Anda di halaman 1dari 16

JAGUNG DAN IKAN, KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN

KOMUNITAS LOKAL DI KABUPATEN LEMBATA


Rufus Patty Wutun & Porat Antonius
Dosen tetap pada Universitas Nusa Cendana Kupang

Abstrak
Kajian mengenai psikologi lintas budaya yang pernah ada berkisar pada
suku bangsa, komunikasi dan bahasa, adat istiadat dan agama, jenis
kelamin, prasangka dan konflik sosial. Mengenai jenis makanan pokok
komunitas budaya langkah bahkan belum ada menurut perspektif psikologi. Padahal, secara teoretis diyakini bahwa perilaku ditentukan juga
oleh jenis makanan yang dihasilkan dari lingkungan alam. Gagasan ini
berasumsi bahwa nutrisi makanan berguna untuk membentuk jaringan
tubuh, kemudian jaringan tubuh menyalurkan energi bagi tubuh untuk
memelihara mekanisme keseimbangan relasional baik dengan diri sendiri, sesama dan alam serta relasi yang harmonis dengan Sang Ilahi melalui jiwa manusia. Tubuh merupakan medan bagi jiwa mengekspresikan
dan memanifestasikan dirinya dalam bentuk perilaku tubuh. Di sini, nutrisi tubuh dibutuhkan jiwa untuk memancarkan dirinya melalui tubuh sebagai medannya. Karena itu, psikologi merupakan sebuah disiplin yang
mendalami cara jiwa mengekspresikan dan menyingkapkan diri melalui
perilaku tubuh. Gagasan dasar artikel ini adalah untuk mengusung sejumlah perilaku pemimpin sebagai akibat dari determinasi nutrisi makanan dari jagung dan ikan bagi komunitas lokal di pulau Lembata. Didasarkan pada sifat dasar tanaman jagung dan ikan dengan mudah dideskripsikan sejumlah nilai komunitas lokal seperti nilai kesabaran dan kepatuhan, rendah hati, suka menolong dan rela berkorban, pekerja keras
dan kooperatif, praktis dan konservatif serta suka merantau, pantang menyerah dan cinta akan kampung halaman. Nilai-nilai lokal ini diharapkan
selain dioptimalkan fungsinya oleh pemimpin untuk usaha pembangunan
Daerah juga cara budaya menyadarkan komunitas supaya kembali mengaktualkan mutiara warisan leluhur yang melandasi jati diri orang Lamaholot dalam relasinya dengan sesama dan dengan Pencipta dan alam semesta. Dengan cara seperti ini diharapkan akan tercipta kehidupan bersama yang aman, tertib, damai dan sejahtera melalui kepemimpinan
bennevolen authoritative.

Kajian psikologi dan tingkah laku antaretnik di NTT diketahui masih sangat langka. Beberapa kajian yang pernah ada pun hanya berkisar pada suku bangsa.
Meskipun demikian, hasil kajian yang terbatas jumlahnya sudah bisa dijadikan
pedoman untuk memahami perilaku orang dan perilaku hubungan antaretnis di

Wilayah ini yakni mengenai prasangka sosial dan efektivitas komunikasi antaretnik di Kupang (Liliwery Alo, 1994).
Seharusnya kajian mengenai perilaku antaretnik tidak hanya dalam hal
komunikasi, bahasa, dan suku bangsa, adat istiadat, dan agama misalnya tetapi
juga dalam hal jenis makanan pokok. Setiap budaya memiliki makanan khas dan
makanan pokok berbeda. Makanan Ketemak dan Daging Sei menjadi makanan
khas orang Timor. Jagung titi, Rumpu-rampe, dan Kenari adalah makanan khas
orang Flores Timur dan Alor. Jadi, penjelasan mengenai perilaku antaretnik di
NTT selain dijelaskan melalui unsur bahasa, adat istiadat, etnik, pola komunikasi
dan agama juga dari pengelompokan makanan khas masing-masingnya.
Deskripsi mengenai perilaku etnik dengan merujuk pada jenis makanan
pokok didasarkan pada asumsi bahwa nutrisi yang berasal dari makanan akan
berguna untuk membentuk jaringan-jaringan tubuh. Dari makanan akan berguna
menghasilkan energi bagi tubuh manusia dan berguna bagi tubuh melakukan
seluruh aktivitasnya yakni (1) sebagai sumber pangatur dan pelindung tubuh dari
penyakit (2) sumber pembangun tubuh baik pertumbuhan maupun perbaikan
tubuh (3) sumber bahan pengganti sel-sel yang usang dimakan usia. Jadi, nutrisi
makanan yang telah dikonsumsi menjadi syarat untuk kehidupan tubuh di mana
jiwa ditampakan dan disingkapkan secara fisik. Dengan perkataan lain, perilaku
manusia merupakan cara jiwa menampakkan dan menyingkapan diri melalui
tubuh sebagai medannya.
Energi tubuh yang berasal dari makanan dipergunakan manusia untuk kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga. Besaran energi yang
diperlukan untuk sebuah aktivitas fisik bergantung pada apa, bagaimana,di mana, dan kapan sebuah aktivitas fisik itu dilangsungkan. Katakan saja, aktivitas
mengolah lahan pada kondisi cuaca panas dan lingkungan fisik lahan kurang
subur maka besaran energi yang dibutuhkan seseorang akan berbeda dengan
cuaca dingin dan kondisi fisik lahan yang subur. Kondisi iklim dan fisik lahan juga
menentukan jenis tanaman yang menghasilkan jenis makanan bagi kehidupan
manusia. Karena itu, energi tubuh yang dihasilkan dari jenis makanan selain dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisik lahan juga oleh jenis tanaman serta jenis

perilaku fisik sebagai akibat dari kondisi lingkungan fisik, tempat di mana sebuah
komunitas budaya berdiam.
Jagung merupakan salah satu sumber makanan berenergi untuk membangun jaringan tubuh manusia. Selain sebagai sumber karbohidrat juga merupakan sumber protein penting bagi kehidupan masyarakat. Kandungan gisi
utama dari jagung adalah pati dan protein terdiri dari 5 fraksi yakni albumin, prolamin, glutelin dan nitrogen nonprotein. Sementara itu, pati mengandung kadar
gula sederhana yakni glukosa, fruktosa dan sukrosa. Karena itu, orang orang
Lembata lebih suka makan jagung karena kandungan gisi jagung memberikan
kecukupan tenaga untuk bekerja di kebun dan lahan garapan dari pagi sampai
petang hari.
Jagung merupakan sumber makanan manusia berasal dari lingkungan
fisik. Orang mengolah lingkungan fisik tanaman yang kurang subur misalnya dibutuhkan energi fisik yang cukup. Kecukupan energi tubuh berasal dari makanan
yang dikonsumsi manusia. Karena itu, sumber makanan dari jagung akan menjadi sumber utama energi utama bagi seseorang bisa melakukan aktivitas mengolah tanah dan aktivitas lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Lain
halnya dengan orang-orang Rote. Mereka merasa akan kuat dan bertenaga bekerja di Kebun seharian penuh karena telah dikuatkan oleh makanan dari daun
pepayah dan gula rote. Karena itu, jagung merupakan sumber nutrisi utama bagi
jaringan tubuh sehingga tubuh bisa berfungsi menjadi medan ekspresi jiwa baik
yang tampak dan singkap maupun yang molar dan molekular sesuai dengan karakteristik lokal masing-masing lingkungan.
Dari cara jiwa menyingkapkan dirinya melalui tubuh dan dapat dipahami
tingkahlaku manusianya berdasarkan karakteristik lokal masising-masing maka
kemunculan perilaku manusia dalam cara dan bentuknya merupakan refleksi
jiwa menghadapi lingkungan alam sekitar sehingga memungkinkan pilihan aktivitas ekonomi dari setiap komunitas budaya tentu saja berbeda. Sistem mata
pencarian seperti bercocok tanam misalnya, merupakan salah satu bentuk perilaku ekonomi masyarakat lebih dipengaruhi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
tanah di mana sebuah komunitas budaya. Budaya mengolah tanah dan me-

nanamnya dengan jenis tanaman jagung karena dipengaruhi kondisi lingkungan


fisik tanah dan memungkinkan tanaman jagung bertumbuh dan cocok hidup.
Karena itu, cara berpikir dan perwujudan perilaku ekonomi orang-orangnya dalam bentuk bertani dan bercocok tanam merupakan cerminan determinasi faktor
lingkungan alamnya.
Perspektif psikologi, perilaku manusia merupakan hasil interaksi di antara
faktor-faktor yang ada dalam diri individu dan lingkungan telah lama diyakini dan
tidak terbantahkan. Proses interaksi bersifat diadik ini terjadi dalam kesadaran
manusia baik secara individual maupun kolektif sehingga membentuk kognisi diri
dan kognisi sosial mereka. Di sini, kognisi diri didefinisikan sebagai bagian dari
jiwa manusia yang bertugas mengolah informasi, pengetahuan, pengalaman, dorongan, perasaan, keyakinan, peran, tugas, dan lainnya dalam konteks relasi sosial. Melalui proses seperti ini akan memunculkan putusan-putusan jiwa dalam
bentuk perilaku individu dan sosial. Jadi, psikologi merupakan disiplin ilmu tentang cara-cara jiwa menyingkapkan dirinya secara fisik dalam bentuk responseresponse tubuh manusia setelah adanya interaksi baik yang bersifat diadik maupun triadik. Respons-respons tubuh menghadapi stimulus internal dan eksternal
selain dibangun dalam wujud interaksi diadik juga triadik yakni interaksi di antara
jiwa dengan Allah, dan jiwa dengan tubuh dan lingkungan.
Berdasarkan persepektif psikologis yang menggagaskan faktor lingkungan
merupakan salah satu penyebab kognisi diri dan perilaku dengan basis analisisi
adalah kultur subyektif orang-orangnya. Model analisis kultur subyektif yang merepresentasikan cara-cara khas sebuah komunitas budaya mempersepsi diri dan
lingkungan sosialnya serta nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, serta
peranan dan tugas-tugas sosial. Jadi, isi kultur subyektif mengenai aspek kognisi
diri sebuah komunitas budaya menurut Triandis (1972) mencakup recognition,
judgments, affect dan evaluasi serta cara pemecahan masalah dan lainnya.
Didasarkan pada analisis kultur subyektif komunitas budaya orang Lembata maka tulisan ini ingin menawarkan sebuah cara pandang untuk menjelaskan karakteristik kepemimpinan lokal yang dipengaruhi oleh sumber nutrisi dari
jagung dan ikan sebagai jenis makanan pokok orang-orang Lembata. Karateristik

kepemimpinan lokal pada masyarakat di Kabupaten tersebut dapat diidentifikasi


melalui struktur kognisi diri sebagai salah satu aspek dari kultur subyektif mereka dalam interaksinya dengan lingkungan fisik, tempat mereka hidup dan berdiam bersama sekarang serta asal usul mereka sebelumnya. Karena itu, kelompok komunitas budaya lokal diyakini memiliki struktur kognisi diri dan peri-lakuperilakunya sama dalam hal kultur subyektifnya.
Komunitas Lokal Lamaholot
Sumber lisan menyebutkan bahwa orang Lembata pada umumnya diakui sebagai masyarakat pendatang. Ada yang berasal dari beberapa kerajaan besar di
Sulawesi selatan seperti kerajaan Bone, Luwuk, dan kerajaan Sopeng ditaklukan
oleh kerajaan Majapahit. Kelompok pengungsi purba dari Luwuk kemudian menurunkan orang-orangnya yang sebagian menetap di LEPANBATAN. Tetapi karena terjadi peristiwa bencana alam blebu lebu eke, ata plae pana, orang berlarian menyelematkan diri dari lokasi bencana air bah sampai ke Lembata, Solor,
Adonara, Alor, dan Flores Timur Daratan sekarang. Mereka bereksodus secara
bergelombang dengan menggunakan perahu dari Pulau Lepan dan Batan yang
terletak di antara pulau Pantar dan Pulau Lembata. Sebagian mereka tiba di Kedang kemudian lainnya mendarat di daerah-daerah di Pulau Lembata. Sementara itu, ada juga menyebut diri sebagai keturunan Ile Jadi (Wutun, 2009).
Kapan dan bagaimana awal mula peristiwa air bah itu tidak banyak ditulis
dan diketahui orang. Namun sumber-sumber lisan yang sering dikisahkan secara
turun temurun menyatakan bahwa nenek moyang orang Lembata sesungguhnya
pendatang dari pulau Lepanbatan. Jati diri asal usul orang lembata sesuai dengan pesan para leluhur dikenang dan dijaga melalui sebuah ungkapan LAMA.
Ungkapan Lama selain dipakai untuk menjelaskan identitas bersama dan ciri
pembeda yang menyatukan asal usul orang-orang dari Lepanbatan tempat bencana alam yang menelan korban jiwa dan harta kekayaan mereka. Juga, LAMA
merupakan sumpah kesetiaan untuk menjaga adat dan kesamaan asal usul mereka sebelum berpisah mencari tempat tinggal masing-masing kelompok. Karena
itu, terdapat banyak kampung di Lembata dan sekitarnya yang namanya ditambah atau disisip kata Lama seperti Lamalera, Lamadua, Lamabaka, Lamalewar,
5

Lamanu, Lamanunang bahkan sekarang subetnis dan rumpun bahasa mereka


diberi nama Lamaholot.
Orang-orang Flores Timur dan sekitarnya dikenal sebagai etnik lamaholot.
Lamaholot berasal dari kata bahasa lokal yakni dari kata lama dan holot. Lama
berarti kampung dan holot berarti menyambung. Jadi, Lamaholot artinya kampung hunian seketurunan setelah adanya peristiwa Lepanbatan. Kampung-kampung hunian dibangun dan dihidupkan kembali untuk menjaga dan mempertahankan jati diri etnik Lamaholot. Jati diri etnik Lamaholot selain berfungsi sebagai
sumpah adat juga dibutuhkan untuk menyatukan seluruh keturunan dari LEPANBATAN. Selain adanya kesamaan akan latarbelakang kesejarahan asal usul dan
nilai-nilai mereka juga kesamaan akan jenis makanan pokoknya. Karena itu, masyarakat Lembata merupakan komunitas budaya yang memiliki kultur subyektif
yang sama.
Psikologi lintas budaya mengajukan pendekatan gaya kognitif untuk mencari pola-pola aktivitas kognitif dalam lingkungan budaya yang berbeda yakni
gaya kognitif terikat medan dan tak terikat medan field independent dan dependent. Aktivitas kognitif dalam sebuah lingkungan budaya muncul dalam bentuk seperti bercocok tanam, pranata-pranata sosial erat saling terjalin satu sama
lain. Juga, nilai dan norma kehidupan bersama diorganisasikan secara rapi sehingga kehidupan warganya secara terun temurun terikat dan mengikat diri dengan lingkungan budayanya dikenal dengan field dependent. Ungkapan Lama
selain dipakai untuk menjelaskan identitas bersama yang disatukan oleh sejarah
asal usul orang-orang dimulai dari Lepanbatan, awal mula kedatangan mereka
juga sebagai ciri hidup bersama yang bertipe field dependent. Karena itu, gagasan mengenai ciri-ciri kepemimpinan didasarkan pada nilai-nilai dan cara-cara
khas mereka mempersepsi lingkungan alamiah dan bentukan dari suatu golongan budaya atas dasar nilai-nilai dan norma sosial, tugas dan peran serta pola
interaksi dan komunikasi bahkan pola aktivitas ekonomik dan pemecahan problema kehidupan bersama serupa bentuknya karena sama dalam hal kultur subyektif dan kultur komunitas (Triandis, 1985).

Jagung, Ikan dan Karakteristiknya


Jagung dikenal sebagai salah satu jenis tanaman berusia pendek, mudah hidup
dan mudah dirawat oleh petani. Pada musim tanam, tanaman jagung di kebunkebun petani biasanya didampingi oleh tanaman lain seperti padi, singkong,
kacang-kacangan seperti kacang panjang, kacang tanah dan kacang kedelai
serta kacang ijo. Tanaman jagung dan tanaman lainnya diketahui tidak saling
mematikan bahkan mereka saling menyuburkan Karena itu, setiap musim hujan
tiba, di kebuh dan halaman rumah penduduk mudah dijumpai tanaman jagung.
Karena jagung mudah hidup dan praktis diolah maka dari dulu sampai sekarang, jenis tanaman jagung menjadi sumber makanan yang disukai banyak
orang Flores Timur dan orang Lembata. Kehidupan orang Lembata akan terasa
pincang bahkan terancam kelaparan jika bahan makanan berupa jagung pada
kemarau berkurang persediaanya. Dengan demikian,bahan makanan dari jagung
biasanya dijadikan dasar ukuran prediksi tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lembata. Artinya, masyarakat Lembata dinilai bebas dari ancaman kelaparan dan gisi buruk manakala hasil panen dan persediaan bahan makanan
dari jagung mencukupi kebutuhan dalam setahun.
Selain jagung mudah hidup dan mudah dirawat, jenis tanaman ini mudah
dijumpai. Ia dikenal sebagai jenis tanaman berusia pendek karena usia panen
kurang lebih 3 bulan lamanya. Jagung merupakan bahan makanan yang mudah
diolah ke dalam beragam produk dan rasanya. Jagung bisa dibuat nasi jagung,
jagung titi, jagung rebus, ketemak dan jagung bose. Selain itu, tepungnya dibuat
maisena, aparagus, perkedel dan bawan serta bisa untuk sayur asam dan lode.
Jagung memiliki kandungan protein tinggi dan kadar energinya bagi tubuh dinilai
lebih baik daripada beras misalnya. Karena itu, jagung merupakan bahan makanan yang amat disukai banyak orang NTT hanya saja, tidak bertahan lama
dan mudah rusak jika cara pengawetan tidak dilakukan dengan baik dan benar.
Seperti halnya jagung, ikan merupakan makanan orang Lembata. Ikan
memiliki ciri-ciri perilaku yang mudah diidentifikasi dan dideskripsikan. Ikan hidup
selalu dalam rombongan dan rajin berkelana di laut lepas tetapi juga punya kebiasaan untuk selalu pulang ke kampung halamannya untuk kawin bahkan mati
7

pun di wilayah perairan tempat kelahirannya. Ikan-ikan kuat berenang ke manamana, lincah menghindar dari ancaman ikan predator serta memiliki strata sosial.
Sifat dasar ini tidak hanya pada kelompok ikan tetapi juga manusia. Meskipun
demikian, ikan juga dikenal sebagai binatang yang bisa menolong manusia yang
mengalami kecelakaan di laut. Karena itu, ikan selain menjadi nutrisi bagi tubuh
manusia juga memiliki sifat sosial relatif sama dengan manusia.
Orang Lembata dan Flores Timur sering dikenal sebagai masyarakat pemakan ikan. Boleh dibilang daging ikan menjadi menu makanan kesayangan
yang mudah dijumpai, kapan dan di mana saja. Selain harga ikan murah dan
mudah ditangkap dengan cara memancing, menjala, dan menembak bahkan jenis ikan tembang Temi bisa dipungut di bibir pantai karena dikejar ikan predator. Benar seperti dikatakan Koes Plus dalam lirik lagu mereka Kolam Susu.
Syair lagu Koes Plus yakni bukan lautan hanya kolam susu, Ikan dan Udang
menghampiri dirimu boleh jadi paling tepat ditujukan kepada orang Lembata.
Karena itu, ikan menjadi menu makanan harian masyarakat yang mudah dijumpai di setiap rumah tangga orang-orang di Kabupaten Lembata.
Jagung dan ikan sebagai bahan makanan pokok manusia dapat dijadikan
dasar untuk memberikan penjelasan mengenai perilaku orang. Dalam kehidupan
orang Lembata, ciri suku jagung dan ikan mudah diidentifikasi. Orang Lembata
mengutamakan kehidupan bersama dan bersifat kekeluargaan. Orang-orangnya
dikenal (1) sabar dan patuh, (2) rendah hati dan suka menolong (3) pekerja keras dan kooperatif, (4) praktis dan konservatif (5) suka merantau tetapi punya
kebiasaan pulang ke kampung halamannya pada waktu mau kawin atau pada
saat meninggal dunia jenazahnya selalu di bawa pulang ke Kampung halamannya. Kolektivitas orang lembata mudah retak dan pecah belah bila harga diri
dihina. Karena itu, orang Lembata selain berciri praktis, kooperatif dan suka
menolong, suka merantau tetapi akan pulang ke kampung halaman serta konservatif dan mudah cecok dan mudah tersinggung jika diadudomba oleh orang
luar. Akibatnya, harga diri dan kolektivitas sosial orang Lembata mudah retak dan
pecah belah apabila anggota warga disakiti hatinya.

Jagung dan ikan selain diketahui memiliki ciri-ciri yang positif tetapi juga
negatif. Jagung dan ikan mudah rusak maka diperlukan cara-cara penyimpanan
dan pengawetan yang baik dan benar. Karena kalau tidak, manusia akan terancam bahaya kelaparan dan kekurangan gisi. Untuk itu, diperlukan kemampuan
untuk mengelola dan melindungi sumberdaya nabati dan hewani sehingga dapat
dipergunakan secara optimal untuk kesejahteraan bersama.
Tulisan ini ingin menawarkan karakteristik kepemimpinan yang didasarkan
pada ciri dan sifat dasar jagung dan ikan. Jagung diketahui sebagai jenis tanaman berusia pendek dan menjadi jenis tanaman pilihan yang diwariskan kepada
orang Lembata dari dulu sampai sekarang. Jagung merupakan bahan makanan
pokok yang telah menghidupkan orang-orang Lembata dari generasi ke generasi. Harga diri generasi muda Lembata merasa telah memiliki harga diri sosial
yang dinilai setara dengan orang lain karena dilahirkan dan dibesarkan oleh
jagung dan ikan sebagai makanannya. Mereka bangga punya harga diri sosial
yang dinilai tinggi karena jagung dan ikan telah menjadi makanan primadona
orang NTT.
Karakteristik Kepemimpinan
Dalam kehidupan masyarakat purba kebutuhan akan kepemimpinan juga diperlukan. Aktivitas kepemimpinan dalam kehidupan orang-orang purba dirasakan
penting dan menonjol terutama dalam hal koordinasi dan pendistribusian tugas
dan bahan makanan kepada setiap warganya. Aktivitas koordinasi dalam kehidupan orang-orang purba dianngap penting untuk memimpin dan melindungi
mereka dari ancaman dan serangan dari kelompok orang luar juga untuk melakukan aktivitas bersama seperti memburu dan mencari ladang-ladang makanan dan tempat hunian baru. Aktivitas pendistribusian bahan makanan menjadi
sebuah aktivitas penting untuk menjaga keadilan dan harmoni sosial dalam kesatuan hidup bersama. Karena itu, diperlukan orang-orang yang cocok melakukan tugas pengkoordinasian untuk mengantisipsi ancaman dari luar juga tugas
pendistribusian kewajiban dan hak-hak masing-masing warga secara adil dan
berimbang dalam kehidupan bersama melalui kepemimpinan kolektif. Ringkasnya, dalam kehidupan bersama sebuah komunitas budaya, kepemimpinan kolek9

tif dinilai penting dan dibutuhkan untuk mengikat persatuan dan kesatuan sehingga aktivitas integrasi internal dan adaptasi eksternal mampu dioptimalkan fungsinya untuk membangun dirinya lebih baik dan sejahtera.
Untuk memilih dan menentukan orang-orang yang cocok dan sesuai untuk
memimpin dan mengarahkan warga dalam tugas mengkoordinasi dan membagi
dan menyalurkan hak-hak masing-masing, pemimpin dipilih didasarkan atas pendekatan kualitas pribadi seseorang dan berdasarkan pendekatan kelompok atau
fungsi sosial. Pada pendekatan pertama, orang berasumsi bahwa kesuksesan
seseorang pemimpin berhubungan dengan ada tidaknya ciri-ciri individual seperti
inteligensi, sifat-sifat dominan, kepercayaan diri, kesaktian pribadi, bahkan postur
tubuhnya. Sementara itu, pendekatan lainnya didasarkan pada fungsi dan peran
sosial yakni seseorang pemimpin akan muncul dalam kelompok sosial tertentu
seperti kecakapan mengharmonikan potensi yang ada dalam sebuah kelompok
menentukan keberhasilan seorang pemimpin. Konsekuensinya, setiap orang dibutuhkan untuk berperan dalam situasi berbeda. Misalnya, dalam situasi yang
kacau balalu dan penuh konflik serta tidak ada seorang pun yang diakui otoritasnya maka diperlukan orang yang berperan untuk mendamaikan dan mempersatukan bahkan seorang yang authoriter mungkin lebih diperlukan daripada yang
bergaya demokratik. Jadi, kecakapan seorang me-merankan fungsi sosial dalam
situasi sosial yang tepat diduga menjamin ke-suksesanya memimpin.
Tempo dulu, orang memilih pemimpin lebih didasarkan pada faktor genealogis dan tradisi adat lokal karena para pemimpin menjalankan tugas-tugasnya
didasarkan pada norma-norma adat lokal yang menjiwai kehidupan bersama.
Sistem mata pencarian bercocok tanam merupakan salah satu aspek penting
dalam menjaga kesinambungan kehidupan kelompok, di mana para tuan tanah
mempunyai posisi dan peranan yang besar daripada warga biasa. Karena itu,
kepemimpinan pada masa-masa sebelumnya lebih mengutamakan pada faktor
kharisma pribadi yang bersumber pada authoritas adat lokal dan strata sosial
seorang dalam sebuah komunitas budaya.
Pada masa sekarang, situasi kehidupan masyarakat lebih didominasi oleh
mentalitas gaya hidup mewah dan egosentris orang-orangnya. Norma dan nilai

10

hidup bersama mengalami kegoncangan mengakibatkan situasi sosial mulai


gamang. Dalam situasi seperti ini, ketokohan pemimpin tidak lagi menjadi sumber panutan bersama karena harmoni sosial dan solidaritas sosial tidak lagi
menjadi acuan hidup bersama. Norma dan nilai telah kehilangan fungsi sosialnya
sehingga tidak bisa dijadikan basis dan panduan dalam memimpin. Karena itu,
menghadapi situasi sosial yang tengah sakit diperlukan keberanian dan kesadaran sosial untuk membaharui dan menghidupkan nilai-nilai dan tradisi sosial yang
pernah ada dalam sebuah proses reformasi sosial dalam seluruh aspek kehidupan melalui fungsi kepemimpinan tokoh dan pemuka pendapat yang berorientasi
konservatif daripada tipe lainnya (Muhadjir Noeng,2001).
Diketahui bahwa pulau Lembata menyimpan potensi-potensi alam sangat
kaya akan tetapi sumberdaya manusia belum siap mengolah dan mengembangkan potensi-potensi alam untuk kesejahteraan bersama. Bumi Lembata dinilai
potensial bagi bidang pertanian, perikanan dan peternakan, kehutahanan dan
perkebunan, pertambangan dan perindustrian, serta pariwisata kebaharian dan
seni budaya. Kondisi fisik pulau Lembata selain dinilai berpotensi namun dikaui
bahwa fisik tanah berbukit, gersang dan banyak gunung yang tumbuh di antara
laut Flores dan laut Sawu. Belum lagi, cara berpikir orang-orangnya cenderung
praktis, aktual dan tradisional karena dipengaruhi oleh kondisi tanah dan jenis
makanan yang dihasilkan oleh perut bumi pulau Lembata. Menghadapi situasi
dan karakteristik orang dan alamnya tampaknya lebih dibutuhkan pemimpin
pemuka pendapat bertipe polimorphik daripada tipe monomorphik.
Pada satu sisi diakui adanya sumberdaya alam yang kaya dan berpotensi
sementara itu, pada sisi lain kualitas sumberdaya manusia yang belum mampu
mengelolanya dibutuhkan figur dan ketokohan pemimpin yang mampu menggerakkan dan mengelola sumberdaya baik alam dan manusia. Selain kualifikasi
pemimpin juga selektif dalam menerapkan kualitas dan perilaku kepemimpinan.
Kepemimpinan yang lebih selektif dan berhati-hati diperlukan karena selain diragukan efektivitasnya juga perbedaan latarbelakang budaya asal kepemimpinan. Karena itu, cukup beralasan mempertimbangkan ciri-ciri kepemimpinan yang
cocok dengan latarbelakang budaya, lingkungan alamnya, dan jenis maka-nan

11

utama yang dihasilkan. Dengan kata lain, manusia berasal dari tanah maka ciri
dan postur fisik orang-orangnya selain dipengaruhi oleh tanahnya juga sumber
nutrisi dari makanan yang dihasilkan dari tanah tempat mereka hidup bersama.
Fakta menunjukkan bahwa jagung dan ikan memiliki karakteristik dasar
yang bersifat sosial maka daripadanya dapat diturunkan sejumlah karakteristik
kepemimpinan lokal yakni kesetiaan, kesabaran dan kerendahan hati serta
kegigihan dan pekerja keras untuk mengolah dan mengembangkan potensi-potensi alam dan sosial budaya beserta segala peluang dan tantangannya. Selain
diperlukan sifat-sifat pemimpin yang setia, sabar dan rendah hati serta gigih dan
pekerja keras juga pemimpin yang tulus dan rela berkorban supaya rakyat bisa
hidup lebih baik dari kondisi hidup yang sekarang ada.
Sifat-sifat pemimpin berhati rakyat relevan dengan sifat jagung dan ikan
yakni setia hidup bersama jenis tanaman umur pendek lainnya, buah dan bulirnya selalu merunduk ke tanah sementara ikan setia hidup berkelompok, setia
mencintai tanah kelahirannya. Sifat-sifat kepemimpinan tersebut juga secara
eksplisit dikisahkan oleh dongeng-dongeng lokal seperti kisah Ikan Paus menyerahkan diri dibunuh para nelayan supaya para janda dan fakir miskin di
Lamalera bisa menyambung hidupnya. Dongeng lokal Wei Tuan mengisahkan
anak perawan dari keluarga miskin rela menyerahkah diri menjadi istri hantu
penunggu air. Ia rela kehilangan status sosialnya supaya masyarakat dapat diberi mata air sebagai imbalan pengganti. Kedua contoh dongeng lokal tersebut
mengkisahkan betapa pentingnya nilai pengorbanan diri dan se-mangat solider
untuk menghidupkan orang banyak menyambung hidupnya (Oleona, 2003).
Perilaku suka menolong dan peduli pada orang kecil penting dibutuhkan
seorang pemimpin karena ia diharapkan peduli dan berempati kepada nasib
orang kecil serta bekerja sama untuk memerbaiki kualitas kehidupan masyarakatnya. Ciri perilaku suka membantu dan peduli kepada orang lain seperti ciri
khas tanaman jagung bukan tanaman predator tetapi tanaman yang hidup berdampingan dengan padi, kacang-kacangan, ubi kayu, keladi, labu, dan tanaman
lainnya. Ciri pemimpin yang suka membantu dan peduli kepada kehidupan orang
kecil secara eksplisit dikisahkan oleh dongeng Tikus dan Kera. Ikan lumba-

12

lumba membantu Kera yang nyawanya sedang diancam buaya di laut lepas.
Juga banyak kisah nyata manusia yang mengalami kecelakaan di laut diselamatkan oleh lumba-lumba (Oleona, 2003).
Pemimpin diharapkan mampu bekerja keras dan berani bertindak aktual
untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan bersama. Cara berpikir praktis
dan aktual dari seorang pemimpin lebih diperlukan daripada yang abstrak dan
ideal bahkan pemimpin visioner belum dibutuhkan orang-orang Lembata. Selain
pemimpin berpribadi pekerja keras, optimis dan percaya diri serta berani bertindak juga konservatif. Ciri pemimpin konservatif penting dan diperlukan karena
masyarakat Lembata selain percaya kepada Lera Wulan Tanah Ekan TUHAN
Pencita Langit dan Bumi. Masyarakat Lembata telah hidup dengan keyakinan
agama masing-masing tetapi mereka tidak meninggalkan keyakinan tradisional
magis religius yang pernah diwariskan oleh para leluhur. Dalam kehidupan komunitas budaya Lamaholot, aktivitas ekonomi seperti bertani, berburu, dan menangkap ikan syarat dengan ritual-ritual adat lokal. Bentuk ritual budaya seperti
reke utan, tun tobu, tuno belo, tono wujo, ie gerek dan tobu neme fatta merupakan ceremoni khusus di Batu Paus dan seremoni pembukaan musim leffa
masyarakat nelayan Lamalera. Karena itu, salah satu tugas pokok pemimpin berciri konservatif yakni berusaha melindungi dan melestarikan nilai-nilai luhur,
ketokohan, simbol, ritual-ritual adat lokal warisan budayanya.
Dalam usaha menegakkan pemerintahan dan kehidupan masyarakat
yang aman, tertib dan sejahtera, tua-tua adat lokal dan tokoh lokal merupakan
orang-orang yang dipercaya warga untuk memimpin dan mengurus kehidupan
bersama di suku masing-masing dan memimpin ritual-ritual adat seperti ritual
perkawinan, kematian, kelahiran, dan ritual penyembuhan dan pembebasan warga dari malapetaka dan hama dan penyakit yang menimpah kehidupan bersama.
Selain itu, para tokoh adat dan sosial berperan menjaga dan memertahankan kampung halaman dari ancamanan luar bahkan mereka berkewajiban untuk
mendamaikan konflik interpersonal dan konflik sosial lainnya seperti konflik daerah perbatasan dan konflik tanah antarkampung dan lainnya. Jadi, para pemimpin adat lokal dan sosial memiliki tugas, peran dan fungsi sosial budaya amat

13

penting dibutuhkan untuk integrasi internal dan adaptasi eksternal serta membangun relasi yang harmonis dengan arwah para leluhur melalui ritual adat lokal.
Bagi komunitas nelayan Lamalera misalnya, laut tidak hanya dipersepsi
sebagai tempat bernafkah tetapi juga wilayah sakral di mana orang dapat memperoleh keadilan dan kebenaran hukum adat. Karena itu, sebelum mereka turun
memburu ikan paus perlu ada ritual pembersihan diri dan pemaafan sosial baik
individual maupun kolektif karena mereka akan memasuki wilayah sakral dan
berisiko taruhan nyawa. Jadi, potensi sosial dan budaya lokal yang telah ada
perlu dioptimalkan fungsi-fungsi secara aktual oleh pemimpin lokal untuk membangun kehidupan bersama yang aman, damai dan tentram.
Ciri pemimpin penjelajah merupakan sifat khas orang Lembata sebagai
manusia perantau dan pengembara sejak kehidupan purba. Sumber lisan mengakui orang Lembata sebagai masyarakat pendatang. Dikisahkan dalam syair lia
asa usu tentang perjalanan nenek moyang dari Luwuk melewati Key-Seram,
kemudian tiba di Lapanbatan. Namun, setelah ada air bah mereka berlayar ke
Solor, Adonara, dan Larantuka sementara lainnya ke arah Pantai Selatan Pulau
Lembata dan sekitarnya (Wutun, 2009).
Juga seorang pemimpin perlu memiliki ciri perilaku penjelajah dan pantang menyerah. Menjadi seorang pemimpin tidak hanya berada di belakang meja
bukan juga selalu ada di tengah pejabat lainnya. Kita menyaksikan kecenderungan para pejabat di Daerah lebih sering menunggu laporan dari para stafnya
Mereka lebih sering pergi pulang dari Lewoleba ke Kupang dan Jakarta. Mereka
jarang berada di tempat bahkan jarang turun ke Desa dan kampung-kampung
untuk mengunjungi rakyatnya. Akibatnya, pimpinan kurang mengenal dengan karakteristik wilayah kerja bahkan sering gagal menindaklanjuti aspirasi dan keluhan masyarakat .secara memuaskan.
Kebiasaan para pejabat Daerah lebih senang mendengarkan laporan dari
stafnya daripada turun mencek langsung kondisi rakyat di lapangan berakibat
pada program pemerintah Daerah tidak didukung oleh data yang valid dan reliabel. Akibatnya, eksekusi program pembangunan masyarakat asal jadi dan asal
jalan sehingga efek pembangunan masyarakat kurang dirasakan secara me-

14

muaskan. Diharapkan pemimpin memiliki perilaku penjelajah memungkinkan ia


sering turun mengunjungi masyarakat di Desa-desa. Dengan cara seperti itu, pemimpin bisa langsung mendengarkan dan segera menindaklanjuti keluhan dan
kebutuhan masyarakat secara memuaskan. Ciri perilaku pemimpin penjelajah
sungguh dibutuhkan karena relevan dengan kebiasaan ikan menjelajah ke laut
lepas mencari planton untuk dimakan. Karena itu, pemimpin Lembata akan datang diharapkan lebih sering ke lapangan selain menumbuhkan kebiasaan beremphati juga berpeluang menemukan sumber peluang baru yang lebih inspiratif,
aktual dan menjanjikan manfaat bagi orang banyak.
Pola pengembangan model pembaharuan sosial individu harus dipandang
sebagai instrumen dan tujuan perubahan. Keterlibatan individu dalam pembaruan sosial selain sebagai agen juga resipen karena individu merupakan tokoh
kunci dalam kehidupan kolektif. Dalam kehidupan kolektif perilaku kooperatif dilakonkan dalam bentuk relasi pengasuhan antara pemimpin dan warganya yang
identik sebagai benevolen authoritatif leadership. Artinya, penghargaan masyarakat terhadap pemimpin bukan hanya dipengaruhi faktor power dan
authority jabatan melainkan karena jasa dan tindakannya memancarkan wibawa
dan ke-kuatan pengaruh bagi warga masyarakatnya.
Ringkasnya, masyarakat lokal di Kabupaten Lembata telah lama merindukan ketokohan pemimpin yang merakyat. Putra daerah yang berjiwa kepemimpinan jagung dan ikan bukan pribadi yang memanipulasi jabatan untuk memuaskan libido akan kekuasaan dan kekayaan akan uang dan emas. Banyak pemimpin sekarang, berusaha membangun images pribadi dan memanipulasi sumbersumber simbolik untuk mengisi pundi keluarga. Mereka memburu kekuasaan
jabatan demi kenikmatan akan kekuasaan dan egoisme yang menawarkan popularitas diri, gensi sosial, gaya hidup mewah, feodalistik dan afonturistik. Karena
itu, melalui proses demokrasi politik berupa Pemilu Kada yang telah dilangsungkan, memunculkan sedikit harapan yang positif dan optimis karena telah lahir pemimpin LEMBATA BARU yang berhati Jagung dan ikan.
Karena tugas dan tanggung jawab pemimpin dinilai luhur dan mulia bagi
umat manusia maka dari dalam dirinya terpancar CHARISMA yang dirasakan

15

pengikut. Ia sungguh-sungguh berusaha memperjuangkan hak hidup layak bagi


orang banyak. Semangat pengorbanan dan usaha bekerja keras untuk MENGHIDUPKAN ORANG LAIN untuk menikmati kehidupan lebih baik dari yang ada
sekarang. Karena JASA dan TINDAKAN KEBAIKAN MENGHIDUPKAN ORANG
BANYAK menjadikan dirinya PEMIMPIN YANG DIKENAL dan DIKENANG banyak orang. Karena itu, seorang dipercayakan dan diberi tanggung jawab memimpin bukan untuk mendapatkan, bukan juga untuk mengambil dan merampas
hak rakyat melainkan untuk MEMBERI DAN RELA BERKORBAN untuk menghidupkan dan menyelamatkan nasib orang kecil.

KEPUSTAKAAN
Beding Michael dan Indah Lestari Beding (2006). Pesona Lembata Tanah Baja,
Nusa Indah, Ende Flores
Berry John W., Y pe H Poortinga, Marshall H. Segall, Piere R. Dasen (1999).
Pskilogi Lintas Budaya, Riseet dan aplikasi, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Bimo Walgito. 2004. Pengantar psikologi umum. Penerbit Andi. Jogyakarta
Hidajat, Z. M. 1976. Masyarakat dan Kebudayaan. Suku-suku bangsa di Nusa
Tenggara Timur. Penerbit Tarsito. Bandung
Oleona Ambros (2003) Kumpulan Cerita Rakyat dari Pulau Lembata, Tutu Koda
Seri 1, Lembaga Gelekat Lewotanah, Depok
------------------,(2007) Paus Bukan Ikan (Tidak diterbitkan)
Pieter Tedu Bataona, 2001, Masyarakat Nelayan Lamalera dan Tradisi Penangkapan Ikan Paus, Lembaga Gelekat Lewotanah, Depok
Preta Yohanes (1997) Konsep Keselamatan Manusia Menurut Pandangan Orang
Lewopnutu Berdasarkan Ritus Guti Smei (Skripsi dan tidak
diterbitkan ), Fakultas Filsafat Agama Unwira Kupang
Vatter Ernst (1984) Ata Kiwan, Percetakan Nusa Indah, Ende Flores
Sarlito, Sarwono Wirawan, (2009), Pengantar Psikologi Umum, Jakarta,
PT.Raja Grafindo Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai