Anda di halaman 1dari 9

ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“Keragaman Siswa”

DOSEN PENGAMPU:
Dr. AIP BADRUZAMAN

Oleh

Oktavianingsih
7316140242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA (A)


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015
CHAPTER 4
KERAGAMAN SISWA

A. Dampak Budaya Terhadap Pengajaran dan Pembelajaran


Pada saat anak memasuki sekolah, mereka telah menyerap banyak
aspek budaya di tempat mereka dibesarkan, seperti bahasa, keyakinan,
sikap, cara berperilaku, dan pilihan makanan. Latar belakang budaya masing-
masing anak dipengaruhi oleh kesukuan, status sosioekonomi, agama,
bahasa keluarga, jender, dan identitas serta pengalaman kelompok lainnya.
Banyak perilaku yang terkait dengan pengasuhan dalam budaya tertentu
mempunyai konsekuensi penting bagi pengajaran di ruang kelas.
Pemahaman latar belakang siswa sangat berperan penting untuk
mengajarkan bahan akademis dengan efektif maupun untuk perilaku dan
harapan sekolah tersebut.

B. Pengaruh Status Sosioekonomi Terhadap Pencapaian Siswa


Salah satu hal penting yang membedakan siswa-siswa satu sama lain
adalah kelas sosial. Para pakar sosiologi mendefinisikan kelas sosial atau
status sosioekonomi (SEE) dari segi penghasilan, pekerjaan, pendidikan, dan
gengsi seseorang dalam masyarakat. Faktor-faktor ini cenderung berjalan
bersamaan, sehingga SEE paling sering diukur sebagai kombinasi
penghasilan dan jangka waktu pendidikan individu tersebut, karena keduanya
paling mudah dihitung. Status sosioekonomi mempengaruhi sikap dan
perilaku pelajar di sekolah, kesiapan sekolah, dan pencapaian akademis.
Keluarga yang berpenghasilan rendah memiliki tekanan dalam praktik
pengasuhan anak, pola komunikasi, dan harapan yang rendah yang mungkin
akan berpengaruh ketika mereka memasuki sekolah. Anak-anak dari
keluarga dengan SEE rendah, berisiko mengalami kegagalan sekolah oleh
karakteristik komunitas yang menjadi tempat mereka tinggal dan sekolah
yang mereka hadiri. Namun, pencapaian rendah anak dari kelompok
berpenghasilan rendah dapat terhindarkan. Pihak sekolah dapat melibatkan
keluarga khusunya partisipasi orang tua dalam mendukung keberhasilan
siswa di sekolah. Keterlibatan tersebut dapat berupa pengasuhan,
komunikasi, bantuan suka rela, pembelajaran di rumah, pengambilan
keputusan, kerja sama dengan komunitas. Selain itu, strategi-strategi lain
yang melibatkan orang tua dalam pembelajaran anak-anak meliputi
kunjungan keluarga, berita berkala yang sering diberikan kepada keluarga,
lokakarya orang tua, telepon positif ke rumah, mengundang anggota keluarga
menjadi sukarelawan, dan menjadikan orang tua sebagai mitra.

C. Kemitraan Sekolah, Keluarga dan Komunitas


Epstein dan Sanders (2002) menggambarkan enam jenis keterlibatan
yang dapat ditekankan sekolah dalam kemitraan yang komprehensif dengan
orang tua:
1. Pengasuhan, membantu keluarga dalam kemampuan pengasuhan
dan pembesaran anak, dukungan keluarga, pemahaman
perkembangan anak dan remaja, dan penataan kondisi keluarga untuk
mendukung pembelajaran pada masing-masing tingkat usia dan kelas.
2. Komunikasi, berkomunkasi dengan keluarga tentang program sekolah
dan kemajuan siswa dengan komunikasi sekolah-keluarga dan
keluarga ke sekolah.
3. Bantuan suka rela, memperbaiki perekrutan, pelatihan, kegiatan dan
jadwal dengan melibatkan keluarga sebagai sukarelawan dan
pendengar di sekolah atau tempat-tempat lain untuk mendukung siswa
dan program sekolah.
4. Pembelajaran di rumah, melibatkan keluarga bersama anak-anak
mereka dalam kegiatan-kegiatan belajar akademis dalam keluarga,
termaksud pekerjaan rumah, penentuan tujuan, dan kegiatan serta
keputusan yang terkait dengan kurikulum lainnya.
5. Pengambilan keputusan, menyertakan keluarga sebagai partisipan
dalam keputusan sekolah, kepengurusan dan kegiatan dukungan
melalui POM, komite, dewan, dan organisasi-organisasi orang tua
lainnya.
6. Kerja sama dengan komunitas, berkordinasi dengan dunia bisnis,
lembaga, organisasi budaya dan sipil, perguruan tinggi atau
universitas, dan kelompok-kelompok lain di masyarakat.

D. Bagaimana Kesukuan dan Ras Memengaruhi Pencapaian Siswa


Faktor penentu tema budaya di mana siswa akan dibesarkan adalah
asal-usul etnis mereka. Kelompok etnis ialah kelompok yang menjadi tempat
orang-orang mempunyai rasa identitas bersama, biasanya karena tempat
asal yang sama, agama, atau ras. Dalam hampir setiap ujian pencapaian
akademis, siswa Amerika-Afrika, Amerika-Latin, dan Amerika Pribumi
memperoleh nilai jauh lebih rendah daripada teman-teman kelas keturunan
Eropa dan Asia. Banyak siswa dari kelompok yang kurang terwakili
memperoleh nilai yang begitu jauh di bawah warga Amerika keturunan Eropa
dan banyak keturunan Asia dalam ujian pencapaian karena ekonomi
masyarakat, keluarga, dan budaya dan juga tanggapan yang tidak memadai
oleh sekolah.
Desegregasi sekolah diandaikan akan meningkatkan pencapaian
akademis siswa yang berpenghasilan rendah dari kelompok-kelompok yang
kurang terwakili dengan memberi mereka kesempatan berinteraksi dengan
lebih banyak teman sebaya kelas menengah yang berorientasi pencapaian.
Efek sesegregasi secara keseluruhan terhadap pencapaian akademis siswa
dari kelompok yang kurang terwakili hanyalah kecil, walaupun positif. Namun,
ketika desegregasi dimulai di sekolah dasar, khususnya ketika hal itu
melibatkan pengangkutan anak-anak dari kelompok yang kurang terwakili ke
sekolah-sekolah yang bermutu tinggi dengan jumlah siswa kelas menengah
sangat besar, desegregasi dapat mempunyai efek yang lumayan positif
terhadap pencapaian siswa dari kelompok yang kurang terwakili.

E. Pengruh Perbedaan Bahasa dan Program Dwibahasa Terhadap


Pencapaian Siswa
Pelajar bahasa Inggris biasanya diajari dalam salah satu dari keempat
jenis program, yaitu penggunaan total bahasa inggris, penggunaan
dwibahasa peralihan, pendidikan dwibahasa berpasangan, dan pendidikan
dwubahasa dua arah. Riset tentang strategi dwibahasa untuk mengajar
pembelajaran membaca pada umumnya mendukung pendekatan dwibahasa,
khususnya metode dwibahasa berpasangan. Namun, pendidikan dwibahasa
mempunyai bannyak masalah. Salah satunya adalah kekurangan guru yang
pada dirinya benar-benar menggunakan dua bahasa. baru-baru ini terdapat
suatu gerakan untuk meninggalkan pendidikan dwibahasa dengan memilih
pengajaran yang hanya berbahasa Inggris.

F. Pendidikan Dwibahasa
Pelajar bahasa ingris biasanya diajari dalam salah satu dari keempat
jenis program. Jenis-jenis program tersebut adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan total bahasa ingris. Program penggunaan total bahasa
ingris dapat menggunakan strategi-strategi yang dirancang denga
seksama untuk mengembangkan pembendaharaan kata siswa ELL
berhasil dalam isi.
2. Pendidikan dwibahasa peralihan. Pilihan ini merupakan program
dimana anak-anak diajarkan pelajaran membaca atau mata pelajaran
lain dalam bahasa ibu mereka selama beberapa tahun dan kemudian
dialihkan kedalam bahasa ingris, biasanya dikelas dua, tiga, atau
empat.
3. Pendidikan dwibahasa berpasangan. Model ini anak-anak diajarkan
pelajaran membaca atau mata pelajaran lain dalam bahasa ibu
mereka mauun dalam bahasa ingris, biasanya dalam waktu yang
berbeda pada hari itu.
4. Pendidikan dwibahasa dua arah. Dari sudut pandang pelajar bahasa
inggris, program dwibahasa dua arah pada dasarnya adalah program
dwibahasa berpasangan, dalam pengertian bahwa mereka diajari
dalam bahasa ibu mereka maupun dalam bahasa ingris dalam waktu
yang berbeda.
G. Apa yang Dimaksud dengan Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural adalah gagasan yang menyebutkan bahwa
semua siswa, tanpa peduli dalam kelompok manapun mereka masuk, seperti
kelompok yang terkait dengan jender, suku bangsa, ras, budaya, kelas sosial,
agama, atau pengecualian, seharusnya mengalami kesetaraan pendidikan di
sekolah. Lima dimensi utama pendidikan multikultural, yaitu integrasi isi,
konstruksi pengetahuan, pengurangan prasangka, istilah pedagogi keadilan,
dan budaya sekolah yang memberdayakan.
Intergrasi isi adalah penggunaan contoh, data dan informasi lain dari
berbagai budaya oleh guru. Konstruksi pengetahuan merujuk pada guru yang
membantu siswa memahami bagaimana pengetahuan yang kita terima
dipengaruhi oleh asal-usul dan sudut pandang kita. Pengurangan prasangka
merupakan sasaran penting pendidikan multikultural yang meliputi
pengembangan hubungan positif di kalangan siswa dari latar belakang etnis
yang berbeda. Pedagogi keadilan merujuk pada penggunaan teknik-teknik
pengajaran yang mempermudah keberhasilan akademis siswa dari
kelompok-kelompok etnis dan kelas sosial yang berbeda. Budaya sekolah
yang memberdayakan adalah budaya yang membuat organisasi dan praktik
sekolah bersifat kondusif bagi perumbuhan akademis dan emosional semua
siswa.
H. Dimensi-dimensi Pendidikan Multikultural
Banks (1999) membahas lima dimensi utama pendidikan multicultural.
1. Integrasi isi adalah penggunaan contoh, data dan informasi dari
berbagai budaya oleh guru. Mengajarkan budaya-budaya yang berbeda
dan sumbangan yang diberikan oleh orang-orang dari budaya yang
bermacam-macam, menyertakan dalam kurikulum karya anggota-
anggota kelompok yang kurang terwakili, termaksud wanita, dan
semacam itu.
2. Kontruksi pengetahuan merujuk pada guru yang membantu anak-anak
memahami bagaimana pengetahuan diciptakan dan bagaimana hal itu
dipengaruhi oleh kedudukan ras, etnis, dan kelas sosial individu dan
kelompok.
3. Pengaruh prasangka merupakan sasaran penting pendidikan
multicultural. Pengurangan prasangka meliputi pengembangan
hubungan positif di kalangan siswa dari latar belakang etnis yang
berbeda dan perkembangan sikap yang lebih demokratis dan toleran
terhadap orang-orang lain.
4. Pedagogi keadilan (equity pedagogy) merujuk pada pengunaan teknik-
teknik pengajaran yang mempermudah keberhasilan akademis siswa
dari kelompok kelompok etnis dan kelas sosial yang berbeda.
5. Budaya sekolah yang memberdayakan adalah budaya yang membuat
organisasi dan praktik sekolah bersifat kondusif bagi pertumbuhan
akademis dan emosional semua siswa.
I. Pengaruh Jender dan Ketidakadilan Jender Terhadap Pengalaman
Sekolah Siswa
Jenis kelamin seorang siswa merupakan ciri yang terlihat jelas dan abadi.
Persoalan perbedaan jender dalam kecerdasan atau pencapaian akademis
telah diperdebatkan selama berabad-abad, dan masalah itu telah menjadi
sesuatu yang sangat penting sejak awal 1970-an. Perbedaan yang
didasarkan pada genetika antara pria dan wanita sedikit dibandingkan
dengan perbedaan perilaku. Perbedaan perilaku lebih banyak karena
perbedaan perilaku berasal dari pengalaman yang berbeda, termasuk
kebiasaan orang dewasa yang memperkuat jenis-jenis perilaku yang
berbeda.
Guru biasanya tanpa menyadari memperlihatkan ketidakadilan jender
dalam pengajaran di ruang kelas dengan tiga cara utama yaitu memperkuat
stereotipe jender, mempertahankan jenis kelamin, dan memperlakukan pria
dan wanita dengan berbeda sebagai siswa. Seharusnya yang dilakukan oleh
guru adalah menghindari stereotipe, menumbuhkan integritas, dan
memperlakukan wanita dan pria dengan setara.

J. Bagaimana Siswa Berada dalam Keserdasan dan Gaya Belajar


Kecerdasan adalah bakat umum untuk belajar yang sering diukur
berdasarkan kemampuan memahami abstraksi dan memecahkan masalah.
Ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan logoka/matematika,
linguistik, musik, naturalis, ruang, jasmani/kinestika, antar-pribadi, intra-
pribadi. Keturunan maupun lingkungan memainkan peran penting dalam
kecerdasan. Bersekolah atau pengalaman berada di sekolah mempunyai
dampak yang kuat dan sistematis terhadap IQ. Ujian IQ telah sangat sering
disalahgunakan dalam pendidikan, khususnya ketika hal itu digunakan untuk
menempatkan siswa secara keliru ke pendidikan khusus atau ke jalur khusus
atau kelompok yang berkemampuan. Kinerja yang sesungguhnya jauh lebih
mudah dipengaruhi secara langsung oleh guru dan sekolah.
Sebagaimana siswa-siswa mempunyai kepribadian yang berbeda-beda,
mereka juga mempunyai cara belajar yang berbeda. Ada cara belajar visual,
dan auditori. Selain itu, gaya belajar dengan kebergantungan lapangan dan
ketidakbergantungan lapangan. Orang-orang yang bergantung pada
lapangan cenderung melihat pola secara keseluruhan dan mengalami
kesulitan memisahkan aspek-aspek tertentu suatu situasi atau pola dan
cenderung lebih beorientasi pada orang dan hubungan sosial. Orang-orang
yang tidak bergantung pada lapangan lebih mampu melihat bagian-bagian
yang membentuk suatu pola yang besar. Lingkungan dan kondisi belajar juga
dapat menentukan pencapaian siswa.

Anda mungkin juga menyukai