Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk terdiri dari


beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu
mempunyai kecenderungan kuat terha

dap identitas agama masing-masing,dan berpotensi konflik. Oleh karena itu,untuk


mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang sejati,harus tercipta satu
konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok sosial yang
berbeda agama guna menghindari konflik antar kelompok sosial yang terjadi.
Diskursus terhadap isu pluralitas dan kerukunan umat beragama menjadi begitu
signifikan,mengingat kondisi sosial belakangan ini menunjukkan eskalasi
terkikisnya kerukunan beragam pada beberapa komunitas. Situasi ini semakin
nyata dari maraknya konflik bernuansa agama dibeberapa wilayah di Indonesia

Berbicara mengenai kempemimpinan/leadership kita tidak lepas dari dua


kata kapabilitas (kemampuan) dan akseptabilitas (diterima). Pada dasarnya hanya
ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai Pemimpin
atau sebagai yang dipimpin yang lazim di sebut anggota. Sebagai anggota yang
baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai
pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam
pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama Hindu, disebut Satya Bela Bhakti
Prabhu.Sedangkan sebagai pemimpin, harus mempunyai pengetahuan dan
kemampuan untuk memimpin (kapabilitas) serta dapat diterima oleh yang
dipimpin ataupun atasannya (akseptabel

Awatara dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa
maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke
dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia
dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-

1
orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.
1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud pluralitas?


2. Bagaimanakah konsep Hindu tentang pluralitas dan kerukunan umat
beragama?
3. Bagaimana konsep Hindu tentang pluralitas ini diterapkan dalam
kehidupan masyarakat demi terwujudnya kerukunan hidup beragama?
4. Bagaimana defenisi kepemimpinan Hindu?
5. Bagaimana konsep-konsep kepemimpinan Hindu?
6. Apakah yang dimaksud awatara?
7. Bagaimana bagian-bagian dasa awatara dalam Hindu?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan pluralitas.


2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana konbsep hindu tentang pluralitas
dan kerukunan umat beragama.
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana konsep Hindu tentang plujralitas
ini diterapkan dalam kehidupan masyarakat demi terwujudnya kerukunan
hindup beragama.
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana defenisi kepemimpinan Hindu.
5. Mahasiswa dapat mnegetahui baagaimana konsep-konsep kepemimpinan
Hindu.
6. Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan awatara.
7. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana bagian-bagian dasa awatara
dalam Hindu.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pluralitas

Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya KEMAJEMUKAN atau KEANEKARAGAMAN dalam
suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi
agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar
pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang
mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau
lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari
pelbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam
budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk, ataupun
masyarakat Aru yang majemuk.

Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan.


Menerima perbedaan bukan berarti menyamaratakan, tetapi justeru mengakui
bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama. Menerima kemajemukan
(misalnya dalam bidang agama) bukanlah berarti bahwa membuat penggabungan
gado-gado, dimana kekhasan masing-masing terlebur atau hilang. Kemajemukan
juga bukan berarti tercampur baur dalam satu frame atau adonan. Justeru di
dalam pluralisme atau kemajemukan, kekhasan yang membedakan hal (agama)
yang satu dengan yang lain tetap ada dan tetap dipertahankan.

Jadi pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa


kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi
satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil
tanpa konflik asimilasi. Dalam bahasa Indonesia kata ini juga bermakna

3
keragaman The Oxford English Dictionary menyebutkan bahwa pluralisme ini
dipahami sebagai :

Suatu teori yang menentang kekuasaan negara monolitis dan sebaliknya,


mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama
yang mewakili keterlibatan individu dalam masyarakat dan suatu keyakinan
bahwa kekuasaan itu harus dibagi bersama-sama diantara sejumlah partai
politik.
Keberadaan atau toleransi keragaman etnik atau kelompok-kelompok kultural
dalam suatu masyarakat atau negara, serta keragaman kepercayaan atau sikap
dalam suatu badan, kelembagaan dan sebagainya. Kehidupan sosial
masyarakat tentunya tidak terlepas dengan perkembangan kehidupan
beragama. Hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Agama menjadi keyakinan setiap individu sehingga
melekat di dalam diri, bahkan ketika mereka hidup dalam sosial masyarakat
yang beragam. Khususnya Agama Hindu, perkembanganya tidak akan pernah
meninggalkan sisi kehidupan pribadi, sosial, ekonomi, pengetahuan,
pemahaman serta pola pikir individu yang menganut keyakinan Hindu itu
sendiri.

2.2. Konsep Hindu tentang Pluralitas

Pengakuan Hindu terhadap pluralitas kehidupan sebanding dengan


penghargaannya terhadap pluralitas itu sendiri. Dalam konteks Weda,
penyebutan tentang keragaman akan dengan mudah dijumpai. Sebagai contoh
akan disebutkan dalam beberapa sloka Weda berikut ini :

Pluralitas horizontal

Janam bibhrati bahudha vivacasam


nanadharmnam prthivi yathaukasam
sahasram dhara dravinasya me duham
dhruveva dhenur anapasphuranti

4
Atharvaveda XII.1.4 5

Bumi pertiwi yang memikul beban, bagaikan sebuah keluarga, semua


orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda dan yang memeluk
kepercayaan (agama) yang berbeda, Semoga ia melimpahkan kekayaan
kepada kita, tumbuhkan penghargaan diantara anda seperti seekor sapi
betina (kepada anak-anaknya) (Titib, 1998:423).

Pluralitas vertikal

Rucam no dhehi brahmanesu


rucam rajasu nas krdhi
rucam visyesu sudresu
mayi dhehi ruca rucam

Yajurveda XVIII.48

Ya Tuhan Yang Maha Esa, bersedialah memberikan kemuliaan pada para


brahmana, para ksatriya, para vaisya dan para sudra. Semoga engkau
melimpahkan (Titib, 1998:424).

Pluralitas religius

Ye yatha mam prapadyante


tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah

Bhagawad Gita 4.11

Bagaimanapun (jalan) manusia mendekati-Ku, Aku terima, wahai Arjuna.


Manusia mengikuti jalan-Ku pada segala jalan (Pudja, 1999:112).

5
Sloka-sloka di atas menunjukkan betapa Hindu sangat menyadari, menerima
dan menghargai pluralisme sebagai konsekuensi kehidupan. Setiap makhluk,
individu, identitas kelompok, identitas agama berhak atas perlakuan baik dan
penghargaan. Pluralitas kehidupan sama sekali tidak mengusik rasa hormat
dan bersikap diskriminatif. Kesadaran ini bukan muncul secara tiba-tiba,
melainkan tidak terlepas dari pemahaman Hindu akan kehidupan sebagai
evolusi manusia menuju kesempurnaan. Oleh sebab itu, setiap keragaman
yang lahir Hindu tidak pernah melihat secara terheran-heran, aneh, asing,
sehingga perlu untuk dikonversi atau bahkan dimusnahkan dari muka bumi.

Hindu menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi yang berbeda


dengan manusia lainnya. Ada manusia yang aktif, pekerja; manusia yang
emosional, pecinta keindahan dan kelembutan; manusia yang menganalisis dirinya
sendiri, penekun mistik; manusia yang mempertimbangkan semua hal dan
menggunakan inteleknya; pemikir; pengabdi dan melayani, dan sebagainya.
Kesemuanya disebabkan manusia memiliki guna (kualitas diri, pengetahuan,
kecerdasan, skil) dan karma (etos kerja, wasana karma) yang berbeda.

Hindu menanggapi pluralitas manusia dengan segala potensi dirinya dengan


memberikan kebebasan dalam rangka internalisasi dan mengekspresikan Sang Adi
Kodrati. Sehingga, dalam praktek yoga (pendekatan diri kepada Tuhan) akan
dijumpai setidaknya empat jalan, yaitu Karma Yoga bagi yang aktif, Bhakti Yoga
bagi sang pencinta, Raja Yoga bagi sang mistikus dan Jnana Yoga bagi sang
filsuf. Agama Hindu tidak hanya menyediakan satu jalan, satu Tuhan yang benar,
satu kitab suci, satu dogma bagi semua orang. Keanekaragaman jalan yang
disediakan menyebabkan tumbuhnya keberagaman bentuk ritual atau ibadah,
sesuai dengan tempat, waktu dan suasana dimana Hindu berkembang. Ibadah atau
ritual itu harus mengakomodasi budaya setempat (local genius), (Madrasuta
dalam Ghindwani, 2005:vi).

Hindu tidak mematikan satu kebudayaan untuk digantikan dengan budaya


tunggal dari mana agama itu berasal. Sebaliknya Hindu memelihara budaya

6
setempat. Pemaksaan budaya tertentu untuk seluruh manusia, disegala tempat
tiada lain adalah imperialisme budaya, yang akan membuat manusia tercabut dari
akar budayanya, membuatnya terasing di tanah leluhurnya sendiri.

Hindu menyerukan tentang tindakan yang berorientasi pada kepentingan


umum, bukan individual atau identitas kelompok. Dalam Bhagawadgita
dinyatakan dua kategori manusia, yaitu yang pandai dan yang bodoh berdasarkan
tindakan-tindakannya. Dikatakan bahwa, orang bodoh senantiasa terikat atas
tindakannya demi kepentingan dirinya sendiri, sedangkan orang pandai dicirikan
bahwa tindakannya senantiasa diperuntukkan untuk kepentingan bersama dan
mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban dunia (lokasangraham).

Secara konsepsional, Pandangan Hindu mengenai pluralitas dan kerukunan


merupakan suatu situasi yang terjadi atas sinergisitas sebagai unsur, relasi dan
apresiasi yang baik antar elemen, bahkan dikalangan intern Hindu sendiri. Ketika
hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka kerukunan tak sulit untuk diwujudkan.
Dalam konteks ini, teori fungsionalisme-struktural Parson yang menyatakan
bahwa masyarakat merupakan sistem yang saling berhubungan, memiliki pola-
pola adaptatif, memiliki orientasi dan visi, serta konsolidasi untuk
mempertahankan struktur sosial. Hal tersebut dapat dimengerti bahwa pemikiran
Hindu memiliki korelasi dengan teori Parson.

2.3. Aktualisasi nilai Pluralitas Hindu

Pluralitas merupakan kenyataan sosial yang sudah niscaya. Hindu menegaskan


bahwa keragaman merupakan bagian dari sebuah kehidupan yang patut untuk
senantiasa dihargai dan dijaga selayaknya kita bersikap terhadap diri sendiri
(Atharvaveda XII.1.4 5). Pluralitas agama hendaknya dipandang sebagai perihal
wajar seperti ketika kita menyadari pluralitas bahasa, warna kulit atau selera
makan. Artinya, perbedaan tidak dimaknai sebagai dua pasukan yang siap
berhadapan untuk bertempur, melainkan sebagai dua pohon bunga yang siap hadir
untuk menyemarakkan taman di depan rumah kita. Pluralitas dalam konteks

7
kerukunan beragama berarti menghormati dan menghargai pilihan agama orang
lain. Kesadaran ini menjadi aktualisasi nilai pertama pluralitas Hindu, yaitu
Vidya, yang dalam konteks ini dimaknai sebagai pengetahuan, pemahaman dan
kesadaran dalam melihat pluralitas sebagai kenyataan dan bagian dari kehidupan.

2.4. Pengertian Kepemimpinan


Secara umum, kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk
mengkoordinir dan mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan untuk
tujuan yang Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada umumnya
menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik, gaya dan sifat yang
sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki oleh
seorang pemimpin yang baik.

Menyimak pengertian di atas maka terkait dengan kepemimpinan ada


beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kepemimpinan selalu melibatkan
orang lain sebagai pengikut. Kedua, dalam kepemimpinan terjadi pembagian
kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dan yang dipimpin. Ketiga,
kepemimpinan merupakan kemampuan menggunakan bentuk-bentuk kekuatan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Keempat, kepemimpinan adalah suatu
nilai (values), suatu proses kejiwaan yang sulit diukur. Kata kepemimpinan
berasal dari kata dasar pimpin yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin
lahirlah kata kerja memimpin yang artinya membimbing atau menuntun, da kata
benda pemimpin yaitu orang yang berfungsi memimpin atau menuntun atau orang
yang membimbing. Kepemimpinan memiliki berbagai istilah seperti : Leadership
leader dari kata asing, management dari kata ilmu administrasi dan Nitisastra
dari kata Hindu.
Kepemimpinan dalam Hindu

Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada


pengertian pemimpin. Bila bakat kepemimpinannya yang menonjol dan mampu
memimpin sebuah organisasi dengan baik disebut Ksatriya, karena kata ksatriya
artinya yang memberi perlindungan. Demikian pula yang memiliki kecerdasan
yang tinggi, senang terjun di bidang spiritual, ia adalah seorang Brahmana.

8
Demikian pula profesi-profesi masyarakat seperti pedagang, bussinessman, petani,
nelayan dan sebagainya.
Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri
teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi
pemimpin. Sebut saja Erlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Sri Aji Jayabhaya,
Jayakatwang, Kertanegara, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan masih banyak lagi
lainnya. Di era sekarang banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan sebagai
panutan/pimpinan seperti : Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna,
Sri Satya Sai dan sebagainya.
Selain itu contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam
cerita Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan
menjadi pemimpin Hindu. Misalnya: Dasaratha, Sri Rama, Wibhisana, Arjuna
Sasrabahu, Pandudewanata, Yudisthira dan lain-lain.

Kepemimpinan Hindu dan Niti Sastra

Kitab atau susastra Hindu yang banyak mengulas tentang konsep-konsep


kepemimpinan termasuk etika dan moral di dalamnya disebut dengan kitab Niti
Sastra. Kata ini berasal dari Kata Sanskerta niti yang berarti bimbingan,
dukungan, bijaksana, kebijakan, etika. Sedangkan sastra berarti perintah,
ajaran, nasihat, aturan, teori, dan tulisan ilmiah. Berdasarkan uraian diatas di atas
maka kata Nitisastra berarti ajaran pemimpin. Dengan demikian ruang lingkup niti
sastra tentu sangat luas mencakup pula etika, moralitas, sopan santun dan
sebagainya. Dari pemahaman etimologis tersebut maka niti sastra dapat
diartikan sebagai keseluruhan sastra yang memberikan ketentuan, bimbingan,
arahan bagi umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan agar menjadi lebih
teratur, terarah, dan lebih baik.
Selama ini fokus atau pokok bahasan yang menjadi topik dari niti sastra
adalah Kautilya Artha Sastra. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan sebagai
berikut: Pertama, Kautilya adalah ahli politik dan kenegaraan tersohor; Kedua,
kelengkapan dan kecermatan Kautilya dalam menyusun karyanya; Ketiga,
bahasanya sangat mendetail; Keempat, perbandingan opini penyusun sebelumnya;

9
Kelima, ketersediaan dokumen dan hanya dokumen Kautilya Artha Sastra
ditemukan secara utuh.
Untuk memahami kepemimpinan Hindu atau kepemimpinan yang
universal, seseorang dianjurkan untuk mempelajari niti sastra. Mengingat,
pengetahuan dan pemahaman sejarah/konsep pemikiran Hindu (niti sastra) di
bidang Politik, ketatanegaraan, ekonomi, dan hukum yang masih relevan sampai
kini. Konsep-konsep tersebut adalah sumber penting yang memberi kontribusi
perkembangan konsep-konsep selanjutnya di India, Asia bahkan, dunia. Adapun
kontribusi niti sastra dalam peradaban global antara lain :
Pemikiran dalam niti sastra dapat memberi masukan penting berupa
konsep dan nilai positif dalam pengembangan, pembaharuan, penyusunan
kembali konsep-konsep politik, ketatanegaraan, ekonomi, peraturan
hukum era kini.
Usaha menggali, mengangkat nilai-nilai Hindu sebagai sumbangan Hindu
dalam percaturan dunia keilmuan. Paradigma sosial bahwa politik itu kotor
dapat hilang.

2.5.Konsep-Konsep Kepemimpinan Hindu


1. Catur Kotamaning Nrpati
Catur Kotamaning Nrpati merupakan konsep kepemimpinan
Hindu pada jaman Majapahit sebagaimana ditulis oleh M. Yamin dalam
buku Tata Negara Majapahit. Catur Kotamaning Nrpati adalah empat
syarat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Adapun keempat
syarat utama tersebut adalah :
Jana Wisesa Suddha, artinya raja atau pemimpin harus memiliki
pengetahuan yang luhur dan suci. Dalam hal ini ia harus memahami kitab
suci atau ajaran agama (agama agming aji).
Kaprahitaning Praja, artinya raja atau pemimpin harus menunjukkan
belas kasihnya kepada rakyatnya. Raja yang mencintai rakyatnya akan
dicintai pula oleh rakyatnya. Hal ini sebagaimana perumpamaan singa
(raja hutan) dan hutan dalam Kakawin Niti Sastra I.10 berikut ini :

10
Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan. Jika
singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu meninggalkan
hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai
menjadi terang, singa yang lari bersembunyi dalam curah, di tengah-tengah
ladang, diserbu dan dibinasanakan.
Kawiryan, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwatak pemberani
dalam menegakkan kebenaran dan keadilan berdasarkan pengetahuan suci
yang dimilikinya sebagainya disebutkan pada syarat sebelumnya.
Wibawa, artinya seorang raja atau pemimpin harus berwibawa terhadap
bawahan dan rakyatnya. Raja yang berwibawa akan disegani oleh rakyat
dan bawahannya.
2. Tri Upaya Sandhi
Di dalam Lontar Raja Pati Gundala disebutkan bahwa seorang raja
harus memiliki tiga upaya agar dapat menghubungkan diri dengan
rakyatnya. Adapun bagian-bagian Tri Upaya Sandi adalah :
Rupa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengamati wajah dari
para rakyatnya. Dengan begitu ia akan tahu apakah rakyatnya sedang
dalam kesusahan atau tidak.
Wangsa, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui susunan
masyarakat (stratifikasi sosial) agar dapat menentukan pendekatan apa
yang harus digunakan.
Guna, artinya seorang raja atau pemimpin harus mengetahui tingkat
peradaban atau kepandaian dari rakyatnya sehingga ia bisa mengetahui apa
yang diperlukan oleh rakyatnya.

2.6.Pengertian Awatara

Awatara atau Avatar (Sansekerta: avatra, baca: awatara) dalam agama Hindu
adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha

11
Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia
material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma
dan menyelamatkan orang saleh. Dalam agama Hindu khususnya pada aliran Vaisnava
(Wisnu) dikenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara
lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan
material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan
di antaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya,
Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir
Kali Yuga ini) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam
sebuah kitab yang disebut Purana. Daca avatara atau dasa avatara atau ditulis juga
dengan dasa awatara berarti sepuluh kali penjelmaan Sang Wisnu ke dunia. Dalam kitab
Bhagawadgita (Bhagavadgita), salah satu kitab suci agama Hindu selain Weda, Kresna
sebagai perantara Tuhan Yang Maha Esa bersabda :

Yada yada hi dharmasya glanir bhavati bharata abhyutthanam adharmasya


tadatmanam srjamy aham

paritranaya sadhunam vinasaya ca duskrtam dharma samsthapanarthaya


sambavami yuge yuge. (Bhagavad-gita, 4.7-8)

Artinya: Sesungguhnya dikala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani hendak


merajalela, wahau Arjuna, saat itu aku ciptakan diriku sendiri.

Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang-


orang yang jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuki
menegakkan dharma.

Jadi, menurut ajaran Wisnu (Vaisnava), untuk memelihara dunia, Wisnu


menjelma sepuluh kali. Penjelmaan yang pertama sampai yang kesembilan
sudah terjadi, sedangkan yang ke sepuluh belum terjadi atau sudah terjadi
tapi belum menunjukkan perannya di dunia in

12
2.7.Bagian-bagian Dasa Awatara
1. Matsya Awatara
Di dalam Purana dikisahkan bahwa alam semesta ini pernah dilanda banjir
yang sangat besar dan dahsyat akibat adanya hujan selama tiga bulan terus
menerus siang dan malam. Umat manusia dan bumi beserta isinya nyaris
tenggelam dan hanyut oleh dahsyatnya banjir yang melanda. Melihat hal
seperti itu, lalu Brahman, Sang Hyang Widhi menjelma atau lahir ke dunia
dengan mengambil bentuk sebagai seekor ikan bertanduk yang sangat besar.
Ikan yang bernama Matsya Avatara inilah yang menyelamatkan umat
manusia dan dunia beserta isinya sehingga terhindar dari kehancuran.
2. Kurma Awatara
Kisah Kurma Avatara ini terdapat di dalam kitab Padma Purana.Dikisahkan
para dewata dan para raksasa berebut untuk mendapatkan tirta Amerta
Sanjiwani yang berguna untuk menjadikan hidup tidak bisa mati kalau sempat
meminum tirta tersebut. Akibat lautan diaduk sedemikian rupa, maka
terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat yang nyaris menghancurkan bumi
beserta isinya. Melihat keadaan yang berbahaya seperti itu, lalu Brahman,
Sang Hyang Widhi menjelma turun ke bumi dengan mengambil bentuk
sebagai seekor kura-kura raksasa yang bernama Kurma Avatara. Kurma
Avatara inilah yang dengan kekuatan penuh memikul bumi ketika mau
hancur akibat dari para Dewata dan raksasa mengaduk lautan untuk
mendapatkan Tirta Amerta Sanjiwani.
3. Varaha Awatara
Dikisahkan dalam kitab Visnu Purana, pada suatu masa berkuasalah raksasa
yang sangat sakti bernama Hiraniaksa. Raksasa Raja ini tidak bisa mati oleh
segala macam senjata, sangat sakti tetapi sangat kejam terhadap umat
manusia. Lalu Brahman, Sang Hyang Widhi kembali menjelma menjadi
seerkor babi hutan yang sangat besar bernama Varaha. Pada saat raksasa
Hiraniaka bermaksud untuk menghancurkan umat manusia, dunia dan
berserta isinya, datanglah Varaha Avatara yang menyelamatkan sehingga
terhindar dari kehancuran.

13
4. Wamana Awatara
Vamana Avatara adalah penjelmaan Brahman dalam bentuk sebagai orang
cebol atau pendek. Dikisahkan raksasa yang berkuasa pada saat itu sangat
kejam memperlakukan para resi dan para pertapa di hutan. Semua fasilitas
untuk melakukan persembahyangan dirusak oleh raksasa ini. Maka datanglah
orang cebol ini menghadap raja raksasa yang bernama Bali, lalu menantang
untuk adu kesaktian. Si Cebol meminta sebidang tanah seukuran tiga kali
pajang dan lebar tubuhnya. Raja Bali menyetujui, lalu dengan kesaktiannya
yang luar biasa, Vamana yang cebol ini dengan mudah menjatuhkan raja Bali,
dengan jatuhnya raja yang lalim ini, umat manusia dan alam semesta beserta
isinya dapat diselamatkan dari kehancuran akibat kejahatan yang dilakukan
oleh raja raksasa yang bernama Bali.
5. Narasima Awatara
Narasima adalah manusia singa, dikatakan demikian karena memiliki tubuh
berbentuk manusia dan berkepala berbentuk singa yang sangat sakti. Di
dalam Purana disebutkan seorang raja bernama Hirania Kasipu telah selesai
menjalankan tapa yang sangat keras. Akibat dari tapanya yang disiplin dan
keras, Raja Hirania Kasipu mendapatkan kekuatan yang tidak bisa mati oleh
binatang, manusia ataupun oleh kekuatan alam, seperti gempa bumi, dan
angin topan. Hirania Kasipu juga tidak bisa mati pada siang hari dan tidak
juga bisa mati pada malam hari. Karena merasa diri sakti dan tidak bisa mati,
maka muncullah sikapnya yang sombong dan bertindak sewenang-wenang
terhadap rakyatnya.
Dengan demikian, umat manusia terancam oleh kejahatan yang dilakukan
Raja Hirania Kasipu, karena membahayakan keselamatan dunia beserta
isinya, lalu Brahman turun ke bumi dan menjelma menjadi manusia harimau
yang bernama Narasima Murti. Dalam perang tanding melawan Narasima
Murti, Raja Hiraia Kasipu yang lalim dan kejam akhirnya tewas mengenaskan
dicakar oleh Narasima Murti pada saat sandi kala atau waktu menjelang
malam di bawah cucuran atap rumah. Setelah tewasnya Raja Hirania Kasipu,

14
maka umat manusia, dunia berserta isinya menjadi selamat terbebas dari
keangkaramurkaan.
6. Parasurama Awatara
Parasurama Avatara dikisahkan di dalam Brahma Purana. Dalam kisah ini
disebutkan bahwa Parasurama dilahirkan dalam keluarga Brahmana
Yamadagini. Setelah dewasa dan selesai berguru, Parasurama mendapatkan
anugerah senjata berupa kapak yang sangat sakti. Dikisahkan pada saat itu
para ksatria banyak membuat onar. Mereka suka mengonsumsi berbagai
macam minuman keras, tidak menghormati wanita dan selalu mengganggu
ketentraman masyarakat. Hukum di masyarakat tersebut tidak berjalan
dengan baik. Orang jahat dibebaskan atau dihukum ringan, orang yang baik
malahan dimasukkan ke penjara. Melihat keadaan yang demikian, Brahman
turun kembali ke bumi dalam bentuk manusia bersenjata kapak. Dengan
kebijaksanaan dan kesaktiannya, Parasurama dapat kembali menegakkan
hukum dan keadilan di masyarakat. Akhirnya umat manusia, dunia beserta
isinya dapat diselamatkan dan terhindar dari kepunahan.
7. Rama Awatara
Dalam epos Ramayana, disebutkan Raja Ayodya bernama Dasarata
mempunyai putra bernama Rama Deva dari istrinya yang bernama Devi
Ekosalya. Pangeran Laksamana lahir dari istri yang bernama Devi Sumitra.
Pangeran Barata lahir dari istri yang bernama Devi Kakeyi. Rama Deva
diyakini sebagai penjelmaan Brahman, karena mempunyai kemampuan luar
biasa di atas kemampuan manusia pada umumnya. Rama Dewa berhasil
membunuh Raja Alengka bernama Rahwana yang bergelar Dasamuka.
Rahwana adalah putra dari Bhagawan Waisrawa dengan Diah Sukesi putri
Raja Somali. Rahwana mencuri Devi Sinta istri Rama Deva, maka terjadilah
perang besar yang bernama Perang Ramayana. Dalam perang besar tersebut,
Raja Alengka bernama Rahwana itu tewas. Dengan tewasnya Raja Rahwana,
maka kehancuran dunia beserta isinya dapat dihindarkan.
8. Krisna Awatara

15
Di dalam Kitab Mahabarata, dikisahkan ada seorang raja yang sangat kejam
bernama Kansa. Ia di ramal oleh seorang Brahmana bahwa dirinya akan
terbunuh oleh anak laki-laki dari pasangan Vasudewa dengan Devi Devaki
yang tidak lain adalah adik kandungnya sendiri, maka Vasudeva dan Devi
Devaki oleh Raja Kansa dimasukkan ke dalam penjara sampai akhirnya
melahirkan seorang anak bernama Krisna. Hujan turun lebat ketika Krisna
kecil keluar dari penjara. Ia harus melewati Sungai Gangga yang sedang
dilanda banjir. Melihat hal itu seekor ular kobra besar memberikan
perlindungan kepadanya menjelang lewatnya Vasudewa. Dikisahkan Krisna
sudah dewasa, dalam perang tanding melawan Raja Kansa, Krisna dapat
mengalahkan Raja Kansa dengan mudah. Akhirnya dunia dapat diselamatkan
oleh Avatara Krisna dari kelaliman Raja Kansa.
9. Buddha Awatara
Sang Buddha sebelumnya bernama Pangeran Sidharta Gautama.Beliau lahir
dalam keluarga suku Sakya yang sangat teguh menjalankan tradisi leluhur.
Mereka lahir di dalam keluarga Hindu. Ayahnya adalah seorang raja di
Kerajaan Kapilawastu benama Raja Sodhodana. Sementara Ibundanya adalah
Dewi Maha Maya. Ketika baru lahir, Sidharta kecil sudah langsung dapat
berjalan tujuh langkah dan secara ajaib dari tanah bekas injakan kakinya
muncul tumbuh bunga teratai putih yang mengeluarkan bau harum semerbak.
Akibat dari ramalan seorang Brahmana sakti yang meramalkan Sidharta kelak
akan menjadi Buddha, maka oleh Raja Sodhodana, pangeran kecil ini
dibuatkan tiga buah istana yang mewah agar ia hidup bergelimangan
kemewahan dan kelak hidupnya tidak menjadi Buddha.
Namun, akibat melihat tiga peristiwa sederhana yang agung melihat orang
sakit, melihat orang tua yang jalannya tertatih-tatih, dan melihat orang
meninggal, lalu Sidharta Gautama meninggalkan istana, istri, anak, keluarga
dan rakyatnya pergi ke hutan Uruwela untuk mencari penawar duka atau
penderitaan. Penderitaan yang dimaksud adalah usia tua, kesakitan, dan
kematian. Setelah mencapai penerangan sempurna, Sidharta Gautama
bergelar Buddha, yang mengajarkan ajarannya ke seluruh dunia untuk

16
menunjukkan jalan yang benar agar umat manusia mencapai kebahagiaan dan
terlepas dari penderitaan.

10. Kalki Awatara


Kalki Avatara adalah avatara yang belum lahir dan akan lahir ketika dunia
sudah mencapai puncak usia yang dikenal dengan istilah akhir zaman. Kalki
Avatara dengan menunggang kuda putih, bersenjatakan pedang dan pecut
sakti berkeliling dunia menegakkan kebenaran sehingga dunia terhindar dari
kehancuran. Kalki Avatara diyakini dapat mengembalikan keadaan zaman
dari kacau balau menjadi zaman keemasan yang masyarakatnya hidup
makmur, adil, dan sejahtera.

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

. pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa


kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi
satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil
tanpa konflik asimilasi. Sedangkan kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan
untuk mengkoordinir dan mengerahkan orang-orang serta golongan-golongan
untuk tujuan yang Bahasan mengenai pemimpin dan kepemimpinan pada
umumnya menjelaskan bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik, gaya dan
sifat yang sesuai dengan kepemimpinan serta syarat-syarat apa yang perlu dimiliki
oleh seorang pemimpin yang baik. Serta Awatara atau Avatar (Sansekerta:
avatra, baca: awatara) dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang
Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya
turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna
menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan
menyelamatkan orang saleh. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebersamaan dalam
pluralitas agama, kepemimpinan hindu dan penjelmaan awatara yaitu mempunyai
tujuan yang sama di mana ketiganya saling keterkaitan dan sama- sama untuk
menyelamatkan dunia dari kehancuran.

3.2. Saran

Dengan adanya makalah ini, kami berharap agar masyarakat Hindu lebih
saling bisa menghargai satu sama lain meskipun ada yang berbeda agama.
Dengan adanya saling menghargai, masyarakat hindu akan hidup dengan bahagia

18
dan tanpa adanya kehancuran di dalamnya. Kami juga mengharapkan adanya
kiritikan dan saran tentang makalah ini. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Ulahayahan,Agustinus.2003.Pluralisme( http://www.stpakambons.Blog.htm.com
diakses 28 September 2016).

Putra,Tude.2012.Kepemimpinan Menurut Hindu(http://www.BlogArchive.com


diakses 28 September 2016).

Buzz,The Bali.2013.Kepemimpinan Hindu(http://www.BlogArchive.com diakses


28 September 2016).

http://www.WikipediaBahasaIndonesia.com diakses 28 September 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai