KELOMPOK V
Hesti Londong padang : A24117054
Meilin krisnawati : A24117030
Anita Putri :A24116025
Identitas Mahasiswa
Nama : Hesti Londong padang
Nim : A24117054
Nama : Meilin krisnawati
Nim : A24117030
Nama : Anita Putri
Nim : A24116025
Dosen pengampu
Gustina,S.pd M,pd
Daftar isi
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 5
BAB I ...................................................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 6
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................... 7
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 8
BAB II..................................................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................................... 9
2.1 Pembelajaran Etnosains. ......................................................................................................... 9
2.2 Tinjauan Historis ................................................................................................................... 10
2.3 Model Pembelajaran Yang Digunakan ................................................................................. 11
BAB III ................................................................................................................................................. 12
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................. 12
1. Hasil .......................................................................................................................................... 12
3.1.1 Tempat dan Waktu Kegiatan......................................................................................... 12
3.1.2 Hasil Wawancara / Dokumentasi .................................................................................. 12
2. Pembahasan............................................................................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 16
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR
3.1.2……………………………………………………………………………………………………………………………………….11
KATA PENGANTAR
Puji sukur kita panjatkan kepada tuhan yang maha Esa atas rahmat dan karunianya
yang diberikan kepada penyusun sehingga laporan Pembelajaran fisika berbasis etnosains Ini
dapat terselesaikan dengan baik tidak lupa, penulis ucapkan terimakasih atas dukungan rekan
rekan semua, laporn ini disusun untuk membantu didalam mengetahui pembelajaran fisika
berbasis etnosains yang secara khusus menjelaskan tentang “Etnik perahu tradisional
Setelah mempelajari laporan ini, anda akan mengetahui apa yang di maksud dengan
pembelajaran fisika berbasis etnosains. dengan demikian anda akan mengetahui Peranan
penting seorang guru untuk terus meodifikasi pembelajaran fisika yang berkaitan dengan
etnik yang ada di lingkunga sekitar siswa khususya di Sulawesi tengah. Akhir kata penyusun
memberikan kritik dan sarannya yang bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnosains berasal dari kata Yunani yakni “ethnos” yang berarti bangsa dan “scientia”
yang berarti pengetahuan (Werner dan Fenton, 1970:537). Etnosains adalah pengetahuan
yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Dari sini muncul istilah emik dan etnik. Etnik adalah
pandangan dari segi subjek yang diteliti dan etik merupakan pandangan dari segi peneliti.
Jadi pendekatan etnosains bertujuan untuk mengetahuai pengetahuan yang ada dan
berkembang di suatu masyarakat. Namun, para ahli sebenarnya masih memiliki pendapat
Menurut Shidiq (2016) Pembelajaran yang mengankat budaya atau kearifan lokal
untuk dijadikan suatu objek pembelajaran sains yang diharapkan mampu meningkatkan
motivasi dan minat siswa untuk mempelajari sains. Pembelajaran yang terorganisir dalam
suatu system pengetahuan kebudayaan dan kearifan local yang dimiliki, terkait dengan
fenomena dan kejadian alam tertentu disebut etnosains. Ia juga berpendapat bahwa
pembelajaran berbasis etnosains yang tidak memisahkan antara sains budaya dan kearifan
local juga nasyarakat dapat digunakan sebagai suatu pendekatan pembelajaran guna
meningkatkan minat dan motivasi siswa terhadap sains. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), dikembangkan oleh manusia dengan tujuan untuk memahami gejala alam. Rasa ingin
tahu para ilmuan mendorong untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah hingga ditemukan
suatu jawaban yang kemudian menjadi produk sains, seperti konsep, prinsip, teori dan
hukum. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari materi dan segala
aktifitas fisik dari materi tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fisika adalah ilmu
alam, ilmu tentang zat dan energi, seperti panas, cahaya, dan bunyi serta ilmu yang
Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan
Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Di Palu sangat banyak masyarakat yang
beprofesi sebagai nelayan dan para nelayan yang ada di palu berlayar dengan menggunakan
perahu yang berbeda dengan perahu nelayan yang digunakan didaerah lain. Perahu yang
digunakan nelayan yang ada di palu adalah perahu kayu bercadik ganda yang memiliki
ukuran lebih kecil yaitu sekitar 5,25 meter dari ukuran perahu nelayan yang ada di daerah lain
Bentuk perahu nelayan yang ada di Palu tersebut didesain dengan memiliki candik
ganda, cadik ditaruh di sisi samping perahu, untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan
perahu. Pembuatan perahu yang lebih ramping tidak lepas dari peran etnosains dizaman dulu.
Secara keseluruhan pembuatan model perahu khususnya perahu di Sulawesi tengah dapat
3) Bagaimana keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah
4) Metode pembelajaran apakah yang cocok digunakan dalam penyampaian materi fisika
yang berhubungan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ?
1.3 Tujuan
2) Untuk mengetahui bagaimana desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah
3) Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di
4) Untuk mengetahui metode apakah yang cocok digunakan dalam penyampaian materi
fisika yang berhubungan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah.
1.4 Manfaat
Pembuatan makalah ini memiliki manfaat bagi pembaca dan penulis tentang salah satu
kearifan local yang ada disulawesi tengah yaitu desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi
tengah serta mengetahui keterkaitan nyata antara salah satu kearifan local dengan salah satu
materi fisika.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah ethnoscience berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti ‘bangsa‘
dan kata scientia dari bahasa Latin yang berarti ‘pengetahuan‘ (Werner and Fenton, 1970:
537). Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih
tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu. Sturtevant (1961:99)
Penekanannya di sini adalah pada sistem atau perangkat pengetahuan, yang merupakan
pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat, karena berbeda dengan pengetahuan
budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran IPA (Sardjiyo, 2005), sehingga berguna
bagi kehidupannya (Suastra et. al, 2011). Pelaksanaan pembelajaran IPA juga
memerlukan bahan ajar sebagai perantaranya, salah satunya adalah modul. Pembelajaran
menggunakan modul sangat bermanfaat bagi guru dalam menyampaikan materi kepada
siswa, siswa lebih kreatif, mandiri, dan siswa mudah menguasai kompetensi
(Rahayu,2015).
Menurut Shidiq (2016) Pembelajaran yang mengangkat budaya atau kearifan lokal untuk
dijadikan suatu objek pembelajaran sains yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi
dan minat siswa untuk mempelajari sains. Pembelajaran yang terorganisir dalam suatu sistem
pengetahuan kebudayaan dan kearifan local yang dimiliki, terkait dengan fenomena dan
kejadian alam tertentu disebut etnosains. Ia juga berpendapat bahwa pembelajaran berbasis
etnosains yang tidak memisahkan antara sains budaya dan kearifan local juga masyarakat
dapat digunakan sebagai 10oku pendekatan pembelajaran guna meningkatkan minat dan
Perahu katinting adalah perahu tradisional yang masih banyak dijumpai di Provinsi
Sulawesi Tengah. Perahu katinting bisa dikategorikan sebagai perahu trasidional karena
perahu ini dibuat dan digunakan secara tradisional oleh masyarakat. Hal ini senada dengan
pernyataan Iskandar dan Novita (2000) menjelaskan bahwa istilah tradisional lebih mengarah
kepada merode atau cara yang digunakan oleh para pengrajin kapal perikanan dalam
mengkonstruksi kapal buatannya, dimana cara-cara atau metode yang diterapkan merupakan
warisan para pendahulunya. Penamaan perahu katinting di Provinsi Sulawesi Tengah awal
mulanya disebabkan oleh mesin yang digunakan untuk menggerakkan perahu jenis ini adalah
mesin katinting, sehingga penamaan katinting sudah melekat pada masyarakat dan menyebut
perahu yang menggunakan mesin jenis ini adalah “perahu katinting”. Seiring dengan
perkembangan zaman, perahu katinting tidak hanya didasari oleh penggunaan mesin katinting
sebagai penggerak utama, tetapi hal lain yang menentukan perahu dapat dikategorikan
sebagai perahu katinting oleh nelayan adalah terdapatnya cadik (Masyarakat Provinsi
Sulawesi Tengah menyebutnya dengan ‘Sema-Sema”) pada kedua sisi perahu secara
Perahu katinting, awal mulanya digunakan sebagai sarana untuk menangkap ikan.
Penggunaan perahu katinting sebagai sarana apung untuk menangkap ikan disebabkan oleh
kemampuan perahu katinting yang dianggap mampu oleh nelayan untuk menjangkau daerah-
daerah penangkap ikan yang dituju oleh nelayan. Oleh sebab itu, perahu katinting menjadi
pilihan nelayan kecil untuk proses menangkap ikan. Sampai saat ini perahu katinting atau
yang lebih dikenal dengan perahu bercadik masih menjadi primadona di wilayah pesisir
Provinsi Sulawesi Tengah. Banyaknya jenis perahu ini adalah salah satu indikasinya. Perahu
katinting di Provinsi Sulawesi Tengah masih dibuat berdasarkan pengalaman pribadi tukang
perahu sehingga proses desain akan sedikit berbeda antara desain yang satu dengan lainnya
(Wolok,2016).
metode yang digunakan untuk menyampaikan keterkaitan antara desain perahu nelayan di
Sulawesi Tengah dengan materi fisika adalah metode demonstrasi dan metode presentasi.
BAB III
Kapal laut terbuat dari besi dan baja namun tidak tenggelam di laut. Kapal dibuat
berbentuk sedemikan sehingga memiliki volume yang besar. Bagian dalam kapal memiliki
rongga sehingga tidak menyumbang massa tetapi memperbesar volume. Jadi, kerapatan kapal
lebih kecil daripada kerapatan air laut. Hal yang serupa dipakai untuk membuat perahu dan
kapal pada umumnya. Perahu nelayan Sulawesi tengah menghasilkan gaya angkat fluida
tidak hanya mendapatkan dari badan perahu saja tetapi juga pada cadik berganda atau dalam
Bentuk perahu yang ada di Sulawesi tengah ujungnya dibuat lebih lancip dari perahu
nelayan yang ada di daerah lain tujuannya adalah agar bisa bergerak lebih lancar. Karena
bentuk lancip itu mengurangi tahanan air dibanding dengan bentuk datar dan lainnya jika
diukur keberadaannya dibawah air. Dengan bentuk lancip itu juga membantu agar perahu
Menurut konsep fisika, kapal laut memiliki kapasitas muatan tertentu, atau memiliki
batas muatan maksimal. Batas muatan dibuat sedemikian sehingga jika kapal diberi muatan
sebesar batas maksimalnya, kapal masih terapung dengan ketinggian tertentu. Coba
perhatikan jika muatan kapal sedikit maka bagian kapal yang tercelup air juga kecil, jika
muatan kapal lebih besar maka kapal lebih berat, bagian yang tercelup akan semakin besar.
Saat kapal diberi muatan maksimal kerapatan kapal masih lebih kecil daripada kerapatan air.
Kapal yang diberi muatan yang melebihi batas maksimal maka kerapatannya akan lebih besar
dari kerapatan air dan kapal akan tengelam, gaya beratnya lebih besar dari gaya apung.
Desain pembuatan bagian depan kapal atau perahu pada umumnya yang didesain
meruncing. Bagian depan kapal atau perahu yang meruncing menurut konsep fisika berguna
untuk memecah gelombang air laut dan mengurangi tekanan hempasan gelombang air laut.
Jika kita kaitkan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah yang perahunya
dibuat dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 5,25 meter dengan badan perahunya yang
dibuat sangat ramping tentu saja memerlukan cadik (sema-sema) agar bisa menjaga
keseimbangan dan kestabilan perahu. Cadik atau dalam sebutan warga Sulawesi tengah sema-
sema biasanya dibuat dengan bambu atau pipa paralon yang kedua ujungnya tidak dapat
dimasuki air laut. Sema-sema tidak hanya berfungsi sebagai penyeimbang perahu nelayan
tapi juga berfungsi untuk memperkecil massa jenis atau kerapatan perahu terhadap fluida atau
air laut. Sema-sema atau cadik memiliki rongga yang menyumbang volume tapi tidak
menyumbang massa sehingga gaya apung perahu bertambah lebih besar dari gaya berat
perahu.
atau kapal tradisional adalah kayu. Demikian pula dengan perahu katinting. Pemilihan bahan
umumnya sedapatkan mungkin diperoleh dari daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini
bertujuan menghemat biaya pembuatan. Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari
sumber bahan baku, akan ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka. Bahan kayu tersebut
umumnya masih bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau
digergaji dan diketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal.
Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan kandungan air di dalamnya telah mengering.
Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik, umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah
Perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ini terbuat dari kayu dan dibuat dengan
ukuran yang lebih kecil, dengan panjang sekitar 5,25 meter. Perahu ini memiliki cadik ganda
yang sitaruh disisi samping perahu agar bias menjaga keseimbangan dan kestabilan perahu.
Perahu nelayan ini juga dibuat lebih ramping dari perahu nelayan yang ada di daerah lain.
Keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengan dengan materi fisika
Desain perahu yang ada di Sulawesi tengah ini sangat berkaitan dengan materi fisika
yaitu materi fluida seperti cadik ganda yang ditaruh disisi samping perahu itu sangat
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etnosains adalah pengetahuan yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Dari sini muncul
istilah emik dan etnik. Etnik adalah pandangan dari segi subjek yang diteliti dan etik
Bentuk perahu nelayan yang ada di Palu tersebut didesain dengan memiliki candik
ganda, cadik ditaruh di sisi samping perahu, untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan
perahu. Pembuatan perahu yang lebih ramping tidak lepas dari peran etnosains dizaman dulu.
Secara keseluruhan pembuatan model perahu khususnya perahu di Sulawesi tengah dapat
Perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ini terbuat dari kayu dan dibuat dengan
ukuran yang lebih keci, dengan panjang sekitar 5,25 meter. Perahu ini memiliki cadik ganda
yang sitaruh disisi samping perahu agar bias menjaga keseimbangan dan kestabilan perahu.
Perahu nelayan ini juga dibuat lebih ramping dari perahu nelayan yang ada di daerah lain.
Desain perahu yang ada di Sulawesi tengah ini sangat berkaitan dengan materi fisika
yaitu materi fluida seperti cadik ganda yang ditaruh disisi samping perahu itu sangat
Metode yang digunakan untuk menyampaikan keterkaitan antara desain perahu nelayan
di Sulawesi tengah dengan materi fisika adalah metode demonstrasi dan metode presentasi.
4.2 Saran
Dari hasil observasi yag kami lakukan kami dapat memberikan saran agar pelestarian
Azwar.2004. Kajian Eksperimental Pengaruh Ukuran dan Komposisi Filler Serbuk Kayu
terhadap Sifat Mekanik dan Permukaan Patah Statik, Jurnal Polimesin vol 2, Pebruari
Fachruddin F, Asri S, Wahyuddi, Asis MA.2016. Analisis Kebutuhan Material Perahu Kecil
Fachrussyah ZC.2012. Aspek Teknis dan Pergerakan Memanjang Small Purse Seiner di Kota
SamRatulangi. Manado.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. England : Fishing News Book Ltd
Iskandar BH, Novita Y. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional
di Indonesia. Buletin PSPS Volume IX No.2. Departemen PSP FPIK IPB. Hal 53-67.
Masengi, K.W.A. 1995. Studies On The Characteristic Of A Small Fishing Boat From The