Anda di halaman 1dari 3

Kemelut PGRI NTT: Semoga Bukan "Jalan Tanpa Ujung"

Oleh Igo Halimaking


(Warga Kota Kupang)
Banyak orang sudah tidak ingat lagi kapan tepatnya kemelut di Universitas PGRI NTT
mulai tersulut. Mungkin sudah jenuh dengan berita kegagalan kompromi antara pihak-pihak
yang "bertikai". Pertanyaan-pertanyaan yang pernah muncul di dalam hati masyarakat
sehubungan dengan kemelut itu pun mulai menghilang tanpa mendapat jawaban yang pasti.
Sebab pemberitaan di berbagai media hanya berupa kegagalan kompromi, dan seperti diulangulang. Tidak ada yang baru. Oleh karena itu pula biasanya orang lantas enggan bertanya, kapan
selesai?
Apa sebenarnya masalah yang tidak kunjung bisa diselesaikan itu? Pertanyaan itu, sangat
tidak mudah dijawab, apalagi secara tepat.
"bertikai") yang mencoba

Bahkan pihak manapun (yang dianggap ikut

memberi jawaban, jawabannya belum tentu sama seperti dalam

pandangan pihak lain. Sebab persoalan bagai bola salju yang terus bertambah dan bergulir.
Kenyataan itulah yang mungkin jadi sebab mengapa kegagalan kompromi selalu saja
terjadi. Fakta itu pula yang membuat prihatin sangat banyak orang, terutama masyarakat NTT,
dan mengingatkan kita pada judul buku karya Mochtar Lubis, Jalan Tak Ada Ujung.
Perseteruan antara Pengurus Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi
(YPLPT) PGRI NTT dengan pihak Rektorat Universitas PGRI NTT sejak tahun 2010 dan
memuncak sejak akhir 2013 lalu ternyata hingga saat ini masih berlanjut. Padahal, tahun 2014
lalu Pemerintah Provinsi NTT (difasilitasi Gubernur NTT) dan Pengurus Besar PGRI Pusat
sudah turun tangan memediasi konflik internal yayasan dan pihak universitas swasta tersebut.
Tetapi, kisruh antardua kubu ini kembali mencuat ke permukaan menyusul rapat
pengurus yayasan dengan para dosen dan karyawan tetap Universitas PGRI, Jumat (24/4/2015)
di Gedung Guru di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Kupang. Rapat itu bermaksud menjelaskan
kepada para dosen, karyawan tetap dan mahasiswa, antara lain soal keabsahan keberadaan
YPLPT PGRI NTT yang saat ini diketuai oleh Soleman Radja, dan menyampaikan bahwa Rektor
Universitas PGRI NTT sekarang ini, Sam Haning, dianggap tidak sah, serta mau memfasilitasi
pelaksanan wisuda mahasiswa pada 2 Mei 2015 mendatang.
Persoalan sah dan tidaknya mengenai kedudukan Semuel Haning sebagai rektor
universitas PGRI NTT sebagaimana disampaikan Ketua YPLPT PGRI NTT, Soleman Radja,
sebetulnya bukan hal baru. Sebab, penjelasan ini sudah pernah disampaikan dalam beberapa kali
pertemuan pada tahun lalu. Soleman Radja pun telah menggugat Pengurus Besar (PB) YPLP

Pusat PGRI di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan materi pelantikan Semuel
Haning, S.H.M.H sebagai rektor Universitas PGRI NTT oleh PB YPLP PGRI Pusat.
Sedangkan, obyek yang disengketakan oleh Soleman Radja adalah tentang surat
keputusan No 147 mengenai kewenangan Soleman Radja, selaku YPLP PT PGRI NTT yang
diambil alih oleh YPLP PGRI Pusat. Dan gugatan YPLP PT PGRI NTT itu dengan nomor
gugatan no. 89 PTUN Jakarta Tahun 2014 terkait surat keputusan (SK) pembekuan YPLP PGRI
NTT oleh Pengurus Besar PGRI. Gugatan yang dilayangkan oleh pihak Yayasan Pembina
Lembaga Pendidikan (YPLP) PT PGRI NTT dalam hal ini Drs. Sulaiman Radja, S.H, M.H
kepada Pengurus Besar (PB) YPLP Pusat PGRI (tergugat) di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) Jakarta, ditolak oleh majelis hakim.
Namun hasil putusan PTUN Jakarta tidak menjadi acuan YPLP PT PGRI NTT sehingga
konflik terus berlanjut dan berujung pada kepemimpinan kembar. Pihak Yayasan PGRI NTT
melantik Antonius Kato sebagai rektor. Namun, Yayasan PGRI Pusat tidak mengakui
kepemimpinan Antonius. Yayasan PGRI Pusat hanya mengakui Samuel Haning sebagai rektor
hasil pemilihan anggota senat kampus.
Konflik internal di kampus tersebut semakin rumit. Saat ini Sulaiman Radja ditetapkan
sebagai tersangka oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri atas laporan Ketua
Yayasan PGRI Pusat dengan tuduhan menggunakan logo PGRI tanpa sepengetahuan Yayasan
PGRI Pusat.
Kisruh yang panjang ini berakhir dengan penonaktifan akun Universitas PGRI NTT di
forlap Dikti. Dan Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek dan PT) Republik
Indonesia (RI) Prof. Muhammad Nasir, Ph.D, Ak pun telah memerintahkan Yayasan Pembina
Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi (YPLP PT) PGRI dan Rektorat Universitas PGRI NTT
segera menyelesaikan persoalan internal sebagai syarat untuk mengaktifkan kembali akun
Universitas PGRI NTT di forlap Direktorat Pendidikan Tinggi (Diktit) Kementerian Riset,
Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek dan PT).
Namun bukannya islah, masing masing pihak malah mempertahankan egonya masing
masing. YPLP PT. PGRI NTT pun melakukan manuver tajam dengan membuka aktifitas
perkuliahan disebuah tempat dibilangan kelurahan kelapa lima. Mahasiswa menjadi dilematis,
mau ikut siapa? Bagaikan memakan buah simalakama. Hemat penulis, bukan ini yang
diharapkan. Penyelesaian konflik antara yayasan dan rektorat sangat penting dan perlu segera
dilakukan agar tidak mengorbankan ribuan mahasiswa yang menimba ilmu di universitas itu.

Juga agar masyarakat NTT, khususnya para orangtua mahasiswa tidak dirugikan gara-gara
perseteruan para elite yayasan dan rektorat universitas.
Harapan masyarakat NTT jangan membiarkan perseteruan antara YPLPT PGRI NTT
dengan pihak Rektorat Universitas PGRI NTT berlarut, yang pada akhirnya merugikan
mahasiswa dan masyarakat NTT. Juga perguruan tinggi itu sendiri, bisa saja kehilangan simpatik
dan minat masyarakat NTT untuk melanjutkan pendidikan anak-anak mereka di universitas
tersebut. Dan sebuah kerugian besar telah diterima oleh universitas ini karena Menteri Riset,
Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek dan PT) Republik Indonesia (RI) Prof. Muhammad
Nasir, Ph.D, Ak melarang untuk tidak melakukan penerimaan mahasiswa baru. Walau hemat
penulis, perkataan menteri seolah sebagai sabda Tuhan, karena sampai sekarang pun menurut
pihak universitas mereka belum menerima surat resmi terkait larangan penerimaan mahasiswa
baru. Ini bukan Negara omong omong bapak menteri, kalau pun ada larangan harus melalui
surat resmi. Harapan ini sekaligus mengingatkan para elite pengurus yayasan dan rektorat jangan
hanya pikir diri sendiri, tapi utamakan kebutuhan masyarakat NTT di bidang pendidikan.
Akhirnya , Semoga Bukan "Jalan Tanpa Ujung" Kemelut di Universitas PGRI NTT.

Anda mungkin juga menyukai