Disusun oleh:
Kelompok 12
Nurlita Adelia (2208026019)
Arya Sapta Yanuar (2208066022)
Mohamad Riza Haqiqi (2208066026)
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah, tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “kajian fiqh
kontempore dan kekinian kesetaraan gender” dengan tepat waktu. Adapun tujuan
dari penulisan ini guna untuk sebagai penambah wawasan tentang kajian fiqh
kontempore dan kekinian kesetaraan gender bagi penulis maupun pembaca.
Ucapan terimakasih kita kepada Dr. H. Nur Khoiri, M.Ag. selaku dosen
pengampu mata kuliah ilmu fiqh yang telah memberikan arahan dan pemahaman
dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada
seluruh pihan sumber yang telah membantu kami dalam pengetahuan serta
wawasan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini guna menjadi
bekal pengalaman. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesetaraan gender mengacu pada prinsip bahwa semua individu, tanpa
memandang jenis kelamin, memiliki hak yang sama dalam hal akses, peluang, dan
perlakuan. Konsep kesetaraan secara bahasa berasal dari kata tara yang merujuk pada
kesamaan, kesebandingan, atau keseimbangan. Dalam konteks terminologi, istilah gender
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan dalam segala hal di masyarakat yang
berkaitan dengan perbedaan seksual. Perbedaan ini mencakup berbagai aspek seperti
bahasa, perilaku, pemikiran, pola makan, ruang, waktu, kepemilikan, teknologi, media
massa, mode, pendidikan, profesi, alat produksi, dan peralatan rumah tangga.
Kesetaraan gender diartikan sebagai konsep menciptakan keseimbangan atau
kesejajaran antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia. Namun, penting untuk
diingat bahwa keseimbangan ini tidak dapat diukur secara kaku dan tidak selalu mutlak
sama. Meskipun demikian, perlu diakui bahwa terdapat perbedaan biologis antara laki-
laki dan perempuan yang tidak dapat sepenuhnya dihapuskan. Ini membawa pemahaman
bahwa kesetaraan gender tidak berarti meniadakan perbedaan tersebut, tetapi lebih kepada
menciptakan pengakuan, penghargaan, dan pemberdayaan yang setara di antara keduanya.
Pandangan agama dan budaya terhadap perbedaan antara gender dan seks
dapat bervariasi. Dalam banyak kasus, gender dianggap sebagai konstruksi sosial yang
melampaui aspek biologis seks. Beberapa pandangan agama mungkin lebih konservatif
dalam menetapkan peran gender berdasarkan seks biologis. Hak dan kewajiban gender
telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Dalam banyak budaya, peran dan hak
gender perlahan berubah karena faktor sosial, ekonomi, dan politik. Dalam agama,
interpretasi teks suci juga dapat memengaruhi perkembangan ini. Sehingga dari latar
belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
3
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk memahami pengertian dari kesetaraan gender.
2. Untuk mengetahui makna kesetaraan gender dalam islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana islam mengatur status posisi laki-laki dan
perempuan.
4. Untuk memahami prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam islam.
4
1.5 Sistematika Penulisan Makalah
1. Bagian Awal
Bagian ini antara lain memuat cover, kata pengantar, dan daftar isi.
2. Bagian Isi
BAB I: Pendahuluan, yang merupakan gambaran secara global mengenai seluruh isi dari
makalah yang meliputi, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan
makalah, manfaat penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah
BAB II: Landasan teori, berisi uraian materi yang berkaitan dengan judul makalah,
kajian fiqh kontempore dan kekinian: kesetaraan gender, pengertian dari kesetaraan
gender, makna dalam kesetaraan gender, status laki-laki dan perempuan dalam Islam,
dan Prinsip-Prinsip kesetaraan gender.
BAB III: Pembahasan, berisi analisis SWOT dari jurnal yang berkaitan
dengan kesetaraan gender.
BAB IV: Penutup terdiri dari kesimpulan saran.
3. Bagian akhir makalah memuat daftar pustaka yang berisi referensi atau sumber
yangdigunakan dalam makalah ini.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kesetaraan Gender
Gender yang berarti jenis kelamin. Artinya, kata “gender” tidak hanya
mencakup masalah jenis kelamin. tapi lebih dari itu, analisis gender lebih menekankan
pada lingkungan yang membentuk pribadi seseorang. Kesetaraan gender adalah
konsep yang menekankan hak-hak, peluang, dan perlakuan yang sama bagi semua
individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka. Konsep ini mengajukan bahwa baik
laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang setara untuk mengakses pendidikan,
pekerjaan, peran sosial, dan kehidupan yang bebas dari diskriminasi dan ketidakadilan.
Kesetaraan gender mendasarkan diri pada keyakinan bahwa perbedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan tidak seharusnya menjadi dasar untuk membatasi hak-hak dan
peluang mereka.
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki
maupun perempuan.1
Kesetaraan gender juga berbicara tentang menghilangkan ketidaksetaraan yang
ada di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal upah, akses terhadap layanan
kesehatan dan pendidikan, partisipasi politik, dan peran di rumah tangga. Konsep ini
menantang norma-norma dan budaya yang dapat membatasi peran dan pilihan
individu berdasarkan jenis kelamin mereka.
Penting untuk diingat bahwa kesetaraan gender bukan hanya tentang
memberikan hak yang sama secara formal, tetapi juga tentang menciptakan
lingkungan yang mendukung kesempatan yang setara bagi semua individu untuk
tumbuh dan berkembang tanpa hambatan atau tekanan yang tidak adil. Ini mencakup
mengakui dan mengatasi ketidaksetaraan struktural dan sistemik yang mungkin ada
dalam masyarakat.
1
Iswah Adriana, Kurikulum Berbasis Gender, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1. 2009 hlm 138
6
Dalam pandangan konsep ini, kesetaraan tidak sama dengan identikasi.
Artinya, kesetaraan gender tidak bermaksud mengabaikan perbedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan. Sebaliknya, ia menekankan bahwa perbedaan biologis tidak
boleh menjadi justifikasi untuk perlakuan yang tidak adil atau pembedaan. Al-Qur'an
tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di
hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama, namun
masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut.
Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda yang secara periodik berusaha
mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. Oleh sebab itu, kemunculan setiap agama
selalu mendapatkan perlawanan dari mereka yang diuntungkan oleh budaya patriarkhi.
Sikap perlawanan tersebut mengalami pasang surut dalam perkembangan sejarah
manusia.
Ketidakadilan gender yang tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan
akan mengakibatkan kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gender itu seolah-
olah merupakan kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum. Hal ini
disebabkan terdapat kesalahan makna gender, karena pada dasarnya gender
merupakan kontruksi sosial, justru dianggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan
Tuhan.2
Dalam konteks Indonesia, kesetaraan gender menjadi fokus penting dalam
upaya pemerintah dan masyarakat sipil. Berbagai kebijakan dan program telah
diadopsi untuk mempromosikan kesetaraan gender, termasuk Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan
inisiatif lainnya untuk memastikan hak-hak perempuan dan mendorong partisipasi
mereka dalam berbagai bidang.3
2.2 Makna Kesetaraan Gender Dalam Islam
Gender adalah keadaan dimana laki-laki dan perempuan berada dalam kondisi
dan status yang sama untuk merealisasikan hak asasinya dan sama-sama berpotensi
menyumbang kemajuan pengembangan.4 Kesetaraan gender muncul dikarenakan
ketidakpuasan perlakuan terhadap perempuan. Hal ini bukan tanpa alasan, bahwa
perempuan yang merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup besar bahkan
2
Rakhmawati, Relasi Gender Dalam Fiqh Islam: Dari Kesenjangan Menuju Kesetaraan dan Keadilan,
Jurnal of Muslim Societies. Vol. 1, No. 2, (2019), hal. 72-75
3
Kementerian PPPA.RI.2020
4
Warliah, W. (2017). Pendidikan Berbasis Gender Awareness; Strategi Meminimalisir Bias Gender Di
Pondok Pesantren. Jurnal islam nusantara, 1(2).
7
melebihi jumlah laki-laki berada sangat jauh dari laki-laki dalam hal partisipasinya di
sektor publik. Kata “kesetaraan” berasal dari kata setara yang berarti adil, keadilan,
tidak berat sebelah, kepatutan, kandungan yang sama. Dengan demikian, kata “setara”
masuk dalam salah satu makna “adil”. Kata adil sendiri berasal dari kata kerja ‘adala,
yu’adilu yang berarti “berlaku adil”, “tidak berat dan patut”, “sama”, “menyamakan”,
“berimbangan” dan seterusnya.5
Kesetaraan adalah inti ajaran Islam, bahwa semua manusia setara di hadapan
Allah. Siapa yang berbuat baik dalam segala hal, dari jenis kelamin laki-laki maupun
perempuan akan mendapat balasan yang sama.6
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Nisa’ ayat: 124.
ٰٰۤ َ
ول ِٕىكَ يَ ْد ُخلُ ْونَ ا ْل َجنَّةَ َو ََل يُ ْظلَ ُم ْونَ نَ ِقي ًْرا ُ ت ِم ْن ذَك ٍَر اَ ْو ا ُ ْن ٰثى َوه َُو ُمؤْ ِمنٌ فا
ِ ص ِل ٰح
ّٰ َو َم ْن يَّ ْع َم ْل ِمنَ ال.
Artinya: “Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun
perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan
mereka tidak dizalimi sedikit pun.” QS. al-Nisa’ ayat: 124.
5
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia: Perspektif Muhammadiyah
dan NU, (Jakarta; Universitas Yasri, 1999), 28.
6
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, 91-92.
8
ditetapkan oleh agama dan berperan dalam melakukan kebaikan serta menghindari
perbuatan yang tercela.7
2.3.1 Perspektif Pengabdian
Islam tidak membedakan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam
pengabdian, satu-satunya perbedaan yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam
meninggikan atau merendahkan derajat mereka hanyalah nilai pengabdian dan
ketakwaannya kepada Allah swt. Hal tersebut telah ditegaskan dalam firman-Nya
dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 13:
7
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1995), 521.
8
Muhammad Arifin Badri. 2011. Pengaruh Persepsi Kesetaraan Gender terhadap Komitmen
Organisasi. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 9, No. 4.
9
(peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.”
Beberapa ulama juga berpendapat bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-
laki (Adam). Meski demikian, hal ini dipahami bukan untuk menunjukkan rendahnya
kedudukan perempuan, tetapi untuk menggambarkan kesetaraan, kebersamaan, dan
saling melengkapi antara keduanya.9
2.3.3 Perspektif Kejiwaan
Ada suatu anggapan bahwa dari segi kejiwaan, kaum perempuan memiliki jiwa yang
lemah sehingga mudah terkena godaan atau rayuan. Dari perspektif inilah yang
menyebabkan orang-orang diluar sana memandang perempuan sebagai makhluk yang
lemah, karena sifat yang lemah lembut. Anggapan ini, mengingatkan diri pada peristiwa
keberhasilan iblis merayu Adam untuk memakan buah yang terdapat di surga, yang
disebabkan iblis merayu Hawa terlebih dahulu. Hal ini seperti Firman Allah:
س ْو ٰ َءتِ ِه َما َوقَا َل َما نَ َه ٰى ُك َما َربُّ ُك َما ع َْن ٰ َه ِذ ِهَ ع ْن ُه َما ِمن َ ى َ ِى لَ ُه َما َما ُو ِۥر َ ٰ ش ْي
َ طنُ ِليُ ْبد َّ س لَ ُه َما ٱل ْ فَ َو
َ س َو
َش َج َر ِة إِ َّ َٰٓل أَن تَكُونَا َملَ َكي ِْن أَ ْو تَكُونَا ِمنَ ٱ ْل ٰ َخ ِل ِدين
َّ ٱل
Artinya: “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agar menampakkan
aurat mereka (yang selama ini) tertutup. Dan (setan) berkata, “Tuhanmu hanya melarang
kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak
menjadi orang yang kekal (dalam surga).”
Kecenderungan emosi dan psikologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan
merupakan sunnatullah. Hal ini bukan menunjukkan kelemahan salah satu jenis kelamin,
namun lebih kepada saling melengkapi satu sama lain.10
2.3.4 Perspektif Kemanusiaan
Salah satu tradisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam ialah mengubur hidup-
hidup bayi perempuan karena alasan takut miskin atau tercemar namanya, seperti yang
diceritakan dalam surah an-Nahl ayat 58 – 59.
Berikut adalah firman Allah Q.S. anNahl ayat 58:
9
Nurhayati. (2018). Argumentasi Islam Tentang Kesetaran Gender. Farabi: Jurnal Pemikiran
Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah, 15(2).
10
Mufidah Ch, Lilik. (2021). Perspektif Gender dalam Islam. Potret Pemikiran, 25(1).
10
Prinsip perlakuan yang sama berlaku untuk seluruh manusia, baik laki-laki
maupun perempuan, dalam hal memperoleh pendidikan, kesempatan kerja,
mendapatkan hak waris, berperan di ruang publik, dan lain sebagainya. Pelarangan
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin merupakan perwujudan dari Islam akan
martabat kemanusiaan setiap orang secara adil dan setara tanpa memandang jenis
kelamin.11
2.4 Prinsip Kesetaraan Gender Dalam Islam
Nasaruddin Umar mengemukakan bahwa ada beberapa variabel yang dapat
digunakan sebagai standar dalam menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam
al-Qur’an. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut:
2.4.1 Laki-laki dan perempuan Sama-sama sebagai Hamba
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada Tuhan,
sebagaimana disebutkan dalam
QS. al- Zariyat: 56 س ا َِّْل ِليَ ْعبُد ُْو ِن ِ ْ َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو
َ اْل ْن
Artinya sebagai berikut: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan siapa yang banyak amal ibadahnya, maka itulah mendapat
pahala yang besar tanpa harus melihat dan mempertimbangkan jenis kelaminnya
terlebih dahulu. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk
menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan dengan
orang- orang bertaqwa (muttaqûn), dan untuk mencapai derajat muttaqûn ini tidak
dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.
2.4.2 Laki-laki dan perempuan sebagai Khalifah di Bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, disamping
untuk menjadi hamba (âbid) yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah Swt.,
juga untuk menjadi khalifah di bumi (khalifah fî al-ard). Kapasitas manusia sebagai
khalifah di bumi ditegaskan di dalam QS. al-An’am: 165
ٰٓ
ٍ ض د ََر ٰ َج
َت ِليَ ْبلُ َو ُك ْم فِى َما ٰٓ َءاتَ ٰى ُك ْم ۗ إِنَّ َربَّك َ ض ُك ْم فَ ْو
ٍ ق بَ ْع َ ض َو َرفَ َع بَ ْع َ َِوه َُو ٱلَّذِى َجعَلَ ُك ْم َخ ٰلَئ
ِ ف ْٱْلَ ْر
ور َّر ِحي ٌم ِ س ِري ُع ٱ ْل ِعقَا
ٌ ُب َوإِنَّ ۥهُ لَغَف َ
artinya sebagai berikut:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat
cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
11
Baroroh, U. (2016). Prinsip Kesetaraan Gender dalam Islam. Equalita: Jurnal Studi Gender, 1(1).
11
Kata khalifah dalam ayat tersebut tidak menunjuk kepada salah satu jenis
kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai fungsi
yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas
kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung jawab
sebagai hamba Tuhan.
2.4.3 Laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam
prestasi
Islam mengakui kesetaraan gender dan menegaskan bahwa pencapaian
individu, baik dalam ranah spiritual maupun karier profesional, tidak harus terbatas
pada satu jenis gender saja. Namun, di dalam masyarakat, penerapan konsep ideal ini
memerlukan langkah-langkah dan upaya sosialisasi karena masih ada sejumlah
hambatan, terutama yang bersifat budaya dan sulit untuk diatasi. Secara prinsip, Islam
tidak mengenal perbedaan hak dalam meraih prestasi antara laki-laki dan perempuan,
namun hal ini perlu disesuaikan dengan kemampuan intelektual dan ketrampilan
masing-masing individu.
2.4.4 Perempuan dan laki-laki menerima perjanjian awal dengan Allah SWT
Laki-laki dan perempuan sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian
primordial dengan Tuhan. Seperti diketahui, menjelang seorang anak manusia keluar
dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya,
sebagaimana disebutkan dalam QS. al-A’raf: 172.
Menurut Fakhr al-Razi tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi
ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka disaksikan oleh para
malaikat. Tidak ada seorang pun yang mengatakan “tidak.”12 Dalam Islam, tanggung
jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam
kandungan. Sejak awal sejarah manusia. Dengan demikian dalam Islam tidak dikenal
12
Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid XV, h. 402.
12
adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki- laki dan perempua sama-sama menyatakan
ikrar ketuhanan yang sama.
13
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis SWOT Pada Jurnal: Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Islam
14
pendidikan. Salah satu contohnya adalah masih rendahnya jumlah perempuan yang
menjadi kepala sekolah.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji kesetaraan gender dalam perspektif
Islam, khususnya dalam studi peran perempuan sebagai kepala sekolah. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data
dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan beberapa kepala sekolah
perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam memandang perempuan
memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan laki-laki untuk menjadi
pemimpin. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tokoh perempuan dalam sejarah
Islam yang berperan sebagai pemimpin, baik dalam bidang politik, agama, maupun
pendidikan. Namun, dalam praktiknya, masih ada beberapa faktor yang menghambat
perempuan untuk menjadi kepala sekolah, antara lain:
Stereotip gender yang masih kuat di masyarakat, yang memandang bahwa
kepemimpinan adalah domain laki-laki.
• Kendala budaya, seperti adanya persepsi bahwa perempuan harus mengurus rumah
tangga dan anak-anak.
• Kendala struktural, seperti adanya aturan yang membatasi perempuan untuk
menduduki jabatan tertentu.
Untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam bidang pendidikan, diperlukan
upaya-upaya yang komprehensif, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun
lembaga pendidikan. Upaya-upaya tersebut antara lain:
• Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender.
• Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang kesetaraan gender dalam bidang
pendidikan.
• Melakukan revisi terhadap aturan-aturan yang diskriminatif terhadap perempuan.
• Menyediakan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk mengembangkan
kompetensi kepemimpinannya.
15
2. Terdapat banyak tokoh perempuan dalam sejarah Islam yang berperan sebagai
pemimpin.
3. Adanya upaya-upaya dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk
mewujudkan kesetaraan gender
Weakness
1. Stereotip gender yang masih kuat di masyarakat.
2. Kendala budaya, seperti adanya persepsi bahwa perempuan harus mengurus rumah
tangga dan anak-anak.
3. Kendala struktural, seperti adanya aturan yang membatasi perempuan untuk
menduduki jabatan tertentu.
Opportunity
1. Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender semakin meningkat.
2. Adanya kemajuan teknologi yang dapat memudahkan sosialisasi dan advokasi
tentang kesetaraan gender.
Threat
1. Adanya kelompok-kelompok yang menentang kesetaraan gender.
2. Adanya persepsi bahwa kesetaraan gender akan merusak tatanan masyarakat.
16
ini mencoba menilai tingkat pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan dengan menggunakan tiga indikator penting yaitu: partisipasi dalam
pendidikan di tingkat dasar, menengah dan tinggi, pekerjaan dan pengambilan
keputusan politik, memanfaatkan sumber data sekunder yang berharga. Studi ini
menggunakan metode kualitatif yang dianalisis dengan pendekatan deksriptif.
Narasumber adalah pemilik Cirebon Home Made. Inti masalah ketimpangan gender
di Indonesia adalah dilema pemerintah Indonesia untuk mengambil keputusan untuk
mengurangi masalah perluasan tingkat kapasitas yang diperlukan untuk meningkatkan
kesempatan untuk mengakomodasi kebutuhan yang berbeda-beda dari keduanya. Para
juga berpendapat bahwa pencapaian kesetaraan gender di Indonesia yang sudah
dibatasi waktu, akan menjadi fatamorgana karena faktor penghambat multidimensi.
Penelitian ini bertumpu pada aktualisasi kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan pada keinginan dan keniscayaan pendekatan pragmatis.
3.2.3 Isi Jurnal
Cirebon Home Made merupakan salah satu UKM di Kota Cirebon yang
bergerak di bidang kerajinan sulam pita. Usaha ini didirikan oleh pasangan suami istri
pada tahun 1997 dan saat ini dipimpin oleh Ibu Farida Prayudi. Cirebon Home Made
telah meraih berbagai prestasi, termasuk memperluas pasarnya hingga ke Amerika
Serikat. Namun, usaha ini juga menghadapi beberapa tantangan, seperti pencurian
karya oleh karyawan dan kurangnya sumber daya manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberdayaan perempuan melalui UKM di
Kota Cirebon dengan studi kasus Cirebon Home Made. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui
wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cirebon Home Made telah menerapkan berbagai
strategi untuk memberdayakan perempuan, antara lain:
• Gaya kepemimpinan yang partisipatif: Ibu Farida memberikan kesempatan
kepada karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
• Pembelajaran dan pelatihan berkelanjutan: Cirebon Home Made memberikan
pelatihan berkelanjutan kepada karyawan untuk meningkatkan keterampilan
mereka.
• Pemberian otonomi: Karyawan diberikan otonomi dalam menentukan pola
dan waktu penyelesaian produk.
17
• Namun, penelitian ini juga menemukan beberapa tantangan yang dihadapi
oleh Cirebon Home Made, antara lain:
• Kurangnya sumber daya manusia: Cirebon Home Made hanya memiliki 10
karyawan, padahal permintaan produk semakin meningkat.
• Pencurian karya oleh karyawan: Karya Cirebon Home Made pernah dicuri
oleh karyawan dan dijual kembali.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan beberapa hal untuk
meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui UKM di Kota Cirebon, antara lain:
• Peningkatan sumber daya manusia: Pemerintah dan pihak swasta perlu
memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UKM untuk meningkatkan
keterampilan dan kapasitas sumber daya manusianya.
• Peningkatan kesadaran masyarakat: Masyarakat perlu disadarkan akan
pentingnya pemberdayaan perempuan melalui UKM.
18
1. Kemajuan teknologi: Kemajuan teknologi dapat membantu UKM untuk memperluas
pasar dan meningkatkan efisiensi produksi.
2. Pertumbuhan ekonomi: Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan permintaan
produk UKM.
Threat
1. Persaingan yang semakin ketat: Persaingan yang semakin ketat dapat mengancam
kelangsungan usaha.
2. Perubahan selera konsumen: Perubahan selera konsumen dapat menyebabkan
penurunan permintaan produk.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
20
4.2 Saran
Dengan demikian, upaya untuk mencapai kesetaraan gende memerlukan kerja
keras dan kesadaran bersama dari masyarakat, serta pengakuan akan nilai-nilai universal
yang menghargai martabat setiap individu. Makalah ini berharap dapat memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu penting ini, serta mendorong diskusi
dan tindakan lebih lanjut untuk mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan setara
bagi semua.
Terkait dengan dalam penyusunan makalah ini penulis menginginkan
kesempurnaaan, namun pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pada pembaca sangat penulis
harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh, U. (2016). Prinsip Kesetaraan Gender dalam Islam. Equalita: Jurnal Studi
Gender, 1(1).
Fakhr al-Razi, al-Tafsîr al-Kabîr (Beirut: Dâr al-Haya’ al-Turats al-Arabi, 1990), Jilid
XV, h. 402.
Iswah Adriana, Kurikulum Berbasis Gender, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1. 2009 hlm
138
Kementerian PPPA.RI.2020.
Mufidah Ch, Lilik. (2021). Perspektif Gender dalam Islam. Potret Pemikiran, 25(1).
Muhammad Arifin Badri. 2011. Pengaruh Persepsi Kesetaraan Gender terhadap
Komitmen Organisasi. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 9, No. 4.
Nurhayati. (2018). Argumentasi Islam Tentang Kesetaran Gender. Farabi: Jurnal
Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah, 15(2).
Rakhmawati, Relasi Gender Dalam Fiqh Islam: Dari Kesenjangan Menuju Kesetaraan
dan Keadilan, Jurnal of Muslim Societies. Vol. 1, No. 2, (2019), hal. 72-75
Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia: Perspektif Muhammadiyah dan NU,
(Jakarta; Universitas Yasri, 1999), 28.
_______, Hukum Islam di Indonesia: Perspektif Muhammadiyah dan NU, (Jakarta;
Universitas Yasri, 1999), 91-92.
Umar, Nasaruddin 1999, Argumen Kesetaraan Gender perspektif alQur’an.Cet. I;
Jakarta: Paramadina
Warliah, W. (2017). Pendidikan Berbasis Gender Awareness; Strategi Meminimalisir
Bias Gender Di Pondok Pesantren. Jurnal islam nusantara, 1(2).
Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid II, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), 521.
22