakan adalah suatu
pedoman untuk bertindak, pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks,
bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau
terperinci, bersifat kuantitatif atau kualitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam
maknanya berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman arah tindakan
tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
Implementasi kebijakan merupakan suatu aktivitas pelaksanaan kebijakan dalam
bentuk yang paling nyata, implementasi kebijakan sendiri dilaksanakan oleh organ
pemerintah maupun para pihak yang telah ditentukan dalam kebijakan. Didalam
implementasi kebijakan sendiri ada yang disebut sebagai pihak implementor dan
kelompok sasaran.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam


kebijakan karena tahap inilah yang menentukan apakah kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan oleh pemerintah bisa di aplikasikan dengan baik di lapangan dan
apakah berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti yang telah
direncanakan. Keberhasilan dari pelaksanaan implementasi kebijakan publik dapat
diukur dari proses pencapaian hasil akhir atau bisa disebut dengan outcomes.
Tercapai atau tidaknya suatu kebijakan publik dapat dijabarkan menjadi ukuran
keberhasilan implementasi yaitu: a) Dilihat dari prosenya, dengan mempertanyakan
apakah pelaksanaan kebijakan sudah sesuai dengan rancangan yang telah
ditentukan, merujuk kepada keputusan kebijakannya. b) Apakah tujuan kebijakan
tersebut tercapai, berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dapat dilihat dari dampak
yang diberikan kepada masyarakat luas, dan apakah ada perubahan yang terjadi
ketika kebijakan tersebut dilaksanakan.

Landasan Program Pemberdayaan Perempuan Landasan pemberdayaan


perempuan ini diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 pasal 27 menegaskan bahwa segala


warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan;
2. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 pasal 28 I ayat (2) menegaskan bahwa
setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif;
3. Undang-Undang Dasar RI Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita;
4. Undang-Undang Dasar Nomor 30 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Dalam rangka mewujudkan tujuan dan


sasaran, Kementerian PPPA telah merumuskan arah kebijakan dan strateginya pada
bidang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, perlindungan perempuan
dan perlindungan anak yang tersusun sebagai berikut:

a) Arah Kebijakan
1. Menyusun, meninjau, mengkoordinasi, dan mengharmonisasi kebijakan
pelaksanaan
2. pengurusatamaan gender sebagai acuan bagi Kementerian atau Lembaga, Pemda
dan Organisasi dalam pelaksanaan strategi PUG.
3. Melakukan pendampingan secara teknis dalam penyusunan program, kegiatan dan
anggaran yang responsif gender pada Kementerian atau Lembaga dan Pemda.
4. Membangun jejaring kelembagaan dan narasumber pada tingkat daerah, nasional
dan internasional untuk peningkatan efektifitas dan efisiendi pelaksanaan PUG.

b) Arahan Presiden kepada Menteri PPA

1.Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan

2.Peningkatan Peran Ibu dalam Pendidikan Anak

3.Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

4.Penurunan Pekerja Anak

5. Pencegahan Perkawinan Anak

Berdasarkan dengan peraturan yang telah disebutkan diatas maka pemerintah


diwajibkan untuk merancang, membuat, melaksanakan, serta mengevaluasi
program yang responsif gender dalam upaya pengentasan kemiskinan dan
pembangunan nasional.

Pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan kesempatan yang sama


terhadap perempuan yang ingin ikut serta kedalam sektor ekonomi. Pemerintah pusat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam membuat kebijakan mengenai
pemberdayaan perempuan harus diimbangi dengan peran dari pemerintah daerah
sebagai pemegang kekuasaan di daerah yang meliputi wilayah Provinsi, Kota, dan
Kabupaten. Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan hal
yang sangat penting karena jika tidak ada kerja sama yang baik antara kedua pihak
maka kebijakan yang sudah digagas oleh pemerintah pusat tidak akan sampai pada
masyarakat.

Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan


mendukung kesetaraan dan keadilan gender, kesenjangan ekonomi perempuan,
perempuan kepala keluarga/pekerja perempuan, kekerasan terhadap perempuan
dan anak, pemenuhan hak anak, serta data dan informasi gender dan anak dalam
mendukung perencanaan pembangunan;
2. Peningkatan kualitas perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan kesetaraan dan keadilan gender, kesenjangan ekonomi
perempuan, perempuan kepala keluarga/pekerja perempuan, kekerasan terhadap
perempuan dan anak, pemenuhan hak anak, serta data dan informasi gender dan
anakdalam mendukung perencanaan pembangunan;
3. Peningkatan kualitas layanan pengaduan masyarakat terkait perempuan dan anak;
4. Peningkatan pelaksanaan pencegahan, penanganan dan pemenuhan hak anak dan
perlindungan khusus anak;
5. Penyediaan data Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang akurat
dan tepat waktu;
Implementasi Kebijakan Dalam Pemberdayaan Perempuan Setiap daerah
memiliki kebijakan yang berbeda dalam pemberdayaan perempuan, hal ini
dikarenakan masing-masing daerah memiliki isu-isu atau permasalahan tentang
pemberdayaan perempuannya sendiri. Contohnya pada pemerintah kota Probolinggo
memiliki peraturan daerah tentang Rencana Aksi Daerah Pengembangan Ekonomi
Kreatif Kota Probolinggo Tahun 2019 – 2023. Impelementasi program pemberdayaan
perempuan dilaksanakan melalui program Pameran Produk Ekonomi Kreatif Gerakan
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Mandiri (GP3M) yang dimana program ini
diarahkan dapat menurunkan angka putus sekolah, meningkatkan pendapatan
keluarga. Penunjang usaha mikro program ekonomi kreatif ini, dilakukan dengan
ditingkatnya pengetahuan keterampilan yang diberikan kepada perempuan di
Kabupaten Probolinggo.

Faktor penghambat utama 6 program ekonomi kreatif ini yang adalah


tingkat buta aksara yang tinggi pada kelompok perempuan. Pada pemerintahan
Kota Surabaya salah satu Kebijakan pemberdayaan perempuan yang menonjol
adalah yang dilaksanakan oleh pemerintahan kota Surabaya dengan mengalihkan
profesi para PSK, dialihkan profesi ke sektor pekerjaan yang berbasis industri
rumah tangga. Pencegahan Pekerja Seks Komersial untuk kembali pada pekerjaan
lamanya dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai upaya mulai dari
memberikan bantuan modal dan juga membeli bangunan bekas untuk
menjalankan industri rumah tangga ini hingga melakukan sweeping kota secara
rutin. Program ini mendapatkan sejumlah kendala antara lain ketersediaan sumber
daya manusia yang terbatas.

Implementasi kebijakan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan di


kecamatan Motoling Barat melalui kegiatan SPP-PNPM Mandiri Perdesaan yang
dimana hasil pada umumnya sudah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai
dengan prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan serta memberikan hasil
dan dampak positif kepada kaum perempuan khususnya perempuan rumah tangga
miskin (RTM) dalam memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, dan berdampak
pada kemajuan perekonomian desa. Contoh yang terakhir yaitu implementasi
Kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) Pada Badan Pemberdayaan
Perempuan Dan Keluarga Berencana Kabupaten Kutai Timur yang dimana dilihat
dari RPJMD memprioritaskan pada peningkatan kapasitas dan peran perempuan
dalam pembagunan khususnya partisipasi perempuan pada sektor pemerintah,
swasta, angkatan kerja serta peningkatan indeks pembangunan gender. Terdapat
uraian kegiatan yang berjalan optimal seperti Pameran Hasil Karya Perempuan Di
Bidang Pembangunan selain itu terdapat pula kegiatan yang belum berjalan
optimal seperti kegiatan Membangun Kebangkitan Perempuan di Bidang Politik,
kegiatan ini perlu dimaksimalkan kembali oleh BPPKB Kabupaten Kutai Timur.

6. PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN


Kondisi SDM Perempuan dan Pembangunan Berbicara tentang perempuan,
tidak sedikit hasil kajian yang menyebutkanbahwa perempuan dan anak masih
tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti
kemiskinan, bencana alam, konflik, kekerasan, dan sebagainya.Hal itu tidak hanya
terjadidi Indonesia, tetapi juganegara-negaralain di seluruh dunia.Pun di era
emansipasi seperti sekarang, perempuan acapkali dianggap sebagai kelompok
kelas kedua (subordinat) sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak
dengan laki-laki. Perempuan dinilai hanya becus dalam melaksanakan pekerjaan
yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.Perempuan bisa menjadi aktor
strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunandi desa-desa, tetapi
juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat
Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera. Seiring berjalannya waktu,
perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan
mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-
perempuan Indonesia, khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah
turut berkontribusi terhadap pembangunan.Salah satu contoh, peran perempuan di
dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Di sektor perikanan, data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan


(Kiara) 2015 menyebutkan, perempuan mengerjakan 70% pekerjaan produksi
perikanan dengan waktu kerja hingga 17 jam.Mulai dari menyiapkan bahan bakar,
perbaikan alat menangkap ikan, memasak bahan makanan untuk nelayan laki-laki.
Setelah ikan tiba di dermaga, perempuan kemudian berperan sebagai penjual atau
pengupas kerang. Mereka juga ahli dalam mengolah ikan menjadi makanan siap
saji, seperti tekwan, sambal,ataupun kerupuk sehingga harga jual harga jual
produk ikan menjadi naik.Demikian juga keterlibatan perempuan pada bidang-
bidang lain, termasuk politik dan pemerintahan. Di era kepemimpinan Presiden
Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla pada 2014-2019, perempuan kian
diberdayakan dengan ditetapkannya peraturan mengenai kuota 30% untuk
keterwakilan perempuan dalam politik. Meskipun, dalam praktiknya, tidak semua
perempuan yang berkecimpung di bidang politik memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan-keputusan strategis.

Namun setidaknya, mereka mampu merepresentasikan kehadiran serta


menyuarakan aspirasi perempuan di level kebijakan pemerintah.Dalam sebuah
forum Trading Development and Gender Equality yang berlangsung di sela Asian
Development Bank Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Sabtu (4/5) lalu, Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Menteri PPN/ Bappenas) menyebutkan kaum perempuan adalah aset, potensi,
dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan
sesuai kapabilitas dan kemampuannya.Lebih mengerucut, dalam konteks
pembangunan, pengarusutamaan gender, dan pemberdayaan perempuan begitu
erat kaitannya dengan memperbaiki kualitas generasi penerus bangsa. Mengingat,
perempuan adalah pendidik pertama di dalam keluarga.

Berdasarkan prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 lalu,


populasi Indonesia pada 2018 mencapai tak kurang dari 264,2 juta jiwa atau
50,2% adalah laki-laki sementara 131,5 juta jiwa atau 49,8% adalah perempuan.
Sedangkan, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia diketahui mengalami
kenaikan dari 90,82 pada 2016 menjadi 90,99 di 2018.IPG yang mendekati 100
itu secara jelas mengindikasikan bahwa semakin kecil kesenjangan pembangunan
antara laki-laki dan perempuan.Sementara, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Indonesia ikuttercatat naik dari 71,39 pada 2016 menjadi 71,74 di 2017.

IDG adalah indikator yang menunjukkan apakah perempuan dapat


memainkan peranan aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. Satu hal yang
perlu digarisbawahi, tingkat pendidikan perempuan rata-rata lebih tinggi dari laki-
laki. Akan tetapi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan justru
sebaliknya lebih rendah dibanding TPAK laki-laki yakni hanya di angka
55%.Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional 2018 yang dirilis oleh BPS,
proporsi laki-laki dalam sektor kerja formal hampir dua kali lipat dibanding
perempuan. Mirisnya, dalam 10 tahun terakhir, tren proporsi tersebut cenderung
stagnan dan bahkan perempuan bekerja masih sangat rentan untuk terpapar
economic shocks.Masih dari data BPS, sekitar 26% pekerja perempuan adalah
pekerja sektor rumah tangga, selain itu, sebagian besar pekerja perempuan adalah
pekerja dengan keterampilan menengah hingga rendah yang proporsinya
mencapai 89% atau sekitar 43,8 juta jiwa. 2.2 Kendala Yang Dihadapi Dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir sekarang ini, telah berkembang sebuah wacana
yang pada dasarnya menggugat kembali peran dan fungsi perempuan di
Indonesia.

Wacana tersebut tidak hanya menyangkut keinginan untuk mereposisi dan


meredifinisikan kembali eksistensi kaum perempuan, tetapi mencakup pula
adanya keinginan yang kuat untuk meningkatkan citra dan kualitas kaum
perempuan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kaum
perempuan di Indonesia, masih banyak mengalami hambatanhambatan struktural
maupun non struktural, sehingga mereka belum dapat berperan secara maksimal
baik dalam konteks kehidupan rumah tangga maupun sebagai individu manusia
yang mempunyai keinginan-keinginan logis, untuk berperan lebih aktif di
masyarakat. Hambatan struktural, pada dasarnya adalah hambatan yang memang
diciptakan secara terstruktur, dimana peran kaum perempuan di-eleminir
sedemikan rupa sehingga tidak dapat berkembang secara wajar. Fungsi dan peran
perempuan yang selalu ditempatkan sebagai ibu rumah tangga yang selalu harus
di dapur atau mengurusi masalah rumah tangga adalah contoh klasik dimana
secara sosio kultur perempuan telah diposisikan sebagai “orang rumah”.

Hambatan non struktural pada dasarnya lebih banyak disebabkan oleh


sikap dan cara pandang kaum perempuan itu sendiri yang menempatkan dirinya
pada posisi lemah dan menerima apa adanya segala sesuatu sebagai sesuatu yang”
diberikan”. Paradigma sosial kultural yang berkembang di masyarakat kita, yang
cenderung menempatkan kaum perempuan pada posisi nomor dua setelah kaum
laki-laki. 8 2.3 Komitmen Pemerintah Salah satu mekanisme kerja dari
pemerintahan SBY adalah dengan menetapkan target program 100 hari bagi para
menterinya sebagai sebuah target awal yang harus segera di realisasikan.

Dalam konteks pemberdayaan kaum perempuan di Indonesia, semenjak


awal kementerian Pemberdayaan Perempuan telah menetapkan beberapa program
yang harus dicapai dalam kurun waktu 100 hari pertama, dimana salah program
yang cukup strategis adalah kesetaraan gender. Kementerian PP sendiri telah
menerbitkan surat edaran kepada departemen dan LPND No. B-
168/Men.PP/Dep.II/XI/2004 ke seluruh propinsi dan kabupaten tentang perlunya
memperhatikan kesetaraan gender dalam rekruitmen pegawai negeri. Point dalam
surat ini adalah bahwa para perempuan harus diberi peluang dan kesempatan yang
sama untuk dapat duduk di tingkat eksekutif di daerah masing-masing.Apa yang
telah dilakukan oleh Meneg PP ini pada dasamya sejalan dengan surat scrupa
yang pernah di keluarkan masa presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa
pemerintahannya, Gus Dur pernah mengeluarkan sebuah Instruksi Presiden
(Inpres) No. 9 Tahun 2000 yang berisiskan tentang penghapusan isu perbedaan
jender dalam pembangunan nasional.
Inpres ini pada dasarnya adalah meng amanatkan kepada kaum perempuan
untuk dapat duduk lebih banyak, dalam jabatan jabatan publik. Kelahiran UU No.
23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dapat dikatakan
sebagai sebuah komitmen lain dari pemerintah untuk melindungi kaum
perempuan di Indonesia dari segala bentuk kesewnanga-wenangan maupun
ketidak adilan. Jauh sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 7
Tahun 1984 yang merupakan pengesahan terhadap konvensi mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan ( Convention
on the elimination of all forms of discrimination against women). Keberadaan UU
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintaha Daerah telah mendorong agar
pemerintahan di daerah dapat melakukan inovasi dan kreatifitas kebijakan sesuai
dengan sistusi dan kebutuhan masyarakat lokal.

Dalam konteks pemberdayaan kaum perempuan di daerah. pemerintah


daerah seharusnya dapat memanfaatkan peluang ini untuk memberikan perhatian
yang lebih baik terhadap eksistensi serta memaksimalkan peran kaum perempuan
sebagai mitra dalam pembangunan. Pemda harus mempu meng-identifikasi
permasalahan-permasalah yang dihadapi serta membuat skala prioritas strategis
dalam menopang daya dukung pembangunan, baik di tingkat lokal maupun
nasional. Oleh sebab itu, perbaikan kualitas hidup kaum perempuan, merupakan
isu pokok yang harus menjadi langkah awal dalam memperbaiki kualitas sumber
daya manusia. Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap
pemberdayaan kaum perempuan, terutama untuk menekan angka kematian ibu
hamil dan melahirkan.

Peran Perempuan Dalam Pembangunan Peranan dalam pendidikan


Perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam hal pendidikan, bahkan
pendidikan pertama yang diberikan kepada anak ialah dari seorang ibu. Ibu
memiliki andil yang besar dalam melakukan pengembangan potensi anak. Bukan
berati tugas mendidik hanya diberikan kepada ibu semata, ayah juga berpengaruh
terhadap proses pendidikan anak, namun tidak seotentik seorang ibu. Karena ibu
memiliki keterikatan batin yang kuat dengan anak.

Ada sebuah pepatah yang mengatakan jika perempuan cerdas akan


melahirkan anak-anak yang cerdas pula. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa
pendidikan akan berpengaruh dalam pola pikir dalam berkeluarga, cara mendidika
anak dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan di keluarga. Kartini dapat
dikatakan sebagai tokoh pembaru di bidang pendidikan perempuan, yang
memiliki terobosan dalam mengajarkan pentingnya arti pendidikan bagi
perempuan. Perjuangannya tersebut berhasil memberikan perubahan bagi
perempuan menuju pemikiran yang lebih maju. Bahwa semestinya perempuan
juga harus memiliki peranan penting dalam lingkungan sosial mereka.Sukarno
kemudian menafsirkan perempuan dalam sepenggal kalimat “Perempuan itu tiang
negeri,” dalam konteks kalimat dari Sukarno tersebut, maka seharusnya
perempuan sadar akan posisinya untuk mencetak peradaban bangsa yang
berkemajuan. Sedangkan alat untuk menjalankannya ialah pendidikan, jika
perempuan mendapatkan pendidikan yang baik, maka jangan heran jika sebuah
negara atau institusi di mana perempuan itu berpijak akan mengangkat martabat
bangsa.

Pendidikan bukan hanya berkaitan soal mengasah akal dan tingkat


intelektual saja, namun juga memperhatikan kepribadian. Kartini mengatakan jika
pendidikan bukan hanya mempertajam akal, budi pekerti pun juga harus
dipertinggi. Intinya ialah dalam menjalankan sistem pendidikan, tidak hanya
mengutamakan tingkat kecerdasan semata, namun juga menanamkan budi pekerti
pula. Jika hanya mengunggulkan sisi kecerdasan tanpa memperhatikan hal yang
lain, maka yang terjadi ialah rasa superioritas dan rendahnya sikap kemanusiaan.
Pendidikan diberikan bukan hanya dalam lembaga formal saja, namun juga
diperlukan bimbingan pendidikan non formal. Pendidikan formal tidak
sepenuhnya berjalan baik jika tidak diiringi oleh pendidikan non formal yang
berupa peranan keluarga dan lingkungan dalam penerapan pendidikan. Joesoef
Sulaiman dalam Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah mengemukakan“Di
dalam keluargalah anak pertama-tama menerima pendidikan, dan pendidikan
yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan yang terpenting atau
utama terhadap perkembangan pribadi anak.” Keluarga adalah elemen terpenting
dalam pembentukan dan pengembangan karakter seorang anak. Itulah sebabnya
penekanan pendidikan kerap kali diberikan pada pendidikan non formal atau
keluarga. Karena keluarga berperan sebagai pendidik.

Hal ini berkaitan pula pada penjelasan tentang peran perempuan untuk
memberikan pendidikan pada generasi selanjutnya. 10 Bidang ekonomi Peranan
dan kontribusi kaum perempuan kini menjadi faktor penting dalam menghadapi
berbagai tantangan dan kesulitan, upaya pemulihan, reformasi, serta transformasi
ekonomi. Maka, sangat penting untuk memberikan kesempatan yang setara
kepada perempuan untuk berkontribusi lewat kegiatan perekonomian bagi ibu
negeri.Di Indonesia, peranan perempuan dalam perekonomian semakin hari
makin signifikan. Pada sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM),
53,76% pelakunya perempuan dan 97% pekerjanya pun perempuan. Sementara
itu, kontribusi UMKM dalam perekonomian nasional ialah 61%. Pada bidang
investasi, kontribusi perempuan 60%. Catatan itu disampaikan Menteri Keuangan
(Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada seminar nasional “Ekonomi dan Keuangan
Syariah” yang dihelat bersamaan dengan peringatan Hari Kartini, Rabu, 21 April
2021 di Jakarta. “Hal tersebut menggambarkan bahwa literasi dan kapasitas
perempuan untuk berpikir cerdas, bisa mengamankan dana bagi keluarga, dan
menginvestasikan di bidang produktif sangat potensial dan nyata. Jadi, tak perlu
dipertanyakan lagi bahwa perempuan tak hanya memiliki potensi, tapi secara
aktual mampu berkontribusi,” Dalam mendesain program pemulihan ekonomi,
pemerintah pun melihat dimensi gender.

Bantuan Program Keluarga Harapan, bantuan sembako, dan bantuan


langsung tunai, berhubungan dengan peranan perempuan yang mengatur
keuangan rumah tangganya. Bantuan sosial itu tidak disalurkan melalui tangan
kaum laki-laki Peranan perempuan itu sungguh nyata dan bisa memberikan nilai
tambah yang besar,Lebih jauh, pentingnya peran perempuan di bidang ekonomi
itu diperkuat oleh data yang tertera dalam State of The Global Islamic Economy
Report. Menurut Menkeu, peranan perempuan yang menjadi wirausahawan
disebut bisa meningkatkan potensi kontribusi atas produk domestik bruto (GDP)
global hingga USD5 triliun.kesempatan untuk berkontribusi secara optimal dalam
bidang ekonomi pun perlu perjuangan tersendiri, karena perlu kondisi kesetaraan
gender. “Perjuangan menuju kesetaraan gender itu masih panjang,” ujarnya, di
depan sebuah webinar tentang gender, 12 Desember 2020.

Padahal bila ada kesempatan yang setara antara perempuan dan laki-laki,
maka perekonomian global akan mendapatkan keuntungan dalam produktivitas
yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik. “Kalau semua negara memberikan
kesempatan yang sama kepada perempuan untuk berpartisipasi pada
perekonomian, maka produktivitas negara -negara akan meningkat nilainya
bahkan mencapai 28 triliun atau 26% dari GDP dunia,”Namun, untuk
mewujudkan hal tersebut membutuhkan persyaratan. Sebab, perempuan tak sama
dengan kaum pria. Secara biologis, perempuan yang menanggung proses
reproduksi, paling tidak selama sembilan bulan. Ini membuat perempuan tidak
dalam posisi yang sama dengan laki-laki,”.Maka, kebijakan harus bisa mengenali
berbagai perbedaan kebutuhan tersebut tanpa menimbulkan diskriminasi.
“Kebijakan harus didesain agar halangan bagi perempuan menjadi seminimal
mungkin. Sehingga, mereka bisa terus berpartisipasi secara maksimal,’’ 11
Bidang politik Perjuangan kaum perempuan dalam penulisan sejarah di Indonesia
cenderung terpinggirkan. Padahal menurut Wulan Sondarika (2017) sejak awal
abad ke-19, beberapa wanita Indonesia telah tampil dalam membela tanah air dan
bangsanya, sebut saja Nyi Ageng Serang XIX, Christina Martha Tiahahu, Cut
Nyak Dien, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Nyai Walidah Ahmad Dahlan
dan lainnya.

Menurut saya, hal ini wajar karena masyarakat kita dideterminasi budaya
patriarkis. Sehingga peran kaum perempuan yang luar biasa kadang tidak
terekspos publik, termasuk partisipasinya dalam politik.Berbicara tentang politik
tidak hanya dilakukan oleh kalangan politisi, pemerintah atau para birokrat saja
namun semua lapisan masyarakat. Disetiap tongkrongan kopi kita bisa mendengar
para warga sedang meperbincangkan politik, memperdebatkan paslon mana yang
terbaik atau mengkritisi kebijakan pemerintah. Representasi perempuan dalam
bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Diindonesia sendiri
perempuan yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar
belakang, budaya patriarkhi, perbedaan gender. Meskipun sampai saat ini selalu
ada upaya untuk memperbaiki persolan tersebut.Kementerian pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak republic Indonesia terus berupaya
meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Dibuatnya kebijakan seperti
uu no.10 tahun 2008 pasal 55 ayat 2 menerapkan zipper system yang mengatur
bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan.

7. Pemberdayaan Perempuan
A. Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti
kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang
kurang atau belum berdaya. Pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh suatu masyarakat sehingga mereka
dapat mengaktualisasikan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk
bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri. Hakekat pemberdayaan adalah
suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau
kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan
sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumber daya
dan potensi yang dimiliki secara mandiri.

B. Strategi Pemberdayaan Perempuan


1. Keterampilan
Keterampilan adalah akses kehidupan mobilitas profesional perempuan
sehingga dengan berbekal keterampilan memungkinkan seorang perempuan akan
berkembang dengan sempurna karena keterampilan terletak pada segala aktivitas
dalam kehidupan, dalam bidang apapun keterampilan dan kemampuan perlu
dikuasai oleh seorang perempuan untuk menjadikan dirinya semakin berkualitas
2. Pembinaan
Memberdayakan perempuan melalui pembinaan adalah sebuah upaya di
berbagai bidang-bidang sesuai dengan karakter organisasinya masing-masing
membina dengan proses, pembuatan, pembaharuan, cara, penyempurnaan, dan
usaha tindakan pada kegiatan yang dilaksanakan secara efektif dan efesien sebagai
orientasi tujuan yang lebih baik hal ini merupakan hal yang penting sebab sangat
menentukan kesinambungan tujuan pembangunan hidup perempuan dalam
berbagai bidang pembangunan sehingga melahirkan kaum perempuan yang
berkualitas dan mandiri.

3. Pendidikan
Memberdayakan kaum dengan cara Perempuan harus diberikan pelatihan,
pendidikan agar mereka memiliki kemampuan.

C. Aktivitas Pemberdayaan Perempuan


Berdasarkan tersebut pemikiran uraian pemikiran di atas, maka dalam
aktivitas pemberdayaan ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Pengetahuan dasar dan keterampilan intelektual (kemampuan yang mengana


nalisis sebab akibat terhadap setiap permasalahan yang muncul).
2. Mendapat akses menuju sumber daya yang besifat materi atau non materi
guna untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri mereka.
3. Organisasi serta manajemen menjadi salah satu wadah pengelolaan dan
pengembangan keterampilan untuk kegiatan kolektif pengembangan mereka
D. Langkah-Langkah Pemberdayaan Perempuan
Menurut Sulistyani (2004), tahapan atau langkah-langkah dalam
pemberdayaan perempuan adalah sebagai berikut:
1. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
2. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan
peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri
3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan
pada kemandirian
E. Tahapan Pemberdayaan Perempuan
Menurut Theresia, Apprillia (2015) tahap pemberdayaan dalam upaya
memberdayakan perempuan dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi perempuan
berkembang (enabling).
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki (empowering).
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi.

Anda mungkin juga menyukai