AGAMA HINDU
Om Swastyastu. Kita ditakdirkan terlahir pada sebuah negara yang sangat besar bernama
Indonesia, yang luas daratannya hampir sama dengan benua Eropa. Indonesia adalah bangsa yang
sangat heterogen, dengan jumlah penduduk 268 juta lebih, serta terdiri dari 714 suku bangsa dan sekitar
1.100 bahasa serta berbagai adat istiadat dan budayanya.
Suatu negara yang jumlah penduduknya besar dan beragam akan menjadi suatu kekuatan
apabila dikelola dengan benar. Namun sebaliknya, semakin majemuk penduduk suatu negara akan
semakin banyak muncul suatu perbedaan dan permasalahan.
Permasalahan atau konflik yang berlatar belakang agama, lebih berbahaya dibandingkan konflik
ekonomi atau konflik politik. Sebab, konflik agama memungkinkan mereka yang terlibat di dalamnya
menjadikan Tuhan sebagai landasan untuk bertindak.
Oleh karena dalam kehidupan yang plural, semangat membangun moderasi beragama menjadi
tawaran yang sangat tepat untuk ditanamkan di Indonesia. Moderasi beragama merupakan cara
pandang, sikap, dan perilaku kita dalam memahami suatu agama secara moderat, yaitu tidak berlebih-
lebihan dalam beragama. Moderasi sendiri lebih mengarah kepada cara kita untuk menjadi lingkin pin
atau penengah dalam suatu persoalan khususnya dalam lingkup beragama.
Dalam Hindu yang merupakan agama spiritual, sangat mudah ditemui ajaran, sloka-sloka,
mantram yang berhubungan dengan moderasi beragama dan toleransi dalam beragama. Misalnya pada
Atharvaveda XII.1.4.5:
Dalam mengembangkan sikap moderasi beragama, umat Hindu berupaya untuk membangun
sejumlah :
1. Membangun kesadarann untuk menerima adanya perbedaan karena keberagaman ini berimplikasi
pada lahirnya perbedaan. Semakin heterogen masyarakat, semakin banyak perbedaan. Maka perlu
pembentukan pemahaman bahwa perbedaan merupakan keniscayaan atau waranugraha Ida Sang
Hyang Widhi Wasa.
2. Membangun rasa saling percaya dengan pemeluk agama lain, dengan saling mengunjungi, saling
mengenal sebagai salah satu kunci membangun hubungan yang sehat antar pemeluk Agama.
3. Lebih mengedepankan persamaan daripada perbedaan dengan membangun komunikasi dan
kerukunan antar umat beragama, serta mengedepankan aspek-aspek persamaannya daripada menggali
perbedaan yang sedah pasti ada.
4. Mengajarkan moderasi beragama. Yaitu cara beragama yang moderat, tidak ekstrim, yang damai,
santun dengan menghargai adanya suatu perbedaan.
5. Dalam dunia digital, saat ini perlu membangun kesadaran umat untuk tidak mudah terhasut dengan
adanya informasi melalui media sosial, dan senantiasa bijak dalam menggunakan sosial.
Untuk mengaktualisasikan kesadaran dibutuhkan empat pilar yang mendasarinya. Pertama, Widya atau
kecerdasan, baik kecerdasan Intelektual, sosial, maupun spiritual. Semakin tinggi kecerdasan seseorang,
akan semakin mudah dalam mengelola suatu perbedaan.
Kedua, Maitri atau cinta kasih. Kedewasaan seseorang dalam mengelola perbedaan tentunya didasari
rasa cinta kasih kepada siapa saja, karena dalam Hindu mengenal Wasudewam Kutumbhakam (kita
semua adalah bersaudara). Ini memposisikan semua manusia sama kedudukannya di hadapan Tuhan.
Sebab, kita bersumber dari satu tangan, yaitu tangan Tuhan. Begitu pula dengan ajaran Tat Wam Asi.
Ketiga, Ahimsa, yaitu kesadaran untuk tidak membunuh atau menyakiti. Dalam mengembangkan sikap
ini, dibutuhkan kemampuan sikap untuk tidak saling menghina, merendahkan agama dan keyakinan
orang lain, dan menganggap agama kita paling benar lalu boleh melakukan kekerasan bahkan
membunuh terhadap orang lain yang tidak sepaham.
Apabila kita mampu untuk mengendalikan kemampuan tersebut, maka akan tercipta suasana
yang Santhi. Yaitu, kehidupan yang senantiasa damai, baik kedamaian intern umat beragama, antar
umat beragama, dan damai bersama pemerintah. Apabila setiap umat beragama memiliki empat
kemampuan tersebut, niscaya kehidupan yang penuh kedamaian, toleran dan moderat akan tercapai.