Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUGAS PROYEK

Mata kuliah pembelajaran Fisika berbasis etnosains


Etnik perahu tradisional Sulawesi tengah yang berkaitan dengan materi fisika

KELOMPOK V
Hesti Londong padang : A24117054
Meilin krisnawati : A24117030
Anita Putri :A24116025

Program Studi pendidikan Fisika


Jurusan pendidikan Mipa
Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas Tadulako
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN ETNOSAINS
JUDUL : Etnik perahu tradisional Sulawesi tengah yang berkaitan dengan materi fisika
ALAMAT : Kelurahan Mamboro,Kecamatan Palu Utara,Kabupaten Sulawesi Tengah
Waktu pelaksanaan : kamis, 28 november 2019

Identitas Mahasiswa
Nama : Hesti Londong padang
Nim : A24117054
Nama : Meilin krisnawati
Nim : A24117030
Nama : Anita Putri
Nim : A24116025

Dosen pengampu

Gustina,S.pd M,pd
Daftar isi

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 5
BAB I ...................................................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 6
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 6
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................... 7
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 7
1.4 Manfaat ................................................................................................................................... 8
BAB II..................................................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................................... 9
2.1 Pembelajaran Etnosains. ......................................................................................................... 9
2.2 Tinjauan Historis ................................................................................................................... 10
2.3 Model Pembelajaran Yang Digunakan ................................................................................. 11
BAB III ................................................................................................................................................. 12
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................................. 12
1. Hasil .......................................................................................................................................... 12
3.1.1 Tempat dan Waktu Kegiatan......................................................................................... 12
3.1.2 Hasil Wawancara / Dokumentasi .................................................................................. 12
2. Pembahasan............................................................................................................................... 13
BAB IV ................................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 16
4.2 Saran ..................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR
3.1.2……………………………………………………………………………………………………………………………………….11
KATA PENGANTAR

Puji sukur kita panjatkan kepada tuhan yang maha Esa atas rahmat dan karunianya

yang diberikan kepada penyusun sehingga laporan Pembelajaran fisika berbasis etnosains Ini

dapat terselesaikan dengan baik tidak lupa, penulis ucapkan terimakasih atas dukungan rekan

rekan semua, laporn ini disusun untuk membantu didalam mengetahui pembelajaran fisika

berbasis etnosains yang secara khusus menjelaskan tentang “Etnik perahu tradisional

Sulawesi tengah yang berkaitan dengan materi fisika”.

Setelah mempelajari laporan ini, anda akan mengetahui apa yang di maksud dengan

pembelajaran fisika berbasis etnosains. dengan demikian anda akan mengetahui Peranan

penting seorang guru untuk terus meodifikasi pembelajaran fisika yang berkaitan dengan

etnik yang ada di lingkunga sekitar siswa khususya di Sulawesi tengah. Akhir kata penyusun

mengucapkan terimakasih kepada para pembaca yang senantiasa mendukung dan

memberikan kritik dan sarannya yang bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Etnosains berasal dari kata Yunani yakni “ethnos” yang berarti bangsa dan “scientia”

yang berarti pengetahuan (Werner dan Fenton, 1970:537). Etnosains adalah pengetahuan

yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Dari sini muncul istilah emik dan etnik. Etnik adalah

pandangan dari segi subjek yang diteliti dan etik merupakan pandangan dari segi peneliti.

Jadi pendekatan etnosains bertujuan untuk mengetahuai pengetahuan yang ada dan

berkembang di suatu masyarakat. Namun, para ahli sebenarnya masih memiliki pendapat

yang berbeda dari penggunaan nama “etnosains” sendiri.

Menurut Shidiq (2016) Pembelajaran yang mengankat budaya atau kearifan lokal

untuk dijadikan suatu objek pembelajaran sains yang diharapkan mampu meningkatkan

motivasi dan minat siswa untuk mempelajari sains. Pembelajaran yang terorganisir dalam

suatu system pengetahuan kebudayaan dan kearifan local yang dimiliki, terkait dengan

fenomena dan kejadian alam tertentu disebut etnosains. Ia juga berpendapat bahwa

pembelajaran berbasis etnosains yang tidak memisahkan antara sains budaya dan kearifan

local juga nasyarakat dapat digunakan sebagai suatu pendekatan pembelajaran guna

meningkatkan minat dan motivasi siswa terhadap sains. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA), dikembangkan oleh manusia dengan tujuan untuk memahami gejala alam. Rasa ingin

tahu para ilmuan mendorong untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah hingga ditemukan

suatu jawaban yang kemudian menjadi produk sains, seperti konsep, prinsip, teori dan

hukum. Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari materi dan segala

aktifitas fisik dari materi tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fisika adalah ilmu

alam, ilmu tentang zat dan energi, seperti panas, cahaya, dan bunyi serta ilmu yang

membahas materi, energi, dan interaksinya.


Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah Indonesia, berbatasan dengan

Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan

Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Di Palu sangat banyak masyarakat yang

beprofesi sebagai nelayan dan para nelayan yang ada di palu berlayar dengan menggunakan

perahu yang berbeda dengan perahu nelayan yang digunakan didaerah lain. Perahu yang

digunakan nelayan yang ada di palu adalah perahu kayu bercadik ganda yang memiliki

ukuran lebih kecil yaitu sekitar 5,25 meter dari ukuran perahu nelayan yang ada di daerah lain

yang berukuran kurang lebih 20 meter.

Bentuk perahu nelayan yang ada di Palu tersebut didesain dengan memiliki candik

ganda, cadik ditaruh di sisi samping perahu, untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan

perahu. Pembuatan perahu yang lebih ramping tidak lepas dari peran etnosains dizaman dulu.

Secara keseluruhan pembuatan model perahu khususnya perahu di Sulawesi tengah dapat

dijelaskan dengan sains khususnya dibidang fisika.

1.2 Rumusan masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran etnosains ?

2) Bagaimana desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ?

3) Bagaimana keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah

dengan materi fisika ?

4) Metode pembelajaran apakah yang cocok digunakan dalam penyampaian materi fisika

yang berhubungan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pembelajaran etnosains

2) Untuk mengetahui bagaimana desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah
3) Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di

Sulawesi tengan dengan materi fisika

4) Untuk mengetahui metode apakah yang cocok digunakan dalam penyampaian materi

fisika yang berhubungan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah.

1.4 Manfaat

Pembuatan makalah ini memiliki manfaat bagi pembaca dan penulis tentang salah satu

kearifan local yang ada disulawesi tengah yaitu desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi

tengah serta mengetahui keterkaitan nyata antara salah satu kearifan local dengan salah satu

materi fisika.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Etnosains.

Istilah ethnoscience berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti ‘bangsa‘

dan kata scientia dari bahasa Latin yang berarti ‘pengetahuan‘ (Werner and Fenton, 1970:

537). Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih

tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu. Sturtevant (1961:99)

mendefinisikannya sebagai system of know-ledge and cognition typical of a given culture.

Penekanannya di sini adalah pada sistem atau perangkat pengetahuan, yang merupakan

pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat, karena berbeda dengan pengetahuan

masyarakat yang lain.

Etnosains merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dengan mengintegrasikan

budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran IPA (Sardjiyo, 2005), sehingga berguna

bagi kehidupannya (Suastra et. al, 2011). Pelaksanaan pembelajaran IPA juga

memerlukan bahan ajar sebagai perantaranya, salah satunya adalah modul. Pembelajaran

menggunakan modul sangat bermanfaat bagi guru dalam menyampaikan materi kepada

siswa, siswa lebih kreatif, mandiri, dan siswa mudah menguasai kompetensi

(Rahayu,2015).

Menurut Shidiq (2016) Pembelajaran yang mengangkat budaya atau kearifan lokal untuk

dijadikan suatu objek pembelajaran sains yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi

dan minat siswa untuk mempelajari sains. Pembelajaran yang terorganisir dalam suatu sistem

pengetahuan kebudayaan dan kearifan local yang dimiliki, terkait dengan fenomena dan

kejadian alam tertentu disebut etnosains. Ia juga berpendapat bahwa pembelajaran berbasis

etnosains yang tidak memisahkan antara sains budaya dan kearifan local juga masyarakat
dapat digunakan sebagai 10oku pendekatan pembelajaran guna meningkatkan minat dan

motivasi siswa terhadap sains.

2.2 Tinjauan Historis

Perahu katinting adalah perahu tradisional yang masih banyak dijumpai di Provinsi

Sulawesi Tengah. Perahu katinting bisa dikategorikan sebagai perahu trasidional karena

perahu ini dibuat dan digunakan secara tradisional oleh masyarakat. Hal ini senada dengan

pernyataan Iskandar dan Novita (2000) menjelaskan bahwa istilah tradisional lebih mengarah

kepada merode atau cara yang digunakan oleh para pengrajin kapal perikanan dalam

mengkonstruksi kapal buatannya, dimana cara-cara atau metode yang diterapkan merupakan

warisan para pendahulunya. Penamaan perahu katinting di Provinsi Sulawesi Tengah awal

mulanya disebabkan oleh mesin yang digunakan untuk menggerakkan perahu jenis ini adalah

mesin katinting, sehingga penamaan katinting sudah melekat pada masyarakat dan menyebut

perahu yang menggunakan mesin jenis ini adalah “perahu katinting”. Seiring dengan

perkembangan zaman, perahu katinting tidak hanya didasari oleh penggunaan mesin katinting

sebagai penggerak utama, tetapi hal lain yang menentukan perahu dapat dikategorikan

sebagai perahu katinting oleh nelayan adalah terdapatnya cadik (Masyarakat Provinsi

Sulawesi Tengah menyebutnya dengan ‘Sema-Sema”) pada kedua sisi perahu secara

memanjang. Keberadaan cadik juga cukup memberikan sumbangsih terhadap penamaan

perahu katinting oleh masyarakat.

Perahu katinting, awal mulanya digunakan sebagai sarana untuk menangkap ikan.

Penggunaan perahu katinting sebagai sarana apung untuk menangkap ikan disebabkan oleh

kemampuan perahu katinting yang dianggap mampu oleh nelayan untuk menjangkau daerah-

daerah penangkap ikan yang dituju oleh nelayan. Oleh sebab itu, perahu katinting menjadi

pilihan nelayan kecil untuk proses menangkap ikan. Sampai saat ini perahu katinting atau
yang lebih dikenal dengan perahu bercadik masih menjadi primadona di wilayah pesisir

Provinsi Sulawesi Tengah. Banyaknya jenis perahu ini adalah salah satu indikasinya. Perahu

katinting di Provinsi Sulawesi Tengah masih dibuat berdasarkan pengalaman pribadi tukang

perahu sehingga proses desain akan sedikit berbeda antara desain yang satu dengan lainnya

(Wolok,2016).

2.3 Model Pembelajaran Yang Digunakan

Model Pembelajaran yang dgunakan adalah Model Discovery Learning. Adapun

metode yang digunakan untuk menyampaikan keterkaitan antara desain perahu nelayan di

Sulawesi Tengah dengan materi fisika adalah metode demonstrasi dan metode presentasi.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil

3.1.1 Tempat dan Waktu Kegiatan

Tempat :Kelurahan Mamboro,Kecamatan Palu Utara,Kabupaten Sulawesi Tengah

Waktu : Pukul 08.00-10.00 WITA

3.1.2 Hasil Wawancara / Dokumentasi


2. Pembahasan

Kapal laut terbuat dari besi dan baja namun tidak tenggelam di laut. Kapal dibuat

berbentuk sedemikan sehingga memiliki volume yang besar. Bagian dalam kapal memiliki

rongga sehingga tidak menyumbang massa tetapi memperbesar volume. Jadi, kerapatan kapal

lebih kecil daripada kerapatan air laut. Hal yang serupa dipakai untuk membuat perahu dan

kapal pada umumnya. Perahu nelayan Sulawesi tengah menghasilkan gaya angkat fluida

tidak hanya mendapatkan dari badan perahu saja tetapi juga pada cadik berganda atau dalam

sebutan masyarakat Sulawesi tengah Sema-sema.

Bentuk perahu yang ada di Sulawesi tengah ujungnya dibuat lebih lancip dari perahu

nelayan yang ada di daerah lain tujuannya adalah agar bisa bergerak lebih lancar. Karena

bentuk lancip itu mengurangi tahanan air dibanding dengan bentuk datar dan lainnya jika

diukur keberadaannya dibawah air. Dengan bentuk lancip itu juga membantu agar perahu

bisa meluncur lebih lurus.

Menurut konsep fisika, kapal laut memiliki kapasitas muatan tertentu, atau memiliki

batas muatan maksimal. Batas muatan dibuat sedemikian sehingga jika kapal diberi muatan

sebesar batas maksimalnya, kapal masih terapung dengan ketinggian tertentu. Coba

perhatikan jika muatan kapal sedikit maka bagian kapal yang tercelup air juga kecil, jika

muatan kapal lebih besar maka kapal lebih berat, bagian yang tercelup akan semakin besar.
Saat kapal diberi muatan maksimal kerapatan kapal masih lebih kecil daripada kerapatan air.

Kapal yang diberi muatan yang melebihi batas maksimal maka kerapatannya akan lebih besar

dari kerapatan air dan kapal akan tengelam, gaya beratnya lebih besar dari gaya apung.

Desain pembuatan bagian depan kapal atau perahu pada umumnya yang didesain

meruncing. Bagian depan kapal atau perahu yang meruncing menurut konsep fisika berguna

untuk memecah gelombang air laut dan mengurangi tekanan hempasan gelombang air laut.

Jika kita kaitkan dengan desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah yang perahunya

dibuat dengan ukuran yang sangat kecil sekitar 5,25 meter dengan badan perahunya yang

dibuat sangat ramping tentu saja memerlukan cadik (sema-sema) agar bisa menjaga

keseimbangan dan kestabilan perahu. Cadik atau dalam sebutan warga Sulawesi tengah sema-

sema biasanya dibuat dengan bambu atau pipa paralon yang kedua ujungnya tidak dapat

dimasuki air laut. Sema-sema tidak hanya berfungsi sebagai penyeimbang perahu nelayan

tapi juga berfungsi untuk memperkecil massa jenis atau kerapatan perahu terhadap fluida atau

air laut. Sema-sema atau cadik memiliki rongga yang menyumbang volume tapi tidak

menyumbang massa sehingga gaya apung perahu bertambah lebih besar dari gaya berat

perahu.

Desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah


Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa bahan baku utama dari pembuatan perahu

atau kapal tradisional adalah kayu. Demikian pula dengan perahu katinting. Pemilihan bahan

umumnya sedapatkan mungkin diperoleh dari daerah di mana perahu dibangun. Hal ini ini

bertujuan menghemat biaya pembuatan. Bahan baku kayu yang telah didatangkan dari

sumber bahan baku, akan ditempatkan di lapangan atau tempat terbuka. Bahan kayu tersebut

umumnya masih bersifat mentahan, proses selanjutnya kayu akan dipotong, dibelah atau

digergaji dan diketam untuk keperluan konstruksi profil kerangka dan kulit lambung kapal.

Hal ini menyebabkan tekstur kayu mengeras dan kandungan air di dalamnya telah mengering.

Kayu jati ini memiliki kualitas terbaik, umumnya digunakan untuk konstruksi bagian bawah

kapal yang membutuhkan ketahanan yang tinggi.

Perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ini terbuat dari kayu dan dibuat dengan

ukuran yang lebih kecil, dengan panjang sekitar 5,25 meter. Perahu ini memiliki cadik ganda

yang sitaruh disisi samping perahu agar bias menjaga keseimbangan dan kestabilan perahu.

Perahu nelayan ini juga dibuat lebih ramping dari perahu nelayan yang ada di daerah lain.

Keterkaitan antara desain perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengan dengan materi fisika

Desain perahu yang ada di Sulawesi tengah ini sangat berkaitan dengan materi fisika

yaitu materi fluida seperti cadik ganda yang ditaruh disisi samping perahu itu sangat

berkaitan dengan hukum Archimedes dan tekanan.


BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Etnosains adalah pengetahuan yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Dari sini muncul

istilah emik dan etnik. Etnik adalah pandangan dari segi subjek yang diteliti dan etik

merupakan pandangan dari segi peneliti.

Bentuk perahu nelayan yang ada di Palu tersebut didesain dengan memiliki candik

ganda, cadik ditaruh di sisi samping perahu, untuk menjaga keseimbangan dan kestabilan

perahu. Pembuatan perahu yang lebih ramping tidak lepas dari peran etnosains dizaman dulu.

Secara keseluruhan pembuatan model perahu khususnya perahu di Sulawesi tengah dapat

dijelaskan dengan sains khususnya dibidang fisika.

Perahu nelayan yang ada di Sulawesi tengah ini terbuat dari kayu dan dibuat dengan

ukuran yang lebih keci, dengan panjang sekitar 5,25 meter. Perahu ini memiliki cadik ganda

yang sitaruh disisi samping perahu agar bias menjaga keseimbangan dan kestabilan perahu.

Perahu nelayan ini juga dibuat lebih ramping dari perahu nelayan yang ada di daerah lain.

Desain perahu yang ada di Sulawesi tengah ini sangat berkaitan dengan materi fisika

yaitu materi fluida seperti cadik ganda yang ditaruh disisi samping perahu itu sangat

berkaitan dengan hukum Archimedes dan tekanan.

Metode yang digunakan untuk menyampaikan keterkaitan antara desain perahu nelayan

di Sulawesi tengah dengan materi fisika adalah metode demonstrasi dan metode presentasi.

4.2 Saran

Dari hasil observasi yag kami lakukan kami dapat memberikan saran agar pelestarian

kebudayaan perahu katinting di sulawsi tengah dapat di lestarikan dan di kembangkan


lagi. Mengingat akan mata pencaharian masyarakat di Sulawesi tengah salah satunya

adalah sebagai nelayan.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar.2004. Kajian Eksperimental Pengaruh Ukuran dan Komposisi Filler Serbuk Kayu

terhadap Sifat Mekanik dan Permukaan Patah Statik, Jurnal Polimesin vol 2, Pebruari

2004, ISSN 1693-5462.

Biran A. 2003. Ship Hydrostatucs and Stability. Butteworth Heinemann Oxford

Fachruddin F, Asri S, Wahyuddi, Asis MA.2016. Analisis Kebutuhan Material Perahu Kecil

Fachrussyah ZC.2012. Aspek Teknis dan Pergerakan Memanjang Small Purse Seiner di Kota

Manado, Kota Bitung dan Kabupaten Bolaangmongondow Selatan. Thesis. Universitas

SamRatulangi. Manado.

Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. England : Fishing News Book Ltd

Iskandar BH, Novita Y. 2000. Tingkat Teknologi Pembangunan Kapal Ikan Kayu Tradisional

di Indonesia. Buletin PSPS Volume IX No.2. Departemen PSP FPIK IPB. Hal 53-67.

Manik.2012. Studi Perancangan Kapal Katamaran Multifungsi Dikawasan Sungai Banjir

Kanal Barat Semarang. Jurnal KAPAL- Vol. 9, No.1 Februari 2012

Masengi, K.W.A. 1995. Studies On The Characteristic Of A Small Fishing Boat From The

Viewpoint Of Seakeeping Quality. Graduate School Of Marine Sience and

Engineering. Nagasaki University

Anda mungkin juga menyukai